BAGIAN ANESTESIOLOGI PERAWATAN INTENSIVE DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN JOURNAL READING FEBRUARI 2014
PROTOKOL RESUSITASI CAIRAN PADA LUKA BAKAR DI UNIT PERAWATAN INTENSIF INGGRIS DAN IRLANDIA Fluid resuscitation protocols for burn patients at intensive care units of the United Kingdom and Ireland, Sammy Al-Benna Department of Plastic Surgery, St. Bartholomew's, London United Kingdom
OLEH : Nur Aisyah Pembimbing : Dr. Supono Supervisor : Dr. Syafri K. Arif, Sp.An. KIC KAKV
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI PERAWATAN INTENSIVE DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011
PROTOKOL RESUSITASI CAIRAN PADA LUKA BAKAR DI UNIT PERAWATAN INTENSIF INGGRIS DAN IRLANDIA Sammy Al-Benna 1 1
Bagian Bedah Plastik Rumah Sakit St. Bartholomew, London, Inggris
ABSTRAK Pendahuluan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan protokol resusitasi cairan pada luka bakar di unit perawatan intensif (Intensive Care Unit, ICU) Inggris dan Irlandia. Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan sebuah kuisioner melalui telepon yang dirancang untuk meninjau protokol resusitasi cairan di ICU pada semua rumah sakit yang memilki bagian bedah plastik/ unit luka bakar di Kepulauan Britania (Inggris) pada tahun 2010. Umpan balik dari kuesioner tersebut berasal dari perawat senior di ICU masing-masing rumah sakit. Hasil: Sebanyak 32 dari 64 ICU (50%) menyediakan perawatan luka bakar. Telah diperoleh respon sebanyak 100% dari 32 ICU tersebut dengan hasil: 71,4% mengatakan bahwa resusitasi cairan pada luka bakar yang terjadi pada orang dewasa mulai dilakukan apabila luas luka bakar mencapai 15% dari luas permukaan tubuh (Total Body Surface Area, TBSA), 21,4% pada TBSA 20%, dan 7,1% pada TBSA 10%. Perkiraan volume resusitasi paling sering dihitung dengan menggunakan formula Parkland/ Modifikasi Parkland (87,5%) atau formula Muir dan Barclay (12,5%). Hal yang menarik dari penggunaan rumus tersebut adalah sebanyak dua ICU telah berubah dari formula Muir dan Barclay ke formula Parkland dan sebaliknya satu ICU berubah dari formula Parkland ke formula Muir dan Barclay. Meskipun demikian, sebanyak 37,5% ICU tidak mengikuti formula tersebut secara persis. Cairan yang paling sering digunakan untuk resusitasi pada kasus luka bakar adalah Ringer laktat (46,9%) dan Albumin (12,5%). Tidak ada ICU yang menggunakan darah sebagai cairan lini pertama pada resusitasi luka bakar. Sebanyak 18,8% ICU menggunakan vena sentral untuk infus cairan pada resusitasi luka bakar. 40,6% ICU menganggap perlunya penggantian cairan selama resusitasi. Sebanyak 78,1% ICU menganggap urin menjadi faktor paling penting dalam memodifikasi volume resusitasi. 59,4% ICU menghitung cairan pemeliharaan setelah resusitasi selesai. Resusitasi dilakukan selama 24 jam (46,9% ICU) dan 36 jam (pada 9,4% ICU). Sebanyak 5/32 ICU (16%) menganggap protokol yang mereka terapkan terlalu sedikit menggunakan cairan, sedangkan 6/32 ICU (19%) beranggapan sebaliknya. 59,3% ICU memberikan cairan oral/ enteral dengan menggunakan naso-gastric tube atau
