POTRET INDUSTRI MEDIA MASSA DI INDONESIA DALAM KERANGKA ANALISIS EKONOMI MEDIA Aulia Dwi Nastiti | 0906561452
Program Studi Komunikasi Media
Departemen Ilmu Komunikasi
UNIVERSITAS INDONESIA | 2011
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
0
KERANGKA PEMIKIRAN
Merujuk pada Albarran (2002), ekonomi media didefinisikan sebagai suatu kajian yang mengkhususkan dirinya pada bagaimana industri media mengelola sumber-sumber daya yang terbatas (scarce ( scarce resources ) guna memproduksi content yang content yang didistribusikan di antara masyarakat konsumen sesuai dengan pemenuhan keinginan dan kebutuhan mereka. Dalam praktik, kajian ekonomi media mengaplikasikan tiga kerangka analisis yang bersifat resiprokal, yaitu market conduct - market structure - market performance. Ketiga kerangka analisis ini pada intinya terpusat pada penjelasan tentang bagaimana suatu satuan bisnis dalam industri media menyusun kebijakan harga, kebijakan produk, strategi pemasaran (market conduct ) sebagai respons terhadap struktur pasar ( market structure ) tertentu, yaitu kompetisi, konsentrasi dan pemusatan pasar, serta bagaimana kebijakan internal perusahaan dan kondisi eksternal pasar mempengaruhi kinerja organisasi media tersebut yang meliputi efisiensi, produktivitas, kualitas produk ( market performance ), ), yang pada akhirnya bisa mempengaruhi struktur pasar kembali. Market Structure
Market Conduct Conduct
Market Performance Performance
Gb.1. Bagan Kerangka Analisis Ekonomi Media
Market Structure
Menurut Lin dan Chi (2003), struktur pasar umumnya tergantung pada enam faktor yang meliputi konsentrasi produser atau penjual ( horizontal integration, ownership concentration, market concentration), integrasi vertikal (vertical ( vertical integration ), integration ), differensiasi produk (product ( product differentiated ), differentiated ), barriers to entry (natural barriers – artificial barriers ), ), struktur biaya (cost ( cost structure ). ). Sedangkan berdasarkan topologi analisis struktur pasar, dalam mengkaji struktur pasar media massa Indonesia, terdapat dua perangkat analisis yang harus diperhatikan, yaitu konsentrasi dan barriers to entry. Konsentrasi ini terdiri dari konsentrasi kepemilikan dan konsentrasi pasar. Dalam konsentrasi kepemilikan, yang patut diperhitungkan adalah integrasi kepemilikan horizontal ( horizontal integration integration ), ), integrasi antar media ( cross-media intergration ), intergration ), dan integrasi kepemilikan vertikal ( vertical intergration ). intergration ). Konsentrasi pasar ini meliputi konsentrasi pasar audiens dan konsentrasi pasar iklan.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
1
Sedangkan untuk barriers to entry terdiri dari penghalang natural yang meliputi natural barriers atau halangan keuangan dan artificial barriers atau halangan artifisial. Yang termasuk halangan natural ini adalah structural barriers dan financial barriers . barriers . Halangan struktural ini merupakan konsekuensi dari kondisi konsentrasi pasar, terutama akibat integrasi vertikal. Terdapat empat macam halangan yang termasuk dalam financial barriers. Pertama, absolute cost advantages for established firm atau pemanfaatan biaya mutlak. Contohnya pengurangan biaya peralatan, jaringan pemasaran. Kedua, product differentiation advantages for established firms atau pemanfaatan biaya differensiasi produk. Contohnya, pengurangan biaya promosi. Ketiga, economies of scale atau skala eknomi. Contohnya, pengurangan biaya dan harga per satuan produk. Keempat ialah cost structure atau struktur biaya, dengan contoh insentif kapital. Untuk halangan buatan atau artificial barriers, yang termasuk di dalamnya adalah halangan dari segi legal atau serangkaian regulasi dan halangan dari segi politis atau kebijakan pemerintahan. Berbagai komponen dalam menganalisis struktur pasar dapat diabstrakasi sebagai berikut Market Structure
Barriers to Entry
Concentrations
Concentration of Ownership
Market Concentration
Natural
Artificial
Horizontal Integration
Audience Concentration
Financial
Legal
Cross Media Integration
Advertiser Concentration
Structural
Political
Vertical Integration
Gb.1. Bagan Komponen Analisis Struktur Pasar
Pengukuran Struktur Pasar a. Konsentrasi Pasar Diukur dengan menggunakan Rasio Konsentrasi (CR4) atau jumlah market share empat pemain pasar terbesar. Determinan indikator pengukuran rasio konsentrasi ditunjukkan dalam tabel berikut. Indicator High concentration Moderate concentration Low concentration concentrati on
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
CR4 ≥ 50 % 33% ≤ X < 50%
< 33%
2
b. Persaingan pasar (berkaitan ( berkaitan dengan barriers to entry ) dalam rangka menentukan bentuk pasar, diukur dengan menggunakan Indeks Herfindahl (HI) atau jumlah perbandingan antara market share setiap perusahaan dengan jumlah pasar secara keseluruhan yang diperoleh dengan rumus:
2
=
=
Determinan karakteristik persaingan pasar dapat dilihat dalam tabel berikut. Nature of Market Structure Close to Perfect Competition Oligopoly Close to Oligopoly
Range of HI Intensity of Competition < 0.2 0.2 ≤ H ≤ 0.7 > 0.7
Fierce, depending on product differentiation Fierce or light, depending on the degree of collusion Usually light, unless threatened by entry
Kedua komponen pengukuran tersebut (CR4 dan HI) dapat diterapkan pada berbagai unit analisis. Misalnya berdasarkan audience share yang share yang mengacu pada jumlah audiens, serta ownership share atau kepemilikan serta ads revenue share dan ADEX (advertising expenditure ) atau jumlah pendapatan dan pembelanjaan iklan yang dihabiskan di media tersebut. Market Conduct
Market Conduct mengacu Conduct mengacu pada proses strategis yang diterapkan dalam internal organisasi media tersebut. Komponen yang termasuk dalam market conduct antara lain, pricing behavior (penentuan harga), harga) , product / marketing / promotion strategies (strategi pemasaran), pemasaran) , product research and innovation (riset dan inovasi produk) , plant investment (penanaman investasi), investasi) , juga legal tactics (taktik legal). legal) . Dalam menganalisis market conduct dalam kajian ekonomi media , salah satu unit analisis penting yang digunakan ialah CPM (cost ( cost per miles ) sebagai indikator sukses strategi media menarik pengiklan. Market Performance
Market performance mengacu pada proses yang berkaitan dengan efisiensi dalam rangka mencapai kondisi perusahaan yang optimal. Kerangka analisis market performance meliputi berbagai komponen berikut, yaitu production efficiency (efisiensi produksi), allocative efficiency (efisiensi alokasi biaya), technological progress (perkembangan teknologi), full employment (operasional employment (operasional tenaga kerja), dan equity (permodalan). equity (permodalan). Berdasarkan kerangka analisis ekonomi media yang telah dijabarkan di atas, dapat dilakukan sebuah kajian terhadap masing-masing industri media massa di Indonesia, yang akan dipaparkan pada bagian-bagian selanjutnya.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
3
INDUSTRI SURAT KABAR
Industri surat kabar di Indonesia merupakan industri yang peka terhadap dinamika struktur pasar. Pemahaman ini diperoleh dari adanya perubahan mencolok pada peta industri surat kabar akibat pengaruh perubahan rezim politik dari Orde Baru ke Reformasi. Sebagai sebuah industri media massa yang diawasi secara ketat pada masa Orde Baru, pers Indonesia serasa menemukan angin segar kebebasan ketika masa reformasi. Kebebasan tersebut terwujud dari adanya serangkaian regulasi yang membebaskan berdirinya media cetak tanpa perlu mendapatkan SIUP (Surat Izin Usaha Penerbitan). Dari perspektif ekonomi media, liberalisasi surat kabar ini berarti sebagai hilangnya barrier to entry utama entry utama yang menghalangi pendirian suatu media cetak. Oleh karena itu, semenjak reformasi tahun 1998, ratusan surat kabar baru muncul. Jika pada tahun 1997 tercatat 167 surat kabar, pada tahun 2008 jumlah ini berkembang pesat menjadi 515 surat kabar. Atau dengan kata lain, terjadi kenaikan sebesar 208% dari segi jumlah pemain pasar. Namun, lain lagi jika bicara mengenai audience share atau dalam terminologi media cetak disebut readership. Meskipun jumlah pemain pasar atau produsen naik signifikan, jumlah konsumen atau pembaca surat kabar dari tahun 1998 ke 2008 justru mengalami penurunan 2,6% sebanyak 300 ribu orang. Berikut disajikan data detail mengenai readership share surat share surat kabar di Indonesia pada tahun 1997 dan 2007. Data Readership Surat Readership Surat Kabar Nasional Tahun 1997 dan 2007 (dalam ribu) Tahun 1997 No Surat Kabar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
