BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Be Belakang
Penyak Penyakit it asam urat urat atau atau biasa biasa dikena dikenall sebagai sebagai penya penyakit kit gout gout merupakan gangguan metabolik yang sudah dikenal oleh Hipokrates pada zama zaman n Yuna Yunani ni kuno kuno.. Pada Pada waktu waktu itu itu gout gout dian diangg ggap ap sebag sebagai ai peny penyaki akitt kalangan sosial elite yang disebabkan karena terlalu banyak makan, minum anggur, dan seks. (Price, 2005). Penyakit asam urat ini merupakan kelompok penyakit penyakit heterogenous yang ang
berh berhub ubun unga gan n deng dengan an defe defek k gene geneti tik k pada pada meta metabo boli lism smee
puri purin n
(hiperusisemia). Pada keasaman ini bisa terjadi oversekresi asam urat atau defek renal yang yang mengakibat mengakibatkan kan penurunan penurunan ekskresi asam, atau kombinasi kombinasi keduanya (Smeltzer,2001). Pengertian ini menerangkan bahwa tingginya angka penyakit asam urat disebabkan karena banyaknya seseorang mengkonsumsi makanan kaya protein (purin) dan diperberat dengan banyaknya seseorang s eseorang mengkonsumsi alko alkoho holl yang yang meny menyeb ebab abka kan n keleb kelebih ihan an asam asam urat urat dalam dalam tubu tubuh h kare karena na terhambatnya pembuangan asam urat. Dari Dari bebera beberapa pa data data yang yang dipero diperoleh leh,, prevalen prevalensi si gout gout di Amerik Amerikaa Serika Serikatt pada pada tahun tahun 1986 1986 dilapo dilaporka rkan n adalah adalah 13,6/1 13,6/1000 000 pria pria dan 6,4/10 6,4/1000 00 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf hidup. Prevalensi diantara pria African American lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pria caucasian (Sudoyo, 2007). 1
2
Di Ameri Amerika ka Seri Serika kat, t, Laki Laki-la -laki ki yang beru berumu murr di atas atas 18 tahun tahun prevalensinya mencapai 1,5%. Di Selandia Baru didapatkan 1-18 perseribu penduduk menderita asam urat. Dan untuk indonesia sendiri, asam urat banyak dijumpai pada etnis Minahasa, Toraja, dan Batak. Prevalensi tertin tertinggi ggi terdapa terdapatt pada pada pendud penduduk uk pantai pantai dan yang yang paling paling tinggi tinggi yaitu yaitu di daera erah
Manado-Mi -Minahasa asa,
ini
dikarenakan
kebiasa asaan
mere ereka
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar. Angka kejadian asam urat di Minahasa sebesar 29,2% pada tahun 2003. (http://maulanusantara.wordpress.com http://maulanusantara.wordpress.com). ). Penelitian terakhir yang dipublikasikan di The New England Journal of Medicine pada tanggal 8 maret 2004 memuat artikel hasil karya dr Choi dan rekannya, yang berjudul “Purine-Rich Foods, Dairy and protein Intake, and risk of Gout in Men”. Dr Choi dan rekannya melakukan penelitian ini selama 12 tahun terhadap 47.150 laki-laki yang berusia 40 sampai 75 tahun pada tahun 1986 saat penelitian mulai dilakukan, didapatkan 730 kasus gout baru atau sekitar 15/1000 penduduk (1,5%) (dr Juandy Jo, 2007, http://usmanhungkul.wordpress.com). http://usmanhungkul.wordpress.com ). Di Indonesia Indonesia belum banyak publikasi epidemiolo epidemiologi gi tentang tentang artritis artritis pirai. Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van Der Der Horst Horst tela telah h mela melapo pork rkan an 15 pasie pasien n artri artriti tiss pirai pirai deng dengan an keca kecaca catan tan (kel (kelum umpu puha han n angg anggot otaa gerak gerak)) dari dari suatu suatu daera daerah h di Jawa Jawa Teng Tengah ah pada pada masyarakat kurang mampu (Sudoyo 2007). Kemudian Kemudian dari hasil penelitian penelitian tahun 1988 oleh dr. John darmawan darmawan di Bandung, Jawa Barat, menunjukan bahwa, diantara 4.683 orang berusia
3
15-45 tahun yang diteliti, diperoleh 0,8% sampel menderita asam urat tinggi (1,7% (1,7% pria pria dan 0,05% 0,05% wanita wanita dianta diantaran ranya ya sudah sudah mencap mencapai ai tahap tahap Gout Gout Arthritis) (http://www.bintangmawar.net .) .) Salah Salah satu peneliti penelitian an dari Departeme Departemen n IPD FKUI, FKUI,
menjela menjelaska skan n
bahwa penyakit gout artrithis merupakan salah satu penyakit masyarakat perkotaan dari 11 hasil penyakit yang ditemukan diantaranya adalah anemia, profil gangguan psikosomatik, gangguan muskuloskeletal dan kadar asam urat pada berbagai kelompok usia, jenis kelamin dan indeks masa tubuh pada penduduk perkotaan, profil kadar asam urat dan hiperurisemia pada sindro sindroma ma metabo metabolik lik,, preval prevalens ensii penya penyakit kit tifoid tifoid,, perila perilaku ku penggu penggunaa naan n antibiotik, prevalensi diabetes mellitus pada populasi umur berusia 25-64 tahun, prevalensi sindroma metabolik pada populasi umum berusia 25-64 tahun, tahun, keluhan saluran cerna bagian bawah, bawah, dan dispepsia dispepsia pada penduduk penduduk perkotaan di lima wilayah DKI Jakarta (Amril,2007). Dapat kita simpulkan dari beberapa paragraf di atas bahwa faktor latar belakang budaya dan kebiasaan mempengaruhi mempengaruhi angka kesakitan kesakitan asam urat disetiap negara dan masing-masing wilayah tertentu, selain itu juga hal tersebut merupakan faktor yang dapat mempengaruhi penilaian atau persepsi nyeri dari setiap pasien asam urat untuk menggambarkan respon nyeri yang dirasakan. dirasakan. Masalah yang yang paling paling banyak banyak dikeluhkan dikeluhkan pada pasien asam urat adala adalah h nyeri nyeri sendi sendi keti ketika ka peny penyak akit it terse tersebu butt kamb kambuh uh,, nyeri nyeri send sendii ini ini disebabkan karena penumpukan kristal monosodium urat di dalam tubuh pada daerah persendian. Manifestasi klinis yang digambarkan pada nyeri
4
sendi pasien asam urat adalah nyeri hebat pada malam atau pagi hari, nyeri terasa tertusuk benda tajam, dan teraba panas di bagian tubuh yang terasa nyeri. Menurut Menurut Masslow, Masslow, seorang pelopor psikologi mengatakan mengatakan bahwa kebutu kebutuhan han rasa nyaman nyaman merupa merupakan kan kebutu kebutuhan han dasar dasar setelah setelah kebutu kebutuhan han fisiolo fisiologis gis yang yang harus harus terpen terpenuhi uhi.. Seseora Seseorang ng yang yang mengala mengalami mi nyeri nyeri akan akan berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Orang tersebut akan terganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidurnya, pemenuhan individual, juga aspek aspek interak interaksi si sosialn sosialnya ya yang yang dapat dapat berupa berupa menghi menghinda ndari ri percak percakapa apan, n, menarik diri, dan menghindari kontak (Potter dan Perry, 2005). Menurut Priharjo, 1993 dalam pelaksanaan nyeri biasanya digunakan manajemen secara farmakologi atau obat-obatan baik analgetika narkotika atau atau non non nark narkot otik ika. a. Tind Tindak akan an pali paliat atif if haru haruss
dida didahu hulu luka kan n
sebe sebelu lum m
penggunaan obat-obatan, misalnya dengan mengatur posisi yang tepat, massage, massage, atau kompres hangat. Peran perawat perawat dalam memberikan memberikan asuhan kepe keperaw rawat atan an pasie pasien n deng dengan an nyeri nyeri send sendii dila dilaku kuka kan n deng dengan an tekn teknik ik non non farmako farmakolog logis is yaitu yaitu kompre kompress hangat hangat,, pengat pengatura uran n diet, diet, masase masase kutane kutaneus, us, distraksi, teknik nafas dalam, dan teknik imajinasi. Tinjauan lain selain lebih ekonom ekonomis is adalah adalah contro controll nyeri nyeri yang yang lebih lebih adekua adekuatt dan tidak tidak ada efek samping (Istichomah, 2007). Menurut peneliti upaya paliatif Kompres hangat ini dirasakan lebih unggul dibandingkan dengan tindakan paliatif lainnya dikarenakan tindakan ini lebih efektif dan efisien serta didapat hasil yang yang optimum dibandingkan dibandingkan
5
dengan teknik paliatif lainnya. Selain itu juga, pasien dapat mengerjakannya dengan mandiri tanpa dibantu oleh orang lain. Kompre Kompress hangat hangat adalah adalah pengom pengompre presan san yang yang dilaku dilakukan kan dengan dengan menggunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang hilang (Perry & Potter, 2005). Peneli Peneliti ti tertari tertarik k untuk untuk melihat melihat pengar pengaruh uh dari dari kompre kompress air hangat hangat terhadap terhadap perubahan perubahan nyeri sendi untuk untuk para pasien Asam urat. Selain obat dan terapi terapi untuk untuk pertol pertolong ongan an pertam pertama. a. Dampak Dampak fisiolo fisiologis gis dari dari kompr kompres es hangat hangat adalah pelunakan pelunakan jaringan jaringan fibrosa, fibrosa, membuat membuat otot tubuh lebih rileks, rileks, menurunka menurunkan n atau menghilangkan menghilangkan rasa nyeri, nyeri, dan memperlanca memperlancarr pasokan pasokan aliran darah. Untuk itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang “Pengaruh Tekn Teknik ik Komp Kompre ress Hang Hangat at Terh Terhad adap ap Perub Perubah ahan an Nyeri Nyeri Send Sendii Pada Pada Pasie Pasien n Asam Urat di Puskesmas Beringin Banjarbaru Tahun 2013”.
