BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Komunikasi menyampaikan informasi, dan merupakan suatu aksi saling ber ber bagi. bagi. Komunikasi adalah se buah buah faktor yang paling penting, yang digunakan untuk menetapkan hu bungan bungan terapeutik antara perawat dan klien. Dalam komunikasi lisan, informasi disampaikan secara lisan atau ver bal bal melalui kata-kata. Penyampaikan informasi seperti ini dinamakan ber bicara. bicara. Komunikasi lisan akan menjad menja di le bih bih efektif apa bila bila diikuti dengan tinggi rend rendah, lemah lem but, but, dan peru bahan bahan nad nada suara yang disesuaikan. R etar etar dasi mental adalah gangguan yang telah tampak sejak tampak sejak masa masa anak ana k-anak -a nak dalam bentuk fungsi intelektual dan adaptif yang secara signifikan berad erada di bawah bawah rata-rata. Komunikasi yang dilakukan sangatlah mud mudah namun sukar dilakukan karena faktor klien atau pasien atau pasien yang iq di bawah bawah rata-rata.
B.
Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk
mengetahui cara Penerapan Prinsip dan Teknik Komunikasi
dalam Pengkajian Komunikasi Keperawatan Khusus: R etar etar dasi Mental 2.
Tujuan Khusus Agar mahasiswa
mengetahui dan memahami:
a. Konsep Komunikasi Keperawatan b. b. Konsep R etar etar dasi Mental c. Teknik Komunikasi
1
C.
Sitematika Penulisan
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan C. Sitematika Penulisan BAB II PEMBAHASAN A.
Konsep Komunikasi Keperawatan
B. Konsep R etar dasi Mental C. Teknik Komunikasi BAB III PENUTUP A.
Kesimpulan
B. Saran DAFTAR PUSTAKA
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Konsep Komunikasi Keperawatan 1. Definisi Komunikasi
Komunikasi menyampaikan informasi, dan merupakan suatu aksi saling ber bagi. Komunikasi adalah se buah faktor yang paling penting, yang digunakan untuk menetapkan hu bungan terapeutik antara perawat dan klien. ( Fundamental Keperawatan Jilid 1, 301 ) Seringkali komunikasi antara dua orang atau le bih tidak berjalan dengan baik karena mereka dapat saja menggunakan satu istilah atau kata yang sama, akan tetapi mempunyai arti yang ber beda atau menggunakan kata yang ber beda dengan arti yang sama.
2.
Unsur Komunikasi
Tiga unsur komunikasi yaitu: a. Pengirim pesan atau sering juga dise but se bagai komunikator ( sender) Pengirim pesan harus dapat menuliskan atau menyandikan pesan dengan baik dan jelas. b. Penerima pesan atau sering dise but se bagai reciever atau komunikan Penerima pesan harus mendengarkan atau berkonsentrasi agar pesan dapat diterima dengan benar, dan mem berikan umpan balik. c. Media atau saluran yang digunakan se bagai alat untuk mengirimkan pesan Media ini dapat berupa telepon, televisi, fax, telecopier , sandi mor se, semapore, SMS , E-mail , dan lain lain
3.
Strategi Komunikasi Efektif
Strategi dalam mem bangun komunikasi efektif: a. Ketahui mitra bicara (audience) b. Ketahui tujuan 3
c. Perhatikan konteks d. Pelajari kultur, dan e. Pahami bahasa Dalam komunikasi lisan, informasi disampaikan secara lisan atau ver bal melalui kata-kata. Penyampaikan informasi seperti ini dinamakan ber bicara. Komunikasi lisan akan menjadi le bih efektif apa bila diikuti dengan tinggi rendah, lemah lem but, dan peru bahan nada suara yang disesuaikan.
4.
Faktor dalam Komunikasi Faktor-faktor
yang mempengaruhi kelancaran dan kelainan dalam
komunikasi yaitu faktor pengetahuan, faktor pengalaman, faktor intelegensia, faktor kepri badian, dan faktor biologis. Ber bicara dapat digolongkan dalam ber bagai segi yaitu segi jarak, sarana yang digunakan, tujuan (menyampaikan informasi, mengumpulkan informasi, pengam bilan keputusan, pemecahan
masalah dan penjualan
informasi), kedinasan, lawan bicara, isi, dan pertum buhan bicara. Dalam ber bicara yang baik harus memperhatikan prinsip dan teknik komunikasi. Sedangkan teknik adalah kepandaian, pengetahuan mem buat sesuatu berkenaan dengan seni. Teknik dise but juga metode, daya upaya dan kemahiran yang terjadi karena pikiran yang le bih luas, dan perasaan yang le bih tajam. Mendengarkan merupakan hal yang penting dalam komunikasi. Mendengarkan dengan aktif berarti mengerti apa yang dikatakan di balik pesan yang diterima. Keterampilan dalam ber bicara
merupakan kemampuan
mengekspresikan pem bicaraan dalam bahasa kata-kata. Semuanya tergantung pada pengalaman, pengetahuan, panjang dan pendeknya pem bicaraan, serta isi pem bicaraan.
