KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan makalah referat ini dengan judul “Disfagia Orofaring” Orofaring”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Makalah referat ini sebagai salah satu tugas dalam kegiatan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok di RS. Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung penyusunan makalah referat ini, terutama kepada: 1. dr. Yosita Rahman, Sp. THT-KL, selaku pembimbing makalah referat ini 2. Seluruh konsulen, dokter, dan perawat di poli THT RS. Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto 3. Teman-teman ko-asisten kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok di RS. Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto atas kerja sama dan dukungannya
Dalam proses penyusunan makalah referat ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran agar referat ini dapat menjadi lebih baik serta bermanfaat untuk penulis maupun para pembaca.
Jakarta, November 2017
Penulis
1
Daftar Isi
Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan BAB II Tinjauan Pustaka BAB III Simpulan Daftar Pustaka
2
BAB I PENDAHULUAN
Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan non-neurologic. Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu kelainan atau penyakit di Orofaring dan Esofagus. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah, regurgitas, hematemesis, melena, hipersalivasi, batuk dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Berdasarkan penyebabnya disfagi dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia motorik, dan disfagia oleh ganguan emosional. Disfagia mekanik disebabkan adanya sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing, disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan dalam proses menelan dan keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat ganguan emosi atau tekanan jiwa yang berat. Disfagia merupakan satu dari gejala utama penyakit esofagus, dan penyebab untuk gejala-gejalaa ini dapat beraneka ragam. Semua pasien disfagia harus menjalani pemeriksaan yang cermat sampai penyebab yang spesifik ditentukan. Hal ini sangat penting karena penangannya tergantung pada penyebab yang mendasari keadaan disfagia tersebut. Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin diperlukan. Gangguan menelan mulut dan faring biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan teknik dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien dengan gangguan menelan. Pada pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati rongga mulut dan faring secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin diperlukan. Pilihan meliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten oroesophageal.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi A. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebrae servikal ke-6, ke atas, faring berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian faring terpanjang. Bagian faring yang terlebar (kira-kira 5 cm) terdapat setinggi os hyoideum dan bagian yang paling sempit (kira-kira 1,5 cm) pada ujung bawahnya, yakni pada peralihan ke esofagus. Dinding posterior faring bersandar pada fascia prevertebralis fascia cervicalis profunda. Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari palatum mole dan superior tulang hyoid inferior. Batas anterior dibentuk oleh inlet orofaringeal dan pangkal lidah, dan perbatasan posterior dibentuk oleh otot-otot konstriktor superior dan media dan mukosa faring. Dinding faring terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot faring. Lapis otot sirkular disebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapisan otot interna yang terutama teratur longutinal terdiri dari m.palatopharyngeus, m.stylopharyngeus, dan m.salphyngopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan laring sewaktu menelan dan berbicara.4 Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fascia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fascia bukofaringeal.
4
Musculus konstriktor pharyngis mengerut di luar kehendak sehingga kontraksi berlangsung berturut-turut dari ujung superior ke ujung inferior faring. Kegiatan ini mendorong makanan ke arah esofagus. Muskulus kontriktor faring terdiri dari tiga, yakni m.constrictor pharyngis superior, m.constrictor pharyngis medius, dan m.constrictor pharyngis inferior. Ketiga musculus konstriktor pharyngis di persarafi oleh plexus pharyngealis (nervus glossopharyngeus) yang terletak pada dinding lateral pharyng, terutama pada musculus konstriktor pharyngis medius. Susunan secara bertumpang tindih musculus kontriktor menyisakan empat celah pada otot-otot tersebut untuk struktur-struktur yang memasuki pharyng. Superior terhadap m.konstriktor pharyngis superior, yakni celah antara m.konstriktor pharyngis superior dan cranium, melintas musculus levator veli palatini, tuba auditoria, dan arteri palatina ascendens. Superior terhadap musculus konstriktor pharyngis superior fascia pharyngobasilaris membaur dengan facia buccopharyngealis dan bersama me mbran mukosa membentuk dinding recessus pharyngeus yang tipis. Antara musculus konstriktor pharyngeus superior dan musculus konstriktor pharyngeus medius terdapat celah yang merupakan gerbang ke mulut, dan di lalui oleh musculus stylopharyngeus, nervus glossopharyngeus (nervus cranialis IX) dan ligamentum stylohyoideum. Antara muskulus konstriktor pharyngeus medius dan musculus konstriktor pharyngeus inferior terdapat celah untuk nervus laryngeus internus dan arteri laringea superior dan vena laryngea superior untuk memasuki laring. Inferior dari musculus pharyng inferior terdapat celah untuk nervu laryngeus recurrens dan arteri laryngea interna untuk melintasi ke superior ke dalam laring. Pharyng dapat dibedakan menjadi tiga bagian:
5
a. Nasopharyng, bagian ini di belakang hidung dan di atas palatum molle (vellum palatinum). b. Oropharyng, bagian di atas mulut c. Laryngopharyng, bagian di belakang laring.