B.
Rumusan Masalah
Dari Dari permas permasalah alahan an di atas maka maka perlu perlu dibuat dibuat peneli penelitian tian sebagai sebagai berikut : “Adaka “Adakah h Pengar Pengaruh uh Teknik Teknik Kompre Kompress Hangat Hangat Terhad Terhadap ap Peruba Perubahan han Nyeri Nyeri Sendi Pada Pasien Asam Urat di Puskesmas Beringin Tahun 2013”.
6
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik kompres hangat terhadap perubahan nyeri sendi pada pasien asam urat di Puskesmas Beringin Tahun 2013. 2.
Tujuan Khusus Untuk Mengidentifikasi : a.
Karakteristik responden (usia dan jenis kelamin) pada pasien asam urat.
b.
Gambaran Nyeri Sendi (Skala nyeri, Intensitas nyeri, dan Durasi penurunan nyeri) pada pasien asam urat.
c.
Tingkat nyeri sendi sebelum diberikan kompres hangat.
d.
Tingkat nyeri sendi setelah diberikan kompres hangat.
e.
Pengaruh jenis kelamin terhadap nyeri setelah diberikan kompres hangat.
f.
D.
Pengaruh umur terhadap nyeri setelah diberikan kompres hangat.
Manfaat Penelitian
-
Bagi Institusi Keperawatan a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pendidikan keperawatan
khususnya dalam praktek non farmakologis dalam perubahan nyeri sendi pada pasien dengan asam urat di puskesmas.
7
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan
sebagai literatur tambahan untuk materi yang telah didapat dan juga sebagai bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan masyarakat tentang teknik kompres hangat terhadap perubahan nyeri sendi pada pasien dengan asam urat. c. Sebagai salah satu bentuk apresiasi penulis dalam mengaplikasikan
ilmu yang selama ini telah diperoleh di bangku kuliah, dan memperoleh pengalaman dibidang penelitian perawatan kesehatan masyarakat, khususnya pengetahuan tentang pengaruh teknik kompres hangat terhadap perubahan nyeri sendi pada pasien dengan penderita asam urat. -
Bagi pelayanan kesehatan. Hasil
pelayanan ini
dapat
menjadi masukan
bagi pelayanan
keperawatan baik di tingkat puskesmas dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan nyeri sendi pada pasien asam urat. -
Bagi Masyarakat a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh individu (sampel),
sebagai bahan informasi mengenai penyakit asam urat dan penanganan nyeri sendi dengan kompres hangat pada asam urat. Sehingga individu (sample), dapat turut serta dalam melaksanakan penanganan nyeri sendi non farmakologis dengan teknik kompres hangat yang tepat untuk asam urat. b. Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang pelaksanaan teknik kompres hangat pada perawatan asam urat.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Dasar Asam Urat
1.
Pengertian Asam Urat
Gout (pirai)
merupakan
kelompok
keadaan
heterogenous
yang
berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin (hiperurisemia). (Suzanne C. Smeltzer, 2001) Penyakit asam urat atau dikenal sebagai penyakit gout merupakan suatu penyakit akibat terjadinya penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri sendi (Gout Arthritis), benjolan pada bagian-bagian tertentu dari tubuh (tophi) dan batu pada saluran kemih. (www.bintangmawar.net ) Asam urat adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh. Secara alamiah, purin terdapat dalam tubuh dan dijumpai pada semua makanan sari sel hidup, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah, kacang-kacangan) ataupun hewan (daging, jeroan, ikan sarden). Jadi asam urat merupakan hasil metabolisme di dalam tubuh, yang kadarnya tidak boleh berlebihan. Setiap orang memiliki asal urat di dalam tubuh, karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat. Sedangkan pemicunya adalah makanan, dan senyawa lain yang banyak mengandung purin. Tubuh telah menyediakan 85% senyawa purin untuk kebutuhan setiap hari. Ini berarti bahwa kebutuhan purin dari makanan hanya sekitar 15% (www.dechacare.com)
9
2.
Etiologi Asam Urat
Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat di golongkan menjadi 2, yaitu : a.
Penyakit gout primer. Penyebabnya kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini di
duga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan
gangguan
metabolisme
yang
dapat
mengakibatkan
meningkatnya produksi asam urat. Atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh (Perry & Potter, 2005). b. Penyakit gout sekunder.
1)
Meningkatnya produksi asam urat karena pengaruh pola makan
yang tidak terkontrol, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang berkadar purin tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk salam kelompok asam amino, yang merupakan unsur pembentukan protein. 2)
Produksi asam urat juga dapat meningkat. Karena penyakit pada
darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia, anemia hemolitik), obatobatan (alkohol, obat-obat kanker, vitamin B12, diuretika, dosis rendah asam salisilat). 3)
Obesitas (kegemukan).
4)
Intoksikasi (keracunan timbal). Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik.
Dimana akan ditemukan mengandung benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) dengan kadar yang tinggi. Kadar benda-benda keton
10
yang meninggi akan menyebabkan kadar asam urat juga ikut meninggi (Perry & Potter, 2005). 3.
Patofisiologi Asam Urat Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria
dewasa kurang dari 7 mg/dL dan pada wanita kurang dari 6 mg/dL. Dan apabila konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7,0 mg/dl dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat mengendap dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang berulang-ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis (Smeltzer,2001). Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial sendi yang
asimtomatik
menunjukkan bahwa faktor-faktor non-kristal mungkin berhubungan dengan reaksi inflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan immunoglobulin yang terutama berupa IgG. Dimana IgG akan meningkatkan fagositosis kristal dan dengan demikian dapat memperlihatkan aktifitas imunologik (Long,2001).
11
Perjalanan penyakit asam urat mempunyai 4 tahapan, yaitu : a.
