PANDUAN PRAKTIK KLINIS BEDAH UMUM
DAFTAR ISI : 1. Apendisitis Akut ................................................................................ 2. Hernia Ingualis ……………………………………………………. 3. Batu Empedu ………………………………………………………. 4. Tumor Jinak Payudara …………………………………………….. 5. Tumor Ganas Payudara ...................................................................... 6. Luka Bakar .......................................................................................... 7. Trauma Thoraks (Pnemothoraks & Hematotoraks) ............................ 8. Hemoroid.............................................................................................. 9. Fistula Perianal...................................................................................... 10. Batu Saluran Kemih.............................................................................. 11. BPH....................................................................................................... 12. Hidrokel testis....................................................................................... 13. Torsio testis........................................................................................... 14. Penyakit Hirschprung............................................................................ 15. Ileus Obstruktif ....................................................................................
2 6 9 13 19 24 30 35 38 40 48 59 65 70 78
APENDISITIS AKUT Definisi : Proses keradangan akut pada usus buntu / Apendiks vermiformis.
1
Anamnesis : 1. Sering dimulai dengan nyeri di daerah epigastrium. Setelah beberapa jam, nyeri berpindah dan menetap di fosa iliaka kanan. 2. Gejala ini disusul dengan anoreksia, mual dan muntah – muntah. 3. Suhu badan sub febril 37.5 – 38.5C, sampai terjadi penyulit dimana suhu badan akan meningkat sampai 40C. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator
2
internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika Kriteria Diagnosis: 1. Kriteria anamnesis diatas 2. Kriteria pemeriksaan fisik diatas Diagnosis: Apendisitis akut Diagnosis Banding
Batu ureter kanan Tumor sekum Crohn’s disease Kehamilan ektopik terganggu Colitis
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium rutin darah lengkap leukosit > 10.000 sel, didominasi sel PMN dan urine lengkap (untuk wanita ditambahkan PPT) USG abdomen (tidak rutin) Terapi :
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas
fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Tehnik Operasi Apendektomi 1. Penderita dalam posisi terlentang, ahli bedah dalam general anestesi. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada seluruh abdomen dan dada bagian bawah, kemudian lapangan operasi dipersempit dengan doek steril. 2. Dilakukan insisi dengan darah oblik melalui titik Mc.Burney tegak lurus antara SIAS dan umbilikus (irisan Gridiron), irisan lain yang dapat dilakukan adalah insisi traversal dan paramedian. 3
3. Irisan diperdalam dengmemotong lemak mencapai aponeurosis muskulus oblikus abdominis Ekternus (MOE) 4. MOE dibuka sedikit dengan skalpel searah dengan seratnya, kemudian diperlebar ke lateral dan ke medial dengan pertolongan pinset anatomi. Pengait luka tumpul dipasang di bawah MOE, tampak di bawah MOE muskulus Oblikus Internus (MOI) 5. MOI, kemudian dibuka secara tumpul dengan gunting atau klem arteri searah dengan seratnya sampai tampak lemak peritoneum, dengan haak LangenBack otot dipisahkan. Pengait dipasang di bawah muskulus tranversus abdominis. 6. Peritoneum yang berwarna putih dipegang dengan menggunakan 2 pinset bedah dan dibuka dengan gunting, perhatikan apa yang keluar pus, udara atau cairan lain (darah, feses dll) periksa kultur dan tes kepekaan kuman dari cairan yang keluar tsb. Kemudian pengait luka diletakkan di bawah peritonium. 7. Kemudian sekum (yang berwarna putih, memilikitanca koli dan haustra) dicari dan diluksir. Apendiks yang basisnya terletak pada pertemuan tiga taenia mempunyai bermacam – macam posisi antara lain antesekal, retrosekal, anteileal dan pelvinal. 8. Setelah ditemukan sekum dipegang dengan darm pinset dan ditarik keluar, dengan kassa basah sekum dikeluarkan kearah mediokaudal, sekum yang telah keluar dipegang oleh asisten dengan ibu jari berada di atas. 9. Mesenterium dengan ujung spendiks di pegang dengan klem Kocher kemudian mesoapendiks di klem potong dan diligasi berturut – turut sampai pada basis apendiks dengan menggunakan benang suter 3/0. 10. Pangkal apendiks di crush dengan apendiks klem kocher dan pada bekas crush tersebut diikat dengan sutera No, 00 – 2 ikatan 11. Dibagian distal dari ikatan diklem dengan kocher dan diantara klem kocher dan ikatan tersebut apendiks dipotong dengan pisau yang telah diolesi betadine, ujung sisa apendiks digosok betadine. 12. Sekum dimasukkan ke dalam rongga perut. 13. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis. Pada kasus perforasi dapat dipasang drain sub facial. Edukasi :
4
1.
Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi
2.
Menjelaskan perawatan luka di rumah, kontrol luka jahitan 7 hari post operasi, bila tidak ada faktor resiko lain diet bebas tinggi protein.
Prognosis : 1.
Ad vitam
: dubia ad bonam
2.
Ad sanationam : dubia ad bonam
3.
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
Mortalitas 1.1 % jika apendiks tidak perforasi 15 % jika telah terjadi perforasi Indikator medis : 1. Kriteria pulang perbaikan klinis minimal 3 hari perawatan 2. Indikasi
operasi
bila
didapatkan
apendisitis
akut,
periapendikuler infiltrat, dan apendisitis perforate Kepustakaan 1.
Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC,
Jakarta 1997.
HERNIA INGUALIS Definisi : Benjolan di daerah inguinal dan dinding depan abdomen yang masih bisa dimasukkan kedalam cavum abdomen. Kadang benjolan tidak bisa dimasukkan ke cavum abdomen disertai tanda – tanda obstruksi seperti muntah, tidak bisa BAB, serta nyeri. Anamnesis :
5
-
Benjolan daerah inguinal yang timbul bila penderita berdiri atau mengejan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu istirahat
-
berbaring dan dapat masuk kembali bila penderita berbaring. Sebagian besar tidak memberikan keluhan Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi
Pemeriksaan Fisik : -
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
-
bawah. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya,
-
dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera
Kriteria Diagnosis 1.
Kriteria Anamnesa diatas
2.
Kriteria pemeriksaan fisik diatas
Diagnosis : Hernia Inguinalis Diagnosis Banding :
Hidrokel testis Tumor testis Orchitis Tarsio testis
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk faktor penentu terjadinya hernia ROthorax : COPD – USG : adalah BPH Terapi : Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
6
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada pasien anakanak, reposisi spontan lebih sering (karena cincin hernia yang lebih elastis). Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Tehnik operasi Herniotomi – Herniorafi Linchtenstein Hernia inguinalis lateralis dan medialis : 1. Penderita dalam posisi supine dan dilakukan anestesi umum, spinal anestesi atau anestesi lokal. 2. Dilakukan insisi oblique 2 cm medial sias sampai tuberkulum pubikum 3. Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE (Muskulus Obligus Abdominis Eksternus) 4. Aponeurosis MOE dibuka secara tajam 5. Funikulus spermatikus dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan dikait pita dan kantong hernia diidentifikasi. 6. Isi hernia dimasukkan ke dalam cavum abdomen, kantong hernia secara tajam dan tumpul sampai anulus internus. 7. Kantong hernia diligasi setinggi lemak preperitonium, dilanjutkan dengn herniotomi. 8. Perdarahan dirawat, dilanjutkan dengernioplasty dengan mesh. 9. Luka operasi ditutup lapis demi lapis Edukasi: 1. Menjelaskan perjalanan penyakit pasien dan komplikasi yang dapat terjadi (Perdarahan, Infeksi luka operasi, Cedera usus, Cedera kantong kemih, Cedera vesdeferen, Cedera testis,orra sarchitis, atropi testis, Cedera saraf intra inguinal, ilia hipogastrik atau genota femral) 2. Menginformasikan Pasien disarankan tidak berolah raga berat atau mengangkat benda berat selama 6 – 8 minggu untuk mencegah kekambuhan., dan setelah operasi luka harus bersih, kering, dan kontrol luka jahit. 3. Bila tidak ada faktor risiko diit bebas, terutama lunak. Prognosis : Tergantung keadaan hernia : repombilis atau strangulata, kondisi dan penyakit penyerta.
7
1. Ad vitam : dubia ad bonam 2. Ad sanationam : dubia ad bonam 3. Ad fungsionam : dubia ad bonam Indikator Medis 1. Kriteria pulang berdasarkan perbaikan klinis dengan lama perawatan minimal 2 hari 2. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi. Kepustakaan 1.
Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC,
Jakarta 1997.
BATU EMPEDU Difinisi : Terdapatnya batu dalam kantung empedu dan atau dalam saluran empedu. Anamnesis : Kurang lebih 10% penderita batu empedu bersifat asimtomatik Gejala – gejala yang dapat timbul : - Nyeri (60%) Bersifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondrium kanan menjalar ke bahu kanan. Nyeri ini sering timbul karena rangsangan makanan berlemak Nyeri dapat terus, bila terjadi penyumbatan atau keradangan - Demam
8
Timbul bila terjadi keradangan. Sering disertai menggigil Pemeriksaan Fisik - Bila terjadi penyumbatan duktus sistikuitus atau kolesistitis dijumpai nyeri tekan hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita menarik napas dalam (MURPHY’S SIGN) - Ikterus - Ikterus obstruksi terjadi bila ada batu yang menyumbat saluran empedu utama (duktus hepatikus/koledokus) Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas disertai beberapa pemeriksan penunjang untuk memastikan Diagnosis: Batu Empedu ( Kolelitiasis) Diagnosis banding : - Gastritis - Tukak peptik - Pankreatitis Pada ikterus obstruksi - Kolangio karsinoma - Karsinoma pankreas (sindroma Courvoisier) Pemeriksaan Penunjang : 1. 2. 3. 4.