Pos Kota Kompas Jawa Pos Suara Pembaruan Pikiran Rakyat Media Indonesia Republika Suara Merdeka Memorandum Fajar Surya Waspada
Tahun 2007 Jumlah
Share
2930 2028 799 793 754 445 313 310 291 265 243 150 9321
0.31 0.22 0.09 0.09 0.08 0.05 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 1.00
No
Surat Kabar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kompas Jawa Pos Pos Kota Top Skor Berita Kota Warta Kota Kedaulatan Rakyat Lampu Merah Seputar S eputar Indonesia Pikiran Rakyat Media Indonesia Radar Bogor
Total
Jumlah
Share
1611 1481 1205 745 683 567 561 559 498 404 392 372
0.18 0.16 0.13 0.08 0.08 0.06 0.06 0.06 0.05 0.04 0.04 0.04
9078
1.00
Sumber: AGB Nielsen
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
4
Berdasarkan data tersebut , dapat diketahui bahwa jumlah pembaca surat kabar di Indonesia justru menurun 2,6% dari 9,3 juta di tahun 1997 menjadi sekitar 9 juta di tahun 1997. Oleh karena itu, secara real, kondisi pasar surat kabar di Indonesia kini mengalami penurunan jumlah, tetapi diiringi peningkatan pemain pasar ( sellers up, buyers down ). down ). Penurunan ini merupakan konsekuensi dari perkembangan media baru. Berkembangnya teknologi kini turut membawa berbagai alternatif media baru. Tak dapat dipungkiri, masyarakat kini meletakkan preferensinya pada media online yang lebih cepat, praktis, mudah, dan murah. Meskipun banyak terdapat pemain baru, dari segi product differentatiation, tidak banyak terjadi perubahan nama-nama surat kabar yang menguasai pasar nasional. Kompas, Pos Kota, dan Jawa Pos tetap ada di posisi 3 besar. Pemain baru yang cukup mencuri perhatian ialah Top Skor. Di tahun 1997, nama Top Skor, tak masuk ke jajaran 10 besar, tetapi di tahun 2007 Top Skor menggantikan Suara Pembaruan di posisi keempat. Menariknya, Suara pembaruan justru tak ada dalam daftar 10 teratas di tahun 2007. Meskipun demikian, liberalisasi surat kabar tetap memunculkan nama-nama media yang potensial, antara lain Top Skor, Berita Kota, Warta Kota, dan Seputar Indonesia. Jika dilihat dari segi readership share, industri surat kabar nasional dalam kurun waktu 1997-2007 menunjukkan kecenderungan menurunnya share koran-koran share koran-koran besar. Pos Kota yang awalnya merebut 31% pasar mengalami penurunan paling drastis menjadi 13%. Kompas mengalami penurunan sebesar 4% dari awalnya 22% menjadi 18%. Pikiran Rakyat menurun dari 8% menjadi 4%. Yang harus menjadi perhatian adalah Jawa Pos yang justru mengalami kenaikan share pembaca sebesar 7%. Peningkatan share Jawa Pos ini erat kaitannya dengan ekspansi jaringan Jawa Pos yang memperluas jangkauan koran lokalnya (suplemen Radar dearah) seiring dengan kemudahan mendirikan media dan peningkatan efisiensi dalam tubuh internal organisasi media Jawa Pos. Selain itu, Top Skor juga cukup fenomenal. Sebagai surat kabar baru, Top Skor langsung mampu merebut pembaca sebesar 8% di tahun 2007. Keberhasilan Top Skor ini diasumsikan akibat genre yang diambilnya. Dengan genre koran olahraga, Top Skor mampu membidik target pasar yang spesifik, yaitu para penikmat olahraga. Dinamika readership share ini menarik untuk menjadi dasar analisis struktur pasar surat kabar nasional, terutama dari segi tingkat persaingan dan konsentrasi pasar. Dengan menggunakan perhitungan rasio konsentrasi empat pemain terbesar (CR4) untuk menunjukkan konsentrasi pasar dan indeks Herfindahl untuk menunjukkan struktur persaingan, maka diperoleh grafik yang menunjukkan perkembangan struktur pasar surat kabar nasional sebagai berikut.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
5
Konsentrasi Pasar
Grafik di samping menunjukkan bahwa konsentrasi pasar surat kabar nasional di tahun 1997 adalah sebesar 70%. Berdasarkan indikator Albarran (1996), angka konsentrasi ≥50% merepresentasikan tingkat konsentrasi pasar yang tinggi. Artinya, di tahun 1997, pasar surat kabar nasional masih sangat terpusat di beberapa pemain tertentu. Di tahun 2007, angka konsentrasi pasar surat kabar nasional turun menjadi 51%. Artinya, selama kurun waktu 1 dasawarsa dari tahun 19972007, industri surat kabar nasional mulai bergerak merata. Menurunnya rasio ini merupakan implikasi menurunnya share koran-koran besar yang menguasai pasar surat kabar. Meskipun empat pemain terbesar (CR4) masih sama, penurunan rasio konsentrasi sebesar 19% menunjukkan bahwa „kue readership’ mulai terdistribusi secara lebih merata
Newspaper Market Concentration
o i t a R n o i t a r t n e c n o C
80%
70% 51%
60% 40% 20% 0% 1997
2007
Persaingan Pasar
Dipandang dari karakteristik struktur persaingan pasar yang dikur melalui indeks Herfindahl, hasil yang terekam dalam grafik di samping menunjukkan angka di bawah 0,2. Menurut indikator yang dikemukakan Albarran (1996), angka indeks H <0,2 berarti struktur pasar persaingan sempurna. Oleh karena itu, indeks H pada grafik di samping menjelaskan bahwa struktur industri surat kabar nasional menujukkan kecenderungan karakterisktik pasar persaingan sempurna, baik di tahun 1997 maupun 2007.
Newspaper Market Competitiveness 0.2 x e d n I l h a d n i f r e H
0.18
0.15
0.11
0.1 0.05 0 1997
2007
Meskipun demikian, tetap terjadi perubahan selama 10 tahun berjalan, yaitu penurunan indeks H sebesar 0,7 dari 0.18 menjadi 0,11. Penurunan indeks H ini menunjukkan bahwa pasar telah bergerak ke arah yang lebih bebas. Artinya, persaingan dalam industri surat kabar nasional di tahun 2007 menjadi lebih ketat dan terbuka. Meningkatnya persaingan ini disebabkan oleh menigkatnya jumlah pemain di pasar sebagai konsekuensi hilangnya barrier to entry politis, sedangkan di sisi lain, jumlah konsumen surat kabar nasional secara keseluruhan menurun. Akibatnya, ruang yang tersisa bagi masing-masing surat kabar menjadi lebih sempit dan setiap surat kabar lebih berlomba-lomba mencapai pembacanya.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
6
Oplah Penjualan Surat Kabar di Indonesia
Sejalan dengan kecenderungan menurunnya readership share korankoran besar sebelum dan setelah reformasi, berdasarkan grafik di samping dapat diketahui bahwa oplah penjualan surat kabar besar cenderung mengalami penurunan dari ketika sebelum reformasi (1998) dan setelah reformasi (2008). Koran yang mengalami penurunan oplah paling signifikan adalah Pos Kota yang turun 150%. Pengecualian terjadi pada Media Indonesia dan Pikiran Rakyat yang justru mengalami kenaikan oplah, meskipun tak signifikan.
Kompas Pos Kota Jawa Pos Media
…
Pikiran
…
Kedaulatan
…
Seputar
…
Warta Kota
1998
Top Skor
2008
Berita Kota Lampu
…
0
200
400
600
Grafik di atas juga menunjukkan bahwa liberalisasi industri surat kabar Indonesia memiliki dampak positif terhadap pengembangan koran-koran baru. Terbukti dari beberapa namanama koran yang, meskipun baru, oplah penjualannya patut diperhitungkan karena hampir menyamai koran-koran yang telah berkiprah sejak lama. Contohnya, Seputar Indonesia yang mampu menembus angka 385.000 eksemplar secara nasional. Dipandang dari advertising expenditure share berbagai media di Indonesia, indutri koran di Indonesia merupakan satu-saunya media yang nilai share iklannya share iklannya mengalami pergerakan progresif secara konsisten dari tahun ke tahun selama 2005-2010. Fenomena ini enarik jika dihadapkan dengan menurunnya pasar pembaca surat kabar di Indonesia dan kecenderungan menurunnya oplah koran-koran besar di Indonesia. Kenaikan share iklan share iklan koran ini terjadi sebagai konsekuensi dari nilai pembelanjaan iklan di Indonesia secara real juga cenderung meningkat setiap tahunnya juga diimbangi dengan meningkatnya sirkulasi koran di Indonesia akibat munculnya banyak koran-koran baru. Beradasarkan analisis kondisi yang telah dilakukan, dapat diperoleh pemahaman bahwa masalah utama pada industri surat kabar nasional adalah struktur pasar, terutama dalam hal barrier to entry serta market share. Hilangnya barrier to entry merupakan faktor determinan tumbuhnya industri surat kabar meski di sisi lain pasar surat kabar mengalami penurunan sebagai dampak dari perkembangan teknologi media baru.
