PROPAGASI GELOMBANG RADIO
1. PENDAHULUAN
1.1 Pengertian
Propagasi adalah peristiwaa perambatan gelombang radio dari antena pemancar ke antena penerima.
Gelombang radio adalah suatu gelombang yang terdiri dari garis-garis gaya listrik (E) dan garis-garis magnet (H) yang merambat di ruang bebas (free space) dan mempunyai kecepatan sebesar kecepatan cahaya (3 x 108 meter/detik).
Susunan dari garis-garis gaya listrik dan garis-garis gaya magnet yang terdapat dalam gelombang radio disebut TRANSVERSE ELECTROMAGNETICS (TEM), dan susunan garis gaya adalah :
Garis gaya elektrik (E) tegak lurus gaya magnet (H)
Garis gaya listrik (E) tegak lurus arah rambatan.
Kumpulan garis-garis gaya yang terbanyak merupakan harga kuat medan maksimum
Gelombang radio selalu mempunyai :
Kuat medan listrik (E) dan kuat medan magnet (H).
Arah rambatan
Frekwensi (f)
Panjang gelombang (λ)
Polarisasi
Gambaran dari suatu gelombang elektromagnetik bidang XYZ dapat dilihat segabai
berikut :
Gambar 1. Gelombang elektromagnetik
Polarasi gelombang radio adalah arah dari garis gaya listrik (E)
Macam – macam polarisasi gelombang radio adalah :
Polarasi linier yaitu bila arah garis gaya listriknya merupakan garis lurus.
Polarasi ini terdiri menjadi dua :
Polarasi vertical, yaitu apabila arah garis gaya listriknya tegak lurus terhadap permukaan bumi/tanah
Polarasi linier horizontal, yaitu bila arah garis gaya listriknya sejajar terhadap permukaan bumi/tanah
Polarasi non linier yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar.
Polarasi ini terbagi menjadi dua :
Polarasi non linier positif, yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar searah jarum jam.
Polarasi non linier negatif, yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar berlawanan arah jarum jam.
1.2 Pembagian Frekwensi Gelombang Radio
Frekwensi gelombang radio di kelompokkan menjadi :
Very Low Frequency ( VLF ) : 3 - 30 KHz
Low Frequency ( LF ) : 30 – 300 KHz
Medium Frequency ( MF ) : 300 – 3000 KHz
High Frequency ( HF ) : 3 – 30 MHz
Very High Frequency ( VHF ) : 30 – 300 MHz
Ultra High Frequency ( UHF ) : 300 – 3000 MHz
Super High Frequency ( SHF ) : 3 – 30 GHz
Extra High Frequency (EHF ) : 30 – 300 GHz
Hubungan antara panjang gelombang dan frekwensi dinyatakan sebagai berikut :
Dimana :
λ = panjang gelombang (mzKm)
f = frekwensi (Hz, KHz)
c = 3 x 108 meter / detik
1.3 Macam – macam Gelombang Radio
Gelombang radio ditinjau dari perambatannya dibedakan menjadi :
Gelombang ( Surface Wave / Ground Wave )
Gelombang Angkasa ( Sky Wave / Ionospheric Wave )
Gelombang ( Space Wave )
2. GELOMBANG TANAH
2.1 Pengertian
Adalah gelombang radio yang perambatannya selalu mengikuti bentuk permukaan
bumi/tanah
Yang termasuk dalam gelombang tanah adalah gelombang radio yang mempunyai
Frekwensi <3 Mhz. Oleh karna gelombang tanah merambat mengikuti bentuk
Permukaan tanah/bumi, maka gelombang ini mengalami kehilangan energy yang
Disebabkan oleh :
Adanya penyebaran di antenna pemancar ( Spreading Loss )
Adanya redaman tanah karna gelombang ini akan selalu menginduksi tanah sepanjang perambatan
Penggunaan gelombang tanah ini paling efektif adalah dengan menggunakan polarisasi Vertical. Hal ini di sebabkan karna adanya redaman tanah yang akan lebih besar pada polarisasi horizontal di bandingkan dengan polarisasi vertikal.