Laboratorium Ultrasonografi Kolesistografi oral Pemeriksaan khusus pada ikterus obstruksi : - Kolangiografi perkutan transhepatik (PTC) - “Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography” (ERCP)
Computerized Tomography Scanning (CT Scan) Terapi : - Batu kantong empedu : kolesistektomi (ICOPIM 5.511) - Disertai batu saluran empedu : kolesistektomi + koledokolitotomi (ICOPIM 5.513) + antibiotika profilaksis : 9
Ampisilin 1g.i.v. + aminoglikosida 60 mg. i.v.(1x) atau sefalosporin generasi III 1g i.v.(1x), kombinasi dengan metronidazol 0,5 gr i.v (drip dalam 30 menit) - Disertai keradangan (kolesistitis/kolangitis) + antibiotika terapi : kombinasi tripel antibiotika o o o o
Ampisilin 3x1g/hari i.v Aminoglikosida 3x60 mg/hari i.v Metronidazol 3x0.5 gi.v (drip dalam 30 menit) atau antibiotika ganda Sefalosporin gen.III 3x1 gm/hari i.v. + metronidazol 3x1g/hari i.v
Tehnik Operasi : 1. Insisi dinding anterior abdomen subcostal kanan, dapat juga insisi paramedian kanan. 2. Dilakukan eksplorasi untuk melihat adanya kelainan lain. 3. Klem fundus kantong dan didorong ke atas Hartmann-klem pouch dan ditarik ke bawah. 4. Dilakukan identifikasi dan isolasi arteri sistika dan duktus sistikus 5. Setelah dibebaskan dari jaringan sekitarnya diikat dengan sutera 00 dan dipotong 6. Kantong empedu dibebaskan dari hepar secara tajam dengan gunting dengan merawat perdarahan secara cermat. 7. Evaluasi duktus koledokus – tak ada kelainan 8. Luka laparotomi ditutup. Dapat juga dilakukan kolesistektomi secara retrograde, dimulai dari fundus ke arah Calot. Perdarahan biasanya lebih banyak. Edukasi : - Menginformasikan tentang penyakit ( Lebih banyak dijumpai pada wanita dengan perbandingan 2:1 dengan pria (Female), Lebih sering pada orang yang gemuk (Fat), Bertambah dengan tambahnya usia (Forty), Lebih banyak pada multipara (fertile), Lebih banyak pada orang – orang dengan diet tinggi kalori dan obat – obatan tetentu (Food), Sering memberi gejala – gejala saluran cerna (Flatulen)) - Menginformasikan terkait komplikasi yang dapat terjadi (Cedera duktus koledokus, Cidera duodenum atau colon transversum, Fistel biliaris, Abses susdiafragma, Batu residual duktus biliaris)
10
- Bila menjalani operasi, rawat luka harus bersih, kering, dan kontrol jahitan 1 minggu post operasi, dengan diit rendah lemak. Prognosis: - Ad vitam : dubia at bonam - Ad sanationam : dubia at bonam - Ad functionam : dubia at bonam Mortalitas Kurang dari 1% Indikator Medis Indikasi operasi terutama pada kasus irreponible. Pasca operasi penderita dirawat di ruangan 3-4 hari, diobservasi komplikasi seperti nyeri pasca operasi, gangguan motilitas usus. Setelah pasase usus baik penderita bisa mulai diet per oral. Kemudian diizinkan rawat jalan. Keputstakaan 1.
Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC,
Jakarta 1997.
11
TUMOR JINAK PAYUDARA
Definisi : Tumor jinak ialah lesi jinak yang berasal dari parenkim, stroma, areola dan papilla mamma. Termasuk : Tumor jinak jaringan lunak mamma, lipoma, hemangioma mamma. Untuk Mudahnya disini dimasukkan pula displasia mamma. Tidak termasuk : Tumor jinak kulit mamma Anamnesis dan Pemeriksaan fisik Tumor jinak mamma maupun tumor non neoplasma bemanifestasi sebagi : 1. benjolan pada mamma 2. Jaringan mamma yang padat dan noduler 3. Nyeri pada mamma. Gambaran Klinis Khas 1. FIBROADENOMA MAMMA (ICD D24) Tumor pada mamma yang
Timbul pada wanita muda, 15 – 30 tahun Membesar sangat pelan, dalam tahunan Bentuk bulat dan oral 12
Batas tegas Tidak besar, 2-5 cm Permukaan rata Konsistensi padat kenyal Sangat mobil dalam korpus mamma Tidak ada tanda invasi atau metastase Dapat single atau multiple >4 cm diperlukan FNA untuk menyingkirkan kemungkinan tumor
filodes 2. TUMOR FILODES (ICD D24) Tumor pada mamma yang
Bentuk bulat atau oval Batas tegas Besar > 5cm Permukaan dapat berbenjol – benjol Tidak melekat dengan kulit atau m.pektoral sangat mobil dalam
korpus mamma Tidak ada tanda invasi atau metastase Vena subkutan melebar 3. DISPLASIA MAMMA (ICD N….) ada 3 varian 1) Tanpa tumor yang jelas Keluhan nyeri pada mamma yang siklus sesuai dengan siklus menstruasi nyeri pada mamma pra menstrusai dan menghilang
setelah menstruasi. Jaringan mamma padat, menyeluruh atau segmental, uni atau bilateral, noduler (Fibrosklerosis, ICD 610.2) mengeras
(Fibrosklerosis, ICD 610.3) 2) Berbentuk tumor a. Kista : dapat uni atau bilateral Kista berisi cairan serous atau keruh Singel (Kista mamma singel, ICD N.60.0) Multiple (Kista mamma multipel, ICD N.60.3) b. Tumor padat Bentuk tidak teratur 13
Bentuk tidak tegas Sering multipel dan bilateral Tumor padat ini sering sukar dibedakan dengan kanker mamma c. Bentuk campuran padat Mamma padat noduler disertai tumor baik yang kistus maupun yang padat 4. HIPERTROFI MAMMA (ICD N62) a. Mamma membesar jauh melebihi ukuran normal untuk orang lain. b. Kelainan dapat uni atau bilateral c. Dapat ditemukan pada : 1) Bayi : disebut Hipertrofi mamma neonatorium 2) Anak – anak : disebut Hipertrofi mamma pre-pubertal 3) Laki – laki : disebut Ginekomasti 5. CAIRAN PUTTING SUSU (NIPPLE DISCHARGE) Cairan yang keluar spontan dari uting susu diluar laktasi dapat disebabkan oelh : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Intraduktal papilloma Displasia mamma Mastitis Kanker mamma Galaktore Trauma,dll
Kriteria Diagnosis : 1. Mengacu pada kriteria anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas Diagnosis : Tumor jinak Mammae Diagnosis Banding :
Karsinoma payudara Displasis mamma Hipertrofi mamma
Pemeriksaan Penunjang Bila pemeriksaan klinis jelas suatu tumor jinak, pemeriksaan penunjang klinis (triple diagnostic) dikerjakan bila diperlukan, tergantung kepada ada atau tidaknya faktor resiko pada penderita (usia, riwayat keluarga, tumor payudara multipel atau residif)
14
Imaging : USG mamma, mammografi kdang – kadang MRI payudara
Sitologi atau histopatlogi ; FNA, imprint sitologi dari cairan putting susu, core biopsy atau open biopsy. Terapi Terapi yang digunakan adalah pengangkatan tumor mammae tersebut. Terapi konservatif hanya mengawasi dan pemberian obat untuk mengurangi gejala yang dikeluhkan Tehnik Operasi 1. Dengan pembiusan general, punggung penderita diganjal bantal tipis, sendi bahu diabduksikan ke arah kranial. 2. Lokasi tumor ditandai dengan spidol/tinta. 3. Desinfeksi lapangan operasi (dibawah klavikula), midsternal, linea aksilaris posterior, sela iga ke ‘/clan 8, dengan larutan desinfektan povidone iodine 105. 4. Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril. Bila memungkinkan insisi dikerjakan sirkumareolar, tetapi bila lokasi tumor cukup jauh dari areola(>4cm), maka insisi dikerjakan diatas tumor sesuai dengan garis Langer atau diletakkan pada daerah – daerah yang tersembunyi. 5. Untuk isisi sirkumareolar maka putting susu dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari, dilakukan marker insisi. Dengan pisau dilakukan insisi periareolar sampai fasia superfisialis subkutan. 6. Flap kulit diangkat keatas dengan bantuan hak tajam, dengan gunting dilakukan undermining sepanjang fasia superfisial kearah lokasi tumor. 7. Rawat perdarahan, lalu indentifikasi tumor 8. Jepit jaringan sekitar tumor pada 3 tempat dengn kocher, lalu dilakukan eksisi tumor sesuai tuntunan kocher 9. Rawat perdarahan lagi, orientasi selururuh bed tumor lalu dipasang redon drain dengan lubang di kuadran lateral bawah (bila menggunakan penrose drain, darin dikeluarkan di garis insisi). 10. Jahit subkutan fat dengan plaint cat gut 3.0 11. Jahit luka dengan prolene 4.0 12. Luka operasi ditutup dengan kasa betadine
15
13. Dilakukan nggdressing luka operasi dengan tehnik suspensi payudara (BH buatan) tanpa menggangg grakan sendi bahu. Edukasi : 1. Menginformasikan pencegahan yang dapat dilakukan ( menghindari makanan yang tinggi lemak, menghindari pemakaian obat hormonal terutama esterogen, rajin melakukan SADARI) 2. Bila dilakukan operasi perawatan luka harus bersih, kering dan kontrol luka jahit 1 minggu post operasi. Prognosis : 1. Ad vitam : dubia at bonam 2. Ad. Sanationam : dubia at bonam 3. Ad. Functionam : dubia at bonam Komplikasi operasi a. Perdarahan : hemostasis y ang kurang baik akan menyebabkan perdarahan dan terjadi hematom. Mortalitas : Tidak ada Indikator Medis :
Drain handschoen/penrose di angkat hari ke -2, drain continous dilepas bila
produksi <10 cc/24 jam Bila luka bersih dan tidak ada keluhan klinis diperbolehkan rawat jalan, lama perawatan minimal 2 hari.
Kepustakaan 1.
Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta
1997.
16
TUMOR GANAS PAYUDARA Definisi :
Neoplasma yang terjadi pada jaringan Mammae. Tumor ganas : invasif duktal, invasif lobular dan varian lainnya (mukoid, papiler, meduler, kribriform dll). Sampai saat ini penyebab pasti kanker payudara, belum diketahui karena bersifat multifaktoral.
Anamnesis: benjolan pada mamma, Jaringan mamma yang padat dan noduler membesar cepat, dan nyeri pada mamma. Faktor resiko kanker payudara
17
Usia > 35 tahun Menarche < 12 tahun menapouse > 55 tahun Nullipara Riwayat keluarga (orang tua, saudara kandung) dengan kanker payudara
Pemeriksaan Fisik : pemeriksaan fisik payudara Kriteria Diagnosis : sesuai kriteria anamnesa dan pemeriksaan fisik dengan tambahan konfirmasi biopsi. Diagnosis: kanker payudara ditegakkan dengan :
Diagnosa konfirmasi keganasan : pemeriksaan klinis, FNA & pencitraan
(mamografi dan/atau USG payudara. (triple diagnostic) Diagnosa stadium kanker payudara : pemeriksaan klinis-laboratorium dan pencitraan (foto toraks/paru – USG liver/abdomen – k/p bone scanning).
