PENTINGNYA PERAN AHLI GIZI DALAM MELAKUKAN PROMOSI KESEHATAN UNTUK
MENGURANGI KEJADIAN KEKURANGAN VITAMIN A (KVA) DI INDONESIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi
Dosen Pengampu: Joko Dwi Hastanto
Disusun Oleh
KARTIKA ROHMAH HIDAYATI (J300120009)
PROGRAM STUDI GIZI D3
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah,
serta inayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah Komunikasi yang
berjudul Kekurangan Vitamin A (KVA).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu serta memberikan saran dan dukungan kepada kami.
Kami sangat menyadari masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi
materi maupun sistematika penulisan dalam pembuatan makalah ini. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari para
pembaca. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun
bagi para pembaca.
Surakarta, Januari 2014
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kesehatan masyarakat dunia khususnya Indonesia
bukan hanya dihadapkan pada permasalahan gizi makro saja seperti KEP
(Kekurangan Energi Protein), melainkan juga masalah defisiensi gizi mikro
seperti Kekurangan Vitamin A (KVA).(Martianto,2011). Kekurangan zat gizi
mikro berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat, sehingga dapat merusak
kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Sampai saat ini, penduduk Indonesia, terutama yang
berpenghasilan rendah baik di perkotaan dan pedesaan, masih banyak yang
mengalami masalah kekurangan zat gizi mikro. Data Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) pada 2009 menunjukkan lebih dari sembilan juta anak-anak
Indonesia dan satu juta perempuan menderita kekurangan vitamin A. Tercatat
pula 25 - 30 % kematian bayi dan balita di dunia disebabkan oleh kekurangan
vitamin A, sedangkan di Indonesia sekitar 14,6 % anak di atas usia satu
tahun mengalami kekurangan vitamin A. (Krisnamurthi, 2010). Hal ini
dikarenakan 50% dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml.
Tingginya proporsi balita dengan serum retinol <20 mcg/100 ml ini
menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya
xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah
terserang penyakit infeksi (Azwar, 2004).
Selain anak-anak,kelompok yang juga rentan terhadap kekurangan vitamin A
(KVA) adalah wanita hamil yang selanjutnya akan membahayakan janin yang
dikandungnya. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena generasi-
generasi baru yang akan lahir sangat ditentukan sejak dalam kandungan.
Untuk meningkatkan mutu manusia dan masyarakat Indonesia harus dimulai
dengan penanganan masalah gizi terutama defisiensi vitamin A pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang
sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat
melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan
tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan penyakit infeksi
lain).
Bila vitamin A kurang, maka fungsi kekebalan tubuh menjadi menurun,
sehingga mudah terserang infeksi. Disamping itu lapisan sel yang menutupi
trakea dan paru-paru mengalami keratinisasi, tidak mengeluarkan lender
sehingga mudah dimasuki mikroorganisme penyebab infeksi saluran pernapasan.
Bila terjadi pada permukaan usus halus dapat terjadi diare. Perubahan pada
permukaan saluran kemih dan kelamin dapat menimbulkan infeksi pada ginjal
dan kantong kemih. Pada anak-anak dapat menyebabkan komplikasi pada campak
yang dapat mengakibatkan kematian.
Kekurangan vitamin A (KVA) dikenal juga sebagai buta senja atau
xerophtalmia (mata kering) yang dapat berlanjut pada kebutaan. Sejak tahun
1980-an, diketahui terjadi peningkatan angka kematian balita yang kurang
vitamin A,bahkan sebelum terlihat tanda-tanda xerophtalmia. Kurang vitamin
A dapat menyebabkan balita menjadi balita yang rentan terhadap penyakit
infeksi (Baliwati dkk, 2010). Selain itu, kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan peradangan pada kulit (dermatitis) dan meningkatkan kemungkinan
terkena infeksi. Beberapa penderita mengalami anemia. Pada kekurangan
vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun sampai kurang dari 15
mikrogram/100mL (kadar normal 20-50).
