BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anggaran adalah merupakan hal yang paling penting yang harus ada di dalam pemerintahan. Karena anggaran merupakan cara yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Pemerintah ingin agar kekayaan yang dimiliki negara dapat diberikan kepada seluruh masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terhambat oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Di sinilah fungsi dan peran penting anggaran.
Anggaran merupakan suatu laporan yang memuat penerimaan dan pembelanjaan negara/ daerah. Di dalam laporan tersebut ditetapkan target-target yang hendak dicapai pemerintah dalam penerimaan pendapatan dan pengeluaran. Kebijakan-kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah dituangkan di dalam anggaran tersebut.
Setiap tahunnya proses penyusunan anggaran sering kali menjadi isu sorotan utama masyarakat. Karena APBN selalu menjadi indikator perekonomian negara selama tahun berikutnya. Sehingga, APBN selalu menjadi suatu dasar apakah masyarakat akan semakin sejahtera atau tidak. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukanlah pengetahuan proses penyusunan APBN dan APBD yang efektif dan efisien.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan para pembaca dapat mengetahui apa itu APBN/ APBD dan bagaimanakah proses penyusunannya.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan APBN dan APBD ?
Apa fungsi dari APBN dan APBD ?
Apa tujuan dari APBN dan APBD ?
Ada dasar hukum dari penyusunan APBN dan APBD ?
Apa prinsip-prinsip dari penyusunan APBN dan APBD ?
Apa jenis-jenis pendapatan negara/ daerah ?
Apa jenis-jenis pengeluaran negara/ daerah ?
Apa ketentuan perumusan dari APBN dan APBD ?
Bagaimanakah proses dan tahap perumusan penyusunan anggaran ?
Tujuan
Memahami apa yang dimaksud dengan APBN dan APBD
Mengetahui fungsi dari APBN dan APBD
Mengetahui tujuan dari APBN dan APBD
Mengetahui dasar hukum dari penyusunan APBN dan APBD
Mengetahui prinsip-prinsip dari penyusunan APBN dan APBD
Mengetahui jenis-jenis pendapatan negara/ daerah
Mengetahui jenis-jenis pengeluaran negara. daerah
Mengetahui ketentuan perumusan dari APBN dan APBD
Mengetahui proses dan tahap perumusan penyusunan anggaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi APBN
APBN adalah singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran ( 1 Januari – 31 Desember) yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan undang-undang.
Setiap tahun pemerintahan menghimpun dan membelanjakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Istilah ini mengacu pada anggaran yang digunakan oleh pemerintah pusat dan bukan termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan juga anggaran BUMN. Penyusunan anggaran negara merupakan rangkaian aktivitas yang melibatkan banyak pihak, termasuk semua departemen dan lembaga serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Peran DPR dalam penyusunan anggaran menyebabkan penyusunan anggaran lebih transparan, demokratis, objektif dan akuntabel.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa APBN harus diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang. Dalam hal ini presiden berkewajiban menyusun dan mengajukan Rancangan APBN (RAPBN) kepada DPR. RAPBN tersebut memuat asumsi umum yang mendasari penyusunan APBN, perkiraan penerimaan, pengeluaran, transfer, defisit/surplus, pembiayaan defisit serta kebijakan pemerintah. Selain itu APBN juga memuat perkiraan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran departemen/lembaga, proyek, data aktual, proyeksi perekonomian, dan informasi terkait lainnya. Semuanya dituangkan dalam Nota Keuangan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RUU APBN yang disahkan kepada DPR.
2.2. Definisi APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD.Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan.Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan, pendapatan terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus, kemudian pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
2.3. Fungsi APBN dan APBD
Ditinjau dari kebijakan fiskal, APBN dan APBD mempunyai beberapa fungsi yang mencakup :
Fungsi alokasi
APBN/ APBD dapat digunakan untuk mengatur alokasi dana dari seluruh pendapatan negara/ daerah kepada pos-pos belanja untuk pengadaaan barang-barang dan jasa-jasa publik , serta pembiayaan pembangunan lainnya.