Pada keadaan dimana salah satu komponen dari triple diagnostic mengalami ketidak sesuaian interpretasi maka dikerjakan biopsi dengan pemeriksan potong beku (bila ada fasilitas) atau biopsi saja dulu untuk mengatasi jenis histopatologinya. Terapi berikutnya tergantung dari hasil histopatologinya. Diagnosis Banding : - Keganasan lainnya dari payudara (sarkoma-limfoma dll) - Tumor phylodes (ganas dan jinak) - Mastitis yang luas (terutama mastitis tuberkolusa) Pemeriksaan Penunjang : Mandatory - Mamografi dan/atau USG payudara - Foto toraks - FNAB tumor payudara - USG liver/abdomen - Pemeriksaan kimia darah lengkap untuk persiapan operasi Oprional - Bone scanning - Pemeriksaan kimia darah/tumor marker : CEA,Ca 15-3, CA 125
Terapi :
18
Bedah Tehnik operasi Secara singkat tehnik operasi dari mastektomi radikal modifikasi dapat dijelaskan sebagi berikut : 1. Penderita dalam general anesthesia, lengan ipsilateral dengan yang dioperasi diposisikan abduksi 90, pundak ipsilateran dengan yang dioperasi diganjal bantal tipis. 2. Desinfiksi lapangan operasi, bagian atas sampai dengan pertengahan leher, bagian bawah sampai dengan umbilikus , bagian medial sampai pertengahan mamma kontralateral, bagian lateral sampai dengan tepi lateral skapula. Lengan atas didesinfeksi melingkar sampai dengan siku kemudian dibungkus dengan doek steril dilanjutkan dengan mempersempit lapangan operasi dengan doek steril. 3. Bila didapatkan ulkus pada tumor payuidak berjarak 2 cdara, maka ulkus harus ditutup dengan kasa steril tebal (buic gaas) dan dijahit melingkar. 4. Dilakukan insisi (macam – macam insisi adalah stewart, rr, Willy Meyer, Halsted, insisi S) dimana garis insisi paling tidak bejarak 2 cm dari tepi tumor, kemudian dibuat flap. 5. Flap atas sampai di bawah klavikula, flap medial samai parasternal ipsilateral, flap bawah sampai inframammary fold, flap lateral sampai tepi anterior m. Latissimus dorsi dan mengidentifikasi vasa dan N. Thoraclis dorsalis. 6. Mastektomi dimulai dari bagian medial menuju lateral sambil merawat perdarahan, terutama cabang pembuluh darah interkostal di daerah parasternal. Pada saat sampai pada tepi lateral m.pektoralis mayor dengan bantuan haak jaringaan mamma dilepaskan dari m.Pektoralis minor dan seratus anterior (mastektomi simple). Pada mastektomi radikal otot pektoralis sudah mulai. 7. Diseksi aksila dimulai dengan mencari adanya pembesaran KGB aksila level I (lateral m.pektoralis minor), level II (dibelakang m.Pektoralis minor) dan level III (medial m.pektoralis minor). Diseksi jangan lebih tinggi pada daerah vasa aksilaris, karena dapat mengakibatkan edema lengan vena – vena yang menuju ke jaringan mamma diligasi. Selanjutnya mengidentifikasi vasa dan n.Thorachalis
19
longus dam thoracalis dorsalis, interkostobrachialis. KGB internerural selanjutnya didiseksi dan akhirnya jaringan mamma dan KGB aksila terlepas sebagai satu kesatuan (en bloc) 8. Lapangan operasi dicuci dengan larutan sublimat dan Nacl 0.9% 9. Semua alat alat yang dipakai saat operasi diganti set baru, begitu juga dengan handscoen operator, asisten dan instrumen serta doek sterilnya. 10. Evaluasi ulang sumber perdarahan 11. Dipasang 2 buah drain, drain yang besar (redon, no. 14) diletakkan dibawah vasa aksilaris, sedang drain yang lebih kecil (no.12) diarahkan ke medial. 12. Luka operasi ditutup lapis demi lapis. Non Bedah 1. Radioterapi : pre dan pasca operasi atau primer 2. Kemoterapi : neoadjuvant atau adjuvant atau primer dengan: CMF (cyclofosfamid,
metotrexat,
flourouracil),
CAF/CEF
(cyclofosfamid,
adriamycin, epirubicin, cisplatinum) 3. Hormonterapi : pada kasus reseptor hormonal positif dengan cara ovariektomi bilateral, radiokastrasi, tamoxifen selama 5 tahun, anastrozole, letrozole, exemestane, GnRH analogeu (gozereline). Edukasi : 1. menginformasikan pasien dan kelaurga tentang faktor prognostik dan faktor prediktif tumor ganas payudara Faktor prognostik : pengukuran klinis atau biologis yang berhubungan dengan disease free survival atau overall survival tanpa pemberian adjuvant systemic therapy Faktor diagnostik tersebut sanling memiliki keterkaitan yaitu : - Yang berhubungan dengan penderita : usia, ras, status, menopouse - Yang berhubungan dengan tumor : jenis histopatologi, grading, ukuran tumor, metastase, KGB, angioinvasif, perinodal invasif, status reseptor hormonal (ER/PR) overekpresi gen HER-2/ncu, status gen p53,cathepsin D - Yang berhubungan dengan modalitas terapi. Faktor prediktif adalah : setiap pegukuran yang berhubungan dengan berespon atau kurang beresponnya terhadap pengobatan tertentu.
20
2. Menginformasikan kapan dan rencana tindakan ataupun kontrol rutin Tahun 1 dan 2 kontrol tiap 2 bulan Tahun 3 s/d 5 kontrol tiap 3 bulan Setelah tahun 5 kontrol tiap 6 bulan Pemeriksaan fisik : tiap 6 bulan Thorak foto : tiap 6 bulan Lab marker : tiap 2 – 3 bulan Mammografi kontralateral : tiap tahun aau ada indikasi USG abdomen : tiap 6 bulan atau ada indikasi Bone scanning : tiap 2 tahun atau ada indikasi. Prognosis : Begantung pada staging Ad vitam : dubia at bonam Ad sanationam : dubia at bonam Ad functionam : dubia at bonam Komplikasi operasi Dini
:
perdarahan Lesi n. Thoracalis longus wing scapula Lesi n. Thoracalis dorsalis
Lambat
:
infeksi Nekrosis flap Wound dehiscene Seroma Edema lengan Kekakuan sendi bahu kontraktur
Mortalitas Hampir tak ada untuk tindakan operasi Indikator Medis : Indikasi Operasi
Kanker payudara stadium dini (I,II) Kanker payudara stadium lanjut lokal dengan peryaratan tertentu
Keganasan jaringan lunak pada payudara.Pasca bedah penderita dirawat di ruangan dengan mengobservasi produksi drain, memeriksa Hb pasca bedah. Rehabilitasi 21
dilakukan sesegera mungkin dengan melatih pergerakan sendi bahu. Drain dilepas bila produksi masing –masing drain < 20 cc / 24 jam. Umumnya drain sebelah medial dilepas lebih awal, karena produksinya lebih sedikit. Jahitan dilepas umumnya hari ke 10 s/d 14. Kepustakaan : 1. Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta 1997. LUKA BAKAR Definisi : Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn). Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik : a. Dalam luka bakar Tingkat I Dengan keluhan terkena sumber panas, kemerahan, nyeri ringan , pada pemeriksaan hanya mengenai epidermis.
Tingkat II Dengan keluhan terkena sumber panas, nyeri hebat seperti terbakar, dan dapat berbentuk scar dengan dasar luka berwarna merah atau pucat, pada pemeriksaan fisik Dibagi manjadi : 1. Superfisial, mengenai epidermis dan lapisan atas dari corium. Elemen – elemen epiteliat yaitu dinding dari kelenjar keringat, lemak dan folikel rambut masih banyak. Karenanya penyembuhan/epitelialisasi akan mudah dalam 1 – 2 minggu tanpa terbentuk cicatrix. 2. Dalam, sisa – sisa jaringan epitelial tinggal sedikit, penyembuhan lebih lama 3 – 4 minggu dan disertai pembentukan parut hipertropi.
22
Tingkat III Dengan keluhan terkena sumber panas, pada pemeriksaan mengenai seluhur tebal kulit, tidak ada lagi sisa elemen epitelia. Luka bakar yang lebih dalam dari kulit seperti sub kutan dan tulang dikelompokkan juga pada tingkat III.
b. Luas luka bakar Walce membagi tubuh atas bagian – bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama Rule of Nine
Kriteria Diagnosis : 1. Sesuai kriteria anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas Diagnosis : Luka bakar grade I/II/III Pemeriksaan Penunjang : Terutama untuk luka bakar berat : - lab darah (darah lengkap, kimia darah, analisa gas darah, urea/creatinin, faktor pembekuan darah). - Foto thorax
23
Terapi Prioritas pengelolaan penderita luka secara umum perlu diperhatikan seperti pengelolaan penderita trauma pada umumnya yaitu : Airway, Breathing, dan Circulation.
Terapi cairan Orang dewasa dengan luka bakar tingkat II – III 20% atau lebih sudah ada indikasi untuk pemberian infus karena kemungkinan timbulnya syok. Sedangkan pada orang tua dan anak – anak batasnya 15% Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah formula menurut Bexter. Formula Baxter terhitung dari saat kejadian maka (orang dewasa) : 8 jam pertama ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Lactat 16 jam perikutnya ½ (4cc x Kg x % luas luka bakar) Ringer Lactat ditambah 500 – 1000 cc koloid Modifikasi Formula Bexter untuk anak – anak adalah : Replacement : 2 cc/KgBB/% luas luka bakar Kebutuhan faali : umur sampai 1 tahun 100cc/KgBB Umur 1 – 5 tahun 75cc/KgBB
:
………………. Umur 5 – 15 tahun 50cc/KgBB
:
………………. + Total cairan : ………………. Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian total cairan diberikan dalam bentuk larutan Ringer Lactat dan 3/20 bagian diberikan dalam bentuk koloid. Ringer lactat dan koloid dibeikan bersama dalam botol yang sama. Dalam 8 jam pertama diberikan ½ jumlah total cairan dan dalam 16 jam berikutnya diberikan ½ jumlah total cairan.
24
Tanda – tanda klinis penderita dan laboratorium apakah cairan yang diberikan sudah memadai.
