LAPORAN PENDAHULUAN SIKLUS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
CA RECTI
WARSIATUN, S. Kep NIM
: 1841312032
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2018 LAPORAN PENDAHULUAN CA. RECTI
1
A. Landasan Teori Penyakit 1. Definisi
Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian
dan
mekanisme
normalnya,
sehingga
mengalami
pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali.Kanker terjadi te rjadi karena
adanya
perubahan
genetik
atau
mutasi Deoxyribonucleic
Acid(DNA) yang Acid(DNA) yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan pemulihan sel (LeMone, 2008). Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali(Kurniadi, 2012). Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum.Rektum terletak di anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. rectosigmoid junction junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid.Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum.Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneral(Samsuhidayat, 2004).
G amba ambarr 1.A natom natomii usus besar esar ter ter masuk r ectum
G amba ambarr 2. R ektum deng dengan an proli prolifer ferasi asi abnorma abnormall dan tahapa tahapan n per per kemba kembang ngan an stadi stadi um kanker kanker r ektum 2. Etiologi
2
Rektum dengan proliferasi abnormal dan tahapan perkembangan stadium kanker
A. Landasan Teori Penyakit 1. Definisi
Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian
dan
mekanisme
normalnya,
sehingga
mengalami
pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali.Kanker terjadi te rjadi karena
adanya
perubahan
genetik
atau
mutasi Deoxyribonucleic
Acid(DNA) yang Acid(DNA) yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan pemulihan sel (LeMone, 2008). Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali(Kurniadi, 2012). Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum.Rektum terletak di anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. rectosigmoid junction junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid.Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum.Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneral(Samsuhidayat, 2004).
G amba ambarr 1.A natom natomii usus besar esar ter ter masuk r ectum
G amba ambarr 2. R ektum deng dengan an proli prolifer ferasi asi abnorma abnormall dan tahapa tahapan n per per kemba kembang ngan an stadi stadi um kanker kanker r ektum 2. Etiologi
2
Rektum dengan proliferasi abnormal dan tahapan perkembangan stadium kanker
Beberapa faktor risiko/faktor predisposisi terjadinya kanker rectum menurut Brunner & Suddarth (2002) telah diidentifikasi sebagai berikut: a. Diet rendah serat Kebiasaan diet rendah serat adalah faktor penyebab utama, Bukitt (1971) dalam Prince & Wilson (1995) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan kaya karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat se rat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa mukosa usus bertambah lama. b. Lemak Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen. c. Polip diusus (colorectal polyps) Polip adalah pertumbuhan sel pada dinding dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker. d. Inflamatory Bowel Disease Orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahuntahun memiliki risiko yang lebih besar. e. Riwayat kanker pribadi Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya.Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium), atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
f. Riwayat kanker colorectal pada keluarga
3
Jika mempunyai riwayat kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika terkena kanker pada usia muda. g. Faktor gaya hidup Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker colorectal serta kebiasaan sering menahan tinja/defekasi yang sering. h. Usia di atas 50 Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas. 3. Patofisioogi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal. Tumor-tumor pada Recti dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya.Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena. Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita umumnya
4
merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut. 4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah : a. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar maupun yang berwarna hitam. b. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut atau usus tidak benar benar kosong saat BAB c. Feses yang lebih kecil dari biasanya d. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau nyeri e. Penurunan berat badan f.
Mual dan muntah
g. Rasa letih dan lesu h. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah gluteus 5. Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostik
Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker rektum, antara lain: 1. Biopsi Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.2 2. Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA 242, CA 19-9 , uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di jaringan.18,22,23
5
3. Digital rectal examination atau biasa disebut rectal touche (colok dubur). Sekitar 75% karsinoma rekti dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal. Pemeriksaan dengan rektal touche akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, massa akan teraba keras dan menggaung.17
Gambar 3. Colok dubur Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah: a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os coccygis. b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus. c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.
6
4. Foto rontgen dengan barium enema yaitu cairan yang mengandung barium, dimasukkan melalui rektum untuk kemudian dilakukan foro rontgen.
