1
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN
SOLENOI D COI COI L BERBASIS
MIKROKONTROLER MIKROKONTROLER ATMEGA 8535
SKRIPSI
JEPRI WANDES NABABAN 110801024
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
2
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN
SOLENOI D COI COI L BERBASIS
MIKROKONTROLER MIKROKONTROLER ATMEGA 8535
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
JEPRI WANDES NABABAN 110801024
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
2
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN
SOLENOI D COI COI L BERBASIS
MIKROKONTROLER MIKROKONTROLER ATMEGA 8535
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
JEPRI WANDES NABABAN 110801024
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
3
PERSETUJUAN
Judul
:RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLENOID COI COI L
BERBASIS MIKROKONTROLER MIKROKONTROLER
ATMEGA 8535
Kategori
: SKRIPSI
Nama
: JEPRI WANDES NABABAN
Nomor Induk Siswa Siswa
: 110801024
Program Studi
: SARJANA (S1) FISIKA
Departemen
: FISIKA
Fakultas
: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan,
Oktober 2015
Komisi Pembimbing:
Pembimbing I
Pembimbing II
(Drs.Kurnia Brahmana, M.Si )
(Drs.Takdir Tamba, M.Eng.Sc)
NIP. 196009301986011001 1960093019860 11001
NIP. 196006031986011002 19600603198601100 2
Diketahui/ disetujui oleh :
Departemen Fisika FMIPA USU Ketua
(Dr. Marhaposan Situmorang) NIP.195510301980031003 NIP.195510301980031003
4
PERNYATAAN
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLENOID
COI L
BERBASIS MIKROKONTROLER
ATMEGA 8535
SKRIPSI
Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya se ndiri, kecuali beberapa Kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Oktober 2015
JEPRI WANDES NABABAN 110801024
5
PENGHARGAAN
Penulis memanjatkan puji dan syukur atas berkat Allah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan kasih KaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “ Rancang Bangun Pemanas Induksi Berdaya Rendah Dengan Menggunakan
Berbasis Solenoid Coil
Mikrokontroler
Atmega 8535 guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Fisika ”
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk materi, ide, dorongan semangat serta doa yang tulus. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Kurnia Brahmana, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan saran – saran untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Takdir Tamba, M.Eng.Sc. sebagai Dosen Pe mbimbing yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai dosen wali yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis. 4. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai Ketua Jurusan Fisika FMIPA USU. 5. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc sebagai Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA USU. 6. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 7. Seluruh Bapak / Ibu staff pengajar Fisika USU serta par a pegawai administrasi. 8. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak sa ya tersayang Ramses Nababan & Mama saya tercinta Hotmauli br Sinaga, dan kakak saya (Betaria agustina Nababan) dan adik-adik saya (M ei Eriyanti Nababan), (Samuel
6
Valentino Nababan), dan (Wendi pranji nababan) serta keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materi se lama penulis kuliah sampai penyelesaian skripsi ini. 9. Teman - teman stambuk 2011 10. Adik – Adik stambuk 2012/2013/2014 : dkk
Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan ilmu yang dimiliki penulis. Oleh karena
itu,
penulis
mengharapkan
saran-
saran
dari
pembaca
untuk
menyempurnakan skripsi ini. Kiranya Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis,
(Jepri Wandes Nababan) Nim : 110801024
7
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLENOIDE COIL BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 8535
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pemanas induksi terhadap pengujian bahan dengan menggunakan solenoide coil, dimana pada pemanas induksi timbul panas pada beban yang terkena induksi medan magnet, hal ini disebabkan karena pada logam timbul arus eddy atau arus pusar yang arahnya melingkar akibat dari induksi magnet yang menimbulkan fluks magnetik, sehingga menimbulkan panas pada beban. Untuk membuat pemanas induksi diperlukan suatu alat yang mampu menghasilkan energi listrik yang besar. Alat ini menggunakan pada tegangan 24 Volt ,dimana kuat arus yang digunakan 40 Ampere. Rangkaian ini menggunakan power supply dan dirangkai menggunakan komponen-komponen utama yang terdiri atas transfomator,dioda, transistor mosfet, resistor,kapasitor, induktor dan alat ini dirancang berbasis mirokontroller ATMega 8535. Pemanas induksi ini dirancang pada resonansi Frekuensi 50Khz, selanjutnya diuji coba untuk melakukan proses perlakuan panas permukaan pada spesimen baja atau besi sehingga menimbulkan panas. Hasil pengujian yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung besarnya energi kalor dan efisiensi energi dari alat pemanas induksi.
Kata kunci : Pemanas Induksi, Solenoide, ATMega8535.
8
INDUCTION HEATING DESIGN USING LOW POWERED WITH SOLENOI DE COI L
BASED MICROCONTROLLER ATMEGA 8535
ABSTRACT
Has done research on the induction heating of the test material by using solenoide coil, wherein the induction heaters generate heat in the load affected by the induction of the magnetic field, this is because the metal arising eddy current or eddy currents whose direction the circular as a result of magnetic induction causing flux magnetic, causing heat to the load.Induction heating required to make a tool that is capable of generating electrical energy. The tool is used at 24 Volts, where strong currents used 40 Ampere. This circuit uses the power supply and assembled using major components consisting of transfomator, diodes, MOSFET transistors, resistors, capacitors, inductors, and the tool is designed based mirokontroller ATMega 8535.Induction heating is designed in the resonance frequency of 50KHz, and then tested to make the pro cess of heat treatment on the surface of the specimen steel or iron, causing heat. The test results obtained can be used to calculate the amount of heat energy and energy efficiency of induction heating devices.
Keywords: Induction Heating, solenoide, ATMega8535.
9
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan ............................................................................................................ i Pernyataan ........................................................................................................... ii Penghargaan ....................................................................................................... iii Abstrak ................................................................................................................iv Abstract ............................................................................................................... v Daftar Isi...............................................................................................................vi Daftar Tabel......................................................................................................... vii Daftar Gambar ................................................................................................... viii Daftar Lampiran....................................................................................................ix
Bab 1.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3
Batasan Masalah ........................................................................... 2
1.4
Tujuan Penelitian .......................................................................... 2
1.5
Manfaat Penelitian ......................................................................... 2
1.6
Sistematika Penulisan .................................................................... 3
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1
Defenisi Pemanas Induksi .............................................................. 4 ........................................................................................................
2.2
Cara Kerja Pemanas Induksi ........................................................... 4
2.3
Arus Eddy (Eddy Curent) ............................................................... 7
2.4
Induksi Magnet Pada Solenoide...................................................... 9
10
2.5
Solenoide ...................................................................................... 11
2.6
Efek Histerisis ............................................................................... 13
2.7
Desain Lilitan Pemanas ................................................................. 15
2.8
Ukuran Pemanasan Dari Pemanas Induksi ..................................... 18
2.9
Mosfet ........................................................................................... 20
2.10 Termokopel ................................................................................... 22 2.10.1 Termokopel Tipe N ............................................................ 23 2.10.2 Prinsip Kerja Termokopel ................................................... 24
Bab 3. Metodologi Penelitian
3.1
Diagram Blok ................................................................................ 25
3.2
Penentuan Spesifikasi Alat ............................................................ 26 3.2.1 Rangkaian Solenoide ............................................................ 28 3.2.2 Rangkaian Toroida ............................................................... 33 3.2.3 Rangkaian Power Supply ...................................................... 35 3.2.4 Rangkaian Driver.................................................................. 39 3.2.5 Rangkaian Penyearah............................................................ 41 3.2.6 Rangkaian Daya ................................................................... 42
3.3. Diagram Alir .................................................................................. 45 ........................................................................................................ 3.3.1 Diagram Alir Program Mikrokontroler................................. 45 3.3.2 Diagram Alir Program Visual Basic V.6.0 ............................ 46
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1
Pengujian Pemanas Induksi............................................................ 47 4.1.1 Pengujian beban 50 gram ...................................................... 49 4.1.1 Pengujian beban 100 gram .................................................... 50
4.2
Perolehan Data Dan Perhitungan Data Dari Pengujian ................... 51 4.2.1 Konstanta Eddy .................................................................... 51
11
4.2.1 Konstanta Histerisis .............................................................. 52 4.2
Perolehan Data Dan Perhitungan Data Dari Pengujian ................... 52
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan .................................................................................. 66 ........................................................................................................
5.2
Saran ............................................................................................ 67 ........................................................................................................
Daftar Pustaka
12
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
Tabel
3.1.1
Kabel vs Diameter Arus pada solenoide.
26
3.1.2
Kemampuan Hantar Arus
27
3.1.3
Hambatan jenis beberapa bahan
29
3.1.4
Tabel untuk lilitan primer & sekunder
34
4.3.1
Tabel pengujian beban 50 gram
48
4.3.2
Tabel pengujian beban 100 gram
49
4.3.3
Tabel pengujian beban 150 gram
51
4.3.4
Tabel pengujian beban 200gram
53
4.3.5
Tabel pengujian beban 250 gram
55
4.3.6
Tabel pengujian beban 300 gram
57
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
Gambar
2.1
Lilitan Solenoide pada kawat
2.2
solenoide silinder panjang pada kumparan
8
Seperti pada kawat 2.3
11
Medan magnet pada titik P sejauh x dari sumbuh sebuah kawat lingkaran berarus listrik
11
2.4
Solenoide dengan banyaknya lilitan n
12
2.5
Medan magnet dalam suatu solenoide
12
2.6
Grafik lingkar Histerisis
15
2.7
Induktansi pada kurva histerisis
16
2.8
Rangkaian pemanas induksi dengan sumber AC
18
2.9
Struktur Mosfet depletion-mode
21
2.10
Penampang D-Mosfet( depletion-mode)
22
3.1
Diagram Blok pemanas induksi dengan metode solenoide
3.2
24
Diagram Alir Sistem kerja keseluruhan alat pemanas induksi dengan Metode Solenoide
25
3.3
Gambar medan magnet pada solenoide
26
3.4
Tembaga berbentuk Pipa
26
3.5
Bentuk lilitan Solenoide
28
3.6
Rangkaian power supply
33
3.7
Konstruksi dan Symbol trafo
36
3.8
Rangkaian Mosfet
37
3.10
Rangkaian Driver
38
3.11
Penyearah 1fasa gelombang penuh dengan kapasitor 39
14
3.11
Rangkaian Daya
4.1
Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan waktu pada massa beban yaitu 50 gram
4.2
54
Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan waktu pada massa beban yaitu 250 gram
4.6
52
Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan waktu pada massa beban yaitu 200 gram
4.5
50
Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan waktu pada massa beban yaitu 150 gram
4.4
49
Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan waktu pada massa beban yaitu 100 gram
4.3
40
57
Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan waktu pada massa beban yaitu 300 gram
60
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
Lamp
1.
Gambar Alat percobaan
-
2.
Program Visual Basic V.6.0
-
3.
Program Code vision AVR
-
4.
Data Sheet Mosfet IRFP 260 N
-
5.
Data Sheet Atmega 8535
-
7
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLENOIDE COIL BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 8535
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pemanas induksi terhadap pengujian bahan dengan menggunakan solenoide coil, dimana pada pemanas induksi timbul panas pada beban yang terkena induksi medan magnet, hal ini disebabkan karena pada logam timbul arus eddy atau arus pusar yang arahnya melingkar akibat dari induksi magnet yang menimbulkan fluks magnetik, sehingga menimbulkan panas pada beban. Untuk membuat pemanas induksi diperlukan suatu alat yang mampu menghasilkan energi listrik yang besar. Alat ini menggunakan pada tegangan 24 Volt ,dimana kuat arus yang digunakan 40 Ampere. Rangkaian ini menggunakan power supply dan dirangkai menggunakan komponen-komponen utama yang terdiri atas transfomator,dioda, transistor mosfet, resistor,kapasitor, induktor dan alat ini dirancang berbasis mirokontroller ATMega 8535. Pemanas induksi ini dirancang pada resonansi Frekuensi 50Khz, selanjutnya diuji coba untuk melakukan proses perlakuan panas permukaan pada spesimen baja atau besi sehingga menimbulkan panas. Hasil pengujian yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung besarnya energi kalor dan efisiensi energi dari alat pemanas induksi.
Kata kunci : Pemanas Induksi, Solenoide, ATMega8535.
8
INDUCTION HEATING DESIGN USING LOW POWERED WITH SOLENOI DE COI L BASED MICROCONTROLLER ATMEGA 8535
ABSTRACT
Has done research on the induction heating of the test material by using solenoide coil, wherein the induction heaters generate heat in the load affected by the induction of the magnetic field, this is because the metal arising eddy current or eddy currents whose direction the circular as a result of magnetic induction causing flux magnetic, causing heat to the load.Induction heating required to make a tool that is capable of generating electrical energy. The tool is used at 24 Volts, where strong currents used 40 Ampere. This circuit uses the power supply and assembled using major components consisting of transfomator, diodes, MOSFET transistors, resistors, capacitors, inductors, and the tool is designed based mirokontroller ATMega 8535.Induction heating is designed in the resonance frequency of 50KHz, and then tested to make the pro cess of heat treatment on the surface of the specimen steel or iron, causing heat. The test results obtained can be used to calculate the amount of heat energy and energy efficiency of induction heating devices.
Keywords: Induction Heating, solenoide, ATMega8535.
16
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanas induksi merupakan salah satu produk teknologi yang sudah lama dibuat dan digunakan didalam industri maupun rumah tangga. Teknologi ini terus berkembang dari masa ke masa. Pada masa lalu, pemanas induksi menggunakan teknologi yang sederhana,
pada
umumnya
produk
tersebut
berdimensi
yang
besar.
Dengan
berkembangnya teknologi elektronika daya, pemanas induksi dapat dengan dimensi yang kecil. Pemanas induksi yang menggunakan solenoide memiliki keterkaitan erat dengan frekuensi kerja, nilai tegangan dan arus masukan, dan berbentuk benda yang akan dipanaskan. Masing – masing faktor tersebut memiliki pengaruh terhadap karakteristik panas yang dihasilkan. Dengan menggunakan mikrokontroler dan elektronika daya, faktor- faktor tersebut dapat diubah nilainya sehingga memungkinkan untuk pengujian karakteristik panas. Penerapan pemanas induksi menggunakan selonoide dalam otomotif bisa diterapkan dalam memperbaiki handle bar (stang) sepeda motor untuk meluruskan atau membengkokan dengan cara yang sistematis apabila mengalami kerusakan atau memodifikasi handle bar atau bagian lainya, dengan penerapan siste m pemanas induksi. Tugas akhir ini dilakukan untuk merancang sebuah system pemanas induksi dengan metode selonoide coil . Selain perancangan dan pembuatan pemanas induksi ini, penelitian akan dilakukan dengan mengubah- ubah besaran tertentu seperti waktu dan massa beban yang dikaitkan pengaruhnya terhadap suhu yang dihasilkan pemanas induksi. Perancangan dan pembuatan pemanas induksi ini didasarkan pada teori inducting heating dan hasil pengujiannya dianalisa berdasarkan teori yang ada.
17
1.2. Rumusan masalah
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Diperlukannya alat pemanas induksi yang dibuat dengan dimensi yang kecil dan lebih murah.
2.
Bagaimana sebuah alat pemanas induksi dapat dimanfaatkan secara optimal didalam dunia otomotif.
3.
Bagaimana sebuah system pemanas induksi berbasis meto de solenoide dirancang dengan daya yang rendah dengan
frekuensi berkisar 50 KHz
sehingga menghasilkan jumlah kalor yang tinggi.
1.3 Batasan Masalah
Batasan – batasan masalah yang ada pada ruang lingkup masalah adalah : 1. Membuat alat pemanas induksi dengan memanfaatkan arus eddy sebagai akibat dari induksi elektromagnetik dengan solenoide yang digunakan untuk pengujian beberapa nilai frekuensi kerja . 2. Solenoide dibuat dari bahan tembaga dibentuk dengan lilitan dan disesuaikan dengan bentuk alat yang akan dirancang.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan untuk : 1. Merancang sebuah system pemanas induksi dengan menggunakan solenoide. 2. Menghitung titik energi panas maksimum yang dihasilkan sehingga dapat diperoleh spesifikasi pemanas induksi dengan pengujian bahan. 3. Mengkombinasikan sistem kerja antara mikrokontroller sebagai pengendali utama dengan alat pemanas induksi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui jumlah energi panas maksimum yang dihasilkan dengan komponen elektronika daya dengan alat pemanas induksi menggunakan solenoide.
