REFERAT
APPENDICITIS
Disusun Oleh : Soraya Dwi Khairunnisa 1102012285
Pembimbing : dr. Ainurrofiq Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD PASAR REBO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI PERIODE 17 JULI – 24 SEPTEMBER 2016 DAFTAR ISI
Daftar Isi.........................................................................................................................
2
Bab I Pendahuluan..........................................................................................................
3
Bab II Tinjauan Pustaka..................................................................................................
4
Anatomi dan fisiologi..........................................................................................
4
Appendicitis.........................................................................................................
6
Definisi...........................................................................................................
6
Epidemiologi..................................................................................................
6
Etiologi...........................................................................................................
6
Patofisiologi...................................................................................................
8
Manifestasi Klinis...........................................................................................
9
Diagnosis.........................................................................................................
10
Diagnosis Banding..........................................................................................
19
Tatalaksana......................................................................................................
20
Komplikasi......................................................................................................
24
Prognosis .......................................................................................................
24
Bab III Kesimpulan.........................................................................................................
26
Daftar Pustaka.................................................................................................................
27
BAB 1 2
PENDAHULUAN Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah. Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis akut mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis Appendicitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendektomi negatif pada pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis. Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang terinflamasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
ANATOMI DAN FISIOLOGI Appendix vermiformis merupakan saluran yang buntu seperti cacing dengan panjang yang sangat bervariasi, yaitu 2-15 cm dengan rata-rata 9 cm. Appendix mempunyai mesentrium berbentuk segitiga disebut mesoappendix (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesoappendix terdapat pembuluh darah appendix dan saraf.4 Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocaecal. Posisi appendix bervariasi. Sebagian besar terletak dibelakang caecum, retrocaecalis (64%). Berikutnya yang mempunyai posisi kearah bawah ke pelvis minor, caudopositio (32%), lalu posisi lateropositio (2%) dan sisanya posisi mediopositio.3 Caecum mendapat darah dari a. caecalis dan appendix vermiformis dari a. appendicularis, keduanya cabang dari a. ileocolica. A. appendicularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren. Darah vena dialirkan ke v. ileocolica lalu ke v. mesentrica superior. Limfe cecum dialirkan nodi lymphatici prececalis dan dari appendix vermiformis ke nodus lymphaticus pada mesoappendix dan dari keduanya dialirkan ke nodi lymphatici ileocolici, lalu ke nodi lymphatici mesenterici superior. Persarafan caecum dan appendix vermiformis diurus oleh saraf simpatis (n.torakalis X dan parasimpatis (n. vagus) dari plexus mesentricus superior. Rasa nyeri dari appendix dialirkan melalui serabut afferen masuk ke medulla spinalis setinggi T10.3
Appendix vermiformis berasal dari struktur primordial yaitu divertikulum caecal yang muncul pada janin berusia 6 minggu. Bagian proksimal dari divertikulum ini membentuk caecum sedangkan bagian distal atau apeks terus memanjang membentuk Pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. 4