Gambar 4. Foto rontgen dengan barium enema 5. Endoskopi a. Sigmoidoskopi yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi. Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada umur 50 tahun merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening seseorang yang asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah
untuk
menderita
kanker
kolon.
Sebuah
polip
adenomatous yang ditemukan pada flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi untuk dilakukannya kolonoskopi, karena meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di distal kolon biasanya
berhubungan
dengan
neoplasma
yang
letaknya
proksimal pada 6-10% pasien. 18 b. Kolonoskopi Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan rectum Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar
94%,
lebih
baik
daripada
barium
enema
yang
keakuratannya hanya sebesar 67%. 2 Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan
7
dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi
terapeutik,
sedangkan
perforasi
komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.
merupakan
18
Kolonoskopi 6. Virtual colonoscopy (CT colonography) Kolonoskopi virtual merupakan diagnostik non-invasif yang baru, menggunakan X-ray dan software komputer,untuk melihat dua dan tiga-dimensi
dari seluruh
usus
besar dan
rektum
untuk
mendeteksi polip dan kanker kolorektal.14 7. Imaging Tehnik MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik imaging yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi tehnik ini bukan merupakan screening tes.18 a. CT scan CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke
8
hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien.19 Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.
Gambar 5. CT-Scan b. MRI MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi
daripada
CT
scan,
MRI
dipergunakan
untuk
mengidentifikasikan metastasis ke hepar. c. Endoskopi UltraSound (EUS) EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari kedalaman invasi tumor, terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk digital rektal examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk melihat adanya tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana
9
dalam terapi pembedahan dan menentukan pasien yang telah mendapatkan keuntungan dari preoperatif kemoradiasi. Transrektal biopsi dari kelenjar limfa perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS. 6. Penatalaksanaan Medis
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal.Beberapa adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar untuk kanker rektal yang sering digunakan antara lain: 1. Pembedahan Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan.Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium kanker,
banyak
pasien
kanker
rektal
dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi.Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III.Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal (Anderson, 2016). Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 2012): a) Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi pertumbuhan pembuluh darah, dan nodus limfatik) b) Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor dan prosi sigmoid dan semua rectum serta sfingkter anal)
10
c) Kolostomi sementara diikuti reanastomosis reseksi segmental dan anastomisis
serta
reanastomosis
lanjut
dari
kolostomi
(memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi) d) Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak dapat direseksi) Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal.Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah.Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanen.Ini memungkinkan drainase atau evakuasi ini kolon keluar
tubuh.Konsistensi
drainase
dihubungkan
dengan
penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi jaringan sekitar. Prosedur pelaksanaan reseksi dan kolostomi: Jahitan oeritoneum
Kolostomi
Tumor rektum 1. sebelum pembedahan
2. Selama pembedahan, sigmoid diangkat dan dibuatkan kolostomi. Usus distal telah didiseksi bebas pada titik dibawah peritoneum pelvis bawah, yang djahit diatas ujung tertututp dari sigmoid distal dan rektum
Kolostomi
Drein perineal 3. Reseksi perineal mencakup pengangkatan rectum dan porsi bebas dari sigmoid bawah, drein perineal diinsersi.
Luka perineal yang sembuh
4. Hasil akhir setelah penyembuhan dengan kolostomi permanen.
11
b. Radiasi Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan risiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable(Mansjoer, 2000). c. Kemoterapi Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (Stadium II lanjut dan Stadium III).Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan.5FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon.Agen lainnya, levamisole (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin).Protokol ini menurunkan angka kekambuhan kira-kira 15% dan menurunkan angka kematian kira-kira sebesar 10% (Mansjoer, 2000). d. Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik. a. Pilihan utama adalah pembedahan b. Radiasi pasca bedah diberikan jika:
sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
ada metastasis ke kelenjar limfe regional
masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
12
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum). c. Obat sitostatika diberikan bila:
Inoperabel Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah. Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang memuaskan.
operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali. Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah: - Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus. - Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan - Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
7. Komplikasi
Komplikasi karsinoma rektum adalah: a. Obstruksi usus parsial Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang menyebabkan kegagalan dari isi usus untuk melewati usus. b. Perforasi atau perlobangan c. Perdarahan d. Syok Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat gangguan peredaran darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan.