18
2. Memberikan informasi bahwa alat pemanas induksi dapat dimanfaatkan secara optimal, pada skala kecil atau pun keperluan sederhana.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberi gambaran dalam mempermudah serta memahami tentang RANCANG DENGAN
BANGUN
PEMANAS
METODE
INDUKSI
SOLENOIDE
BERDAYA COIL
RENDAH BERBASIS
MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 maka penulis menulis skripsi ini
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan pendahuluan yaitu membahas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang teori – teori yang mendukung pembahasan tentang cara kerja dari teori rangkaian pemanas induksi dari energi elektik menjadi energi panas atau kalor.
BAB III
: METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode penelitian yakni, alat- alat dan bahan yang digunakan serta prosedur percobaan. BAB IV
: HASIL DAN ANALISIS
Bab ini menguraikan data penelitian yang diperoleh peneliti, dan menerangkan pengolahan data serta hasil dari penelitia n.
BAB V
: PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dalam penyusunan tugas akhir ini
19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pemanas Induksi
Pemanas induksi adalah timbulnya panas pada logam yang terkena induksi medan magnet, hal ini disebabkan karena pada logam timbul arus Eddy atau arus pusar yang arahnya melingkar melingkupi medan magnet terjadinya arus pusar akibat dari induksi magnet yang menimbulkan fluks magnetik yang menembus logam, sehingga menyebabkan panas pada logam. Induksi magnet adalah kuat medan magnet akibat adanya arus listrik yang mengalir dalam konduktor. Pemanasan induksi juga disebut sebagai proses pemanasan non-kontak yang menggunakan listrik frekuensi tinggi untuk menghasilkan panas yang konduktif secara elektrik. Karena non-kontak, proses pemanasan tidak mencemari bahan yang sedang dipanaskan. Hal ini juga sangat efisien karena panas yang sebenarnya dihasilkan di dalam benda kerja, ini dapat dibandingkan dengan metode pemanasan lain dimana panas yang dihasilkan dalam elemen api atau pemanas, yang kemudian diterapkan pada benda kerja. Untuk alasan ini, pemanas induksi cocok untuk beberapa aplikasi yang unik dalam industri (Noviansyah Ryan).
2.2 Cara Kerja Pemanas Induksi
Sebuah sumber listrik digunakan untuk menggerakkan sebuah arus bolak balik atau yang biasa disebut sebagai arus AC yang besar melalui sebuah kumparan induksi. Kumparan induksi ini dikenal sebagai kumparan kerja. Aliran arus yang melalui kumparan ini menghasilkan medan magnet yang sangat kuat dan cepat berubah dalam kumparan kerja. Benda kerja yang akan dipanaskan ditempatkan dalam medan magnet ini dengan arus AC yang sangat kuat. Ketika sebuah beban
20
masuk dalam kumparan kerja yang dialiri oleh arus AC, maka nilai arus yang mengalir akan mengikuti besarnya sesuai dengan nilai beban yang masuk. Medan magnet yang tinggi dapat menyebabkan sebuah beban dalam kumparan kerja tersebut melepaskan panasnya, sehingga panas yang ditimbulkan oleh beban tersebut justru dapat melelehkan beban itu sendiri. Karena panas yang dialami oleh beban akan semakin tinggi, hingga mencapai nilai titik leburnya. 2.3 Arus Eddy (Eddy Curent)
Pada saat arus bolak-balik (AC) mengalir pada setiap konduktor maka akan timbul medan magnet bolak-balik disekitar tepat tersebut. Begitu pula pada saat setiap bahan konduktif ditempatkan dalam medan magnet bolak-balik maka aliran arus akan timbul dalam bahan tersebut. Arus yang timbul pada bahan akan melawan medan magnet yang dibangkitkan, hal ini cenderung menghilangkan medan magnet. Karena fluks eksternal harus menembus permukaan sebelum mencapai bagian dalam bahan konduktif ini, maka aliran arus akan lebih dekat ke permukaan. Intensitas medan magnet yang digunakan untuk melawan arus akan menyimpan arus didalam bahan tesebut dimana intensitas tersebut merupakan fungsi dari frekuensi. Apabila frekuensinya ditingkatkan maka aliran arus menjadi lebih efektif dalam membangkitkan seluruh medan magnet yang dibutuhkan, dan arus yang kecil akan mengalir pada lapisan dibawah permukaan. Peristiwa yang terjadi ini disebut dengan efek kulit (Skin Effect) dimana efek kulit sangat berguna untuk menghasilkan konsentrasi arus pada permukaan bahan dan arus yang keluar dipermukaan bahan tersebut dinamakan dengan arus Eddy (Eddy Curent). Panas yang dihasilkan oleh resistansi pada bahan inti terhadap arus Eddy disebut dengan rugi-rugi arus eddy, karena arus eddy ditimbulkan oleh perubahan kerapatan fluks pada inti besi dengan menggunakan lilitan utama yang diberi tenaga.
21
Pada mesin induksi biasanya rugi-rugi yang kita perlukan terdapat pada besi stator, dan diperoleh dengan mengukur masukan pada mesin saat bekerja tanpa beban pada kecepatan atau frekuensi tertentu dan dengan fluks yang semestinya. Pada rugi-rugi arus eddy tergantung pada kuadrat dari kerapatan fluksi, dan frekuensi untuk keadaan alat normal, besarnya rugi-rugi arus eddy dinyatakan dengan persamaan: 2
Pe = K c (Bmaks .f) …………………………………………..(2.1)
Keterangan : Pe = Rugi-rugi arus eddy
(Watt)
K c = Konstanta eddy f = Frekuensi
(Hz)
Bmaks = Fluks Maksimum
(Wb/m2)
Penjelasan mengenai arus eddy dan rugi-rugi arus eddy dapat penulis jadikan dasar teori bahwa intensitas dari medan eksternal akan mempengaruhi besaran (magnitude) dari aliran arus eddy, sehingga mempengaruhi kemampuan pemanasan dimana frekuensi mempengaruhi kedalaman arus yang dapat menembus permukaan. Kedua persamaan rugi-rugi diatas yaitu rugi-rugi histerisis dan rugi-rugi arus eddy maka kita dapat menjelaskan berapa besar presentasi efisiensi dari pemanas induksi. Untuk menghitung jumlah rugi-rugi pada inti besi maka harga dari kedua rugi-rugi tersebut harus diketahui terlebih dan menggunakan persamaan:
rugi-rugi = P + P c
h
…………………………………(2.2)
22
Keterangan: Pc = Rugi-rugi arus eddy
(Watt)
Ph = Rugi-rugi histerisis
(Watt)
Hasil energi yang diterima dari sumber arus akan menghasilkan rugi-rugi dan akhirnya timbul panas pada inti lilitan, maka pertimbangan terhadap rugirugi suatu alat merupakan hal yang penting. Ada tiga pertimbangan penting antara lain: 1. Rugi-rugi menentukan efisiensi alat dan cukup berpengaruh terhadap biaya pemakaian alat tersebut. 2. Rugi-rugi menentukan pemanasan alat sehingga menentukan pula keluaran daya atau ukuran yang dapat diperoleh tanpa mempercepat pendinginanan isolasinya. 3. Jatuhnya tegangan atau komponen arus yang bersangkutan dengan rugi-rugi yang dihasilkan harus dipertimbangkan dengan jelas dalam penampilan alatnya. Pengukuran rugi-rugi mempunyai keuntungan karena mudah dan murah untuk dilaksanakan dan menghasilkan harga yang lebih teliti dan cermat. Selain itu presentasi kesalahan yang diberikan dalam pengukuran rugi-rugi hanya menyebabkan
sekitar
sepersepuluh
(1/10)
kesalahan
presentasi
pada
efisiensinya. Efisiensi yang ditentukan dari pengukuran rugi-rugi dapat dipergunakan untuk membandingkan alat sejenis jika metode pengukuran dan perhitungannya sama. Rugi-rugi I2R akan ditentukan pada semua lilitan mesin dan diasosiasikan dengan fluks yang berubah terhadap waktu dalam bahan magnetic. Pada lilitan mesin bahan untuk membuat inti kumparan yaitu besi, maka rugi-rugi inti pada rangkaian terbuka disebut sebagai rugi-rugi inti besi, adapun rugi-rugi inti besi ini terbagi menjadi dua yaitu rugi-rugi histerisis dan rugi-rugi arus eddy seperti yang telah dijelaskan diatas.(Tipler,1998)
23
2.4 Induksi magnet pada Solenoida
Solenoid adalah kawat panjang dengan banyak loop seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2.1 lilitan
Solenoide pada kawat
Setiap loop kawat akan menghasilkan medan magnet seperti pada gambar a. Dan medan magnet total didalam solenoid adalah jumlahan dari setiap magnet yang dihasilkan oleh setiap loop kawat tersebut. Jika loop kawat sangat dekat (rapat) medan magnet didalam solenoid adalah paralel kecuali diujung-ujung solenoid seperti gambar b.
Untuk menghingtung medan magnet dalam solenoid, kita ambil satu lintasan dari persegi panjang abcd seperti gambar dibawah.
I ( + ( + (
Sehingga, ab
0
bc
cd +
(
da
= µ 0 I
24
Medan magnet pada segmen ab adalah kecil sekali (mendekati nol) karena berada diluar solenoid sehingga (
ab
∞ 0. Medan magnet pada segmen bc dan
da adalah nol karena arah lintasan (segmen) adalah tegak lurus terhadap arah medan magnet dalam solenoid. Dari pemikiran tersebut terlihat bahwa medan magnet hanya berasal dari segmen cd yang panjangnya = l . Jadi :
= µ I = µ NI (
cd
0
0
Arus yang mengalir pada kawat adalah I. Jadi arus yang mengalir pada setiap kawat adalah juga = I. sehingga pada lintasan yang ditinjau (yaitu persegi panjang) abcd , jumlah arus yang lewat adalah NI , dimana N adalah jumlah loop pada lintasan. Jadi ,
= µ 0 NI. Jika n = N/l. atau jumlah loop persatuan
panjang, maka medan magnet dalam solenoide adalah:
= µ nI . (Pratama Iwan). 0
Solenoide merupakan salah satu jenis kumparan terbuat dari kabel panjang yang dililitkan secara rapat dan dapat diasumsikan bahwa panjangnya jauh lebih besar dari pada diameternya. Dalam kasus solenoid ideal , panjang kumparan adalah tak hingga dan dibangun dengan kabel yang saling berhimpit dalam lilitannya, dan medan magnet di dalamnya adalah seragam dan paralel terhadap sumbu solenoid. Kuat medan magnet untuk solenoid ideal adalah:
…………………………………………………(2.3) 0.
`
Keterangan :
= adalah kuat medan magnet, = adalah permeabilitas ruang kosong, = adalah kuat arus, = adalah jumlah lilitan.
25
Jika terdapat batang besi dan ditempatkan sebagian panjangnya di dalam solenoide, batang tersebut akan bergerak masuk ke dalam solenoid saat arus dialirkan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan tuas, membuka pintu, atau mengoperasikan relai. Kelistrikan dan kemagnetan telah lama dikenal. Namun para ilmuwan belum mengetahui bahwa ada hubungan antara keduanya. Hubungan keduamya baru diketahui ketika Hans Christian Oersted menunjukkan bahwa kompas yang berada di bawa kawat konduktor berarus akan menyimpang. Besarnya induksi magnet pada kawat konduktor lurus berarus yang panjang tak berhingga dituliskan secara matematis B = µi/ 2πa. Dimana B adalah induksi magnet (T), i adalah arus (A) dan a adalah jarak dari kawat konduktor (m). Salah satu cara yang paling praktis untuk menciptakan medan magnet yang dikendalikan adalah untuk membangun solenoide. Sebuah solenoid adalah silinder panjang pada kumparan seperti kawat. Ketika arus dialiri melalui kawat, medan magnet dibuat dalam bentuk silinder. Solenoide biasanya memiliki panjang beberapa kali diameternya. Kawat adalah di sekitar bagian luar silinder panjang dalam bentuk heliks dengan lapangan kecil. Medan magnet dibuat di dalam silinder cukup seragam, terutama jauh dari ujung solenoid.
: Gambar2.2
Solenoide silinder panjang pada kumparan seperti kawat.
Di dalam solenoid ada kawat bermotor melingkar dengan cara yang khusus (lihat gambar di atas). Ketika dialiri arus listrik melalui kawat ini (energi), maka terjadi
26
medan magnet. Pada Poros solenoide ada piston seperti silinder terbuat dari besi atau baja, yang disebut pendorong.
2.5 Solenoide.
Solenoide merupakan induktor yang terdiri dari gulungan kawat yang kadang di dalamnya dimasukkan sebuah batang besi berbentuk silinder dengan tujuan memperkuat medan magnet yang dihasilkan. Solenoida digunakan dalam banyak perangkat elektronika seperti bel pintu atau pengeras suara.secara skematik gambar solenoida ada lah sebagai berikut ;
dl
ȓ
X
R
dBy dB θ
x dBx
θ
P
x
z
Gambar 2.3
dBx
: Medan magnet pada titik P sejauh x dari sumbuh sebuah kawat lingkaran berarus listrik.
Solenoida terdiri dari N buah liltan kawat berarus listrik I , dimana medan magnet yang dihasilkan memiliki arah seperti pada gambar ,dimana kutub utara magnet mengikuti aturan tangan kanan 1.
27
Gambar 2.4 : Solenoide
dengan banyaknya lilitan n
Besarnya medan magnet yang dihasilkan pada sebuah titik P pada sumbu didalam solenoida adalah sebagai jumlah dari medan magnet yang dihasilkan sebuah kawat berbentuk lingkaran dengan x yang berubah sehingga dari persamaan berikut :
............................................(2.4)
Diperoleh
……….....................………(2.5)
jika solenoida sepanjang L maka dapat dibentangkan dari – x1 sampai x2seperti pada gambar berikut :
P
R
-x
Gambar 2.5 : Medan
x
X2
magnet dalam suatu solenoide
28
Dengan panjang L, solenoida yang terdiri dari N buah lilitan maka jumlah lilitan persatuan panjang sebut saja n adalah n = N/L . Maka jika kita jumlahkan seluruh lilitan sebanyak ndx, kita harus melakukan integrasi untuk seluruh dx dari – x1 ke x2. :
………………………(2.6)
Dari hasil bentuk integral ini dapat dilihat pada tabel- tabel integral baku pada buku kalkulus, dimana berlaku :
…………………….............…(2.7)
Sehingga:
……………….....………(2.8)
……………………..........…(2.9)
Sehingga medan magnet ditengah sumbu solenoida adalah :
………………….....……(2.10)
Jika jari-jari solenoida R maka dapat dianggap jauh lebih kecil dari X 1 dan X2, maka suku pertama dalam kurung pada persamaan terakhir dapat didekati :
……………….......................…(2.11)
29
Demikian juga suku kedua sehingga :
…………….......................................…(2.12)
Dengan demikian dapat diperoleh kuat medan magnet untuk solenoida dengan jumlah lilitan persatuan panjang n adalah :
………………………...........................(2.13) 0.
Untuk menurunkan medan magnet di dalam solenoida dari persamaan diatas dapat dilakukan melalui hukum Ampere.