Pengelolaan nyeri Nyeri yang hebat dapat menyebabkan neurogenik syok yang terjadi pada jam – jam pertama setelah trauma. Morphin diberikan dalam dosis 0.05 mg/Kg (iv)
Perawatan Luka o Perawatan pertama - Segera setelah terbakar, dinginkan luka dengan air dingin, yang terbaik dengan tempetur 20C selama 15 menit. - Luka bakar tingkat II dan III, penderita dibersihkan seluruh tubuhnya, rambutnya dikeramas, kuku – kuku dipotong, lalu lukanya dibilas dengan cairan yang mengandung desinfektan seperti sabun cetrimid 0.5% (savlon) atau kalium permanganat. Kulit – kulit yang mati dibuang, bullae dibuka karena kebanyakan cairan di dalamnya akan terinfeksi. o Perawatan definitif - Perawatan tertutup Setelah luka bersih, ditutup dengan selapis kain steril berlubang – lubang (tulle) yang mengandung vaselin dengan atau tanpa antibiotika lalu dibebat tebal untuk mencegah evaporasi dan melindungi kulit dari trauma dan bakteri. Sendi – sendi ditempatkan pada posisi full extension. - Perawatan terbuka Eksudat yang keluar dari luka beserta debris akan mengering akan menjadi lapisan eschar. Penyembuhan akan berlangsung dibawah eschar. Penderita dirawat di dalam ruangan isolasi. Setiap eschar yang pecah harus diberikan obat – obatan lokal dan dikontrol bila ada
25
penumpukan pus dibawah eschar maka harus dilakukan pemupukan eschar (escharotomi). - Perawatan semi terbuka Sama seperti perawatan terbuka tetapi diberikan juga obat – obatan lokal. Obat lokal berbentuk krim yang akan melunakkan eschar dan memudahkan perawatan untuk dibersihkan.
Obat – obatan lokal Silver sulfadiazin krim 1% diberikan sehari – hari sekali. Silver sulfadiazin bekerja sebagai bakterisida yang efektif terhadap kuman gram positif.
Mandi Badan penderita setiap 1-2 hari setelah resusitasi selesai harus dibersihkan dari kototran yang melekat dengan memandikannya. Luka dibilas dengan cairan yang mengandung desinfektan (savlon 1:30 atau kalium permanganat 1:10.000). Escharotomi pada perawatan terbuka umumnya dikerjakan pada minggu kedua dengan cara eksisi memakai pisau, dermatom, elektro eksisi atau enzimatik (kolagenase).
Skin Grafting Skin
grafting
sangat
penting
untuk
penderita
utnuk
mempercepat
penyembuhan, mengurangi kehilangan cairan.
Antibiotika Sistemik Bakteri yang berada pada luka umumnya gram positif dan hanya berkembang stempat, tetapi bakteri gram negatif seperti pseudomonas sangat invasif dan banyak menimbulkan sepsis. Karena banyaknya jaringan nekrotik pada luka bakar maka penetrasi antibiotika sistemik ke luka tidaklah meyakinkan. Oleh karena itu antibiotika sistemik digunakan bila timbul gejala sepsis. Macam antibiotika ditentukan dari kultur dari bagian yang terinfeksi, baik luka, darah maupun urine.
Nutrisi
26
Dukungan nutrisi yang baik sangat membantu penyembuhan luka bakar. Edukasi : - Menginformasikan
perjalanan
penyakit
dan
faktor
yang
mempengaruhi penyembuhan luka bakar khususnya (usia, nutrisi, oksigenasi, infeksi, merokok, diabetes mellitus, sirkulasi, faktor mekanik, steroid, antibiotik). Rehabilitasi - Peletakan sendi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kontraktur - Fisioterapi sangat diperlukan untuk mencegah kekakuan. Prognosis : bergantung pada derajat luka bakar Sangat bergantung pada derajat dan luas luka bakar 1. Ad. Vitam : dubia at bonam 2. Ad. Sanationam : dubia at bonam 3. Ad. Functionam : dubia at bonam Komplikasi Luka Bakar Fase akut : syok, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Fase subakut : infeksi dan sepsis Fase Lanjut : parut hipertropik Mortalitas pada luka bakar disebabkan oleh :
Syok karena kehilangan cairan Gagal jantung karena Myocardial Depressing Factor Sepsis Gagal ginjal akut Komplikasi lain seperti pnemonia
Indikator Medis : - Indikasi rawat inap untuk anak terutama balita setiap luka bakar karena mempertimbangkan kesulitan menilai dehidrasi - Untuk dewasa bergantung pada derajat dan luas luka bakar Kepustakaan :
27
1. Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta 1997.
TRAUMA THORAKS (PNEMOTHORAKS & HEMATOTHORAKS) Definisi : Semua keadaan rudapaksa pada thoraks dan dinding thoraks, baik trauma/rudapaksa tajam maupun tumpul. - Bila kemudian di dapatkan udara atau gas dalam rongga pleura tersebut kita sebut sebagai pneumothoraks - Bila terjadi kumpulan darah didalam rongga pleura kita sebut dengan hemaothoraks Anamnesis: 1. 2. 3. 4.
Sesak nafas, pernafasan asimetri Nyeri, nafas berkurang dan batuk. Hemothoraks jarang menimbulkan nyeri. Denyut jantung lebih cepat Kulit dapat sianosis untuk yang berat, kadang anemia dan syok hipovolemik terjadi untuk hemothoraks
Pemeriksaan Fisik : 1. Pneumothoraks : dapat terjadi pengembangan pada sisi yang sakit, dan saat bernafas tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat (pneumomediastinum). Palpasi : pada sisi yang sakit celah intercostal melebar, iktus terdorong kesisi sehat, fremitus melemah pada sisi sakit. Didapatkan emfisema subcutis Perkusi : suara ketok sisi sakit hipersonor sampai timpani, batas jantung terdorong ke arah sehat. Auskultasi : suara nafas lemah sampai hilang pada sisi sakit. 2. Hematothorax : saat bernafas dada yang sakit tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat bila berat.
28
Palpasi : pada kondisi berat sisi yang sakit celah intercostal melebar, iktus terdorong kesisi sehat, fremitus melemah pada sisi sakit. Perkusi : suara ketok sisi sakit yang terakumulasi darah pekak/redup, batas jantung terdorong ke arah sehat. Auskultasi : suara nafas lemah sampai hilang pada sisi sakit yang terakumulasi darah. Kriteria Diagnosis : Sesuai kriteria anam nesis dan pemeriksaan fisik diatas Diagnosis : Trauma thoraks ( pneumothorax/hematothorax) Diagnosis Banding : 1. Cardiac tamponade 2. Sesak non trauma – asma Pemeriksaan Penunjang 1. X-Foto thoraks 2 arah (PA/AP & Lat) 2. Lab Darah 3. CT scan thorax Terapi : 1. Observasi dan pemberian Oksigen 2. Tindakan dekompresi (dapat menggunakan infus set, jarum abocath, atau lebih baik dengan WSD) Pemasangan SWD 1. Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (±45) 2. Dilakukan desinfeksi dan penutuban lapangan operasi dengan doek steril 3. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah kulit sampai pleura 4. Tempat yang akan dipasang drain adalah : o Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau) o Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak – anak karena letak diafragma tinggi o Linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi) 5. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit 6. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1
29
7. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan bawah kulit dibebaskan sampai pleura dengan secara pelan pleura ditembus hingga terdengar suara hisapan, berarti pleura parictalis sudah terbuka. Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada pnemothoraks, udara yang keluar. 8. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut kearah cranial lateral. Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung drain dijepit dengan klaim tumpul, untuk memudahkan mengarahkan drain. 9. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat atau terdapat lobang – lobang samping yang panjangnya kira – kira dari jarak apex sampai lobang kulit duapertiganya. 10. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral sampai ujungnya kira – kira ada dibawah apex paru (Bulleau) 11. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar ganda, diakhiri dengan simpul hidup. 12. Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke bawah dan lateral sampai ujungnya kira – ira dipertengahan rongga toraks. 13. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung, maka harus diklem dahulu. 14. Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol penampung, yang akan menjamin terjadinya kembali tekanan negatif pada rongga intrapleural, disamping juga akan menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks. 3. Thoracoscopy 4. Thoracostomy Edukasi - Untuk sementara waktu dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras. - Berlatih meniup balon perlahan lahan - Kontrol 7 hari setelah diperbolehkan pulang atau bila ada keluhan batuk, sesak nafas Prognosis :
30
Bila dilakukan secara benar, komplikasi dapat dihindari. Morbiditas sangat rendah, mortalitas 0%. 1. Ad vitam : dubia at bonam 2. Ad sanationam : dubia at bonam 3. Ad functionam : dubia at bonam Indikator Medis : 1. Kriteria pencabutan Sekrit serous, tidak hemorage Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24 jam Anak – anak : jumlah kurang dari 25 – 50 cc/24 jam
Paru mengembang Klinis : suara paru mengembang kanan = kiri Evaluasi foto toraks
2. Kondisi Pada trauma Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung dicabut dengan cara air-tight (kedap udara)
Pada thoracotomi a. Infeksi : klem dahulu 24 jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut b. Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsung dicabut (airtight) c. Post pneumonektomi : hari ke – 3 bila mediastinum stabil (tak perlu
air-tight) 3. Alternatif 1) Paru tetap kolaps, hisap sampai 25cmH20 : - Bila kedua kriteria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap baik cabut - Bila tidak berhasil, tunggu sampai 2 minggu dekortikasi 2) sekrit lebih dari 200cc/24 jam : curiga adanya Chylo thoraks (pastikan dengan pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan 4 minggu. - Bila tidak berhasil Toracotomi - Bila sekrit kurang 100 cc/24 jam, klem kemudian dicabut. Kepustakaan :
31
1. Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta 1997.
HEMOROID Definisi : Dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior. Anamnesis : Keluar darah segar saat BABterutama saat feses keluar atau setelah feses keluar, keluar benjolan lewat anus dapat keluar masuk dan dapat juga tidak bisa, rasa nyeri pada dubur dan dapat disertai gatal.