naso-jejenal tube. Sebanyak 21,9% dari ICU tersebut menganggap cairan oral/ enteral yang diberikan bermanfaat pada resusitasi yang dilakukan. Setengah dari semua ICU mengatakan bahwa formula yang mereka gunakan sudah tepat dalam resusitasi cairan pada luka bakar, sedangkan 25% ICU menganggap formula mereka menggunakan cairan yang terlalu banyak, dan 21,9% mengatakan yang sebaliknya (cairan yang digunakan terlalu sedikit). Diskusi dan Kesimpulan: Terdapat variasi dalam protokol resusitasi cairan untuk luka bakar pada beberapa ICU di Inggris. Hal tesebut dapat memberikan konsekuensi penting seperti tidak adekuatnya resusitasi yang bisa membatasi perfusi ke daerah luka bakar yang masih bisa dipulihkan, jaringan yang akan dicangkokkan, dan organ lain yang secara tidak langsung ikut cedera akibat luka bakar. Kata Kunci: luka bakar, resusitasi cairan, koloid, kristaloid
PENDAHULUAN Pasien luka bakar berisiko untuk mengalami hipovolemia, yang dapat berlanjut ke gagal organ, dan bahkan kematian. Tujuan utama dari manajemen awal luka bakar adalah untuk menggantikan kehilangan cairan ekstraselular yang sebanding dengan pesentasi luas luka bakar terhadap luas permukaan tubuh (% Total Body Surface Area, TBSA).1,2 Resusitasi cairan telah diakui sebagai suatu intervensi yang memberikan kontribusi dalam menurunkan kejadian komplikasi.1,2 Regimen yang digunakan dalam resusitasi cairan telah dikembangkan selama bertahun-tahun, meskipun diakui bahwa dasar bukti pemilihan formula resusitasi tersebut masih lemah. Beberapa penelitian telah menjelaskan mengenai variasi dalam pilihan regimen pad beberapa unit luka bakar melalui kuesioner.3,4,5,6 Meskipun penggantian volume cairan pada pasien luka bakar umumnya diterima, strategi yang optimal masih menjadi perdebatan.1,3,4,5,6,7 Terdapat perbedaan dalam hal jumlah, jenis cairan, waktu dan pemantauan terapi cairan yang digunakan dalam resusitasi. Formula Muir dan Barclay sangat populer di Inggris sejak tahun 1962.8 Awalnya formula tersebut menggunakan plasma ditambah dengan Dekstrosa 5% untuk memenuhi kebutuhan air metabolik. Pada akhir tahun 1980-an plasma diganti dengan albumin 4,5% sebagai cairan resusitasi. Pada tahun 1968, Baxter dan Shires mengembangkan formula tanpa koloid, yang sekarang disebut sebagai formula Parkland.9 Formula tersebut menganjurkan pemberian 4 ml Ringer Laktat/kg berat badan/persentasi luas luka bakar selama 24 jam pertama: setengahnya diberikan dalam delapan jam pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya (Tabel 1). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan resusitasi cairan pada pasien luka bakar di Inggris dan Irlandia pada tahun 2010.
Tabel 1. Perbandingan Formula Parkland dengan Formula Muir dan Barclay pada Resusitasi Luka Bakar
Parkland Resusitasi
kristaloid
Muir dan Barclay
dengan
Ringer Resusitasi koloid dengan plasma
Laktat Kebutuhan cairan dalam 24 jam = 4 x % 36 jam pertama dibagi menjadi interval 4, luka bakar x berat badan (kg) Setengah
dari
kebutuhan
4, 4, 6, 6, 12 jam 24
jam Setiap interval = 0,5 x % luka bakar x
diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya berat badan diberikan dalam 16 jamberikutnya
METODE Sebuah kuesioner melalui telepon dirancang untuk memperoleh data mengenai protokol resusitasi cairan pada luka bakar. Hal tersebut mencakup fasilitas luka bakar, protokol yang digunakan pada resusitasi cairan, teknik pemantauan cairan, rute akses resusitasi, dan penggunaan cairan enteral sebagai bagian dari resusitasi. Sebanyak 64 rumah sakit yang memiliki bagian bedah plastik/ unit luka bakar terdaftar oleh British Association of Plastik, Bedah Rekonstruksi dan Estetika di Inggris dan Irlandia dihubungi melalui telepon. Kuesioner diajukan kepada perawat senior yang terlibat dalam perawatan luka bakar. Umpan balik dari kuesioner itu berasal dari perawat senior tersebut dari ICU masing-masing rumah sakit.