2.6 Efek Histerisis
Hysteresis adalah ketergantungan sebuah sistem, tidak hanya pada keadaannya sekarang, tetapi juga pada keadaannya pada masa lalu. Ketergantungan ini muncul karena sistem tersebut dapat berada di lebih dari satu kondisi internal. Untuk mengira-ngira perubahan berikutnya, baik kondisi internal maupun sejarahnya harus diketahui. Bila sebuah masukan yang diberikan naik dan turun secara bergantian, keluarannya akan cenderung membentuk sebuah ikal di Gbr. Dibahah. Bagaimanapun, ikal-ikal juga terjadi karena keterlambatan dinamis antara masukan dengan keluaran. Seringkali, efek ini mengacu kepada histeres is. Efek ini menghilang saat masukannya berganti secara perlahan, jadi para ahli tidak menganggap hal itu sebagai histeresis sebenarnya. Histeresis terjadi di bahan bahan feromagnetik dan feroelektrik, seperti pada deformasi bahan-bahan (sepert i karet gelang) dalam merespon berbagai gaya. Di sistem alami, histeresis selalu dihubungkan dengan perubahan termodinamika tak-terbalikkan. Banyak sistem buatan didesain untuk mempunyai histeresis, contohnya, di termostat dan pemicu Schmitt, histeresis dibuat oleh umpan balik positif untuk menghindari peralihan cepat yang tidak diinginkan.
30
Bahan magnetik yang sangat baik untuk mendesain sebuah inti kumparan adalah dari ferromagnetik/ferrimagnetik karena bahan tersebut memiliki momen magnetik yang sangat kuat. Untuk menyearahkan momen- momen kedaerah weiss besarnya kuat medan (H) yang berhubungan dengan kerap atan fluks sangat ( B ) berpengaruh pada inti kumparan tersebut. Histerisis adalah suatu kondisi dimana sebuah momen magnet bahan merupakan fungsi magnetik yang berubah – ubah . dimana dalam menyearahkan momen magnet ke daerah weiss menggunakan dua cara yaitu dengan gaya magnetisasi dalam dan gaya magnetisasi luar. Apabila kita menggunakan gaya magnetisasi dari luar dan gaya magnetisasi yang tersebut dikurangi maka momen magnetiknya akan kembali kearah magnetisasi yang terdekat dengan medan yang dipergunakan. Tetapi jika tidak menggunakan gaya magnetisasi dari luar maka momen magnetik akan mengarah ke daerah weiss secara alamiah dan arahnya akan berasosiasi dengan struktur kristal. Jika kuat medan ( H ) semakin kuat maka penyearahan momen akan semakin berhasil, tetapi akan mengakibatkan perubahan nilai yaitu anatara nilai B dan H tidak berbanding lurus. Dengan adanya gaya magnetisasi itu merupakan gejala dimana momen mengalami “ gesekan “ yaitu perubahan arah momen dan pergeseran batas daerah weiss. Pergeseran batas daerah weiss itu terhambat karena momen – momen tersebut saling kait – mengkait atau saling tersangkut. Karena hal tersebut diatas maka menimbulkan grafik yang tidak berupa garis lurus dan disebut dengan liku histerisis. Apabila medan ( H ) diturunkan maka medan ( B ) tidak ikut menurun secara sebanding, ini akibat “ gesekan “ tersebut diatas sehingga medan magnet B cenderung bertahan . jika medan ( H ) dinaikkan atau diturunkan baik kearah positif atau kearah negatif maka perbedaan nilainya dapat kita lihat dengan grafik, grafik tersebut dapat kita lihat melalui lingkaran histerisis dbawah ini.
31
B1
O1 O2
B2 b O3
e
c -H1
i H2
-H2
H1 Medan pemagnet H
0
a -B2
d
-B1
Gambar 2.6
: lingkar Histerisis
Pada gambar diatas dapat kita amati dengan tanda anak panah yaitupada saat rangkaian magnet dalam meghasilkan fluks mengalami penambahan maka intensitas medan magnet juga mengalami penambahan sesuai perubahan dari +H1 ke – H1. Apabila siklus ini dilewatkan rangkaian beberapa kali, maka kerapatan fluks magnet yang dihasilkan +B1 ke – B1 dan merupakan sebuah fungsi yang bernilai tidak tunggal terhadap nilai H.
32
: Gambar 2.7
Induktansi pada kurva Histerisi
Variasi harga B dengan H adalah yang mengelilingi simpal a 1, b, c, d,e ,f,a1, jika medan pemagnet H1 dihilangkan maka sejumlah magnet sisa (remanent ) yang sama dengan titik 0b. Untuk menghilangkan remanent maka medan pemagnet H harus dibalik (dinegatifkan) disebut dengan medan kohersif pada titik 0c. (Ishaq mohamad,2007).
2.7 Desain Lilitan Pemanas
Dalam membuat perencanaan pemanas induksi (lilitan pemanas) maka harus diperhatikan bahwa panas yang ditimbulkan pada bahan tersebut sepenuhnya hasil dari fluks magnetic. Fluks magnetic yang timbul karena lilitan inductor tersebut akan menjadi pengontrol panas yang diinginkan. Apabila intensitas bentuk fluksi mengalami perubahan maka akan berpengaruh pada panas yang dihasilkan. Fluksi magnetic yang dihasilkan tersebut akan berbanding lurus dengan jumlah putaran-ampere dalam lilitan, yaitu arus lilitan mengatur jumlah efektif dari putaran. Panas yang dihasilkan dari kumparan dapat kita bangkitkan pula dengan kepekatan fluksi dari konduktor , pengurangan
33
spasi sekitarnya dan kedekatan lilitan dengan bahan yang dipanaskan. Apabila perancang ingin mendapatkan konsentrasi yang tinggi pada alat pemanas induksi yang berada dalam ruang yang terbatas, maka digunkan lilitan putaran tunggal yang dapat mengangkat arus tinggi. Karena pemanas ini akan dibangkitkan dari tegangan dan frekuensi yang cukup tinggi, maka penggunaan lilitan inductor sangat diperhatikan. Lilitan inductor kumparan yang didesain harus dicermati sekali dan memperhatikan sifatsifat yang penting yaitu antaran lain : 1. Hambatan dalam, dimana hambatan dalam ini akan mempengaruhi besarnya arus pada kumparan. Hal ini berpengaruh pada pula pada harga rug i-rugi. 2. Induktansi kumparan bergantung pada suhu. Perubahan suhu berakibat perubahan ukuran-ukuran fisik dari kumparan (panjang lilitan dan luas penampang)sehingga induktansi akan berubah. 3. Pada kumparan yang menggunakan inti besi, hasil induktansinya akan bergantung pada kuat arus yang mengalir pada kumparan. 4. Dalam kondisi harga arus tertentu , induktansi akan menurun dan hal ini disebabkan inti besi sudah jenuh. Pada frekuensi yang lebih tinggi, panas yang dibandingkan oleh fluksi magnetic sangat dipengaruhi oleh penggunaan inti besi, hal tersebut disebabkan karena dengan menggunakan inti besi rugi, rugi-rugi arus eddy yang ditimbulkan sangat tinggi nilainya,sehingga panas yang dihasilkan juga aka n semakin tinggi. Sebuah pemanas induksi dapat digunakan untuk mengaplikasikan rangkaian inverter satu fasa apabila suplai frekuensi yang digunakan untuk pemanas induksi tersebut sesuai dengan sumber rangkaian inverter satu fasa tersebut. Frekuensi yang dihasilkan dari sumber AC akan diterapkan untuk perencanaan pemanas induksi yang lebih konvensional. Pada pemanas ini menggunakan inti besi berupa besi pejal, dimana inti besi tersebut akan membantu menyalurkan panas kebahan lain yang akan dipanaskan sebagai aplikasinya.
34
Berikut ini adalah gambar rangkaian pemanas induksi yang bersumber dari rankaian inverter satu fasa.
A Rangkaian Sumber AC
Gambar 2.8. Rangkaian
f
v
pemanas induksi dengan sumber AC
Pada gambar rangkaian di atas pe manas induksi menggunakan besi sebagai intinya, sehingga lilitan dibuat sebagai putaran lilitan tunggal pada inti besi tersebut. Dengan menghubungkan rangkaian sumber AC dengan pemanas maka kita harus menyesuaikan factor daya,tegangan,frekuensi,dan arus sesuai dengan kapasitas yang diijinkan dari rangkaian sumber AC. Apabila factor-faktor tersebut diatas sudah kita ketahui, maka pemanas induksi yang kita desain harus sesuai dengan sumber AC. Dan dikarenakan kompleksitas factor-faktor yang mempengaruhi pendesain lilitan pemanas , maka cara termuda untuk menentukan desain pemanas induksi ini menggunakan cara tial (toroidal) dengan langkah pemanas sebagai berikut : 1. Lilitan disesuaikan dengan bahan inti kumparan,apabila garis bentuk inti kumparan tidak tajam maka harus dibuat dan lilitan harus posisi te ngah kumparan. 2. Karena pojok – pojok tajam dari inti besi akan panas terlebih dahulu dan ini karena kensentrasi fluksi dan ketiadaan masa , maka lilitan harus diletakkan pada bagian-bagian tersebut. 3. Jika logam yang berbeda dijadikan pemanas, maka fluksi magnetic akan terkonsentrasi pada logam yang paling lambat untuk panas. Untuk itu digunakan baja magnetic untuk inti besinya dan juga untuk bahan yang dipanaskan, hal ini disebabkan baja magnetic lebih mudah panas.
35
4. Pada pengerasan lilitan pada tepi kumparan harus digandakan untuk pembatasan peralatan, hal ini dikarenakan lapisan luar lilitan jauh kurang efisiensi dibandingkan dengan lapisan sebelumnya. 5. Tipe dan ukuran lilitan yang digunakan pada kumparan ditentukan oleh dua factor antara lain kemampuan daya dari sumber AC dan harga maksimum induktansi yang diperbolehkan.
2.8 Ukuran Pemanasan Dari Pemanas Induksi
Salah satu yang penting dari desain pemanas induksi ini adalah hasil pengukuran pemanasan yang berupa panas (kalor ). Dengan mengetahui ukuran pemanasan yang dihasilkan, maka kita dapat memperkirakan apakah alat ini dapat diterapkan pada dunia industri sekarang ini. Hal ini bergantung pada beberapa factor antara lain desain pemanas induksi tersebut dan kapasitas dari sumber AC yang digunakan pada pemanas induksi. Apabila suhu pada inti besi yang telah terhubung pada sumber AC terjadi kenaikan, maka pemanas induksi ini dapat dikatakan sudah dapat berfungsi dengan baik. Kenaikan suhu yang terjadi pada inti besi tersebut disebabkan oleh rugi-rugi arus eddy. Rugi arus eddy ini merupakan factor utama dalam menentukan hasil ukuran pemanas yaitu berupa kalor yang sesuai dengan ke inginan. Ukuran pemanasan pada pemanas induksi ini akan dapat kita ketahui dengan mengukur kalor pada inti besi. Kemudian kita dapat membandingkan hasil ukuran pemanasan yaitu apabila kita menggunakan inti besi yang berbeda ukurannya. Sebelum kita mengetahui berapa kalor yang dihasilkan oleh pemanas induksi tersebut terlebih dahulu kita harus mengetahui defenisi kalor. Kalor adalah sesuatu yang dipindahkan diantara suatu system dan linkungannya sebagai akibat perbedaan temperature (suhu).
36
Berikut ini adalah persamaan untuk mendapatkan besar kalor pada pemanas induksi : Q = m.c. ∆T……………………………………………….( 2.14 )
Keterangan : Q = Kalor
(kalori)
∆T = kenaikan suhu
( 0c)
m = massa inti besi
(gr)
c = kalor jenis besi
(0,11 kal/g 0c)
Satuan dari kalor adalah kalor memiliki hubungan dengan energy mekanik, dimana satuan energy mekanik adalah joule sehingga telah ditetapkan dari hukum kekekalan energy bahwa : 1 kalori = 4,186 joule. Setelah kita mengetahui kalor yang dihasilkan, maka kita dapat mengetahui kapasitas dari kalor yang dihasilkan tersebut dengan persamaan sebagai berikut : C=
………………………………………………...........(2.15)
Keterangan :
C = kapasitas kalor
(kal/0c)
Q = kalor
(kalori)
∆T = kenaikan suhu
( 0c)
Harga kalor yang telah diketahui akan penulis ubah ke energy mekanik dengan joule, yaitu untuk mengetahui perbandingan watt yang dihasilkan dari rugi-rugi arus eddy dengan watt yang dihasilkan dari kalor maka satuan joule tersebut kita bagi dengan waktu yang digunakan untuk pemanasan. Maka digunakan persamaan : P=
Keterangan :
,sehingga Q = P. P = Daya
………...........................(2.16) (watt)
37
Q = kalor yang dihasilkan
(joule)
= waktu
(detik)
Demikian persamaan yang digunakan dimana kalor yang dihasilkan berbanding selisih waktu yang diperoleh. (Rencono wati,2000).
2.9 MOSFET
Rangkaian driver ini terdiri dari MOSFET. Mosfet yang digunakan pada rangkaian ini adalah Mosfet 16BT, FIB 16 AJ_FGA25N12. Struktur dari Sebuah transistor efek-medan semikonduktor – logam – oksida (MOSFET) adalah berdasarkan pada modulasi konsentrasi muatan oleh kapasitansi MOS di antara elektrode badan dan elektrode gerbang yang terletak di atas badan dan diisolasikan dari semua daerah peranti dengan sebuah lapisan dielektrik gerbang yang dalam MOSFET adalah sebuah oksida, seperti silikon dioksida. Jika dielektriknya bukan merupakan oksida, peranti mungkin disebut sebagai FET semikonduktor – logam – terisolasi (MISFET) atau FET gerbang – terisolasi (IGFET). Pada rangkaian driver berfungsi sebagai pengendali arus agar positif diarahkan kepositif dan negatif diarahkan kenegatif. Pada rangkaian ini Mosfet digunakan sebanyak 2 . MOSFET bekerja sebagai switching untuk menghasilkan tegangan tinggi pada beban. Ada dua jenis MOSFET, yang pertama jenis depletion-mode dan yang kedua jenis enhancement-mode. Jenis MOSFET yang kedua adalah komponen utama dari gerbang logika dalam bentuk IC ( integrated circuit ), uC (micro controller ) dan uP (micro processor ) yang tidak lain adalah komponen utama dari komputer modern saat ini. Namun jenis mosfet yang digunakan pada alat ini adalah MOSFET Depletion-mode . Gambar berikut menunjukkan struktur dari transistor jenis ini. Pada sebuah kanal semikonduktor tipe n terdapat semikonduktor tipe p dengan menyisakan sedikit celah. Dengan demikian diharapkan elektron akan mengalir dari source menuju drain
38
melalui celah sempit ini. Gate terbuat dari metal (seperti aluminium) dan terisolasi oleh bahan oksida tipis SiO2 yang tidak lain adalah kaca.
Gambar 2.9.
struktur MOSFET depletion-mode
Semikonduktor tipe p di sini disebut subtrat p dan biasanya dihubung singkat dengan source. Ingat seperti pada transistor JFET lapisan deplesi mulai membuka jika V GS = 0.Dengan menghubung singkat subtrat p dengan source diharapkan ketebalan lapisan deplesi yang terbentuk antara subtrat dengan kanal adalah maksimum. Sehingga ketebalan lapisan deplesi selanjutnya hanya akan ditentukan oleh tegangan gate terhadap source. Pada gambar, lapisan deplesi yang dimaksud ditunjukkan pada daerah yang berwarna kuning. Semakin negatif tegangan gate terhadap source, akan semakin kecil arus drain yang bisa lewat atau bahkan menjadi 0 pada tegangan negatif tertentu. Karena lapisan deplesi telah menutup kanal. Selanjutnya jika tegangan gate dinaikkan sama dengan tegangan source, arus akan mengalir. Karena lapisan deplesi muali membuka. Sampai di sini prinsip kerja transistor MOSFET depletion-mode tidak berbeda dengan transistor JFET. Karena gate yang terisolasi, tegangan kerja VGS boleh positif. Jika V GS semakin positif, arus elektron yang mengalir dapat semakin besar. Di sini letak perbedaannya dengan JFET, transistor MOSFET depletion-mode bisa bekerja sampai tegangan gate positif. Pabrikasi MOSFET depletion-mode
39
Gambar2.10
: Penampang D-MOSFET (depletion-mode)
Struktur ini adalah penampang MOSFET depletion-mode yang dibuat di atas sebuah lempengan semikonduktor tipe p. Implant semikonduktor tipe n dibuat sedemikian rupa sehingga terdapat celah kanal tipe n. Kanal ini menghubungkan drain dengan source dan tepat berada di bawah gate. Gate terbuat dari metal aluminium yang diisolasi dengan lapisan SiO 2.
