Tugas Mata Kuliah Ekonomi Politik Pembangunan
"Peran MNC Dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia"
Nama : Belliana Noviary
Npm : 133112350750006
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Hubungan Internasional
Universitas Nasional
Jakarta
Latar Belakang
Multinational Corporations atau MNC adalah perusahaan yang beroperasi di dua atau lebih negara. MNC menjadi fenomena yang dominan dalam hubungan internasional saat ini terkait dengan adanya globalisassi perdagangan dan perkembangan perekonomian dunia. Dalam hal perkembangan perekonomian domestik suatu negara, MNC memiliki pengaruh yang signifikan sebab keberadaan MNC pada suatu negara menjadi salah satu penyumbang pajak tertinggi bagi pendapatan suatu negara sekaligus bagi perkembangan ekonominya. MNC adalah bentuk korporasi baru yang tidak dapat di hindari sebagai sebuah konsekuensi logis dari adanya globalisasi itu sendiri. MNC merupakan wujud dari perdagangan modern dimana profit merupakan orientasi utama dari keberadaan setiap MNC disuatu negara.
Sebagai salah satu negara berkembang ,Indonesia telah melakukan usaha pembangunan nasionalnya,namun adanya kebutuhan dana untuk melaksanakan pembangunan tersebut dapat terjadi adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju,baik di kawasan regional atau global.Indonesia terus berupaya untuk terus menyediakan dana pembangunan tersebut.Langkah yang diambil antara lain dimana pemerintah mengundang sumber dana dari luar negeri ,salah satunya penanaman modal asing .Disini saya akan menyoroti masalah keterlibatan MNC dalam pembangunan di Indonesia,dimana saya akan memfokuskan pada MNC di bidang Migas.
Pertamina yang menjadi kunci utama pengelolaan Migas pada waktu itu. Kewenangan yang begitu besar yang diberikan ke tangan Presiden Direktur Pertamina untuk mengelola dan mengontrol semua sektor yang berhubungan dengan minyak menjadi pemicu begitu banyaknya pelanggaran yang menguntungkan para petinggi militer pada waktu itu dan sekaligus menimbulkan kerugian yang begitu besar bagi perekonomian negara akibat penyalahgunaan anggaran dan meningkatnya hutang luar negeri.
Singkat cerita, masalah yang dihadapi Pertamina dan berbagai sektor yang dijadikan penggerak ekonomi oleh Orba membawa Indonesia ke dalam krisis hebat di tahun 1998. "Gagalnya Pembangunan" , jika diuraikan secara singkat, krisis menjelang runtuhnya Orba banyak banyak disebabkan oleh kesalahan strategi ekonomi yang cenderung pragmatis dan mengakibatkan rapuhnya landasan ekonomi yang dibangun. Perekonomian Indonesia dibangun dengan struktur ekonomi yang begitu buruk.Pembangunan ekonomi masih didominasi oleh industri ekstraktif dan bukan justru bergerak dalam pengembangan sektor sumber daya manusia dan teknologi.Krisis yang begitu parah kemudian menjadi pemicu yang memprovokasi Indonesia untuk mau tidak mau menerima bantuan dari lembaga donor. Dalam tulisan ini, pembahasan mengenai lembaga donor difokuskan pada IMF. Hutang Indonesia yang begitu banyak kepada IMF mengahasilkan Letter of Intent antara Indonesia dan IMF di tahun1998 yang pada intinya berisi desakan untuk meliberalisasi berbagai sektor ekonomi di Indonesia,termasuk untuk sektor Migas dalam hal ini.Jauh sebelum kesepakatan ini muncul, IMF dan beberapa lembaga donor lainya memang telah menjadi provokator yang secara berlebihan mendorong Indonesia dan beberapa negara berkembang lainya untuk melakukan liberalisasi dan swastanisasi. Untuk konteks Indonesia, liberalisasi yang dilakukan cenderung prematur sehingga merusak tatanan ekonomi yang telah dibangun sebelumnya. Untuk sektor migas, liberalisasi yang dilakukan menghasilkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 yang poin utamanya adalah pembentukan BP Migas, menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971. Ini kemudian menjadi babak baru pengelolaan migas di Indonesia yang bergeser dari pola etatisme ke model yang lebih liberal.
Pokok Masalah
Mengapa perusahaan multinasional asing ( MNC ) dalam pengelolahan minyak dan gas sangat gencar untuk mengelolah SDA migas yang ada di Indonesia ?
Sejauh mana peran MNC dalam pembangunan Ekonomi di Indonesia ?