Advertising Expenditure Share by Type of Media (%) MEDIA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Television
63,7
63,9
61,3
59,0
58,5
58,8
Newspaper
26,9
27,9
31,2
33,8
34,7
34,9
Magazine
3,2
2,8
2,7
2,7
2,5
2,3
Tabloid
1,4
1,2
1,2
1,3
1,2
1,1
Radio
1,9
1,6
1,4
1,3
1,2
1,1
Outdoor
2,8
2,6
2,2
2,0
1,9
1,8
TOTAL
Source : Media Scene, 2008-2009
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
7
INDUSTRI RADIO
Berdasarkan data dari Deparpostel pada tahun 2008, jumlah lembaga penyiaran radio di seluruh Indonesia ialah 1.642 stasiun. Dari Dari jumlah tersebut, radio yang menyandang Ijin Stasiun Radio (ISR) hanya 819 stasiun. Organisasi radio di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu jaringan radio swasta dan jaringan radio komunitas. Jaringan radio swasta bergerak untuk kepentingan komersial. Sedangkan jaringan radio komunitas biasanya didirikan oleh suatu komunitas dengan basis kawasan, isu, atau ketertarikan. Dalam perspektif ekonomi media, industri radio dipandang sebagai industri media yang memiliki karakteristik khas dalam hal audience. Audiens radio terbatas di ruang wilayah tertentu sebagai konsekuensi keterbatasan jangkauan jaringannya. Oleh karena itu, analisis ekonomi industri radio pun juga dilakukan berdsarakan skala lokal. Dalam kajian kali ini, analisis radio dibatasi pada empat kota dengan pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia, yaitu Jakarta, Medan, Makassar, dan Surabaya. Berikut disajikan data audience share radio share radio di masing-masing kota tersebut. Radio Audience Share in Jakarta (%) Radio GEN FM BENS DANGDUT TPI MEGASWARA ELGANGGA ELSHINTA I-RADIO POP FM RKM LESMANA CR4
Radio Audience Share in Medan (%)
2005
2006
2007
2008
2009
Radio
2005
2006
2007
2008
2009
N/A 18,3 N/A 6,6 9,7 7,9 9,7 N/A 8,0 0,9 45,7
N/A 20,9 N/A 11,6 6,8 7,1 9,5 12,7 10,7 1,7 55,9
N/A 16,7 13,8 10,6 6,3 9,3 6,2 10,0 8,4 4,0 51,1
13,0 13,7 14,5 7,8 5,9 7,8 6,2 7,6 9,1 5,4 50,3
12,8 11,6 9,9 8,7 7,0 8,0 5,0 4,9 3,7 3,2 43
MOST FM
16,0
21,6
24,7
14,2
18,4
SIMPONI
22,0
18,9
19,9
14,0
14,7
SIKAMONI
19,0
16,4
16,1
11,9
14,2
DANGDUT TPI
8,9
13,9
11,8
8,9
13,1
SUARA MEDAN
12,1
12,8
16,5
13,0
11,7
KARDOPA
8,8
12,7
12,7
14,6
11,4
KISS
19,4
11,6
14,9
10,2
10,4
RRI PRO2
8,6
12,0
16,7
14,0
8,9
CITRA
13,4
13,0
17,5
9,4
8,2
CR4
76,4
70,8
78,8
56,8
60,4
Radio Audience Share in Makassar (%)
Radio Audience Share in Surabaya (%)
Radio
2005
2006
2007
2008
2009
GAMASI VENUS
42,9 26,0
43,6 33,4
39,7 29,8
28,7 20,5
35,2 30,6
TELSTAR
30,8
21,8
27,4
18,3
21,0
MADAMA SONATA
14,5 20,1
17,9 19,1
16,6 14,6
13,5 9,9
19,9 15,3
PRAMBORS
17,4
14,6
13,4
9,9
GAMA
4,8
13,5
10,6
MAKASAR FM
N/A
N/A
FAJAR SPFM
0,0 14,4
CR4
119,8
Radio SUARA GIRI WIJAYA FM ELVICTOR
2005
2006
2007
2008
2009
43,0 34,4 7,0
37,0 30,8 7,0
27,8 26,3 9,5
22,3 22,4 9,2
21,9 15,1 9,4
EBS FM
6,5
8,7
13,7
10,4
8,5
SUZANA
15,6
15,8
13,1
7,4
8,4
14,2
MERDEKA
13,9
16,4
13,9
11,2
8,1
10,4
11,6
MTBFM
10,5
10,2
10,0
10,1
8,1
N/A
8,1
11,6
MEDIA FM
7,9
9,2
5,9
11,0
7,8
7,2 7,2
5,7 10,3
6,0 3,3
9,4 6,6
N/A
N/A
N/A
8,8
7,3
117,9
113,5
81
106,7
M RADIO SUARA SBY CR4
11,0
9,6
8,4
8,2
6,6
106,9
100
81,7
66,9
54,9
Source : Nielsen – Wave 4, 2005-2009
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
8
Jakarta – Dari tabel tersebut, dapat dilihat industri radio di Jakarta merupakan industri media yang cukup dinamis dalam hal komposisi nama-nama pemain. Selama kurun waktu 2004-2009, banyak pemain yang bergantian menempati posisi empat teratas. Di antara berbagai radio tersebut, yang paling konsisten merebut pasar cukup tinggi adalah Radio Bens. Selama lima tahun berturut-turut, Bens selalu memperoleh tempat di kalangan emapt besar, bahkan menjadi nomor satu di tahun 2005-2007. Perubahan terjadi pada tahun 2008 saat Gen FM memasuki pasar radio. Gen yang baru saja berdiri di tahun 2008, langsung menembus posisi nomor 3 dan naik menjadi nomor 1 di tahun 2009. Nama lain yang cukup konsisten adalah radio Dangdut TPI, Megaswara, Pop FM, dan RKM. Medan – Untuk Kota Medan, melalui tabel tersebut, dapat diketahui bahwa dari kurun waktu 2004-2009, nama-nama radio di Medan relatif tetap dan tidak banyak mengalami perubahan. Meskipun demikian, audience share pada setiap radio di Medan sangat dinamis dan cenderung mudah mengalami kenaikan dan penurunan, begitu pula dengan tingkat konsentrasi pasarnya secara keseluruhan. Meskipun demikian, industri radio di Medan masih terpusat pada beberapa pemain tertentu. Dua pemain utama di Medan ialah Most FM dan Radio Simfoni yang selalu menduduki empat besar perolehan pendengar. Selain kedua redio tersebut, juga terdapat radio lain yang juga memiliki cukup banyak pendengar, yaitu Sikamoni, Radio Dangdut TPI, Kardopa, KISS FM, dan RRI PRO2. Makassar – Lain halnya dengan Medan dan Jakarta, industri radio di Makassar jutsru tak banyak perubahan, baik dari segi audience share per radio, maupun nama-nama pemain di pasar. Hal ini terjadi karena pilihan pendengar tampaknya telah menetap pada tiga pemain utama. Radio yang paling menonjol adalah Radio Gamasi yang selama 5 tahun dari 2004-2009 konsisten memperoleh paling banyak pendengar. Selanjutnya terdapat Venus dan Telstar yang selalu bergantian menempati posisi kedua dan ketiga. Selain ketiga radio tersebut, ada juga radio Madama dan Sonata yang juga sering menempati posisi keempat. Adanya beberapa nama lama yang telah melekat erat ini menyebabkan tak banyak nama-nama baru muncul di peta industri radio Makassar. Meskipun demikian, Makassar FM cukup berpotensi karena baru muncul pada tahun 2008 dan langsung sukses merebut 8% pendengar, bahkan progresif menjadi 11,6% di tahun 2009. Surabaya - Di industri radio Surabaya, dari segi pemain pasar, terdapat dua radio yang secara konsisten memperoleh pendengar yang paling banyak, yaitu Suara Giri dan Wijaya FM. Kedua radio tersebut memiliki tingkat audience share yang tertinggi dan cukup jauh jika dibandingkan dengan Radio Merdeka dan Radio Suzana yang menempati tempat ketiga dan keempat. Hal paling mencolok yang terjadi dalam industri radio Surabaya selama tahun 2004-2009 ialah terjadinya penurunan tingkat konsentrasi yang cukup secara gradual dengan tingkat penurunan yang cukup siginifikan. Hal ini disebabkan karena menurunnya audiende share radio-radio besar di Surabaya. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun selama 2004-2009, pasar audience share radio di Surabaya terdistribusi lebih merata secara konsisten.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
9
Berdasarkan keempat tabel audience share di setiap kota di atas, dapat digambarkan bagaimana perbandingan rasio konsentrasi pasar dan tingkat persaingan di tiap kota. Radio Market Competitiveness Competitiveness
Radio Market Mar ket Concentration 150%
0.50
o i t a R n 100% o i t a r t n e 50% c n o C
l h0.40 a d n i f 0.30 r e H0.20 s k e0.10 d n I
Jakarta Medan Makassar Surabaya
0%
0.00 2005
2006
2007
2008
2009
2005
2006
2007
2008
2009
Persaingan Pasar
Konsentrasi Pasar
Untuk menganalisis tingkat persaingan industri radio, digunakan unit analisis pembelanjaan iklan radio. Industri radio yang memiliki tingkat persaingan tertinggi ditunjukkan oleh pasar Jakarta (Indeks H paling rendah). Intensitas persaingan berikutnya secara urut ditempati oleh Medan dan Surabaya, serta Makasssar.