Tahap 1 (Tahap Gout Arthritis akut)
Pada tahap ini penderita akan mengalami serangan arthritis yang khas untuk pertama kalinya. Serangan artritis tersebut akan menghilang tanpa pengobatan dalam waktu sekitar 5-7 hari. Bila dilakukan pengobatan maka akan lebih cepat menghilang. Karena cepat menghilang maka penderita sering menduga kakinya hanya keseleo atau terkena infeksi, sehingga tidak menduga terkena penyakit gout arthritis dan tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada pemeriksaan kadang-kadang tidak ditemukan ciri-ciri penderita terserang penyakit gout arthritis. Ini karena serangan pertama berlangsung sangat singkat dan dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting), maka penderita sering berobat ke tukang urut dan pada saat penderita sembuh, penderita menyangka hal itu dikarenakan hasil urutan/pijatan. Namun jika dilihat dari teori, nyeri yang diakibatkan asam urat tidak boleh dipijat ataupun diurut, tanpa diobati atau diurut sekalipun serangan pertama kali ini akan hilang dengan sendirinya (Long 2001). b. Tahap 2 (Tahap Gout interkritikal)
Pada tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama rentang waktu tertentu. Rentang waktu setiap penderita berbeda-beda. Dari rentang waktu 1-10 tahun. Namun rata-rata rentang waktunya antara 1-2 tahun. Panjangnya rentang waktu pada tahap ini menyebabkan seseorang lupa bahwa dirinya pernah menderita serangan gout Arthritis akut. Atau menyangka serangan pertama kali yang dialami tidak ada hubungannya dengan penyakit Gout Arthritis (Long 2001). c.
Tahap 3 (Tahap Gout Arthritis Akut Intermitten)
12
Setelah melewati masa Gout Interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala, maka penderita akan memasuki tahap ini yang ditandai dengan serangan arthritis yang khas seperti diatas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan (kambuh) yang jarak antara serangan yang satu dengan serangan berikutnya makin lama makin rapat dan lama serangan makin lama makin panjang, dan jumlah sendi yang terserang makin banyak. Misalnya seseorang yang semula hanya kambuh setiap setahun sekali, namun bila tidak berobat dengan benar dan teratur, maka serangan akan makin sering terjadi biasanya tiap 6 bulan, tiap 3 bulan dan seterusnya, hingga pada suatu saat penderita akan mendapat serangan setiap hari dan semakin banyak sendi yang terserang. d.
Tahap 4 (tahap Gout Arthritis Kronik Tofaceous)
Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini akan terbentuk benjolan-benjolan disekitar sendi yang sering meradang yang disebut sebagai Thopi. Thopi ini berupa benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Thopi ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang disekitarnya. Bila ukuran thopi semakin besar dan banyak akan mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakana sepatu lagi. 4.
Faktor Resiko terjadinya Asam Urat
Tidak semua orang dengan peningkatan asam urat dalam darah (hiperuremia) akan menderita penyakit asam urat. Namun ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan seseorang menderita penyakit asam urat, diantaranya (Noer 2001) :
13
a. Pola makan yang tidak terkontrol. Asupan makanan yang masuk ke
dalam tubuh dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah. Makanan yang mengandung zat purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat. b. Seseorang dengan berat badan yang berlebihan (obesitas). c. Suku bangsa tertentu. Menurut penelitian, suku bangsa di dunia
yang paling tinggi prevalensinya terserang asam urat adalah orang maori di Australia. Prevalensi orang maori terserang penyakit asam urat tinggi. Sedangkan di Indonesia prevalensi tertinggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah ManadoMinahasa
karena
kebiasaan
atau
pola
makan
ikan
dan
mengkonsumsi alkohol. d. Peminum alkohol. Alkohol dapat menyebabkan pembuangan asam
urat lewat urine ikut berkurang, sehingga asam urat tetap bertahan di dalam darah. e. Seseorang yang berumur ≥ 45 tahun biasanya pada laki-laki, dan perempuan saat umur menepouse. f.
Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit asam urat.
g. Seseorang kurang mengkonsumsi air putih. h. Seseorang dengan gangguan ginjal dan hipertensi. i. Seseorang yang menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu lama. j.
Seseorang yang mempunyai penyakit diabetes mellitus.
14
5.
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada penyakit asam urat antara lain adalah sebagai berikut (Price, 2005) : a.
Nyeri hebat pada malam hari, sehingga penderita sering terbangun saat tidur.
b.
Saat dalam kondisi akut, sendi tampak terlihat bengkak, merah dan teraba panas. Keadaan akut biasanya berlangsung 3 hingga 10 hari, dilanjutkan dengan periode tenang. Keadaan akut dan masa tenang dapat terjadi berulang kali dan makin lama makin berat.
c.
Disertai pembentukan kristal natrium urat yang dinamakan thopi.
d.
Terjadi deformitas (kerusakan) sendi secara kronis.
e.
Berdasarkan diagnosis dari American Rheumatism Association (ARA), seseorang dikatakan menderita asam urat jika memenuhi beberapa kriteria berikut : 1) Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam cairan sendi. 2)
Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam thopi, di tentukan berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
3)
Di dapatkan 6 dari 12 kriteria di bawah ini : a)
Terjadi serangan arthritis akut lebih dari satu kali.
b)
Terjadi peradangan secara maksimal pada hari pertama gejala atau serangan datang.
15
c)
Merupakan arthritis monoartikuler (hanya terjadi di satu sisi persendian).
d)
Sendi yang terserang berwarna kemerahan.
e)
Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau membengkak.
f)
Serangan nyeri unilateral (di salah satu sisi) pada sendi metatarsophalangeal.
g)
Serangan nyeri unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
h)
Adanya thopi (Deposit besar dan tidak teratur yang berasal dari natrium urat) di kartilago artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi.
i)
Terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah (lebih dari 7,5mg/dL).
j)
Pada gambaran radiologis tampak pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja).
k)
Pada gambaran radiologis tampak kista subkortikal tanpa erosi.
l)
Hasil kultur cairan sendi menunjukkan nilai negative.
Serangan asam urat biasanya timbul secara mendadak atau akut, dan kebanyakan menyerang pada malam hari. Jika asam urat menyerang, sendi-sendi yang terserang tampak merah, mengkilat, bengkak, kulit di atasnya terasa panas disertai rasa nyeri yang sangat hebat, juga persendian yang sulit digerakkan (Muhammad, 2010).
16
Menurut Budiyanto (2000) mengatakan, bahwa pasien dengan gejala gout arthritis akan mengalami peradangan pada satu atau beberapa persendian. Sendi metatarsophalangeal dengan jari kaki pertama. Tapi tidak jarang sendi lutut, tarsal, dan pergelangan kaki juga ikut terlibat. Nyeri yang biasa dikeluhkan pasien adalah tajam dan terkadang membuat pasien tidak bisa berjalan. Pada beberapa orang, nyeri dirasakan terutama setelah bangun tidur. 6.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan asam urat secara umum, dapat diatasi dengan
menggunakan pengobatan modern (kimia) atau pun pengobatan tradisional. a.
Pengobatan Modern (Konvensional/Kimia) Pengobatan modern ini biasa diperoleh dengan menggunakan resep
dokter. Obat-obatannya antara lain (Soeparman, 2001) : 1)
Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang berfungsi untuk mengatasi nyeri sendi akibat proses peradangan.
2) Kortikosteroid, yang berfungsi sebagai obat anti radang dan
menekan reaksi imun. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk tablet atau suntikan dibagian sendi yang sakit. 3)
Imunosupresif, yang berfungsi untuk menekan reaksi imun. Obat ini jarang digunakan karena efek sampingnya cukup berat yaitu dapat menimbulkan penyakit kanker dan bersifat racun bagi ginjal dan hati.
4)
Suplemen antioksidan yang diperoleh dari asupan vitamin dan mineral yang berkhasiat untuk mengobati asam urat. Asupan
17
vitamin dan mineral dapat diperoleh dengan mengkonsumsi buah atau sayuran segar atau orange, seperti wortel. b. Pengobatan Tradisional (Herbal)
Tanaman obat yang digunakan untuk penyakit asam urat/gout berfungsi sebagai anti radang, penghilang rasa sakit (analgesik), membersihkan darah dari zat toksik, peluruh kemih (diuretik) sehingga memperbanyak urin, dan menurunkan asam urat. Adapun jenis tanaman berkhasiat obat yang dapat digunakan untuk mengatasi asam urat diantaranya yaitu (Saraswati, 2009 dalam Muhammad, 2010) : 1)
Mengkudu (Morinda Citrifolia). Buah ini dipercaya memiliki
khasiat sebagai pengurang rasa nyeri dan anti-inflamasi alamiah. Ekstraknya dapat menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang akan
menyingkirkan
penimbul
rasa
nyeri,
prostaglandin
(PEG).