Fungsi distribusi.
Bertujuan untuk menciptakan pemerataan atau mengurangi kesenjangan antar wilayah, kelas sosial maupun sektoral.
Fungsi stabilitas.
APBN/ APBD merupakan salah satu instrumen bagi pengendalian stabilitas perekonomian negara/ daerah.
Fungsi otorisasi.
APBN/ APBD yang ditetapkan menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan
Fungsi perencanaan.
APBN/ APBD menjadi pedoman bagi pemerintah dalam merencanakan kegiatan bagi tahun yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan
APBN/ APBD menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaran pemerintah pusat/ daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2.4. Tujuan APBN dan APBD
Tujuan dari dilaksanakan APBN dan APBD adalah sebagai pedoman penerimaan negara/ daerah agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan tugas negara/ daerah untuk tercapainya peningkatan produksi yang tinggi, kesempatan kerja yang luas, dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pada akhirnya, semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta untuk mengatur pembelanjaan dan penerimaan negara/ daerah agar tercapai kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi secara merata.
2.5. Dasar hukum dari penyusunan APBN dan APBD
Landasan hukum dari penyusunan APBN adalah terdapat dalam pasal 23 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan : "Tiap- tiap tahun APBN di tetapkan undang-undang. Apabila dalam menyetujui anggaran yang di usulkan pemerintah maka pemerintah memakai anggaran tahun lalu".
Sedangkan penyusunan APBD, Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang disingkat APBD
2.6. Prinsip penyusunan APBN dan APBD
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah :
Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
Semaksimah mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
Sedangkan asas penyusunan APBN didasarkan atas :
Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri
Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
Penajaman prioritas pembangunan
Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
Kesatuan, azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
Universalitas, azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
Tahunan, azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
Akrual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas.
Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.
2.7. Jenis-jenis penerimaan Negara/ Daerah
Jenis-jenis pendapatan negara dibagi menjadi 2, yaitu :
Penerimaan dalam negeri
Penerimaan pajak yang terdiri dari pajak dalam negeri (PPh, PPn, PBB, bea atas tanah dan cukai) dan pajak perdagangan internasional (bea masuk dan pajak ekspor).
Penerimaan bukan pajak yang terdiri dari penerimaan SDA
Hibah
Sedangkan Jenis-jenis pendapatan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi dari :
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Adalah penerimaan yang diperoleh dari pungutan-pungutan daerah berupa :
Pajak daerah.
Retribusi daerah.
Hasil pengolahan kekayaan daerah.
Keuntungan dari perusahaan-perusahaan milik daerah.
Lain-lain PAD.
Dana Perimbangan
Adalah dana yang dialokasikan dari APBN untuk daerah sebagai pengeluaran pemerintah pusat untuk belanja daerah
Dana perimbangan terdiri dari :
Dana bagi hasil
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah sebagai hasil dari pengelolaan sumber daya alam didaerah oleh pemerintah pusat.
Dana alokasi umum
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan sebagai wujud dari pemerataan kemampuan keuangan antara daerah.
Dana alokasi khusus
Yaitu dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus daerah yang disesuaikan dengan prioritas nasional.
Pinjaman daerah
Penerimaan lain-lain yang sah berupa :
Penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro dan pendapatan bunga.
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Komisi, penjualan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan pengadaan barang atau jasa oleh daerah.
2.8. Jenis-jenis Pengeluaran Negara/ daerah
Jenis-jenis Belanja Negara terdiri dari :
Pengeluaran rutin. Ex : Belanja pegawai, belanja barang dalam negeri dan luar negeri, subsidi daerah otonomi, biaya dan cicilan utang dalam negeri dan luar negeri
Pengeluaran pembangunan
Pembiayaan rupiah, bantuan proyek
Jenis-jenis Belanja Daerah terdiri dari :
Belanja tidak langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung ini terdiri atas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga
Belanja langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung dari suatu kegiatan terdiri atas belanja pegawai (honorarium/ upah), belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
Sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda pasal 155, belanja daerah dilaksanakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, sedangkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah didanai dari dan atas beban APBN.
