REFERAT
Anestesi Regional
DISUSUN OLEH : Clara Verlina Suhardi 406147043
PEMBIMBING : Dr. Rizqan ,SpAn
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah dan Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi 2 Februari 2015 – 11 April 2015
LEMBAR PENGESAHAN 1
Nama / NIM
:
Clara Verlina Suhardi / 406147043
Fakultas
:
Kedokteran Umum
Universitas
:
Tarumanagara
Tingkat
:
Studi Profesi Dokter
Bidang Pendidikan
:
Program Pendidikan Profesi Dokter
Periode Kepaniteraan Klinik :
2 Februari 2015 – 11 April 2015
Judul Referat
:
Anestesi Regional
Diajukan
:
Maret 2015
Pembimbing
:
dr. Rizqan,spAn
Telah diperiksa dan disahkan tanggal :..................................
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Rizqan,SpAn
Ketua SMF Anestesi
dr. Rudi, Sp.An
KATA PENGANTAR
2
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis sanggup menulis referatnya dengan judul “ANESTESI REGIONAL”, sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Bedah dan Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi periode 2 Februari 2015 – 11 April 2015. Selain itu, besar harapan dari penulis bilamana referat ini dapat membantu proses pembelajaran dari pembaca sekalian. Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak,maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. dr. Rudi, SpAn, selaku ketua SMF Anestesi dan pembimbing kepaniteraan klinik ilmu Anestesi di RSUD Ciawi. 2. dr. Rizqan SpAn 3. dr. Pracahyo, SpAn 4. Rekan - Rekan diklat RSUD Ciawi, dan OK RSUD Ciawi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama berada di RSUD Ciawi. 5. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah RSUD Ciawi periode 2 Februari 2015 – 11 April 2015 Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai referat yang sempurna. Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, 12 Februari 2015 Penyusun
Clara Verlina Suhardi 406147043
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... 2 KATA PENGANTAR............................................................................................................. 3 DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 4 BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 6 BAB II Pembahasan Anestesi Regional................................................................................. 7 BAB II.1. Anestesi Regional ............................................................................................................................. 7 A. Definisi .................................................................................................................. 7 B. Pembagian Anestesi Regional .................................................................................................................. 7 C. Keuntungan Anestesi Regional .................................................................................................................. 7 D. Kerugian Anestesi Regional .................................................................................................................. 7 E. Persiapan Anestesi Regional .................................................................................................................. 8 4
BAB
II.2. Pembahasan Blok Sentral ................................................................................................................. 8 A. Anatomi dan fisiologi neuraksial .................................................................................................................. 8 B. Blok Neuraksial .................................................................................................................. 11 B.I. Anestesi Spinal ..................................................................................................... 11 B.II.
Anestesi Epidural ......................................................................................... 18
B.III.
Anestesi Kaudal ......................................................................................... 24
B.IV.
Anestesi Spinal Total ......................................................................................... 25
C.
Pembahasan
Blok
Perifer
27 C.I.
Anestesi Lokal ......................................................................................... 27
C.II.
Persyaratan obat yang boleh digunakan ......................................................................................... 27
C.III.
Mekanisme Kerja ......................................................................................... 28 5
C.IV.
Efek samping terhadap system tubuh ......................................................................................... 29
C.V.
Komplikasi Obat Anestesi Lokal ......................................................................................... 30 C.V.I
Komplikasi lokal ............................................................................. 30
C.V.II
Komplikasi sistemik ............................................................................. 30
C.VI.
Klasifikasi Anestesi Lokal ......................................................................................... 31 C.VI.A
Infiltrasi Lokal ............................................................................. 31
C.VI.B
Blok Lapangan (Field Block) ............................................................................. 31
C.VI.C
Analgesi Permukaan ............................................................................. 31
C.VI.D Analgesi Regional Intravena (Bier Block) ............................................................................. 31 C.VI.E
Anestetik Lokal yang sering digunakan ............................................................................. 31
BAB III.Kesimpulan ............................................................................................................................. 33 6
Daftar
Pustaka ................................................................................................................. 34
BAB I PENDAHULUAN
Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar. Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya kesadaran secara total; anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang 7
diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh); anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya. Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.