2.10 TERMOKOPEL
Termokopel (Thermocouple) adalah jenis sensor suhu yang digunakan untuk mendeteksi atau mengukur suhu melalui dua jenis logam konduktor berbeda yang digabung
pada
ujungnya
sehingga
menimbulkan
efek
“Thermo-
electric”. Efek Thermo-electric pada Termokopel ini ditemukan oleh seorang fisikawan Estonia bernama Thomas Johann Seebeck pada Tahun 1821, dimana sebuah logam konduktor yang diberi perbedaan panas secara gradient akan menghasilkan tegangan listrik. Termokopel merupakan salah satu jenis sensor suhu yang paling populer dan sering digunakan dalam berbagai rangkaian ataupun peralatan listrik dan Elektronika yang berkaitan dengan Suhu (Temperature). Beberapa kelebihan Termokopel yang membuatnya menjadi populer adalah responnya yang cepat terhadap perubahaan suhu dan juga rentang suhu operasionalnya yang luas yaitu berkisar diantara -200˚C hingga 2000˚C. Selain
40
respon yang cepat dan rentang suhu yang luas, Termokopel juga tahan terhadap goncangan/getaran dan mudah digunakan.
2.10.1 Termokopel Tipe N
Tipe termokopel yang digunakan . Stabilitas tinggi dan ketahanannya terhadap oksidasi suhu tinggi membuat tipe N cocok untuk pengukuran suhu tinggi tanpa platinum. Dapat mengukur suhu di atas 1200 °C. Sensitifitasnya sekitar 39 µV/°C pada 900 °C, sedikit di bawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan dari tipe K Termokopel tipe B, R dan S adalah termokopel 'logam mulia'. Semuanya (tipe B,R,S) adalah yang paling stabil dari semua termokopel yang ada, namun karena sensitivitasnya yang rendah (kira-kira 10 v / ° C), mereka biasanya hanya digunakan untuk pengukuran suhu tinggi (> 300 ° C). Termokopel tersedia dalam berbagai ragam rentang suhu dan jenis bahan. Pada dasarnya, gabungan jenis-jenis logam konduktor yang berbeda akan menghasilkan rentang suhu operasional yang berbeda pula. Berikut ini adalah Jenis-jenis atau tipe Termokopel yang umum digunakan berdasarkan Standar Internasional.
Gambar2.11
: Jenis termokopel yang digunakan
Bahan logam konduktor positif : Nicrosil Bahan Logam Konduktor Negatif : Nisil , Rentang Suhu : 0˚C – 1250˚C
41
2.10.2 Prinsip Kerja Termokopel
Prinsip kerja Termokopel cukup mudah dan sederhana. Pada dasarnya Termokopel hanya terdiri dari dua kawat logam konduktor yang berbeda jenis dan digabungkan ujungnya.
Satu jenis logam konduktor yang terdapat pada
Termokopel akan berfungsi sebagai referensi dengan suhu konstan (tetap) sedangkan yang satunya lagi sebagai logam konduktor yang mendeteksi suhu panas. Untuk lebih jelas mengenai Prinsip Kerja Termokopel, gambar dibawah ini
Gambar2.12
: Prinsif kerja termokopel
Berdasarkan Gambar diatas, ketika kedua persimpangan atau Junction memiliki suhu yang sama, maka beda potensial atau tegangan listrik yang melalui dua persimpangan tersebut adalah “NOL” atau V1 = V2. Akan tetapi, ketika persimpangan yang terhubung dalam rangkaian diberikan suhu panas atau dihubungkan ke obyek pengukuran, maka akan terjadi perbedaan suhu diantara dua persimpangan tersebut yang kemudian menghasilkan tegangan listrik yang nilainya sebanding dengan suhu panas yang diterimanya atau V1 – V2. Tegangan Listrik yang ditimbulkan ini pada umumnya sekitar 1 µV – 70µV pada tiap derajat Celcius. Tegangan tersebut kemudian dikonversikan sesuai dengan
Tabel
referensi
yang
pengukuran yang dapat dimengerti.
telah
ditetapkan
sehingga
menghasilkan
42
BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PEMBUATAN SISTEM
3.1. Diagram Blok
Diagram blok merupakan gambaran dasar dari rangkaian system yang akan dirancang. Setiap diagram blok mempunyai fungsi masing – masing. Adapun diagram blok perancangan pemanas induksi dengan solenoide coil adalah sebagai berikut:
LCD
Sumber DC
Rangkaian pemicu
Rangkaian driver
Mosfet Daya
selonoide coil
Keypad
Diagram blok pemanas induksi dengan metode Selonoide Gambar 3.1 Driver switching
LCD
Mosfet
Selonoide Coil
ATMega 8535 LPSR (Linear Power Supply Regulator)
Benda kerja
Sensor suhu (thermocouple)
Gambar 3.2 Diagram alir sistem kerja keseluruhan alat pemanas induksi dengan
metode Selonoide
43
Diagram blok diatas merupakan diagram yang menggambarkan proses dari input hingga output. Terdapat beberapa bagian dari diagram blok antara lain : keypad, Mikrokontroler,penampil LCD, driver switching,Mosfet,Switching Mode Power Supply,selonoide coil, sensor suhu. Diagram blok diatas merupakan diagram yang menggambarkan dari proses;
ATMega 8535 Sebagai pengendali utama dari alat yang dirancang.
LPSR (Linear Power Supply Regulator) sebagai sumber tegangan (sumber DC)
DRIVER switching digunakan untuk meneruskan keluaran mikrokontroler
berupa gelombang kotak frekuensi ke tinggi Ke Gate dari MOSFET.
MOSFET digunakan sebagai saklar elektronik. Dan keluaran dari mosfet
dihubungkan ke solenoide koil.
Solenoide coil merupakan tempat munculnya medan magnet frekuensi tinggi
yang akan menginduksi benda kerja.
Benda Kerja berupa Besi yang dikenai medan induksi sehingga kemudian
muncul panas pada benda kerja tersebut.
Sensor suhu thermocouple membaca kenaikan suhu pada benda kerja.
LCD untuk menampilkan nilai frekuensi dan duty cycle yang dinginkan.
3.2 . Penentuan Spesifikasi Alat
Spesifikasi alat secara keseluruhan ditentukan terlebih dahulu sebagai acuan dalam perancangan selanjutnya. Sfesifikasi alat yang direncanakan adalah sebagai berikut : 1.Benda kerja yang dipanasi dari bahan besi dimana dipanaskan pada solenoide coil yang dirancang. Dimana frekuensi kerja pemanas Induksi pada frekuensi 50 kHz. 2. Daya pemanas induksi pada tegangan 24 Volt, dan kuat arus pada kisaran 40 Ampere. Sistem ini menggunakan sistem ATMega 8538. Pemanas induksi di uji pada frekuensi 50 kHz. Dan menggunakan LPSR (Linear Power Supply Regulator
44
).Cara
kerja
pemanas
induksi
ini
menggunakan
sumber
listrik
untuk
menggerakkan sebuah arus bolak balik atau yang biasa disebut sebagai arus AC yang besar melalui sebuah kumparan Induksi. Kumparan induksi ini dikenal sebagai kumparan kerja. Aliran arus yang melalui kumparan ini menghasilkan medan magnet yang sangat kuat dan cepat berubah dalam kumparan kerja. Benda kerja yang akan dipanaskan ditempatkan dalam medan magnet ini dengan arus AC yang sangat kuat. Ketika sebuah beban masuk dalam kumparan kerja yang dialiri arus AC , maka nilai arus yang mengalir akan mengikuti besarannya sesuai dengan nilai beban yang masuk. Medan magnet yang tinggi akan dapat menyebabkan sebuah beban dalam kumparan kerja tersebut melepaskan panasnya , sehingga panas yang ditimbulkan oleh beban tersebut justru dapat melelehkan beban itu sendiri. Karena dan panas yang yang dialami oleh beban akan semakin tinggi, hingga mencapai nilai tit ik leburnya.
Gambar 3.3 : Medan magnet pada solenoide
Alat ini dirancang berdasarkan dasar teori dan penjelasan dari referensi yang saya gunakan, alat ini dirancang sebagai simulasi yaitu penggunaan alat hanya ditunjukkan untuk penelitian dan pengambilan data dari sampel benda kerja yang diuji , alat ini memiliki tegangan 24 Volt. Skema rangkaian pemanas induksi ini terdiri dari beberapa bagian rangkaian yaitu rangkaian Driver, Power supply sebagai rangkaian pendukung dan Rangkaian Daya.
45
3.2.1 Rangkaian Solenoide
Untuk alat pemanas induksi ini solenoide coil dibuat dari bahan tembaga yang baik dalam mengalirkan arus listrik. Sementara bentuknya dipilih tembaga yang berbentuk pipa (bagian tengah berlubang) mengingat fenomena skin effect yang membuat arus hanya akan lewat pada bagian kulit tembaga. Bentuk fisik dari pipa tembaga tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.4 Tembaga berbentuk pipa
Rancangan ini disesuakan dengan tabel yang telah ditentukan pada rangkain- rangkaian elektronika sebagai berikut : Tabel 1 : kabel vs Diameter A rus pada solenoi de.
ACCU 24 VOLT
DIAMETER KABEL TERHADAP PANJANG KABEL
ARUS
DAYA
1m
1,5m
2m
(Ampere)
(Watt)
0 to 5 A
30 W
8 mm
8 mm
8 mm
6A
36 W
8 mm
8 mm
8 mm
7A
42 W
8 mm
8 mm
8 mm
8A
48 W
8 mm
8 mm
8 mm
10 A
60 W
8 mm
8 mm
8 mm
11 A
66 W
8 mm
8 mm
8 mm
12 A
72 W
8 mm
8 mm
8 mm
46
15 A
90 W
8 mm
8 mm
8 mm
18 A
108 W
8 mm
8 mm
10 mm
20 A
120 W
8 mm
8 mm
10mm
22 A
132 W
8 mm
8 mm
10 mm
24 A
144 W
8 mm
8 mm
10 mm
30 A
180 W
8 mm
10 mm
10 mm
40 A
240 W
8 mm
10 mm
20 mm
50 A
300 W
10 mm
20 mm
30 mm
100 A
600 W
30 mm
30 mm
50 mm
150 A
900 W
50 mm
50mm
80 mm
200 A
1200 W
50 mm
80mm
80 mm
Sumber :katalog igus chainflex 2009. Tabel 2: Kemampuan H antar Aru s
No
Jumlah lilitan Kabel
Kemampuan
Penampang
Membawa
(N)
Arus (Ampere)
1
1
12
2
2
15
3
3
18
4
3
26
5
5
34
6
6
40
7
10
61
8
16
82
9
25
108
10
35
135
11
50
168
12
70
207
47
13
95
250
14
120
292 Sumber :katalog igus chainflex 2009.
Pada pengujian beban yang digunakan maka pada alat pemanas induksi peneliti dirancang dengan : Diameter ( ϕ ) penampang D = 6 cm maka r = 3 cm, Diameter dalam kawat (d) ϕ = 8 mm dengan jumlah lilitan n = 6 lilitan , dengan panjang lilitan L=100 cm (1Meter) dan kuat arus sebesar I= 40 Ampere. Dari data diatas maka untuk mengetahui panjang kawat,jumlah lilitan, Hambatan,dan induktansi pada rangkaian solenoide maka beberapa aspek yang harus diperhitungkan seperti panjang induktor, jari-jari inti, banyaknya lilitan ,diameter kawat dan Hambatan. Untuk mengetahui dimensi – dimensi perhitungan sebagai berikut :
Dari Gambar diatas kita ketahui bahwa ; L = Panjang kawat (inductor) a = jari – jari inti kawat inductor d = ukuran diameter kawat penyusun inductor N = jumlah lilitan kawat. Untuk n lapisan, maka besaran yang ditambah n = jumlah lapisan
tersebut
maka
diperlukan
48
D = tebal lapisan.
1.Jumlah Lilitan perlapisan
Untuk menghitung jumlah lilitan perlapisan maka panjang inductor dibagi dengan
.
diameter kawat, sebagai berikut : Nn =
Maka Nn =
, Nn = , Nn =
Nn = 12,5
2. Panjang Kawat Perlapis
Untuk menghitung panjang kawat perlapis , maka keliling Inductor dikali jumlah lilitan perlapis, sebagai berikut : Maka
= 2πa .
,
= 2πa .
= 2π 4 cm . 12,5 cm ,
= 6,28. 4 cm .12,5 cm
= 2 (3,14) 4 cm . 12,5 cm
.
3. Hambatan Dalam Pada Induktor
Untuk menghitung hitung hambatan dalam pada induktor, maka diperlukan data tentang hambatan jenis kawat, luas permukaan kawat dan panjang kawat, maka digunkan persamaan
Dengan : R = Hambatan kawat induktor ( )
= Hambatan Jenis bahan Kawat ( .m) L = Panjang kawat (m) 2
A = Luas permukaan kawat (m ).
49
Tabel 3 : H ambatan j eni s beber apa bahan
Yang perlu di ketahui selanjutnya setelah menentukan diameter kabel adalah mengetahui resistansinya,
karena seperti yang telah kita
ketahui
bersama bahwa resistansi inilah dalam hukum ohm nilainya akan berbanding terbalik dengan tegangan (V) dan
arus (I).
Rumus untuk
mengetahui
resistansi dalam kabel adalah maka untuk mengetahui berapa besar hambatan kawat inductor maka digunakan persamaan : V=I.R Dengan V = Besarnya Tegangan (volt) , I = Kuat Arus (Ampere ). Dimana dalam perancangan alat pemanas induksi ini besar tegangan yang digunakan adalah V= 24 volt dan Kuat arus I = 40 ampere. Maka: V = I. R 24 volt = 40 ampere. R R= 0,6
.
50
Maka untuk memperoleh besar Luas permukaan kawat, digunakan persamaan :
Dimana panjang kawat adalah L = 100 cm (1 meter), Hambatan jenis Tembaga
= 1,68 x 10 -8 ( .m) . Maka Luas permukaan kawat pemanas induksi adalah :
0.6
= 1,68 X 10 -8
-8
.m .
, 0.6 =
2
maka A = 2,8 x 10 (m ). Luas permukaan kawat berpengaruh pada penggunaan kawat penghantar yang panjang menyebabkan turunnya tegangan listrik. Tegangan listrik yang diberikan pada kawat yang panjang tidak dapat merubah besar hambatan, tetapi hanya merubah besar arus listrik yang mengalir melalui kawat itu. Jika kawat penghantar itu panjang,kuat arus listrik yang mengalir kecil seiring turunnya tegangan listrik. Oleh karena itu diperlukan tegangan yang tinggi untuk mengalirkan arus listrik. Hal ini diterapkan pada alat pemanas induksi dengan kuat arus 40 ampere dan tegangan arus 24 volt.
4. Besar Medan Magnet
Diameter ( ϕ ) penampang D = 6 cm maka r = 3 cm, diameter dalam kawat (d) ϕ = 8 mm dengan jumlah lilitan n = 6 lilitan , dengan panjang lilitan L=100 cm (1Meter) dan kuat arus sebesar I= 40 Ampere. Maka untuk memperoleh besarnya medan magnet dapat diperoleh pada pusat kumparan solenoida dengan menggunakan perhitungan pada persamaan (2.10 )
51
Dalam hal ini jari- jari solenoida R tidak dianggap jauh lebih kecil dari L dalam hal ini
dan
,sehingga nilai X = ½ dari L. Dimana L=100 cm maka X = 50 cm
sehingga persaman (2.3)
0.
tidak bisa digunakan, maka medan magnet
diperoleh dengan perhitungan:
Karena n adalah banyaknya lilitan persatuan panjang, nilai konstanta µ 0 = 4π. 10 -7 sehingga:
π
B= 59,98 x
T
Maka medan magnet yang diperoleh adalah B = 59,98 x
T.