32
Pemeriksaan Fisik : Dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis. Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai. Kriteria Diagnosis : - Kriteria diagnosis sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas. Diagnosis : Hemoroid grade I/II/III/IV Diagnosis Banding : - Ca rekti, prolaps rekti, keradangan anorektal. Pemeriksaan Penunjang : - Protoskopi, sigmoidoskopi anorektal Terapi : Penatalaksanaan Konservatif Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein. Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada awal. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Pembedahan
33
Hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain: a. Hemoroid internal derajat II berulang. b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala. c. Mukosa rektum menonjol keluar anus. d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura. e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif. f. Permintaan pasien. Pembedahan yang sering dilakukan yaitu: 1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid. 2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. 3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. 4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. 5. Laser haemorrhoidectomy. 6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang dapat 34
melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. 7. Cryotherapy. 8.Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy Edukasi : - Pasien tidak boleh mengejan atau menahan hasrat BAB yang dapat menyebabkan feses mengeras.. - Makan makanan yang tinggi serat. - Minum air 6-8 gelas setiap hari Prognosis : - Ad vitam : dubia at bonam - Ad sanationam : dubia at bonam - Ad functionam : dubia at bonam Indikator Medis : - Kepulangan menilai berdasar klinis pasien, dan minimal perawatan 3 hari. - Untuk grade III/IV sudah mengindikasikan tindakan bedah untuk dilakukan Kepustakaan : 1. Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta 1997. Fistula Perianal Definisi : Saluran abnormal yang dibatasi oleh jaringan granulasi, yang menghubungkan satu ruang (dari lapisan epitel usus atau rektum) ke ruang rain, biasanya menuju ke epidermis kulit didekat anus, tapi bisa juga ke organ lainnya seperti kemaluan.
35
Anamnesis : Radang septik, timbulnya abses dan fistula. Pus atau feses dapat bocor secara konstan dari lubang kutaneus. Dapat juga pasase flatus atau feses dari vagina atau kandung kemih, tergantung letak fistula. Biasanya fistula mengelaurkan nanah atau feses berdarah, ekskoriasi, eritem pada kulit. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan daerah anus dengan digital/rectal toucher ditemukan satu atau lebih eksternal opening fistula atau teraba adanya fistula dibawah permukaan kulit. Eksternal fistula tampak sebagai bisul (bila abses belum pecah) atau jaringan granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan sebagai daerah indurasi/nodul di dinding anus. Kriteria Diagnosis : - Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas. Diagnosis : Fistula Perianal Diagnosis Banding : -
Radang spesifik (TBC) Inflamatory bowel disease Hydradenitis supurativa Sinus pilonidalis Keganasan kolon rektum
Pemeriksaan Penunjang : Fistulografi : pada kasus fistel yang kompleks Terapi : Pembedahan terutama fistulotomi selalu dianjurkan karena ada beberapa fistula yang sembuh secara spontan. Fistulotomi Membuka saluran yang menghubungkan anal kanal dan kulit kemudian mengalirkan pus keluar. Sebelumnya usus bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang terprogram. Selama pembedahan saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat kedalam atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula di 36
diseksi keluar atau dibiarkan terbuka dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka di beri tampon dengan kasa. Edukasi : - Tirah baring telungkup sementara. - Makan makanan yang lebih lunak - Menjaga higiene lebih baik Prognosis : - Ad vitam : dubia at bonam - Ad sanationam : dubia at bonam - Ad functionam : dubia at bonam Indikasi medis : - Pasien di pulangkan berdasar kondisi klinis dengan lama perawatan minimal 5 hari. Kepustakaan : 1. Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta 1997.
BATU SALURAN KEMIH Definisi : Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. 37
BSK memiliki ukuran yang bervariasi. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menyebabkan retensi urin. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat. Anamnesis : Rasa Nyeri Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter. Demam Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran pembuluh darah di kulit. Infeksi BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Hematuria dan kristaluria
38
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya penyakit BSK. Mual dan muntah Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual dan muntah. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Tanda Vital (hiperteensi, febris, tanda syok) Pemeriksaan status urologi: - Inspeksi : Penonjolan suprapubik, bila terjadi retensi urin dengan buli -
penuh. Palpasi : nyeri tekan dan atau nyeri ketok pada regio costo-vertebra angle, terabanya ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis dan buli-buli yang penuh akibat retensi urin.
Retensi urin, infeksi yang disertai demam dan menggigil dan terlihat tanda-tanda gagal ginjal. Kriteria Diagnosis : 1. Anamnesis, berupa gejala iritatif dan obstuktif. 2. Pemeriksaan Fisik - Nyeri tekan dan atau nyeri ketok costo-vertebra angle - Terabanya ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis - Retensi urin, infeksi yang disertai demam dan menggigil dan terlihat tanda-tanda gagal ginjal. 3. Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium (Darah rutin, Urinalysis) Radiologis (BNO dan IVP) Diagnosis : Batu saluran kemih Diagnosis Banding : -
Infeksi saluran kemih,
-
Tumor traktus urogenitalis
Pemeriksaan Penunjang : 1. Pemeriksaan Laboratorium
39
Darah lengkap (untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu peningkatan
jumlah leukosit dalam darah) dan elektrolit. Urinalisis : urin rutin dan kultur urin. - Dilakukan untuk mengetahui adanya hematuria dan bakteriuria, dengan adanya kandungan nitrit dalam urine. Selain itu, nilai pH urine harus diuji karena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urine -
lebih dari 7,2.23 Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
-
atau inflamasi pada saluran kemih (leukosituria dan hematuria). Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis
-
menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Pemeriksaan kultur urin dilakukan bila terdapat kecurigaan infeksi saluran kemih, berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa
-
antimikroba yang diujikan. Pemeriksaan sitology urin dilakukan bila adanya kecurigaan karsinoma
buli – buli. Pemeriksaan fungsi ginjal (BUN, Creatinin serum) 2. Pencitraan - Foto Polos abdomen Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih. Dimana dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan dengan densitas rendah menunjukan jenis batu struvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu di dalam ginjal maupun batu diluar -
ginjal. Intravenous Pyelogram (IVP) Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya
40
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan -
pielografi retrograd. Ultrasonografi (USG) USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien yang alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasn pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukan batu ureter, dan tidak dapat
-
membedakan klasifikasi batu. Computed Tomographic (CT) scan Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan lokasi batu.
Terapi : Tujuan dasar penatalaksanaan medis BSK adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan, tanpa operasi, dan pembedahan terbuka.
Medikamentosa Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa intervensi medis. Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien BSK harus
minum paling sedikit 8 gelas air sehari. Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian 41
antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan
untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah batu. Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap
di rumah sakit. Endourologi Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi tersebut adalah : - PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian -
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
-
memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
42
Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia. Tindakan Operasi Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu : Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di dalam ginjal Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di ureter Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di vesica urinearia Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di uretra
Edukasi :
Saran untuk perubahan gaya hidup; -
Meningkatkan intake cairan(minimal 1.5liter). Kurangi diet tinggi oksalat seperti teh, kacang-kacangan, kedelai, dsb. Diet rendah purin dan rendah protein hewani. Menghindari duduk dalam waktu lama.
Hindari kebiasaan menahan BAK. Prognosis :
Ad vitam : dubia at bonam
Ad sanationam : dubia at bonam
Ad functionam : dubia at bonam Sekitar 80-85% batu keluar secara spontan. Sekitar 20% pasien membutuhkan
perawatan di rumah sakit oleh karena nyeri yang terus menerus, ketidakmampuan untuk mempertahankan intake cairan enteral, ISK
yang proksimal, atau
ketidakmampuan mengeluarkan batu. 43
Kebanyakan morbiditas dan aspek yang berpotensial membahayakan dari penyakit batu disebabkan adanya kombinasi dari obstruksi saluran kemih dan infeksi saluran kemih bagian atas. Diagnosis dini dan oprasi drainase secara segera dibutuhkan dalam situasi ini. Angka kekambuhan untuk batu ureter adalah sekitar 50% dalam 5 tahun dan 70% atau lebih dalam 10 tahun. Telah dilaporkant angka kekambuhan setelah episode awal dari uretrholitiasis adalah 14%, 35%, dan 52% pada 1, 5 dan 10 tahun. Indikator Medis :
Indikasi oprasi pada pasien dengan batu ureter, antara lain: - Batu > 5 mm - Obstruksi sedang / berat - Batu di saluran kemih proksimal - Infeksi berulang
Selama pengamatan batu tidak dapat turun Kepustakaan : 1. Kalowski S. 1992. Urinary Tract Infections Medicol Progress; 19(3) : 21-24 2. Worcester EM, Coe FL. Nephrolithiasis. Prim Care. Jun 2008;35(2):369-91, vii. 3. Campbell J.E. 1982. Imaging of urinary tract. Medicine International; 1 (22-24): 1054-61 4. Stoller ML, Bolton DM. 2000. Urinary Stone Disease In : Tanagho EA, Mc Aninch JW Smith’s General Urology, 15 edition. New York: Mc Graw-Hill Companie, 2000,291-316 Tiselius HG, Alken P, Buck C, Gallucci M, Knoll T, Sarica K, Turk C. Guidelines on urolithiasis. Arnhem (The Netherlands): European Association of Urology (EAU); 2008 Mar. 128 p.
PEMBESARAN PROSTAT JINAK/ BENIGN PROSTATIC HYPERLASIA (BPH)
44
Definisi : Benign Prostatic Hyperplasia meupakan diagnosis secara histologi yang menunjukkan terjadinya proliferasi dari sel-sel pada prostat. Pada BPH terjadi peningkatan proliferasi pada epitel di periuretra dan zona transisi. Hal terebut menyebabkan
ukuran
prostat
bertambah,
sehingga
menekan
uretra
yang
menyebabkan terjadinya gangguan aliran keluar urine dari buli-buli. Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra parsprostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal. Anamnesis : Keluhan pada saluran kemih bagian bawah. Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang berobat, yakni adanya LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome). Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. 1. Gejala iritatif (storage), terdiri dari : (key: FUN) - Frekuensi : sering BAK >8 kali/ 24 jam - Urgensi : keinginan BAK yang mendesak/ tergesa – gesa untuk buang air -
kecil. Nokturia : terbangun di malam hari untuk BAK (lebih dari 1 kali) 45
- Disuria : nyeri saat buang air keciil. 2. Gejala obstruksi (Voiding), antara lain : (key: HI POS) - Hesitansi : menunggu lama pada awal BAK. - Intermitensi : BAK terputus – putus. - Pancaran miksi melemah (Power : weak stream) - Straining : harus mengedan saat BAK. - Retensi urin - Inkontinensia karena overflow Post micturition (key:RT) - Miksi tidak puas (Incomplete emptying : residual volume >100ml) - Menetes setelah miksi (Terminal dribbling) Keluhan pada saluran kemih bagian atas Keluhan dapat berupa gejala obstruksi, antara lain : nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis). Gejala di luar saluran kemih. Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah International Prostatic
Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu sebagai berikut : -
Ringan : skor 0- 7
-
Sedang : skor 8-19
-
Berat : skor 20-35
46
Pemeriksaan Fisik :
Status Urologis : - Inspeksi : Penonjolan suprapubik, bila terjadi retensi urin dengan buli -
penuh. Palpasi : buli-buli yang penuh dapat teraba sebagai massa kistik si daerah
supra simpisis akibat retensi urin. Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul. - Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri. 47
Pada saat DRE diperhatikan pula tonus sfincter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks di daerah sakral. Kriteria Diagnosis :
Anamnesis, berupa gejala iritatif dan obstuktif. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, kedua lbus simetris, tidak dodapatkan nodul. (Evaluasi besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, keimetrisan, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul).
