BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau
ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosio budaya. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di
dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Upaya
Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang
yang melakukan konsultasi tentang kesehatan untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada tenaga kesehatan. (Undang-undang Kesehatan No.36 tahun, 2014).
Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di
mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang
akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia
lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2009).
Penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu multipatologi
(lebih dari satu penyakit), kemampuan fisiologis tubuh yang sudah menurun,
tampilan gejala yang tidak khas/menyimpang, dan penurunan status fungsional
(kemampuan kreraktivitas). Penyakit-penyakit yang ditemukan pada pasien
geriatri umumnya adalah penyakit degeneratif kronik (Kane, 2008).
Pengertian penyakit degeneratif secara umum dikatakan bahwa penyakit
ini merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada
usia tua. Namun ada kalanya juga bisa terjadi pada usia muda, akibat yang
ditimbulkan adalah penurunan derajat kesehatan yang biasanya diikuti dengan
penyakit. Akibat yang paling bahaya dari penyakit ini adalah rasa sakit dan
juga sangat menyita biaya terutama saat masa tua, dan bisa juga akan
berakhir dengan kematian (Darmojo, 2009).
Setiap orang pasti ingin memiliki masa tua yang bahagia tetapi
keinginan tidaklah selalu dapat menjadi nyata. Pada kehidupan nyata, banyak
sekali lansia-lansia yang menjadi depresi, stress, dan berpenyakitan.
Banyak kita temukan lansia yang dikirim ke panti jompo dan tidak terurus
oleh keluarga, ada lansia yang diasingkan dari kehidupan anak cucunya
meskipun hidup dalam lingkungan yang sama, ada lansia yang masih harus
bekerja keras meskipun sudah tua, dan masih banyak hal-hal lainnya yang
menjadi penyebab gangguan keselamatan dan keamanan (Lueckenotte, 2005).
Keselamatan dan keamanan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih
yang terhindari dari ancaman bahaya atau kecelakaan, keadaan aman dan
tentram. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan keselamatan dan keamanan
yaitu usia, tingkat kesadaran, emosi, status mobilisasi, gangguan
sensori,informasi / komunikasi, penggunaan antibiotik yang tidak rasional,
keadaan imunitas, ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah putih,
status nutrisi, tingkat pengetahuan.
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan
bertambahnya usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun.
Jatuh dan kecelakaan pada lansia merupakan penyebab kecacatan yang utama.
Jatuh adalah kejadian secara tiba-tiba dan tidak disengaja yang
mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk dilantai (Maryam,
2008).
Berdasarkan penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang
sudah mencapai angka 11.4% atau tercatat sekitar 28.8 juta orang yang
menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia (BPS, 2007). Insiden
jatuh di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti sebanyak 30 lansia atau
sekitar 43.47% mengalami jatuh. Kejadian jatuh pada lansia dipengaruhi oleh
faktor intrinsik seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas
bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizziness, serta faktor ekstrinsik
seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda,
penglihatan kurang karena cahaya kurang terang dan lain-lain (Darmojo,
2009).
Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang sedang diderita,
seperti hipertensi, stroke, sakit kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan
diabetes. Perubahan-perubahan akibat proses penuaan seperti penurunan
pendengaran, penglihatan, status mental, lambatnya pergerakan, hidup
sendiri, kelemahan otot kaki bawah, gangguan keseimbangan dan gaya
berjalan. Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, bendabenda
dilantai (tersandung karpet), tangga tanpa pagar, tempat tidur atau tempat
buang air yang terlalu rendah, lantai yang tidak rata, licin serta alat
bantu jalan yang tidak tepat. Jatuh (falls) merupakan suatu masalah yang
sering terjadi pada lansia (Maryam, 2008).
Faktor risiko jatuh meliputi faktor intrinsik dan ekstrinsik, faktor
intrinsik antara lain sistem saraf pusat, demensia, gangguan sistem
sensorik, gangguan sistem kardiovaskuler, gangguan metabolisme, dan
gangguan gaya berjalan. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan, aktifitas,
dan obat-obatan, selama proses menua, lansia mempunyai konsekuensi untuk
jatuh salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah
instabilitas yaitu berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh.
Jatuh dianggap sebagai konsekuensi alami tetapi jatuh bukan merupakan
bagian normal dari proses penuaan (Stanley, 2006).