13
8. Woc
14
B. Landasan Teori Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
1. Identitas Klien 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat diet yang hanya serat, protein hewani dan lemak Riwayat menderita kelainan pada colon kolitis ulseratif (polip kolon) b. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengeluh BAB berdarah dan berlendir Klien mengeluh tidak BAB tidak ada flahis Klien mengeluh perutnya terasa sakit (nyeri) Klien mengeluh mual, muntah Klien mengeluh tidak puas setelah BAB Klien mengeluh BAB kecil Klien mengeluh Bbnya turun c. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat keluarga dengan Ca. colon/recti
PENGKAJIAN 11 FUNGSIONAL GORDON Pengkajian menggunakan 11 Pola Fungsional Gordon dan pemeriksaan fisik. Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kanker rektum mulai dari sebelum masuk rumah sakit sampai dengan saat sudah dirawat di rumah sakit adalah sebagai berikut: 1. Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan a) Deskripsi pasien tentang status kesehatan secara umum dan perubahan status kesehatan dalam kurun waktu tertentu: riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan lelah, adanya nyeri abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi berhubungan dengan makan atau defekasi). b) Riwayat
sakit
pasien
sebelumnya:
apakah
pasien
pernah
mengalami penyakit usus inflamasi kronis atau polip kororektal, operasi dan riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya.
15
c) Aktivitas yang dilakukan pasien dalam pencegahan penyakit. d) Obat-obatan dan vitamin yang diminum sekarang dan persepsi pasien terhadap pengobatan dan perawatan yang dijalani. e) Alergi makanan atau obat-obatan. f) Persepsi pasien terhadap penyebab sakit saat ini dan upaya yang dilakukan serta apakah upaya tersebut telah dapat membantu mengatasi permasalahan pasien. g) Penggunaan alkohol, tembakau dan obat-obatan. h) Riwayat penyakit keluarga: apakah salah satu keluarga ada yang menderita penyakit kolorektal. i) Dikaji pula pengetahuan pasien tentang penyakit termasuk penatalaksanaannya. 2. Nutrisi-Metabolik Makan a) Kaji tipe intake makanan sehari-hari (pada waktu pasien belum masuk rumah sakit), meliputi jenis makanan yang dikonsumsi, frekuensi, porsi makanan yang habis dikonsumsi, waktu makan dan snack. b) Nafsu makan saat ini apakah mengalami penurunan atau tidak. Pada
beberapa
kasus
dapat
ditemukan
pasien
mengalami
penurunan nafsu makan. c) Adakah perubahan pada sensasi kecap. d) Intake makanan terakhir yang dikonsumsi sebelum masuk rumah sakit. e) Pembatasan diet atau tipe makanan yang diresepkan di rumah sakit. f) Porsi makanan yang habis dikonsumsi di rumah sakit. g) Kesulitan dalam mengunyah atau menelan makanan. h) Kehilangan BB yang terjadi saat ini. i) Ada atau tidaknya penggunaan alat bantu nutrisi seperti NGT j) Penggunaan suplemen, atau vitamin tertentu. k) Mual atau muntah (berapa kali muntah).