Dalam pengukuran konsentrasi, unit analisis yang digunakan ialah audience share . Dari keempat kota, rasio konsentrasi yang paling tinggi ditunjukkan Kota Makassar (CR4 tertinggi), dan diikuti oleh Surabaya, Medan, dan Jakarta di tempat terakhir.
Selama 2004-2009, tingkat konsentrasi di Hal tersebut dapat dilihat dari indeks H dalam pasar Makassar selalu melebihi 100% pasar Jakarta yang selalu berada di bawah 0,2 kecuali di tahun 2008. Hal ini berarti, selama dari tahun 2005-2009. Artinya, industri industri radio di Makassar masih sangat radio di Jakarta memiliki karakteristik pasar terpusat pada beberapa nama pemain persaingan sempurna. Tingkat persaingan di tertentu. Perubahan cukup mencolok terjadi pasar Jakarta selama lima tahun juga dari 2007 ke 2008 di pasar Makassar dan cenderung menunjukkan stabilitas. Persaingan Surabaya yang mengalami penurunan CR persaingan paling ketat terjadi pada tahun secara gradual cukup signifikan. Hal ini 2009. Hal ini akibat nama-nama baru yang berarti dari tahun 2007 ke 2008, pasar di muncul pada tahun 2008 telah lebih matang. kedua kota tersebut bergerak lebih merata. Berbeda dari Jakarta, industri radio di Medan, Makassar, dan Surabaya, menunjukkan karakteristik pasar oligopoli (0,2 < HI < 0,7). Selain itu, di ketiga kota tersebut, tingkat persaingan industri radio dari tahun ke tahun selama 2004-2009 bergerak lebih dinamis. Perkembangan paling dinamis ditunjukkan oleh pasar di Medan dan Makassar.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
Kadar high concentration ditunjukkan oleh pasar Makassar, Medan, dan Surabaya. Hal yang berbeda ditunjukkan pasar Jakarta. Dengan CR berkisar antara 45%-55%, ratarata konsentrasi pasar di Jakarta selama 2004-2009 berada pada tingkat moderate. Artinya, industri radio di Jakarta memiliki distribusi pasar yang paling merata.
10
Berikut merupakan data yang menggambarkan kondisi pasar periklanan dalam industri radio di Indonesia. Advertising Expenditure Share by Type of Media (%) MEDIA
650
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Television
63,7
63,9
61,3
59,0
58,5
58,8
Newspaper
26,9
27,9
31,2
33,8
34,7
34,9
Magazine
3,2
2,8
2,7
2,7
2,5
2,3
Tabloid
1,4
1,2
1,2
1,3
1,2
1,1
Radio
1,9
1,6
1,4
1,3
1,2
1,1
Outdoor
2,8
2,6
2,2
2,0
1,9
1,8
TOTAL
Source : Media Scene, 2008-2009
Advertising Expenditure Radio (Rp million)
600
622
593 550 500
559 537
527
535
450 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Dari segi pasar periklanan atau advertising market, radio memiliki nilai pembelanjaan iklan (adversiting expenditure – ADEX ) paling kecil dibanding jenis media lainnya. Radio hanya memiliki nilai ADEX yang lebih besar dibanding iklan outdoor atau iklan pada reklame, baliho, dan media periklanan di ruang terbuka lainnya. Data pada tabel ADEX Share juga Share juga menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun selama 2005-2010, nilai iklan yang dibelanjakan di radio semakin mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Meskipun secara proporsional share iklan radio mengalami penurunan, nilai iklan radio secara real dari real dari kurun waktu 2005-2010 justru menunjukkan tren peningkatan (lihat grafik). Hal ini disebabkan oleh kecilnya rate card radio dan minimnya peningkatan jumlah pendengar radio (tidak sebanding dengan televisi dan koran) sementara nilai real seluruh iklan yang dibelanjakan di media mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 2005-2010. Walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 2005 ke 2006, nilai iklan yang dibelanjakan di radio terus meningkat sampai di tahun 2010. Secara keseluruhan selama lima tahun, pendapatan iklan radio mengalami peningkatan sebesar 15,8%. Berdasarkan nilai rate card atau harga periklanan radio, dapat diukur CPM ( cost per mile ) pada masing-masing radio. CPM menunjukkan efektivitas dan efisiensi biaya yang dikeluarkan pengiklan iklan di tiap-tiap stasiun radio. Angka CPM diperoleh dari perbandingan antara rate card dengan jumlah pendengar masing-masing radio. Secara umum, semakin rendah nilai CPM, semakin efisien pula iklan di radio tersebut. Meskipun demikian, perlu diperhitungkan nilai real rate card dan card dan jumlah pendengar radio tersebut. Perhitungan advertising expenditure yang menggambarkan market conduct industri radio di keempat kota menunjukkan bahwa CPM radio tidak dapat dihitung secara nasional karena sifat audiens lokal, juga dikarenakan adanya UU Penyiaran yang mengatur frekuensi siaran tiap-tiap stasiun radio di masing-masing kota. Dengan demikian, kajian karakteristik pasar radio berdasarkan kerangka analisis ekonomi media hanya dapat diimplementasikan dalam lingkup lokal.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
11
INDUSTRI TELEVISI
Pasar televisi dan iklan Indonesia merupakan pasar yang sangat kompleks dan dipenuhi dengan persaingan. Persaingan dalam industri televisi Indonesia menjadi semakin ketat setelah adanya horizontal integration atau integrasi antar stasiun televisi. Integrasi horizontal ini dilakukan dengan cara mengakuisisi sebagian besar saham di suatu stasiun televisi sehingga mengubah struktur kepemilikan di dalamnya. Dalam hal barriers to entry, industri televisi merupakan pasar yang sarat dengan halangan natural, terutama akibat halangan finansial dan kepemilikan. Diperlukan modal finansial yang besar untuk memulai pendirian stasiun TV dikarenakan biaya investasi, infrastruktur, dan operasional yang sangat besar. Selain itu, struktur kepemilikan yang didominasi pemain-pemain lama yang telah cukup besar menyebabkan pemain baru harus memiliki mental bersaing yang sangat besar jika ingin memasuki pasar ini. Oleh karena itulah, TV komunitas dan TV lokal, meskipun secara kuantitas telah cukup banyak, masih belum dapat diperhitungkan dalam menganalisis industri televisi dalam skala nasional. Sedangkan untuk artificial barriers, regulasi dalam bidang penyiaran merupakan halangan yang cukup berat untuk masuk ke dalam industri media massa yang terbesar ini. Terkait dengan struktur kepemilikan, regulasi dalam bidang penyiaran yang tertuang dalam UU No.32 Tahun 2002 mengatur bahwa kepemilikan saham asing dalam media penyiaran di Indonesia dibatasi maksimal 20%. Selain itu, terkait dengan konten, atau produk siaran, UU Penyiaran juga mengatur sistem pertelevisian Indonesia dalam bentuk berjaringan secara lokal. Akan tetapi, pada realitanya, kondisi tersebut belum diimplementasikan oleh stasiun televisi nasional karena adanya konsentrasi modal di pusat. Pembiayaan dan pendirian stasiun TV lokal baru yang mahal membuat stasiun TV nasional menggandeng stasiun TV lokal yang telah ada menjadi bagian dalam TV nasional tersebut. Audience Share Televisi di Indonesia (%) No
Televisi Televisi
2008
2009
1.
RCTI
16.5
17.6
2.
SCTV
19.2
16.1
3.
Trans TV
13.8
14.8
4.
Indosiar
16.3
14.1
5.
TPI
10.6
9.0
6.
Trans 7
6.1
8.7
7.
Global
5.7
6.4
8.
ANTV
5.7
5.8
9.
TV One
4.2
5.3
10.
Metro
1.8
2.2
11.
TVRI
0.8
0.6
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
Kondisi market structure industri televisi di Indonesia dapat dikaji berdasarkan tabel share penonton di samping. dapat diketahui sebelas stasiun televisi yang merupakan TV nasional yang utama. Data tersebut memperilhatkan bahwa banyak televisi yang mengalami kenaikan jumlah penonton, tetapi banyak pula yang mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan audience share memiliki pergerakan yang dinamis. Meskipun demikian, terdapat empat stasiun TV besar yang konsisten menguasai pasar, selama 2008-2009, yaitu RCTI, SCTV, Trans TV dan Indosiar.