Nasopharynx merupakan fungsi respiratork. Bagian ini terletak diatas palatum mole (vellum palatinum) dan merupakan lanjutan cavitas nasi ke belakang. Hidung berhubungan dengan pharyng melalui koana (sepasang lubang antara cavitas nasi dan nasopharyng). Di dalam membran mukosa atap dan dinding posterior dinding nasopharyng terdapat massa jaringan limfoid, yakni tonsilla pharyngealis. Massa jaringan limfoid dalam membran mukosa pharynx di dekat ostium pharyngeum tubae auditoriae di kenal sebagai tonsilla tubaria torus tubarius. Posterior tehadap torus tubarius (pembengkakan) tuba auditoria dan plica salphingopharyngea terdapat sebuah tonjolan pharyng ke lateral yang mempunyai celah, yakni recessus pharyngeus yang menonjol ke lateral dan posterior. Oropharinx mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pencernaan makanan. bagian ini adalah sinambung dengan cavitas oris melalui isthmus faucium. Kearah superior, oropharinx dibatasi oleh palatum molle (ve;;um palatinum), ke inferior oleh radix linguae, dan ke arah lateral oleh arcus palatoglossus dan arcus palatopharingeus. Oropharing meluas dari palatum molle ke tepi atas epiglotis.4 Orofaring termasuk ke dalam cincin jaringan limfoid yang sirkumferensial di sebut cincin Waldeyer. Komponen pertama, atau jaringan adenoid, telah dibicarakan berhubungan dengan nasofaring. Bagian cincin yang temasuk
6
dalam cincin Waldeyer adalah tonsila palatina, tonsila lingua, tonsila faringea (adenois), dan tonsila tuba eustachii. Laryngopharyng terletak posterior dari laring,dari tepi atas epiglotis sampai tepi bawah kartilago krikoid, dan di sini menyempit dan beralih ke dalam esofagus. Ke posterior laryngopharyng berhubungan dengan corpora vertebrarum cervicaliorum IV-VI. Dinding posterior dan dinding lateral laryngopharyng di bentuk oleh m.constrictor phar yngis inferior dan di sebelah dalam oleh m.palatopharyngeus dan m.stylopharyngeus. Laryngopharyng berhubungan dengan laring melalui aditus laryngis. Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis eksternal. Kontribusi utama adalah dari arteri faring asenden, yang berasal dari arteri karotis eksternal yang tepat berada diatas bifurkasio (percabangan) karotis dan melewati posterior selubung karotis, memberikan cabang ke faring dan tonsil. Cabang arteri palatina memasuki faring tepat diatas dari muskulus konstriktor faring superior. Arteri fasialis juga bercabang menjadi arteri palatina asenden dan arteri tonsilaris, yang membantu pasokan untuk muskulus konstriktor faring superior dan palatum. Arteri maksilaris bercabang menjadi arteri palatina mayor dan cabang pterygoideus, dan arteri lingualis dorsalis berasal dari arteri lingual memberi sedikit kontribusi. Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa interna dan pleksus faring eksterna yang terkandung dalam fasia buccopharyngeal terluar. Pleksus mengalir ke vena jugularis interna dan, sesekali, vena fasialis anterior. Hubungan yang luas terjadi antara vena yang terdapat di tenggorokan dan vena-vena pada lidah, esofagus, dan laring.