3.2.2 Rangkaian Toroida
Pada alat pemanas induksi ini juga digunakan kumparan Toroid pada rangkaian daya, dimana Toroid adalah solenoida yang dilengkungkan sehingga sumbunya menjadi berbentuk lingkaran. Induktor yaitu komponen elektronika berbentuk kumparan yg tersusun dari lilitan kawat. Induktor adalah salah satu di antara komponen pasif elektronika yg dapat membuahkan medan magnet apabila dialiri arus listrik & sebaliknya bila di beri medan magnet dapat membuahkan listrik. Induktor (uh=mikro henry) dibuat dari Lilitan toroid. Induktor pada toroid merupakan sebuah kumparan yang memiliki Induktansi diri
(L) yang signifikan. Dimana untuk mencari nilai L maka
digunakan persamaan sebagai berikut :
52
Dimana L = induktansi diri N = Jumlah lilitan A = Luas penampang
= panjang kumparan. Pada rangkaian alat pemanas induksi ini digunakan 2 buah kumparan coil
toroida dimana kumparan kawat dengan 30 lilitan,panjang kumparan 5 cm dan luas penampang nya 3 cm2. Maka besar induktansi diri toroid yang digunakan adalah ;
53
Maka besar induktansi diri toroid yang digunakan adalah
pada I Kuat
Arus maksimum 40 A. Suatu lilitan toroida dapat di buat dari lilitan silinder dengan menghubungkannya membuat medan magnet eksternal hingga menjadikan satu kutub utara & selatan. Di lilitan toroid medan magnet ditahan pada lilitan.Adapun manfaat Induktor toroid pada pemanas induksi yaitu : 1. Tempat terjadinya gaya magnet 2. Pelipat ganda tegangan 3. Penyimpan arus listrik dlm wujud medan magnet 4. Menahan arus bolak-balik/ac 5. Melanjutkan dan melepaskan arus dc sampai ke lilitan solenoide
3.2.3 Rangkaian Power supply
Pemanas induksi ini dirancang dengan beberapa komponen yang dirangkai menjadi satu, yang dapat dibagi atas bagian power supply, pembangkit arus bolak balik- balik dan kumparan kerja. Rangkaian bagian power supply ini merupakan rangkaian pendukung namun sangat diperlukan. Rangkaian ini berfungsi untuk mensupply tegangan dari sumber AC atau tegangan PLN. Rangkaian ini berfungsi untuk mengubah arus AC menjadi DC dan menurunkan tegangan dari PLN sesuai dari transformator tegangan dari rangkaian ini yang akan dipakai untuk memfungsikan komponen pada rangkaian driver dan rangkaian daya. + 1
2
3
4
VAC
-
Gambar 3.6 : Rangkaian Power supply
54
Bagian power Supply merupakan sebuah Transformator yang berfungsi untuk menurunkan tegangan sebesar 220 V menjadi 24 V. Untuk kuat arus berkapasitas 40 A yang berfungsi untuk menyearahkan arus listrik keluar dari trafo, trafo yang digunakan trafo yang memiliki 1 jalur lilitan sekunder. Dimana trafo tersebut terdiri dari dua kumparan besi yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Kedua kumparan ini tidak berhubungan secara fisik tetapi dihubungkan oleh medan magnet. Untuk meningkatkan induksi magnetic antara dua kumparan maka ditambahkan inti besi. Untuk perancangan power supply alat pemanas induksi ini maka digunakan transformator step down dan jenis kawat tembaga yang digunakan adalah kawat email dengan diameter 1mm. seperti pada gambar dibawah.
Untuk membuat power supply untuk alat pemanas induksi ini pertama sekali, trafo lama atau trafo bekas direndam dalam thinner selama 2 hari 2 malam. Setelah itu inti besi trafo akan dapat dilepas dengan mudah, cukup dengan bantuan tang dan martil kecil. Setelah semua inti besi dilepas, pekerjaan selanjutnya adalah melepaskan kawat email dari tempat gulungannya. Kemudian kawat email tersebut diluruskan atau dirapikan kembali untuk dapat digulung ulang. Gulungan kawat primer biasanya memiliki jumlah lilitan yang jauh lebih banyak dari jumlah lilitan sekunder. Juga tebal kawat llilitan primer lebih kecil dari tebal kawat lilitan sekunder. Untuk menentukan tebal kawat bisa dilihat didaftar yang telah ditentukan. Tabel ini dapat dipergunakan untuk memilih tebal kawat yang diperlukan untuk keperluan lilitan primer maupun lilitan sekunder. Tabel seperti ini dapat diperoleh dengan mudah.
Tabel 3. Tabel untuk lilitan primer & sekunder. AWG
Diameter
SWG
(mm)
Diameter
Maximum
Ohms/
(mm)
Amps
100 m
11
2.30
13
2.34
12
0.47
12
2.05
14
2.03
9.3
0.67
13
1.83
15
1.83
7.4
0.85
55
14
1.63
16
1.63
5.9
1.07
15
1.45
17
1.42
4.7
1.35
16
1.29
18
1.219
3.7
1.48
18
1.024
19
1.016
2.3
2.04
19
0.912
20
0.914
1.8
2.6
20
0.812
21
0.813
1.5
3.5
21
0.723
22
0.711
1.2
4.3
22
0.644
23
0.610
0.92
5.6
23
0.573
24
0.559
0.729
7.0
24
0.511
25
0.508
0.577
8.7
25
0.455
26
0.457
0.457
10.5
26
0.405
27
0.417
0.361
13.0
27
0.361
28
0.376
0.288
15.5
28
0.321
30
0.315
0.226
22.1
29
0.286
32
0.274
0.182
29.2
30
0.255
33
0.254
0.142
34.7
31
0.226
34
0.234
0.113
40.2
32
0.203
36
0.193
0.091
58.9
33
0.180
37
0.173
0.072
76.7
34
0.160
38
0.52
0.056
94.5
35
0.142
39
0.132
0.044
121.2
Inti besi yang sudah dicabut dari trafo biasanya berbentuk huruf E dan I.Kaki tengah dan jarak kaki perlu diukur untuk membuat tempat menggulung kawat kembali. Pada trafo ini Saya menggunakan triplex tipis yang ukuran 2mm sebagai
bahan
membetuk
tempat
menggulung,
karena
mudah
dalam
pengerjaannya. Setelah jadi, bentuk tempat lilitan kawat. Sebelum kawat dilillit, perlu di test dulu apakah ukurannya sudah tepat dengan inti besi E dan I. Hal ini diperlukan agar pada saat pemasangan inti besi tidak terganggu dengan lebar dan panjang tempat gulungan kawat. Luas
56
penampang tempat gulungan adalah lebar kaki tengah int i besi E dikalikan dengan tebal susunan seluruh inti besi. Dalam hal ini adalah 5 cm x 5.5 cm = 27.5 cm^2. untuk menentukan jumlah lilitan dapat dipakai aturan umum untuk frekwensi jala-jala listrik 50 Hz adalah 50 / luas penampang tempat gulungan yaitu 48 / 27.5 = 1.745 lilitan per Volt. Sehingga untuk lilitan primer untuk tegangan 220 volt, diperlukan jumlah lilitan sebanyak 1.745 x 220 = 385 lilitan, karena alat pemanas induksi membutuhkan tegangan listrik mencapai 240 volt, sehingga saya menggunakan lilitan primer sebanyak 420 lillitan. Saya memerlukan tegangan sekunder 24 volt, dan untuk itu saya melilit kawat sekunder sebanyak 42 lilitan, tetapi saya melilitnya sebanyak 50 lilitan, untuk mengantisipasi kekurangan tegangan pada saat trafo diberi beban maksimum. Pada trafo tegangan pada sisi primer (V p) dan tegangan sekunder (V s) ditentukan oleh jumlah lilitan kawat pada kumparan primer dan sekunder . perbandingan antara lilitan kawat pada kumparan primer (N p) dan lilitan kawat pada kumparan sekunder ( N s) disebut rasio lilitan (n). Sedangkan sedangkan perbandingan antara tegangan primer (V p) dan teganagn sekunder (V s) disebut rasio tegangan. Besar rasio tegangan dengan rasio lilitan harus sama . sehingga secara matematis dapat ditulis persamaan :
Dibawah ini adalah gambar konstruksi transformator trafo tegangan pada sisi primer (V p) dan tegangan sekunder (V s).
57
Gambar 3.8 : Konstruksi dan symbol trafo
Untuk menggunakan alat pemanas induksi ini maka digunakan transformator step down dimana jumlah lilitan primernya adalah 486 lilitan dengan tegangan listrik dari PLN 220 volt, dimana maka digunakan persamaan :
Dimana NP = jumlah lilitan primer
NS = Jumlah lilitan sekunder VP = Tegangan Input (primer) VS = Tegangan output (sekunder) Dari persamaan diatas maka diperoleh ,
Jadi banyaknya lilitan sekunder yang digunakan adalah 45 lilitan.
58
Setelah lilitan primer dan sekunder selesai dililit, inti besi kembali disisipkan kedalam tempat gulungan kawat sehingga akan kembali terlihat sama seperti trafo semula, hanya saja tegangan sekundernya menjadi tegangan sekunder yang saya butuhkan. selanjutnya direndam sebentar dalam larutan serlak untuk mengikat inti besi dengan baik juga mengisi kekosongan pada bagian lilitan kawat, kemudian ditiriskan dan ditunggu sampai ker ing. Hal ini diperlukan agar tidak ada dengung pada saat trafo dihubungkan ke sumber jala-jala listrik. Trafo sudah kering dan siap digunakan sebagai power supply.
3.2.4 Rangkaian Driver
Rangkaian driver ini terdiri dari MOSFET. Mosfet yang digunakan pada rangkaian ini adalah Mosfet 16BT, FIB 16 AJ_FGA25N12. dimana tipe fasa nya adalah IRFP 260. Struktur dari Sebuah transistor efek-medan semikonduktor – logam – oksida (MOSFET) adalah berdasarkan pada modulasi konsentrasi muatan oleh kapasitansi MOS di antara elektrode badan dan elektrode gerbang yang terletak di atas badan dan diisolasikan dari semua daerah peranti dengan sebuah lapisan dielektrik gerbang yang dalam MOSFET adalah sebuah oksida, seperti silikon dioksida.
IRFP 260 16BT,FIB 16 AJ_FGA25N12
470 10 K
Gambar 3.9 : Rangkaian Mosfet
L
59
Pada tugas akhir ini digunakan MOSFET 16BT, FIB 16 AJ_FGA25N12 dimana tipe fasa nya adalah IRFP 260 Produksi International Rectifier dengan spesifikasi sebagai berikut : 1. Tipe NPN (Chanel N) 2. Tegangan breakdown Drain Source (BDS)
= 500 V
3. Tegangan gate source (VGS)
= 40 V
4. Arus Drain (ID)
= 20 A
5. Hambatan statis drain souce (SDS)
= 0.27
MOSFET dengan tipe ini dipilih untuk alat pemanas induksi ini karena tegangan breakdown drain source nya sampai 500 volt,hal ini karena alat yang dirancang bekerja pada tegangan 220 volt. Semakin negatif tegangan gate terhadap source, akan semakin kecil arus drain yang bisa lewat atau bahkan menjadi 0 pada tegangan negatif tertentu. Karena lapisan deplesi telah menutup kanal. Selanjutnya jika tegangan gate dinaikkan sama dengan tegangan source, arus akan mengalir. Pada rangkaian driver berfungsi sebagai pengendali arus agar positif diarahkan kepositif dan negatif diarahkan kenegatif. Pada rangkaian ini Mosfet digunakan sebanyak 2 . MOSFET bekerja sebagai switching untuk menghasilkan tegangan tinggi pada beban. Resistor 10 K antara gate dan ground akan memastikan keadaan mosfed berada dalam keadaan aktif pada saat tidak ada sinyal pada input.
24 V
+
10K Ke Gate 470
Mosfet
10 K
Rangkaian Driver
Gambar 3.10 : Rangkaian driver
60
Dalam hal ini gate mosfet dapat dihubungkan langsung dengan pin output dari mikrokontroler, tetapi ada kemungkinan tegangan tembus dari gate menuju pin mikrokontroler pada saat induksi sangat tinggi dan merusakkan mosfet, rangkaian driver diatas akan melindungi mikrokontroler dari kemungkinan kerusakan.
3.2.5 Rangkaian Penyearah
Penyearah (rectifier) berfungsi untuk mengubah besaran AC menjadi besaran DC. Pada tugas akhir ini menggunakan penyearah. Gelombang penuh dengan menggunakan 4 diode yang dipasang pada sisi siklus positif dan sisi siklus negatif.
Iin
I1
I3 IDc
D1
AC
D3
Vin
C
D4
I4
Beban
D2
I2
: penyearah 1 fasa gelombang penuh dengan kapasitor Gambar 3.11 Sehingga besar tegangan DC yang dihasilkan oleh penyearah 1 fasa jembatan penuh menjadi. V DC = V m Dengan :
V m =
V LN = 24 V Sehingga : V DC =
Dengan :
. V LN
LN
61
VDC = Tegangan DC keluaran (volt) VLN = Tegangan maksimum masukan (volt) sehingga : V DC =
x 24
V DC = 33,94 Volt. Sehingga besar tegangan DC yang dihasilkan oleh penyearah 1 fasa jembatan penuh menjadi Vdc = 33,94 volt. Diode yang dipilih adalah diode yang memiliki voltage rendah (24V) dan kecepatan tinggi seperti Diode Schottky. Tegangan yang dijinkan pada diode harus cukup untuk mengantisipasi kenaikan t egangan pada sirkuit resonansi.
3.2.6 Rangkaian Daya
Rangkaian daya pada alat pemanas induksi ini merupakan rangkaian daya yang mampu untuk mengkonversi besaran listrik dari searah menjadi besaran komponen daya yaitu MOSFET, Dioda, Induktor. Seperti pada gambar dibawah
24V
L1 67,8 µH Imax = 40A
12V 10K IRF 260
C0IL
12V 10K IRF 260
: Rangkaian daya Gambar 3.10
62
Diode dipakai untuk mengosongkan gate MOSFET, untuk itu dipakai diode dengan forward voltage drop rendah sehingga gate dapat benar- benar kosong dan mosfet dapat sepenuhnya Off ketika yang lain on. Diode yang dipilih adalah diode yang memiliki voltage rendah (12V).Induktor dipakai sebagai choke untuk menjaga osilasi frekuensi tinggi cukup jauh dari power supply dan membatasi arus pada batas yang diperbolehkan. Sirkuit dapat bekerja tanpa choke namun kurang efisien dan dapat menyebabkan pada power supply atau control circuit . nilai induktansi sebaiknya cukup besar. Pemanas induksi dirancang dengan beberapa komponen yang dirangkai menjadi satu,yaitu rangkaian power supply , rangkaian driver, rangkaian daya, pembangkit arus bolak-balik dan kumparan kerja. Bagian R1 dan R2 adalah
resistor dengan nilai tahanan masing-masing 470 dan 10 K . besarnya tahanan menentukan kecepatan mosfet menyala. Untuk itu nilai tahanan sebaiknya kecil sehingga dapat meningkatkan kecepatan Mosfet lebih tinggi namun juga tidak terlalu rendah sehingga dapat dihentikan oleh dioda pada saat Mosfet yang lain dalam posisi on. Diode D1 dan D2 dipakai untuk mengosongkan gate Mosfet. Untuk itu dipakai diode dengan forward voltage drof rendah sehingga gate dapat benar benar kosong dan mosfet dapat sepenuhnya off ketika yang lain on. Diode yang digunakan sebaiknya diode Schottky karena memiliki Voltage drop yang rendah (12) dan kecepatan nya tinggi. Tegangan yang diijinkan pada diode harus cukup untuk mengantisipasi kenaikan tegangan pada sirkuit resonansi.