12
TV Market M arket Competitiveness 0.134 x e d n I l h a d n i f r e H
TV Market M arket Concentration 67.0%
0.133
0.132
o i t a R
0.13 0.128 0.126
0.125
0.124 0.122 0.12
n o i t a r t n e c n o C
66.0%
65.8%
65.0% 64.0%
62.6%
63.0% 62.0% 61.0%
2008
2009
2008
2009
Tingkat Persaingan
Konsentrasi Pasar
Berdasarkan perhitungan indeks Herfindahl yang diperoleh dari audience share, dapat diketahui bahwa industri televisi Indonesia mengarah ke struktur pasar persaingan sempurna (close ( close to perfect competition ). competition ). Hal ini terbukti dari indeks H pasar televisi yang selama dua tahun berada di bawah 0.2.
Perhitungan konsentrasi pasar dilakukan berdasarkan tingkat audience share pada empat stasiun televisi terbesar. Dengan rasio konsentrasi lebih dari 50%, grafik di atas menunjukkan bahwa pasar televisi di Indonesia memiliki tingkat konsentrasi tinggi.
Karakteristik pasar ini merupakan sebuah kondisi yang unik jika dihadapkan pada tingkat kesulitan menembus pasar televisi nasional. Secara konseptual, pasar persaingan sempurna memiliki karakteristik bahwa produsen dan konsumen bebas keluar-masuk pasar Akan tetapi kebebasan ini tidak ditemui dalam pasar televisi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya barriers to entry yang cukup ketat baik dari segi natural maupun artifisial.
Tingginya tingkat konsentrasi ini diakibatkan oleh adanya empat stasiun TV yang selama dua tahun konsisten menguasai pasar dengan tingkat share yang cukup tinggi, yaitu RCTI, SCTV, Trans TV, dan Indosiar. Dari tahun 2008 ke 2009, konsentrasi pasar televisi di Indonesia mengalami penurunan meskipun tidak signifikan. Penurunan ini menunjukkan adanya pemerataan penonton dalam pasar televisi Indonesia yang ditandai dengan menipisnya margin audience share antar stasiun televisi.
Dalam industri televisi nasional juga dikenal terjadinya horizontal integration seperti MNC Group (RCTI, MNC TV, Global TV), Bakrie Group (TV One dan ANTV), serta TransCorp (TransTV dan Trans7). Oleh karena itu, jika dikaji dari struktur kepemilikan, maka karakteristik pasar TV di Indonesia lebih mengarah ke oligopoli.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
Dalam hal struktur biaya, pasar televisi Indonesia tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan karena differensiasi biaya hanya bermain di tingkat efisiensi saja. Sedangkan untuk barriers to entry, lebih terfokus pada ownership (integration ) integration ) dan finansial (kemapanan pemain lama).
13
Setiap stasiun televisi memiliki strategi masing-masing untuk menarik pengiklan. Terjadi penaikan advertising expenditure dalam pasar televisi Indonesia namun tetap terkonsentrasi pada 4 pemain utama. Advertising Expenditure Share by Type of Media (%) No.
Media
2008
2009 X (jt) 29.887
(%) 58,5
No.
Stasiun Televisi
2008
2009
1.
SCTV
14.3
12.6
2.
RCTI
13.8
13.5
3.
Trans
12.4
13.1
4.
TPI
11.4
10.7
5.
Global
9.9
9.3
6.
Trans 7
9.6
9.9
7.
Indosiar
9.1
9.2
1
TV
X (jt) 26.241
2
Newspaper
15,032
33,8
17.747
34,7
3
Magazine
1,223
2,7
1.292
2,5
4
Tabloid
562
1,3
609
1,2
5
Radio
559
1,3
593
1,2
8.
ANTV
6.9
8.6
6
Outdoor
875
2,0
954
1,9
9.
TV One
5.8
6.7
10.
Metro
4.5
4.1
44.491
100
51.081
100
11.
TVRI
0.4
0.3
TOTAL ADEX
(%) 59
Advertising Expenditure Share TV (%)
Source : Media Scene, 2008-2009
Source : Media Scene, 2008-2009
Angka pemasukan iklan untuk berbagai media akan terus meningkat. Peningkatan angka pemasukan iklan di media televisi karena akses yang dimiliki media televisi terhadap market. Coverage media televisi mencakup National Wide. Kenaikan angka pemasukan iklan pada periode 2008-2009 adalah sebesar 14,8%. Jika dikaji berdasarkan setiap unit stasiun TV, pasar iklan televisi Indonesia Indonesia mengarah pada Pasar Persaingan Sempurna ( close to perfect competititon ) competititon ) dengan pembeli utama (main buyer ) dari perusahaan telekomunikasi, pemerintah dan iklan politik, korporasi, rokok, dan kendaraan bermotor. Stasiun televisi utama yang menjadi media primadona bagi para pengiklan adalah: RCTI, Trans TV, SCTV dan TPI. Kenaikan angka pemasukan iklan media televisi pada periode 2008-2009 sebesar 13,8%. Jika dicermati secara berkelompok berdasarkan konglomerasi yang terjadi, maka sebenarnya pasar iklan di Indonesia mengarah pada pasar oligopoli yang hanya terdiri dari 5 pemain utama. Peringkat pertama dari segi pemasukan iklan diduduki oleh MNC Group yang membawahi RCTI, Global TV, dan MNC TV, diikuti dengan Surya Citra Media Group (SCTV dan Indosiar), Trans Corp dengan TransTV dan Trans7, serta Bakrie Group (ANTV dan TVOne) dan terakhir Media Group. Akan tetapi, kecenderungan oligopoli ini tidak dapat dibuktikan karena setiap stasiun televisi didirikan atas nama perusahaan yang berbeda-beda meskipun jika ditelusuri struktur kepemiilikan sahamnya, media-media tersebut bernaung dalam grup perusahaan yang sama.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
14
Berdasarkan harga slot iklan ( cost of advertisement ), advertisement ), dapat diukur CPM (cost ( cost per mile ) pada masing-masing stasiun televisi. CPM menunjukkan efektivitas dan efisiensi biaya yang dikeluarkan pengiklan untuk beriklan selama satuan waktu di masing-masing stasiun TV. Angka CPM diperoleh dari biaya slot iklan dibagi dengan jumlah penonton masingmasing stasiun TV. Secara umum, semakin rendah nilai CPM, semakin efisien pula iklan di stasiun TV tersebut. Grafik CPM Satasiun TV di Indonesia 2008-2009 (Rp juta)
Berdasarkan grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan jumlah audience yang relatif tetap, CPM TV swasta di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan setiap tahun karena belanja iklan di televisi menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa dua stasiun TV yang mengalami perubahan CPM cukup signifikan adalah ANTV dan Metro TV. Untuk ANTV, CPM dari tahun 2008 ke 2009 mengalami peningkatan drastis karena pemasukan iklan di tahun 2009 naik 42,5% dari Rp1.803.291 juta (2008) menjadi Rp2.569.466 juta (2009). Sedangkan grafik CPM Metro TV meningkat tajam karena walaupun pemasukan iklannya meningkat, tapi audience size nya rendah, bahkan paling rendah di antara stasiun lainnya. Dalam hal market performance, industri televisi di Indonesia menunjukkan keragaman dalam hal operasionalisasi tenaga kerja dalam rangka efisiensi dan optimalisasi. Contoh yang menarik dapat ditemui di stasiun televise yang berada di bawah TransCorp, yaitu Trans7 dan TransTV. Kedua stasiun TV tersebut menerapkan kebijakan yang cukup khas terkait dengan produk dan tenaga kerja, yaitu lebih mengutamakan acara dari home production dan merekrut tenaga kerja fresh-gradute, serta menekankan multi-tasking jobs. Sementara itu, sebagian besar stasiun TV di Indonesia fokus pada perkembangan teknologi dan penambahan infrastruktur. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan jangkauan siaran agar memperoleh penonton (target pasar) lebih banyak.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
15
INDUSTRI FILM
Industri film di Indonesia pada dasarnya merupakan pasar yang sangat potensial. Hal ini dikarenakan jumlah target pasar yang besar dengan minat terhadap film yang cukup tinggi. Akan tetapi, produksi film dalam negeri menunjukkan bahwa pasar film nasional cenderung masih lesu. Hal ini diperkuat oleh perbandingan jumlah film produksi nasional dan jumlah film produksi asing yang diimpor ke Indonesia. Tabel di samping menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara jumlah film nasional dan jumlah film impor yang beredar di bioskop Indonesia setiap tahunnya.
300
Jumlah Film Nasional dan Film Impor di Indonesia Film Nasional Film Impor
250 200 150 100 50 0
Namun, dari tabel tersebut, dapat dicermati bahwa film produksi dalam negeri mulai tumbuh sejak tahun 2002-2009. Dalam kurun waktu 7 tahun, produksi film dalam negeri terus meningkat sebesar hampir 800%. Artinya, pasar produksi film Indonesia sangatlah prosepektif dengan angka peningkatan hampir delapan kali lipat sejak perfilman nasional mulai bangkit di tahun 2002 melalui kemunculan film “Ada Apa dengan Cinta”. Berikut disajikan tabel produksi film Indonesia berdasarkan rumah produksi yang dapat digunakan sebagai unit analisis untuk mengkaji struktur pasar perfilman di Indonesia. Jumlah Produksi Film Menurut Rumah Produksi (2007 -2009) No.