Upaya pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir kejadian jatuh
pada lansia. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
jatuh pada lansia, mengidentifikasi faktor risiko dilakukan untuk mencari
adanya faktor intrinsik risiko jatuh, keadaan lingkungan rumah yang
berbahaya yang dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penilaian
keseimbangan dan gaya berjalan dilakukan untuk berpindah tempat dan pindah
posisi, penilaian postural sangat diperlukan untuk mengurangi faktor
penyebab terjadinya risiko jatuh, serta mengatur atau mengatasi fraktur
situasional dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaaan rutin kesehatan
lansia secara periodik (Mariyam, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis beralasan mengambil judul
penelitian tentang. "Asuhan Keperawatan Pada Klien Gerontik dengan Gangguan
Keamanan : Resiko Jatuh ".
B. RUMUSAN MASALAH
Jatuh adalah suatu kejadian secara tiba-tiba dan tidak disengaja yang
mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk dilantai (Maryam,
2008). jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi,
penyebabnya adalah multi-faktor, serta banyak yang berperan
didalamnya, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Pencegahan
risiko jatuh pada lansia misalnya dengan memindahkan benda berbahaya,
ruangan tidak gelap, lantai tidak licin dan lain-lain. Peningkatan
jumlah penduduk lansia berdampak pada masalah-masalah yang
ditimbulkan seperti yang diuraikan diatas salah satunya adalah risiko
jatuh.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah "Asuhan Keperawatan Pada Klien Gerontik dengan
Gangguan Keamanan : Resiko Jatuh".
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus
sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien gerontik dengan gangguan
keamanan : resiko jatuh.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami pengertian dari resiko jatuh.
b. Memahami penyebab dari jatuh pada lansia.
c. Memahami faktor risiko jatuh pada lansia.
d. Memahami pencegahan jatuh pada lansia.
e. Memahami komplikasi jatuh pada lansia.
f. Memahami pendekatan diagnostik dari jatuh pada lansia.
g. Memahami penatalaksanaan jatuh pada lansia.
h. Memahami asuhan keperawatan pada lansia.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah terdiri dari:
1. Bagi Intitusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada
Klien Gerontik dengan Gangguan Keamanan : Resiko Jatuh dan sebagai
sumber bacaan bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan perbandingan, bahan kajian, atau
pengembangan terhadap ilmu keperawatan khususnya keperawatan
gerontik.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
keluarga dan masyarakat bahwa kejadian jatuh pada lanjut usia
berhubungan erat dengan faktor kondisi lingkungan fisik rumah yang
membahayakan sehingga keluarga dan masyarakat dapat memodifikasi
kondisi lingkungan fisik rumah yang baik dan aman bagi lanjut usia
dalam mencegah kejadian jatuh pada lanjut usia.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat, memberikan kritik dan saran, serta tambahan informasi
guna memecahkan masalah atau mencari solusi untuk menurunkan faktor
risiko yang dapat menyebabkan jatuh pada lansia.
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
KONSEP DASAR MEDIS
A. PENGERTIAN
Jatuh merupakan masalah keperawatan utama pada lansia, yang menyebabkan
cedera, hambatan mobilitas dan kematian (Sattin, 2004).
Selain cedera fisik yang berkaitan dengan jatuh, individu dapat
mengalami dampak psikologis, seperti takut terjatuh kembali,
kehilangan kepercayaan diri, peningkatan kebergantungan dan isolasi
sosial (Downton dan Andrews, 2006).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 2005).
Berdasarkan beberapa pengertian jatuh di atas, dapat disimpulkan
bahwa jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tidak disengaja yang
mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk di lantai dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka.
B. ETIOLOGI
1. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan
fraktur.
2. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan
pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
3. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap
dan penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman,
dan persepsi warna dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap
lingkungan, dan dapat mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
4. Gaya berjalan dan keseimbangan
berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf, otot, rangka,
sensori, sirkulasi dan pernapasan. Semua perubahan ini
mengubahpusat gravitasi, mengganggu keseimbangan tubuh dan
menyebabkan limbung, yang pada akhirnya mengakibatkan jatuh.
Perubahan keseimbangan dan properosepsi membua lansia sangat rentan
terhadap perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin dan
mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit parah
dapat mengganggu fungsi refleks perlindungan dan membuat individu
yang bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).
C. FAKTOR RISIKO
1. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk
proses penuaan dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit
jantung, stroke dan gangguan ortopedik serta neurologik.
Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia
adalah kebutuhan eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjadi
saat lnsia sedang menuju, menggunakan atau kembali dari kamar
mandi. Perubahan status mental juga berhubungan dengan peningkatan
insiden jatuh.
Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah
permukaan lantai yang meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang
rendah maupun yang tinggi dan tidak ada susut tangan ditempat yang
strategis seperti kamar mandi dan lorong.
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya
terjadi pada minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw
megenali lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan
dapat digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat yang
memengaruhi sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat
meningkatkan risiko terjadinya jatuh, biasanya akibat kemungkina
hipotensi atau karena mengakibatkan perubahan status ,emtal.
Laksatif juga berpengaruh terhadap insida jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung
menggunakan alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal,
tongkat kaki empat dan walker. Pasien yang menggunakan alat banu
lebih mungkin jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak
menggunakan alat bantu.
Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi,
yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.
D. KOMPLIKASI
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane,
2005; Van – der – Cammen, 2000 )
1. Perlukaan ( injury )
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek
atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ),
humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista.
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri,
dan pembatasan gerak.
E. PENCEGAHAN TERHADAP JATUH
1. Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya
berjalan, diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan
keseimbangan fisik, koordinasi keseimbangan serta mengatasi faktor
lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan
badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi.
Penilaian goyangan badan sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya jatuh, begitu pula dengan penilaian apakah kekuatan otot
ekstremitas bawah cukup untuk berjalan tanpa bantuan, apakah lansia
menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, dan mengangkat
kaki dengan benar saat berjalan. Kesemuanya itu harus diperbaiki
bila terdapat penurunan.
2. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya
dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang
aman (stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan
tangga) serta lantai yang tidak licin dan penerangan yang cukup.
3. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru.
Apabila keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai
kondisi memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah
posisi (Darmojo, 2009).
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang
dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS
terbaik, mengembalikan kepercayaan diri penderita.
1. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi
faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang
terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi,
rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan
keluarga penderita.
2. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap
kasus karena perbedaan factor – factor yang bekerjasama
mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan penyakit akut
penanganannya menjadi lebih mudah, sederhanma, dan langsung bisa
menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak
pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga
diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan
lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan,
misalnya pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat
bantu gerak.
3. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan
penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya
sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan
sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal terapi ini
diperlukan terus – menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot
dan status fumgsional. Penelitian yang dilakukan dalam waktu satu
tahun di Amerika Serikat terhadap pasien jatuh umur lebih dari 75
tahun, didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan ketahanannya baru
terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan,
semakin lama lansia melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
4. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang
mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait training,
latihan strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Biasanya
program rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini
sangatmembantu penderita dengan stroke, fraktur kolum femoris,
arthritis, Parkinsonisme.
5. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat – obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti
depresan, dll.
6. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan
rumah / tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh
(Reuben,2005).
G. PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti
dibawah ini
1. Riwayat Penyakit ( Jatuh )
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata
jatuh atau keluarganya ( Kane,2005).
Anamnesis ini meliputi :
a. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset,
tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri
dari jongkok, sedang makan, sedang buang air kecil atau besar,
sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba – tiba atau
aktivitas lain.
b. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri
kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio,
inkontinens, sesak nafas.
c. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism,
osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi,
defisit sensorik.
d. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik,
autonomik bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik,
psikotropik.
e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat –
tempat kegiatanny.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas /
hipotermi )
b. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran,
nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
c. Jantung : aritmia, kelainan katup
d. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati
perifer, kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
e. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi
problem kaki ( podiatrik ), deformitas.
KONSEP DASAR ASKEP
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/Istirahat:
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan
stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi
bilateral dan simetris.Limitasi fungsional yang berpengaruh pada
gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda :Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit,
kontraktor/kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskular:
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat
intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna
kembali normal).
3. Integritas Ego:
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial,
pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusan dan
ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan), ancaman pada konsep
diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada
orang lain).
4. Makanan/Cairan:
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene:
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi, ketergantungan.
6. Neurosensori:
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi
pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/Kenyamanan:
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
8. Keamanan:
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit,
ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/
pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada
mata dan membran mukosa.
9. Interaksi Sosial:
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;
perubahan peran; isolasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbataan
rentang gerak.
2. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan
akibat jatuh
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
fraktur, pemasangan traksi pen, imobilitas fisik.
C. INTERVENSI
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan
rentang gerak
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem
muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendi dibuktikan oleh
tidak adanya kontraktur.
