PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan bentuk bentuk infeksi saluran napas bawah bawah akut tersering yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Penyakit ini dapat terjadi secara primer ataupun merupakan kelanjutan manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi. 1
DEFINISI
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1
2
ANATOMI PARU
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran
dan
kehilangan
kartilago,
yang
kemudian
disebut
bronkhiolus.
Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.
1
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru.
Sel goblet pada trakhea dan bronkhus
memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum. Unit pertukaran udara (terminal (terminal respiratory) respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.
Gambar 1. Anatomi Unit pertukaran udara
2
Gambar 2. Unit pernafasan terminal
Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu: 1.
Lobus Superior Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior
2.
Lobus Medius Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis
3.
Lobus Inferior Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal, posterobasal
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu: 1.
Lobus Superior Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior.
3
2.
Lobus Inferior Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal,
dan
posterobasal
Gambar 3. Lobus dan segmentasi paru
2
MEKANISME PERTAHANAN PARU
Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan yang efektif. 1. PEMBERSIHAN UDARA Temperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus terlindung dari udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung,
4
orofaring dan nasofaring, mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki area permukaan yang luas. Udara yang terhirup melewati area-area tersebut dan diteruskan ke cabang trakeobonkial, dipanaskan pada temperatur tubuh dan dilembapkan. 2. PEMBAU Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan dengan di trakhea dan alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk mendeteksi gas yang secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya di udara yang dihirup. Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara menempel pada sensor pembau tanpa membawanya ke paru-paru. 3. MENYARING DAN MEMBUANG PARTIKEL YANG TERHIRUP Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh bulu hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat dikeluarkan. Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi di jalan nafas yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam mukus yang ada di saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel kecil dan udara iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel kecil lainnya disuspensikan sebagai aerosol dan 80% nya dikeluarkan. Pembuangan partikel dilalui dengan beberapa mekanisme : -
Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring, dan tempat lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi untuk mencegah penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga menghasilkan batuk atau bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di
5
hidung atau nasofaring, dan batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor di trakhea. Inspirasi yang dalam demi mencapai kapasitas paru total, diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang terutup. Tekanan intrapleura dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase refleks tersebut glotis tiba-tiba
membuka
dan
tekanan
di
jalan
nafas
menurun
cepat,
menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan aliran udara yang cepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan ikut terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat bersin, ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut. Kedua refleks tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan nafas. -
Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana terdapat mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. “ Eskalator mukosilier ” adalah
mekanisme
yang
penting
dalam
menghilangkan
dalam
menghilangkan partikel yang terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas ke faring. Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus yang mencapai faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau hidung. Karenanya, pasien yang tidak bisa mengeluarkan sekret trakheobronkial (misal tidak dapat batuk) terus menghasilkaan sekret yang apabila tidak dikeluarkan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas.
6
4. MEKANISME PERTAHANAN DARI UNIT RESPIRASI TERMINAL -
makrofag alveolar
-
pertahanan imun
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel yang membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia, bertingkat, kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada jalan napas bagian perifer. Masing-masing sel bersilia memiliki kira-kira 200 silia yang bergerak dalam gelombang yang terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit, dengan gerakan ke depan yang cepat dan kembali dalam gerakan yang lebih lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring. Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan. Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran napas bagian bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran napas dan diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama di dalam saluran napas bagian bawah. Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan B.
7
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia.1,3 Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara berkembang.3,4
1,4
KLASIFIKASI
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru Pneumonia lobaris Pneumonia interstitialis Bronkopneumonia
8
2. Berdasarkan asal infeksi Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) 3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur 4. Berdasarkan karakteristik penyakit Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal 5. Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut Pneumonia persisten
Tabel 1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
Tipe Klinis
Epidemiologi
Pneumonia Komunitas
Sporadis atau endemic; muda atau orang tua
Pneumonia Nosokomial
Didahului perawatan di RS
Pneumonia Rekurens
Terdapat dasar penyakit paru kronik
Pneumonia Aspirasi
Alkoholik, usia tua
Pneumonia pada gangguan imun
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
9
ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. 4,6 Hasil penelitian
44-85%
CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung : -
Usia
-
Status lingkungan
-
Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
-
Status imunisasi
-
Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus. Etiologi menurut umur, dibagi menjadi : 5,7 1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan) Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis
tersering , Sifilis kongenital pneumonia alba. Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP 2. Usia > 2 – 12 bulan S. aureus dan Streptokokus grup A
tidak
sering tetapi fatal. Pneumonia
dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis 3. Usia 1 – 5 tahun Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus
tersering
10
Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia atipikal) 4. Usia sekolah dan remaja S.
pneumonia,
Streptokokus
grup
A, dan Mycoplasma
pneumoniae
(pneumonia atipikal)terbanyak
PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. 2 Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi vir us.
7
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran
11
pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching ) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.5,8
Gambar 4. Patofisiologi Pneumonia
12
Gambar 5. Algoritma Patofisiologi brokhopneomonia
MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh
13
kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
5
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :1,5,7 a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing ”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital.