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada appendix sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti usia. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di appendix dan terjadi penghancuran lumen appendix komplit.2 Gambaran mikroskopis appendix vermiformis secara struktural mirip kolon, terdapat empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Mukosa appendix terdiri dari selapis epitel di permukaan. Pada epitel ini terdapat sel-sel absorbtif, selsel goblet sel-sel neuro endokrin dan beberapa sel paneth. Lamina propia dari mukosa adalah lapisan seluler dengan dengan banyak komponen sel-sel migratory dan agregasi limfoid. Berbeda dengan di colon dimana limfoid folikel tersebar, pada appendix folikel limfoid ini sangat banyak dijumpai terutama pada appendix individu berusia muda. Lapisan terluar dari mukosa adalah muskularis mukosa, yang merupakan lapisan fibromuskular yang kurang berkembang pada appendix. Lapisan submukosa memisahkan mukosa dengan muskularis eksterna. Lapisan ini tersusun longgar oleh jaringan serat kolagen dan elastin serta fibroblast. Lapisan submukosa juga dapat mengandung sel-sel migratory seperti makrofag, sel-sel limfoid, sel-sel plasma serta sel mast. Pembuluh darah dan limfe merupakan komponen yang dominan pada lapisan ini. Pembuluh limfatik terdapat jelas dibawah dasar dari folikel limfoid. Dilapisan ini juga terdapat struktur neural berupa pleksus meissner. Lapisan otot polos yang tebal berada diantara submukosa dan serosa, merupakan lapisan muskularis eksterna dari appendix. Lapisan ini terpisah menjadi dua bagian yaitu lapisan sirkular di dalam dan lapisan longitudinal disebelah luar. Diantara dua lapisan otot ini terdapat pleksus auerbach yang serupa secara morfologi dan fungsi dengan pleksus meisner dilapisan submukosa. Lapisan terluar dari appendix adalah lapisan serosa. Lapisan serosa ini merupakan selapis sel-sel mesotelial kuboidal, yang terdapat pada lapisan tipis jaringan fibrosa.7
FISIOLOGI Appendix menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara appendix tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.7 Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh 5
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendix, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Pada pengangkatan appendix tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.7 APPENDICITIS Definisi Apendicitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendix vermiformis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. Appendicitis dapat disebabkan karena infeksi atau obstruksi pada appendix. Obstruksi menyebabkan appendix menjadi bengkak, perubahan flora normal dan mudah diinfeksi oleh bakteri. Jika diagnosis lambat ditegakkan, dapat terjadi perforasi pada appendix. Sehingga akibatnya terjadi peritonitis atau terbentuknya abses disekitar appendix.6 Epidemiologi Appendicitis merupakan salah satu kegawatdaruratan bedah. 5 Insiden appendicitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. 2 Di Amerika Serikat, 250.000 kasus appendicitis dilaporkan setiap tahun.5 Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara bermakna. Menurut Departemen Kesehatan RI di Indonesia pada tahun 2006, appendicitis menduduki urutan keempat penyakit terbanyak setelah dispepsia, gastritis, dan duodenitis dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040. Selain itu, pada tahun 2008, insidensi appendicitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya. Appendicitis dapat ditemukan pada semua usia, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok usia 20-30 tahun dan menurun pada usia diatas usia tersebut. Insiden appendicitis pada laki-laki 8.6% dan perempuan 6.7%.6 Etiologi Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen appendix. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan feses yang keras (fecalith), hiperplasia jaringan limfoid, tumor appendix, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica.2,6 Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit appendicitis. Feses yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan 6
meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendix dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semua ini akan mempermudah timbulnya appendicitis.6 Klasifikasi Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan kliniko patologis adalah sebagai berikut A. Appendicitis akut 1
Appendicitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis ) Proses peradangan terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan oleh obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendix dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendix jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan. Pada appendicitis cataral terjadi leukositosis dan appendix terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ditemukan eksudat serosa.