Mengukudu juga mengandung senyawa scopoletin yang memiliki sifat anti-inflamasi. 2)
Sambiloto. Efeknya adalah anti-radang, menghilangkan nyeri, dan
penawar racun. 3)
Kumis kucing. Efeknya adalah anti-radang, peluruh kemih,
menghancurkan batu ginjal dari kristal asam urat. Daun salam. Efeknya adalah sebagai peluruh kencing, penghilang
4)
nyeri. 5) c.
Alang-alang. Efeknya adalah peluruh kemih. Pengobatan Modalitas
18
Terapi non farmakologis yang dapat digunakan sebagai alternative pilihan dalam pengobatan diminore primer adalah: 1) Kompres hangat Kompres
hangat
adalah
pengompresan
yang
dilakukan
dengan
mempergunakan buli-buli panas yang di bungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri sendi yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Perry & Potter,(2005). Menurut
Bare &
Smeltzer
(2001),
kompres
hangat
mempunyai
keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan ketegangan otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera, meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri. Menurut Price & Wilson (2005), kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan dapat meningkatkan aliran darah. Kompres hangat adalah metode yang digunakan untuk meredakan nyeri dengan cara menggunakan buli-buli yang diisi dengan air panas yang ditempelkan pada sendi yang nyeri
19
2) Olahraga Olahraga secara teratur dapat menimbulkan aliran darah sirkulasi darah pada sendi menjadi lancar sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Pelepasan endorfin alami dapat meningkat dengan olah raga teratur yang akan menekan pelepasan prostaglandin, selain itu mampu menguatkan kadar beta endorfin yaitu suatu zat kimia otak yang berfungsi meredakan rasa sakit (Sadoso, 1998). 3) Berhenti merokok dan mengkomsumsi alkohol. Kebiasaan-kebiasaan buruk ini, mempunyai efek negatif terhadap tubuh manusia, pada perokok berat dapat meningkatkan durasi terjadinya nyeri, hal ini berkaitan dengan peningkatan volume dan durasi perdarahan selama nyeri. Dengan menghindari dan menghilangkan kebiasaan tersebut, diharapkan efek negatif dapat dihilangkan sehingga nyeri tidak terjadi (Medicastore,2004). 4) Pengaturan diet Cara mengurangi dan mencegah rasa nyeri saat menstruasi, dianjurkan mengkomsumsi makanan yang banyak mengandum kalsium dan makanan segar, seperti sayuran, buah-buahan, ikan, daging, dan makanan yang mengandung vitamin B6 karena berguna untuk metabolisme estrogen (Sutrasni, 2004). Menurut
Bare
&
Smeltzer
(2001)
penanganan
nyeri
secara
nonfarmakologis terdiri dari: 1) Masase kutaneus Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot. 2) Terapi panas
20
Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah kesuatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. 3) Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS) TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang di pasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. 4) Distraksi Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri, contoh: menyanyi, berdoa, menceritakan gambar atau foto dengan kertas, mendengar musik dan bermain satu permainan. 5) Relaksasi Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan, contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan. 6) Imajinasi Imajinasi merupakan khayalan atau membayangkan hal yang lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan. 7.
Diagnosa
Setelah kita mengetahui faktor penyebab dan gejala asam urat, tugas kita sekarang ialah bagaimana cara mengetahui atau mendiagnosa asam urat dan komplikasinya. Hal inilah yang menjadi penanda dan penetapan apakah kita benar-benar terserang penyakit asam urat ataukah tidak. Sebab dalam hal ini, kita
21
melakukan diagnosa dengan berbagai cara untuk mendapatkan kesimpulan yang valid dan akurat (Kusyanti, 2006). Dr. Prapti Utami membagi diagnosa asam urat ini ke dalam tiga cara. Diagnosa asam urat dilakukan dengan pemeriksaan lewat laboratorium, pemeriksaan radiologis, dan cairan sendi. Selain itu, kita juga bisa melakukan diagnosa melakukan diagnosa melalui roentgen. a.
Pemeriksaan Laboratorium Seseorang dikatakan menderita asam urat ialah apabila pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas 7 mg/dL untuk pria dan lebih dari 6 mg/dL untuk wanita. Selain itu, kadar asam urat dalam urin lebih dari 760-1000 mg/24 jam dengan diet biasa. Disamping hal tersebut, sering juga dilakukan pemeriksaan
gula darah, ureum, dan kreatinin, disertai
pemeriksaan profil lemak darah untuk menguatkan diagnosis (Kusyanti, 2006). Pemeriksaan gula darah dilakukan untuk mendeteksi ada dan tidaknya penyakit diabetes mellitus. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui normal dan tidaknya fungsi ginjal. Sementara itu pemeriksaan profil lemak darah dijadikan penanda ada dan tidaknya gejala aterosklerosis (Kusyanti, 2006). b. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis digunakan untuk melihat proses yang terjadi dalam sendi dan tulang serta untuk melihat proses pengapuran di dalam tofus (Kusyanti, 2006). c. Pemeriksaan dengan Roentgen Selain itu, kita juga bisa melakukannya dengan cara Roentgen. Pemeriksaan ini baiknya dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan sendi. Dan,
22
jauh lebih efektif jika pemeriksaan roentgen ini dilakukan pada penyakit sendi yang sudah berlangsung kronis. Pemeriksaan roentgen perlu dilakukan untuk melihat kelainan baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi (Ketria, 2009). Seberapa sering penderita asam urat untuk melakukan pemeriksaan roentgen tergantung perkembangan penyakitnya. Jika sering kumat, sebaiknya dilakukan pemeriksaan roentgen ulang. Bahkan kalau memang tidak kunjung membaik, kita pun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI). Tetapi demikian, dalam melakukan pemeriksaan roentgen, kita jangan terlalu sering. Sebab, pemeriksaan roentgen yang terlalu sering mempunyai risiko terkena radiasi semakin meningkat. Pengaruh radiasi yang berlebihan bisa mengakibatkan kanker, kemandulan, atau kelainan janin dalam kandungan pada perempuan. Oleh karena itu, kita harus ekstra hati-hati dan harus bisa
meminimalisasi
dalam melakukan
pemeriksaan
roentgen
ini
untuk
menghindari kemungkinan terjadinya berbagai risiko tersebut. 8.
Komplikasi a.
Radang sendi akibat asam urat ( gouty arthritis) Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi
(gout). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam urat cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar. Meskipun hiperurisemia merupakan faktor resiko timbulnya gout, namun hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan serangan gout akut masih belum jelas. Athritis gout akut dapat terjadi pada keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi, banyak pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan athritis gout.
23
Gejala klinis dari Gout bermacam-macam yaitu, hiperurisemia tak bergejala, serangan akut gout, gejala antara(intercritical), serangan gout berulang, gout menahun disertai tofus Keluhan utama serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat sangat yang disertai tanda peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri tekan). Adanya peradangan juga dapat disertai demam yang ringan. Serangan akut biasanya puncaknya 1-2 hari sejak serangan pertama kali. Namun pada mereka yang tidak diobati, serangan dapat berakhir setelah 7-10 hari. Serangan biasanya berawal dari malam hari. Awalnya terasa nyeri yang sedang pada persendian. Selanjutnya nyerinya makin bertambah dan terasa terus menerus sehingga sangat mengganggu Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas bawah merupakan persendian yang pertama kali terkena. Persendian ini merupakan bagian yang umumnya terkena karena temperaturnya lebih rendah dari suhu tubuh dan kelarutan monosodium uratnya yang berkurang. Trauma pada ekstremitas bawah juga dapat memicu serangan. Trauma pada persendian yang menerima beban berat tubuh sebagai hasil dari aktivitas rutin menyebabkan cairan masuk ke sinovial pada siang hari. Pada malam hari, air direabsorbsi dari celah sendi dan meninggalkan sejumlah MSU. Serangan gout akut berikutnya biasanya makin bertambah sesuai dengan waktu. Sekitar 60% pasien mengalami serangan akut kedua dalam tahun pertama, sekitar 78% mengalami serangan kedua dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien yang tidak mengalami serangan akut kedua dalam 10 tahun .