Diagnosis : BPH Diagnosis Banding :
Diagnosis banding pada pasien dengan keluhan obstruksi, antara lain : - striktur uretra, - kontraktur leher vesika, - batu buli – buli kecil, - kanker prostat - kelemahan destrusor (misal pada penderita asma kronik yag menggunakan obat parasimpatolitik). Sedangkan pada pasien dengan keluhan iritatif, diagnosis bandingnya antara lain : - instabilitas destrusor, - karsinoma in situ vesika, - infeksi saluran kemih, - prostatitis, - batu ureter distal
batu vesika kecil. Pemeriksaan Penunjang : 1. Pemeriksaan Laboratorium Darah lengkap, elektrolit. Urinalisis : urin rutin dan kultur urin. - Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi -
atau inflamasi pada saluran kemih (leukosituria dan hematuria). Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis. 48
-
Pemeriksaan kultur urin dilakukan bila terdapat kecurigaan infeksi saluran kemih, berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan. Pemeriksaan sitology urin dilakukan bila adanya kecurigaan karsinoma
buli – buli. Pemeriksaan fungsi ginjal (BUN, Creatinin serum) Pemeriksaan penanda tumor prostat (PSA/ Postate Specific Antigen) - Perlu dilakukan penanda tumor prostat, jika dicurigai adanya keganasan/ karsinoma prostat. PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specifik. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi, berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut. . Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA, dikatakan bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah : - 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml - 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml - 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml - 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml Nilai PSA normal di negara – neara yang memiliki prevalensi kanker postat tinggi adalah di bawah 4 ng/ml. Nilai PSA 4-0 ng/ml dianggap sebagai daerah kelabu (gray area), perlu dilakukan penghitungan PSA Density (PSAD), yaitu serum PSA dibagi dengan volume prostat. Apabila nilai PSAD 0,15, perlu dilakukan biopsy prostat. Nilai PSA 10 ng/ml dianjurkan untuk dilakukan biopi prostat.
2. Pencitraan
49
-
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang
-
penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan USG prostat secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui besar, bentuk dan volume prostat , adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari
-
kelainan lain pada buli-buli. Pemeriksaan USG secara Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. Cat : Pemeriksaan
sistografi
maupun
uretrografi
retrograd
guna
memperkirakan besarnya prostat atau mencari kelainan pada buli-buli saat ini tidak direkomendasikan. Namun pemeriksaan itu masih berguna jika dicurigai adanya striktura uretra. 3. Pemeriksaan lain - Catatan harian miksi (voiding diaries). Voiding diaries dilakukan unuk menilai fungsi traktus urinarius. Dilakukan pencatatan waktu(kapan) dan jumlah asupan cairan yang dikonsumsi serta kapan dan jumlah urine yang dikemihkan. Pencatatan sebaiknya dikerjakan 7 hari berturut – turut, namun pencatatan 3-4 hari sudah cukup untuk menilai overaktivitas destrusor. Dari hal ini dapat diketahui apakah pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas destrusor akibat obstruksi infra- vesika, atau karena polyuria -
akibat asupan cairan yang berlebih. Pengukuran Residual Urine (post voiding residual urine/ PVR) dilakukan untuk dapat memperkirakan derajat obstruksi prostat. Residual urine adalah sisa urin yang tertinggal di dalam buli – buli setelah miksi. Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melaku-kan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien
50
berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui -
USG atau bladder scan. Uroflometri Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini bertujuan unuk mendeteksi gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dengan uroflometri dapat diukur : 1. Pancaran urin maksimal (Maksimal flowrateQmax), 2. Pancaran rata – rata (Qwave), 3. Waktu yang doided volume).ikuar (velbutuhkan hingga mencapai pancaran maksimum, 4. Lama pancaran, 5. Volume urine yang dikeluarkan.
Terapi : Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihan terapi BPH, antara lain: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi (Tabel 1). Di Indonesia, tindakan Transurethral
Resection of the prostate
(TURP) masih merupakan pengobatan
terpilih untuk pasien BPH. Tabel 1. Pilihan Terapi pada BPH Observas
Medikamentos
i
a
Watchful - Antagonis waiting
adrenergik-α - Inhibitor reduktase-5α
Terapi Intervensi Pembedahan
Invasif
Endourologi:
Minimal TUMT
- TURP
HIFU
- TUIP
Stent uretra
- TULP
TUNA
Elektrovaporisasi
ILC
- Fitoterapi
51
1. Watchful waiting Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun, tetapi perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih menawarkan watchful waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang (IPSS 8-19). Pasien dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urine melemah (Qmax < 12 mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat >30 gram tentunya tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting. Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain. 2. Medikamentosa Dengan skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang pasien memerlukan terapi. Jika skoring >7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi medikamentosa adalah : a. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik. b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah :
52
1. Antagonis adrenergik reseptor α, dapat berupa - preparat non selektif: fenoksibenzamin - preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin - preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan tamsulosin. 2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride. 3. Fitofarmaka 3.Terapi intervensi Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Yang termasuk ablasi jaringan prostat adalah pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser prostatektomi. Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra. Di Indonesia, tindakan Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH. Edukasi : Saran untuk perubahan gaya hidup; -
Kurangi intake cairan menjelang tidur atau waktu spesifik lain yg dapat
-
mengganggu(minimal 1.5liter). Kurangi kafein dan alkohol. Teknik distraksi; latihan distraksi keinginan berkemih seperti latihan nafas, penile squeezing, tekanan perineal, mental trik utk pengalihan gangguan
-
iritatif. Bladder retraining; menahan kencing untuk meningkatkan daya tampung
-
hingga mencapai 400ml, dan waktu antar berkemih. Meninjau pengobatan yg dapat mencetuskan gejala iritatif(alfa agonis pada penilpropalamin, obat flu dsb).
Uretral stripping dsb. Prognosis : -
Ad vitam : Dubia at bonam Ad sanationam : Dubia at bonam Ad functionam : Dubia at bonam
53
Mayoritas pasien dengan BPH memperlihatkan perubahan yang lebih baik dengan terapi, sedangkan pasien yang menderita BPH dalam waktu lama dapat terjadi komplikasi. Indikator Medis : Indikasi operasi pada pasien BPH a. Indikasi absolut 1.Hematuri berulang 2.Gagal medikamentosa 3.Penurunan fungsi ginjal(ur/cr) 4.Vesicolithiasis 5.ISK berulang 6.Retensi kronis 7.Retensi berulang 8.Divertikel buli Note: Gagal medikamentosa adalah TIDAK adanya perbaikan skor IPSS (subjektif) atau nilai uroflowmetri(objektif) setelah penggunaan pengobatan medikamentosa pada pasien BPH, sedangkan retensi berulang adalah terjadinya retensi ke 2 setelah retensi pertama kali lalu dilakukan pemasangan kateter urine disertai pemberian alfa blocker, lalu retensi pada saat TWOC(trial without catheter/pelepasan FC) b. Indikasi relatif 1.Keinginan pasien 2.Faktor pekerjaan 3.Ada kelainan di luar bidang urologi sehubungan dengan BPH (hemoroid atau hernia) Kepustakaan : 1. Tanagho
EA,
McAnnich
JW.2008.
Smith’s
General
Urology.
San
Fransisco:McGraw Hill. 17th ed.348-54 2. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Parin AW, Peters CA. 2008. Campbell’s Urology. Philadelphia: Saunders. (th ed. 3. Rodjani A. 2011. Slide Kuliah Modul Ginjl dan Cairan Tubuh 2010-2011: Diagnosisi Pembesaran Prostat Jinak. FKUI: Jakarta. HIDROKEL TESTIS
54
Definisi : Penimbunan cairan dalam selaput yang membungkus testis lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis, yang menyebabkan pembengkakan lunak pada salah satu testis, karena gangguan dalam pembentukan alat genitalia eksterna. Anamnesis : -
Benjolan dikantong skrotum Tidak nyeri
Pemeriksaan Fisik : -
Lakukan pemeriksaan dalam posisi berdiri dan berbaring. Jika pada posisi berdiri tonjolan tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila teradapat resolusi pada tonjolan perlu diperitmbangkan hidrokel komunikan
-
atau hernia. Lakukan valsava manuver bila tonjolan tidak terlihat untuk meningkatkan tekanan intra abdominal.
Kriteria diagnosis: -
Kriteria berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas
Diagnosis : Hidrokel testis Diagnosis Banding : -
Hernia scrotalis Varikokel Torsio testis Hematokel Tumor testis
Pemeriksaan Penunjang : Transiluminasi : dilakukan diruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada posisi pembesaran testis. USG Terapi : Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 12-24 bulan dengan harapan prosesus vaginalis dapat menutup, dan hidrokel akan sembuh dengan 55
sendirinya. Jika hidrokel masih ada atau bertambah besar, disebut juga dengan hidrokel persisten, maka perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi. Prinsip utama penatalaksanaan hidrokel adalah dengan mengatasi penyebab yang mendasarinya. Terdapat beberapa indikasi dilakukannya intervensi: ukuran hidrokel yang semakin membesar dan dapat menekan pembuluh darah, adanya tandatanda infeksi, adanya keluhan tidak nyaman/nyeri dan juga indikasi kosmetik. Berbagai macam tindakan intervensi digunakan untuk mengobati penyakit hidrokel, baik invasif maupun minimal invasif. Salah satu metode minimal invasif pada terapi hidrokel yaitu metode aspirasiskleroterapi. Pada metode ini, dilakukan aspirasi cairan hidrokel dan disuntikkan zat sklerotik (tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea) agar mukosa menjadi kering dan terjadi perlengketan. Metode ini mudah dan aman dilakukan, namun efektivitas dan kepuasan pasien terhadap terapi lebih rendah dibandingkan tindakan pembedahan. Hidrokelektomi
merupakan
tindakan
baku
emas
pada
hidrokel.