2
Appendicitis akut purulent (supurative appendicitis) Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendix dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemik dan edema pada appendix. Mikroorganisme yang ada di kolon berinvasi ke dalam dinding appendix menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendix dan mesoappendix terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc.Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3
Appendicitis akut gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendix mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendix berwarna ungu hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
7
B. Appendicitis infiltrat Appendicitis infiltrat adalah proses peradangan appendix yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, ileum, caecum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan masa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. C. Appendicitis abses Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari caecum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic. D. Appendicitis perforasi Adalah pecahnya appendix yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendix tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. E. Appendisitis kronis Merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendix secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendix menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi. Patofisiologi Patologi appendicitis berawal dari mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding appendix vermiformis dalam waktu 24-48 jam pertama. Jaringan mukosa pada appendix vermiformis menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan, akibatnya terjadi peningkatan tekanan luminal sebesar 60 cmH2O, yang seharusnya hanya berkapasitas 0,1-0,2 mL. Bakteri dalam lumen appendix vermiformis berkembang dan menginvasi dinding appendix vermiformis sejalan dengan terjadinya pembesaran vena dan kemudian terganggunya arteri akibat tekanan intraluminal yang tinggi. Ketika tekanan kapiler melampaui batas, terjadi iskemi mukosa, inflamasi dan ulserasi. Pada akhirnya, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam lumen dan invasi bakteri ke dalam mukosa dan submukosa menyebabkan peradangan transmural, edema, stasis pembuluh darah, dan nekrosis muskularis yang dinamakan apendisitis kataralis. Jika proses ini terus berlangsung, menyebabkan edema dan kongesti pembuluh darah yang semakin parah dan membentuk abses di dinding apendiks vermiformis serta cairan purulen, proses ini dinamakan appendicitis flegmonosa. Kemudian terjadi gangren atau kematian jaringan yang disebut appendicitis gangrenosa. Jika dinding
8
appendix vermiformis yang terjadi gangren pecah, tandanya appendicitis berada dalam keadaan perforasi. Untuk membatasi proses radang ini tubuh juga melakukan upaya pertahanan dengan menutup appendix vermiformis dengan omentum, ileus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat appendix. Pada anakanak dengan omentum yang lebih pendek, appendix vermiformis yang lebih panjang, dan dinding appendix vermiformis yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, dapat memudahkan terjadinya appendicitis perforasi. Sedangkan pada orang tua, appendicitis perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah. Appendix vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami peradangan akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.1,2,5,6 Manifestasi klinis Gejala klasik appendicitis adalah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral dan nantinya akan terlokalisir pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. 6 Pada appendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Nyeri tekan lepas juga mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendix. Bila appendix melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Appendix yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung appendix berada dekat rektum. Jika appendix tadi menempel ke kandung kemih atau ureter, dapat terjadi peningkatan frekuensi miksi, karena rangsangan appendix terhadap dinding kandung kemih dan nyeri pada saat berkemih. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Apabila appendix telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen dapat terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien akan memburuk. Bila letak appendix retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.
9
Gejala appendicitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya appendicitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.2,3
Diagnosis A. Anamnesis Nyeri/sakit perut Nyeri terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut (tidak pin-point). Mula-mula nyeri dirasakan pada daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik.
10
Gejala utama appendicitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap anak dengan gejala nyeri abdomen yang belum pernah mengalami appendiktomy seharusnya dicurigai menderita appendicitis. Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas permulaan gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Perasaan nyeri pada appendicitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi appendix, distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendix yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena appendix dan illeum mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium (selama 4-6 jam) dan periumbilikal. Seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri terlokalisir.
Muntah (rangsangan viseral), akibat aktivasi N. Vagus. Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria timbul apabila peradangan appendix dekat dengan vesika urinaria.
Obstipasi, karena penderita takut mengejan. Penderita appendicitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rectum.
Panas (infeksi akut), bila timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5° – 38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Pada anak-anak Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering appendicitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada orang tua berusia lanjut Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi. Pada wanita
11
Gejala appendicitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan appendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala appendicitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. B. Pemeriksaan Fisik Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. 1. Inspeksi Penderita berjalan dengan posisi bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler. Pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
2. Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc.Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:
Gambar 5. Titik McBurney garis antara umbilicus dengan SIAS dextra kemudian dibagi 3. 1/3 lateral adalah letak appendiks (kuadran kanan bawah) 12
Nyeri tekan di titik McBurney
Nyeri lepas Rebound tenderness adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney.
Defence Muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan.
Appendisitis infiltrat atau adanya abses appendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.2 Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul/pangkal paha kanan. Dasar anatomi dari tes psoas: Appendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver.
Gambar Psoas sign 13
‘
Gambar Rovsing sign
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut, menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar Anatomi dari tes obturator: Peradangan appendix dipelvis yang kontak dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.