BAB II PEMBAHASAN ANESTESI REGIONAL
Bab II.1 Anestesi Regional A. Definisi Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar. B. Pembagian Anestesi/Analgesia Regional 1.
Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2.
Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena. 8
C. Keuntungan Anestesia Regional 1.
Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.
2.
Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadar.
3.
Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4.
Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5.
Perawatan post operasi lebih ringan.
D. Kerugian Anestesia Regional 1.
Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2.
Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3.
Sulit diterapkan pada anak-anak.
4.
Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5.
Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
E. Persiapan Anestesi Regional Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yg bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi umum.
Bab II.2 PEMBAHASAN BLOK SENTRAL A. Anatomi dan Fisiologi Neuraksial Kolumna Vertebralis Kolumna vertebralis terdiri atas 33 vertebrae ( 7 tulang servikal,12 tulang thorakal,5 tulang lumbal,serta 5 tulang sakrum dan 4 koksigeal yang menyatu). Kolumna vertebralis memiliki 4 kurva,yaitu berbentuk cembung ke anterior di 9
servikal dan lumbal serta berbentuk cekung ke anteruor pada bagian thorakal dan sakral. Terdapat juga ligamentum yang bersama-sama membungkus dan mempertahankan kestabilan kolumna vertebralis yaitu ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum dan dua buah ligamentum longitudinal (anterior dan posterior). Kanalis spinalis berbatasan dengan korpus vertebrae di sisi anterior, sisi lateral dengan pedikel dan sisi posterior dengan lamina. Masing-masing korpus vertebrae memiliki suatu penonjolan di tengah yang disebut processus spinosus dan tumbuh di antara lamina, dan dua processus transversus yang tumbuh di lateral pada sambungan lamina dan pedikel. Processus ini menjadi tempat melekatnya ligamenligamen dan muskulus. Setiap korpus vertebrae juga mempunyai empat processus artikularis yaitu dua buah tonjolan ke atas dan dua lagi tonjolan ke bawah yang berfungsi sebagai sendi sinovial antar vertebrae. Antara tulang-tulang vertebrae dihubungkan oleh jaringan fibrokartilagenosa yang disebut diskus intervertebralis. Terdapat suatu foramina di antara dua tulang vertebrae yang berdampingan dan disebut foramen intervertebralis yang merupakan tempat keluarnya akar saraf yang berasal dari kolumna spinalis Medula Spinalis Kanalis spinalis berisi medula spinalis (spinal cord) yang diliputi oleh meningen, jaringan lemak, dan pleksus venosus. Meningeal disusun oleh tiga lapisan, yaitu piamater, araknoidmater, dan duramater. Ketiganya berdekatan dan merupakan kelanjutan dari lapusan yang sama di kranial. Piamater melekat dan melapisi medula spinalis, sedangkan arakhnoid mater yang melekat pada duramater biasanya lebih tebal dan lebih padat. Cairan serebrospinalis berada di antara piamater dan arakhnoid, di dalam ruang subaraknoid. Medula spinalis normalnya memanjang dari foramen magnum sampai setinggi level L1 pada orang dewasa. Pada anak-anak medulla spinalis berakhir pada L3, tetapi akan bertambah naik ke kranial seiring pertambahan usia. Serat saraf anterior dan posterior setiap level spinal berhubungan satu dengan yang lainnya dan keluar melalui foramina intervertebralis dari C1 sampai S5. Di level servikal, serat saraf muncul dari ruas vertebrae di atasnya,tetapi mulai T1 serat saraf ini keluar dari ruas vertebrae diatasnya. Sehingga terdapat 8 serat saraf dari 7 ruas vertebrae 10
servikal. Serat saraf spinal yang paling bawah berbentuk cauda equine (ekor kuda). Oleh karena itu lumbal punksi dianjurkan untuk dilakukan di kaudal L1 pada orang dewasa dan kaudal L3 pada anak-anak untuk menghindari trauma medula spinalis akibat jarum spinal. Sakus duralis, ruang subaraknoid dan ruang subdural biasanya memanjang sampai S2 pada orang dewasa dan sering S3 pada anak-anak. Medulla spinalis dan serat saraf spinal mendapat suplai darah dari sebuah arteri spinalis anterior yang berasal dari arteri vertebralis di dasar tengkorak dan menyuplai duapertiga anterior batang otak ; dan sepasang arteri spinalis posterior yang berjalan secara longitudinal bersama medulla spinalis, berasal dari posteroinferior arteri serebral, arteri ini menyuplai sepertiga bagian posterior batang otak.