Kerangka Teori
Dalam pembahasan makalah ini menggunakan teori Liberal dimana setiap individu diberi kebebasan untuk memiliki sekaligus mengelola sumber daya ekonomi yang ada untuk kepentingan masing-masing,bahkan sumber daya ekonomi strategis pun bisa dimiliki oleh individu.contohnya dari kebebasan tersebut adalah penguasaan minyak bumi oleh MNC.
Bagi penganut liberalisme klasik, dan liberalisme baru sampai batas-batas tertentu,haram hukumnya ketika negara masuk ke dalam persaingan pasar. Ada dua hal yang menjustifikasi ini.Pertama adalah keniscayaan tentang pasar yang mampu meregulasi dirinya sendiri, di mana terdapat tangan tak terlihat ( invisible hand) yang membuat pasar menjadi tempat sempurna untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pasar digerakkan oleh individu di dalamnya.Kedua adalah karena negara memiliki kekuasaan politik. Menurut Budiardjo (2008),kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mengikuti keinginan pemegang kekuasaan. Sementara itu, kekuasaan politik adalah kekuasaan yang terlegitimasisecara politik, artinya segala instrumen yang digunakan oleh negara agar masyarakatnya patuh diperbolehkan. Namun penggunaan ini hanya bisa sampai batas-batas tertentu. Batasanini tercipta lewat kontrak sosial, yaitu perjanjian antara masyarakat dan negara yang biasanyatertulis di dalam konstitusi sebuah negara. Dan tentu, para pelaku pasar tidak menyukaiketika negara terlalu masuk ke sektor ekonomi.Karena, dengan asumsi utilitarian, negara akan menciptakan regulasi yang menguntungkan untuk dirinya sendiri. Regulasi ini sifatnyakoersif bagi setiap pelaku pasar. Keseimbangan pasar terganggu karena hal ini, sebab ketikaseharusnya negara, yang juga adalah pelaku pasar, kalah dalam persaingan, negara justrutidak keluar dari pasar atau masuk ke sektor ekonomi lain, tetapi hal yang paling rasionaladalah negara akan menyelamatkan dirinya dengan regulasi yang mengikat. Regulasi inilahyang membuat pasar jadi tidak efisien. Persaingan pasar adalah persaingan efisiensi.Pelaku pasar yang tidak efisien harus angkat kaki dari pasar. Negara yang kalah dalam pasar tapitetap bertahan karena regulasi yang diciptakannya sendiri akan bertindak tidak efisien. Hal ini justru merugikan pelaku pasar yang berhasil efisien.hal ini akan memotivasi mereka untuk bertindak tidak secara utilitarian lagi, karena peraturan terpenting dalam pasar dilanggar.Pada akhirnya, efisiensi tidak lagi menjadi tujuan mereka. Dampak yang terjadi digambarkansecara mengerikan: tertutupnya lapangan pekerjaan dan berkurangnya pasokan komoditasmaterial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Teori kedua adalah Strukturalisme ini memiliki turunan teoriyaitu Teori Sistem Dunia yang menekankan bahwa dunia ini terbagi menjadi tigalapisan, yaitu lapisan pertama adalah Core atau inti yaitu negara-negara yangmaju yang memiliki modal dan kekuatan produksi. Lalu lapisan kedua semi periphery yaitu negara-negara yang berada di tengah-tengah antara lapisanpertama dan ketiga.Lalu lapisan ketiga atau periphery yakni negara yang berkembang yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang melimpah tetapi tidak memiliki keuatan produksi.
Analisa
Masuknya perusahan asing di Indonesia yang berhasil dilakukan oleh orang berkebangsaan belanda yang bernama Aeliko Jana Zijliker pada tahun 1885 yang melakukan proses pengeboran di Telaga Tunggal ,lalu pengeboran tersebut membuahkan hasil dan menarik para peminat untuk melakukan eksplorasi wilayah lainnya seperti jambi,aceh,palembang,dan surabaya lalu keberhasilan dari usahanya tersebut menciptakan usaha untuk produksi di sektor perminyakan,pengelolahan,dan penyulingan minyak bumi dan pemasarannya,lalu penemuan-penemuan tersebut menjadikan faktor pendorong bagi pengusaha-pengusaha untuk membentuk suatu perusahaan minyak di Indonesia termasuk Aeliko beserta kawan-kawanya yang membentuk suatu perusahaan yang di beri nama Royal Dutch Petroleum,lalu tidak lama kemudian di susul oleh Marcus Samuel yang juga menemukan minyak di Indonesia di daerah Kalimantan timur dan menamakan perusahaannya Shell Transport and Tranding Company.Pada awal abad ke-20 kedua perusahaan tersebut bersatu dengan nama The Royal Dutch Shell Goup atau yang dikenal sebagai "Shell" dan pada saat itu pengawasan Industri minyak berada dibawah pengawasan perusahaan Shell.Lalu masuklah perusahaan asal Amerika Serikat pada tahun 1925 lalu disusul oleh banyak perusahaan asing lainnya.