16
Note: pengkajian riwayat makanan yang sering dimakan oleh pasien sangat penting untuk dikaji terkait dengan kanker rectum yang dialami oleh pasien, pengkajian ditekankan pada kebiasaan pasien dalam mengonsumsi lemak dan makanan kurang serat dan riwayat adanya penurunan berat badan yang tanpa alas an. Minum a) Kaji intake minum sehari-hari. b) Adakah rasa haus yang berlebih. c) Minuman yang telah dikonsumsi, jumlahnya berapa ml atau gelas. d) Kaji jumlah cairan melalui IV yang telah masuk sehingga diketahui cairan masuk pada pasien. 3. Eliminasi BAB a. Frekuensi BAB perhari, konsistensi feses, warna feses, ada tidaknya darah atau lendir. b. BAB pasien yang terakhir. c. Adanya konstipasi atau tidak. d. Adanya penggunaan alat bantu ekskratory seperti kolostomi. e. Adanya penggunaan laksatif atau tidak. f. Adanya perubahan pada defekasi. BAK a. Frekuensi BAK, warna, jernih/tidak, ada darah/tidak, jumlah urine (ml) b. Nyeri saat berkemih c. Penggunaan kateter d. Penggunaan obat diuretik 4. Aktivitas-latihan Hal-hal yang perlu dikaji lainnya: a) Persepsi respon terhadap aktivitas seperti pusing, lemah. b) Aktivitas pada waktu luang dan rekreasi 5. Istirahat dan Tidur a) Kebiasaan tidur (berapa jam)
17
b) Kebiasaan tidur siang c) Perubahan tidur yang terjadi d) Perasaan setelah bangun tidur e) Permasalahan tidur yang dialami seperti kesulitan tertidur kembali setelah bangun, insomnia. f) Penggunaan obat tidur g) Ritual khusus sebelum tidur h) Kondisi lingkungan seperti kebisingan, kondisi tempat tidur atau hospitalisasi yang mempengaruhi tidur pasien. 6. Kognitif-Perseptual a) Status pendengaran seperti gangguan pendengaran, ataupun penggunaan alat bantu dengar. b) Status penglihatan seperti gangguan penglihatan dan penggunaan kaca mata. c) Pengecap dan pembau. d) Sensasi perabaan seperti masalah dengan sensasi perabaan seperti baal atau kesemutan. e) Nyeri yang meliputi PQRST (pencetus, kualitas nyeri, lokasi, skala dan waktu munculnya nyeri). Pasien biasanya akan mengeluhkan mengalami nyeri pada abdomen dan tenesmus. f) Fungsi kognisi dalam memori istilah, ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang g) Riwayat setiap perubahan dalam level kesadaran atau periode kebingungan h) Komunikasi
yang
meliputi
bahasa
utama,
bahasa
lain,
tingkatpendidikan, kemampuan membaca dan menulis i) Derajat
kemampuan
memecahkan
masalah,
dan
derajat
kemampuan pengambilan keputusan. j) Perasaan berputar, riwayat pingsan, kejang atau sakit kepala. k) Kemampuan memahami dan manajemen nyeri yang dilakukan. 7. Persepsi diri dan Konsep diri
18
a) Perasaan pasien berhubungan dengan keadaan/penyakitnyaharga diri, ideal, identitas, gambaran diri. b) Deskripsi pasien tentang diri sendiri. c) Adanya
ketakutan,
kecemasan
dan
depresi
atau
merasa
kehilangan kontrol. d) Pengalaman yang berhubungan dengan perasaan keputusasaan. 8. Peran dan Hubungan a) Bentuk struktur keluarga b) Cara hidup seperti sendirian, dengan keluarga c) Peran dalam keluarga (pemberi perawatan di rumah, pencari nafkah) d) Persepsi dari efek masalah kesehatan saat ini atau situasi saat ini terhadap peran. e) Kepuasan/ketidakpuasan terhadap peran f) Kecukupan keuangan untuk memenuhi kebutuhan saat ini g) Kecukupan dukungan atau hubungan keluarga untuk memenuhi kebutuhan saat ini h) Pekerjaan dan status pekerjaan i) Masalah keluarga berhubungan dengan perawatan j) Komunikasi antar anggota keluarga. 9. Seksual dan Reproduksi a) Jenis kelamin. b) Jumlah anak. c) Masalah dengan menstruasi. d) Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit. e) Riwayat reproduksi, hamil terakhir, riwayat melahirkan. f) Kontrasepsi yang digunakan. 10. Koping-Stres a) Perubahan, masalah saat ini, kejadian yang menyebabkan stress. b) Krisis saat ini misalhnya hospitalisasi, sakit. c) Level stress saat ini. d) Penggunaan obat atau alkohol untuk koping.