2.2 Besarnya Kuat Medan Yang Diterima
Untuk menghitung besarnya kuat medan yang di terima antena penerima, dimisalkan bahwa daya panxar di antenna pemancaran sebesar Pt (Kwatt) dan jarak antenna pemancar dengan antena penerima = d (Km) serta antenna yang digunakan adalah antenna istotropik, maka :
……………………………………………………………………………………………………………………... E (F)
d (Km)
antena isotropik
E = Kuat medan gelombang tanah yang langsung diterima sejauh km, bila faktor tanah di abaikan.
F = Kuat medan gelombang tanah yang diterima sejauh km, bila faktor redaman tanah diperhitungkan.
d = Jakarak antenna pemancar ke antenna penerima (Km).
A = Faktor redaman tanah (0 < 1)
Kuat medan gelombang tanah yang diterima bila factor redaman tanah di perhitungkan adalah :
F = Faktor redaman tanah x kuat medan gelombang langsung
atau :
F = A X E
Melalui perhitungan matematis yang kompleks biasanya, E dapat di peroleh sebagai berikut :
E=173Ptd
Maka untuk antena isotropic, besarnya kuat medan yang di terima adalah :
F=173Ptd
Dimana :
F = Kuat medan gelombang tanah yang di terima sejauh di Km (m Volt/m)
A = Faktor redaman air (kali)
d = Jarak antenna Tx – Rx (Kwatt)
Pt = Daya pacar antenna Tx (Kwatt)
Jika seandainya antenna Tx bukan merupakan Antena Isotropik, maka :
Pt (iso) = G . Pt(ant.lain)
F=A 173G. Ptd
Sehingga :
Apabila diketahui bahwa :
G = ɳ . D
maka :
F = A 173ɳ .D .Ptd
Dimana :
F = Kuat medan gelombang tanah yang di terima (m Volt/m)
A = Faktor redaman tanah (kali)
G = Gain antenna pemancar terhadap antenna Isotropik (kali)
ɳ = Efisiensi antena pemancar terhadap yang digunakan (%)
D = Faktor pengarahan antena pemancar (kali)
Pt = Daya pancar antena Tx (Kwatt)
d = Jarak antena Tx – Rx (Km)
Besar kecilnya factor redaman tanah (A) dipengaruhi oleh :
Polarisasi gelombang radio yang digunakan
Frekuensi yang di gunakan
Jarak antara antena Tx – Rx
Konduktivitas tanah ()
Konstanta dielektrium tanah ()
Untuk menghitung besarnya factor redaman tanah (A) dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
Untuk daerah yang kering, dapat kita gunakan rumus dari ANALISA SOMMERFELD
Untuk daerah rawa-rawa sungai atau daerah-daerah basah, kita gunakan rumus dari ANALISA AUSTIN & COHAN.
ANALISA SOMMERFELD
Besarnya factor redaman tanah menurut Sommerfeld dapat dilihat pada grafik faktor redaman tanah (Gambar 1), dimana grafik tersebut hanya berlaku dengan persyaratan :
d ( Tx – Rx ) ( Km ) 803f (MHz)
Jadi bila jarak antena Tx – Rx lebih besar dari persyaratan di atas, maka faktor redaman tanah (A) dianggap sama dengan nol (0) sehingga kuat medan yang diterima (F) sama dengan nol (0).
Sedangkan bila jarak antena Tx – Rx memenuhi persyaratan di atas , maka besarnya faktor redaman tanah (A) adalah :
< A 1
dan besarnya A ini dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut :
Bila gelombang tanah berpolarisasi VERTIKAL Besarnya A dapat di hitung yaitu :
Jika ε + 1X < 0,3 maka :
P =1+d.f2C.σ X 1012-12
Jika ε + 1X > 3 maka :
P = π.d.f C.(ε+1)
( Setelah P didapat , maka kita lihat dalam grafik ).
Jika 0,3 < ε + 1X < 3 maka :
P= π.d x.λ cos b
dimana : tg b = ε + 1X
cos b = xx2+(ε+1).2
( Setelah di P didapat, kita lihat dalam grafik ).
