LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA KOMPUTASI STABILITAS KARBOKATION DAN HIPERKONJUGASI HIPERKONJUGASI SERTA STABILITAS DAN STRUKTUR BENZIL DAN ALIL KARBOKATION
Oleh
:
Nama
: Zulvana Anggraeni Harvian
NIM
: 12/327756/PA/14373
Hari, Tanggal
: Jum’at, 8 Mei 2015
LABORATORIUM KIMIA KOMPUTASI FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015
I.
TUJUAN
1. Menyelidiki stabilitas beberapa karbokation dan pengaruh hiperkonjugasi terhadap panjang ikatan dan kerapatan muatan menggunakan perhitungan semiempiris AM1. 2. Menyelidiki stabilitas karbokation benzyl dan alil menggunakan perhitungan semiempiris AM1. 3. DASAR TEORI
Karbokation menunjukkan satu dari sangat penting dan sering dijumpai dari jenis zat antara yang terlibat dalam reaksi senyawa organic. Stabilitas relative karbokation dapat dijadikkan indikasi untuk keberadaannya dalam reaksi yang sedang berlangsung. Banyak cara untuk menjelaskan kestabilan karbokation, salah satunya hiperkonjugasi. Hiperkonjugasi melibatkan tumpang tindih antara suatu ikatan (orbital ikatan) dengan orbital p yang terdapat pada atom karbon bermuatan positif. Walaupun gugus alkil yang terikat pada atom karbon positif tersebut dapat berputar, satu dari ikatan sigma selalu sebidang dengan orbital p kosong pada karbokation. Pasangan electron pada ikatan sigma ini disebarkan ke orbital p kosong sehingga menstabilkan atom karbon yang kekurangan elekton.
Karbokation alil dan benzyl merupakan zat antara yang khusus karena mempunyai kestabilan yang sangat tinggi. Mereka sering kali dilihat sebagai thermodynamic sinks dalam kenampakan frakmentasi spectra massa. Karbokation ini
dan turunan mereka telah dikarakterisasi secara luas dengan spektroskopi NMR dalam kondisi superasam. Stabilitas yang tinggi dari karbokation ini dicirikan pada pemberian electron ke dalam orbital p kosong pada pusat karbokation yaitu melalui stabilisasi resonansi. Ketika membahas tentang karbokation sekunder yang lebih stabil dari karbokation primer, kestabilan dalam hal apa yang sebenarnya dimaksudkan? Kestabilan yang dimaksud adalah kestabilan dari segi energi – karbokation sekunder berada pada tingkat yang lebih rendah dalam “tangga” energi dibanding karbokation primer. Ini berarti bahwa akan diperlukan lebih banyak energi untuk membuat sebuah karbokation primer dibanding karbokation sekunder. Jika ada pilihan antara membuat ion sekunder atau ion primer, maka jauh lebih mudah membuat ion sekunder. Demikian juga, jika ada pilihan antara membuat ion tersier atau ion sekunder, maka jauh lebih mudah membuat ion tersier. Hal ini memberikan akibat bahwa semua electron dari kation alil dan benzyl terdelokal secara signifikan. Dalam rangka mendapatkan kondisi tersebut, kation harus berada pada geometri planar untuk dapat memungkinkan tumpang tindih orbital p dengan system electron terkonjugasi.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil Percobaan
Data Panjang ikatan
karbokati t-butil
sek-
n-butil
panjang ikatan C-C (A) C2-C1= 1.45 C2-C3= 1.45 C2-C4= 1.45 C1-C2= 1.43 C2-C3= 1.44 C3-C4= 1.50 C1-C2= 1.42 C2-C3= 1.57 C3-C4= 1.50
panjang ikatan Csp3-H (A) C1-H= 1.12 C1-H= 1.13 C1-H= 1.12 C1-H= 1.13 C1-H= 1.12 C1-H= 1.13 C2-H= 1.13 C2-H= 1.13
sudut terhadap Csp2 (0) CCC= 119.994
CCC= 123.277 CCH= 118.306 CCH= 113.029 HCH= 109.303
Data kerapatan muatan setiap karbokation t-butil C1-H= 0.169 C1-H= 0.201 C1-H= 0.169
sek-butil C1-H= 0.211 C1-H= 0.210 C1-H= 0.159 C3-H= 0.209 C3-H= 0.209
n-butil C2-H= 0.183 C2-H= 0.183
Data Pembentukan panas karbokati t-butil sekn-butil
panas embentukan 174.619 183.792 199.788
Data panjang ikatan pada Benzyl dan allil Karbokation alil tegak lurus
alil planar
panjang ikatan C-C C2-C1= 1.4 C2-C3= 1.33 C1-C2= 1.37 C2-C3= 1.37
muatan atom C C1= 0.391 C2= -0.395 C3= 0.003 C1= 0.184 C2= -0.295 C3= 0.184
Data Pembentukan Panas karbokation alil planar alil tegak lurus benzil planar benzil tegak
panas pembentukan (kkal/mol) 226.119 244.69 221.94 253.05
III.2 Pembahasan