19
e) Metode koping yang digunakan. f) Penggunaan koping tersebut untuk mengatasi masalah. g) Kehilangan atau perubahan besar yang dialami di masa lalu. h) Orang terdekat dengan pasien. 11. Nilai dan Kepercayaan a) Agama yang dianut. b) Aktivitas sembahyang pasien. c) Pantangan agama atau keyakinan tertentu. d) Permintaan kunjungan rohaniwan. e) Kepercayaan spiritual yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dan praktek kesehatan. f) Kepercayaan kultural yang berhubungan dengan kesehatan dan nilai. g) Persepsi terhadap kepuasan hidup. Selain 11 Pola Fungsional Gordon, pemeriksaan fisik yang perlu dikaji pada pasien dengan kanker rectum antara lain: 1. Kulit, Rambut dan Kuku Inspeksi: warna kulit, kondisi kuku, warna kuku, kebersihan kulit kepala, kaji warna rambut, kebersihan kulit, turgor, oedem. 2. Kepala dan Leher Inspeksi: bentuk kepala. Palpasi: nyeri tekan, distensi vena jugularis, ada/tidak benjolan pada kepala. 3. Mata dan Telinga a) Mata Inspeksi: bentuk bola mata, pergerakan bola mata, ptosis ada/tidak, nistagmus
ada/tidak,
refleks
cahaya
pada
kedua
mata,
sklera/konjungtiva. Palpasi: nyeri tekan bola mata, benjolan pada mata. b) Telinga
20
Inspeksi: bentuk daun telinga, kebersihan liang telinga, ada/tidaknya lesi pada telinga, bengkak atau peradangan pada mastoid ada/tidak, adanya serumen atau tidak, adanya otitis media atau tidak. Palpasi: nyeri tekan ada/tidak. 4. Sistem Pernafasan: Inspeksi: bentuk dada, saat inspirasi apakah ada bagian yang tertinggal, ada tidaknya retraksi otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, RR = x/menit, apakah ada batuk. Palpasi:taktil fremitus pada kedua lapang paru, kondisi kulit dinding dada, nyeri tekan, massa, pembengkakan atau benjolan, kesimetrisan ekspansi Perkusi: pada daerah yang terdapat udara terdengar hipersonor dan pada daerah yang terdapat cairan terdengar suara pekak. Auskultasi:suara napas apakah vesikuler atau ronchi. (Pada umumnya, area paru yang terdapat infiltratnya akan terdengar ronchi). 5. Sistem Kardiovaskular : Ya
Tidak
Palpitasi
Ya
Tidak
CRT
<
>
Nyeri dada
3 dtk
3 dtk
Inspeksi: kaji letak ictus cordis (letak ictus cordis normal berada pada ICS 5 pada linea medio claviculas kiri selebar 1 cm). Palpasi: denyut jantung teraba/tidak, HR = x/menit, irama dan kedalaman denyut jantung. Perkusi: pergeseran letak jantung. Auskultasi:Bunyi jantung S1 S2, ada gallop atau tidak, adanya murmur atau tidak ada. (pada umumnya, pasien mengalami nyeri dada dan dapat diikuti dengan peningkatan tanda-tanda vital. Selain itu, nilai analisa gas darah juga mungkin abnormal yang dapat ditandai dengan gejala sesak nafas, CRT > 3 detik). 6. Payudara Pria dan Wanita
21
Inspeksi: bentuk payudara, apakah adanya luka atau tidak, warna kulit disekitar payudara. Palpasi:apakah ada nyeri tekan atau tidak, apakah teraba massa atau tidak. 7. Sistem Gastrointestinal Inspeksi:
bentuk
abdomen,
asites
ada/tidak
ada,
mukosa
(lembab/kering/stomatitis). Palpasi: nyeri tekan ada/tidak ada, ada/tidak teraba benjolan. Perkusi: terdengar suara timpani pada lambung (regio kiri atas) dan pekak pada regio yang lain. Auskultasi: peristaltik: ... x/mnt 8. Sistem Urinarius Penggunaan alat bantu/ kateter, adanya nyeri tekan kandung kencing, gangguan eliminasi urin (anuria/oliguria/retensi/inkontinensia/nokturia) Lain-lain: Palpasi:nyeri tekan, ada tidaknya benjolan, ada tidaknya distensi. Perkusi:terdengar suara timpani pada pelvis. 9. Sistem Reproduksi Wanita/Pria Inspeksi: kaji kondisi alat kelamin, kebersihan, ada peradangan atau benjolan. 10. Sistem Saraf GCS (Eye, Verbal, Motorik) Gerakan involunter: ada/tidak ada tremor pada lidah, tangan. 11. Sistem Muskuloskeletal Hal-hal
yang
perlu
dikaji:
kemampuan
pergerakan
sendi
(bebas/terbatas), ada tidaknya deformitas, kekakuan, nyeri sendi/otot, sianosis atau edema pada ektremitas, akral. 12. Sistem Imun Hal-hal yang perlu dikaji: perdarahan gusi, perdarahan lama, pembengkakan keletihan/kelemahan. Pada umumnya, dapat ditemukan pasien mengalami keletihan dan kelemahan akibat penurunan suplai oksigen ke jaringan perifer.