B.
Konsep Retardasi Mental 1. Definisi Retardasi Mental
R etar dasi mental adalah gangguan yang telah tampak sejak masa anakanak dalam bentuk fungsi intelektual dan adaptif yang secara signifikan berada di bawah rata-rata (Luckasson,1992, dalam Durand 2007) 4
Menurut American Association on Mental Retardation ( AA MR) 1992 R etar dasi mental yaitu : Kelemahan atau ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (se belum 18 tahun) ditandai dengan fase kecer dasan di bawah normal ( IQ
70-75
atau kurang), dan disertai keter batasan lain pada
sedikitnya dua area berikut : ber bicara dan ber bahasa; keterampilan merawat diri,
ADL;
keterampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan
keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan lain-lain. Berikut ini adalah klasifikasi retar dasi mental yang ditunjukkan dengan bagan (Dr.wiguna & ika, 2005) :
RM Ringan RM Sedang
RM Berat RM Sangat Berat
a. RM ringan (IQ
55-70)
: mulai tampak gejalanya pada usia sekolah
dasar, misalnya sering tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan ke butuhan pri badi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lam ban dan mem butuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya. b. RM Sedang (IQ
40-55)
: sudah tampak sejak anak masih kecil dengan
adanya keterlam batan dalam perkem bangan, misalnya perkem bangan wicara atau perkem bangan fisik lainnya. untuk merawat
dirinya
Anak ini
sendiri, pada
hanya mampu dilatih
umumnya
tidak mampu
menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM.
Anak pada
golongan ini mem butuhkan pelayanan
pendidikan yang khusus dan dukungan pelayanan.
5
c. RM Berat (IQ
25-40)
: sudah tampak sejak lahir, yaitu perkem bangan
motorik yang buruk dan kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tu buh dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki
le bih
dari
1
gangguan
organik yang
menye ba bkan
keterlam batannya, memerlukan super visi yang ketat dan pelayanan khusus. d. RM Sangat Berat (IQ <
25)
: sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan
kognitif, motorik, dan komunikasi yang per vasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan ³ self care´ yang sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan super visi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar- benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
2.
Penyebab Retardasi Mental a. Faktor Prenatal
Penggunaan berat alkohol pada perempuan hamil dapat menim bulkan gangguan pada anak yang mereka lahirkan yang dise but dengan fetal alcohol syndrome.
Faktor-faktor
prenatal lain yang
memproduksi retar dasi mental adalah i bu hamil yang menggunakan bahan- bahan kimia, dan nutrisi yang buruk. (Durand,
2007).
Penyakit i bu yang juga menye ba bkan retar dasi mental adalah sifilis, c ytomegaloviru s , dan herpes genital. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen dan cidera kepala, menempatkan anak pada resiko le bih besar terhadap gangguan retar dasi mental. Kelahiran premature juga menim bulkan resiko retar dasi mental dan gangguan perkem bangan lainnya. Infeksi otak, seperti encephaliti s dan meningiti s juga dapat menye ba bkan retar dasi mental.
Anak-anak
yang terkena
racun, seperti cat yang mengandung timah, juga dapat terkena retar dasi mental. (Nevid,
2003) 6
b. Faktor Psikososial
Seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak mem berikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi penye ba b atau mem beri kontri busi dalam perkem bangan retar dasi mental. (Nevid, 2002) Anak-anak
dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan
mainan, buku, atau kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang menstimulasi secara intelektual aki batnya mereka gagal mengem bangkan keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer. Be ban- be ban ekonomi seperti keharusan memiliki le bih dari satu pekerjaan dapat mengham bat orang tua untuk meluangkan waktu mem bacakan buku anak-anak, mengo brol panjang le bar, dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif. Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkem bangan intelektual dapat berulang dari generasi ke generasi (Nevid, 2002). Kasus yang berhu bungan dengan aspek psikososial dise but se bagai
retar dasi
budaya-keluarga
(cultural-familial retardation).