Rumah Produksi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Starvision Kharisma Multivision Tripar Indika Entertainment MD Pictures Maxima Pictures Rapi Films Kalyana Shira Sinemart IFI K2K Lainlain
2007 Jml Film Share (%) 5 9,43 4 7,55 4 7,55 3 5,66 3 5,66 2 3,77 2 3,77 2 3,77 28 52,8 53 100
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
2008 2009 Jml Film Share (%) Jml Film Share (%) 6 6.89 8 9.41 7 8.05 4 4.70 4 4.59 4 4.70 5 5.74 5 5.88 5 5.74 7 8.23 3 3.44 5 5.88 3 3.44 5 5.88 3 3.44 4 4.70 51 58.6 43 50.58 87 100 85 100
16
Film Market Competitiveness Competitiveness 0.4 x e d n I l h a d n i f r e H
0.3
Film Market Concentration Concentration 31.0%
0.37 0.31
0.29
o i t a R n o i t a r t n e c n o C
0.2 0.1 0
30.2% 29.40%
30.0% 29.0% 28.0%
26.4%
27.0% 26.0% 25.0% 24.0%
2007
2008
2009
2007
2008
2009
Tingkat Persaingan
Konsentrasi Pasar
Dari segi struktur pasar, pasar produksi film Indonesia pada tahun 2007 - 2009 tak banyak menunjukkan perubahan dalam tingkat persaingan. Selama tiga tahun, indeks H berkisar antara 0.29-0.37. Hal ini berarti bahwa pasar produksi film di Indonesia memiliki karakteristik oligopoli.
Selama tiga tahun dari 2007-2009, grafik rasio konsentrasi industri produksi film di Indonesia selalu menunjukkan angka di bawah 33% yang berarti tingkat konsentrasi pasar produksi film Indonesia berada dalam level low concentration. Artinya, industri produksi film di Indonesia tidak terlalu terpusat pada beberapa nama yang menduduki posisi empat teratas. Rendahnya rasio konsentrasi ini juga merepresentasikan perbedaan yang tidak terlalu signifikan dalam hal jumlah produksi film pada setiap rumah produksi.
Kondisi pasar oligopoli ini didominasi dengan produk pasar (dalam hal ini film) yang kurang terdifferensiasi dan cenderung homogen akibat pemain di pasar (rumah produksi) yang jumlahnya sedikit, yaitu kurang dari 10. Minimnya rumah produksi ini diakibatkan karena barriers to entry dalam memasuki industri produksi film yang Meskpun demikian tetap terjadi perubahan membutuhkan modal finansial yang besar rasio konsentrasi selama 2007-2009. Di dibekali dengan skill dan skill dan pengalaman. tahun 2007 ke 2008, terjadi penurunan CR4 dimana dari 30,19% menjadi 26,42%. Hal Kenaikan tipis dari tahun 2007 ke 2008 ini sebagai akibat dari kenaikan jumlah menunjukkan indikasi bahwa kondisi pasar produksi secara keseluruhan dibanding semakin ketat dengan adanya kenaikan perkembangan jumlah film yang diproduksi jumlah produksi film dari setiap rumah empat pemain utama. Kenaikan jumlah film produksi. Di 2009, penurunan jumlah film disebabkan prospek bisnis film yang yang diproduksi juga turut memicu turunnya menguntungkan. Pada tahun 2009, CR4 indeks H yang mengakibatkan pasar naik menjadi 29,4%, karena empat pemain bergerak ke arah yang lebih bebas dari sisi utama menaikkan jumlah produksi filmnya, produksi. terutama Starvision Kharisma
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
17
Permasalahan fundamental dalam industri perfilman Indonesia sebenarnya terletak dalam hal distribusi film. Dalam pasar distribusi film di Indonesia, hanya terdapat dua pemain yang dapat diperhitungkan, yaitu jaringan 21 Cineplex dan jaringan Blitz Megaplex. Jaringan 21 Cineplex didirikan oleh PT Subentra (Sudwikatmono, Benny Suherman, Bambang Sutrisno) pada tahun 1987. Pada awal berdirinya, meskipun memiliki beberapa gedung bioskop sendiri, peran utama PT Subentra hanya sebagai distributor film yang membeli film-film hasil produksi dan mengedarkannya ke bioskop-bioskop. Karena industri bioskop dinilai prosepektif, PT Subentra membentuk PT Subentra Twenty One untuk menegosiasi gedung-gedung bioskop dan mengubah menjadi jaringannya. PT Subentra juga mendrikan PT Suptan Film yang merupakan importer tunggal film impor di Indonesia. Film-film yang diimpor hanya boleh diedarkan dan ditayangkan di bioskop jaringan PT Subentra. Hal inilah yang menyebabkan bioskop kecil tak mampu bertahan dan mati. Kondisi ini mulai membaik ketika pada tahun 2006 jaringan Blitx Megaplex didirikan oleh Ananda Siregar dan David Hilman. Gedung bioskop Blitz yang pertama dibangun di Paris Van Java Mall, Bandung. Karena kekuatan modal, pemasaran yang baik, target pasar yang spesifik ke kelas atas, serta pelayanan yang eksklusif, Blitz mampu bertahan hingga sekarang dan menjadi kekuatan alternatif selain 21 Cineplex. Hingga saat ini, Blitz Megaplex memiliki gedung bioskop di lima spot yang tersebar di Jakarta dan Bandung. Sebelum Blitz didirikan pada tahun 2006, hanya ada pemain tunggal yang menguasai pasar distribusi perfilman di Indonesia. Sehingga bisa dikatakan bahwa pasar distribusi film di Indonesia sebenarnya mengarah kepada pasar monopoli oleh 21 Cineplex. Sampai sekarang (2011), jaringan 21 Cineplex tetap sangat mendominasi dalam pasar distribusi film di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya ketidakseimbangan dalam jumlah infrastruktur perfilman, yaitu gedung bioskop, layar, jumlah kursi penonton. Meskipun demikian, karena fokus pada eksklusivitas film dan pelayanan, Blitz mampu bertahan dan menjadi pilihan utama penonton kelas atas. Berikut merupakan data perbandingan infrastruktur antara jaringan 21 Cineplex dan jaringan Blitz Megaplex yang menunjukkan perbedaan cukup signifikan serta kecenderungan dominasi jaringan 21 Cineplex di pasar. Data Bioskop Jaringan 21 Cineplex
Data Bioskop Jaringan Blitz Megaplex
Nama
Jumlah
No
Nama
Jumlah Gedung
117 gedung
1
Jumlah 21
81 gedung
Jumlah XXI
29 gedung
2
Blitz Paris van Java Bandung Blitz GI Jakarta
Jumlah Layar
489 layar
3
Blitz PP Jakarta
Jumlah Kursi
94.476 kursi
4
Jumlah Premiere
7 gedung (524 kursi)
5
Jumlah Layar 3D
6 layar (1.616 kursi)
Total
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
Jml Layar
Jml Kursi
9
2.200
11
2.997
8
1.200
Blitz MoI Jakarta
10
1.768
Blitz BSD Banten
9
1.800
47 layar
9.965 kursi
5 gedung
18
INDUSTRI ONLINE
Internet merupakan media yang memiliki pertumbuhan paling cepat dibanding media lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari video Advance of Technology, untuk mencapai jumlah pasar 50 juta, internet hanya membutuhkan waktu 4 tahun. Sementara radio membutuhkan waktu 38 tahun, dan televisi 13 tahun. Di tahun 1984, jumlah perangkat internet di seluruh dunia hanya seribu, jumlah ini meningkat menjadi sekitar 1 juta perangkat di tahun 1992, dan di tahun 2008, berkali lipat menjadi 1 milyar.
Urban Internet Penetration (%) 20
15 11
15
17
12
8 10 5 0 2005
2006
2007
2008
2009
Age : 10+, All 9 Major Cities, Use Internet past 1 year Source : Nielsen – Wave 4, 2005-2009
Pertumbuhan internet yang spektakuler ini juga terjadi di Indonesia. Sebagai media paling muda di Indonesia, yang baru berusia sekitar 20 tahun, Penetrasi internet di kalangan pengguna Indonesia telah mencapai lebih dari 30 juta pengguna. Grafik di atas menunjukkan bahwa tren peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia dengan angka penetrasi meningkat lebih dari 200% selama 2005-2009 beg. Hal ini menunjukkan bahwa internet merupakan industri media massa yang paling potensial, terutama jika dihadapkan pada jumlah pasar yang besar di Indonesia. Tingginya penetrasi pengguna internet di Indonesia ini dipicu oleh luasnya ekspansi teknologi internet dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan melalui perangkat mobile, dengan harga yang semakin murah. murah. Selain itu, munculnya berbagai situs jejaring sosial juga menjaring banyak pasar. Internet User Penetration by Region (%) 5
Palembang Denpasar Sleman-Bantul Yogyakarta Makassar Medan Semarang Gerbangkertasila Surabaya Bandung Botabek Jakarta 2005
2009
14 13 19 12 11 11
3
17 18 15
45
33
14 13 24 14 19 11 15 27
3
0
26 27
10
20
30
40
50
Jika penetrasi tersebut di-breakdown di- breakdown berdasarkan regional seperti pada tabel disamping, dapat diketahui bahwa seluruh daerah di Indonesia mengalami pertumbuhan pengguna internet cukup signifikan. Angka pertumbuhan tertinggi terdapat di Kota Yogyakarta (termasuk SlemanBantul) dan Semarang. Kondisi ini disebabkan karena tingginya kebutuhan penggunaan internet di kedua kota tersebut dibandingkan jumlah penduduk keseluruhan.