63
Berikut adalah rangkaian keseluruhan alat pemanas induksi : RANGKAIAN SOLENOIDE
POWER SUPPLY +
1
2
3
4
V24 L1 67, 8 µH Imax=40A
Vdc 12V
-
10K IRF260
C0IL
Vcc 0,1µF
CS
GND
1
40 PA0(ADC0) 39 PA1 (ADC1 ) PB1(T1) 3 38 PB2(AIN0/INT2) PA2(ADC2) 4 37 PA3 (ADC3 ) PB3(AIN1/0C0) 5 36 PA4(ADC4) PB4(SS) 6 35 PB5(MOSI) PA5(ADC5) 7 34 PB6(MI SO) PA6(ADC6) 8 33 PA7(ADC7) PB7(SCK) 9 32 AREF RESET 10 31 GND VCC 11 30 GND AVCC 12 29 PC7 (TOSC2) XTAL2 13 28 PC6 (TOSC1) XTAL1 14 27 PD0(RX D) PC5 15 26 PD1(TX D) PC4 16 25 PD2(INT0) PC3 17 24 PD3(INT1) PC2 18 23 PD4(0C1B) PC1(SD A) 19 22 PC0(SCL PD5(OC1A) 20 21 PD6(1CP) PD7(OC2) 2
SO T+ T-
SCK
MAX 675
Vcc 0,1µF GND
CS SO
T+ SCK T- MAX675
PB0(XCK/T0)
12V 10K IRF260
Vcc R1 15 1 B V
1 3 S E S V E V
LCD2 X16 4 B 5 B 6 B 7 B W c c 0 B D D D D S R R E V V
7 8 9 10 1 1121314
4 5 6
ATMega 8535
+5V 16 Vcc Rx
MONITOR
PC
Tx
2
11 T1IN 12 R1 OU T
3
5 DB9 +5V 1µ F
1µ F
T1
OU 14
T 13 R1IN
MA 232 1 X C1+
2 Vs+
C1-
6 Vs-
C2+ GN
3
1µ F
4
C2- 5
1µ F
D 15
: Rangkaian lengkap Pemanas Induksi menggunakan Solenoide Coil Gambar 3.11 Berbasis mikrokontroler ATMega8535.
216
R2
64
3.3. Diagram Alir 3.3.1 Diagram Alir Program Mikrokontroler
Adapun diagram alir dibawah ini adalah dengan menggunakan Mikrokontroler ATMega 8535. Mikrokontroler berfungsi sebagai pengontrol rangkaian dari mulai (start) hingga berhenti (stop), Jenis sensor yang digunakan dalam alat ini adalah sensor suhu. Adapun diagram alir program ATMega 8535 adalah sebagai berikut :
Mulai
Inisialisasi Port Tidak
Beban
Ya Baca arus
Baca tegangan
Stop
65
3.3.2 Diagram Alir Program Visual Basic V.6.0 Diagram alir program Visual Basic V.6.0 yaitu program untuk membaca besaran Arus dan Tegangan pada beban. Sekaligus menampilkannya pada monitor . Adapun diagram alir program Visual Basic V.6.0 adalah sebagai berikut :
Mulai
Tampilan user Interface Tidak
Beban
Ya Baca Arus (I)
Baca Tegangan (V)
Tampilkan data Arus dan Tegangan
Stop
66
BAB IV PENGUJIAN DAN HASIL
4.1 Pengujian Pemanas Induksi
Rancang bangun alat pemanas induksi menggunakan solenoide ini akan dapat dikatakan berhasil apabila sudah menghasilkan panas, dan panas tersebut dapat digunakan untuk memanaskan bahan yang digunakan. Dalam pengujian pemanas induksi ini dilakukan pemanasan terhadap beberapa inti besi yang berbeda ukurannya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh perbandingan kalor yang dihasilkan dari inti besi tersebut. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran lama pencapaian suhu
pada
pemanas induksi dengan mengubah variabel massa beban. Pada saat mengubah beban, nilai dari frekuensi dibuat tetap. Selanjutnya nilai efisiensi energi juga akan bisa dihitung nilainya pada nilai frekuensi. Selain data frekuensi yang dihasilkan dari rangakaian data yang lain adalah tegangan yang diperbolehkan untuk mengatur pemanas induksi tersebut yaitu tegangan DC. Untuk suplai tegangan yang diberikan yaitu Vdc = 24 volt. Data lain yang berfungsi untuk perhitungan rugi-rugi arus eddy antara lain adalah jumlah lilitan (N), panjang lilitan ( l ) dan diameter lilitan ( ϕ). Pada pengujian beban yang digunakan maka pada alat pemanas induksi peneliti memasukkan sebuah batang besi berbentuk silinder dengan tujuan memperkuat medan magnet yang dihasilkan. Dengan jari-jari R = 3 cm, diameter ϕ = 6 mm dengan lilitan n = 6 lilitan , dengan panjang lilitan sekitar L=100 cm. dan apabila disalurkan arus sebesar 40 Ampere , maka dapat diperoleh medan magnet pada pusat kumparan solenoida dengan menggunakan perhitungan pada persamaan (2.10 )
Dalam hal ini jari- jari solenoida R tidak dianggap jauh lebih kecil dari L dalam hal ini
dan
,sehingga nilai X = ½ dari L. sehingga persaman (2.3)
tidak bisa digunakan, maka medan magnet diperoleh dengan perhitungan:
0.
67
Karena n adalah banyaknya lilitan persatuan panjang, nilai konstanta µ 0= 4π. 10-7 sehingga:
B = 59,98 x 10
-5
T
Maka medan magnet yang diperoleh adalah 59,98 x 10 -5T. Pada pengujian yang dilakukan pada alat pemanas induksi menggunakan solenoide
didapatkan
hasil
pengujian
berupa
fenomena
yang
terjadi
pada
specimen,selama proses pemanasan bahan dilakukan pada alat pemanas induksi berlangsung terhadap waktu. Pengujian dilakukan dari selang waktu 5 detik, hingga beberapa menit hingga suhu yang dicapai mendekati Tempetratur Currie pada besi yaitu 0
1040 C. Pada
pengujian bahan 100 gr dalam waktu 1 menit timbul panas pada
specimen akibat dari induksi medan magnetik pada kumparan kerja. Dapat dilihat bahwa semakin lama waktu yang diperlukan untuk melakukan proses panas induksi , maka panas pada specimen bahan akan semakin tinggi, sehingga bahan berupa besi bisa dibengkokkan atau hingga melebur, hal ini menunjukkan bahwa alat pemanas induksi menggunakan solenoide bekerja dengan baik. Dan proses ini tidak menimbulkan bara api hingga menyalah, oleh sebab itu proses pada alat pemanas induksi ini memiliki tingkat keselamatan yang cukup baik. Dari hal tersebut bahwa arus listrik yang tinggi akan menimbulkan medan magnet yang tinggi pula yang dapat menyebabkan sebuah specimen dalam kumparan kerja tersebut dapat melepaskan panasnya sehingga specimen menjadi panas hingga mencapai titik cairnya. untuk mengetahui Energi panas specimen pada pemanas induksi setelah dipanaskan selama 1 menit maka perhitungan digunakan persamaan ( 2.14 ) Q = m.c. ∆T
Keterangan :
Q = Kalor
∆T = kenaikan suhu
(kalori) 0
( c)
68
m = massa inti besi
(gr)
c = kalor jenis besi
(0,11 kal/g 0c)
Maka untuk memperoleh suhu adalah :
4.2 Pengujian Beban Pada Pada Besi Besi 4.2.1. Pengujian beban 50 gram pada waktu t = 10 Sekon
Dengan menggunakan menggunakan persamaan 2.16. 2.16. dengan P = Daya (watt) yaitu yaitu 960 watt. Yaitu dari perhitungan P= V.I dimana tegangan yang digunakan adalah V= 24 volt, dan arus yang digunakan adalah I= 40 40 Ampere.maka Ampere.maka P= V.I
P = 24 volt x 40 Ampere P = 960 watt. Pada pengujian bahan dengan berat 50 gram maka besar Q yang diperoleh
adalah : Pkalor = . Maka Q = kalor kalor yang dihasilkan (joule),
= waktu (detik).
Dimana waktu 10 sekon, maka untuk mengetahui harga kalor yang dihasilkan dari rugi-rugi arus eddy dengan watt yang dihasilkan dari kalor maka satuan joule dibagi dengan waktu yang digunakan untuk pemanasan ,dengan persamaan :
P=
Dimana, P = Daya
(watt)
Q = Kalor yang dihasilkan
(Joule)
t = Waktu
(Detik)
69
Maka,
Q = P. t
960 watt =
Q = 960 watt x 10 s Q = 9,6 x10 3Joule Maka diperoleh Q besar = 9,6 x10 3J pada waktu 10 sekon. demikian juga hingga Q yang diperoleh mencapai suhu yang akan di tempuh dengan penambahan waktu yang dicapai.. Dari hasil Q yang diperoleh, diperoleh, Apabila diberi beban massa inti besi adalah 50 gr. Pada waktu
= 10 sekon, sekon, dimana Cbesi Cbesi = 450 J kg/ K 0 Maka
maka dapat ditentukan ∆T dengan menggunakan persamaan . Q = m .c . ∆T
Dimana ,
Q = Kalor
(kalori)
∆T = kenaikan suhu
( 0c)
m = massa inti besi
(gr)
c = kalor jenis besi
(450 J kg/ K )
0
Maka untuk memperoleh suhu adalah :
∆T= 426 0K (-273) 0C 0
∆T= 153 C
0,
0
Maka pada waktu =10 =10 s, dimana Cbesi = 450 J kg/ K diperoleh ∆T = 153 C
70
4.2.2. Pengujian beban 50 gram pada waktu t = 15 Sekon
Dengan menggunakan menggunakan persamaan 2.16. 2.16. dengan P = Daya (watt) yaitu yaitu 960 watt. Yaitu dari perhitungan P= V.I dimana tegangan yang digunakan adalah V= 24 volt, dan arus yang digunakan adalah I= 40 40 Ampere.maka Ampere.maka P= V.I
P = 24 volt x 40 Ampere P = 960 watt. Pada pengujian bahan dengan berat 50 gram maka besar Q yang diperoleh
adalah : Pkalor = . Maka Q = kalor kalor yang dihasilkan (joule),
= waktu (detik).
Dimana waktu 15 sekon, maka untuk mengetahui harga kalor yang dihasilkan dari rugi-rugi arus eddy dengan watt yang dihasilkan dari kalor maka satuan joule dibagi dengan waktu yang digunakan untuk pemanasan ,dengan persamaan :
P=
Dimana, P
Maka,
= Daya
(watt)
Q = Kalor yang dihasilkan
(Joule)
t = Waktu
(Detik)
Q = P. t
960 watt =
Q = 960 watt x 15 s Q = 9,6 x10 3Joule 3
Maka diperoleh Q besar = 9,6 x10 J pada waktu 15 sekon. demikian juga hingga Q yang diperoleh mencapai suhu yang akan di tempuh dengan penambahan waktu yang dicapai.
71
Dari hasil Q yang diperoleh, Apabila diberi beban massa inti besi adalah 50 gr. Pada waktu
= 15 sekon, dimana Cbesi = 450 J kg/ K 0 Maka maka dapat
ditentukan ∆T dengan menggunakan persamaan . Q = m .c . ∆T
Dimana ,
Q = Kalor
(kalori)
∆T = kenaikan suhu
( 0c)
m = massa inti besi
(gr)
c = kalor jenis besi
(450 J kg/ K 0 )
Maka untuk memperoleh suhu adalah :
∆T= 640 0K (-273) 0C 0
∆T= 367 C
0,
0
Maka pada waktu =15 s, dimana Cbesi = 450 J kg/ K diperoleh ∆T = 367 C
72
4.2.3. Pengujian beban 50 gram pada waktu t = 20 Sekon
Dengan menggunakan persamaan 2.16. dengan P = Daya (watt) yaitu 960 watt. Yaitu dari perhitungan P= V.I dimana tegangan yang digunakan adalah V= 24 volt, dan arus yang digunakan adalah I= 40 Ampere.maka P= V.I
P = 24 volt x 40 Ampere P = 960 watt. Pada pengujian bahan dengan berat 50 gram maka besar Q yang diperoleh
adalah : Pkalor = . Maka Q = kalor yang dihasilkan (joule),
= waktu (detik).
Dimana waktu 20 sekon, maka untuk mengetahui harga kalor yang dihasilkan dari rugi-rugi arus eddy dengan watt yang dihasilkan dari kalor maka satuan joule dibagi dengan waktu yang digunakan untuk pemanasan ,dengan persamaan :
P=
Dimana, P
Maka,
= Daya
(watt)
Q = Kalor yang dihasilkan
(Joule)
t = Waktu
(Detik)
Q = P. t
960 watt =
Q = 960 watt x 20 s Q = 19,2 x10 3Joule 3
Maka diperoleh Q besar = 9,6 x10 J pada waktu 20 sekon. demikian juga hingga Q yang diperoleh mencapai suhu yang akan di tempuh dengan penambahan waktu yang dicapai.
73
Dari hasil Q yang diperoleh, Apabila diberi beban massa inti besi adalah 50 gr. Pada waktu
= 20 sekon, dimana Cbesi = 450 J kg/ K 0 Maka maka dapat
ditentukan ∆T dengan menggunakan persamaan . Q = m .c . ∆T
Dimana ,
Q = Kalor
(kalori)
∆T = kenaikan suhu
( 0c)
m = massa inti besi
(gr)
c = kalor jenis besi
(450 J kg/ K 0 )
Maka untuk memperoleh suhu adalah :
∆T= 8530K (-273) 0C 0
∆T= 580 C
0,
0
Maka pada waktu =20 s, dimana Cbesi = 450 J kg/ K diperoleh ∆T = 580 C
74
4.2.4. Pengujian beban 50 gram pada waktu t = 25 Sekon
Dengan menggunakan persamaan 2.16. dengan P = Daya (watt) yaitu 960 watt. Yaitu dari perhitungan P= V.I dimana tegangan yang digunakan adalah V= 24 volt, dan arus yang digunakan adalah I= 40 Ampere.maka P= V.I
P = 24 volt x 40 Ampere P = 960 watt. Pada pengujian bahan dengan berat 50 gram maka besar Q yang diperoleh
adalah : Pkalor = . Maka Q = kalor yang dihasilkan (joule),
= waktu (detik).
Dimana waktu 25 sekon, maka untuk mengetahui harga kalor yang dihasilkan dari rugi-rugi arus eddy dengan watt yang dihasilkan dari kalor maka satuan joule dibagi dengan waktu yang digunakan untuk pemanasan ,dengan persamaan :
P=
Dimana, P
Maka,
= Daya
(watt)
Q = Kalor yang dihasilkan
(Joule)
t = Waktu
(Detik)
Q = P. t
960 watt =
Q = 960 watt x 25 s Q = 24 x103Joule 3
Maka diperoleh Q besar = 9,6 x10 J pada waktu 25 sekon. demikian juga hingga Q yang diperoleh mencapai suhu yang akan di tempuh dengan penambahan waktu yang dicapai.
75
Dari hasil Q yang diperoleh, Apabila diberi beban massa inti besi adalah 50 gr. Pada waktu
= 25 sekon, dimana Cbesi = 450 J kg/ K 0 Maka maka dapat
ditentukan ∆T dengan menggunakan persamaan . Q = m .c . ∆T
Dimana ,
Q = Kalor
(kalori)
∆T = kenaikan suhu
( 0c)
m = massa inti besi
(gr)
c = kalor jenis besi
(450 J kg/ K 0 )
Maka untuk memperoleh suhu adalah :
∆T= 1066 0K (-273) 0C 0
∆T= 793 C
0,
0
Maka pada waktu =25 s, dimana Cbesi = 450 J kg/ K diperoleh ∆T = 793 C
76
4.2.5. Pengujian beban 50 gram pada waktu t = 30 Sekon
Dengan menggunakan persamaan 2.16. dengan P = Daya (watt) yaitu 960 watt. Yaitu dari perhitungan P= V.I dimana tegangan yang digunakan adalah V= 24 volt, dan arus yang digunakan adalah I= 40 Ampere.maka P= V.I
P = 24 volt x 40 Ampere P = 960 watt. Pada pengujian bahan dengan berat 50 gram maka besar Q yang diperoleh
adalah : Pkalor = . Maka Q = kalor yang dihasilkan (joule),
= waktu (detik).