24
9.
Pencegahan Asam urat darah adalah hasil pemecahan dari protein yang secara khusus
disebut purin dan selanjutnya 75 persen asam urat dibuang oleh tubuh melalui urine. Peningkatan kadar asam urat dapat terjadi akibat produksi lebih banyak dari pada pembuangan asam urat. Penyakitnya sendiri tidak bisa dicegah, tetapi beberapa faktor pencetusnya bisa dihindari (misalnya cedera, alkohol, makanan kaya protein). Untuk mencegah kekambuhan, dianjurkan untuk minum banyak air, menghindari minuman beralkohol dan mengurangi makanan yang kaya akan protein. Banyak penderita yang memiliki kelebihan berat badan, jika berat badan mereka dikurangi, maka kadar asam urat dalam darah seringkali kembali ke normal atau mendekati normal. B.
Konsep Dasar Kompres Hangat
1. Definisi Kompres hangat adalah suatu prosedur menggunakan kain / handuk yang telah di celupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu. Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan. Tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk menghilangkan rasa sakit, merangsang peristaltic usus, pengeluaran getah radang menjadi lancar, serta memberikan ketenangan dan kesenangan pada klien. Pemberian kompres dilakukan pada radang persendian, kekejangan otot, perut kembung, dan kedinginan.
25
Menurut Perry dan Potter (2005), kompres hangat dilakukan dengan mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri sendi yang dirasakan pada pasien asam urat akan berkurang atau hilang. Menurut Bare & Smeltzer (2001), kompres hangat mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri dengan
mengurangi
ketegangan
dan
meningkatkan
perasaan
sejahtera,
menigkatkan aliran darah di daerah persendian. Menurut Price & wilson (2005), kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan dapat meningkatkan aliran darah. Kompres air hangat dilakukan dengan tujuan membuat otot tubuh lebih rileks, menghilangkan rasa sakit, dan membuat tenang pasien. 2. Manfaat Efek Panas Panas digunakan secara luas dalam pengobatan karena memiliki efek dan manfaat yang besar. Adapun manfaat efek panas adalah (Gabriel, 1996) :
26
a.
Efek Fisik
Panas dapat menyebabkan zat cair, padat, gas mengalami pemuaian ke segala arah. b.
Efek Kimia
Sesuai dengan pernyataan Van Hoff bahwa rata-rata kecepatan reaksi kimia di dalam tubuh tergantung pada temperatur. Menurunnya reaksi kimia tubuh sering dengan menurunnya temperatur tubuh, permeabilitas membran sel akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan terjadi peningkatan metabolisme seiring dengan peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh. c.
Efek Biologis
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas dihipotalamus dirangsang, sistem effektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan aliran darah ke setiap jaringan khususnya yang mengalami radang dan nyeri bertambah dan diharapkan akan terjadi penurunan nyeri sendi pada jaringan yang meradang (Tamsuri, 2007). 3.
Mekanisme Kerja Panas
Energi panas yang hilang atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit dengan empat cara yaitu : secara konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Prinsip kerja kompres hangat dengan mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain
27
yaitu secara konduksi dimana terjadi perpindahan panas dari buli-buli panas ke dalam sendi yang nyeri dan akan melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan otot sehingga akan menurunkan nyeri sendi pada klien asam urat. Kompres hangat dapat dilakukan dengan menempelkan kantong karet yang diisi air hangat atau dengan buli-buli panas (WWZ) atau handuk yang telah direndam di dalam air hangat ke bagian tubuh yang nyeri dengan suhu air sekitar 50°-60°C, karena pada suhu tersebut kulit dapat mentoleransi sehingga tidak terjadi iritasi dan kemerahan pada kulit yang dikompres. Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan atau pemijatan. Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan aliran darah. 3.
Konsep Dasar Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus yang dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Mahon, 1994, dalam perry dan potter, 2005). Menurut McCaffery (1980) : “Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri’. Nahon menemukan empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri, yaitu : nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan (1994). 3.1 Reseptor Nyeri
28
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nosiseptor) ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf aferen. Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (depp somatic), dan pada daerah viseral. Karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosiseptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen, yaitu : a.
Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6 – 30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan. b.
Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5 – 2 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. . Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral. Reseptor viseral. reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal, dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya difus (terus-menerus).
29
Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia, dan inflamasi. Nyeri viseral dapat menyebabkan nyeri alih (reffered pain), yaitu nyeri yang dapat timbul pada daerah yang berbeda/ jauh dari organ asal stimulus nyeri tersebut. Nyeri pindah ini dapat terjadi karena adanya sinaps jaringan viseral pada medulla spinalis dengan serabut yang berasal dari jaringan subkutan tubuh. Berdasarkan jenis rangsang yang dapat di terima oleh nosiseptor, di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis nosiseptor yaitu : nosiseptor termal, nosiseptor mekanik, nosiseptor elektrik, dan nosiseptor kimia. Adanya berbagai macam nosiptor ini memungkinkan terjadinya nyeri karena pengaruh mekanis, kimia, listrik, atau karena perubahan suhu. Serabut nyeri A delta merupakan serabut nyeri yang lebih banyak dipengaruhi oleh rangsangan mekanik dari pada rangsangan panas dan kimia, sedang serabut nyeri jenis C lebih dipengaruhi oleh rangsangan suhu, kimia dan mekanik kuat. 3.2 Transmisi Nyeri Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan. a.
Teori Spesivisitas (Specivicity Theory)
b.
Teori Pola (Pattern Theory)
c.
Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)
3.3 Neuroregulator Nyeri
30
Neuroregulator atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus saraf
dibagi
dalam
dua
kelompok
besar,
yaitu
neurotransmiter
dan
neuromodulator. Neurotransmiter mengirimkan impuls-impuls elektrik melewati rongga sinaps antara dua serabut saraf, dan dapat bersifat sebagai penghambat atau dapat pula mengeksitasi. Sedangkan neuromodulator bekerja untuk memodifikasi aktivitas neuro tanpa mentransfer secara langsung sinyal-sinyal menuju sinaps. Neuromodulator dipercaya bekerja secara tidak langsung dengan meningkatkan atau menurunkan efek partikuler neurotransmiter. Beberapa neuroregulator yang berperan dalam penghantaran impuls nyeri antara lain adalah (Patel, 2007) : a. Neurotransmiter - Substansi 1. Ditemukan pada neuro nyeri di kornudorsalis (peptida ektisator). 2. Diperlukan untuk menstramisikan impuls nyeri dari perifer ke otak. 3. Menyebabkan vasodilatasi dan edema. -Serotonin 1. Dilepaskan oleh batang otak dan kornudorsalis untuk menghambat transmisi nyeri. -Prostaglandin 1. Dibangkitkan dari pemecahan pospilipid di membrane sel. 2. Dipercaya dapat meningkatkan sensitivitas terhadap sel. b. Neuromodular 1) Endorfin (morfin Endogen) a) Merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh.
31
b) Diaktivasi oleh daya stres dan nyeri. c) Terdapat pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal.
d) Memberi efek analgesik. 2) Bradikinin a.Dilepaskan dari plasma dan pecah disekitar pembuluh darah pada daerah yang mengalami cedera. b.Bekerja pada reseptor saraf perifer, menyebabkan peningkatan stimulus nyeri. c.Bekerja pada sel, menyebabkan reaksi berantai sehingga terjadi pelepasan prostaglandin. 3.4
Konsep Nyeri
Menurut Mc. Caffery (1979), nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang, dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut Assosiasi Nyeri Internasional (1979) disebutkan bahwa nyeri adalah suatu Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik secara actual maupun seperti tersebut diatas. Menurut Kozier dan Erb (1983), nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi luka. Mengacu pada teori dari Asosiasi Nyeri Internasional, pemahaman tentang nyeri menitik beratkan bahwa nyeri adalah kejadian fisik, yang tentu saja untuk penatalaksanaan nyeri menitikberatkan pada manipulasi fisik atau menghilangkan kausa fisik. Adapun definisi dari Kozier dan Erb, nyeri diperkenalkan sebagai suatu pengalaman emosional yang penatalaksanaannya tidak hanya pada pengelolaan
32
fisik semata, namun penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk mengatasi nyeri. 3.5 Klasifikasi Nyeri a.