22
13. Sistem Endokrin: Hal-hal yang perlu dikaji: kadar glukosa. B. Perumusan Diagnosa (NANDA) a. Nyeri Kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik-psikososial kronis (metastase kanker, injuri neurologis, artritis) b. Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
Berhubungan dengan Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi. c. Diare berhubungan dengan -
psikologis: stress dan cemas tinggi
-
Situasional: efek dari medikasi, kontaminasi, penyalah gunaan laksatif, penyalah gunaan alkohol, radiasi, toksin, makanan per NGT
-
Fisiologis: proses infeksi, inflamasi, iritasi, malabsorbsi, parasit
d. Konstipasi berhubungan dengan -
Fungsi:kelemahan otot abdominal, Aktivitas fisik tidak mencukupi
-
Perilaku defekasi tidak teratur
-
Perubahan lingkungan
-
Toileting tidak adekuat: posisi defekasi, privasi
-
Psikologis: depresi, stress emosi, gangguan mental
-
Farmakologi: antasid, antikolinergis, antikonvulsan, antidepresan, kalsium karbonat,diuretik, besi, overdosis laksatif, NSAID, opiat, sedatif.
-
Mekanis: ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid, gangguan neurologis, obesitas, obstruksi pasca bedah, abses rektum, tumor
-
Fisiologis: perubahan pola makan dan jenis makanan, penurunan motilitas gastrointestnal, dehidrasi, intake serat dan cairan kurang, perilaku makan yang buruk
e. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
23
f.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
C. Penentuan Kriteria Hasil (NOC)
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Nyeri Kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik psikososial kronis (metastase kanker, injuri neurologis, artritis)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan : Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil NOC:
Intervensi
NIC :
Comfort level Pain control Pain level Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. nyeri kronis pasien berkurang dengan kriteria hasil: Tidak ada gangguan tidur Tidak ada gangguan konsentrasi Tidak ada gangguan hubungan interpersonal Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan secara verbal Tidak ada tegangan otot NOC: a. Nutritional status: Adequacy of nutrient b. Nutritional Status : food and Fluid Intake c. Weight Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator: Albumin serum Pre albumin serum
-
Pain Manajemen Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat Kelola anti analgetik ........... Jelaskan pada pasien penyebab nyeri Lakukan tehnik nonfarmakologis (relaksasi, masase punggung)
NIC
Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
24
Hematokrit Hemoglobin Total iron binding capacity Jumlah limfosit
Diare berhubungan dengan - psikologis: stress dan cemas tinggi - Situasional: efek dari medikasi, kontaminasi, penyalah gunaan laksatif, penyalah gunaan alkohol, radiasi, toksin, makanan per NGT - Fisiologis: proses infeksi, inflamasi, iritasi, malabsorbsi, parasit
NOC: Bowl Elimination Fluid Balance Hidration Electrolit and Acid Base Balance Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. diare pasien teratasi dengan kriteria hasil: Tidak ada diare Feses tidak ada darah dan mukus Nyeri perut tidak ada Pola BAB normal Elektrolit normal Asam basa normal Hidrasi baik (membran mukosa lembab, tidak panas, vital sign normal, hematokrit dan urin output
Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht Monitor mual dan muntah Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor intake nuntrisi Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan Kelola pemberan anti emetik:..... Anjurkan banyak minum Pertahankan terapi IV line Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
NIC : -
-
-
-
-
