BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura. Ada berbagai keganasan yang dapat menimbulkan efusi pleura, namun pada umumnya disebabkan oleh metastasis tumor ganas dari bagian tubuh yang lain; karena keganasan primer pleura sendiri, yaitu mesotelioma pleura sangat jarang ditemukan. Keganasan yang paling sering mengakibatkan efusi pleura adalah karsinoma paru, baik berupa karsinoma epidermoid, karsinoma sel kecil, adenokarsinoma, maupun karsinoma sel besar. Jenis kanker paru yang paling
banyak menimbulkan efusi pleura adalah adenokarsinoma, karena keganasan ini biasanya terletak di daerah perifer paru. Limfoma dan keganasan lain pada kelenjar limfe di daerah hilus pare dan mediastinum juga dapat menyebabkan efusi pleura.1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura merupakan lapisan selubung permukaan rongga pleura dan isinya, terdiri atas pleura viseral dan pleura parietal. Pleura viseral menyelubungi paru sampai ke celah interlobus, sedang pleura parietal melapisi dinding toraks, sisi lateral mediastinum, membran suprapleura,
thoracic inlet ,
dan diafragma sisi
toraks. Pleura viseral menerima perdarahan dari arteri bronkialis sedangkan pleura parietal menerima darah dari sirkulasi sistemik (arteri interosteal, mamari i nterna, dan frenik. Pembuluh balik (vena) berjalan paralel dengan arteri.
Kedua jenis lapisan pleura memiliki pleksus limfatik. Dari pleura viseral dialirkan ke kelenjar limfe pulmoner di hilus, sedangkan yang berasal dari pleura parietal anterior dialirkan melalui jaringan interkosta. Aliran limfe pleura diafragmatika menuju kelenjar limfe mediastinum bawah. Limfe di pleura parietal bawah mengalir ke kelenjar limfe retroperitoneal di regio adrenal dan ginjal. Aliran limfe keluar dari parenkim paru ke pleura viseral terjadi dengan
bantuan katup pembuluh limfe. Aliran limfe ini membantu menjelaskan penyebaran tumor ganas dan infeksi dari dalam paru ke pleura viseral.
Persyarafan pleura parietal dan viseral, sebagaimana peritoneum, berbeda. Pleura
parietal
mendapatkan
persyarafan
dari
serabut
syaraf
interkosta,
mengantarkan sensori nyeri. Sedang pleura viseral mendapat serabut saraf dari vagus dan trunkus simpatik tanpa sensori rasa nyeri.
Gambaran histologi pleura viseral berbeda dengan pleura parietal. Pleura terdiri atas selapis sel mesotel pipih bersandar pada mambran basal dengan lapisan jaringan ikat submesotel yang tebalnya bervariasi. Sel mes otel di bagian dasar dan kaudal paru mengandung lebih banyak mikrovili dibandingkan sel mesotel di daerah iga, dipercaya menghasilkan substansi musin dan mukopolisakarida untuk mengurangi pergesekan di tempat ini, serta fungsi absorbsi cairan. Kandungan mikrovili lebih banyak terdapat pada sel mesotel pada pleura viseral dibandingkan dengan parietal. Lapisan mesotel di pleura parietal memiliki stomata yang memungkinkan hubungan langsung antara rongga pleura dan saluran limfe di bawahnya.
Sel mesotel pleura mudah rusak dan mengelupas dalam jumlah besar pada berbagai kelainan patologik. Perbaikan kerusakan tersebut melibatkan proliferasi berbagai sel, termasuk sel mesotel, sel jaringan ikat submesotelial dan makrofag. 2
Selama pernapasan tenang, tekanan intrapleura bervariasi antara -2cm air pada ekspirasi sampai -7cm air selama inspirasi. Selama batuk maupun perasat Valsava dengan glottis tertutup, tekanan intrathoraks bias meningkat menjadi 200 mm Hg di atas tekanan atmosfir. Pleura telah ditemukan menghasilkan dan mereasorbsi antara 600 sampai 1000 cairan perhari. Eritrosit juga bias diabsorbsi oleh pleura normal. Fungsi normal ini bisa berubah pada keadaan penyakit dan menyertai perubahan tekanan intrapleura, kapiler dan/atau alveolus.3 B. Efusi Pleura
C. Efusi Pleura Ganas Neoplasma pleura bisa primer atau metastasik. Metastasik pleura yang lebih lazim biasanya timbul dalam pasien neoplasma primer pada paru, payudara, pancreas dan lambung. Efusi ini biasanya berdarah dan pemeriksaan sitologi pada aspirat biasanya bersifat diagnostic. Penatalaksanaan bisa dengan kemoterapi, terapi hormone atau radiasi. Jika pasien simptomatik maka efusi pleura keganasan biasanya dialirkan oleh torakostomi pipa tertutup. Tumor primer pleura bisa jinak atau ganas. Insiden mesoteli oma primer antara 0,02 sampai 0,2 persen dari semua autopsi, dengan rasio pria terhadap wanita 1:2. Dirasakan semua jenis benigna muncul dari fibroblast submesotel dan bahwa jenis ini tak mempunyai hubungan dengan pemaparan abses atau mesotelioma maligna. Mesotelioma
benigna biasanya muncul dari pleura visceralis dan timbul pada pasien yang asimptomatik atau pasien yang menderita gejala sistemik clubbing, artralgia dan demam. Tumor ini harus dieksisi. Mesotelioma maligna muncul dari sel mesotel yang mempunyai asal dari mesoderm, terbentuk dari lapisan eksoterm dan endoterm. Asal ini menimbulkan tiga jenis primer mesotelioma maligna : jenis epithelial, mesenkimatosa atau sarkomatosa dan campuran. Jenis epithelial paling lazim ditemukan. Faktor etiologi yang mingkin lainnya mencakup radiasi, berilium, faktor herediter, radang kronis dan virus. Diagnosis biasanya dibuat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto thotaks. Tingginya kadar asam hialuronat (lebih dari 0,8 mg per ml) lazim terlihat dalam eksudat pleura. Jika diagnosis sitologi tidak dapat ditegakkan, maka biopsy pleura(tertutup atau terbuka) harus didapatkan. Terapi mesotelioma maligna belum memuaskan. Eksisi bedah mencakup operasi yang luas seperti pleuropneumonektomi ekstra pleura, mencakup pericardium dan/atau diafragma serta dekortikasi radikal. Mortalitas segera dari tindakan ini bervariasi dari 10 sampai 18 persen serta median kelangsungan hidup dari 7 sampai 9 bulan. Kemoterapi dengan beberapa obat tampak mempunyai efek terbaik, dengan regresi tumor dalam sekitar 50 persen pasien. Terapi radiasi (4000 rad atau lebih) telah terlihat menghasilkan median kelangsungan
hidup 11 bulan dan disertai paliasi yang layak dengan pengurangan efusi pleura dan nyeri.3
DAFTAR PUSTAKA 1. Dana, R. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Efusi Pleural. [Internet]. Cited : 8 September 2013. Available from :
http://danasberkarakter.blogspot.com/2012/01/efusi-pleura.html 2. Subagyo, A. PLEURA, anatomi dan histology. [Internet]. Cited : 10 September 2013. Available from : http://www.klikparu.com/2013/07/pleura-anatomi-danhistologi.html
3. Sabiston, DC. Kelainan Pleura dan Empiema. Buku Ajar Bedah Bagian 2.. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta 2012; 665-66