Proses Penyusunan APBN dan APBD
Proses Penyusunan APBN
Pemerintah menyusun RAPBN dalam bentuk nota keuangan,di ajukan ke DPR.Oleh DPR, RAPBN tersebut di sidangkan. Jika RABN di tolak maka yang di gunakan adalah APBN tahun lalu. Jika RAPBN di terima maka di sahkan menjadi APBN. APBN tersebut selanjutnya di kembalikan pemerintah (presiden dan para menteri di laksanakan).
Ruang lingkup APBN
APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran yang ditampung dalam satu rekening yang disebut rekening Bendaharawan Umum Negara (BUN) di Bank Sentral. Pada dasarnya selurun penerimaan dan pengeluaran harus dimasukkan dalam rekening tersebut, kecuali pada alasan berikut :
Untuk mengelola pinjaman luar negeri untuk proyek tertentu sebagaimana diisyaratkan oleh pemberi pinjaman
Untuk mengadministrasikan dan mengelola dana-dana tertentu (seperti dana cadangan dan dana penjaminan deposito)
Untuk mengadministrasikan penerimaan dan pengeluaran lainnya yang dianggap perlu untuk dipisah dari rekening BUN, di mana suatu penerimaan harus digunakan untuk tujuan tertentu.
Format APBN
Perkiraan-perkiraan di APBN terdiri atas penerimaan, pengeluaran, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan. Selama tahun anggaran 1969/1970 sampai dengan 1999/2000. APBN menggunakan format T-account. Format ini memiliki kekurangan karen tidak menjelaskan mengenai pengendalian defisit dan kurang transparan. Mulai tahun anggaran 2000, format APBN diubah menjadi menggunakan I-account. Tujuan perubahan ke I-account adalah :
Meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN.
Mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan dan pengelolaan APBN.
Mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan anggaran negara lain.
Mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang didistribusikan oleh pemerintah pusat ke pemda mengikuti pelaksanaa UU tentang perimbangan keuangan pusat daerah.
Adapun perbedaan utama antara T-account dengan I-account adalah :
T-Account
Sisi penerimaan dan pengeluaran dipisahkan ke dalam kolom yang berbeda
Mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis
Tidak menunjukan dengan jelas komposisi anggaran yang dikelola pemerintah pusat dan pemda.
Pinjaman luar negeri dianggap sebagai penerimaan pembangunan dan pembayaran cicilan utang luar negeri dianggap sebagai pengeluaran rutin
I-account
Sisi penerimaan dan pengeluaran tidak dipisahkan
Menerapkan anggaran defisit/surplus
Menunjukan dengan jelas jumlah anggaran yang dikelola oleh Pemda.
Pembiyaan luar negeri dan cicilannya dianggap sebagai pembiayaan anggaran
Gambar Struktur APBN (format I-Account)
PeA. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAHPa I. Penerimaan dalam negeri Q 1. Penerimaan perpajakan I i. Pajak dalam negeriIP Pajak penghasilanMinyak dan gasNonminyak dan gasPajak pertambahan nilaiPajak bumi dan bangunanBea perolehan hak atas tanah dan bangunanCukaiPajak lainnyaii. Pajak Perdagangan Internasional Bea masuk Pajak/ pungutan ekspor 2. Penerimaan bukan pajak i. Penerimaan sumber daya alam a. Minyak bumi b. Gas Alam c. Pertambangan umum d. Kehutanan e. Perikanan ii. Bagian laba BUMN iii. PNPB lainnya II. HibahB. BELANJA NEGARA I. Anggaran belanja pemerintah pusat 1. Pengeluaran rutin i. Belanja pegawai ii. Belanja iii. Pembayaran bunga utangiv. Utang dalam negara v. Utang luar negerivi. SubsidiSubsidi BBMSubsidi non-BBM vii. Pengeluaran rutin lainnya 2b. PeA. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAHPa I. Penerimaan dalam negeri Q 1. Penerimaan perpajakan I i. Pajak dalam negeriIP Pajak penghasilanMinyak dan gasNonminyak dan gasPajak pertambahan nilaiPajak bumi dan bangunanBea perolehan hak atas tanah dan bangunanCukaiPajak lainnyaii. Pajak Perdagangan Internasional Bea masuk Pajak/ pungutan ekspor 2. Penerimaan bukan pajak i. Penerimaan sumber daya alam a. Minyak bumi b. Gas Alam c. Pertambangan umum d. Kehutanan e. Perikanan ii. Bagian laba BUMN iii. PNPB lainnya II. HibahB. BELANJA NEGARA I. Anggaran belanja pemerintah pusat 1. Pengeluaran rutin i. Belanja pegawai ii. Belanja iii. Pembayaran bunga utangiv. Utang dalam negara v. Utang luar negerivi. SubsidiSubsidi BBMSubsidi non-BBM vii. Pengeluaran rutin lainnya 2b.