Bila gelombang tanah berpolarisasi HORISONTAL :
Besarnya A dapat dihitung yakni :
P= π.d.x λ.cosb
Dimana : tg b' = ε-1x
Catatan :
ε = Konstanta dielektrikum tanah
x = suatu konstanta yang besarnya = 1.8 . 1012 σ f
σ = Konduktivitas tanah ( Mho/cm )
f = Frekwensi yang digunakan ( Hz )
d = jarak antenna Tx – Rx ( Km )
c = Cepat rambat gelombang radio ( Km/dtk )
b = 1800 - b
λ = Panjang gelombang ( Km )
Cara pembacaan grafik faktor redaman tanah
Di dalam grafik terdapat 5 kurva, dimana masing-masing kurva berlaku untuk besaran
sudut b yang berbeda-beda.
b = 00
b = 300
b = 600
b = 900
b = 1800
Jadi apabila besarnya b misalnya = 00 maka digunakan kurva b = 00 dan seterusnya. tetapi jika ada kita dapatkan b yang tidak sama dengan kurva-kurva tersebut, maka dapat di tempuh jalan sebagai berikut :
1) b = 00 berlaku untuk b = 00 s/d 150
2) b = 300 berlaku untuk b = 150 s/d 450
3) b = 600 berlaku untuk b = 450 s/d 750
4) b = 900 berlaku untuk b = 750 s/d 1350
5) b = 1800 berlaku untuk b = 1350 s/d 3600
ANALISA AUSTIN & COHAN
Jika kita akan menghitung kuat medan yang di terima dari gelombang tanah
Yang merambat di daerah berair/basah, maka kita gunakan analisa dari
AUSTIN &COHAN, dimana dalam rumus inikita tidak akan menghtung
Besarnya faktor redaman tanah melainkan kita dapatkan langsung besarnya
Kuat medan yang di terima dari gelombang tersebut.
Besarnya kuat medan yang di terima adalah :
F=377 h.Iλ.d θsinθ . e -0.0015.dλ .mVolt/m
Dimana :
F = kuat medan gelombang tanah yang di terima di antenna Rx ( mVot/m)
h = tinggi efektif antenna Tx (km)
I = arus yang mengalir dalam antenna Tx ( Amperem)
λ = panjang gelombang di udara (km)
d = jarak antara antenna Tx – Rx ( km )
e = bilangannormal (2,7…)
θ = sudut yang terbentuk antara TX, pusat bumi dan Rx (radian)
θ a = jari – jari bumi
2.3 Fading Pada Gelombang Tanah
Yang di maksud dengan Fading adalah berubah – ubahnya kuat medan penerimaan
Dalam waktu relative singkat, karena adanya perubahan keadaan dari lapisan
Atmosphere atau penyebab lain secara mendadak.
Keadaan lapisan Atmosphere yang berubah dan akan mengakibat adanya fading
Ini, yaitu :
Temperature dari lapisan tersebut.
Tekanan udara di lapisan Atmosphere.
Tekanan uap air.
Grafik faktor redaman tanah
3. GELOMBANG ANGKASA
3.1 pengertian Gelombang Angkasa
Gelombang angkasa adalah gelombang radio yang merambat langsung ke atas bumi.
Ke dalam atmosphere, dan dalam kondisi – kondisi tertentu dapat di pantulkan
Kembali ke bumi oleh lapisan ionosphere. Yang termasuk dalam gelombang angkasa
Adalah gelombang radio yang mempunyai frekwensi di antara 3 s/d 30 Mhz.
Penggunaan gelombang angkasa ini adalah untuk sistem komunikasi jarak jauh dan jangkauan yang dapat di capai oleh sistem komunikasi ini tergantung dari tinggi rendahnya lapisan ionosphere sebagai lapisan pemantul.
3.2 Lapisan Ionosphere
Lapisan Ionosphere ini terletak di lapisan Atmosphere bumi dan berada pada ketinggian 50 – 400 Km di atas permukaan bumi.
Lapisan ionosphere ini terletak di atas lapisan stratosphere dan di sebut dengan lapisan ionosphere karena lapisan ini terkena sinar matahari, maka akan terjadi proses ionosasi. Proses ionosasi yaitu proses terurainya molekul – molekul udara menjadi ion – ion positif dan ion – ion negartif yang berdiri dalam keadaan bebas. Ion – ion inilah yang akan membanti gelombang angkasa untuk di pantulkan kembali ke permukaan bumi.
Proses ionisasi yang terjadi pada lapisan ionosphere di pengaruhi oleh besar kecilnya intensitas sinar matahari, sehingga pada lapisan ionosphere ini akan terjadi pengelompokan ion – ion tersebut.
Hal ini di karenakan matahari bersnar tidak merata dan lapisan ionosphere terletak pada jarak yang berbeda – beda terhadap matahari.