Hidrokelektomi dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti yang akan dijelaskan pada artikel ini. Hidrokelektomi Pada Dewasa Pendekatan pembedahan melalui skrotum Pada tindakan pembedahan dengan pendekatan skrotum, insisi dapat dilakukan di samping mediana raphe secara vertikal (pararaphe) atau insisi transversal. Teknik hidrokeletomi memiliki berbagai macam variasi dan nama, secara garis besar hidrokeletomi dibagi menjadi dua teknik yaitu dengan teknik eksisi dan teknik dengan plikasi. Teknik-teknik hidrokelektomi tersebut yang populer dilakukan adalah teknik Jaboulay (eksisi) dan teknik plikasi Lord. Langkah-langkah pendekatan pembedahan melalui skrotum: 1.
Insisi dilakukan di paramediana raphe, sepanjang 6-10 cm pada permukaan
anterior skrotum diatas bagian dari hidrokel.
56
2.
Insisi lapis demi lapis dari kulit, lapisan otot dartos, fasia cremaster hingga
tampak lapisan parietal dari tunica vaginalis dimana lapisan ini adalah dinding luar dari kantong hernia. 3. Insisi dinding luar hidrokel, cairan hidrokel dievakuasi dengan menggunakan suction 4.
Kantong hidrokel dipisahkan dari skrotum, setelah lalu dibuka secara utuh
sehingga tampak jelas bagian funikulus spermatikus dan testis.. 5. Pada teknik Jaboulay, dinding kantong hidrokel dipotong dengan gunting dengan hanya menyisakan batas dinding sekitar 2 cm dari testis, epididimis dan funikulus spermatikus tepi dinding hidrokel yang tersisa lalu dijahitkan dibelakang testis dan funikulus spermatikus dengan jahitan interrupted atau dapat menggunakan jahitan continues (untuk meminimalisir rembesan darah dari tepi luka), sehingga bagian kantong hidrokel tereversi. 6. Pada teknik plikasi Lord, dilakukan jahitan plikasi (terbentuknya lipatan-lipatan seperti plika) di sekitar dinding hidrokel dengan jahitan interupted -
Dilakukan kontrol perdarahan untuk mencegah terjadinya hematoma,
7. Testis dan funikulus spermatikus ditempatkan kembali pada skrotum secara hatihati untuk menghindari pluntiran, bila perlu dilekatkan ke bagian dasar dinding skrotum dengan satu hingga dua jahitan absorbable. 8. Fasia dartos ditutup dengan jahitan interupted absorbable. Lalu dipasang drainase Penrose pada celah insisi yang telah dibuat (jika diperlukan), untuk mengurangi resiko terjadinya hematom 9. Kulit ditutup dengan jahitan subkutan. Beberapa teknik hidrokeletomi lainnya adalah sebagai berikut: 1.
Teknik Von Bergmann : tepi luka dinding hidrokele yang telah dieksisi dijahit
bersamaan namun tidak dilakukan penjahitan kebelakang testis (eversi) seperti teknik Jaboulay 2. Teknik Winkelmann : teknik ini sama dengan teknik Jaboulay, istilah ini biasa dipakai di Jerman 57
3. Teknik Andrew : dikenal dengan bloody technique dikarenakan dilakukan dengan cara tunika vaginalis digunting, lalu dieversi mengeliling testis, namun tepi luka tidak dijahit. Kemudia dimasukan kembali ke skrotum dan ditutup lapis demi lapis. Langkah-langkah Teknik Inguinal Dewasa: 1. Insisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 4-6 cm, ke arah lateral dari titik tepat di atas tuberkulum pubikum. 2.
Insisi menembus kutis, subkutis, fascia camper, fascia scarpa. Aponeurosis
musculus obliqus externus terlihat. 3. Aponeurosis musculus obliqus externus telah diincisi, tampak kantung hidrokel dan spermatical cord. Spermatical cord dipreservasi lalu keluarkan isi kantong hidrokel (cairan) dengan pungsi menggunakan spuit atau diberikan insisi pada dinding kantong hidrokel lalu dimasukan suction. 4. Kantong hidrokel yang telah dinsisi kemudian dapat dilanjutkan dengan penjahitan yang digunakan pada teknik Jaboulay atau teknik Lord. 5. Testis dan spermatic cord dikembalikan ke tempat awal. 6. Aponeurosis musculus oblique externus dijahit, lapis demi lapis ditutup. 7. Kulit dijahit dengan jahitan subcuticular. Hidrokelektomi pada Anak Pada beberapa penelitian , temuan intraoperasi pada anak usia di bawah 10 tahun terbanyak adalah hidrokel komunikans dimana merupakan indikasi dilakukan teknik ligasi tinggi. Hidrokel komunikans kerap disertai dengan hernia inguinalis sehingga diperlukan tindakan herniorafi . Sebaliknya, pada anak usia di atas 10-12 tahun, 80-86% temuan intraoperasi adalah hidrokel nonkomunikans sehingga pendekatan melalui skrotum sudah dapat dilakukan. Tidak dianjurkan penanganan hidrokel pada anak dengan menggunakan aspirasi-skleroterapi. Langkah-langkah Teknik Inguinal (Ligasi Tinggi pada Anak): 1. Insisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 2-4cm, ke arah lateral dari titik tepat di atas tuberkulum pubikum. 2.
Fascia superfisialis telah diinsisi. Aponeurosis musculus obliqus externus terlihat. 58
3.
Aponeurosis musculus obliqus externus telah diinsisi, tampak kantung hidrokel
dan cord. Lalu keluarkan isi kantong hidrokel (cairan). 4. Aponeurosis oblique externus dijepit, memperlihatkan musculus cremaster dan fascia spermaticus interna melapisi kantung dan cord. 5. Kantung yang melalui canalis inguinalis dan annulus inguinalis externa dipisahkan dari cord di bawahnya. Ujung distal telah dibuka sebagian. Ujung proximal akan dilakukan high ligation pada leher kantung. 6.
Ujung proksimal kantung diangkat. Retroperitoneal fat pad yang selalu ada dan
merupakan indikasi titik untuk high ligation. Jahitan dilakukan pada leher kantung. Setelah dijahit, jahitan kedua dilakukan pada distal dari jahitan pertama untuk memastikan ligasi yang permanen. 7. Aponeurosis musculus oblique externus dijahit, lapis demi lapis ditutup. 8. Kulit dijahit dengan jahitan subkutis. Edukasi : -
Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi Meninformasikan prinsip perawatan setelah operasi, Pada prinsipnya, hidrokelektomi dapat dilakukan tanpa rawat inap,
pasien dapat kembali
bekerja setelah tingkat kenyamanan memungkinkan (biasanya 1-3 hari postoperasi). Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus dihindari untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari skrotum, dimana dapat terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism sekunder. Pada dewasa, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu. Prognosis : -
Ad vitam : dubia at bonam Ad sanationam : dubia at bonam Ad functionam : dubia at bonam
Indikator medis -
Pasien dipulangkan berdasar klinis, biasanya 1-3 hari post operasi
Kepustakaan 59
1. Tanagho
EA,
McAnnich
JW.2008.
Smith’s
General
Urology.
San
Fransisco:McGraw Hill. 17th ed.348-54 2. Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta 1997.
TORSIO TESTIS Definisi Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididymis serta bisa mengakibatkan infark. Torsi testis ini merupakan kasus gawat 60
darurat di bidang urologi dan membutuhkan diagnosis dan intervensi yang cepat untuk menjaga klengsungan hidup dari testis serta memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu singkat (dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat menyebabkan infark dari testis, yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis. Torsio testis bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia dewasa muda (usia 10-30 tahun) dan lebih jarang terjadi pada neonatus. Puncak insiden terjadi pada usia 13-15 tahun. Peningkatan insiden selama usia dewasa muda mungkin disebabkan karena testis yang membesar sekitar 5-6 kali selama pubertas. Testis kiri lebih sering mengalami torsi dibandingkan dengan testis kanan, hal ini mungkin disebabkan oleh karena secara normal spermatic cord kiri lebih panjang. Pada kasus torsio testis yang terjadi pada periode neonatus, 70% terjadi pada fase prenatal dan 30% terjadi postnatal. Anamnesis • Pasien biasanya mengeluh nyeri yang sangat hebat dengan onset tiba-tiba dan pembengkakan testis. Nyerinya bisa menyebar ke lipat paha dan perut bagian bawah, sehingga sering dikelirukan dengan appendicitis kecuali jika dilakukan pemeriksaan fisik pada genetalia secara teliti. • Akut skrotum : nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. • pyrexia sangat jarang ditemukan kecuali kalau kemunculannya lambat dan testic mengalami nekrosis. • Nyeri disertai dengan mual dan muntah • Pada bayi gejalanya tidak khas yaitu gelisah, rewel, atau tidak mau menyusui. Pemeriksaan Fisik • Testis membengkak • Pada torsio testis yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. • Skrotum biasanya membengkak dan berwarna merah atau biru.
61
• Testis yang sakit bisa juga terlihat lebih tinggi dan melintang pada skrotum dibandingkan dengan testis pada sisi yang normal. Pembengkakan itu juga sangat sakit bila disentuh. • Tingkat usia sering dipakai sebagai kriteria untuk membedakan torsi dengan epididimitis, karena torsi biasanya terjadi pada massa pubertas sedangkan epididimitis sering terjadi pada usia sexual aktif yaitu biasanya lebih dari 20 tahun. • Pada pemeriksaan fisik Sangat susah untuk membedakan testis dari epididimis karna telah terjadi pembengkakan. Karena alasan ini, keadaan ini sering mengalami salah diagnosis dengan epididimitis Kriteria Diagnosis : -
Kriteria sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas
Diagnosis : Torsio testis Diagnosis Banding : -
Hernia scrotalis Varikokel Torsio testis Hematokel Tumor testis
Pemeriksaan penunjang • Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit • Pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi • Stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan sintigrafi testis. Semuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis. Pada kasus torsi testis, pemeriksaan Doppler ultrasound tidak ditemukan adanya aliran darah, dan pada pemeriksaan scan radionuclide terjadi radionuclide tracer uptake yang rendah. Sedangkan pada kasus epididymo-orchitis, Doppler ultrasound akan memperlihatkan peningkatan aliran darah, dan radionuclide akan memperlihatkan peningkatan aktivitas radionuclide.