14
Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “ head bobbing ”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual ) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
15
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm 3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan 1,6. Pemeriksaan radiologi Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.
16
Gambar 6. Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumoniae
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi
17
segmen atau lobar, bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri 2.
C-Reactive Protein (CRP) Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik 2.
Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak ruti n dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru 2,5.
KRITERIA DIAGNOSIS
Dari anamnesa didapatkan gejala non respiratorik dan gejala respiratorik. Dasar diagnosis tergantung umur, beratnya penyakit dan jenis organisme penyebab. Pada bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi sering tidak jelas, maka nafas cepat dan retraksi/tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dipakai sebagai parameter. Kriteria nafas cepat, yaitu :
18
Umur < 2 bl : ≥ 60x/menit
2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit
12 bl-5 th : ≥ 40x/menit
≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit
Tabel 2. Klasifikasi Pneumonia pada anak
Klasifikasi
Nafas cepat
retraksi
< 2 bl Pneumonia berat
+
+
Bukan Pneumonia
-
-
2 bl-5 th Pneumonia berat
+
+
Pneumonia
+
-
Bukan Pneumonia
-
-
Dapat juga dipakai kriteria paling sedikit 3 dari 5 gejala/tanda berikut
-
Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
-
Panas badan
-
Ronki basah sedang nyaring pada bronkopneumonia atau suara pernafasan bronkial (pada daerah yang dengan perkusi bernada pekak) pada pneumonia lobaris
-
Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak (bronko) difus merata (lober) pada satu atau beberapa lobus
19
-
Leukositosis Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil dominan.
Kadar leukosit berdasarkan umur: o
Anak umur 1 bulan
: 5000 – 19500
o
Anak umur 1-3 tahun
: 6000 – 17500
o
Anak umur 4-7 tahun
: 5500 – 15500
o
Anak umur 8-13 tahun
: 4500 - 13500
Pedoman diagnose dan tatalaksana yang lebih sederhana menurut WHO. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumoni dibedakan berdasarkan :
-
Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
-
Bronkopneumonia berat :
Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan d beri antibiotic.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan bernafas.8,9
Diagnosis
Gejala klinis yang ditemukan
Bronkiolitis
-
episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
-
hiperinflasi dinding dada
20
-
ekspirasi memanjang
-
gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai kurang atau tidak ada respon dengan bronkodilator
Tuberculosis (TB)
-
riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa
-
uji tuberculin positif (≥10 mm, pada keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun -
demam (≥ 2 minggu) tanpa sebaba yang jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu) pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila,
inguinal
yang
spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul, lutut, falang. -
Asma
riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan pilek
-
hiperinflasi dinding dada
-
ekspirasi memanjang berespon baik terhadap bronkodilator
1,6,9
PENATALAKSANAAN
-
Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu : Berat ringannya penyakit, riwayat pengobatan sebelumnya dan respons terhadap pengobatan tersebut, adanya penyakit yang mendasarinya
-
Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) :
21
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
ampicillin + aminoglikosid (gentamisin)
amoksisillin-asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid
sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
c.
beta laktam amoksisillin
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
golongan sefalosporin
kotrimoksazol
makrolid (eritromisin)
Anak usia sekolah (> 5 thn)
amoksisillin/makrolid
(eritromisin,
klaritromisin,
azitromisin)
tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error ) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam
ganti
dengan antibiotik lain yang lebih
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)
-
Penderita
imunodefisiensi
atau
ditemukan
penyakit
lain
yang
mendasari → ampisilin + aminoglikosida (gentamisin), Hipersensitif dengan penisilin/ampisilin : Eritromisin, sefalosporin (5-16% ada reaksi silang) atau linkomisin/klindamisin
-
Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons klinis dalam 24-72 jam pengobatan antibiotik awal Kalau penyakit menunjukkan perbaikan → antibiotik diteruskan sampai
22
dengan 3 hari klinis baik (Pneumokokus biasanya cukup 5-7 hari, bayi < 2 bl biasanya 10-14 hari) Kalau penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 72 jam → antibiotik awal dihentikan dan diganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat (sebelumnya perlu diyakinkan dulu tidak adanya penyulit seperti empiema, abses, dll, yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
Antibiotik pengganti bergantung pada kuman penyebab Pneumokokus : 3-16% sudah resisten dengan penisilin Diganti dengan sefuroksim, sefotaksim, linkomisin atau vankomisin
H. influenzae : Diganti dengan sefuroksim, sefazolin, sefotaksim, eritromisin, linkomisin atau klindamisin
S. aureus : Diganti dengan kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin, sefazolin, klindamisin atau linkomisin
Batang Gram (-) : Aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll)
-
Mikoplasma : Eritomisin, tetrasiklin (untuk anak > 8 th)
Simtomatik (untuk panas badan dan batuk) Sebaiknya tidak diberikan terutama pada 72 jam pertama, karena dapat mengacaukan interpretasi reaksi terhadap antibiotik awal
-
Suportif O2 lembab 40% melalui kateter hidung diberikan sampai sesak nafas hilang (analisis gas sampai dengan PaO 2 ≥ 60 Torr)
-
Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai : Melalui oral, intragastrik, atau infus. Jenis cairan infus disesuaikan dengan keseimbangan elektrolit. Bila elektrolit normal berikan larutan 1:4 (1 bagian NaCl fisiologis + 3 bagian dekstrosa 5%), Asidosis (pH < 7,30) diatasi dengan bikarbonat i.v. Dosis awal : 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg) → mEq, Dosis selanjutnya tergantung hasil pemeriksaan pH dan kelebihan basa (base excess ) 4-6 jam setelah dosis awal. Apabila pH
23
dan kelebihan basa tidak dapat diperiksa, berikan bikarbonat i.v. = 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg) sebagai dosis awal, dosis selanjutnya tergantung gambaran klinis 6 jam setelah dosis awal
-
Fisioterapi
Tabel 3. Dosis Harian Antibiotik untuk Pneumonia OBAT
CARA PEMBERIAN
DOSIS
FREK. (jam)
i.v., i.m. p.o. p.o. i.v., i.m.