HASIL Sebanyak 64 bagian bedah plastik telah dihubungi. Dari 64 bagian tersebut, sebanyak 32 bagian (50%) menyediakan perawatan luka bakar pada tahun 2010. Tingkat respon adalah 100%. Dari 32 bagian, sebanyak 43,8% memberikan perawatan untuk orang dewasa saja, 15,6% anak-anak saja dan 40,6% untuk orang dewasa dan anak-anak. Dari 14 bagian yang memberikan perawatan untuk orang dewasa saja, sebanyak 71,4% mengatakan bahwa resusitasi cairan pada luka bakar mulai dilakukan apabila luas luka bakar mencapai 15% dari luas permukaan tubuh (Total Body Surface Area, TBSA), 21,4% pada TBSA 20%, dan 7,1% pada TBSA 10%. Bagian bedah plastik yang memberikan perawatan pada pasien anak-anak saja mengatakan bahwa resusitasi cairan dimulai pada TBSA 10%. Dari 13 unit yang memberikan perawatan pada pasien dewasa dan anak-anak, sebagian besar (84,6%) beranggapan bahwa resusitasi dimulai pada TBSA 15% untuk orang dewasa dan TBSA 10% untuk anak-anak, sedangkan sisanya (15,4%) mengatakan bahwa resusitasi dimulai pada TBSA 15% untuk semua kasus (Gambar 1 dan Gambar 2).
Gambar 1. Dimulainya resusitasi berdasarkan persentase luas luka bakar menurut TBSA (Total Body Surface Area) pada unit perawatan luka bakar untuk pasien dewasa.
Gambar 2. Dimulainya resusitasi berdasarkan persentase luas luka bakar menurut TBSA (Total Body Surface Area) pada unit perawatan luka bakar untuk anak-anak.
Sebanyak 81,3% unit luka bakar lebih memlih jalur perifer untuk resusitasi, sedangkan 6,3% lebih menyukai akses sentral, dan 12,5% menggunakan kombinasi keduanya. Formula Parkland digunakan oleh 81,3% unit, sedangkan 6,3% unit menggunakan formula modifikasi Parkland, dan 12,5% menggunakan formula Muir dan Barclay (Gambar 3).
Gambar 3. Penggunaan Formula Resusitasi pada Unit Luka Bakar yang Berbeda
Semua unit luka bakar yang memberikan perawatan untuk pasien anak-anak saja menggunakan formula Parkland atau modifikasi Parkland. Dari 32 unit, terdapat dua unit yang berubah dari formula Muir dan Barclay ke formula Parkland dan sebaliknya satu unit berubah dari formula Parkland ke formula Muir dan Barclay. Ringer laktat (Lactate Ringer, LR) atau NaCL 0,9% merupakan cairan yang digunakan sebagai cairan awal resusitasi pada formula Parkland. Sedangkan semua unit luka bakar yang menerapkan formula Muir dan Barclay menggunakan albumin (Human Albumin Solution, HAS) sebagai cairan resusitasi awal. Meskipun demikian, lebih dari sepertiga unit luka bakar (37,5%) tidak mengikuti protokol tersebut. Cairan yang paling sering digunakan untuk resusitasi pada luka bakar adalah Ringer Laktat (46,9%). Sedangkan HAS digunakan oleh 12,5% unit untuk resusitasi. Tidak ada ICU yang menggunakan darah sebagai lini pertama dalam resusitasi cairan untuk luka bakar. Sebanyak 18,8% menggunakan jalur sentral untuk mengukur tekanan ventrikel kanan. 34,4% ICU menganggap perlunya penggantian cairan selama resusitasi. Sebanyak 78,1% ICU menganggap urin menjadi faktor paling penting dalam memodifikasi volume resusitasi. 59,4% ICU menghitung cairan pemeliharaan setelah resusitasi selesai. Resusitasi dilakukan selama 24 jam (46,9% ICU) dan 36 jam (pada 8,3% ICU). Sebanyak 40,6% ICU menganggap perlunya penggantian cairan intravena selama resusitasi. Dari 13 unit tersebut, dua diantaranya mengganti HAS menjadi LR selama resusitasi, dua unit lain mengganti LR menjadi HAS, satu unit mengganti LR menjadi NaCl 0,9%, empat unit menambahkan kolid secara bolus pada formula kristaloid. Empat unit yang lain mengubah cairan resusitasi berdasarkan kasus/ pengalaman yang ada (gambar 4).