B. Esofagus
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2,54 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Esofagus berawal pada area laringofaring, melewati diafragma dan diatus esofagus. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung. Lapisan terdiri dari 4 lapis yaitu mucosa, submucosa, otot (longitudinal dan sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus berjalan dalam oesofagus karena gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya beberapa detik saja. Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus
7
memproduksi sejumlah besar mucus untuk melumasi dan melindungi esofagus tetapi esofagus tidak memproduksi enzim pencernaan. Esofagus mendapat perdarahan dari arteri secara segmental. Cabangcabang dari arteri tiroid inferior memberikan pasokan darah ke sfingter esofagus atas dan esofagus servikal. Kedua arteri aorta esofagus atau cabang-cabang terminal dari arteri bronkial memperdarahi esofagus bagian toraks. Arteri gaster sinistra dan cabang dari arteri frenikus sinistra memperdarahi sfingter esophagus bagian bawah dan segmen yang paling distal dari esofagus. Arteri yang memperdarahi akhir esofagus dalam jaringan sangat luas dan padat di submukosa tersebut. Suplai darah berlebihan dan jaringan pembuluh darah yang berpotensi membentuk anastomosis dapat menjelaskan kelangkaan dari infark esofagus.
2.2. Fisiologi Menelan
Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonasi suara dan untuk artikulasi.1 Menelan merupakan suatu aksi fisiologi kompleks ketika makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai pergerakan volunter lidah dan diselesaikan dengan serangkaian refleks dalam faring dan esofagus. Bagian aferens bagian ini merupakan serabut-serabut yang terdapat dalam saraf V, IX, dan X. Pusat menelan atau deglutisi terdapat dalam medulla oblongata. Dibawah koordinasi saraf ini, impuls-impluls berjalan ke luar dalam rangkaian waktu yang sempurna melalui saraf kranial V, X dan XII menuju ke otot-otot lidah, faring, laring dan esofagus. Proses menelan dimulut, faring, laring dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara berkesinambungan.1 walaupun menelan merupakan proses yang kontinu, tetapi terjadi dalam tiga fase, yairu fase oral, faringeal dan esofagus. Pada fase oral makanan yang telah dikunyah oleh mulut disebut bolus, kemudian didorong ke belakang mengenai dinding 8
posterior faring oleh gerakan volunter lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan gerakan refleks menelan. A. Fase Oral Fase oral terjadi secara sadar. Aktivitas fase oral adalah persiapan untuk memulai proses menelan. Saliva merupakan stimulus proses menelan. Bila didapat mulut kering (xerostomia), makan menelan akan lebih sukar. Pada fase persiapan oral yang merupakan fase pertama, makanan akan dikunyah dan dimanupulasi menjadi bolus kohesif bercampur dengan saliva dan dilanjutkan dengan fase transfortasi oral berupa pendorongan bolus yang telah terbentuk ke belakang (hipofaring). Saat melewati pilar anterior, refleks menelan akan timbul dan makanan masuk ke f aring. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak ditengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi m.levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring ( Passavant’s ridge) akan tampak pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m.levator veli palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m.palatofaring, sehingga bolus bebalik ke rongga mulut. B. Fase Faringeal Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak keatas oleh kontraksi m. stilofaring, m. salpingofaring, m. tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangakan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup oleh kontraksi m. ariepiglotika dan m. aritenoid obligus. Palatum mole dan uvula bergerak secara refleks menutup rongga mulut. Pada saat yang sama, laring terangkat dan menutup glotis, mencegah makanan masuk trakea.3 Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika,
plika
ventrikularis
dan
plika
vokalis
tertutup
karena
kontraksi
m.ariepiglotika dan m.aritenoid obligus. Bersama dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga bolus 9
makanan tidak akan masuk ke dalam saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus. C. Fase Esofageal Fase esofageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, maka terjadi relaksasi m.krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah relaksasi yang singkat ini, gelombang peristatik primer yang mulai dari faring dihantarkan ke otot krikofaringeus, menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang peristaltik terus berjalan sepanjang esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal. Adanya bolus merelaksasikan otot sfingter distal ini sejenak sehingga memunkinkan bolus masuk lambung. Gelombang peristaltik primer bergerak dengan kecepatan 2-4cm/detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5-15 detik. Mulai setinggi arcus aorta, timbul gelombang peristaltik sekunder bila gelombang primer gagal mengosongkan esofagus. Timbulnya gelombang ini di pacu oleh peregangan esofagus oleh sisa partikel- partikel makanan. Gelombang peristaltik primer penting untuk jalannya makanan dan cairan melalui bagian atas esofagus tetapi kurang penting pada bagian esofagus bagian bawah. Posisi berdiri tegak dan gaya gravitasi adalah faktor -faktor penting yang mempermudah transpor dalam esofagus bagian bawah, tetapi adanya gerakan peristaltik memungkinkan seseorang untuk minum air sambil berdiri berbalik dengan kepala dibawah atau ketika berada diluar angkasa dengan gravitasi nol. Sewaktu menelan terjadi perubahan tekanan dalam esofagus yang mencerminkan fungsi motoriknya. Dalam keadaan istirahat, tekanan esofagus sedikit berada di bawah tekanan atmosfer, tekanan ini mencerminkan tekanan intra torak. Daerah sfingter esofagus bagian atas dan bawah merupakan daerah bertekanan tinggi. Daerah tekanan tinggi ini berfungsi untuk mencegah aspirasi dan refluks isi lambung. Tekanan menurun bila masing-masing sfingter relaksasi sewaktu menelan dan kemudian meningkat bila gelombang peristaltik melewatinya.