100-200 40-160 25-100 300-600
4-6 6 8 4-6
i.v.
i.v. i.v.
300-600 50-150 200 300 75 75 300 150
4 12 4-8 4 6-12 8-12 4 4-6
i.v. i.v.
50-100 25-80
4-6 4-6
i.v.
75-150
6
Sefuroksim Sefotaksim Seftriakson Seftazidim
i.v. i.v. i.v., i.m. i.v.
100-150 50-200 50-100 100-150
6-8 6 12-24 8
GOL. AMINOGLIKOSIDA Gentamisin
i.v., i.m.
5
8
Tobramisin
i.v., i.m.
8-10
8
Amikasin
i.v., i.m.
15-20
6-8
Netilmisin
i.v.
4-6
12
p.o. i.v. (infus lambat) p.o. i.v. p.o.
30-50 40-70
6 6
5-8 15-40 10-30
12 6 6
Gol. PENISILIN Ampisilin Amoksisilin Tikarsilin Azlosilin Neonatus <7 hr Neonatus >7 hr Mezlosilin Neonatus >2.000 g Neonatus <2.000 g Piperasilin Oksasilin Kloksasilin Dikloksasilin GOL. SEFALOSPORIN Sefalotin
GOL. MAKROLID Eritromisin Roksitromisin KLINDAMISIN
i.v.
INDIKASI Pneumonia berat disebabkan Gram (+), Gram (-) ; Bakteri anaerob Fibrosis kistik (kombinasi dengan aminoglikosida) Sama dengan tikarsilin
Sama dengan tikarsilin
Sama dengan tikarsilin Pneumonia, abses paru, empiema, trakeitis yang disebabkan oleh S. aureus
Pneumonia oleh S. aureus (bila alergi penisilin) Terapi awal infeksi oleh patogen Gram (-) : K. pneumoniae, E. coli Diduga Pseudomonas aeruginosa Terapi inisial untuk Pneumonia dan abses paru karena bakteri Gram (-) Patogen Gram (-) resisten dengan gentamisin dan tobramisin Gram (-) yang resisten terhadap gentamisin M. pneumoniae, B. pertussis, C. diphtheriae, C. trachomatis, Legionella pneumophila S. aureus, Streptokokus, Pneumokokus yang alergi penisilin dan efalosporin Abses paru karena bakteri anaerob
24
KLORAMFENIKOL
i.v.
75-100
6
Epiglotitis, abses paru, pneumonia
Indikasi rawat Kriteria rawat inap, yaitu : Pada bayi
saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
frekuensi napas > 60 x/menit
distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting
tidak mau minum / menetek
keluarga tidak bisa merawat dirumah
Pada anak
saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
frekuensi napas ≥ 50 x/menit
distress pernapasan
grunting
terdapat tanda dehidrasi
keluarga tidak bisa merawat dirumah
Kriteria pulang:
Gejala dan tanda pneumonia menghilang
Asupan peroral adekuat
Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah
25
KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik
-
Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
-
Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang
26
lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri 6. PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.
Vaksinasi H.Influenzae
Diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan
Vaksinasi varisela
Yang di anjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu
Vaksinasi influenza
27
Diberiikan pada umur > 6 bulan setiap tahun. Untuk imunisasi primer anak 6 bulan - < 9 tahun di berikan 2 kali dengan interval minimal 4 minggu.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children: “ Bacterial Pneumoniasi”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 1997. Hal 633. 3. Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan. Jakarta : 2000. 4. O’Brodovich Hugh M, Haddad Gabriel G. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children: “The Functional Basis of Respiratory Pathology and Disease”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 5. Pasterkamp Hans. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children :”The History and Physical Examination” , Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 6. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung : 2005. 7. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2000. Hal 99. 8. Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics : “ Pneumonia”. Edisi ke-17. Saunders. 2004. 9.
Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI
29