Gambar 1. Kolumna Vertebralis
11
Gambar 2. Korpus Vertebralis
B. Blok Neuroaksial Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal). B.I Anastesi Spinal Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid.
12
Gambar 3. Anestesi Spinal
Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5 Indikasi: 1. Bedah ekstremitas bawah 2. Bedah panggul 3. Tindakan sekitar rektum perineum 4. Bedah obstetrik-ginekologi 5. Bedah urologi 6. Bedah abdomen bawah 7. Pada
bedah
abdomen
atas
dan
bawah
pediatrik
biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan Kontra indikasi absolut: 1. Pasien menolak 2. Infeksi pada tempat suntikan 3. Hipovolemia berat, syok 4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan 5. Tekanan intrakranial meningkat 6. Fasilitas resusitasi minim 7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. Kontra indikasi relatif: 13
1. Infeksi sistemik 2. Infeksi sekitar tempat suntikan 3. Kelainan neurologis 4. Kelainan psikis 5. Bedah lama 6. Penyakit jantung 7. Hipovolemia ringan 8. Nyeri punggung kronik Persiapan analgesia spinal Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini: 1.
Informed consent Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2.
Pemeriksaan fisik Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3.
Pemeriksaan laboratorium anjuran Hemoglobin, Hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial Thromboplastine Time)
Peralatan analgesia spinal 1.
Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.
2.
Peralatan resusitasi
3.
Jarum spinal Jarum
spinal
dengan
ujung
tajam
(ujung
bambu
runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)
14
Gambar 4. Jarum Spinal
Anastetik lokal untuk analgesia spinal Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.0031.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi. Anestetik lokal yang paling sering digunakan: 1.
Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)
2.
Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3.
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)
4.
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
Teknik analgesia spinal Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
15
1.
Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
Gambar 5. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus
2.
Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.
3.
Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4.
Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 12% 2-3ml
5.
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi 16
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
Gambar 6. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal
6.
Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.
Penyebaran anastetik lokal tergantung: 17
1.
Faktor utama: a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas) b. Posisi pasien c. Dosis dan volume anestetik lokal
2.
Faktor tambahan a. Ketinggian suntikan b. Kecepatan suntikan/barbotase c. Ukuran jarum d. Keadaan fisik pasien e. Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik lokal tergantung: 1. Jenis anestetia lokal 2. Besarnya dosis 3. Ada tidaknya vasokonstriktor 4. Besarnya penyebaran anestetik lokal Komplikasi tindakan anestesi spinal : 1. Hipotensi berat Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan. 2. Bradikardia Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2 3. Hipoventilasi Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas 4. Trauma pembuluh saraf 5. Trauma saraf 6. Mual-muntah 18
7. Gangguan pendengaran 8. Blok spinal tinggi atau spinal total Komplikasi pasca tindakan 1. Nyeri tempat suntikan 2. Nyeri punggung 3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor 4. Retensio urine 5. Meningitis
B.II Anestesia Epidural Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal. Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorikmotorik juga lebih lemah.