10
2.3. Disfagia Orofaring 2.3.1.Definisi
Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke gaster. Disfagia harus dibedakan dengan odinofagia (sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase esofageal. Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu menelan tetapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah gangguan neuro muskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, sangat dicurigai adanya proses keganasan.
2.3.2. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas: A. Disfagia mekanik Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esophagus, striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelemjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta. B. Disfagia motoric Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esophagus. 11
C. Disfagia oleh gangguan emosi Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.
Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas: a. Disfagia orofaringeal Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal, dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk. b. Disfagia esophageal Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.
2.3.3. Patofisiologi
Transfortasi normal bolus makanan yang ditelan lewat lintasan gerakan menelan tergantung pada: a. Ukuran makanan bolus yang ditelan b. Diameter lumen lintasan untuk gerakan menelan c. Kontraksi peristaltik, dan d. Inhibisi deglutisi, termasuk relaksasi normal sfingter esofagus bagian atas dan bawah pada saat menelan. Disfagia yang disebabkan oleh makanan yang berukuran besar atau oleh penyempitan lumen di sebut disfagia mekanis, sementara disfagia yang terjadi akibat inkoordinasi atau kelemahan kontraksi peristaltik atau akibat inhibisi deglutisi dinamakan disfagia motorik.
A. Disfagia mekanis Disfagia mekanis dapat di sebabkan oleh bolus makanan yang sangat besar, penyempitan intrinsik atau kompresi ektrinsik lumen lintasan unutk gerakan menelan. Pada orang dewasa, lumen esofagus dapat mengembang hingga mencapai diameter 4 cm karena elastisitas dinding esofagus tersebut. Kalau esofagus tidak mampu berdilatasi hingga melebihi diameter 2,5 cm, gejala disfa gia dapat terjadi tetapi keadaan ini selalu terdapat kalau diameter esofagus tidak bisa mengembang hingga di atas 1,3 cm. Lesi yang melingkar lebih sering menimbulkan gejala disfagia dari pada lesi yang 12
mengenai sebagian dari lingkaran dinding esofagus saja, mengingat segmen yang tidak terkena tidak terkena tetap mempertahankan kemampuannya untuk mengadakan distensi. Penyebab yang sering ditemukan adalah karsinoma, lesi peptik serta striktur benigna lainnya dan cincin pada esofagus bagian bawah.