Gambar Obturator Sign Pemeriksaan colok dubur: pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis, untuk menentukan letak appendix, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan appendix yang meradang terletak didaerah pelvis. 14
Pada pemeriksaan didapat tonus musculus sfingter ani baik, ampula kolaps, nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00, serta terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses). Pada appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. 3. Perkusi Perkusi abdomen pada appendicitis akan didapatkan bunyi timpani. Pada peritonitis umum terdapat nyeri di seluruh abdomen, pekak hati menghilang. Pada appendicitis retrocaecum atau retroileum terdapat nyeri pada pinggang kanan atau angulus kostovertebralis punggung.8 4. Auskultasi Pada auskultasi biasanya didapatkan bising usus positif normal. Peristaltik dapat tidak ada karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.8 C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium o Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Darah lengkap didapatkan leukositosis ringan umumnya pada appendicitis akut tanpa komplikasi dan sering dijumpai sel neutrofil >75%. Jumlah leukosit lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada appendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan appendicitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri.6 Pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.6 o Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila appendix yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan Radiologi o Foto Abdomen Polos Gambaran perselubungan “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan – udara di sekum atau ileum) Patognomonik bila terlihat gambaran fekalith Foto polos pada appendicitis perforasi: - Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak berbatas di kuadran kanan bawah - Penebalan dinding usus di sekitar lemak appendiks, seperti caecum dan ileum - Garis lemak pre-peritoneal menghilang - Skoliosis ke kanan
15
-
Tanda – tanda obstruksi usus seperti garis – garis permukaan cairan – cairan akibat paralisis usus – usus lokal di daerah proses infeksi.
Gambar Foto Polos Abdomen
o
APPENDIKOGRAM Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendix, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.
Bisa AP, lateral, oblique Tetapi untuk appendicitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture appendix.9 Gambaran: • Akut: Non filling (Tetapi bisa juga karena peristaltic sehingga kontras tidak terlihat dan berwarna hitam)
16
•
Kronik: Filling (terisi penuh), filling irregular (dinding tidak rata akibat peradangan), filling parsial, filling mouse tail
Gambar Appendikogram o USG atau USG
CT Scan dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks Adanya peradangan pada appendiks menyebabkan ukuran appendiks lebih dari normal (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel disease, diverticulitis cecal, divertikulum meckel’s, endometriosis dan Pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG. Gambar Ultrasonogram appendiks pada potongan longitudinal
Pada CT Scan khususnya appendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. pada pemeriksaan ini ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Selain dapat mengidentifikasi appendiks yang mengalami inflamasi 17
(diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periappendiks.
Gambar CT Scan abdomen. Kiri : Appendisitis perforata dengan abses dan kumpulan cairan di pelvis. Kanan : Penebalan Appendiks (panah) dengan appendicolith o Laparoskopi Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
o
Histopatologi Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis appendicitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendicitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi. Definisi histopatologi apendisitis akut :
Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel.
Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.
18
Sel granulosit dalam lumen appendix dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel.
Sel granulosit diatas lapisan serosa appendix dengan abses apendikuler, dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukosa.
Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis.
Sistem Score Sistem skor Alvarado Sistem skor Alvarado membantu dalam pengambilan keputusan apakah pasien dipulangkan, diobservasi, ataupun dilakukan intervensi bedah. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis.
Sistem score respons inflamasi Menyerupai score Alvarado tetapi lebih bergradasi dan memasukkan nilai CRP.