Dimana waktu 30 sekon, maka untuk mengetahui harga kalor yang dihasilkan dari rugi-rugi arus eddy dengan watt yang dihasilkan dari kalor maka satuan joule dibagi dengan waktu yang digunakan untuk pemanasan ,dengan persamaan :
P=
Dimana, P
Maka,
= Daya
(watt)
Q = Kalor yang dihasilkan
(Joule)
t = Waktu
(Detik)
Q = P. t
960 watt =
Q = 960 watt x 30 s Q = 24 x103Joule 3
Maka diperoleh Q besar = 9,6 x10 J pada waktu 30 sekon. demikian juga hingga Q yang diperoleh mencapai suhu yang akan di tempuh dengan penambahan waktu yang dicapai.
77
Dari hasil Q yang diperoleh, Apabila diberi beban massa inti besi adalah 50 gr. Pada waktu
= 30 sekon, dimana Cbesi = 450 J kg/ K 0 Maka maka dapat
ditentukan ∆T dengan menggunakan persamaan . Q = m .c . ∆T
Dimana ,
Q = Kalor
(kalori)
∆T = kenaikan suhu
( 0c)
m = massa inti besi
(gr)
c = kalor jenis besi
(450 J kg/ K 0 )
Maka untuk memperoleh suhu adalah :
∆T= 1280 0K (-273) 0C 0
∆T= 1007 C
0,
Maka pada waktu = 30 s, dimana Cbesi = 450 J kg/ K diperoleh ∆T = 0
1007 C
Dari hasil tersebut maka untuk mencapai Tempetratur Currie pada besi yaitu 1040 0
C dibutuhkan waktu untuk beban 50 gram yaitu hingga 30 sekon. Demikian juga
untuk pengujian beban 100 - 300gram. Membutuh kan perbedaan lamanya waktu. Sampai mendekati Tempetratur Currie. Seperti terlihat pada tabel.
78
4.2.5. Slope Pengujian Beban (Besi) 50 gram.
Untuk mendapatkan slope pada tabel maka digunakan persamaan :
Dimana pada tabel dapat dimisalkan Y sebagai Temperatur ( ∆T) dan untuk X sebagai Waktu (t), maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
Jadi untuk mengetahui slope pengujian beban pada tabel 50 gram adalah sebagai berikut :
79
Dari hasil tersebut dapat diketahui Slope pada grafik pengujian beban (besi) 50 gram yaitu slope yang diperoleh pada titik 42,6. Demikian halnya untuk Slope pada grafik pengujian beban (besi)
100 – 300 gram dengan menggunakan
persamaan yang sama. Sehingga dapat disimpulkan grafik yang diperoleh linear . Untuk grafik pengujian dapat dilihat pada daftar tabel dan grafik.
80
4.3 . Perolehan Data Dan Perhitungan Data Dari Pengujian Pemanas Induksi
Untuk mendapatkan perhitungan data dari pemanas induksi dengan menggunakan solenoide coil, peneliti melakukan perhitungan data dengan menghitung rugi-rugi pada inti besi yang terdiri dari rugi- rugi arus Eddy dan rugi yang ditimbulkan dari efec histerisis yang ditimbulkan oleh inti besi pada kumparan induksi, dengan menggunakan persamaan
konstanta eddy dan konstanta histerisis yang dapat
dilihat pada persamaan (2.1) .
4.3.1 Konstanta Eddy
Dalam hal ini konstanta Eddy sangan mempengaruhi hasil perhitungan rugi- rugi arus eddy (Pe) dan perhitungan konstanta eddy ini tergantung pada satuan yang digunakan adapun persamaan konstanta eddy tersebut adalah : Pe = K c (Bmaks .f)
Dimana ,
Pe = Perhitungan rugi- rugi arus eddy K c = Konstanta eddy Bmaks = Medan Magnet maksimum F = Frekuensi (KHz)
Dengan Bmaks yang telah diperoleh yaitu Bmaks = 59,98 x 10
-5
T . Denga
frekuensi yang telah ditetapkan 50 kHz. Maka besarnya Peddy adalah Pe = K c -4
(Bmaks .f) dimana konstanta Ke adalah 9,16 x10 . Pe = K h (Bmaks .f)
Pe = 9,16 x10 -4.(59,98x 10 -5.50 kHz) -3
Pe = 274,7 x10 watt.
4.3.2 Konstanta Histerisis.
Sama halnya dengan konstanta Histerisis yang akan digunakan untuk rugi – rugi histerisis adalah sebagai berikut :Ph = K h (Bmaks .f).
Dimana ,
Pe = Perhitungan rugi- rugi arus eddy K c = Konstanta eddy
81
Bmaks = Medan Magnet maksimum F = Frekuensi (KHz)
Dengan Bmaks yang telah diperoleh yaitu Bmaks = 59,98 x 10
-5
T . Denga
frekuensi yang telah ditetapkan 50 kHz. Maka besarnya Peddy adalah Ph = K h (Bmaks .f) dimana konstanta Kh adalah 17,3 x10 -4
Ph = K h (Bmaks .f)
Ph =.17,3 x10 -4.59,98 x 10 -5.50 kHz -3
Ph = 518,8 x10 watt.
4.3.3 Efek Frekuensi
Pada pemanasan induksi menggunakan solenoide coil, Frekuensi ditetapkan 50 Khz, karena jika frekuensi semakin tinggi maka temperatur semakin panas dan waktu semakin tinggi sehingga mengakibatkan sistem pada mikrokontroler yang digunakan yakni Atmega 8535 kurang stabil.
82
4.4 Tabel Perhitungan data pada beban
dengan frekuensi 50khz pada
pengujian beban dengan massa besi 50 - 300 gram adalah 1 .Tabel 50 gram
Perhitungan data untuk besi pertama dengan Massa besi 50 gram . Parameter data 0
( C besi = 0,11 kal/g c). VDc = 24 Volt, N = 6 lilitan , Watt, I = 40 Ampere,F= 50kHz,B maks = 59,98 x 10 -5 Web.
=
t (sekon)
Q (Joule)
T( C)
10
9,6 x 10
153
15
14,4 x 10
367
20
19,2 x 10
580
25
24 x 10
793
30
28,8 x 10
1007
π
. P = 960
Dengan menggunakan persamaan 2.16. Dengan P = Daya (watt) Yaitu dari perhitungan P= V.I P= 24Volt.40Ampere = 960 watt. P=960 watt. Setelah memperoleh besarnya daya maka dapat diperoleh besarnya Q = kalor yang dihasilkan (joule), Dimana
= waktu (detik). Maka berlaku persamaan
ditentukan dari 10 sekon hingga
Maka, Pkalor =
Pkalor =
.
mencapai Tempetratur Currie.
, 960 = Q = 960 x 10s Q = 9600Joule (9,6 x 10 ) 3
Dari hasil Q yang diperoleh, maka dapat ditentukan ∆T. Apabila diberi beban massa inti besi adalah 50 gr. Pada waktu
= 1 menit, dimana Cbesi = 450
J kg/ K 0 . Maka digunakan persamaan ; Q = m.c. 3
0
0
0
.Q = 50gr. 450 J kg/ K . ∆T
, 9,6 x 10 J = 0,05 kg. 450 J kg/ K . ∆T , ∆T= 153 C.
83
Maka dari hasil tersebut maka untuk mencapai Tempetratur Currie pada besi yaitu 1007 0C dibutuhkan waktu untuk beban 50 gram yaitu hingga 30 sekon. 400
300
r 200 o l a K n 100 a d r u t a r 0 e p m e T
∆t (Sekon) Q (Joule) 1
2
3
4
∆T(0C)
5
-100
-200
-300
Waktu
Gambar 1: Grafik Pengujian beban dengan massa besi 50
2 .Tabel 100 gram.
Perhitungan data untuk besi kedua dengan Massa besi 100 gram. Parameter data ( 0
C besi = 0,11 kal/g c). VDc = 24 Volt, N = 6 lilitan , I = 40 Ampere, F= 50kHz, B maks = 59,98 x 10 -5 Web.
= π
0
t(Sekon)
Q (Joule)
T( C)
10
9,6 x 10
-60
15
14,4 x 10
47
20
19,2 x 10
153
25
24 x 10
260
30
28,8 x 10
367
. P = 960 Watt,
84
35
33,6 x 10
473
40
38,4 x 10
580
45
43,2 x 10
687
50
48 x 10
793
55
52,8 x 10
900
60
57,6 x 10
1007
Dengan menggunakan persamaan 2.16. Dengan P = Daya (watt) Yaitu dari perhitungan P= V.I P= 24Volt.40Ampere = 960 watt. P=960 watt. Setelah memperoleh besarnya daya maka dapat diperoleh besarnya Q = kalor yang dihasilkan (joule), Dimana
= waktu (detik). Maka berlaku persamaan
ditentukan dari 10 sekon hingga
Maka, Pkalor =
Pkalor =
.
mencapai Tempetratur Currie.
, 960 = Q = 960 x 10s Q = 9600Joule (9,6 x 10 ) 3
Dari hasil Q yang diperoleh, maka dapat ditentukan ∆T. Apabila diberi beban massa inti besi adalah 100 gr. Pada waktu 0
450 J kg/ K . Maka digunakan persamaan ; Q = m.c. 0
3
0
= 1 menit, dimana Cbesi =
.Q = 100gr. 450 J kg/
0
K . ∆T , 9,6 x 10 J = 0,1kg. 450 J kg/ K . ∆T , ∆T= -60 C.
Maka dari hasil tersebut maka untuk mencapai Tempetratur Currie pada besi yaitu 1040 0C dibutuhkan waktu untuk beban 100 gram yaitu hingga 60 sekon.
85
700 600 500 r o 400 l a K n 300 a d r 200 u t a r e 100 p m 0 e T
-100
∆t (Sekon) Q (Joule) ∆T(0C) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-200 -300
Waktu
Gambar 2: Grafik Pengujian beban dengan massa besi 100
3.Tabel 150 gram.
Perhitungan data untuk besi kedua dengan Massa besi 150 gram. Parameter data ( C besi = 0,11 kal/g 0c). VDc = 24 Volt, N = 6 lilitan , I = 40 Ampere, F= 50kHz, B maks = 59,98 x 10 -5 Web.
= π
. P = 960 Watt,
t(Sekon)
Q (Joule)
T( C)
10
9,6 x 10
-130
15
14,4 x 10
-59
20
19,2 x 10
11
25
24 x 10
82
30
28,8 x 10
153
35
33,6 x 10
224
40
38,4 x 10
295
45
43,2 x 10
367
50
48 x 10
438
55
52,8 x 10
509
86
60
57,6 x 10
580
65
62,4 x 10
651
70
67,2 x 10
722
75
72 x 10
793
80
76,8 x 10
864
85
81,6 x 10
935
90
86,4 x 10
1007
Dengan menggunakan persamaan 2.16. Dengan P = Daya (watt) Yaitu dari perhitungan P= V.I P= 24Volt.40Ampere = 960 watt. P=960 watt. Setelah memperoleh besarnya daya maka dapat diperoleh besarnya Q = kalor yang dihasilkan (joule), Dimana
= waktu (detik). Maka berlaku persamaan
ditentukan dari 10 sekon hingga
Maka, Pkalor =
Pkalor =
.
mencapai Tempetratur Currie.
, 960 = Q = 960 x 10s Q = 9600Joule (9,6 x 10 ) 3
Dari hasil Q yang diperoleh, maka dapat ditentukan ∆T. Apabila diberi beban massa inti besi adalah 150 gr. Pada waktu 0
450 J kg/ K . Maka digunakan persamaan ; Q = m.c. 0
3
0
= 1 menit, dimana Cbesi =
.Q = 150gr. 450 J kg/ 0
K . ∆T , 9,6 x 10 J = 0,15 kg. 450 J kg/ K . ∆T , ∆T= -60 C.
Maka dari hasil tersebut maka untuk mencapai Tempetratur Currie pada besi yaitu 1007 0C dibutuhkan waktu untuk beban 150 gram yaitu hingga 90 sekon.
87
1000
800
600
r o l a K 400 n a d r u t a r e p 200 m e T
∆t (Sekon) Q (Joule) ∆T(0C)
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17
-200
-400
Waktu
Gambar 3: Grafik Pengujian beban dengan massa besi 150.
88
4.Tabel 200 gram.
Perhitungan data untuk besi kedua dengan Massa besi 150 gram. Parameter data ( C besi = 0,11 kal/g 0c). VDc = 24 Volt, N = 6 lilitan , -5
I = 40 Ampere, F= 50kHz, B maks = 59,98 x 10 Web.
= π
. P = 960 Watt,
0
t(s)
Q (Joule)
T( C)
10
9,6 x 10
-166
15
14,4 x 10
-113
20
19,2 x 10
-59
25
24 x 10
-6
30
28,8 x 10
47
35
33,6 x 10
100
40
38,4 x 10
153
45
43,2 x 10
207
50
48 x 10
260
55
52,8 x 10
313
60
57,6 x 10
367
65
62,4 x 10
420
70
67,2 x 10
473
75
72 x 10
527
80
76,8 x 10
580
85
81,6 x 10
633
90
86,4 x 10
687
95
91,2 x 10
740
100
96 x 10
793
105
100,8 x 10
847
110
105,6 x 10
900
89
115
110,4 x 10
953
120
115,2 x 10
1007
Dengan menggunakan persamaan 2.16. Dengan P = Daya (watt) Yaitu dari perhitungan P= V.I P= 24Volt.40Ampere = 960 watt. P=960 watt. Setelah memperoleh besarnya daya maka dapat diperoleh besarnya Q = kalor yang dihasilkan (joule), Dimana
= waktu (detik). Maka berlaku persamaan
ditentukan dari 10 sekon hingga
Maka, Pkalor =
Pkalor =
.
mencapai Tempetratur Currie.
, 960 = Q = 960 x 10s Q = 9600Joule (9,6 x 10 ) 3
Dari hasil Q yang diperoleh, maka dapat ditentukan ∆T. Apabila diberi beban massa inti besi adalah 150 gr. Pada waktu 0
450 J kg/ K . Maka digunakan persamaan ; Q = m.c. 0
3
0
= 1 menit, dimana Cbesi =
.Q = 200gr. 450 J kg/ 0
K . ∆T , 9,6 x 10 J = 0,2 kg. 450 J kg/ K . ∆T , ∆T= -60 C.
Maka dari hasil tersebut maka untuk mencapai Tempetratur Currie pada besi yaitu 1007 0C dibutuhkan waktu untuk beban 200 gram yaitu hingga 120 sekon. 1400 1200 1000 r o l a K n a d r u t a r e p m e T
800 600
∆t (Sekon)
400
Q (Joule) ∆T(0C)
200 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
-200 -400
Waktu
Gambar 4: Grafik Pengujian beban dengan massa besi 200.
90
5. Tabel 250 gram.
Perhitungan data untuk besi kedua dengan Massa besi 250 gram. Parameter data ( C besi = 0,11 kal/g 0c). VDc = 24 Volt, N = 6 lilitan , -5
I = 40 Ampere, F= 50kHz, B maks = 59,98 x 10 Web.
= π
0
t(Sekon)
Q (Joule)
T( C)
10
9,6 x 10
-187
15
14,4 x 10
-145
20
19,2 x 10
-102
25
24 x 10
-59
30
28,8 x 10
-17
35
33,6 x 10
25
40
38,4 x 10
68
45
43,2 x 10
111
50
48 x 10
153
55
52,8 x 10
196
60
57,6 x 10
239
65
62,4 x 10
281
70
67,2 x 10
324
75
72 x 10
367
80
76,8 x 10
409
85
81,6 x 10
452
90
86,4 x 10
495
95
91,2 x 10
537
. P = 960 Watt,
91
100
96 x 10
580
105
100,8 x 10
623
110
105,6 x 10
665
115
110,4 x 10
708
120
115,2 x 10
751
125
120 x 10
793
130
124,8 x 10
836
135
129,6 x 10
879
140
134,4 x 10
921
145
139,2 x 10
964
150
144 x 10
1007
Dengan menggunakan persamaan 2.16. Dengan P = Daya (watt) Yaitu dari perhitungan P= V.I P= 24Volt.40Ampere = 960 watt. P=960 watt. Setelah memperoleh besarnya daya maka dapat diperoleh besarnya Q = kalor yang dihasilkan (joule), Dimana
= waktu (detik). Maka berlaku persamaan
ditentukan dari 10 sekon hingga
Maka, Pkalor =
Pkalor =
.
mencapai Tempetratur Currie.