Gambar 4. Perubahan cairan selama resusitasi (HAS-albumin manusia 4,5%, LR-Ringer Laktat, NaCl-Natrium Klorida 0,9%)
Beberapa patokan digunakan untuk menentukan kecepatan resusitasi. Sebanyak 84,4% ICU menganggap urin sebagai faktor paling penting dalam memodifikasi volume resusitasi. Meskipun ICU pada umumnya mengatur resusitasi berdasarkan urin (biasanya menggunakan metode invasif untuk mengatur kecepatan resusitasi), sebanyak 25% ICU juga menggunakan hasil pemeriksaan darah sebagai patokan untuk mengatur resusitasi. Resusitasi dilakukan selama 24 jam (46,9% ICU), 36 jam pada 9,4% ICU, dan 48 jam pada 6,3% ICU. Sedangkan ICU di beberapa rumah sakit lainnya menghentikan resusitasi berdasarkan kondisi dan tanda vital pasien. Sebanyak 56,3% ICU menghitung cairan pemeliharaan setelah resusitasi selesai. Sebanyak 90,6% subjek mengaku puas atas protokol resusitasi yang mereka gunakan. Setengah dari seluruh ICU menganggap cairan resusitasi yang mereka
gunakan sudah memadai, sedangkan 25% ICU beranggapan bahwa protokol yang mereka terapkan terlalu banyak menggunakan cairan, dan 21,9% berpikir sebaliknya. Pada umumnya (84,4%) rumah sakit memberikan cairan (atau makanan) melalui oral atau enteral pada pasien dengan luka bakar. Sebanyak 18,8% cairan oral atau enteral sebagai bagian dari resusitasi. Kebanyakan ICU (59,3%) memberikan caiaran oral atau enteral dengan menggunakan naso-gastric tube, sedangkan sisanya (40,7%) menggunakan naso-jejenal tube atau naso-duodenal tube. Cairan yang digunakan bervariasi, mulai dari cairan sampai makanan berbentuk cair yang diatur oleh ahli gizi. Sebanyak 21,9% dari ICU tersebut menganggap
cairan oral/ enteral yang
diberikan bermanfaat pada resusitasi yang dilakukan.
DISKUSI DAN KESIMPULAN Tulisan ini merupakan tulisan pertama mengenai penelitian tentang protokol resusitasi cairan untuk luka bakar pada semua ICU di Inggris dan Irlandia. Resusitasi cairan yang efektif merupakan salah satu dasar dari unit luka bakar modern. Resusitasi yang tidak adekuat dapat membatasi perfusi ke daerah luka bakar yang masih bisa disembuhkan, jaringan yang akan dicangkokkan, dan organ lain yang secara tidak langsung ikut cedera akibat luka bakar. Meskipun berat badan dan luasnya luka bakar dapat digunakan dalam formula resusitasi, disfungsi organ multipel dan kematian akibat tidak adekuatnya resusitasi merupakan hal yang tidak biasa terjadi.10 Sebaliknya, resusitasi yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru, edema miokard, luka bakar superfisial menjadi lebih dalam, peningkatan tekanan kompartemen (yang memerlukan fasiotomi pada anggota badan meskiupun tidak ikut terbakar), ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome), dan disfungsi organ multipel.11 Di Inggris, praktik resusitasi cairan pada luka bakar telah mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini. Resusitasi cairan berbasis koloid berubah
menjadi resusitasi berbasis kristaloid.1,3,4 Hal tersebut menunjukkan bahwa praktik resusitasi cairan pada luka bakar di Inggris dan Irlandia telah mengikuti resusitasi yang digunakan di Amerika Serikat.4 Pada tahun 1997, sebuah penelitian dengan kuisioner menunjukkan bahwa kebanyakan unit perawatan menggunakan albumin berdasarkan formula Muir dan Barclay12 yang berlawanan dengan pedoman ATLS (Advanced Trauma Life Support) dan Pengelolaan Darurat Luka Bakar Parah (Emergency Management of Severe Burns) yang lebih menyukai