Sifat – sifat Lapisan Ionosphere Terhadap Gelombang Angkasa
Berdasarkan sifat – sifat lapisan terhadap gelombang angkasa, maka lapisan Ionosphere dibagi menjadi :
a. Siang hari :
Lapisan Ionosphere pada siang hari di kelompokan menjadi :
1) Lapisan D
2) Lapisan E
3) Lapisan F1
4) Lapisan F2
b. Malam hari :
Pada malam hari lapisan ini di kelompokan menjadi :
1) Lapisan E
2) Lapisan F
Pengelompokan lapisan Ionospher ini jika terjadi pada saat jumlah ion – ion mancapai maksimum, istilah lapisan dig anti menjadi LAYER
Sifat – sifat lapisan Ionosphere terhadap gelombang angkasa adalah :
1) Lapisan D
a) Lapisan ini terdapat pada ketinggian 50 – 90 Km di atas permukaan bumi.
b) Lapisan ini terjadi pada waktu siang hari.
c) Lapisan ini akan memantulkan gelombang radio yang mempunyai frekwensi LF dn VLF, dan melemahkan/meredam gelombang radio yang berfrekwensi MF dan HF.
2) Lapisan E
Lapisan E teridir dari 2 bagian yaitu :
Lapisan E teratur( E regular )
Lapisan ini terdapat di ketinggian 110Km di atas permukaan bumi.
Lapisan ii memantulkan gelombang radio MF dan HF.
Lapisan E tidak teratur ( E sporadis )
Lapisan ini terdapat di ketinggian 90 – 130 Km di atas permukaan bumi.
Berbentuk lapisan tipis – tipis yang menyebar.
Mencegah frekwensi – frekwensi yang normalnya dapat menembus lapisan E dan memungkinkan adanya transmisi jarak jauh pada frekwensi sangat tinggi ( VHF )
3) Lapisan F1
Lapisan ini terdapat di ketinggian 170 – 250 Km di atas permukaan bumi.
Terjadi hanya di siang hari.
Lapisan ini akan meredam seluruh gelombang radio yang melewatinya.
4) Lapisan F2
Lapisan ini terdapat di ketinggian 250 – 400 Km di atas permukaan bumi.
Terjadi hanya pada siang hari saja.
Lapisan ini memantulkan gelombang radio yang mempunyai frekwensi HF.
5) Lapisan F
Lapisan ini merupakan gabungan dari lapisan f1 dan f2 di malam hari.
Lapisan ini terdapat di ketinggian 300 Km di atas permukaan bumi.
Lapisan ini akan memantulkan gelombang radio yang mempunyai frekwensi HF.
3.3 Penggunaan Gelombang Angkasa
Jika kita menggunakan gelombang angkasa untuk komunikasi, ada beberapa hal yang harus kita ketahui, yaitu :
Tinggi Semu lapisan Ionosphere ( h' )
Yaitu ketinggian yang dapat di capai oleh suatu energy gelombang radio dengan frekwensi HF, apabila kecepatannya = kecepatan cahaya.
Frekwensi Kritis ( fc )
Yaitu frekwensi tersebar yang masih dapat di pantulkan oleh lapisan ionosphere dengan sudut luncur vertical pada suatu tempat dan waktu tertentu.
Frekwensi Kegunaan Maksimum ( MUF )
Yaitu frekwensi terbesar yang dapat di gunakan untuk hubungan pada jarak tertentu dan saat serta sudut luncur tertentu pula.
Sudut Kritis / Critical Angle ( Ac )
Yaitu sudut datang terkecil pada lapisan pertama F2/F, dimana gelombang
Angkasa yang mempunyai frekwensi MUF masih dapat di pantulkan kembali
Ke bumi.
Jarak maksimum satu hop ( d max ).
3.4 Redaman Pada Gelombang Angkasa
Dalam sistem hubungan HF dimana gelombang radio yang di pancarkan merupakan
Gelombang angkasa, maka daya yang di pancarkan dari antenna pemancar sampai
Dengan antena penerima akan mengalami redaman sebagai berikut :
Redaman yang di sebabkan oleh penyebaran di antenna pemancar ( Spreading loss ).
Redaman pada perambatan dari antenna pemancar sampai antenna penerima yang di sebabkan oleh adanya pemindahan energy electron yang bermuatan ke electron electron bebas sepanjang perambatan gelombang radi ( Non Deviative Absorbiton ).