, 960 = Q = 960 x 10s Q = 9600Joule (9,6 x 10 ) 3
Dari hasil Q yang diperoleh, maka dapat ditentukan ∆T. Apabila diberi beban massa inti besi adalah 150 gr. Pada waktu 0
450 J kg/ K . Maka digunakan persamaan ; Q = m.c. 0
3
0
= 1 menit, dimana Cbesi =
.Q = 250gr. 450 J kg/ 0
K . ∆T , 9,6 x 10 J = 0,25 kg. 450 J kg/ K . ∆T , ∆T= -187 C.
Maka dari hasil tersebut maka untuk mencapai Tempetratur Currie pada besi yaitu 1007 0C dibutuhkan waktu untuk beban 250 gram yaitu hingga 150 sekon.
92
1600
1400
1200
1000
r o 800 l a K n a d r 600 u t a r e p m e 400 T
∆t (Sekon) Q (Joule) ∆T(0C)
200
0 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
-200
-400
Waktu
Gambar 4: Grafik Pengujian beban dengan massa besi 250.
93
6. Tabel 300 gram.
Perhitungan data untuk besi kedua dengan Massa besi 250 gram. Parameter data ( C besi = 0,11 kal/g 0c). VDc = 24 Volt, N = 6 lilitan , -5
I = 40 Ampere, F= 50kHz, B maks = 59,98 x 10 Web.
= π
0
. P = 960 Watt,
t(Sekon)
Q (Joule)
T( C)
10
9,6 x 10
-201
15
14,4 x 10
-166
20
19,2 x 10
-130
25
24 x 10
-95
30
28,8 x 10
-59
35
33,6 x 10
-24
40
38,4 x 10
11
45
43,2 x 10
47
50
48 x 10
82
55
52,8 x 10
118
60
57,6 x 10
153
65
62,4 x 10
189
70
67,2 x 10
224
75
72 x 10
260
80
76,8 x 10
295
85
81,6 x 10
331
90
86,4 x 10
367
95
91,2 x 10
402
94
100
96 x 10
438
105
100,8 100,8 x 10
473
110
105,6 105,6 x 10
509
115
110,4 110,4 x 10
544
120
115,2 115,2 x 10
580
125
120 x 10
615
130
124,8 124,8 x 10
651
135
129,6 129,6 x 10
687
140
134,4 134,4 x 10
722
145
139,2 139,2 x 10
758
150
144 x 10
793
155
148,8 148,8 x 10
829
160
153,6 153,6 x 10
864
165
158,4 158,4 x 10
855
170
163,2 163,2 x 10
935
175
168 x 10
971
180
172,8
1007
Dengan menggunakan persamaan 2.16. Dengan P = Daya (watt) Yaitu dari perhitungan P= V.I P= 24Volt.40Ampere = 960 watt. P=960 watt. Setelah memperoleh besarnya daya maka dapat diperoleh besarnya Q = kalor yang dihasilkan (joule), Dimana
= waktu (detik). Maka berlaku persamaan
ditentukan dari 10 sekon hingga
Maka, Pkalor =
Pkalor =
.
mencapai Tempetratur Currie.
, 960 = Q = 960 x 10s Q = 9600Joule (9,6 x 10 ) 3
95
Dari hasil Q yang diperoleh, maka dapat ditentukan ∆T. Apabila diberi beban massa inti besi adalah 150 gr. Pada waktu
450 J kg/ K 0 . Maka digunakan persamaan ; Q = m.c. 0
3
0
= 1 menit, menit, dimana dimana Cbesi =
.Q = 250gr. 450 J kg/ 0
K . ∆T , 9,6 x 10 J = 0,25 kg. 450 J kg/ K . ∆T , ∆T= -187 C.
Maka dari hasil tersebut maka untuk mencapai Tempetratur Currie pada Currie pada besi yaitu 1007 0C dibutuhkan waktu untuk beban 300 gram yaitu hingga 180 sekon (3 menit).
2000
1500
r o l a 1000 K n a d r u t a r e p m 500 e T
∆t (Sekon) Q (Joule) ∆T(0C)
0 1
-500
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
Waktu
dengan massa besi 300. 300. Gambar Gambar 5: Grafik Pengujian beban dengan
96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dalam banyak hal, alat pemanas induksi ini sangat berguna sekali baik untuk mengaplikasikan pada dunia industri karna pemanas induksi ini didesain secara efektif dan konvensional. Berdasarkan perancangan, pengujian dan analisa yang telah dilakukan pada Tugas Akhir ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengujian pemanas induksi pada beban (Besi) 50 gram, pada diperoleh kenaikan suhu
∆T=
0
∆t
= 10 sekon, 3
153 C dan jumlah kalor Q = 9,6 x 10 Joule.
kenaikan suhu dan jumlah kalor yang diperoleh bertambah seiring bertambahnya waktu pada pengujian terhadap bahan dari 50 gram – 300 gram. Namun kecepatan pemanasan semakin berkurang seiring dengan kenaikan suhu karena makin tinggi suhu maka semakin banyak energi panas yang terbuang kelingkungan sekitar yang suhunya lebih rendah.
2. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk melakukan proses panas induksi maka panas pada specimen bahan (Besi) akan semakin tinggi, sehingga bahan berupa besi bisa mencapai panas Temperature currie (10400C ) sehingga bahan menimbulkan bara api dan dapat dibengkokkan hal ini menunjukkan bahwa alat pemanas induksi menggunakan menggunakan solenoide bekerja dengan baik.
97
5.2 Saran
Saran yang dapat berikan untuk pengembangan dan perbaikan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Dalam perancangan pemanas induksi menggunakan solenoide ini sebaiknya harus memperhatikan frekuensi. Hal ini disebabkan frekuensi merupakan sumber yang penting pada sebuah lilitan pemanas agar pemanas tersebut dapat menghasilkan intensitas fluks magnetik yang tinggi. 2. Dengan beberapa pengembangan dan penyempurnaan sistem dari alat ini akan dapat lebih baik lagi hasilnya. Diharapakan pembaca dapat memberi saran dan kritik terhadap penulis.
98
DAFTAR PUSTAKA
Ishag Mohammad, 2007 “ Fisika Dasar: Elektrisitas dan Magnetisme”, Edisi pertama, Graha ilmu : Yogyakarta. Tewari. K.K. 2000, “Electricity and magnetism with elektronics” Edisi Pertama, S.CHAND & COMPANY : New Delhi, India. John S. Rigned,1459" MacMillan Encyclopedia of Physics” ISBN 0-02-897359-3 (set). Malvino. 1996, Elektronik principles1.Edisi ke empat. Diterjemahkan oleh M.barmawi dan M.o“ prinsip-prinsi elektronika jilid 1”.jakarta : salemba elektronika. Lozinski,M.G. 1969. Industrial of inducting heating . London : pergoman press. Rencono A. Wati, 2000. “ Desain Dan Analisa Pemanas Induksi”, UKS: Semarang Halliday david and resnick robert,1978. Physics,3 rd, john wiley & sons, Newyork. G.H Brown,1951. Efficiency of inducting Heatry Coil Electronic, Mc. Graw Hill, New york. Noviansyah.R.2011,”pemanas induksi menggunakan pancake coil (inductingheating),Gunadarma : Jakarta.. Sapiee Sujana & Osamu Nishino. 2005, “ Pengukuran dan alat -alat ukur listrik”Edisi KeTujuh, Pradnya Paramita : Jakarta.
99
Bishop owen. 2004, “ Dasar -dasar elektronika’’, Edisi Pertama, Erlangga : Jakarta. Tewari. K.K. 2000, “Electricity and magnetism with elektronics” Edisi Pertama, S.CHAND & COMPANY : New Delhi, India.
100
LAMPIRAN A I.
Gambar alat percobaan
I.1. Power supply
1. Rangkaian sekunder
2. Dioda
3. Heatsink
4. Power supply (keseluruhan)
101
I.2 Gambar bagian – bagian alat pemanas induksi
1. Kumparan Solenoide
2. Toroida & Heatsink
3.Mikrokontroler ATMega8535
4. LCD
102
5.Kipas
6.Pompa Air
7. Gambar keseluruhan bagian Alat pemanas induksi
103
I.3 Gambar Keseluruhan Alat Pemanas Induksi
104
II.
Gambar Beban dan Hasil Pengujian II.1 Gambar beban
1. Besi ukuran mulai dari 50 gram
2. Besi Stainles
3. Kepala Martil
105
II.2 Hasil pengujian II.2. 1 Besi Stainles
1. Pengujian Besi Pada menit 240 S.
2. Pengujian Besi Pada menit 300 S.
106
II.2.2.Kepala Martil
1.
Pengujian Besi Kepala Martil pada waktu 300 S
107
LAMPIRAN B 1. Program alat pada Mikrokontroler dengan Code vision AVR
/******************************************************* This program was created by the CodeWizardAVR V3.12 Standard Automatic Program Generator © Copyright 1998-2015 Pavel Haiduc, HP InfoTech s.r.l. http://www.hpinfotech.com
Project : Version : Date
: 7/25/2015
Author : Company : Comments:
Chip type
: ATmega8535
Program type
: Application
AVR Core Clock frequency: 16.000000 MHz Memory model External RAM size Data Stack size
: Small :0 : 128
*******************************************************/
#include
#include
108
// 1 Wire Bus interface functions #include <1wire.h>
// DS1820 Temperature Sensor functions #include
// Alphanumeric LCD functions #include
// Declare your global variables here
// Standard Input/Output functions #include
// Voltage Reference: AVCC pin #define ADC_VREF_TYPE ((0<
// Read the 8 most significant bits // of the AD conversion result unsigned char read_adc(unsigned char adc_input) { ADMUX=adc_input | ADC_VREF_TYPE; // Delay needed for the stabilization of the ADC input voltage delay_us(10); // Start the AD conversion ADCSRA|=(1<
109
// Wait for the AD conversion to complete while ((ADCSRA & (1<
unsigned int acs712 (void) { unsigned char cnt; unsigned int arus; arus = 0; for (cnt = 0; cnt < 50; cnt++) { arus = arus + read_adc(0); } arus = arus / 50; return arus; }
unsigned int acs_712 (void) { unsigned char cnt; unsigned int arus; arus = 0; for (cnt = 0; cnt < 50; cnt++) { arus = arus + read_adc(2);
110
} arus = arus / 50; return arus; }
unsigned int vin (void) { unsigned char cnt; unsigned int v; v = 0; for (cnt = 0; cnt < 50; cnt++) { v = v + read_adc(1); } v = v / 50; return v; }
// SPI functions #include
unsigned int thermo (void) { unsigned int th, xkar; th = spi(xkar); th = th << 8;
111
th = th | spi(xkar); return th; }
void main(void) { // Declare your local variables here unsigned char buf[33]; unsigned int i712, i_712, vs, it, th, thl, thh;
// Input/Output Ports initialization // Port A initialization // Function: Bit7=In Bit6=In Bit5=In Bit4=In Bit3=In Bit2=In Bit1=In Bit0=In DDRA=(0<
// Port B initialization // Function: Bit7=Out Bit6=In Bit5=Out Bit4=Out Bit3=In Bit2=In Bit1=In Bit0=In DDRB=(1<
// Port C initialization
112
// Function: Bit7=In Bit6=In Bit5=In Bit4=In Bit3=In Bit2=In Bit1=In Bit0=In DDRC=(0<
// Port D initialization // Function: Bit7=In Bit6=In Bit5=In Bit4=In Bit3=In Bit2=In Bit1=In Bit0=In DDRD=(0<
// Timer/Counter 0 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer 0 Stopped // Mode: Normal top=0xFF // OC0 output: Disconnected TCCR0=(0<
// Timer/Counter 1 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer1 Stopped // Mode: Normal top=0xFFFF
113
// OC1A output: Disconnected // OC1B output: Disconnected // Noise Canceler: Off // Input Capture on Falling Edge // Timer1 Overflow Interrupt: Off // Input Capture Interrupt: Off // Compare A Match Interrupt: Off // Compare B Match Interrupt: Off TCCR1A=(0<
// Timer/Counter 2 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer2 Stopped // Mode: Normal top=0xFF // OC2 output: Disconnected ASSR=0<
114
TCCR2=(0<
// Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization TIMSK=(0<
// External Interrupt(s) initialization // INT0: Off // INT1: Off // INT2: Off MCUCR=(0<
// USART initialization // Communication Parameters: 8 Data, 1 Stop, No Parity // USART Receiver: On // USART Transmitter: On // USART Mode: Asynchronous // USART Baud Rate: 9600 UCSRA=(0<
115
UBRRL=0x67;
// Analog Comparator initialization // Analog Comparator: Off // The Analog Comparator's positive input is // connected to the AIN0 pin // The Analog Comparator's negative input is // connected to the AIN1 pin ACSR=(1<
// ADC initialization // ADC Clock frequency: 125.000 kHz // ADC Voltage Reference: AVCC pin // ADC High Speed Mode: Off // ADC Auto Trigger Source: ADC Stopped // Only the 8 most significant bits of // the AD conversion result are used ADMUX=ADC_VREF_TYPE; ADCSRA=(1<
// SPI initialization // SPI Type: Master // SPI Clock Rate: 125.000 kHz // SPI Clock Phase: Cycle Start // SPI Clock Polarity: Low
116
// SPI Data Order: MSB First SPCR=(0<
// TWI initialization // TWI disabled TWCR=(0<
// 1 Wire Bus initialization // 1 Wire Data port: PORTC // 1 Wire Data bit: 0 // Note: 1 Wire port settings are specified in the // Project|Configure|C Compiler|Libraries|1 Wire menu. w1_init();
// Alphanumeric LCD initialization // Connections are specified in the // Project|Configure|C Compiler|Libraries|Alphanumeric LCD menu: // RS - PORTB Bit 0 // RD - PORTB Bit 1 // EN - PORTB Bit 2 // D4 - PORTC Bit 4 // D5 - PORTC Bit 5 // D6 - PORTC Bit 6 // D7 - PORTC Bit 7 // Characters/line: 16
117
lcd_init(16); lcd_init(16); lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf("I(Amp), V(Volt)");
while (1) { // Place your code here i712 = acs712(); i_712 = acs_712();
i712 = i712 - 95 ; i_712 = i_712 - 120;
if (i712 > 250) i712 = 0; if (i_712 > 250) i_712 = 0;
it = i_712 + i712; it = (it * 13) / 12; vs = vin()* 9/4;
th = thermo;
lcd_gotoxy(0,0); sprintf(buf,"I:%02u.%01u lcd_puts(buf);
V:%02u.%01u",it/10, it%10, vs/10, vs%10);
118
lcd_gotoxy(0,1); sprintf(buf,"Ihermo: %05",th); lcd_puts(buf);
thl = th; thh = th; thl = th & 0x00ff; thh = th >> 8;
delay_ms(10); putchar('I'); putchar(it); putchar('V'); putchar(vs);
putchar{'T'); putchar(thl); putchar(thh);
}
} }
119
2. Program Alat Menggunakan Visual Basic V.6.0
Private Sub Command1_Click() MSComm1.PortOpen = False Close intHandle End End Sub
Private Sub Command3_Click() Print #intHandle, "There will be a new line after this!" Print #intHandle, "Last line in file!"; '<- Notice semicolon. End Sub
Private Sub Form_Load()
If MSComm1.PortOpen = False Then MSComm1.PortOpen = True MSComm1.RThreshold = 2 MSComm1.NullDiscard = False MSComm1.InputMode = comInputModeText End If
End Sub
Private Sub MSComm1_OnComm() Dim vkar, cmd As String ' Dim cmd As Byte
120
Dim arus, thl, thh, tegangan As Byte
If MSComm1.CommEvent = 2 Then vkar = MSComm1.Input
cmd = Mid$(vkar, 1, 1)
If cmd = "I" Then arus = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) Text2.Text = arus / 10 End If
If cmd = "V" Then tegangan = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) Text1.Text = tegangan / 10 End If
If cmd = "T" Then thl = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) thh = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) th = thh th = SHL (thh,8) th = th OR thl
Text3.Text = th End If