penggunaan formula Parkland dalam resusitasi cairanpada luka bakar. Pada tahun 1998, The Cochrane Injuries Group melaporkan kelayakan penggunaan albumin pada pasien yang mengalami sakit parah, khususnya pada luka bakar. Pada tahun 2001, kuisioner yang serupa menunjukkan bahwa lebih dari 50% unit luka bakar untuk pasien anak-anak tetap menggunakan formula Muir dan Barclay4, tetapi pada tahun 2007 sebagian besar telah menggunakan formula Parkland.3 Perubahan tersebut dipengaruhi oleh pedomen nasional, ATLS, dan artikel Cochrane.3,12,13,14 Alasan lain yang dapat menjelaskan menurunnya penggunanaan koloid secara teori adalah adanya efek edema paru yang dapat timbul.1,15 Umumnya resusitasi mulai dilakukan pada TBSA 15% untuk orang dewasa dan TBSA 10% untuk anak-anak. Formula Parkland paling banyak digunakan, yaitu sebanyak 81% rumah sakit menggunakan formula tersebut. Hal ini serupa dengan laporan Baker dkk yang menyatakan bahwa sebanyak 78% unit luka bakar menggunakan formula Parkland. Hal ini memberi kesan bahwa resusitasi menggunakan kristaloid telah banyak digunakan. Resusitasi yang tidak adekuat atau berlebihan dapat menyebebkan efek yang tidak diiginkan. Urin sebagai patokan resusitasi bisa saj menjadi hal yang tidak sensitif atau spesifik dan tidak dapat digunakan untuk mencegah disfungsi organ.1,16,17,18 Tidak ada publikasi level I atau II yang menjelaskan tentang pedoman pemilihana cairan resusitasi pada pasien dengan luka bakar.14,19,20 Ada dua prinsip
dasar dalam resusitasi cairan pada luka bakar yaitu pertama, harus diberikan cairan untuk mempertahankan perfusi ke organ yang adekuat, dan kedua, volume cairan infus sebaiknya terus dititrasi untuk mencegah resusitasi cairan yang tidak adekuat atau berlebihannya resusitasi.21 Pemilihan cairan awal resusitasi disesuaikan dengan formula yang akan digunakan. Satu-satunya koloid yang digunakan adalah albumin, berbeda dengan data di Jerman yang menyebutkan bahwa penggunaan kanji (starches) telah berkembang.22 Penggantian cairan selama resusitasi dipertimbangkan dengan alasan untuk meminimalkan kejadian edema dengan memberikan koloid bukan merupakan konsep baru.23 Penelitian yang kami lakukan menunjukkan bahwa hanya 40% rumah sakit yang melakukan penggantian cairan resusitasi secara rutin. Hasil penelitian ini lebih rendah daripada hasil penelitian sebelumnya dan menariknya dilaporkan bahwa penggantian cairan resusitasi dari kristaloid ke koloid memiliki jumlah yang sama dengan penggantian koloid menjadi kristaloid. Dogma tradisional mengatakan bahwa titrasi cairan dilakukan untuk mempertahankan perfusi ginjal agar diperoleh urin sebanyak 30 – 50 ml/jam untuk orang dewasa.9,10,13 Tanda fisiologis lain juga harus diperhatikan misalnya denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan, capillary refill time, suhu tubuh, dan kesadaran. Pemeriksaan darah seperti keseimbangan asam-basa, laktat, dan hematokrit dapat memberikan informasi yang berguna dalam resusitasi. ICU memiliki peralatan yang canggih (termasuk alat yang invasif) untuk menentukan adekuatnya resusitasi yang diberikan agar dapat memperbaiki beban awal (pre-load) jantung. Penelitian pada orang dewasa dan anak-anak gagal memberikan penjelasan mengenai keuntungan penambahan cairan menggunakan alat invasif dengan pendekatan pre-load tersebut.24,25 Pendekatan resusitasi oral dan enteral menimbulkan berbagai respon. Pada umumnya rumah sakit menyediakan pemberian makanan secara enteral untuk luka bakar, dan hanya sebagian kecil yang menggunakan cairan oral atau eneteral sebagai bagian dari resusitasi. Sangat sedikit yang menganggap hal tersebut efektif. Sebuah