19
Interpretasi Alvarado score
:
Dinyatakan appendisitis akut bila > 7 point
Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:
•
1–4
dipertimbangkan appendisitis akut
•
5–6
kemungkinan besar appendisitis tidak perlu operasi
•
7–9
appendisitis akut perlu pembedahan
Penanganan berdasarkan skor Alvarado : •
1–4
: observasi
•
5–6
: antibiotic
•
7 – 10 : operasi dini
Diagnosis Banding Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding:
Gastroenteritis. Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan appendiksitis akut. 20
Demam dengue (DHF). Demam dengue dapat dimulai dengan rasa sakit perut di epigastrium mirip peritonitis, juga disertai mual muntah. Didapatkan hasil tes positif untuk Rumple leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat. Demamnya saddle type, hal ini membedakannya dengan demam akibat appendisitis. Demam Typhoid. Gejalanya hampir mirip dengan appendisitis yaitu ada nyeri perut, mual, muntah, demam tinggi intermitten. Perbedaannya, pada demam thyfoid lidah penderita tampak kotor. Limfadenitis mesenterika. Biasa didahului oleh enteritis atau gastrienteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan. Kelainan ovulasi. Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasanya hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari. Jarang disertai dengan demam dan leukositosis Infeksi panggul. Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan appendiksitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendiksitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan ditemukan bakteri diplococcus pada secret. dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding. Kehamilan di luar kandungan. Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah. Kista ovarium terpuntir. Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG dapat menentukan diagosis. Endometriosis eksterna. Endometrium diluar rahim akan memberikan gejala nyeri di tempat endometriosis tersebut berada, dan ada darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar. Urolitiasis pielum/ureter kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria. Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistisis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel appendiks.
21
Penatalaksanaan The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaksis sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk appendicitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.8,10
Resusitasi Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat appendicitis dengan perforasi. 2 Cairan yang secara masif ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toksik sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena sentral. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah diberikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.6,8,10
Antibiotik Pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke-3 cephalosporin, ampicillinsulbaktam, dll dan metronidazol atau klindamisin untuk bakteri anaerob. Pemberian antibiotik post operasi harus diubah berdasarkan kultur dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit.6,8,10
Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari appendicitis perforasi.6 Tindakan yang paling tepat apabila diagnosa klinik sudah jelas adalah appendektomi. Penundaan tindakan bedah sambil dilakukan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Indikasi untuk appendektomi adalah appendicitis akut, appendicitis infiltrat dalam stadium tenang, appendicitis kronis dan appendicitis perforasi. Pada appendicitis perforasi dilakukan segera dengan laparatomi. Pemeriksaan laboratorium atau USG bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskopi diagnostik pada diagnosis yang meragukan akan dapat segera menentukan dilakukan operasi atau tidak.2 Appendicitis akut yang terdiagnostik lebih dari 48 jam memerlukan tindakan, karena tindakan operasi pada kasus ini lebih sulit dan banyak manipulasi karena sudah banyak perlengketan, dapat merusak barier yang sudah ada sehingga infeksi mudah menyebar. Pada waktu pengambilan appendix dapat mengakibatkan pecahnya appendix dan mesoappendix dalam keadaan edema sehingga jahitan operasi tidak rapat.2
22
Operasi appendix hari ke 3-7 angka mortalitasnya tinggi walau sudah diberi antibiotik. Terapi adalah konservatif dulu baru dilakukan operasi bila sudah tenang. Appendisitis dengan komplikasi peritonitis generalisata perlu dieksplorasi dan membuang appendiks tersebut yang menjadi sumber infeksi. 1, 4, 6, 8 Appendektomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan laparoskopi. Bila appendektomi terbuka, insisi Mc. Burney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosanya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.2 Teknik appendektomi : a. Insisi menurut Mc Burney (Grid Incision or Muscle Splitting Incision) 2, 7
Gambar Letak insisi Mc Burney Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus dengan garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior (SIAS) dan umbilicus pada titik Mc Burney (sepertiga lateral). Sayat kulit sepanjang kurang lebih 10 cm, subcutis dan fascia. Lalu otot-otot dinding perut (M.oblikus abdominis eksternus, M.abdominis internus) dibelah secara tumpul mengikuti arah serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal yang disayat secukupnya untuk meluksasi caecum. Basis appendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia coli. Teknik ini yang paling sering dikerjakan karena tidak terjadi benjolan, tidak terjadi herniasi, trauma operasi minimum dan penyembuhan lebih cepat sehingga masa istirahat pasca operasi singkat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit diperluas, waktu operasi lebih lama.