Klasifikasi Berdasarkan Waktu Kejadian
Nyeri dapat dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu (durasi) dari satu detik sampai dengan kurang dari enam bulan, sedangkan nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam bulan. Nyeri akut umumnya terjadi pada cedera, penyakit akut, atau pada pembedahan dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang sampai berat). Nyeri akut dapat dipandang sebagai nyeri yang terbatas dan bermanfaat untuk mengidentifikasikan adanya cedera atau penyakit pada tubuh. Nyeri jenis ini biasanya hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuh. b. Klasifikasi berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu nyeri superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan (fantom). Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti pada laserasi, luka bakar dan sebagainya. Nyeri jenis ini memiliki durasi yang pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam. Nyeri somatik dalam (deep somatic pain) adalah nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya peregangan dan iskemia.
33
Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ internal. Nyeri yang timbul bersifat difus dan durasinya cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya tumpul. Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke jaringan sekitar. Nyeri jenis ini biasanya dirasakan oleh klien seperti berjalan/bergerak dari daerah asal nyeri ke sekitar atau ke sepanjang bagian tubuh tertentu. Nyeri dapat bersifat intermiten atau konstan. Nyeri fantom adalah nyeri khusus yang dirasakan oleh klien yang mengalami amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsikan berada pada organ yang telah diamputasi seolah-olah organnya masih ada. Contohnya adalah pada klien yang menjalani operasi pengangkatan payudara atau pada amputasi ekstremitas. Nyeri alih (referred pain) adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi. Nyeri jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dari organ yang mengalami nyeri ke dalam medula spinalis dan mengalami sinapsis dengan serabut saraf yang berada pada bagian tubuh lainnya. Berdasarkan pada organ tempat timbulnya, nyeri dapat dikelompokkan dalam : nyeri organik, nyeri neurogenik, dan nyeri psikogenik. Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual atau potensial) organ. Penyebab nyeri umumnya mudah dikenali sebagai akibat adanya cedera, penyakit, atau pembedahan terhadap salah satu atau beberapa organ. Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada neuralgia. Nyeri ini dapat terjadi secara akut maupun kronis.
34
Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis. Gangguan ini lebih mengarah pada gangguan psikologis dari pada gangguan organ. Klien yang menderita memang “benar-benar” mengalaminya. Nyeri ini umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada klien. 3.6 Respons Tubuh Terhadap Nyeri Respons fisik timbul karena pada saat impuls nyeri ditransmisikan oleh medula spinalis menuju batang otak dan talamus, sistem saraf otonom terstimulasi, sehingga menimbulkan respons yang serupa dengan respons tubuh terhadap stress. Pada nyeri skala ringan sampai moderat serta pada nyeri superfisial, tubuh bereaksi membangkitkan “General Adaptation Syndrome” (Reaksi Fight or Flight , dengan merangsang sistem saraf simpatis. Sedangkan pada nyeri yang berat dan tidak dapat ditoleransi serta nyeri yang berasal dari organ viseral, akan mengakibatkan stimulasi terhadap saraf parasimpatis. Tabel 2.3 Respons Fisiologis Tubuh Terhadap Nyeri Reaksi
Efek
Simpatis
Dilatasi
lumen
bronkus, Memungkinkan penyediaan oksigen yang
peningkatan frekuensi napas.
lebih banyak.
Denyut jantung meningkat
Memungkin transpor oksigen lebih besar ke dalam jaringan tubuh (sel).
Vasokontriksi perifer
Meningkatkan
tekanan
darah
dengan
memindahkan suplai darah dari perifer ke organ viseral, otot, dan otak. Memungkinkan penyediaan energi tambahan
35
Peningkatan glukosa darah
bagi tubuh. Mengendalikan suhu tubuh selama stress.
Diaforesis
Menyiapkan otot untuk mengadakan aksi.
Tegangan otot meningkat
Menghasilkan kemampuan melihat yang
Dilatasi pupil
lebih baik. Menyalurkan energi untuk aktivitas tubuh
Penurunan motilitas usus
yang lebih penting.
Parasimpatis
Pucat
Disebabkan suplai darah yang menjauhi perifer.
Kelelahan otot
Karena kelemahan.
Tekanan darah dan nadi menurun.
Pengaruh stimulasi nervus vagal.
Frekuensi napas cepat, tiak teratur.
Karena mekanisme pertahanan yang gagal untuk memperpanjang perlawanan tubuh terhadap stress (nyeri).
Mual dan muntah, Kelemahan
Kembalinya fungsi gastrointestinal akibat pengeluaran energi yang berlebihan.
3.7 Respons Psikologis Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Klien yang mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi. Sebaliknya pengalaman yang “positif” akan menerima nyeri yang dialaminya. Pemahaman dan pemberian arti bagi nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi,
36
pengalaman masa lalu, dan juga faktor sosial budaya.Respons perilaku yang timbul pada klien yang mengalami nyeri dapat bermacam-macam. Meinhart dan Mc. Caffery (1983) menggambarkan tiga fase perilaku terhadap nyeri yaitu : antisipasi, sensasi, dan fase nyeri. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tentang nyeri meliputi : a. Usia b. Jenis kelamin c. Budaya d. Pengetahuan tentang nyeri dan penyebabnya e. Makna nyeri f. Perhatian klien g. Tingkat kecemasan h. Tingkat energi i. Tingkat stress j. Pengalaman sebelumnya k. Pola koping l. Dukungan keluarga dan sosial Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat pengukuran seperti Skala Visual Analog, Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Deskriptif atau skala nyeri Wong-Bakers untuk anak-anak. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Skala Nyeri Menurut Smeltzer
37
1) skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 :Tidak nyeri 1-3
: Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi
nyeri,
mengikuti perintah dengan baik.
dapat
mendeskripsikannya,
dapat
38
7-9 :
Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 :
Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan (Potter, 2005). Skala deskriptif merupakan alat penguluran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsian verbal (Verbal Dessriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak dengan karakter yang sama sepanjang garis. Pendeskripsian ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan.” Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terpeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992. Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pasa setiap ujungnya. Skala ini memberikan klien kebebasan
39
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memiliki satu kata atau satu angka (McGuire;1984). Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005). Pada penelitian ini digunakan skala wong yaitu dalam Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) dimana kita bisa melihat skala nyeri dengan rawut wajah klien dan skala ini juga diikuti skala dengan penilaian numerik agar mempermudah peneliti mengobservasi skala nyeri yang dirasakan responden. Gambar 2.2 Skala nyeri menurut wong
II.3.8
Tingkat Nyeri
a. Skala Intensitas Nyeri Keterangan :
40
Skala 10 : sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien Skala 9, 8, 7 : Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas yang bisa dilakukan. Skala 6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk. Skala 5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak. Skala 4 : Nyeri seperti kram atau kaku. Skala 3 : Nyeri seperti perih atau mules Skala 2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul Skala 1 : Nyeri sepeti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan Skala 0 : Tidak ada nyeri. b. Tipe Nyeri Keterangan : Skala : 10 Tipe nyeri sangat berat Skala : 7-9 Tipe nyeri berat Skala : 4-6 Tipe nyerisedang. Skala : 1-3 Tipe nyeri ringan c. Daftar Nilai Kekuatan Otot Kekuatan otot dinilai dengan angka 0 (nol) sapai 5 (lima) : Skala 0 : Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi, bila lengan/ tungkai dilepaskan, akan jatuh 100% pasif. Skala 1 : Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh. Skala 2 : Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi (saja), tapi dengan sentuhan akan jatuh.
41
Skala 3 : Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan tekan/dorongan dari pemeriksa. Skala 4 : kekuatan kurang dibandingkan sisi lain Skala 5 : kekuatan utuh. Uji
kekuatan
otot
sekali-kali
bukan
membandingkan
kekuatan pasien dengan sipemeriksa (Augustinus, 2003 ;36).
BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A.