B. Disfagia motorik Disfagia motorik dapat di sebabkan akibat kesulitan dalam memulai gerakan menelan atau abnormalitas pada gerakan peristaltik dan akibat inhibisi deglutisi yang di sebabkan oleh penyakit pada otot lurik atau otot polos esofagus.2 Disfagia motorik faring disebabkan oleh kelainan neuromuskuler yang menyebabkan paralisis otot. Penyakit pada otot lurik meliputi faring, sfingter esofagus bagian atas dan esofagus pars proksimal. Otot lurik di persyarafi oleh komponen somatik nervus vagus dengan bahan bahan sel lower motor neuron yang terletak dalam neuron ambigus. Neuronneuron ini bekerja kolinerjik serta eksitatorik dan merupakan satu-satunya faktor penentu aktivitas otot tersebut. Gerakan peristaltik pada segmen otot lurik di sebabkan oleh aktivitas sentral sekuensial neuron-neuron yang menginervasi otot-otot pada tingkat yang berbeda-beda di sepanjang esofagus. Disfagia faring disebabkan kelainan neuromuskuler yang menyebabkan paralisis otot, kontraksi nonperistaltik simultan atau tertutupnya lubang pada sfingter esofagus bagian atas. Hilangnya proses membuka sfingter atas disebabkan oleh paralisis geniohioid dan otot suprahioid lain atau hilangnya inhibisi deglutif otot krikofaringeus. Karena setiap sisi faring di inervasi oleh saraf ipsilateral, lesi neuron motor yang terjadi hanya pada satu sisi menyebabkan paralisis faring unilateral. Meskipun lesi otot lurik juga mengenai bagian servikal esofagus, manifestasi klinis gangguan fungsi faring mengalihkan manifestasi akibat terkenannya esofagus. Penyakit-penyakit pada segmen otot polos meliputi esofagus pars torakal dan sfingter esofagus bagian bawah. Otot polos diinervasi oleh komponen parasimpatis serabut-serabut praganglion mienterika. Serabut-serabut ini memberi pengaruh inhibisi yang dominan pada sfingter esofagus bagian bawah dan menyebabkan inhibisi yang diikuti oleh kontraksi pada korpus esofagus. Peristaltik pada segmen ini di sebabkan oleh mekanisme neuromuskuler pada dinding esofagus sendiri. Disfagia terjadi kalau kontraksi peristaltiknya lemah, seperti pada skleroderma atau terjadi akibat hilangnya neuron mienterik, seperti pada akalasia. Penyebab kontraksi nonperistaltik, secara tipikal terlihat pada spasme esofagus difus, tidak di mengerti. Kerusakan deglutif 13
sfingter esofagus bawah di sertai dengan defek pada saraf inhibisi terhadap sfingter, dan merupakan penyebab utama disfagia pada akalasia.
C. Fase Oral Gagguan pada fase Oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase pendorongan oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian lidah. Pasien mungkin memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan padat dan permulaan menelan. Ketika meminum cairan, psien mungki kesulitan dalam menampung cairan dalam rongga mulut sebelum menelan. Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat kadalam faring yang belum siap, seringkali menyebabkan aspirasi. Logemann's Manual
for
the
Videofluorographic
Study
of
Swallowing
mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase oral sebagai berikut:
Tidak mampu menampung makanan di bagian depan mulut karena tidak rapatnya pengatupan bibir
Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut karena berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah
Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan oleh lidah dan koordinasinya
Tidak mampu mengatupkan gigi untukmengurangi pergerakan madibula
Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus anterior karena berkurangnya tonus otot bibir.
Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut karena dorongan lidah atau pengurangan pengendalian lidah
Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan atau berkurangnya sensibilitas mulut
Pencarian gerakan atau ketidakmampuan unutkmengatur gerakan lidah karena apraxia untuk menelan
Lidah bergerak kedepan untuk mulai menelan karena lidah kaku.
Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan kekuatan lidah
Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah
Kontak lidah-palatum yang tidaksempurna karena berkurangnya pengangkatan lidah
Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan lidah keatas 14
Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya elevasi dan kekuatan lidah
Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease
Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat pada faring karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan linguavelar
Waktu transit oral tertunda
D. Fase Faringeal Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasien mungkin tidak akan mampu menelan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan hidup. Pada orang tanpa dysphasia, sejumlah kecil makanan biasanya tertahan pada valleculae atau sinus pyriform setelah menelan. Dalam kasus kelemahan atau kurangnya koordinasi dari otot-otot faringeal, atau pembukaan yang buruk dari sphincter esofageal atas, pasien mungkin menahan sejumlah besar makanan pada faring dan mengalami aspirasi aliran berlebih setelah menelan. Logemann's Manual