Diare Management Kelola pemeriksaan kultur sensitivitas feses Evaluasi pengobatan yang berefek samping gastrointestinal Evaluasi jenis intake makanan Monitor kulit sekitar perianal terhadap adanya iritasi dan ulserasi Ajarkan pada keluarga penggunaan obat anti diare Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi dan konsistensi feses Ajarkan pada pasien tehnik pengurangan stress jika perlu Kolaburasi jika tanda dan gejala diare menetap Monitor hasil Lab (elektrolit dan leukosit) Monitor turgor kulit, mukosa oral sebagai indikator dehidrasi Konsultasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat
25
dalam batas normaL
NOC:
Konstipasi
berhubungan dengan Fungsi:kelemahan otot abdominal, Aktivitas fisik tidak mencukupi o Perilaku defekasi tidak teratur o Perubahan lingkungan o Toileting tidak adekuat: posisi defekasi, privasi o Psikologis: depresi, stress emosi, gangguan mental o Farmakologi: antasid, antikolinergis, antikonvulsan, antidepresan, kalsium karbonat,diuretik, besi, overdosis laksatif, NSAID, opiat, sedatif. o Mekanis: ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid, gangguan neurologis, obesitas, obstruksi pasca bedah, abses rektum, tumor o Fisiologis: perubahan pola makan dan jenis makanan, penurunan motilitas gastrointestnal, dehidrasi, intake serat dan cairan kurang, perilaku makan yang buruk o
Intoleran Aktivitas Defenisi : Ketidakcukupan energi
Bowel Elimination Hidration Setelah dilakukan tindakan
NIC : Manajemen konstipasi -
keperawatan selama ….
-
konstipasi pasien teratasi
-
dengan kriteria hasil:
-
Pola BAB dalam batas normal Feses lunak Cairan dan serat adekuat Aktivitas adekuat Hidrasi adekuat
-
-
NOC 1. Toleransi terhadap
Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi Monitor tanda-tanda ruptur bowel/peritonitis Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien Konsultasikan dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan bising usus Kolaburasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang menetap Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap eliminasi Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan laxative dalam waktu yang lama Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan Dorong peningkatan aktivitas yang optimal Sediakan privacy dan keamanan selama BAB
NIC 1. Terapi aktivitas
26
psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. Batasan Karakteristik :
Dispnea setelah beraktivitas Keletihan Ketidaknyamanan setelah beraktivitas Perubahan EKG Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas Faktor yang berhubungan : Gaya hidup kurang kurang gerak Imobilitas Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Tirah baring
aktivitas Dengan skala outcome: 1) Sangat terganggu 2) Banyak terganggu 3) Cukup terganggu 4) Sedikit terganggu 5) Tidak terganggu Indikator : 1) Saturasi O2 ketika beraktivitas 2) Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas 3) Kemudahan bernapas ketika beraktivitas 4) Warna kulit 2. Status Jantung Paru Dengan skala outcome: 1) Berat 2) Cukup berat 3) Sedang 4) Ringan 5) Tidak ada Indikator : 1) Denyut nadi perifer 2) Tingkat pernapasan 3) Irama pernapasan 4) Kedalaman inspirasi 5) Saturasi oksigen 6) Pergerakan sputum dari saluran pernapasan 7) Sianosis 8) Retraksi dada 9) Dyspnea pada saat istirahat 10) Dyspnea dengan aktivitas ringan
Aktivitas : 1) Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas spesifik 2) Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuan fisik 3) Dorong aktivitas kreatif yang tepat 4) Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dalam level aktivitas tertentu 5) Bantu klien untuk meningkatkan motivasi diri dan penguatan 6) Monitor respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas 2. Terapi oksigen Aktivitas : 1) Pertahankan keptenan jalan nafas 2) Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier 3) Monitor aliran oksigen 4) Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen 5) Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelectasis 6) Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi oksigen
3. Status pernapasan Dengan skala outcome: 1) Sangat berat 2) Berat 3) Sedang 4) Ringan
27
5) Tidak ada Indikator : 1) Suara auskultasi napas 2) Kepatenan jalan napas 3) Kapasitas vital 4) Saturasi oksigen 5) Tes faal paru