Pada masa kemerdekaan Indonesia dengan di tandai oleh proklamasi,dan disitulah dorongan semangat kemerdekaan di bidang pengelolaan sumber daya untuk tujuan kesejahteraan rakyat yang mana didukung oleh UUD 1945 pasal 33 yang berbunyi "bahwa bumi,air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat".Dari amanat UUD tersebut lahir lah perusahaan Migas Negara yaitu Pertamina pada tahun 1971 dimana pertamina memiliki kedaulatan penuh atas pengelolahan migas di Indonesia dan lalu di atur dalam UU no.8 tahun1971 tentang pertamina dan setelah itu pertamina mengalami peningkatan yang sangat bagus dan menjadi pengekspor besar di dunia.singkatnya didalam UU tersebut mengatur bahwa perusahaan asing yang ada di Indonesia hanya sebagai kontaktor dalam bentuk perjanjian PSC ( Product Sharing Contract ) yang menjadi dasar kontrak pengelolahan minyak seterusnya.lalu pengelolahan migas sempat tersendat oleh krisi ekonomi Indonesia dimana pada saat itu Presiden Suharto meminta bantuan kepada IMF ( International Monetery Fund ) dan IMF memberikan hutang kepada Indonesia dengan persyaratan Reformasi Energi,yaitu dengan cara mereformasikan harga,lembaga pengelolahan energi dengan membuka investasi sebesar-besarnya bagi swasta ( Asing ) dan mereduksi peran monopolistik pertamina.
Lalu pada 2001 perusahaan tunggal migas negara Indonesia ( Pertamina ) sudah berakhir yang dimana Pertamina bukan lagi pemain tunggal dalam sektor migas di Indonesia yang dikarenakan UU.no.22 tahun 2001 tentang migas.UU ini menjadi pemicu awal meliberalisasi di sektor migas untuk membuat pasar lebih kompetitif . pemicu lahirnya UU tersebut juga dikarena permintaan kebutuhan masyarakat makin bertambah sehingga Pertamina sulit memenuhi permintaan yang dikarenakan keterbatasan alat-alat pengelolahan minyak.
Pada masa Orba, mekanisme pengelolaan migas diatur dalam Undang-Undang Nomor8 Tahun 1971 Tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Pada pasal1, dijelaskan bahwa:
(1) Dengan tidak mengurangi tugas dan wewenang departemen-departemen dalambidangnya masing-masing, maka tata-usaha, pengawasan pekerjaan dan pelaksanaan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi serta pengawasan hasil pertambangannya dipusatkan pada departemen yang lapangan tugasnya meliputi pertambangan minyak dan gas bumi.(2) Pengawasan termaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi pengawasan produksi, pengawasan keselamatan kerja dan kegiatan-kegiatan lainnya dalam pertambanganminyak dan gas bumi yang menyangkut kepentingan umum. 3) Cara pengawasan dan pengaturan keselamatan kerja yang ditujukan untukkeamanan, keselamatan kerja dan effisiensi pekerjaan dari pada pelaksanaan usaha pertambangan minyak dan gas bumi, diatur dengan Peraturan Pemerintah.Dari pasal di atas, jelas bahwa kontrol sepenuhnya terletak pada departemen yangselanjutnya disebut Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) pada pasal yangkedua. Banyaknya pelanggaran dalam tubuh Pertamina yang menyebabkan kerugian negara dan desakan IMF untuk meliberalisasi sektor migas kemudian melahirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi menggantikan undang-undang migasyang telah dijelaskan sebelumnya.Perbedaan mendasar di antara kedua undang-undang ini adalah perbedaan pola pelaksanaan pengelolaan migas. Jika dalam UU No. 8 Tahun 1971 negara melalui Pertamina menjadi kontrol pusat pengelolaan Migas, dalam UU No. 22 Tahun 2001 migas dikuasai oleh negara namun, pelaksanaan dan pengelolaannya diserahkan kepada Badan Pelaksanasebagaimana yang tertulis pada pasal 4:(1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yangterkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaannasional yang dikuasai oleh negara.(2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakanoleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.