23
Gambar Teknik Operasi Appendektomi
b. Incisi menurut Roux (Muscle Cutting Incision) Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatan langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut otot sampai terlihat peritoneum parietal. Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana dan mudah. Kerugiannya adalah diagnosis harus tepat sehingga 24
lokasi dapat dipastikan, perdarahan lebih banyak (lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah), adanya benjolan, rasa nyeri dan hematom pasca operasi sehingga masa istirahat pasca bedah lebih lama. c. Incisi pararectal Sayatan pada garis batas lateral M. rectus abdominis dextra secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya adalah dapat dipakai pada kasus appendiks yang belum pasti dan sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Kerugiannya adalah sayatan tidak secara langsung mengarah ke appendiks atau caecum, lebih besar kemungkinannya memotong saraf dan pembuluh darah dan memerlukan jahitan penunjang untuk menutup luka operasi.
Komplikasi Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya: Abses Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Perforasi Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50 C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis. Peritonitis
25
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Prognosis Prognosis untuk appendicitis adalah baik. Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendix tidak diangkat. Hal-hal lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya angka kematian akibat appendicitis adalah usia pasien dan terjadinya perforasi. Pada orang tua dengan komplikasi perforasi maka angka kematiannya menjadi jauh lebih tinggi dbandingkan dengan orang muda tanpa perforasi 2 Tingkat kematian pada anak-anak berkisar antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun, tingkat naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapeutik. Risiko kematian apendisitis akut tetapi tidak gangren kurang dari 0,1%, namun risiko naik menjadi 0,6% pada apendisitis gangren. Mortalitas pada appendisitis adalah karena keterlambatan diagnosis dan umur pasien. Mortalitas 1% jika appendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orang tua, kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosa dini sebelum ruptur dan pemberian antibiotik.
26
BAB III KESIMPULAN
Appendix vermiformis merupakan saluran yang buntu seperti cacing dengan panjang yang sangat bervariasi, yaitu 2-15 cm dengan rata-rata 9 cm. Peradangan yang terjadi pada appendix vermicularis disebut appendicitis. Appendicitis merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Penyebab terjadinya appendicitis karena adanya obstruksi pada lumen oleh fecalith ataupun hipertropi jaringan lymphoid. Gejala khas dari penyakit ini adalah nyeri di kuadran kanan bawah abdomen disertai demam mual dan muntah. Rovsing sign, psoas sign serta obturator sign hasilnya positif dan pada pemeriksaan leukosit ditemukan jumlah leukosit lebih dari 10.000/mm3. Untuk terapi dapat dilakukan secara konservatif dan operatif. Terapi konservatif dilakukan sebelum melakukan tindakan appendectomy. Dapat dilakukan dengan pemberian antibiotic dan resusitasi cairan. Selama diagnosa dapat ditegakkan secara dini, kasus appendicitis ini tidak akan menimbulkan komplikasi.
27
DAFTAR PUSTAKA 1. Sabiston. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC. 1995. Hal 490-499 2. Sjamsuhidajat R, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC. 2010. Hal 756-762 3. Widjaja IH. Anatomi Abdomen. Jakarta: EGC. 2008. Hal 87-94 4. Snell RS. Clinical Anatomy by Regions. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. P 229-231 5. Craig S. Appendicitis. http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a2. 2015 6. Schwartz’s. Principles of Surgery 9th Edition. United States. Mc-Graw Hill. 2011. P. 1241-1257 7. Zhang SX. An Atlas of Histology. Lexington. Springer. 1999. P. 234-236 8. Hardin M. Acute Appendisitis: Review and Update. The American Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas .http://www.aafg.org. 1999 9. Mescher AL. The Male Reproductive System In Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas, 12th Edition. USA. Mc-Graw-Hill. 2010. P. 383-385. 10. Hugh, A.F.Dudley. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1992
28
29