Redaman pada lapisan pemantul ( lapisan ionosphere ), yaitu pada saat terjadinya pembiasan sampai dengan pemantulan dari gelombng angkasa tersebut ( Deviative Absorbtion ).
5. Fading Pada Gelombang Angkasa
Fading adalah berubahnya kuat medan penerimaan dari gelombang radio yang
diakibatkan oleh faktor external.
Yang menyebabkan terjadinya fading tersebut adalah :
GEJALA DELINGER ( Delinger Effect/Phenomena )
Yaitu fading yang di sebabkan oleh adanya ledakan – ledakan matahari, sehingga terbentuk banyak sekali electron – electron bebas pada lapisan ionosphere yang tidak tertentu arah bergetarnya. Hal inilah yang menyebabkan bahwa energy yang melekat pada electron tersebut tersebar, yang akan mengakibatkan adanya penurunan daya terima dalam waktu relative singkat.
BADAI MAGNET ( Magnetic Storm )
Yaitu fading yang di sebabkan oleh adanya perubahan jumlah electron bebas akibat berubahnya gaya tarik / gaya tolak dari kutub magnet bumi.
4. GELOMBANG RUANG
4.1 Pengertian Gelombang Ruang
Gelombang ruang adalah gelombang radio ang dalam perambatannya dari antena
pemancar ke antenna penerima melalui ruang bebas. Yang termasuk dalam
gelombang ruang ini adalah gelombang radio yang mempunyai frekwensi lebih
besar dari 30 Mhz (VHF ke atas )
Jika kita menggunakan gelombang ruang dan menginginkan gelombang tersebut
bebas dari redaman tanah, maka harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut :
Untuk gelombang ruang yang berpolarasi vertical, tinggi antenna pemancar harus lebih besar dari 2λ (h > 2λ ).
>2λ
Untuk gelombang ruang yang berpolarisasi horizontal tinggi antenna pemancar harus lebih besar dari o,1 λ ( h>0,1λ)
>0,1λ
4.2 Redaman Pada Gelombang Ruang
Pada perambatan gelombang ruang dari antenna pemancar ke antenna penerima,
Gelombang ini akan mengalami 2 macam kehilangan energy/redaman yaitu :
Akibat penyebaran di antenna pemancar ( Spreading Loss )
Akibat redaman di kapisan atmosphere ( ruang bebas )
Redaman pada penyebaran di antenna pemancar relatif sangat keci, sehingga dalam
Perhitungan sering diabaikan, sedangkan redaman pada perambatan di ruang bebas tersebut bias di sebut dengan Redaman Transmisi Dasar Di Ruang Bebas ( Basic transmission loss in free space ) yang diberi notasi Lbf. Besarnya Lbf ini dapat dihitungkan sebagi berikut :
Jika dimisalkan kita menggunakan antenna isotropic untuk antena pemancar dan antena penerima, serta daya pancar di antena pemancar = Pt (Kwatt), maka besarnya Lbf adalah :
Lbf = Pt Pr
Dimana :
Pr = Daya pancar di antena pemancar.
Pr = Daya terima di antena penerima.
Jika diketahui bahwa daya terima per satuan luas = Pr' , maka :
Pr = Pr' . Aiso
Pr = Pt 4πd2 dan Aiso = λ24 λ
Sehingga :
Pr = Pr' . Aiso
= Pt4πd2 . λ24 λ
= Pt(4πd)2
Oleh karna itu besarnya Lbf adalah :
Lbf = PtPr = PtPtλ2(4πd)2 = (4πd)2λ2 kali
Lbf = (4πd)2λ2 kali
Jika dihotung dalam satuan Decibel, maka diperoleh :
Lbf = 10 log (4πd)2λ2 dB
Untuk frekwensi dalam ordo Mhz :
Lbf = 32,45 + 20 log d + 20 log f ( dB )
dimana : Lbf = redaman transmisi dasar di ruang bebas (dB)
d = jarak antena Tx – Rx (Km)
f = frekwensi yang di gunakan (MHz)
Untuk frekwensi dalam ordo G z :
Lbf = 92,45 + 20 log d + 20 log f (dB)
dimana : Lbf = redaman transmisi dasar diruang bebas (dB)
d = jarak antena Tx – Rx (Km)
f = frekwensi yang di gunakan (GHz)
4.3 Penggunaan Gelombang Ruang
Gelombang ruang dapat digunakan untuk :
a. Sistem hubungan Line Of Sight (LOS) , antara lain :
1) Sistem Komunikasi Radio Relay Terrestrial
2) Sistem Komunikasi Satelit
b. Sistem hubungan Hambur atau Sistem Komunikasi Trans Horison antara lain :
1) Sistem komunikasi Knife Edge Diffiraction atau Mountain Diffraction.