Hasil penelitian yang dilaksanakan Survei Pemantauan Status Gizi dan
Kesehatan (Nutrition & Health Surveillance System) selama 1998-2002
menunjukkan, sekitar 10 juta anak balita yang berusia enam bulan hingga
lima tahun, berarti setengah dari populasi anak balita di Indonesia
berisiko menderita kekurangan vitamin A.
Menurut penelitian yang dilakukan Depkes bekerja sama dengan Helen KelIer
International setiap tiga bulan sekali ini, makanan mereka sehari-hari di
bawah angka kecukupan vitamin A yang ditetapkan untuk anak balita, yaitu
350-460 Retino Ekivalen per hari. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kekurangan
vitamin A berkaitan dengan tingginya tingkat kematian pada balita.
Populasi anak yang mengalami kekurangan vitamin A, namun tidak mendapat
perawatan tingkat kematiannya 49 persen lebih tinggi daripada yang mendapat
sumplemen vitamin itu. Secara medis ada keterkaitan antara kekurangan
vitamin A dan kematian pada balita.
B. Faktor Resiko/ Orang Yang Mudah Terkena KVA
1. Anak-anak atau balita yang menderita malnutrisi (marasmus dan
kwashiorkor). Kekurangan kalori dan protein dapat menghambat pengangkutan
vitamin A.
2. Vegetarian ketat dan orang yang membatasi konsumsi hati, produk-produk
yang berasal dari susu.
3. Orang-orang yang tidak mengonsumsi sayur serta buah-buahan yang banyak
mengandung beta karoten.
4. Bayi yang berat badannya saat lahir sangat rendah (2,2 pounds atau 0,99
kg atau kurang).
5. Orang-orang yang terinfeksi HIV/AIDS.
C. Cara Penanganan
Sebagai seorang ahli gizi yang telah dibekali ilmu-ilmu gizi, sudah
menjadi kewajiban kita untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada
masyarakat akan pentingnya kesehatan dan pentingnya untuk menerapkan pola
hidup sehat. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kehidupan yang tidak
sehat adalah Kekurangan Vitamin A (KVA). Penyakit ini dapat dicegah dan
dapat disembuhkan dengan beberapa cara, yang pertama adalah mengonsumsi
sayuran dan buah-buahan. Peran seorang ahli gizi disini adalah memberikan
penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya manfaat mengonsumsi sayuran
dan buah-buahan. Selain itu ahli gizi juga harus menjelaskan tata cara
pengolahan sayuran yang benar, agar kandungan gizi dalam bahan makanan
tidak rusak serta tidak hilang. Contohnya adalah tidak memasak sayuran
dalam jangka waktu yang lama, karena vitamin A dalam sayuran tersebut akan
rusak dalam kondisi panas.
Peran ahli gizi selanjutnya adalah menerangkan kepada perusahaan-
perusahaan makanan untuk menambahkan atau melakukan fortifikasi vitamin A
pada produk makanannya. Terutama pada makanan yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat dengan penghasilan menengah kebawah, seperti mie instant dan
minyak goreng. Fortifikasi yang dilakukan juga harus memperhatikan beberapa
hal, yaitu: tidak menghilangkan nilai gizi lain yang terkandung dalam bahan
makanan, tidak menyebabkan perubahan rasa pada bahan makanan tersebut atau
tidak menyebabkan kenaikan harga yang terlalu tinggi.
Cara efektif selanjutnya adalah melakukan diversifikasi pangan,
misalnya membuat tepung dari bahan baku wortel. Dari tepung wortel tersebut
maka dapat digunakan untuk membuat kue, roti, biskuit, mie, dan bahan
makanan lainnya.
Selain itu seorang ahli gizi juga harus menjelaskan kepada seorang ibu
untuk rutin membawa anak balitanya ke Posyandu untuk melakukan penimbangan
dan mengetahui pertumbuhan sang anak. Di Posyandu seorang anak juga akan
diberikan suplemen vitamin A setiap 6 bulan sekali.