for
the
Videofluorographic
Study
of
Swallowing
mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai berikut:
Penundaan menelan faringeal
Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan velofaringeal
Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada dasar lidah
Osteofit Cervical
Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena pengurangan kontraksi bilateral faringeal
Sisa makanan pada Vallecular karena berkurangnya pergerakan posterior dari dasar lidah
Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau lipatan faringeal
Sisa makanan pada puncak jalan napas Karena berkurangnya elevasi laring
penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan napas
Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring
Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan laringeal anterior
15
E. Fase Esophageal Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan minuman didalam esofagus setelah menelan. Retensi ini dapat disebabka oleh obstruksi mekanis, gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan Sphincter esophageal bawah. Logemann's Manual
for
the
Videofluorographic
Study
of
Swallowing
mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan pada fase esophageal sebgai berikut:
Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal
Tracheoesophageal fistula
Zenker diverticulum
Reflux
2.3.4. Diagnosis
Disfagia merupakan satu dari gejala utama penyakit esofagus, dan penyebab unutk gejala-gejala ini dapat beraneka ragam macam. Semua pasien disfagia harus menjalani pemeriksaan yang cermat sampai penyebab yang spesifik di tentukan. a. Anamnesa
Untuk menegakan diagnosa diperlukan anamnesa yang cermat untuk menentukan diagnosa kelainan atau penyakit yang menyebabkan timbulnya disfagia. Riwayat medis dapat memberikan diagnosis perkiraan pada lebih dari 80 persen pasien. Penjelasan mengenai jenis makanan yang menyebabkan disfagia merupakan informasi yang berguna. Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi kelainan yang terjadi.2 Pada disfagia mekanik mula-mula kesulitan menelan hanya terjadi pada saat menelan makanan yang padat. Bolus makanan tersebut kadang perlu di dorong dengan air dan pada sumbatan yang lebih lanjut, cairan pun akan sulit di telan. Bila sumbatan ini terjadi progresif dalam beberapa bulan, maka harus di curigai adanya proses keganasan di esofagus. Sebaliknya pada disfagia motorik, yaitu pada pasien akalasia dan spasme difus esofagus, keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam waktu yang bersamaan. Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gambaran yang lebih jelas untuk diagnosis. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat di sebabkan oleh peradangan. Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan dengan penurunan berat badan yang cepat dicurigai adanya keganasan di esofagus. Bila disfagia ini berlangsung
16
bertahun-tahun untuk makanan padat perlu dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esofagus bagian distal (lowel esophageal muscular ring). Keterangan mengenai lokasi disfagia yang diberikan pasien sangat membantu untuk menentukan letak obstruksi esofagus, lesi tersebut terletak pada atau di bawah lokasi yang di rasakan pasien. Gejala yang menyertai memberi petunjuk diagnosis yang penting. Regurgitas nasal dan aspirasi trakeobronkial pada saat menelan merupakan ciri utama paralisis faring atau fistula trakeoesofageal. Aspirasi trakea bronkial yang tidak berhubungan dengan gerakan menelan dapat terjadi sekunder akibat akalasia, atau refluks gastroesofagus. Penurunan berat badan yang tidak sebanding dengan disfagia sangat sugestif ke arah karsinoma. Kalau suara yang parau mendahului disfagia, lesi primer biasanya terletak di daerah faring. Suara parau yang terjadi setelah disfagia munkin menunjukan lesi yang mengenai nervus laringeus rekuren karen perluasan karsinoma esofagus hingga di luar dindidng esofagus. Kadang-kadang suara parau dapat disebabkan oleh laringitis yang timbul sekunder akibat refluk gastroesofagus. Kaitan antara gejala laring dengan disfagia juga terjadi pada berbagai kelainan neuromuskuler. Gejala cegukan (hiccup) meunjukan lesi pada bagian distal esofagus. Wheezing unilateral dengan disfagia mengungkapkan massa mediastinal yang mengenai esofagus dan bronkus yang besar. Nyeri dada dan disfagia terjadi pada spasme esofagus yang difus dan pada kelainan dan kelainan motorik yang ada hubungannya. Nyeri dada yang menyerupai spasme esofagus juga terdapat pada afagia akibat bolus makanan yang besar. Riwayat rasa terbakar di ulu hati (heartburn) yang lama dan refluks yang mendahului disfagia menunjukan striktur peptik. Demikian pula, riwayat intubasi nasogastrik yang lama, menelan bahan-bahan kaustik, menelan pil tanpa air, terapi radiasi sebelumnya ataupun penyakit mukokutaneus yang menyertai, dapat memberikan informasi mengenai penyebab striktur esofagus. Jika terdapat odinofagia, harus di curigai kemungkinan adanya esofagitis kandida atau herpes. Pada pasien penyakit AIDS atau status imunodefisiensi lainnya, esofagitis yang di sebabkan oleh infeksi oportunis seperti Candids, virus herpes simpleks,