2) Sistem Komunikasi Double Knife Edge Diffraction
3) Sistem Komunikasi Over Round Obstacle Diffraction
4) Sistem Komunikasi Over Sperical Earth Diffiraction atau Smooth Earth Diff
raction
5) Sistem Komunikasi Troposcatter
Sistem Hubungan Lone Of sight (LOS)
Yang dimaksud dengan sistem hubungan Line Of Sight adalah suatu hubungan
dimana antena penerima terletak dalam suatu garis pandang atau garis lurus, dan perambatan gelombang radop terletak dalam daerah yang bebas hamba-
tan (antara kedua antenna tersebut tidak boleh ada benda yang menghambat/
menghalangi lintasan gelombang radio ).
Dari definisi di atas, maka pada sistem komunikasi LOS Radio Relay Terrestrial
Akan mempunyai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, dikarenakan
pada sistem komunikasi ini terdapat beberapa hal yang mungkin akan menye-
babkan antenna pemancar dan antenna penerima tidak bebas hambatan,
yaitu antara lain disebabkan oleh kelengkungan bumi, ketinggian dari bangu-
nan maupun tumbuh-tumbuhan. Sedangkan pada sistem komunikasi satelit,
hambatan yang terjadi dalam sistem LOS akan relative kecil.
1) Sistem Komunikasi LOS Radio Relay Terrestrial
Yang dimaksud dengan sistem komunikasi LOS Radio Relay Terrestrial
adalah sistem hubungan LOS dimana antenna pemancar dan antena
Oleh karena kedua antena dari sistem ini terletak di permukaan bumi,
Maka pengaruh kelengkungan bumi dan benda-benda di sekelilingnya
Harus kita perhitungkan.
Dalam propagasi, persyaratan dari sistem komunikasi ini adalah :
Lintasan gelombang radio harus mempunyai lintasan yang bebas
Hambatan pada daerah Fresnell pertama.
Daerah Fressnell
Yang dimaksud dengan Daerah Fresnell adalah suatu daerah di
Lapisan Atmosphere yang terbentuk ellips dan berada diantara
Antenna Tx - RX, dimana apabila pada kulit permukaan daerah
Tersebut terdapat benda pembantul gelombang radio maka jarak
yang ditempuh oleh gelombang radio tersebut secara langsung dan
yang melalui pantulan akan berselisih n x 1/2 λ .
Bila :
a + b – d = n x 1/2 λ
Dimana : n = bilangan bulat positif (0, 1, 2, 3, …)
maka daerah elips tersebut disebut dengan Daerah Fresnell.
d = Jarak lintasan gelombang langsung.
a = Jarak yang ditempuh gelombang datang (incidect wave)
b = Jarak yang ditempuh gelombang pantul (reflected wave)
Sedangkan Daerah Fresnell Pertama adalah daerah Fresnell dimana selisih jarak antara gelombang langsung dan gelombang pantul adalah sebesar 1/2 λ atau dengan kata lain Daerah Fresnell yang n nya = 1 .
Jadi Daerah Fresnell Pertama :
a + b – d = 1 x 1/2 λ
n = 1
Alasannya dipilih Daerah Fresnell Pertama sebagai persyaratan dari sistem komunikasi LOS Radio Relay Terrestrial adalah :
Bahwa gelombang langsung dan gelombang pantul merupakan 2 gelombang yang sephasa di antena penerima.
Hal ini dapat kita buktikan sebagai berikut :
(1) Perbedaan phasa dari gelombang langsung dan gelombang pantul karena selisih jarak yang ditempuh sebesar 1/2 λ (180ᶱ)
(2) Perbedaan phasa pada gelombang pantul titik pantul adalah sebesar 180ᶱ
Jadi dari kedua hal diatas, maka perbedaan phasa antara gelombang langsung dengan gelombang pantul adalah sebesar 180ᶱ + 180ᶱ = 360ᶱ atau sephasa dan hal ini yang menjadikan dasar dipilihnya Daerah Fresnell Pertama sebagai persyaratan sistem komunikasi LOS Radio Relay Terrestrial.