PeA. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
Pa I. Penerimaan dalam negeri
Q 1. Penerimaan perpajakan
I i. Pajak dalam negeri
IP Pajak penghasilan
Minyak dan gas
Nonminyak dan gas
Pajak pertambahan nilai
Pajak bumi dan bangunan
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
Cukai
Pajak lainnya
ii. Pajak Perdagangan Internasional
Bea masuk
Pajak/ pungutan ekspor
2. Penerimaan bukan pajak
i. Penerimaan sumber daya alam
a. Minyak bumi
b. Gas Alam
c. Pertambangan umum
d. Kehutanan
e. Perikanan
ii. Bagian laba BUMN
iii. PNPB lainnya
II. Hibah
B. BELANJA NEGARA
I. Anggaran belanja pemerintah pusat
1. Pengeluaran rutin
i. Belanja pegawai
ii. Belanja
iii. Pembayaran bunga utang
iv. Utang dalam negara
v. Utang luar negeri
vi. Subsidi
Subsidi BBM
Subsidi non-BBM
vii. Pengeluaran rutin lainnya
2
b.
PeA. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
Pa I. Penerimaan dalam negeri
Q 1. Penerimaan perpajakan
I i. Pajak dalam negeri
IP Pajak penghasilan
Minyak dan gas
Nonminyak dan gas
Pajak pertambahan nilai
Pajak bumi dan bangunan
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
Cukai
Pajak lainnya
ii. Pajak Perdagangan Internasional
Bea masuk
Pajak/ pungutan ekspor
2. Penerimaan bukan pajak
i. Penerimaan sumber daya alam
a. Minyak bumi
b. Gas Alam
c. Pertambangan umum
d. Kehutanan
e. Perikanan
ii. Bagian laba BUMN
iii. PNPB lainnya
II. Hibah
B. BELANJA NEGARA
I. Anggaran belanja pemerintah pusat
1. Pengeluaran rutin
i. Belanja pegawai
ii. Belanja
iii. Pembayaran bunga utang
iv. Utang dalam negara
v. Utang luar negeri
vi. Subsidi
Subsidi BBM
Subsidi non-BBM
vii. Pengeluaran rutin lainnya
2
b.