penelitian mengenai gizi di ICU menunjukkan bahwa waktu rata-rata untuk memulai nutrisi enteral adalah 46,5 jam.26
Hanya
sedikit literatur modern
yang
menggambarkan efek pendekatan tersebut pada resusitasi. Advanced Burn Life Support menyebutkan bahwa cairan per oral dapat diberikan pada luka bakar ukuran kecil. Selain itu, sebuah penelitian dari World Health Organization Oral Resuscitation Solution menyatakan bahwa hasil resusitasi dengan cairan oral yang diberikan pada luka bakar 10 – 20% memilki efektifitas yang sama dengan pemberian cairan secara intravena.27 Keterbatasan penelitian ini adalah tidak bisa menggambarkan hasil resusitasi secara berebda. Apabila membaca literatur yang membandingkan antara koloid dengan kristaloid dalam resusitasi, misalnya artikel Cochrane sepeti yang telah disebutkan sebelumnya, harus selalu diingat bahwa artikel tersebut tidak spesifik pada luka bakar sehingga aplikasinya pun terbatas. Mortalitas pada kasus luka bakar dipengaruhi oleh banyak faktor ketika menangani pasien luka bakar tersebut, misalnya cara resusitasi atau tingkat keahlian yang berbeda dari setiap rumah sakit. Sebagai kesimpulan, resusitasi cairan dengan menggunakan kristaloid pada luka bakar paling banyak digunakan di Inggris dan Irlandia. Oleh karena terdapat banyak variasi dalam praktik dan adanya keterbatasan bukti resusitasi cairan, maka diperlukan adanya mufakat dari para ahli untuk menentukan pedoman resusitasi cairan.
REFERENSI 1. Dulhunty JM, Boots RJ, Rudd MJ, Muller MJ, Lipman J. Increased fluid resuscitation can lead to adverse outcomes in major-burn injured patients, but low mortality is achievable. Burns. 2008;34(8):1090-7. DOI: 10.1016/j.burns.2008.01.011. 2. Ryan CM, Schoenfeld DA, Thorpe WP, Sheridan RL, Cassem EH, Tompkins RG. Objective estimates of the probability of death from burn injuries. N Engl J Med.1998;338(6):362-6. DOI: 10.1056/NEJM199802053380604. 3. Baker RH, Akhavani MA, Jallali N. Resuscitation of thermal injuries in the United Kingdom and Ireland. J Plast Reconstr Aesthet Surg. 2007;60(6):682-5. DOI: 10.1016/j.bjps.2006.09.003. 4. Wharton SM, Khanna A. Current attitudes to burns resuscitation in the UK. Burns. 2001;27(2):183-4. DOI: 10.1016/S0305-4179(00)00097-8. 5. Boldt J, Papsdorf M. Fluid management in burn patients: results from a European survey-more questions than answers. Burns. 2008;34(3):328-38. DOI: 10.1016/j.burns.2007.09.005. 6. Mitra B, Fitzgerald M, Cameron P, Cleland H. Fluid resuscitation in major burns. ANZ J Surg. 2006;76(1-2):35-8. DOI: 10.1111/j.1445-2197.2006.03641.x 7. 7. Holm C. Resuscitation in shock associated with burns. Tradition or evidencebased medicine? Resuscitation. 2000;44(3):157-64. DOI: 10.1016/S03009572(00)00159-3. 8. Muir IFK, Barclay TL. Treatment of burn shock. In: Muir IFK, Barclay TL, eds. Burns and their treatment. London: Lloyd-Luke; 1962. p. 13-47. 9. Baxter CR, Shires T. Physiological response to crystalloid resuscitation of severe burns. Ann N Y Acad Sci. 1968;150(3):874-94. DOI: 10.1111/j.17496632.1968.tb14738.x 10. Pham TN, Cancio LC, Gibran NS; American Burn Association. American Burn Association practice guidelines burn shock resuscitation. J Burn Care Res. 2008;29(1):257-66.