Pengaruh cultural yang mungkin mem berikan kontri busi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial. (Durand, 2007) c.
Faktor Biologis
1) Pengaruh genetik Ke banyakan peneliti percaya
bahwa
pengaruh-pengaruh lingkungan, penderita
di
samping
retar dasi
mental
mungkin dipengaruhi oleh gangguan gen majemuk (le bih dari satu gen) (A buelo, 1991, dalam Durand,
2007)
Salah satu gangguan gen dominan yang dise but tuberou s sclero si s , yang relatif jarang, muncul pada 1 diantara
kelahiran. Sekitar
60%
30. 000
penderita gangguan ini memiliki
retar dasi mental (Vinken dan Bruyn, 1972, dalam Durand 2007).
7
P hen yltokeltonuria
(PK U) merupakan gangguan genetis
yang terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran (Plomin, dkk, 1994,
dalam
Nevid,
2002).
meta bolisme asam amino banyak makanan. menye ba bkan
Gangguan
P hen ylalanine
Asam P hen ylp yruvic,
kerusakan pada
ini
dise ba bkan
yang ter dapat pada
menumpuk dalam tu buh
sistem
saraf pusat
yang
mengaki batkan retar dasi mental dan gangguan emosional. 2)
Pengaruh kromosomal Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46
baru diketahui
dalam Durand,
50
tahun yang lalu (T jio dan Levan, 1956,
2007).
Tiga tahun berikutnya, para peneliti
menemukan bahwa penderita Sindroma Down memiliki se buah kromosom
kecil
tam bahan.
Semenjak
itu
sejumlah
penyimpangan kromosom lain menim bulkan retar dasi mental telah teridentifikasi yaitu
Down
syndrome dan Fragile X
syndrome.
3.
Perspektif Aliran-Aliran
a.
Aliran
Psikoanalis : se ba b retar dasi mental adalah salah satunya
dikarenakan oleh prenatal yaitu i bu yang mengkonsumsi akohol, hal ini dise ba bkan karena i bu terlalu mementingkan id nya dan tidak dapat menyeim bangan superegonya sehingga janin yang ada di dalam dinding rahim tum buh dan berkem bang secara tidak sehat. Hal ini dikarenakan karena i bu yang mementingkan id dengan cara menerapkan lifestyle yaitu
mengkonsumsi
alkohol
dan
tidak mengkonsumsi
nutrisi
(malnutrisi). b.
Aliran
Behavorisme : karena pola asuh yang salah yaitu memodeling
dengan cara yang keliru. Orang tua yang memiliki anak retaradasi mental terkadang tidak mengakui bahwa anaknya termasuk ke dalam anak yang mengalami keter belakangan mental, sehingga tindakan orang tua yang pertama kali dalam menanggapi keadaan ini adalah denial ( penolakan akan realitas) yang terjadi pada anak mereka. Orang tua 8
tidak menyekolahkan anak terse but ke dalam sekolah berke butuhan khusus tetapi tetap memasukkan anaknya ke sekolah formal, sedangkan di sekolah formal sangat minim sekali dalam pemenuhan ke butuhan untuk anak retar dasi mental. Hal ini yang menye ba bkan anak retar dasi menjadi
semakin
terpuruk
dalam
mengem bangkan
proses
intelektualnya. Se bagian orang tua meniru perilaku orang tua lain bahwa setiap anak dapat dimasukkan dan di didik ke dalam sekolah formal. Karena proses memodeling yang salah ini lah dapat merugikan masa depan anak retar dasi mental. c.
Aliran
Kognitif (Bandura, R otter ) : berfokus pada peran dari proses
kognitif atau kognisi dan dari belajar melalui pengamatan (modeling) dalam perilaku manusia, contoh : konsep atau cara pandang orang tua yang salah akan kehadiran anak retar dasi mental yang terkadang tidak diakui atau tidak adanya rasa penerimaan diri sehingga dari sini tim bul proses belajar dan kerangka berpikir yang salah, tentang ke beradaan anak retar dasi mental yang ber dampak pada sisi psikologis sehingga si anak akan merasa tertekan, harga diri rendah di dalam lingkungan keluarganya. d.