(3) Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23.Ini yang kemudian mendasari didirikannya BP Migas oleh pemerintah yang tugasnyadiatur pada pasal 44, yaitu:Pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh Badan Pelaksana sebagaimana dimaksudd alam Pasal 4 ayat (3).(2) Fungsi Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yangmaksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Banyak kontradiksi yang kemudian timbul dari keberadaan BP Migas sebagailembaga dengan wewenang penuh di sektor migas. Keberadaan BP Migas dan UU No. 22Tahun 2001 dianggap semakin menguntungkan pihak asing yang berinvestasi di Indonesiakhususnya di sektor migas.Beberapa permasalahan lainnya seperti pengelolaan pertambangan diserahkan kepada pihak asing, harga migas nasional yang harus disesuaikan dengan harga internasional, dan batas maksimal 25% kewajiban DMO. belum terealisasi pasar perminyakan yang kompetitif di dalam negeri, belum banyaknya pihak swasta yang membangun perusahaan minyaknya di dalamnegeri dikarenakan PERTAMINA masih mempertahankan status monopolinya.Lalu untuk menjadikan pasar yang kompetitif dan kebutuhan akan Bahan BakarMinyak (BBM) terpenuhi makan diterapkannya UU No.22 Tahun 2001 TentangMigas. dan dengan diberlakukannya UU ini menjadikan perusahaan swasta mudah untuk pengolahan dan pemasaran minyak di Indonesia lalu PERTAMINA tidaklah lagi menjadi regulator, karena negara telah membentuk Badan Pelaksana Migas dan Badan Pengatur Migas dan status PERTAMINAsebagai monopoli perusahaan minyak dalam negeri di cabut. Dan sampai pada tahun 2005 silam, tercatat sebesar 105 perusahaan telah mendapat izin untuk beroperasi, mengelola, dan memasarkan produk BahanBakar Minyak (BBM) di Indonesia seperti Shell, Chevron-Texaco, Petronas,British Petroleum,Petro China dll.Permasalahan yang di hadapi saat ini adalah pengelolaan sumber daya alamyaitu dalam hal ini adalah Migas, pengelolaannya masih bersandar pada perusahaan asing yang menyebabkan semakin kuatnya peranan perusahaan asing dalam penguasaan dan eksploitasi Migas Indonesia.
"Sebagian besar sumber-sumber energi Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing. Untuk minyak, misalnya, Indonesian Resource Studies (IRESS) menemukan bahwaPertamina hanya memproduksi minyak sebesar 15 persen dan 85 persen diproduksi olehasing. Sementara data Kementerian ESDM pada tahun 2009 menyebutkan, pertamina hanya memproduksi 13,8%. Sisanya dikuasai oleh swasta asing seperti Chevron (41%),Total E&P Indonesie (10%), Chonoco-Philips (3,6%) dan CNOOC (4,6%). Sementara hampir 90% produksi gas Indonesia hanya dikangkangi oleh 6 perusahaan asing, yakniChevron, Total, ConocoPhilips, British Petroleum, dan ExxonMobil. Sementara untuk batubara penguasaan asing diperkirakan mencapai 70%."
Hal ini kemudian yang memicu desakan agar dilakukannya Judicial Reveiew atau uji materi terhadap UU No. 22 tahun 2001. Dari beberapa kali uji materi yang dilakukan, salah satu putusan yang kemudian dianggap cukupfenomenal dari Mahkamah Konstitusi adalah amar putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012.Gugatan ini diajukan oleh organisasi-organisasi Islam dan beberapa orang lainnya. Keputusan yang dianggap paling luar biasa dalam putusan MK ini adalah dibubarkannya BP Migas kemudian kewenangan dari lembaga ini diambil alih oleh SKK Migas.Keberadaan SKK Migas diatur dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya MineralRepublik Indonesia Nomor 09 Tahun 2013 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Satuan KerjaKhusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi.Jika diperhatikan dan dibandingkan secara langsung, tidak terdapat perbedaan tugasyang mencolok antara BP Migas dan SKK Migas. Ini yang kemudian memicu lahirnyaargumen bahwa dua lembaga ini tidaklah berbeda dan hanya sekedar "ganti baju". Argumenini kemudian terbukti dari kasus penyelewengan dalam bentuk tindak pidana korupsi di tubuh SKK Migas yang menjerat Rudi Rubiandini. Melihat tidak adanya perubahan yang berarti dalam pengelolaan Migas, baik saat dipegang sepenuhnya