62
Jika ditemukan riwayat serangan nyeri skrotum dengan onset yang tiba-tiba dan intermiten pada anak laki-laki, diagnosis torsi intermiten dapat dipertimbangkan. Terapi : Sekali diagnosis torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan pemulihan aliran darah ke testis secepatnya. Biasanya keadaan ini memerlukan eksplorasi pembedahan. Pada waktu yang sama ada kemungkinan untuk melakukan reposisi testis secara manual sehingga dapat dilakukan operasi elektif selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit dilakukan oleh karena sering menimbulkan nyeri akut selama manipulasi. Pada umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada interval dari onset timbulnya nyeri hingga pasien datang. Jika pasien datang dalam 4 jam timbulnya onset nyeri, maka dapat diupayakan tindakan detorsi manual dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan terapi non invasif yang dilakukan dengan sedasi intravena menggunakan anestesi lokal (5 ml Lidocain atau Xylocaine 2%). Tindakan non operatif ini tidak menggantikan explorasi pembedahan. Jika detorsi manual berhasil, maka selanjutnya tetap dilakukan orchidopexy elektif dalam waktu 48 jam. Analgesik yang adekuat, contohnya pethidine Intra muscular merupakan hal yang sangat essensial. Perubahan iskemia yang irreversible terjadi setelah 6 jam dari torsi. Jika testis menghitam dan gagal melakukan perbaikan setelah beberapa menit, tindakan bedah perlu dilakukan. Tindakan bedah yang dilakukan segera dalam 4-6 jam setelah terjadinya nyeri, rata-rata testis yang bisa diselamatkan adalah sekitar 90 %. Oleh karena itu, jika data-data untuk menegakan diagnosis berlimpah(dapat dipercaya), Pembedahan tidak boleh ditunda. Orchiopexy merupakan cara pmbedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki testis pada dinding skrotum dengan tiga poin berbeda. Predisposisi anatomi pada torsi yang mempengaruhi kedua testis; sehingga, Testis kontralateral juga mengalami perbaikan yang sama. Jika testis menghitam dan gagal melakukan perbaikan setelah beberapa menit, orchidectomy perlu dilakukan. Terdapat bukti yang menyatakan bahwa bisa terjadi kematian testis akibat reaksi imun pada tetis normal yang kontralateral, kemudian selanjutnya bisa berpengaruh pada fungsi hormonal dan spermatogenic pada testis yang berlawanan.
63
Pada kasus dengan torsi intermiten, pasien dapat dipertimbangkan untuk diberian profilaksis bilateral orchidopexies. Edukasi : -
Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi
Prognosis -
Ad vitam : dubia at bonam Ad sanationam : dubia at bonam Ad functionam : dubia at bonam
Jika torsio dapat didiagnosa secara dini dan dilakukan koreksi segera dalam 5-6 jam, maka akan memberikan prognosis yang baik dengan angka pertolongan terhadap testis hampir 100%. Setelah 6 jam terjadi torsio dan gangguan aliran darah, maka kemungkinan untuk dilakukan tindakan pembedahan juga meningkat.Namun, meskipun terjadi kurang dari 6 jam, torsio sudah dapat menimbulkan kehilangan fungsi dari testis. Setelah 18-24 jam biasanya sudah terjadi nekrosis dan indikasi untuk dilakukan orchi dectomy. Orchidopexy tidak memberikan jaminan untuk tidak timbul torsio di kemudian hari, meskipun tindakan ini dapat menurunkan kemungkinan timbulnya hal tersebut. Keterlambatan intervensi pembedahan akan memperburuk prognosis serta meningkatkan angka kejadian atrofitestis Indikator Medis : Kepustakaan : 1. Tanagho, Emil A. dan Jack W. McAninch. 2008. Smith’s General Urology 17th ed. Mc Graw Hill 2. Wein.dkk. 2007. Campbell-Walsh Urology, 9th ed. Saunders. An Imprint of Elsevier 3. Townsend. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed. Saunders, An Imprint of Elsevier 4. Bunicardi, F.Charles. dkk.2007. Schwartz's Principles of Surgery 8th edition. McGraw-Hill Companies 5. Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto : 2009 6. Sjamsuhidajat, R., De jong, wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC : 2005.
64
Penyakit Hirschprung Definisi: Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di pleksus myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s).1, Anamnesis : Diagnosis penyakit ini dapat dibut berdasarkan adanya konstipasi pada neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala ini biasanya 65
ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua maka akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari atau minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal. 4 Pemeriksaan Fisik : Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium padsa 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis. 1 Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis. 1 Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan pertama kehidupan. 2 66
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat. Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong.2 Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara penyakit hirschsprung dan enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan. 2 Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan perforasi. 2 Kriteria Diagnosis : -
Kriteria berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, di pertegas dengan pemeriksaan penunjang radiologi
Diagnosis : Penyakit Hirschprung Diagnosis Banding: 67
Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan dengan obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi: Obstruksi mekanik Meconium ileus Simple Complicated (with meconium cyst or peritonitis) Meconium plug syndrome Neonatal small left colon syndrome Malrotation with volvulus Incarcerated hernia Jejunoileal atresia Colonic atresia Intestinal duplication Intussusception NEC Obstruksi fungsional Sepsis Intracranial hemorrhage Hypothyroidism Maternal drug ingestion or addiction Adrenal hemorrhage Hypermagnesemia Hypokalemia Pemeriksaan penunjang : Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan: 1. Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung. 1 Segmen aganglion biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal 68
usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen , sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska. Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun. 6 2. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus. 1 3. Biopsy rectal merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit hirschprung. 1,4 Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan morbiditas 69
minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal. 1 Terapi : Terapi terbaik pada bayi dan anak dengan Hirschsprung tergantung dari diagnosis yang tepat dan penanganan yang cepat. Keputusan untuk melakukan Pulltrough ketika diagnosis ditegakkan tergantung dari kondisi anak dan respon dari terapi awal.. Decompresi kolon dengan pipa besar, diikuti dengan washout serial, dan meninggalkan kateter pada rektum harus dilakukan. Antibiotik spektrum luas diberikan, dan mengkoreksi hemodinamik dengan cairan intravena. Pada anak dengan keadaan yang buruk, perlu dilakukan colostomy Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini termasuk kolostomi pada neonatus, diikuti dengan operasi pull-through definitif setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan, untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan termasuk menentukan lokasi dari usus di mana zona transisi antara usus ganglionik dan aganglionik, reseksi bagian yang aganglionik dari usus dan melakukan anastomosis dari daerah ganglionik ke anus atau bantalan mukosa rektum. Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat dilakukan secara aman bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini mengikuti prinsip terapi yang sama seperti pada prosedur bertingkat melindungi pasien dari prosedur pembedahan tambahan. Banyak dokter bedah melakukan diseksi intra abdominal menggunakan laparoskop. Cara ini terutama banyak pada periode neonatus yang dapat menyediakan visualisasi pelvis yang baik. Pada anak-anak dengan distensi usus yang
signifikan
adalah
penting
untuk
dilakukannya
periode
dekompresi
menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-through. Pada anak70
anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi dilakukan dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum dilakukan prosedur pullthrough. Namun, harus ditekankan, tidak ada batas umur pada prosedur pull-through. Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung yang pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum aganglionik diseksi pada pelvis dan dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu dianastomosis ke anus melalui pendekatan perineal. Pada prosedur Duhamel, diseksi di luar rektum dibatasi terhadap ruang retrorektal dan kolon ganglionik dianastomosis secara posterior tepat di atas anus. Dinding anterior dari kolon ganglionik dan dinding posterior dari rektum aganglionik dianastomosis menggunakan stappler. Walaupun kedua prosedur ini sangat efektif, namun keterbatasannya adalah adanya kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang menempel pada rektum. Untuk mengatasi masalah ini, prosedur Soave menyertakan diseksi seluruhnya dari rektum. Mukosa rektum dipisahkan dari mukosa muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa melewati mukosa dan dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari bawah. Dalam banyak kasus, sangat penting untuk menentukan dimana terdapat usus yang ganglionik. Banyak ahli bedah mempercayai bahwa anastomosis dilakukan setidaknya 5 cm dari daerah yang sel ganglion terdeteksi. Dihindari dilakukannya pull-through pada zona transisi yang berhubungan dengan tingginya angka komplikasi karena tidak adekuatnya pengosongan segmen usus yang aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-through pada zona transisi akan membutuhkan reoperasi. Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit hirschsprung: · Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen kemudian dalakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy seromuskuler. · Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode: 1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum 71
2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler GIA kemudian dimasukkan melalui anus. 3. Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal aganglioner. Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi. 1 Edukasi : -
Menjelaskan perjalana penyakit, rencana tindakan, komplikasi yang dapat terjadi.
Prognosis : -
Ad vitam : dubia at bonam Ad sanationam : dubia at bonam Ad functionam : dubia at bonam
Indikator Medis : -
Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel.
Kepustakaan : 1. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in townsend sabiston textbook of surgery. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page 2113-2114 2. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in: Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. Page 453-468 3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in: Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. Mcgraw-Hill. New York. Page 14961498 4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In: Operative pediatric Surgery. Mcgraw-Hill. New York. Page 617-640
72
Ileus Obstruktif Definisi : Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada 2 macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut. 73
Anamnesis : Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Pemeriksaan Fisik : Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomendapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal. Kriteria Diagnosis : -
Berdasarkan kriteria anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas didukung dengan pemeriksaan penunjang radiologis.
Diagnosis : Ileus Obstruktif Diagnosis Banding : -
Ileus paralitik GEA Appendisitis akut Pankreatitis akut
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik. Leukosit normal atau sedikit meningkat , jika sudah tinggi kemungkinan sudah ter jadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit. Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi. 74
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain : 1. Ileus obstruksi letak tinggi : - Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction) dankolaps usus di bagian distal sumbatan. - Coil spring appearance - Herring bone appearance - Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign) 2. Ileus obstruksi letak rendah : - Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi - Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen - Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster sampai rectum. Terapi : Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit. 1. Persiapan Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif. 2. Operasi 75
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :-Strangulasi -Obstruksi
lengkap-Hernia
inkarserata-Tidak
ada
perbaikan
dengan
pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter). 3. Pasca Bedah Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik. Edukasi : -
Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikas yang dapat terjadi Pasien dipuasakan
Prognosis : -
Ad vitam : dubia at bonam Ad sanationam : dubia at bonam Ad functionam : dubia at bonam
Indikator Medis : -
Pasien diizinkan pulang menilai pada klinis pasien dengan lama perawatan minimal 3hari.
Kepustakaan : 1. Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta 1997.
76