Keterangan gambar :
h1 = Tinggi antena pemancar sebenarnya
h1' = Tinggi efektif antena pemancar (dalam perhitungan h1' = h1).
h2 = Tinggi antena pertma sebenarnya.
h2' = Tinggi efektif antar penerima (dalam perhitungan h2' = h2)
hs = Height Shielding, yaitu ketinggian obstacle yang dihitung dari permukaan bumi.
hc = Height Clearance, yaitu jarak yang dihitung dari lintasan gelombang langsung ke ujung obstacle.
Besarnya hc ini adalah :
hc = h1 .d2+h2.d1d- hs-d1.d22.Ka
t = Kedalaman daerah Fresnell I, yaitu jarak yang dihitung dari garis l intasan gelombang langsung ke kulit daerah Fresnell I dan
berada di atas obstacle (t berimpit dengan hc).
Besarnya t adalah :
t=λ . d1 .d2d
d1 = Jarak antena pemancar dengan obstacle.
d2 = Jarak antena penerima dengan obstacle.
a = Jarak yang ditempuh oleh gelombang datang (jarak antena Tx dengan ujung
obstacle).
b = Jarak yang ditempuh oleh gelombang pantul setelah pantulkan oleh obstacle (jarak Rx dengan ujung obstacle).
Dari uraian gambar diatas dapat kita simpulkan bahwa persyaratan sistem komunikasi LOS Radio Relay Terrestrial dapat dinotasikan sebagai berikut :
hc t
atau :
h1 .d2+h2.d1d- hs-d1.d22.Ka λ . d1 .d2d
b) Faktor K
adalah pengali jari-jari bumi yang sebenarnya agar mendapatkan besaran jari-jari bumi efektif sehingga kita dapat menggambar lintasan gelombang radio sebagai garis lurus.
Hal ini dikarenakan lintasan gelombang radio yang sebenernya agar mendapatkan besaran jari – jari bumi efektif sehingga kita dapat menggambar lintasan gelombang radio sebagai garis lurus.
besarnya index bias pada masing – masing lapisan atmosphere dapat di hitung dengan rumus :
N= 77,6T P+ 4810eT
dimana :
N = Refracivity
n = indeks bias
T = temperature lapisan atmosphere ( 0K )
P = temperature lapisan atmosphere ( milli Bar )
e = tekanan uap air ( milliar Bar )
Dari persamaan di atas, kemudian di kembangkan sehingga yang di katakan mempengaruhi lintasan gelombang radio adalah besarnya indeks bias di pengaruhi oleh tinggi lapisan dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
M =n+ ha 106
Sehingga perubahan Modulus Refraction (M) terhadap tinggi inilah yang menjadi penyebab dari lengkungan lintasan gelombang radio.
Persamaan differensial dari Modulus Refraction dapat di hitung sebagai berikut :
dMdh = dndh+ 1a . 106
dari persamaan dMdh dapat dihitung besarya faktor K yaitu :
K = 1a. dMdh 106
dimana :
a = jari – jari bumi
Besarnya faktor K ini selalu merupakan bilangan pasif atau 0.
Hal – hal yang dapat menyebabkan lintasan gelombang radio melengkung adalah karena adanya indeks bias yang berbeda – beda di lapisan atmosphere.
c) Kurva M-Profile
Kurva M-Profile adalah kurva/grafik yang menunjukan besarnya M terhadap suhu ketiggian tertentu.
Macam – macam kurva M-Profile adalah :
(1) Kurva M-Profile Linier Standard.
(2) Kurva M-Profile Linier Non Standard.
(3) Kurva M-Profile Non Linier Non Standard.
(1) Kurva M-Profile Linier Standard
h Yaitu grafik/kurva yang menunjukan besarnya M
terhadap h, dimana perubahan M terhadap h
selalu konstan dan grafik ini berbentuk garis lurus.