b.d Resiko infeksi jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif Faktor resiko Penyakit kronis Efek prosedur invasif Malnutrisi Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan Ketidakadekuatan pertahanan primer Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
Status Imun Indikator a) Fungsi gastrointestinal b) Fungsi respirasi c) Fungsi genitoria d) Suhu tubuh e) Integritas kulit f) Kelembaban mukosa g) Imunisasi saat ini h) Jumlah sel darah putih
Kontrol Infeksi 1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 2) Pertahankan teknik isolasi 3) Batasi pengunjung bila perlu 4) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien 5) Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci Pengetahuan: manajemen tangan Infeksi 6) Cuci tangan seiap sebelum Indikator : dan sesudah tindakan a) Cara penyebaran keperawatan b) Faktor- faktor yang 7) Gunakan baju,sarung berkontribusi terhadap tangan sebagai alat penularan infeksi pelindung c) Pengurangan resiko 8) Pertahankan lingkungan infeksi aseptik selama d) Monitor cara pemasangan alat penularan 9) Ganti letak IV perifer dan e) Pentingnya cuci line central dan dressing tangan sesuai dengan petunjuk f) Tindakan untuk umum meningkatkan daya 10) Gunakan kateter intermiten tahan untuk untuk menurunkan infeksi pengurangan infeksi kandung kencing 11) Tingkatkan intake nutrisi Kontrol Resiko 12) Berikan terapi antibiotic Indikator : bila perlu a) Mencari informasi terkini tentang cara Proteksi Infeksi pengendalian infeksi 1) Monitor tanda dan gejala
28
b) Mengindetifikasi faktor resiko c) Mengetahui faktro resiko infeksi d) Memiliki kempampuan untuk merubah perilaku e) Monitor faktor resiko lingkungan f) Mengembangkan strategi pengendalian resiko yang efektif
infeksi sistemik dan lokal 2) Monitor hitung granulosit,WBC 3) Monitor kerentanan terhadap infeksi 4) Batasi pengunjung 5) Saring pengunjung terhadap penyakit menular 6) Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko 7) Pertahankan teknik isolasi k/p 8) Berikan perawatan kulit pada area epidema 9) inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,panas,drainase 10) Inspeksi kondisi luka/insisi bedah 11) Dorong masukkan nutrisi yang cukup 12) Dorong masukkan nutrisi yang cukup 13) Dorong masukkan cairan 14) Dorong istirahat 15) Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep 16) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 17) Ajarkan cara menghindari infeksi 18) Laporkan kecurigaan infeksi 19) Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA
29
American Cancer Society. 2006. Cancer Facts and Figures 2006 . Atlanta: American Cancer Society Inc. Anderson. 2006. A
Patient’s Guide to Rectal Cancer .
MD Anderson
Cancer Center. University of Texas. Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung. Basavanthappa, B.T. 2003. Medical Surgical Nursing . New Delhi : Jaypee. 111-134. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta. Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta Dochtermen, J. et al. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition. USA:Mosby Elsevier. Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan perawatan
untuk Pasien,
perencanaan Edisi-3,
Alih
dan
pendukomentasian
bahasa;
Kariasa,I.M.,
Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta Herdman, T.H. 2012. Nanda International : Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.Jakarta:EGC. Ignatavicius, D.D. et al. 2006, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia. Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK – UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP dr.Sardjito, yogyakarta. LeMone, P. et al. 2008. Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in Client Care. Volume 2 Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Media Aesculapius. Maurytania, A.R, 2003, Buku Saku Ilmu Bedah, Widya Medika, Yogyakarta. McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
30