19
Gambar 7. Anestesi Epidural
Keuntungan epidural dibandingkan spinal :
Bisa segmental
Tidak terjadi headache post op
Hipotensi lambat terjadi
Kerugian epidural dibandingkan spinal :
Teknik lebih sulit
Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
Reaksi sistemis
Komplikasi anestesi / analgesi epidural : 1. Blok tidak merata 2. Depresi kardiovaskular (hipotensi) 3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat) 4. Mual – muntah Indikasi analgesia epidural: 1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesi epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup untuk operasi. 2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikan aneurisma aorta terbuka). 3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural sebagai teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap 20
terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia. 4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah dimasukkan. 5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung. 6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya : 1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis 2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat penyebaran obat) 3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis 4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung) Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada: 1. Kurangnya persetujuan 2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaan obat antikoagulan (misalnya warfarin) 3. Risiko hematoma 4. Kompresi tulang belakang 5. Infeksi dekat titik penyisipan 6. Hipovolemia Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung : 1. Volume obat yg disuntikan 21
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Usia pasien Kecepatan suntikan Besarnya dosis Ketinggian tempat suntikan Posisi pasien Panjang kolumna vetebralis
Teknik anestesia epidural : Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid. 1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal. 2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4. 3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu: a)
jarum ujung tajam (Crawford)
b)
jarum ujung khusus (Tuohy)
Gambar 8. Jarum Anestesi Epidural
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung. a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance) Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai terasa 22
menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose) b) Teknik tetes tergantung (hanging drop) Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes Nacl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis (test dose) 5. Uji dosis (test dose) Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang subarakhnoid karena terlalu dalam. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena epidural. 6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total. Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural. 7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural. 8. Uji keberhasilan epidural Keberhasilan analgesia epidural : 23
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu. b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum. c. Tentang blok motorik dari skala bromage
Blok tak ada Blok parsial Blok hampir lengkap Blok lengkap
Melipat Lutut ++ + -
Melipat Jari ++ ++ + -
Tabel 1. Skala bromage untuk Blok Motorik
Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural 1.
Lidokain (Xylokain, Lidonest) Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik. 0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik. 1.5% lazim digunakan untuk pembedahan. 2% untuk relaksasi pasien berotot.
2.
Bupivakain (Markain) Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum yang digunakan <20ml.
Komplikasi: 1. 2. 3. 4.
Blok tidak merata Depresi kardiovaskuler (hipotensi) Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat) Mual-muntah
24
Tabel 2. Obat Anestesi Epidural
B.III Anestesia Kaudal Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara
ligamentum
supraspinosum,
ligamentum
interspinosum,
dan
ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura. Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal.
25
Kontra indikasi : Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural. Teknik anestesia kaudal : 1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil. 2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22 pada pasien dewasa. 3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen) 4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis. 5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi 45 0-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
Gambar 9. Anestesi Kaudal
B. IV
Anestesi Spinal Total Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural
yang naik sampai di atas daerah servikal. Anestesi ini biasanya tidak disengaja, pasien batuk-batuk, dosis obat berlebihan, terutama pada analgesia epidural dengan posisi pasien yang tidak menguntungkan. 26
Tanda-tanda klinis: 1. tangan kesemutan 2. lidah kesemutan 3. napas berat 4. mengantuk kemudian tidak sadar 5. bradikardi dan hipotensi berat 6. henti napas 7. pupil midriasis. Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti napas lebih disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas. Kejadian ini timbul segera setelah tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian ini
bersifat
sementara
namun
apabila
tidak
ditanggulangi
dapat
mengakibatkan henti jantung yang dapat merenggut nyawa pasien. Pengenalan dini anestesia spinal total ini amat penting agar pertolongan dapat segera dilakukan. Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan menaikkan curah jantung, infus cairan koloid 2-3 L, menaikkan kedua tungkai, kendalikan pernapasan dengan O2 100% kalau perlu dengan intubasi dan intubasi ini dapat dilakukan dengan mudah karena telah terjadi relaksasi otot maksimal, beri atropin untuk melawan bradikardi dan beri efedrin untuk melawan hipotensi. Efek Fisiologis Blok Neuroaksial 1. Efek Kardiovaskuler: -
Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal, 2-6 dermatom di atas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi blok pada level yang sama. Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
-
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bradikardi sampai cardiac arrest. 27
2. Efek Respirasi: -
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5) mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan terjadinya respiratory arrest.
-
Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menyebabkan gangguan gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.
3. Efek Gastrointestinal: -
Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yg terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.