Aliran
Humanistik (Maslow) : menekankan bahwa seseorang itu
memiliki keunikan, disini ditekankan bahwa anak-anak retar dasi mental memiliki keunikan tersendiri. Mereka memiliki tu buh yang unik, yaitu dari bentuk wajah (muka oval, mata ber bentuk kacang almond, muka mirip antara satu anak dengan anak lain). Bentuk tu buh mereka juga unik yaitu jari-jari tangan dan kaki cenderung memadat dan tu buh memendek. Bentuk tu buh inilah
yang mencerminkan keunikan
tersendiri pada anak retar dasi mental. e.
Aliran
Psikologi
Transpersonal
:
menekankan
pada
konsep
transendental yaitu hu bungan antara seorang individu dengan Tuhan NYA, disini di jelaskan bahwa seseorang individu harus menghargai setiap ciptaan
Allah
SWT, sesama manusia harus saling menjaga,
memanusiakan manusia pada umumnya walaupun ter dapat per bedaan baik dari segi fisik, kesehatan mental dan proses kognitif. 9
4.
Gejala Retardasi Mental
Menurut kriteria DSM-IV-TR untuk gejala anak retar dasi mental ter bagi dalam tiga kelompok yaitu : Kriteria pertama, seseorang harus memiliki intelektual yang secara signifikan berada di tingkatan su b average (di bawah rata-rata), yang ditetapkan ber dasarkan satu tes IQ atau le bih. Dengan cutoff score yang oleh DSM-IV-TR ditetapkan se besar 70 atau kurang. Kriteria Kedua, adanya defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif yang muncul beragam setidaknya dua bidang yakni, komunikasi, merawat diri sendiri, mengurus rumah, keterampilan social, interpersonal, pemanfaatan sum ber daya di masyarakat, keterampilan akademis, pekerjaan, kesehatan, dan keselamatan. Kriteria Ketiga, anak dengan retar dasi mental ciri intelektual dan kemampuan adaptif itu harus muncul se belum mencapai 18 tahun. Gejala anak retar dasi mental menurut (Brown, dkk 1991 dalam Sekar, 2007)
menyatakan:
a. Lam ban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan a bstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus. b. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru. c. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retar dasi mental berat. d. Cacat fisik dan perkem bangan gerak. Ke banyakan anak dengan retar dasi mental berat mempunyai kete batasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat ber diri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lam bat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala. e. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Se bagian dari anak retar dasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti : berpakaian, makan, dan mengurus ke bersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar. f.
Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim.
Anak tunagrahita
ringan
dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang 10
mempunyai retar dasi mental berat tidak melakukan hal terse but. Hal itu mungkin dise ba bkan kesulitan bagi anak retar dasi mental dalam mem berikan perhatian terhadap lawan main. g. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak retar dasi mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya : memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan
hal-hal
yang
mem bahayakan diri sendiri,
misalnya:
menggigit diri sendiri, mem bentur- beturkan kepala, dan lain-lain.
5.
Terapi Pengobatan
Terapi yang digunakan adalah mengunakan be berapa cara, yaitu diantaranya se bagai berikut : a. Terapi baca (dengan pendekatan montesoori) Guru atau orang tua tidak secara langsung mengu bah anak tetapi se baliknya guru menco ba mem beri peluang pada anak menyelesaikan tugas dengan usaha sendiri, tanpa bantuan orang dewasa. Tujuan ini bertujuan untuk mem berikan edukasi secara dini kepada pasien. b. Pilihan be bas (anak di beri ke be basan untu memilih ke butuhan yang sesuai dengan minatnya) Dengan cara ini, aktivitas kehidupan sehari-hari pasien menjadi bagian dari kurikulum yang di berikan. c. Terapi perilaku Konselor mem berikan pengetahuan tentang cara pandang si anak terse but, misalnya tidak mau bermain game s, cara pandang terhadap sesuatu dan lain-lain. Terapi ini bertujuan untuk mengu bah perilaku yang cenderung agresif dan menciptakan self injur y. d. Terapi bicara Konselor mem berikan contoh perilaku bicara yang baik, karena pada dasarnya, anak retar dasi mental akan terlihat dalam mengucapkan se buah kata-kata.
11
e. Terapi sosialisasi Pasien diajak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, yaitu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain atau individu di sekitarnya dengan cara bersosialisasi, melakukan interaksi secara ver bal sehingga disini akan menum buhkan rasa percaya diri, perasaan diterima oleh lingkungan, dan motivasi pada diri pasien agar tetap sur vive dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. f.