Program pemberian suplemen vitamin A, saat ini di Indonesia sudah berjalan
pada kelompok sasaran yaitu :
a) Bayi umur 6-12 bulan : diberikan kapsul vitamin A warna biru, dosis
100.000 IU setiap bulan Februari dan Agustus.
b) Anak umur 1-5 tahun : diberikan kapsul vitamin A warna merah, dosis
200.00 IU setiap bulan Februari dan Agustus
c) Ibu nifas: diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000 IU, sehari setelah
melahirkan dan diberikan lagi 24 jam kemudian (masing-masing satu
kapsul ).
d) Anak yang terserang campak : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000
IU.
Dalam hal ini peran serta kerjasama orangtua juga sangat diperlukan
untuk tetap menjaga anak dan keluarganya untuk hidup sehat. Orangtua juga
harus memberikan penjelasan kepada anak untuk tidak jajan sembarangan
terutama di lingkungan sekolah. Orangtua harus menjelaskan jenis makanan
apa saja yang boleh dikonsumsi oleh seorang anak, misalkan tidak boleh
membeli jajanan dengan warna-warna mencolok, tidak boleh membeli es, dan
tidak boleh membeli jajanan dengan saus.
Untuk lebih amannya, seorang ibu sebaiknya memberikan bekal makanan sehat
untuk anaknya, serta tidak memberikan uang jajan yang berlebihan. Ibu juga
harus pandai untuk mengombinasikan makanan untuk bekal anak ke sekolah agar
anak tidak cepat merasa bosan.
Bagi seorang anak yang tidak gemar mengonsumsi sayuran, dapat diatasi
dengan mengolah sayuran menjadi bentuk makanan yang digemari anak.
Contohnya membuat nugget dengan mencampurkan daging ayam giling dengan
wortel yang dicincang kecil. Selain itu juga dapat membawakan bekal dari
hasil olahan tepung wortel. Dengan demikian seorang anak akan tetap dapat
mengonsumsi sayuran walaupun ia tidak menyukainya. Dalam hal ini orangtua
harus tetap telaten demi perkembangan dan pertumbuhan anaknya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyaknya kejadian Kekurangan Vitamin A (KVA) dapat dicegah atau
dapat disembuhkan dengan beberapa cara, antara lain: mengonsumsi sayuran
dan buah-buahan, melakukan fortifikasi makanan yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat terutama pada masyarakat dengan penghasilan menengah kebawah
seperti mie instant dan minyak goring. Selain itu dapat dicegah dengan
melakukan diversifikasi pangan, memberikan kapsul/suplemen vitamin A, dan
membawakan anak bekal sekolah. Dengan hal ini kejadian Kekurangan Vitamin A
(KVA) sedikit demi sedikit dapat dikurangi.
B. Saran
Bagi seorang ahli gizi harus tetap sabar membeikan penyuluhan-
penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan. Penyuluhan yang
dilakukan sebaiknya menggunakan bahasa-bahasa yng sudah sering masyarakat
dengar, atau dengan kata lain kita tidak memberikan penyuluhan dengan
bahasa ilmiah.
Bagi orangtua sudah selayaknya menerapkan pola hidup sehat didalam
keluarganya, dan memberikan contoh kepada anak-anaknya untuk hidup sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Muhilal, Tarwotjo I, Kodyat B, Herman S, Permaesih D, Karyadi D, et.al.
Changing prevalence of xerophtalmia in Indonesia, 1977-1992. Europe-an
J. Clin. Nut. 1994; 48: 708-14.
Untoro R. Kebijakan Penanggulangan KVA di Indonesia. Presentasi Seminar
Program Vitamin A, 8 Juli 2004. Direktorat Gizi. Depkes.
Devaera Y. Defisiensi mikronutrien khusus: defisiensi vitamin A. In: Sjarid
DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar S, editors. Buku ajar nutrisi pediatrik
dan penyakit metabolik. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2011.hal. 177-81.