Landasan Teori
42
Penyakit asam urat atau dikenal sebagai penyakit gout merupakan suatu penyakit akibat terjadinya penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri sendi (Gout Arthritis), benjolan pada bagian-bagian tertentu dari tubuh (tophi) dan batu pada saluran kemih. (www.bintangmawar.net ) Gout atau asam urat adalah penyakit di mana terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebihan,
baik akibat produksi yang meningkat,
pembuangannya melalui ginjal yang menurun, atau akibat peningkatan asupan makanan kaya purin. Gout terjadi ketika cairan tubuh sangat jenuh akan asam urat yang kadarnya tinggi. (dr Juandi Jo, 2007, www.wordpress.com) Serangan asam urat biasanya timbul secara mendadak atau akut, dan kebanyakan menyerang pada malam hari. Jika asam urat menyerang, sendi-sendi yang terserang tampak merah, mengkilat, bengkak, kulit di atasnya terasa panas disertai rasa nyeri yang sangat hebat, juga persendian yang sulit digerakkan (Muhammad, 2010). Menurut Budiyanto (2000) mengatakan, bahwa pasien dengan gejala gout arthritis akan mengalami peradangan pada satu atau beberapa persendian. Sendi metatarsophalangeal dengan jari kaki pertama. Tapi tidak jarang sendi lutut, tarsal, dan pergelangan kaki juga ikut terlibat. Nyeri yang biasa dikeluhkan pasien adalah tajam dan terkadang membuat pasien tidak bisa berjalan. Pada beberapa orang, nyeri dirasakan terutama setelah bangun tidur. Terapi non farmakologis yang dapat digunakan sebagai alternative pilihan dalam pengobatan diminore primer adalah: 1) Kompres hangat
43
Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan dengan mempergunakan buli-buli panas yang di bungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri sendi yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Perry & Potter,(2005). Menurut Bare & Smeltzer (2001), kompres hangat mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan
dapat
turut
menurunkan
nyeri
dengan
mempercepat penyembuhan. Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi
atau
mengurangi
nyeri,
dimana
panas
dapat
meredakan iskemia dengan menurunkan ketegangan otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera, meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri. Menurut Price & Wilson (2005), kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas). Panas
dapat
melebarkan
meningkatkan aliran darah.
pembuluh
darah
dan
dapat
44
Kompres hangat adalah metode yang digunakan untuk meredakan nyeri dengan cara menggunakan buli-buli yang diisi dengan air panas yang ditempelkan pada sendi yang nyeri Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri dengan
mengurangi
ketegangan
dan
meningkatkan
perasaan
sejahtera,
menigkatkan aliran darah di daerah persendian. Menurut Price & wilson (2005), kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan dapat meningkatkan aliran darah. Kompres air hangat dilakukan dengan tujuan membuat otot tubuh lebih rileks, menghilangkan rasa sakit, dan membuat tenang pasien. Menurut Bare & Smeltzer (2001) penanganan nyeri secara non farmakologis terdiri dari: 1). Masase kutaneus Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot. 2). Terapi panas
45
Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah kesuatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. 3). Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS) TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang di pasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. 4).Distraksi Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri, contoh: menyanyi, berdoa, menceritakan gambar atau foto dengan kertas, mendengar musik dan bermain satu permainan.
5)Relaksasi Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan, contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan. 6)Imajinasi Imajinasi merupakan khayalan atau membayangkan hal yang lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
B. Kerangka Konsep
46
Variabel Independent
Kompres Hangat C.
Variabel Dependent
Variabel Dependent
Nyeri Sendi
Nyeri Sendi
Pre
Post
Karakteristik :
-
Umur Jenis Kelamin Latar Belakang Budaya
ket : :
Diteliti
:
Berhubungan
47
C. Hipotesis
Dalam penelitian diajukan hipotesis yaitu : Ha : 1. Ada pengaruh dilakukan teknik kompres hangat dengan perubahan
nyeri sendi pada pasien asam urat. 2. Ada faktor-faktor lain (jenis kelamin, umur) terhadap nyeri sendi setelah diberikan kompres hangat. 3. Ada pengaruh antara jenis kelamin dengan perubahan nyeri sendi. 4. Ada pengaruh antara umur dengan perubahan nyeri sendi. 5. Ada perbedaan tingkat nyeri sendi pada pasien asam urat setelah
diberikan teknik kompres hangat. Ho :
48
Tidak ada pengaruh dilakukan teknik kompres hangat dengan perubahan nyeri sendi pada pasien asam urat.
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian yaitu dengan pendekatan eksperimental semu tujuan dari rancangan tersebut adalah untuk mengetahui pengaruh teknik kompres hangat terhadap perubahan nyeri sendi pada pasien asam urat di Puskesmas Beringin Banjarbaru Tahun 2013. Jenis desain yang
49
digunakan yaitu ‘Quasy Experiment Design’ di mana pada rancangan ini merupakan bentuk desain eksperiment yang lebih baik validitas internalnya dari pada rancangan pre eksperimental dan lebih lemah dari true eksperimental. Pada sampel penelitian sebelum dan sesudah dilaksanakan perlakuan dilakukan observasi dilakukan secara total sampling. Kemudian dilakukan pretest pada sampel tersebut, dan diberikan perlakuan yang kemudian diukur dengan posttest setelah perlakuan.data pretest dan posttest dianalisa perbedaanya. B. Populasi dan Sampel 1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita nyeri sendi akibat asam urat di Puskesmas Beringin Banjarbaru Tahun 2013, populasi diambil dari bulan Maret-Mei 2013. 2.
Sampel
Sampel
penelitian
ini
ditentukan
dengan
menggunakan
teknik
pengambilan sampel dengan teknik total sampling . Sampel yang digunakan adalah pasien asam urat dengan nyeri sendi yang berobat kepuskesmas beringin. Besar sampel dihitung dari 3 bulan terakhir sebelum penelitian yaitu dengan jumlah 18 orang. Adapun karakteristik sampel yang dapat dilakukan atau layak diteliti, yakni : a.
Kriteria Inklusi:
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam 2008). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
50
1) Bersedia untuk menjadi responden. 2) Penderita asam urat yang sedang mengalami nyeri. 3)
Pasien asam urat yang saat diteliti sedang Tidak mengalami radang (kemerahan, panas, trauma luka, trauma bakar, perdarahan) dibagian sendi yang nyeri.
b.
Kriteria Eksklusi :
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam 2008). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : 1) Tidak bersedia untuk dijadikan responden. 2) Bukan penderita asam urat. 3) Pasien Asam Urat yang saat diteliti tidak mengalami nyeri Sendi. 4) Pasien asam urat yang saat diteliti sedang mengalami radang (kemerahan, panas, trauma luka, trauma bakar, perdarahan) dibagian sendi yang nyeri. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur berupa lembar observasi yang berisi data pribadi responden yaitu nama, umur, jenis kelamin, dan latar belakang budaya, untuk mengukur gambaran nyeri sendi digunakan respon fisiologis yang ditampilkan oleh pasien dilihat dari Visual analisis scale (VAS) dimana skala ini memperlihatkan gambaran raut wajah klien dan skala ini diikuti dengan penilaian numerik agar mempermudah peneliti mengobservasi skala nyeri yang dirasakan pasien secara objektif. Penelitian ini
51
juga dilengkapi dengan skala pre dan post intervensi agar peneliti mengetahui pengaruh perlakuan (teknik kompres hangat) yang diberikan oleh pasien terhadap perubahan skala nyeri sendi. C. Variabel Penelitian 1.
Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pengaruh Teknik Kompres Hangat Terhadap Perubahan Nyeri Sendi Pada Pasien Asam Urat. 2.
Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan nyeri sendi pada pasien asam urat. 3.
Variabel pengganggu
Variable pengganggu dalam penelitian ini adalah bukan penderita asam urat. 4.
Variabel terkontrol
Variabel terkontrol dalam penelitian ini adalah umur, dan jenis kelamin.
5.