sitomegalovirus dan tumor seperti sarkoma Kaposi dan limfoma harus di curigai. b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan tindakan yang penting pada keadaan disfagia motorik akibat penyakit-penyakit otot skelet, neurologi dan orofaring. Tanda paralisis bulbar atau pseudobulbar, termasuk disatria, disfonia, ptosis, atrofi lidah dan gerakan rahang yang hiperaktif selain bukti adanya penyakit neuromuskuler yang menyeluruh, harus di
17
cari dengan seksama. Leher pasien harus diperiksa untuk menentukan kemungkinan tiromegali atau abnormalitas spinal. Inspeksi mulut dan faring secara cermat harun mengungkapkan lesi yang mengganggu lintasan makanan dari mulut atau esofagus akibat rasa nyeri atau obstruksi. Perubahan pada kulit dan ektremitas bisa meunjukan diagnosis skleroderma atau penyakit kolagen-vaskular lainnya atau penyakit mukokutaneus seperti pemfigoid atau epidermolisis bulosa yang mengenai esofagus. Penyakit metastatik ke limfonadus dan hati mungkin sangat jelas. Komplikasi paru pneumonia aspirasi akaut atau kronik dapat terjadi. Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba adanya massa tumor atau pembesaran kelenjar limfa yang dapat menekan esofagus. Daerah rongga mulut perlu di teliti, apakah ada tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor yang dapat mengganggu proses menelan. Selain itu diteliti adanya kelumpuhan otot-otot lidah dan arcus faring yang di sebabkan oleh gangguan di pusat menelan maupun pada saraf otak n.V, n.VII, n.X dan n.XII. Pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus kiri, dan pembesaran kelenjar limfa mediastinum, juga dapat menyebabkan keluhan disfagia. c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring adalah:
Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS) Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi. Pemeriksaan ini menggambarkan struktur dan fisiologi menelan rongga mulut, faring,
laring
dan
esofagus
bagian
atas.
Pemeriksaan
dilakukan
dengan
menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang dicampur dengan barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan memberikan bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa manuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optimal dalam proses menelan. Flexible
Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES)
18
Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop serat optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari jenis makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia esofageal adalah:
Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan penunjang, foto polos esofagus dan yang memakai zat kontras, dapat membantu menegakan diagnosis kelainan esofagus. Pemeriksaan in tidak invasif. Denga pemeriksaan fluoroskopi, dapat di lihat kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan peristaltik, penekana lumen esofagus dari luar, isi lumen esofagus dan
kadang-kadang
mukosa
esofagus.
Pemeriksaan
kontras
ganda
dapat
memperlihatkan karsinoma stadium dini. Akhir-akhir ini pemeriksaan radiologik esofagus lebih maju lagi. Untuk memperlihatkan adanya gangguan motilitas esofagus di buat cine-film atau video tapenya. Tomogram dan CT-scan dapat mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringandi sekitarnya. MRI ( Magnetik Resonance Imaging ) dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik.
Pemeriksaan Esofagoskopi Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi lumen esofagus dan keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku
(Rigit
esophagoscope) atau yang lentur (flexible fiberoptic esophagoscope). Karena pemeriksaan ini bersifat invasif, maka perlu persiapan yang baik. Dapat dilakukan dengan analgetika (lokal atau anastesia umum). Untuk menghindari komplikasi yang munkin timbul perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi tindakan. Persiapan pasien, operator, peralatan dan ruangan pemeriksaan perlu dilakukan. Risiko dari tindakan, seperti pendarahan dan perforasi pasca biopsi harus dipertimbangkan.
Pemeriksaan Manometrik Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik esofagus. Dengan mengukur tekanan lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus dapat di nilai gerakan peristaltik secara kulitatif dan kuantitatif.
Pemeriksaan Barium meal Pemeriksaan barium meal dengan sineradiografi, esofagogastroskopi dengan biopsi serta sitologi eksfoliatif dan pemeriksaan motilitas esofagus merupakan prosedur diagnostik yang utama. Pengobatan disfagis tergantung penyebabnya.