C. PEMBAHASAN BLOK PERIFER C.I Anestesi Lokal Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf. Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. C.II Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal: C. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen D. Batas keamanan harus lebar E. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa 28
F. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama G. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan. Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil di mana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di Indonesia, yang paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain. C.III Mekanisme kerja Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum alveolar concentration) dipengaruhi oleh: 1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf 2. pH (asidosis menghambat blokade saraf) 3. Frekuensi stimulasi saraf Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu: 1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat 2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat awal kerja cepat 3. Konsentrasi obat anestetika lokal Lama kerja dipengaruhi oleh: 1. Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah protein 2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi 3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian 29
C.IV Efek samping terhadap sistem tubuh Sistem kardiovaskular: a. Depresi automatisasi miokard b. Depresi kontraktilitas miokard c. Dilatasi arteriolar d. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi Sistem pernafasan: a. Relaksasi otot polos bronkus b. Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus c. Paralisis interkostal d. Depresi langsung pusat pengaturan nafas Sistem saraf pusat: a. Parestesia lidah b. Pusing c. Tinitus d. Pandangan kabur e. Agitasi f. Depresi pernafasan g. Tidak sadar h. Konvulsi i. Koma Imunologi : reaksi alergi Sistem muskuloskeletal : miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain) C.V Komplikasi obat anestesi lokal Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat bersifat lokal atau sistemik 30
C.V.I Komplikasi lokal 1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene. 2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan antisepsis. 3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan pada daerah dengan end-artery. C.V.II Komplikasi sistemik 1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler. 2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi. 3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung. C.VI Klasifikasi Anestesi Lokal A. Infiltrasi Lokal Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi B. Blok Lapangan (Field Block) Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil) C. Analgesia Permukaan (Topikal) Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa D. Analgesia Regional Intravena (Bier Block) Anestesi jenis ini dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit pada lengan atau tungkai. Biasanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada lengan. Teknik analgesia regional intravena: 1. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada sisi tangan atau lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan obat anestetik lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-obat yang diperlukan seandainya terjadi kegawatan atau diperlukan cairan infus. 31
2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah dengan menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau dengan bantuan perban elastik (eshmark bandage) dari distal ke proksimal. Tindakan ini untuk mengurangi sirkulasi darah dan tentunya dosis obat. 3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian proksimal dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg di atas tekanan sistolik supaya darah arteri tidak masuk ke lengan dan tentunya juga darah vena tidak akan masuk ke sistemik. Perban elastik dilepaskan. 4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak dianjurkan karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung tangan dan kalau untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg. Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai. 5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal. 6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap, buka tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah sangat singkat, untuk mencegah keracunan sistemik, torniket harus tetap dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman seperti blok spinal, epidural, atau kaudal. E. Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan : 1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas. Lama kerja 2-30 menit. 2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis 15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit. 3. Lidokain konsentrasi efektif minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan. 4. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam. 32
BAB III KESIMPULAN
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil. Istilah epidural sering pendek untuk anestesi epidural, suatu bentuk anestesi regional yang melibatkan injeksi obat melalui kateter ditempatkan ke dalam ruang epidural. Injeksi dapat menyebabkan keduanya kehilangan sensasi (anestesi) dan hilangnya rasa sakit (analgesia), dengan menghalangi transmisi sinyal melalui saraf di dalam atau dekat tulang belakang. Menyuntikkan obat ke dalam ruang epidural terutama dilakukan untuk analgesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah teknik yang berbeda dan untuk berbagai alasan. Selain itu, beberapa efek samping-epidural analgesia mungkin bermanfaat dalam keadaan tertentu (misalnya, vasodilatasi mungkin bermanfaat jika pasien menderita penyakit pembuluh darah perifer). Ketika kateter dimasukkan ke ruang epidural, sebuah infus kontinyu dapat dipertahankan selama beberapa hari, jika diperlukan. Analgesia kaudal sebenarnya sama dengan anestesia epidural, karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat di tempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.
33
DAFTAR PUSTAKA
Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009 Sugiarto A,dkk.Buku Ajar Anestesiologi.Jakarta : Departemen Anestesiologi dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Indonesia/ RS Cipto Mangunkusumo.2012 Dobson, M. B. dkk. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 1994 Werth, M. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta: EGC. 2010 Morgan, Edward dkk. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-Hill Companies. 2006
34