11. Pruitt BA Jr. Protection from excessive resuscitation: "pushing the pendulum back". J Trauma. 2000;49(3):567-8. DOI: 10.1097/00005373-200009000-00030. 12. Webb J. Current attitudes to burns resuscitation in the UK. Burns. 2002;28(2):205. DOI: 10.1016/S0305-4179(01)00089-4. 13. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma and Life Support for doctors. Chicago: American College of Surgeons; 1997. 14. Human albumin administration in critically ill patients: systematic review of randomised controlled trials. Cochrane Injuries Group Albumin Reviewers. BMJ.1998;317(7153):235-40. 15. Aharoni A, Moscona R, Kremerman S, Paltieli Y, Hirshowitz B. Pulmonary complications in burn patients resuscitated with a low-volume colloid solution. Burns. 1989;15(5):281-4. DOI: 10.1016/0305-4179(89)90001-6. 16. Dries DJ, Waxman K. Adequate resuscitation of burn patients may not bemeasured by urine output and vital signs. Crit Care Med. 1991;19(3):327-9. DOI: 10.1097/00003246-199103000-00007. 17. Ahrns KS. Trends in burn resuscitation: shifting the focus from fluids toadequate endpoint monitoring, edema control, and adjuvant therapies. Crit Care Nurs Clin North Am. 2004;16(1):75-98. Review. DOI: 10.1016/j.ccell.2003.09.007. 18. Boldt J, Schöllhorn T, Dieterich HJ. Volumentherapie in Deutschland. Eine IstAnalyse anhand einer Fragebogenaktion. Anasthesiol Intensivmed. 2006;47(6):309-17. 19. Perel P, Roberts I. Colloids versus crystalloids for fluid resuscitation in critically ill patients. Cochrane Database Syst Rev. 2007;(4):CD000567. Update in: Cochrane Database Syst Rev. 2011;3:CD000567. 20. Al-Benna S, Alzoubaidi D, Al-Ajam Y. Evidence-based burn care--An assessmentof the methodological quality of research published in burn care journals from 1982 to 2008. Burns. 2010;36(8):1190-5. DOI: 10.1016/j.burns.2010.03.011. 21. Shires T. Consensus Development Conference. Supportive therapy in burn care. Concluding remarks by the chairman. J Trauma. 1979;19(11 Suppl):935-6.
22. Baxter CR, Shires T. Physiological response to crystalloid resuscitation of severe burns. Ann N Y Acad Sci. 1968;150(3):874-94. DOI: 10.1111/j.17496632.1968.tb14738.x 23. Baxter CR. Fluid volume and electrolyte changes of the early postburn period. Clin Plast Surg. 1974;1(4):693-703. 24. Holm C, Melcer B, Hörbrand F, Wörl H, von Donnersmarck GH, Mühlbauer W. Intrathoracic blood volume as an end point in resuscitation of the severely burned: an observational study of 24 patients. J Trauma. 2000;48(4):728-34. DOI: 10.1097/00005373-200004000-00023. 25. Reynolds EM, Ryan DP, Sheridan RL, Doody DP. Left ventricular failure complicating severe pediatric burn injuries. J Pediatr Surg. 1995;30(2):264-9. DOI: 10.1016/0022-3468(95)90572-3 26. Cahill NE, Dhaliwal R, Day AG, Jiang X, Heyland DK. Nutrition therapy in the critical care setting: what is "best achievable" practice? An international multicenter observational study. Crit Care Med. 2010;38(2):395-401. DOI: 10.1097/CCM.0b013e3181c0263d 27. El-Sonbaty MA. Oral rehydration therapy in moderately burned children. Ann Medit Burns Club. 1991;4(1):29-32.