Age : 10+, All 9 Major Cities, Use Internet past 1 year Source : Nielsen – Wave 4, 2005-2009
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
19
Indonesian Users’ Usage of Internet (%) Watch int'l news
18
Info produk Layanan pendidikan
22 24
Akses local news Download Chatting
28 30 32
Surfing / Browsing
37
Listen to music
37
Games
38
Email Age : 10+, All 9 Major Cities, Use Internet past 1 year
46
TOP 10 VISITED SITES IN INDONESIA No. GENERAL INDONESIAN SITES Facebook Kaskus 1. Google.co.id Detik.com 2. Google.com Kompas.com 3. Blogger.com Vivanews.com 4. Yahoo KlikBCA 5. Kaskus Tokobagus.com 6. Youtube Okezone 7. Wordpress KapanLagi.com 8. Twitter Bank Mandiri 9. 4shared Indowebster 10. Source : Alexa.com, 3 June 2011
Source : Nielsen – Wave 4 2005-2009 2005-2009
Grafik di atas menunjukkan penggunaan internet oleh pengguna internet di Indonesia. Oleh pengguna di Indonesia, internet paling banyak digunakan untuk email, online games, music buffering, dan browsing. Selanjutnya, internet juga banyak digunakan untuk chatting dan download. Pemanfaatan internet bagi kegiatan yang sifatnya hiburan dan sampingan ini berkaitan dengan usia pengguna internet di Indonesia yang kebanyakan merupakan generasi muda. Berdasarkan data dari The Nielsen Company (2009), Company (2009), pengguna internet di Indonesia kebanyakan berusia 15-19 tahun sejumlah 33% dan usia 20-29 tahun sejumlah 30 % dari total keseluruhan pengguna internet. Bahkan internet juga telah menyentuh pengguna anak-anak usia 10-14 tahun sebanyak 20%. Tingginya penetrasi internet di kalangan pengguna muda ini disebabkan karakteristik internet yang cenderung murah dan mudah diakses di mana saja, baik melalui komputer juga perangkat mobile . Jika dilihat berdasarkan situs yang dikunjungi (perhitungan per klik), dapat diketahui sepuluh besar situs yang peling sering dikunjungi oleh pengguna internet di Indonesia. Posisi empat besar ditempati oleh Facebook, Google.com, Google.co.id, dan Blogger.com. Terkait dengan Facebook, data yang dilansir dari Kompas.com (2 Juni 2011) menyatakan bahwa jumlah pengguna Facebook di Indonesia menempati peringkat pertama di dunia tingkat pertumbuhan nomor dua di dunia setelah Brasil. Begitu juga dengan situs Twitter. Pengguna Indonesia merupakan pengguna Twitter yang paling aktif di dunia. Hal ini menunjukkan karakteristik pasar Indonesia yang menyenangi situs jejaring sosial. Tabel tersebut menunjukkan bahwa situs-situs yang banyak diakses oleh pengguna Indonesia sejalan dengan „fungsi‟ yang sering dimanfaatkan, yaitu email (Google dan Yahoo); games dan social networking (Facebook, Twitter, Kaskus); musik, hiburan, dan download (4shared, Youtube); browsing (Google); juga chatting (Facebook dan Yahoo). Yang patut dicermati, dari sepuluh besar situs yang paling sering dikunjungi oleh pengguna Indonesia, hanya Kaskus yang merupakan situs asli Indonesia. Sedangkan jika dilihat berdasarkan situs asli Indonesia, situs asli Indonesia yang paling banyak diminati ialah situs komunitas (Kaskus), portal berita dan hiburan (Kompas, Detik, Vivanews, Okezone, KapanLagi), situs perbankan (BCA Dan Bank Mandiri), dan info produk (Tokobagus), juga situs download (Indowebster).
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
20
Unique Visitors Share - 2011 (%) Bank Mandiri Tokobagus Okezone.com KlikBCA
1.01 2 2.07 3.31
Vivanews
4.81
Kapanlagi.com
5.78
Indowebster
Audience Share
7.04
Kompas.com
13.06
Detik.com
13.59
Kaskus
47.33
Source : Co mpete.com, 4 May 2011
Audience share ini diperoleh melalui perhitungan unique visitor atau pengunjung dengan berdasarkan IP address, bukan jumlah klik. Unique visitor dipilih agar lebih menggambarkan tingkat kondisi pasar yang sebenarnya dalam industri internet. Jika dilihat berdasarkan unique visitor, maka terjadi perubahan posisi dengan Indowebster menempati posisi keempat dan disusul KapanLagi.com. Berdasarkan angka audience share, dapat dilakukan analisis struktur pasar.
Konsentrasi Pasar
Tingkat Persaingan
Berdasarkan tingkat audience share di atas, diperoleh perhitungan rasio konsentrasi empat pemain terbesar dalam pasar yaitu CR4 = 81,2%. Hal ini merepresentasikan tingkat konsentrasi pasar internet di Indonesia berada di level konsentrasi tinggi (high concentration ). concentration ). Artinya, meskipun dari segi jumlah sellers and buyers terdapat ribuan halaman website buatan Indonesia, pasar internet di Indonesia masih terfokus pada beberapa pemain tertentu. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pilihan situs asli Indonesia dan preferensi audience yang audience yang sangat besar terhadap situs Indonesia yang tertentu yang telah mapan, yaitu Kaskus, dan portal berita yaitu Detik dan Kompas.
Perhitungan tingkat persaingan pasar yang diperoleh dari unit analisis audience share menghasilkan angka indeks H = 0,27. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa industri internet di Indonesia memiliki karakteristik pasar oligopoli dengan mengarah pada pasar persaingan sempurna. Hal ini berarti dari segi jumlah pemain pasar, persaingan di industri internet cenderung bebas, akan tetapi jika mencermati kemapanan pemain lama dan kapital yang terpusat pada pemain besar, dapat dicermati bahwa industri internet di Indonesia menunjukkan karakteristik oligopoli. Dari segi differensiasi produk, pasar internet Indonesia didominasi oleh situs berita dan komunitas online.