Terapi bermain Pasien di bim bing untuk dapat mengerjakan sesutu hal berupa hasil karya, atau se buah permainan. Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah kemampuan pasien di bidang kognitif yaitu dengan cara merangsang proses berpikir pasien tentang pola se buah bentuk sehingga disini pasien diajak untuk dapat merangkai se buah konstruksi bangunan, kemudian dapat meningkatkan imanjinasi dengan cara merangsang kemampuan imajinasi tentang sesuatu hal yang berada di pikirannya, selain itu dalam segi kreatifitas, yaitu dengan cara meningkatkan dan mengolah kreatifitas pasien dengan paduan warna, pola, bentuk yang ber beda- beda sehingga pasien mempunyai pengetahuan, pemahaman dan keanekaragaman tentang macam-macam jenis permainan atau hasil karya yang dia temui.
g. Terapi menulis Cara
ini
digunakan
untuk dapat
mempermudah proses
berjalannya terapi yaitu dengan cara pasien diajak untuk menulis di selem bar kertas berupa serangkaian kata-kata. Tujuan daripada terapi ini adalah untuk melemaskan otot atau syarat tangan dalam beraktivitas sehingga tu buh pasien tidak kaku dan le bih fleksi bel dalam menanggapi respon atau stimulus yang berada di sampingnya. h. Terapi okupasi Terapi ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian syaraf anak terse but seperti pada bagian pergelangan tangan, kaki dan daerah tu buh lainnya. Terapi ini dilakukan pada saat pasien berusia muda, karena pada masa muda sendi-sendi dalam tu buh pasien masih bersifat 12
elastis dan dapat menyesuaikan dengan bentuk perlakuan yang di berikan. i.
Terapi music Terapi ini dilakukan dengan cara pasien diarahkan untuk dapat mendengarkan dan memaknai se buah alunan musik. Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah fungsi auditory pasien akan stimulus suara yang di dengarkannya.
6.
Prevensi
Salah satu usaha inter vensi dini dapat mem bidik dan mem bantu anakanak yang karena
lingkunganya
yang tidak dapat
adekuat, beresiko
mengem bangkan retar dasi cultural familial (Fewell dkk, dalam Gunarsa
2002).
Program head start nasional adalah salah satu bentuk upaya inter vensi dini. Program ini mengkom binasikan dukungan pendidikan, medis, dan sosial untuk anak-anak
dan
keluarganya.
Salah
satu
proyeknya
mengidentifikasi
sekelompok anak tidak lama setelah mereka lahir dan mem berikan program pra sekolah intensive serta dukungan nutrisi mereka. Inter vensi ini berlanjut sampai mereka mulai memasuki pendidikan formal di taman kanak-kanak. Pelayanan yang di butuhkan oleh anak-anak dengan retar dasi mental untuk memenuhi tuntunan perkem bangan se bagian tergantung pada derajat keparahan dengan tipe retar dasi (Dykens dkk, 1997 dalam Gunarsa
2002
).
Dengan pelatihan yang tepat, anak-anak dengan retar dasi mental dapat mencapai kemampuan setara dengan anak kelas
6
SD. Mereka dapat menguasai
keterampilan-keterampilan vokasional yang memungkinkan mereka untuk mem biayai dirinya sendiri melalui pekerjaan yang bermakna. Banyak anakanak seperti ini dapat bersekolah di sekolah regular. Se baliknya anak-anak dengan retar dasi mental berat atau parah mem butuhkan penanganan institusi atau ditempatkan pada pusat pelayanan residensial. Penempatan di institusi sering kali didasarkan pada ke butuhan untuk mengontrol perilaku destruktif atau agresif, bukan karena parahnya gangguan intelektual. Saat ini sudah banyak be berapa pendekatan yang digunakan untuk mendeteksi gangguan perkem bangan ini sejak awal, sejak dalam kandungan. 13
Tujuannya agar dapat diketahui apakah si calon bayi memiliki a bnormalitas genetik seperti retar dasi mental, yang dapat menye ba bkan kondisi yang mengham bat perkem bangan bayi.
Adapun
pendekatan yang sering dilakukan
adalah : a. Scanning dengan menggunakan ultra sound . Biasanya cara ini dapat mendeteksi kondisi-kondisi yang berhu bungan dengan cacat fisik melalui gelom bang suara. b. Amniocente si s yaitu mengam bil sampel cairan amnion melalui dinding perut i bu yang sedang hamil. Biasanya dilakukan pada usia kandungan 16 hingga 18 minggu. Hal ini dapat mendeteksi kemungkinan adanya a bnormalitas kromosom dan penyakit-penyakit genetik. c.
