BORANG PORTOFOLIO – Kasus Medik Nama Peserta: Yoseph Marlin, dr. Nama Wahana: RSUD Cicalengka Topik: Appendicitis akut Tanggal (kasus): 5 Agustus 2015 Nama Pasien: Tn. Satriyan 45 tahun No. RM : 085974 Tanggal Presentasi: 08 Februari 2016 Nama Pendamping: Alvin Noor Hidayat, dr. Tempat Presentasi: Ruang Komite Medik RSUD Cicalengka Obyektif Presentasi: Keilmuan O Keterampilan O Penyegaran O Tinjauan Pustaka Diagnostik O Manajemen O Masalah O Istimewa O Neonatus O Bayi O Anak O Remaja Dewasa O Lansia O Bumil Deskripsi: Pasien seorang anak pria berusia 45 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 6 jam SMRS, nyeri terus menerus dirasakan. Keluhan disertai dengan demam, mual dan muntah sebanyak 2 kali. Nafsu makan menurun. BAB normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien CM, TD 110/70, nadi 92x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 38,0 oC. Pada regio abdomen didapatkan nyeri Right lower quadrant, psoas sign (+), rovsing sign (+), dan obturator sign (+). Rectal touche: NT di seluruh area lumen (+). Pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya leukositosis. Obat yang diberikan adalah rehidrasi IVFD RL Rehidrasi sedang, Ceftriaxone iv 1 x 2gr, Metronidazole 3 x 500 mg iv, NGT, puasa, rencana operasi Tujuan: mendiagnosis, menatalaksana, dan menganalisis permasalahan yang dialami pasien Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka O Riset Kasus O Audit Cara membahas: O Diskusi Presentasi & diskusi O Email O Pos Data pasien: Nama: An. Santriyan Nomor Registrasi Nama ruangan: IGD Telp: Terdaftar sejak: Data untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/gambaran klinis: Pasien seorang anak pria berusia 45 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 6 jam SMRS, nyeri terus menerus dirasakan. Keluhan disertai dengan demam, mual dan muntah sebanyak 2 kali. Nafsu makan menurun. BAB normal. Keluhan nyeri berpindah dari ulu hati ke perut kanan bawah tidak ada. Nyeri saat BAK tidak ada. PEMERIKSAAN FISIK CM dengan N 90x/menit, RR 20x/menit, S 38,0oC berat badan 68kg Tampak sakit sedang Kepala & Leher : anemis konjungtiva (-), ikterik sklera (-) pupil bulat, isokor, diameter 0,3 cm, refleks cahaya +/+ KGB tidak teraba membesar Thorax
:
Bentuk dan gerak dada simetris
Abdomen
Eksterimitas
Cor : Bunyi jantung S1, S2, murni reguler Pulmo : VBS kanan = kiri, Rh -/-, Wh -/-, sonor Inspeksi datar, lembut, jejas (-) Auskultasi BU (+) normal Palpasi DM (-), NT (+), NL (+) pada perut kanan bawah Rovsing Sign (+) Psoas Sign (+) Hepatosplenomegali (-) Massa (-) Perkusi timpani pada seluruh area abdomen
:
: Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
RT : Nyeri tekan seluruh lumen, tonus spinchter ani normal, mukosa licin, ampulla tidak kolaps, massa (-) 2. Riwayat pengobatan: Pasien belum berobat ke dokter 3. Riwayat kesehatan/penyakit: Pasien tidak pernah sakit seperti sekarang sebelumnya 4. Riwayat keluarga: 5. 6. 7. 8.
Keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini Riwayat pekerjaan: Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Pasien tinggal bersama istri dan anaknya Riwayat imunisasi: Lain-lain: 9 Desember 2015
Laboratorium Darah rutin: Hb 14,3 mg/dL ; Ht 38 %; Leukosit 17.800/mm3; Trombosit 243.000/mm3 Ro thorax : Kesan : - Kardiomegali tanpa bendungan paru -
Tidak tampak TB paru aktif
Hasil Pembelajaran: 1. Diagnosis dan penatalaksanaan Appendicitis akut
RANGKUMAN 1. Subyektif: Pasien seorang anak pria berusia 45 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 6 jam SMRS, nyeri terus menerus dirasakan. Keluhan disertai dengan
demam, mual dan muntah sebanyak 2 kali. Nafsu makan menurun. BAB normal. Keluhan nyeri berpindah dari ulu hati ke perut kanan bawah tidak ada. Nyeri saat BAK tidak ada. 2. Obyektif: Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien CM, berat badan 68kg, nadi 90x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 38,0 oC. Pada regio abdomen didapatkan datar lembut, BU (+), DM (-) nyeri tekan dan nyeri lepas Right lower quadrant (+), psoas sign (+), rovsing sign (+), dan obturator sign (+). Rectal touche: NT di seluruh area lumen (+). 3. Assessment : Definisi Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens. Appendicitis merupakan infeksi pada appendix. Etiologi 1. Obstruksi Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress psikologis, dan herediter Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa dengan perforasi Patofisiologi: Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH 2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium.
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak. Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain. Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal
Manifestasi Klinis Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut,
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut. Tabel 1. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis. Gejala Klinik Nilai Gejala Adanya migrasi nyeri 1 Anoreksia 1 Mual/muntah 1 Tanda Nyeri RLQ 2 Nyeri lepas 1 Febris 1 Lab Leukositosis 2 Shift to the left 1 Total 10 poin Keterangan: 0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan Diagnosis 1. Anamnesis - nyeri perut kanan bawah, berpindah dari ulu hati ke perut kanan bawah, akut, terus -
menerus, berkurang ketika kaki sebelah kanan ditekuk Bila ada muntah : volume dan frekuensi. Demam Adakah penurunan nafsu makan. BAK: nyeri saat BAK, nyeri menjalar ke selangkangan BAB: konstipasi, diare, atau bab seperti dempul Tindakan yang sudah dilakukan : riwayat pengobatan sebelumnya. Alvarado score
2. Pemeriksaan Fisik - Berat badan dan tanda-tanda vital - Tanda-tanda dehidrasi - Bising usus, NT RLQ, NL, DM, rovsing sign, obturator sign, mc burney sign,psoas sign. - Rectal touche 3. Pemeriksaan Penunjang a. Darah Darah rutin, elektrolit, kimia darah. b. Rontgen thorax 4. Plan : Diagnosis: Upaya penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah optimal yaitu dari anamnesis, dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yaitu appendicitis akut. Pengobatan: Pasien telah mendapatkan pengobatan sesuai dengan penatalaksanaan appendicitis akut yaitu dilakukan pemberian cairan rehidrasi IVFD RL Rehidrasi sedang 75ml/kgBB/3jam kemudian masuk ke dosis maintenance dengan KaEN 1B 750ml/24 jam, Ceftriaxine 1 x 2gr, Metronidazole 3 x 500 mg, NGT, puasa Pendidikan : Kepada pasien dan keluarga perlu dijelaskan mengenai penyebab, gejala, penanganan, serta prognosis mengenai penyakit appendicitis akut. Konsultasi: Pasien diberi kesempatan untuk bertanya apapun tentang penyakitnya, pilihanpilihan yang dimiliki pasien. Rujukan: Penanganan hiperemesis gravidarum ini dapat dilakukan di rumah sakit yang memiliki dokter spesialis bedah dan bila terjadi perburukan keadaan umum harus dirujuk RS dengan fasilitas ICU. Kontrol: Pasien diharapkan kontrol ke poliklinik kandungan setelah kurang lebih 7 hari pasca operasi