19
Pemeriksaan barium meal yang telah dimodifikasi adalah suatu prosedur videofluoroskopik atau sineradiografik yang memunkinkan visualisasi proses menelan yang kemudian di rekam dalam pita atau film unutk penelitian lebih lanjut. Prosedur ini melibatkan pemberian medium kontras dengan berbagai tekstur (cair, pasta, dan padat) dan visualisasi proses menelan. Klinis dapat mengubah posisi pasien dengan teknik khusus guna mempermudah penelanan selama pemeriksaan. Informasi yang di dapat dari pemeriksaan barium meal yang di modifikasi ini, terutama ada tidaknya aspirasi adalah penting dalam menetukan sikap menyankut pemberian makanan peroral dan prosedur terapi.
Disfagia Orofaringeal
Disfagia orofaringeal (Oropharyngeal dysphagia/OPD) terjadi ketika mekanisme orofaringeal dalam proses menelan yang, dalam keadaan normal menjamin perjalanan lengkap bolus dari mulut ke kerongkongan dan secara bersamaan melindungi jalan napas, menjadi terganggu. Aspirasi pneumonia, malnutrisi, dan kualitas hidup berkurang dapat terjadi
akibat
OPD.
Walaupun
terdapat
banyak
penyebab
OPD,
kecelakaan
serebrovaskular merupakan penyebab kasus terbanyak, dan pneumonia aspirasi merupakan penyebab umum kematian pada pasien ini. Kondisi neurologis lain seperti penyakit Parkinson bertanggung jawab atas sejumlah kasus OPD, dengan gangguan miopati dan lesi struktural yang menjadi sebagian besar penyebab lainnya. Meskipun segudang penyebab OPD, hasil akhir patofisiologis jatuh ke salah satu dari dua kategori yang saling terkait yaitu kelainan transfer bolus dan kelainan perlindungan jalan napas. Kelainan transfer bolus dapat dikelompokkan lagi ke dalam yang disebabkan oleh : 1) Kegagalan pompa orofaringeal 2) gangguan koordinasi oral/faring 3) obstruksi aliran keluar faring
20
http://www.sld.cu/galerias/pdf/sitios/rehabilitacion-logo/disfagia_orofaringea.pdf .
2.3.5. Komplikasi
Disfagia menyebabkan penurunan pemasukan kkal - atau makanan yang mengandung protein sehingga harus diperhatikan apakah pasien mengalami kekurangan kalori protein (KKP). Penderita disfagia akan mengalami kesulitan menelan makanan sehingga suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan cairan berkurang. Dampak lanjut akan mengalami defisiensi zat gizi dan tubuh mengalami gangguan metabolisme.
2.3.6. Penatalaksanaan
Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia. Pertama dokter dan speech-language pathologists yang menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan berbagai pengujian yang memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi menelan. Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat -obatan dapat diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah gangguan menelan.
21
Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau untuk meningkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan dengan posisi kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Beberapa orang mungkin harus menghindari makanan atau minuman yang panas ataupun dingin. Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi makanan dan minuman lewa t mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian makanan, seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian menelan yang tidak mampu bekerja normal.
Berbagai pengobatan telah diajukan unutk pengobatan disfagia orofaringeal pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.
Modifikasi diet Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat. Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi- padat sampai konsistensi normal.
Suplai Nutrisi Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan malnutrisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan- bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.
Hidrasi Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi.
22
BAB III KESIMPULAN
Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan gerakan otototot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia motorik dan disfagia oleh gangguan emosi. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus. Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat yang dikenal sebagai globus histerikus. Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas disfagia orofaringeal dan disfagia esophageal. Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke kerongkongan. Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis. Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
untuk
diagnosis
kelainan
disfagia
fase
oral
dan
fase
faring
adalah
Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS) dan Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES).
23
DAFTAR PUSTAKA 1.
Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. 2007. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
2.
Throat
anatomy.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1899345-
overview#showall. 3.
Esophagus
-
anatomy
and
development.
Diunduh
dari
http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo6.html . 4.
Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta: FKUI. 2007.
5.
Saeian K, Shaker R, editor. Oropharyngeal Dysphagia. USA: Current
6.
Science;
2000.
Diunduh
dari
http://www.sld.cu/galerias/pdf/sitios/rehabilitacionlogo/disfagia_orofaringea.pdf . 7.
Hayes C. Peter, dkk. Segi Praktis Gastroenterologi dan Hepatologi. 1988. Binarupa Aksara : Jakarta.
8.
William F. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. 2001. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
9. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid I . 2009. Interna Publishing: Jakarta
24