"Intervensi Keperawatan "Rasional "
"Observasi tanda dan gejala "Memberikan informasi sebagai "
"penurunan mobilitas sendi, dan "dasar dan pengawasan "
"kehilangan ketahanan "keefektifan intervensi. "
"Observasi status respirasi dan " "
"fungsi jantung klien. "Memberikan informasi tentang "
"Observasi lingkungan terhadap "status respirasi dan fungsi "
"bahaya-bahaya keamanan yang "jantung klien. "
"potensial. Ubah lingkungan "Mencegah risiko cedera pada "
"untuk menurunkan bahaya-bahaya "lansia "
"keamanan. " "
"Ajarkan tentang tujuan dan " "
"pentingnya latiha " "
" "Meningkatkan harga diri: "
"Ajarkan penggunaan alat-alat "meningkatkan rasa kontrol dan "
"bantu yang tepat "kemandirian klien "
" "Membantu perawatan diri dan "
" "kemandirian pasien. "
2. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan
akibat jatuh Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien menyatakan nyeri terkontrol
- Klien mampu membatasi fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur
- Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
kompensasi tubuh.
- TTV dalam batas normal
"Intervensi Keperawatan "Rasional "
"1. Evaluasi atau lanjutkan "Tingkat aktifitas atau latihan"
"pemantauan tingkat inflamasi "tergantung dari perkembangan "
"atau rasa sakit pada sendi. "atau resolusi dari proses "
"2. Bantu dan ajari keluarga "inflamasi "
"klien untuk pertahankan " Istirahat sistemik "
"istirahat tirah baring atau "dianjurkan selama eksaserbasi "
"duduk jika diperlukan, jadwal "akut dan seluruh fase penyakit"
"aktifitas untuk memberikan "yang penting untuk mencegah "
"periode istirahat yang terus "kelelahan dan mempertahankan "
"menerus dan tidur dimalam hari "kekuatan. "
"yang tidak terganggu. " "
"3. Bantu dan ajari keluarga" Mempertahankan atau "
"dengan rentang gerak aktifatau "menigkatkan fungsi sendi, "
"pasif, demikian juga latihan "kekuatan otot dan stamina "
"resistif dan isometric jika "umum. Catatan: latihan yang "
"memungkinkan. "tidak adekuat dapat "
" "menyebabkan kekakuan sendi "
"4. Ajari klien dan keluarga " Menghilangkan tekanan "
"ubah posisi dengan sering "pada jaringan dan "
"dengan personel cukup serta "meningkatkan sirkulasi, "
"demonstrasikan atau bantu "tehnik pemindahan yang tepat "
"tehnik pemindahan dan "dapat mencegah robekan abrasi "
"penggunaan bantuan mobilitas, "kulit. "
"mis: trapeze. " "
"5. Dorong klien " Memaksimalkan fungsi "
"mempertahankan postur tegak dan"sendi, mempertahankan "
"duduk tinggi, berdiri, "mobilitas. "
"berjalan. " "
"6. Ajarkan keluarga untuk " Menghindari cedera "
"memberikan lingkungan yang "akibat kecelakaan atau jatuh. "
"aman, mis: menaikkan kursi atau" "
"kloset, menggunakan pegangan " "
"tangga pada bak atau pancuran " "
"dan toilet, penggunaan alat " "
"bantu mobilitas atau kursi roda" "
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
fraktur, pemasangan traksi pen, imobilitas fisik.
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang
- Klien menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit atau
memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi
terjadi
"Intervensi Keperawatan "Rasional "
"Kaji kulit untuk luka terbuka, " Memberikan informasi "
"benda asing, kemerahan , "tentang sirkulasi kulit dan "
"perdarahan, perubahan warna, "pembentukan edema yang "
"kelabu, memutih. "membutuhkan intervensi medik "
" "lanjut "
"Ajarkan keluarga lansia agar " Mengurangi tekanan "
"mengubah posisi sesering "konstan pada area yang sama "
"mungkin. "dam meminimalkan resiko "
" "kerusakan kulit . "
"3. Ajarkan keluarga lansia "Menurunkan kadar kontaminasi "
"agar sesering mungkin "kulit "
"membersihkan kulit dengan air " "
"sabun hangat. " "
"4. Tekuk ujung kawat atau "Mencegah cedera pada bagian "
"tutup ujung kawat atau pen "tubuh lain "
"dengan karett atau gabus " "
"pelindung atau tutup jarum. " Mencegah tekanan "
"5. Ajarkan keluarga agar "berlebihan pada kulit, "
"memberikan bantalan atau "meningkatkan eaporasi "
"pelindung dari kulit domba atau"kelembapan yang menurunkan "
"busa. "resiko ekskoriasi. "