1 km
Pada kurva ini, perubahan M terhadap tinggi
(dM/dh) adalah sebesar 118 unit/km, sehingga
jika di hitung besarnya faktor K adalah :
M 300 418 K = 106a.dM/ dh = 1066370.118 = 157118 = 43
Jadi lapian atmosphere yang termasuk ke dalam kurva ini. untuk menggambarkan lintasan gelombang ruang lurus di perlukan faktor
K sebesar 4/3
(2) Kurva M-Profile Linier Non Standard
h Yaitu grafik/kurva yang menunjukkan besar nya M terhadap (h), dimana perubahan M
terhadap h tidak sama, akan tetapi grafik ini masih merupakan lurus.
Pada kurva ini, perubahan M terhadap h (dM/dh)
adalah :
M atau : 0 dM/dh < 118
118 < dM/dh 157
Jadi pada keadaan ini, untuk menggambar
kan lintasan gelombang ruang menjadi lurus diperlukan faktor K sebesar :
atau : K > 4/3
4/3 > K 1
(3) Kurva M-profile Non Linier Non Standard
Yaitu grafik/kurva yang menunjukan besarnya M terhadap tinggi
(h), diamana perubahan M terhadap h tidak selalu sana (konstan)
dan grafiknya berbentuk garis lengkung.
Secara garis besar, kurva ini di kelompokan dalam 4 macam, yaitu :
h
(a)
M
Kurva ini mempunyai cirri bahwa h makin tingg dM/dh semakin
kecil dan kurva ini disebut Kurva M-Profile Sub Standard.
(b) h
M
Kurva ini mempunyai cirri bahwa h makin tinggi dM/dh semakin
besar dan kurva ini disebut Kurva M-profile super standard.
Kurva ini mempunyai ciri bahwa h makin tinggi dM/dh semakin
besar dan kurva ini disebut Kurva M-Profile Super Standard.
(c)
Kurva ini mempunyai ciri bahwa pada ketinggian tertentu dM/dh
nya = 0 (M konstan ) dan kurva ini disebut Kurva M-Profile surface
Duct.
(d)
Kurva ini mempunyai cirri adanya dM/dh = 0 lebih dari sekali dan kurva ini
disebut Kurva M-Profile Elevated Duct.
Pada daerah0daerah yang lapisan atmosphere nya termasuk kedalam Kurva
M-Profile Non Linier Standard, maka sistem LOS Radio Relay Terrestrial sering
mendapat gangguan Fading, yaitu :
(1) Fading Type K
Yaitu fading yang terjadi apabila lapisan atsmophere nya termasuk
ke dalam Kurva M-Profile Sub Standard dan Super Standard.
(2) Fading Duct
Yaitu fading yang terjadi apabila lapisan atsmophere nya termasuk
ke dalam Kurva M-Profile Surface Duct dan Elevated Duct.
(e) Perhitungan Daya Terima Pada Sistem LOS Radio Relay Terrestrial
Dalam perhitungan ini diasumsikan besarnya daya yang diterima pada input
penerima adalah gelombang langsung (besarnya gelombang pantul di
abaikan). Untuk menghitung besarnya gelombang pantul diperlukan
perhitungan yang lebih komplek. Gambar lintasan gelombang langsung hop
pada sistem Radio Relay Terrestrial adalah seperti pada gambar berikut :
Lbf
Tx Rx
Lfeo Lfeo
RxTx Lbr Lbr
Rx
Tx
BUMI
P (Rx) = P(Tx) – Lbr(Tx) – Lfee(Tx) + G(Tx) – Lbf + G(Rx) – Lfee(Rx) – Lbr(Rx)
atau :
P (Rx) = P(Tx) – Lbro(total) – Lfee(total) – Lbf + G(total)
dimana :
P (Rx) = Daya terima input penerima (dBm, dBW)
P (Tx) = Daya output pesawat pemancar (dBm, dBW)
Lbr (Tx) = Redaman pada Branching Circuit di bagian pemancar (dB)
Lbr (Rx) = Redaman pada Branching Circuit di bagian penerima (dB)
Lbf = Redaman transmisi dasar di ruang bebas (dB)
Lbr (total) = Lbr(Tx) + Lbr(Rx)
Lfee(Tx) = Redaman feeder antena di bagian pemancar (dB)
Lfee (Rx) = Redaman feeder antena di bagian penerima (dB)
Lfee (total) = Lfee(Tx) + Lfee(Rx)
G (Tx) = Gain antena pada arah pancaran (dB)
G (Rx) = Gain antena pada arah penerima (dB)