2. Pengeluaran Pembangunan i. Pembiayaan pembangunan rupiah ii. Pembiayaan proyek III. Dana otonomi khusus dan penyeimbangC. KESEIMBANGAN PRIMERD. SURPLUS/ DEFISIT ANGGARAN (A-B)E. PEMBIAYAAN I. Dalam negeri 1. Perbankan dalam negeri 2. Non-perbankan dalam negeri i. Privtisasiii.Penjualan aset program restrukturisasi perbankan obligasi negara(netto) 3. Penerbitan obligasi pemerintah 4. Pembayaran cicilan pokok utang/ obligasi dalam negeri II. Luar NegeriPinjaman proyekPembayaran cicilan pokok utang luar negeriPinjaman program dan penundaan cicilan utang 2. Pengeluaran Pembangunan i. Pembiayaan pembangunan rupiah ii. Pembiayaan proyek III. Dana otonomi khusus dan penyeimbangC. KESEIMBANGAN PRIMERD. SURPLUS/ DEFISIT ANGGARAN (A-B)E. PEMBIAYAAN I. Dalam negeri 1. Perbankan dalam negeri 2. Non-perbankan dalam negeri i. Privtisasiii.Penjualan aset program restrukturisasi perbankan obligasi negara(netto) 3. Penerbitan obligasi pemerintah 4. Pembayaran cicilan pokok utang/ obligasi dalam negeri II. Luar NegeriPinjaman proyekPembayaran cicilan pokok utang luar negeriPinjaman program dan penundaan cicilan utang
2. Pengeluaran Pembangunan
i. Pembiayaan pembangunan rupiah
ii. Pembiayaan proyek
III. Dana otonomi khusus dan penyeimbang
C. KESEIMBANGAN PRIMER
D. SURPLUS/ DEFISIT ANGGARAN (A-B)
E. PEMBIAYAAN
I. Dalam negeri
1. Perbankan dalam negeri
2. Non-perbankan dalam negeri
i. Privtisasi
ii.Penjualan aset program restrukturisasi perbankan obligasi negara(netto)
3. Penerbitan obligasi pemerintah
4. Pembayaran cicilan pokok utang/ obligasi dalam negeri
II. Luar Negeri
Pinjaman proyek
Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri
Pinjaman program dan penundaan cicilan utang
2. Pengeluaran Pembangunan
i. Pembiayaan pembangunan rupiah
ii. Pembiayaan proyek
III. Dana otonomi khusus dan penyeimbang
C. KESEIMBANGAN PRIMER
D. SURPLUS/ DEFISIT ANGGARAN (A-B)
E. PEMBIAYAAN
I. Dalam negeri
1. Perbankan dalam negeri
2. Non-perbankan dalam negeri
i. Privtisasi
ii.Penjualan aset program restrukturisasi perbankan obligasi negara(netto)
3. Penerbitan obligasi pemerintah
4. Pembayaran cicilan pokok utang/ obligasi dalam negeri
II. Luar Negeri
Pinjaman proyek
Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri
Pinjaman program dan penundaan cicilan utang
Sejak Tahun 2005, sebagai konsekuensi dari reformasi keuangan yang diamanatkan oleh UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, struktur belanja dalam APBN mengalami perubahan untuk memenuhi kriteria unified budget dengan struktur sebagai berikut :
B. Belanja Negara
I. Anggaran belanja pemerintah pusat
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang
c. Belanja modal
d. Bantuan sosial
II. Anggaran belanja ke daerah
i. Dana perimbangan
a. Dana bagi hasil
b. Dana alokasi umum
c. Dana alokasi khusus
ii. Dana otonomi khusus dan penyesuaian
Siklus Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
Secara singkat tahapan dalam proses perencanaan dan penyusunan APBN dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, tahap penduluan. Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain :
meliputi penentuan asumsi dasar APBN
perkiraan penerimaan dan pengeluaran
skala prioritas, dan
penyusunan budget exercise.
Kedua, tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN
Tahapan dimulai dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU APBN dan Nota Keuangan. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan baik antara menteri keuangan dan Panitia Anggaran DPR, maupun antara komisi-komisi dengan departemen/lembaga teknis terkait. Hasil dari pembahasan ini adalah UU APBN, yang di dalamnya memuat satuan anggaran (dulu satuan 3, sekarang analog dengan anggaran satuan kerja di departemen dan lembaga) sebagai bagian tak terpisahkan dari undang-undang tersebut. Satuan anggaran adalah dokumen anggaran yang menetapkan alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, subsektor, program dan proyek/kegiatan. Untuk membiayai tugas umum pemerintah dan pembangunan, departemen/lembaga mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) kepada Depkeu dan Bappenas untuk kemudian dibahas menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan diverifikasi sebelum proses pembayaran. Proses ini harus diselesaikan dari Oktober sampai Desember. Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa keputusan presiden (kepres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam melaksanakan pembayaran, kepala kantor/pemimpin proyek di masing-masing kementerian dan lembaga mengajukan Surat Permintaan Pembayaran kepada Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara (KPPN).