C horionic
Villu s Sampling yaitu mengam bil sampel jaringan chorion
melalui vagina i bu yang sedang hamil. d.
Genetic
Screening merupakan pendekatan yang paling mutakhir saat ini
dikarenakan memiliki tingkat ketepatan yang tinggi (Gunarsa, 2002). Pelayanan yang di butuhkan oleh anak-anak dengan retar dasi mental untuk memenuhi tuntutan perkem bangan, se bagian bergantung pada derajat keparahan dan tipe retar dasi (Dykens dkk, 1997 dalam Gunarsa 2002). Dengan pelatihan yang tepat, anak-anak dengan retar dasi mental ringan dapat mencapai kemampuan setara dengan anak-anak kelas
6
SD.
Prevensi yang di berikan kepada anak dengan retar dasi mental akan le bih efekif apa bila dilakukan sejak awal bahkan pada usia pra sekolah. Ini tidak hanya meli batkan orang tua, meli batkan juga pri badi-pri badi lain dalam keluarga. Prevensi ini meliputi: a. Mendorong anak agar bereksplorasi.
Anak
memperoleh banyak hal
melalui eksplorasi terhadap lingkungannya. b. Mengajarkan kemampuan dasar. Kemampuan dasar dalam bidang kognitif pada umumnya di berikan, antara lain: bagaimana mem beri nama pada suatu hal, mem buat urutan, dan per bandingan. c. Merayakan setiap kemajuan perkem bangan yang sudah dicapai misalnya dengan mem berikan reinforcement yang berupa rewar d yang disenangi anak. 14
d. Bim bing anak dalam mengulang kem bali apa yang sudah dipelajari dan kemudian arahkan anak untuk mempelajari ketrampilan baru. e. Lindungi anak dari kondisi-kondisi yang mem bahayakan,
tidak
menyenangkan, atau punishment (hukuman) (Gunarsa, 2002 )
7. Kualitas Hidup Anak yang
mengalami keter belakangan mental ringan biasanya terlihat
tidak ber beda dalam perkem bangannya di bandingkan dengan anak normal. Biasanya hal ini baru disadari ketika anak mulai masuk sekolah dasar dan menemui kesulitan dalam belajar di bandingkan dengan teman-temannya. Anakanak yang mengalami down syndrome biasanya diketahui sejak lahir karena memiliki ciri fisik tertentu yang khas (Gunarsa, 2006). Meskipun anak dengan keter belakangan mental mengalami ham batan dalam segala macam bentuk perkem bangan yang berhu bungan dengan kemampuan kognitifnya, namun secara umum mereka berkem bang seperti anak normal (Gunarsa,2006).
C.
Teknik Komunikasi
Dapat disimpulkan dari konsep di atas, teknik komunikasi yang dilakukan sangat sederhana namun sukar untuk dilakukan. Jangan menganggap pasien se bagai orang yang rendah, mereka sama seperti kita, namun mereka memiliki kekurangan yang tidak dapat berkomunikasi layaknya orang normal. Berikut be berapa teknik yang dapat diterapkan. 1. Perjelas kata-kata yang diucapkan klien dengan mengulang kem bali, biasanya orang yang terkena retar dasi mental ber bicara kurang jelas 2.
Melakukan interaksi secara ver bal sehingga disini akan menum buhkan rasa percaya diri
3.
Batasi topik dan buat topik tentang hal yang disukainya
4.
Ciptakan lingkungan yang respondif dan kaya akan bahasa sehingga memungkinkan anak untuk berkomunikasi
5.
Jangan menyinggung kata-kata yang klien ucapkan
6.
Berikan klien kesempatan jika ingin ber bicara sesuatu 15
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komunikasi adalah se buah faktor yang paling penting, yang digunakan untuk menetapkan hu bungan terapeutik antara perawat dan klien. Seringkali komunikasi antara dua orang atau le bih tidak berjalan dengan baik karena mereka dapat saja menggunakan satu istilah atau kata yang sama, akan tetapi mempunyai arti yang ber beda atau menggunakan kata yang ber beda dengan arti yang sama. R etar dasi mental adalah gangguan yang telah tampak sejak masa anak-anak dalam bentuk fungsi intelektual dan adaptif yang secara signifikan berada di bawah rata-rata. R etar dasi mental dise ba bkan oleh karena be berapa faktor sehingga tidak semua orang dapat memenuhi atau memiliki faktor terse but.
B.
Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan para pem baca, jika ada kekurangan hendaknya ditam bahkan dipenelitian selanjutnya
16