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah penurunan nyeri sendi. D. Definisi Operasional
Penyakit asam urat atau dikenal sebagai penyakit gout merupakan suatu penyakit akibat terjadinya penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri sendi (Gout Arthritis), benjolan pada bagian-bagian tertentu dari tubuh (tophi) dan batu pada saluran kemih. (www.bintangmawar.net )
52
Serangan asam urat biasanya timbul secara mendadak atau akut, dan kebanyakan menyerang pada malam hari. Jika asam urat menyerang, sendi-sendi yang terserang tampak merah, mengkilat, bengkak, kulit di atasnya terasa panas disertai rasa nyeri yang sangat hebat, juga persendian yang sulit digerakkan (Muhammad, 2010). Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada penyakit asam urat antara lain adalah sebagai berikut : -
Nyeri hebat pada malam hari, sehingga penderita sering terbangun saat
tidur. -
Saat dalam kondisi akut, sendi tampak terlihat bengkak, merah dan
teraba panas. Keadaan akut biasanya berlangsung 3 hingga 10 hari, dilanjutkan dengan periode tenang. Keadaan akut dan masa tenang dapat terjadi berulang kali dan makin lama makin berat. Dan bila berlanjut akan mengenai beberapa sendi dan jaringan bukan sendi. -
Disertai pembentukan kristal natrium urat yang dinamakan thopi.
-
Terjadi deformitas (kerusakan) sendi secara kronis.
Berdasarkan diagnosis dari American Rheumatism Association (ARA), seseorang dikatakan menderita asam urat jika memenuhi beberapa kriteria berikut : 1). Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam cairan sendi. 2). Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam thopi, di
tentukan
berdasarkan
pemeriksaan
mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
kimiawi
dan
53
Di dapatkan 6 dari 12 kriteria di bawah ini : -
Terjadi serangan arthritis akut lebih dari satu kali.
-
Terjadi peradangan secara maksimal pada hari pertama gejala atau
serangan datang. -
Merupakan arthritis monoartikuler (hanya terjadi di satu sisi
persendian). -
Sendi yang terserang berwarna kemerahan.
-
Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak. -
Serangan nyeri unilateral (di salah satu sisi) pada sendi
metatarsophalangeal. -
Serangan nyeri unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
-
Adanya thopi (Deposit besar dan tidak teratur yang berasal dari
natrium urat) di kartilago artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi. -
Terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah (lebih dari
7,5mg/dL). -
Pada gambaran radiologis tampak pembengkakan sendi secara
asimetris (satu sisi tubuh saja). -
Pada gambaran radiologis tampak kista subkortikal tanpa erosi.
-
Hasil kultur cairan sendi menunjukkan nilai negative.
Kompres hangat adalah metode yang digunakan untuk meredakan nyeri dengan cara menggunakan buli-buli yang diisi dengan air panas yang ditempelkan pada sendi yang nyeri.
54
Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri dengan
mengurangi
ketegangan
dan
meningkatkan
perasaan
sejahtera,
menigkatkan aliran darah di daerah persendian. Menurut Price & wilson (2005), kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan dapat meningkatkan aliran darah. Kompres air hangat dilakukan dengan tujuan membuat otot tubuh lebih rileks, menghilangkan rasa sakit, dan membuat tenang pasien. E. Prosedur Penelitian
Pengumpulan data akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku yaitu sebagai berikut : 1. Telah mendapat izin melakukan penelitian dari program studi ilmu
keperawatan fakultas kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2. Telah mendapat Ijin dari Puskesmas Beringin Banjarbaru
3. Setelah mendapatkan ijin peneliti akan mengidentifikasi responden penelitian sesuai dengan kriteria inklusi. 4. Menjelaskan pada calon responden tentang tujuan dan manfaat
penelitian dan meminta kesediaannya untuk menjadi responden.
55
5. Jika calon responden setuju, maka responden menandatangani ijin inform concern. 6. Mengobservasi dengan lembar observasi kepada responden. 7. Mengukur sebelum dilakukan intervensi. 8. Melakukan tindakan kompres hangat.
9. Mengukur ulang serta mengobservasi responden. 10. Analisis data. F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui data primer yang
dilakukan
secara sengaja
oleh peneliti dengan cara memberikan
treatment/perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian guna membangkitkan sesuatu kejadian/keadaan yang akan diteliti bagaimana akibatnya. Penelitian
ini
merupakan
penelitian
kausal
(sebab
akibat)
yang
pembuktiannya diperoleh melalui komparasi/perbandingan antara : Kondisi subjek sebelum perlakuan dengan sesudah diberikan perlakuan. Perlakuan yang dilakukan kepada sampel/responden diberikan kepada pasien yang mengalami nyeri sendi akibat asam urat. Perlakuan yang dilakukan kepada responden adalah dengan memberikan teknik kompres hangat kepada pasien asam urat yang mengalami nyeri sendi. Metode pengolahan data yang digunakan adalah tabulasi dengan program komputerisasi. G. Analisis Data
56
Data yang terkumpul dianalisa dan diinterpretasikan lebih lanjut guna menguji hipotesis dengan bantuan program komputer secara univariat dan bivariat. 1. Analisis Univariat Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian, analisa ini menggambarkan tentang distribusi frekuensi dan presentase dari tiap-tiap variabel yang dikehendaki dari table distribusi. Variabel umur menjadi kelompok < 45 tahun dan ≥ 45 tahun dan variable jenis kelamin menjadi pria dan wanita dan beberapa gambaran nyeri sendi yaitu durasi perubahan nyeri, intensitas nyeri, dan skala nyeri pre dan post intervensi. 2. Analisis Bivariat Uji beda dua mean independen Uji beda dua mean digunakan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok. Tahapan yang harus dilalui adalah: 1)
Menentukan selisih pre-test da post-test pada setiap kelompok.
2)
Menguji homogenitas varian
3)
Analisis dengan T independen. Uji beda dua mean dependen Uji ini digunakan untuk melihat perbedaan pengaruh teknik kompres
hangat, tingkat nyeri sebelum dilakukan tindakan (pre-test), dan tingkat nyeri setelah tindakan (post-test). Tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu uji normalitas, setelah diketahui hasilnya normal maka dilakukan pengujian dengan
57
uji T dependen. Jika hasilnya tidak normal maka dilakukan pengujian non parametrik yaitu uji wilcoxon (Hastono, 2007) Analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh pemberian teknik kompres hangat terhadap penurunan nyeri sendi pada pasien asam urat, yaitu menggunakan Uji T (T-Test ) dengan batas kemaknaan (nilai alpha) 5%. Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 0,05. Penolakan terhadap hipotesis apabila Pvalue ≤ 0,05 berarti ada pengaruh atau ada perbedaan bermakna, sedangkan gagal penolakan terhadap hipotesa apabila Pvalue > 0,05 berarti tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan yang bermakna antara keduanya.
DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah. Terapi Panas dan Dingin. http://kompreshangat.com. Diakses tanggal 25 Februari 2011 jam 22.30, 2010. Amril. 2007. IPD : Gelar Hasil Penelitian Surveilens Beberapa Penyakit Perkotaan di Lima Wilayah DKI Jakarta tahun 2006. http://DEPKES.htm. Diakses tanggal 26 Februari 2011 jam 20.35, 2007. Hastono, Sutarito Priyo. Analisis Data Kesehatan. Depok : FKM UI, 2007.
58
Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan Edisi 2 Pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009. Kusyanti, Eni. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Jakarta : EGC, 2006. Long, Barbara C. Perawatan Medical Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : EGC, 2001. Mubin, A. Halim. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC, 2007. Muhammad, As’adi. Waspadai Asam Urat. Jogjakarta : Diva Press, 2001. Noer, H. M. Sjaifoellah. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI, 2001. Patel, Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Erlangga, 2007. Potter, Patricia A dan Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktek. Jakarta : EGC, 2005. Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC, 2005. Sari, Ermala. Pengaruh Penggunaan Kompres Hangat dalam Pengurangan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif di Klinik Hj. Hamidah Nasution Medan Tahun 2010. Diakses tanggal 30 februari 2011. Jam 18.00, 2010. Setiawati, S. Proses Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta : Trans Info Media, 2008. Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC, 2001. Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI, 2001. Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran UI, 2007. Sustrani, Lanny, dkk. Asam Urat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka, 2004. Tambayong, Jan. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC, 2000.