Tahap ketiga, pengawasan APBN.
Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah. Sebelum tahun anggaran berakhir sekitar bulan November, pemerintah dalam hal ini Menkeu membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN), yang paling lambat lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran bersangkutan. Laporan ini disusun atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Apabila hasil pemeriksaan perhitungan dan pertanggungjawaban pelaksanaan yang dituangkan dalam RUU PAN disetujui oleh BPK, maka RUU PAN tersebut diajukan ke DPR guna mendapat pengesahan oleh DPR menjadi UU Perhitungan Anggaran Negara (UU PAN) tahun anggaran berkenaan.
Proses penyusunan APBD
Prinsip penyusunan APBD
Penyusunan APBD Tahun Anggaran harus didasarkan prinsip sebagai berikut:
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah
APBD harus disusunsecara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal
Penyusunan APBD dilakukan secara transparan,dimana memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang APBD
Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat
APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.
Siklus APBD
secara garis besar siklus pengelolaan anggaran terdiri dari :
Penyusunan dan Penetapan APBD
Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD
Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam APBD.
Penyusunan Rancangan APBD
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi
Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan.RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Kebijakan Umum APBD
Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:
pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah
prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan
teknis penyusunan APBD, dan
hal-hal khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.Sedangkan asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah.Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut :
a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan
sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD
hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja, dan
dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan. RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan.RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
ringkasan APBD
ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi
rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan
rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan
rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara
daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan
daftar piutang daerah
daftar penyertaan modal (investasi) daerah
daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah
daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain
daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini
daftar dana cadangan daerah, dan
daftar pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
ringkasan penjabaran APBD
penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai berikut:
untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif pungutan/harga
untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan
untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada kepala daerah.Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat.Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama.Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan.Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah.Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD.Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota.Sedangkan pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai dengan:
Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD
KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, dan
Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja
keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan
keadaan darurat, dan
keadaan luar biasa.
Penetapan APBD
Penetapan anggaran merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak eksekutif menyerahkan usulan anggaran kepada pihak legislatif, selanjutnya DPRD akan melakukan pembahasan untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan akan terjadi diskusi antara pihak Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif dimana pada kesempatan ini pihak legislatif berkesempatan untuk menanyakan dasar-dasar kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran tersebut.
Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:
Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai.Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari Gubernur terkait.
Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.
Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.
Tahapan terakhir ini dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.
Peraturan Yang Mengatur Tentang Penetapan APBD
Prosedur tentang penetapan APBD diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005) sebagai berikut:
APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah (Pasal 16 (1) UU 17/2003).
Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005)
Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember (Pasal 19 PP 58/2005).
Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan. Rancangan kebijakan umum APBD yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP 58/2005).
Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran sebelumnya (Pasal 35 ayat (1) dan (2) PP 58/2005)
Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya (Pasal 20 (1) UU 17/2003 dan Pasal 43 PP 58/2005).
Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan (Pasal 20 (4) UU 17/2003 dan Pasal 45 PP 58/2005).
Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya (Pasal 20 (6) UU 17/2003 dan Pasal 46 PP 58/2005).
BAB III
PENUTUP
Pentingnya perumusan APBN dan APBD bagi suatu negara menyebabkan munculnya gagasan untuk mempelajari bagaimana tata cara perumusan dan pengelolaan keuangan negara tersebut. Dengan adanya makalah mengenai APBN dan APBD ini diharapkan pembaca dapat mengetahui proses dan tata cara perumusan APBN dan APBD mulai dari tahap perumusan dan pengajuan sampai tahap pengesahannya. Demikianlah makalah ini dibuat, semoga dapat menambah pemahaman pembaca dan penulis dalam perumusan sampai pada tahap pelaksanaan APBN dan APBD.
DAFTAR PUSTAKA
Nordiawan, Deddi, dkk.2012.Akuntansi Pemerintahan. Jakarta:Salemba Empat
www.wikipedia.com