Advertising Revenue
Dari segi jumlah penerimaan iklan ( ads revenue ), ), dapat diketahui bahwa empat pemain besar dalam pasar iklan online adalah Kaskus, Detik.com, Vivanews, dan KlikBCA. Adanya KlikBCA dalam pemain utama pasar iklan ditengarai akibat nilai transaksi setiap pengunjung melakukan klik. Dalam pasar iklan online, diketahui bahwa situs berita dan komunitas online merupakan jenis situs yang paling diminati oleh para pengiklan. Analisis Ekonomi Media di Indonesia
Daily Ads Ads Revenue Share - 2011 (%) Bank Mandiri Indowebster Tokobagus Kapanlagi.com Okezone. Kompas.com Klik BCA Vivanews Detik.com Kaskus
0.013 1.7 2.3 4.4 5.4 7.1 9.8 11.9 17 40.1
Source: Websetimated.com, 3 May 2011
21
ANALISIS INDUSTRI MEDIA MASSA DI INDONESIA
Market Structure
a. Perubahan Konsumsi Pasar Media (Media Audience Share ) Share )
Mass Media Consumption Change (%) 100 90 80
92
92
94
95
93
Surat Kabar
70
Radio
60
Televisi
50
44
43
43
41
40 30 20
Internet 27
24
23
22
12
11
13
14
8
11
12
15
2005
2006
2007
2008
10 0
Film
39
19 17
17
2009
b. Konsentrasi dan Tingkat Persaingan Jenis Media
Indikator CR4
Karakteristik
Barriers to Entry
Indeks H
Konsentrasi
Persaingan
Natural
Artificial
High Concentration
Close to Perfect Competition
Konglomerasi koran besar
UU Pers (liberal)
- Moderate - High - High -High
- Perf. Comp - Oligopoly - Oligopoly - Oligopoly
Surat Kabar
51-70%
0.11-0.18
Radio - Jakarta - Medan - Surabaya - Makassar
- 49.2% - 68.6% - 82.2% - 108%
- 0.08 - 0.20 - 0.24 - 0.38
Televisi
64.2%
0.13
High Concentration
Close to Perfect Competition
Film
28.7%
0.32
Low Concentration
Oligoppoly
Internet
81.2%
0.27
High Concentration
Oligopoly
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
- Kapital - Nama besar - Nama besar - Nama besar
- UU Penyiaran - UU Penyiaran - UU Penyiaran - UU Penyiaran
- Konglomerasi - Modal besar - Integrasi - Nama besar - Kapital & Skill - Monopoli distribusi - Nama besar - Kapital
- UU Penyiaran - Peraturan Persaingan Usaha - Sensor Film - UU Perfilman - UU ITE
22
c. Struktur Kepemilikan Konsentrasi Kepemilikan
Jenis Media Surat Kabar
Nama Media •
•
Radio
•
•
TV
•
Horizontal Integration
•
•
•
Film
•
•
Online
Koran - TV Online - Radio
Cross-Media Integration
Koran - Online Radio TV - Online TV Koran TV Film
–
–
–
Koran Vertical Integration
Film
•
Jawa Pos Radar Kompas - Tribun - Warta Kota Pop FM - Trijaya FM FeMale - Gen FM
Jawa Pos Network Kompas Gramedia
Close to Perfect Competition
Trijaya Group Female Network
Close to Perf Competition Oligopoly Oligopoly
•
•
•
TVOne ANTV RCTI - Global TV - MNCTV SCTV - Indosiar TransTV Trans7 MD Pictures Multivision 21 - XXI - Platinum (Bioskop) Kompas.com Tribunnews - Warta Online –
–
–
Seputar Indonesia - RCTI Global TV - MNCTV Okezone - Trijaya FM Radio Dangdut Indonesia ARH Indonesia - V Radio Kompas - Kompas.com Sonora TVOne - ANTV - Vivanews MetroTV - Media Indonesia TransTV - Trans7 TransFilm Production –
–
Karakteristik Pasar
•
–
Percetakan -Distribusi Nasional - Redaksi Bioskop Distributor Film Importir Film
Grup Konglomerasi
–
•
•
•
•
•
•
•
Bakrie MNC Group Surya Citra Group TransCorp Grup Punjabi Jaringan 21 Cineplex Kompas Gramedia
Oligopoly Monopoly (before 2006) Oligopoly
Media Nusantara Citra (Grup MNC)
Oligopoly
Kompas Gramedia
Oligopoly
Bakrie Group Media Group TransCorp
Oligopoly Oligopoly Oligopoly
Jawa Pos Network
Oligopoly
Jaringan 21 Cineplex
Monopoly (before 2006)
Struktur pasar sebagian besar media di Indonesia menunjukkan tingkat konsentrasi tinggi dengan karakteristik pasar oligopoli. Perkecualian terjadi pada industri perfilman yang memiliki konsentrasi rendah dengan struktur pasar oligopoly, dan cenderung monopoli dalam hal distribusi. Dominasi struktur oligopoli dalam pasar media massa di Indonesia ini disebabkan oleh struktur kepemilikan dengan tingkat konsentrasi kepemilikan yang tinggi sebagai konsekuensi integrasi kepemilikan. Berbagai integrasi kepemilikan ini menyebabkan indutri media massa Indonesia sarat dengan konglomerasi media.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
23
Market Conduct
Untuk menganalisis market conduct dalam peta industri media massa di Indonesia, digunakan kerangka market structure sebagai acuan karena market conduct pada dasarnya merupakan strategi organisasi media dalam merespon struktur pasar. Tabel di bawah merupakan perbandingan market conduct berbagai conduct berbagai media massa di Indonesia. Perbandingan Market Conduct Industri Media Massa di Indonesia Komponen Struktur Barriers to Entry
Deskripsi
Staretgi / Kebijakan Industri
- UU Penyiaran
- UU Pers (Liberalisasi) - Keterbatasan Frekuensi Siaran - Konglomerasi media
- Penyelenggaraan Siaran 24 jam - Pendirian anak perusahaan dgn nama PT berbeda - Pendirian surat kabar baru atau koran daerah sbg anak media - Pembentukan jaringan di daerah lain - Konvergensi Media
- Adex sesuai rating audience
- Produksi konten yang diminati selera pasar
- UU Monopoli
Konsentrasi Kepemilikan Konsentrasi Pasar iklan dan audience
Jenis Media - TV, Radio - TV, Distribusi Film - Surat Kabar - Radio - Surat Kabar, TV, Online - Film, TV, Online
Market Performance
Berdasarkan kerangka market performance atau performa media, maka dilakukan analisis untuk mengkategorisasikan industri media massa di Indonesia dalam menjadi empat fase performance , yaitu intro, growth, maturation, dan decline. Berikut merupakan tabulasi hasil analisis industri media massa di Indonesia berdasarkan kerangka market performance.
Fase Siklus Hidup Media
Karakteristik Pasar Penjualan
Laba
Audience
Barriers Entry Exit
Kompetitor
Jenis Industri Media
Awal Masuk (Intro)
Rendah
Negatif
Inovator
Rendah
Rendah
Terbatas
Online TV (Media dgn Konvergensi Teknologi)
Tumbuh (Growth)
Tumbuh Signifikan
Tumbuh
Early Adopters
Moderat
Moderat
Tumbuh signifikan
Media Online, Multimedia
Puncak (Maturation)
Puncak Penjualan
Tinggi
Mayoritas
Tinggi
Tinggi
Relatif tetap dan stabil
Buku, Film, TV, Radio
Penurunan (Decline)
Cukup Menurun
Turun
Laggard
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
Tinggi
Tinggi
banyak tapi
Surat Kabar
menurun
24
KESIMPULAN ANALISIS
Berdasarkan berbagai data dan hasil analisis berdasarkan kerangka analisis ekonomi media yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai indutri media massa di Indonesia, antara lain: 1. Industri media massa di Indonesia terdiri dari lima jenis media besar, yaitu surat kabar, radio, televisi, perfilman, dan online dengan online dengan masing-masing media memiliki karakteristik pasar tersendiri. Secara umum, industri media massa di Indonesia merupakan industri yang strategis dengan tingkat pertumbuhan prospektif. Hal ini disebabkan oleh masifnya jumlah audience di Indonesia dan tingginya tingkat konsumsi terhadap media. Dari segi konsumsi audience, industri media massa yang paling stabil adalah industri televisi. Industri yang mengalami pertumbuhan adalah industri online, dan yang mengalami penurunan adalah industri surat kabar. 2. Struktur pasar p asar sebagian besar media medi a di Indonesia menunjukkan tingkat t ingkat konsentrasi konsentra si tinggi dengan karakteristik pasar oligopoli. Perkecualian terjadi pada industri perfilman yang memiliki konsentrasi rendah dengan struktur pasar oligopoly, dan cenderung monopoli dalam hal distribusi. Dominasi struktur oligopoli dalam pasar media massa di Indonesia ini disebabkan oleh struktur kepemilikan dengan tingkat konsentrasi kepemilikan yang tinggi sebagai konsekuensi integrasi kepemilikan. Berbagai integrasi kepemilikan ini menyebabkan indutri media massa Indonesia sarat dengan konglomerasi media. 3. Dalam pengukuran market conduct dengan menggunakan unit analisis CPM atau , dapat diketahui bahwa biaya periklanan tertinggi ialah di media televisi. Namun, biaya tinggi ini diimbangi dengan jangkuan audience TV audience TV yang juga luas dan massif, sehingga efisiensi biaya periklanan di TV dinilai cukup efisien. Dalam jangka waktu ke depan, media yang sebenarnya paling prospektif di Indonesia adalah media online. Hal ini dilihat dari jumlah penetrasi internet yang terus meningkat 4. Berdasarkan kerangka market performance atau performa media, industri media massa di Indonesia dapat dikategorisasikan menjadi empat fase pertumbuhan, yaitu intro, growth, maturation, dan decline. Industri yang memiliki performa paling optimal ialah industri online karena sedang berada dalam fase tumbuh dan pertumbuhannya sangat potensial. Industri radio, televisi, dan film berada di level maturation dengan industri televisi berada di level puncak karena mampu menjangkau audience yang luas. Sedangkan industri yang berada pada fase decline adalah industri surat kabar. Penurunan performa surat kabar dipengaruhi oleh faktor perkembangan teknologi yang memunculkan pesaing berupa alternatif media-media baru yang lebih diminati karena lebih mudah dan murah.
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
25
DAFTAR PUSTAKA
Albarran, Alan B. (2002). Media Economics: Understanding Markets, Industries and Concepts (2nd Concepts (2nd ed.). Ames: Iowa State University Press. Albarran, Alan B. (2004). “Media Economics” dalam The SAGE Handbook of Media Studies. New York: SAGE Publications Ltd.
Alexa Website Information. (2011, 3 Mei). http://alexa.com/topsites/countries/id Compete Website Comparison. (2011, 3 Mei). http://compete.com/m/profiles/_comparison/ ?q=facebook.com&q=google.co.id&q=google.com Media Sece 2008 Media Scene 2009 Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. (2010). Media Guide 2010. Jakarta: PPPI. The Nielsen Company. (2010). Nielsen – Wave 4, 2005-2009, diperoleh dari Materi Presentasi Herman Darmo dalam Perkuliahan Manajemen Media, Universitas Indonesia. Indonesia . Web Value Estimation. (2011, 3 Mei). http://webestimated.com
Analisis Ekonomi Media di Indonesia
26