Dari data panjang ikatan C-C untuk t-butil, dimana karbokation terletak pada C2, terlihat bahwa panjang ikatan tidak berbeda secara signifikan. Hal ini menyebabkan tidak dapat ditarik kesimpulan terhadap efek induksi pada ikatan δ dalam tersier-butil, apakah akan memperpanjang ikatan (akibat electron tertarik ke carbocation sehingga gaya Tarik dengan C lain lebih lemah dan ikatan memanjang), ataukah akan memperpendek ikatan (akibat electron pada ikatan tersebut terpolarisas ke arah carbocation dan menyebabkan atom C lain tertarik mendekat). Untuk panjang ikatan pada sekunder butyl, dimana C+ terletak pada atom C2, maka dapat dibandingkan apakah panjang ikatannya memendek atau memanjang (karena ada data untuk panjang ikatan C3-C4). Terlihat bahwa panjang ikatan C2 dengan C tetangga lebih pendek daripada C3-C4 yang tidak mempunyai muatan positif. Sehingga efek induksi dari penarikan electron ikatan δ akan memperpendek panjang ikatan tersebut. Hal ini +
disebabkan karena electron terpolarisasi ke arah C sehingga panjang ikatannya akan +
memendek. Pada n-butil, dimana C merupakan atom C1, terlihat bahwa panjang ikatan antara C3-C4 lebih pendek daripada ikatan C lainnya, sehingga efek induksi memang berjalan dan menyebabkan ikatannya memendek. Kemudian pada data Kerapatan muatan pada salah satu ikatan C-H mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh adanya hiperkonjugasi, dimana orbital kosong pada C+ menarik elektron pada ikatan sigma yang berdekatan atau sejajar. Pada sek butil juga terjadi hal yang sama, dimana salah s atu ikatan C-H pada atom tetangga C+ mengalami penurunan kerapatan muatan. Hal ini dibuktikan pada atom tetangga yang
lain tidak mengalami penurunan kerapatan muatan karena ia telah mendapat sumbangan hiperkonjugasi dari salah satu C-H yang berdekatan. Sedangkan pada n butil terjadi hal yang sama dengan keanehan saat panjan g ikatan, dimana kedua ikatan C-H mengalami penurunan yang sama. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua ikatannya mengalami hiperkonjugasi. Lalu dilanjutkan pada data panas pembentukan, apabila semakin besar panas pembentukan maka makin tidak stabil senyawa tersebut, karena energy yang dibutuhkan untuk membuat senyawa tersebut semakin besar. Hal ini dapat terlihat bahwa t-butil mempunyai panas pembentukan yang paling kecil, sehingga energy yang dibutuhkan untuk membuat senyawa ini paling kecil. Sesuai dengan penjelasan pada landasan teori bahwa carbokation tersier merupakan spesi C+ yang paling stabil. Pada alil tegak lurus, terjadi penyebaran electron yang kurang merata akibat posisi orbital yang kurang sesuai untuk beroverlap dengan orbital π. Hal ini menyebabkan overlap tidak terjadi sehingga panjang ikatan C=C akan lebih pendek daripada panjang ikatan C-C. Sedangkan pada alil planar, orbital kosong dari C+ berjajar dengan posisi ikatan π yang ada pada atom tetangga, sehingga panjang ikatannya merata karena terjadi penyebaran muatan positif. Sama halnya dengan muatan atom C dimana untuk alil tegak lurus nilainya tidak berdekatan dan pada alil planar nilainya sangat berdekatan.Terlihat bahwa benzyl planar mempunyai energy pembentukan yang paling rendah, yang mengindikasikan bahwa ia mempunyai struktur yang paling stabil. Hal ini disebabkan karena orbital kosong pada C+ berada sejajar dengan orbital electron π dari cincin aromatis yang ada. Ia mempunyai panas pembentukan lebih rendah dari alil akibat resonansi electron dalam cincin dan ia lebih kaya akan electron. Sedangkan benzyl tegak lurus mempunyi panas pembentukan paling besar karena ketidak sesuaian dari orbital tersebut sehingga strutkturnya san gat tidak stabil. 5. KESIMPULAN Kestabilan dari suatu karbokation alkil, allyl dan benzyl sangat dipengaruhi oleh adanya resonansi, induksi dan hiperkonjugasi. Dimana pada allyl dan benzyl kestabilannya akan jauh lebih baik dari pada alkil karbokation karena adanya sumbangan electron dari ikatan π dan awan elektron.
6. DAFTAR PUSTAKA Rouessac, F., Rouessac, A., 2007, CHeMICAL ANALYSiS: Modern Instrumentation Methods and Technique 2nd Edition, John Wiley and Sons Inc., West Sussex Tim
Penyusun, Praktikum Kimia Komputasi, Pusat Kimia Komputasi Indonesia –
Austria,Jurusan Kimia Fisika,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
t-butyl
Sek-butyl
n-butyl