oleh pemerintah, maupun saat diliberalkan.disini dapat dilihat bahwaIndonesia memang merupakan suatu wilayah yang telah di jadikan sasaran bagiperusahaan-perusahaan swasta asing atau Multinational Corporation (MNC) yangkonteksnya disini adalah migas. baik itu sebelum kemerdekaan maupun setelahkemerdekaan. Dalam sudut pandang menggunakan teori sistem dunia dan teori ketergantungan yangmerupakan turunan teori dari strukturalisme. Pada teori sistem dunia yang dipelopori oleh Immanuel Wallerstein, dunia terbagi menjadi tiga tingkatan yaitucore, semi periphery,dan periphery.Melihat permasalahan ini, perusahaan asingyang menginvestasikan perusahaannya di Indonesia berasal dari negara-negarayang berasal dari tingkatancore/inti, yaitu negara yang maju yang memiliki alat-alat produksi dan Indonesia disini dilihat sebagai negara yang berada pada
tingkatan periphery yaitu negara yang berkembang yang memiliki sumber dayaalam dan manusia yang melimpah tetapi tidak memiliki kekuatan produksi. Dantentunya, negara kecore/inti membutuhkan seorang pekerja untuk keuntunganSedangkan negara periphery memiliki sumber daya alam yangmelimpah tetapi tidak bisa mengelolanya di karenakan minimnya alat produksitetapi memiliki tenaga/jasa manusia untuk dapat di pekerjakan. Kemudian,karena negara core yang disini adalah perusahaan asing yang membutuhkansumber daya alam migas dan karena perusahaan asing ini memiliki alatproduksi maka Indonesialah yang di targetkan, Indonesia memiliki sumber dayaalam migas tetapi minim dalam pengelolaannya yang menyebabkan naiknyapermintaan/kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi BBM tetapi tidak bisamemenuhi kebutuhan masyarakatnya di karenakan minimnya pengelolaan BBMoleh PERTAMINA, maka akan menjadi tidak stabil kondisi dalam negerinya.Setelah di berlakukannya UUNo. 22 Tahun 2001 tersebut, perusahaan asing mulai masuk dan berlomba-lombauntuk mengelola dan mencari keuntungan dari pengelolaan minyak diIndonesia. Dan posisi Indonesia disini hanya memberikan jasa kepadaperusahaan asing untuk memperkerjakan masyarakatnya di perusahaan asingtersebut dan juga karena perusahaan asing membutuhkan tenaga untukmengelola perusahaannya agar tetap berjalan.Dan kebutuhan masyarakatIndonesia terpenuhi dengan adanya perusahaan asing yang memberikanlapangan pekerjaan dan juga memproduksi BBM untuk kebutuhan sehari-harimasyarakatnya. Dan perlu di ingat, bahwa tidak selamanya Indonesia berada diposisi yang aman, karena berdasarkan data yang di terima dalam makalah initerdapat problematik yang di hadapi Indonesia sendiri dengan meliberalisasikansektor migasnya, yaitu perusahaan migas dalam negeri PERTAMINA hanya menguasai 13,8% dari keseluruhan migas di Indonesia yang kemudian sisanya dikelola semua oleh asing.
Merangkum semua bahasan peran MNC dalam pembangunan Indonesia sungguh sangat besar pada awal pembahan kita lihat bahwa munculnya MNC di Indonesia sendiri karena kita berhutang pada IMF pada saat krisis moneter di era orde baru,dimana IMF mengajukan syarat untuk meliberalisasikan SDA yang ada di Indonesia.Keterlibatan MNC dalam pembangunan ekonomi juga dilihat dimana pada saat itu Indonesia tidak mempunyai alat untuk pengeboran minyak yang lengkap sehingga mau tidak mau kita bergantung pada MNC sebagai kontraktor di sektor Migas.Tetapi berbalik lagi untuk melihat kenyataan pada saat ini dimana semua berbanding terbalik atas pembagian keuntungan yang di peroleh dari hasil Migas ini yang seharusnya Indonesia mendapatkan jatah 85% dari 100 % keuntungan dan MNC hanya mendapatkan 15% dari 100% keuntungan karena perannya hanya sebagai kontraktor.hal ini lah yang harus kita seriusi dalam menanganinya karena ini menyangkut pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih baik
Kesimpulan
liberalisasi yang ada telah melanggar cita-cita awal dari para pendiri negaraIndonesia. Individualisme secara genologis bukanlah hakikat dari bangsa Indonesia. Itu jelasdipaparkan oleh pendiri bangsa kita, seperti Hatta dan Soepomo. Oleh karena itu, pengelolaanMigas tidak boleh diserahkan pada prinsip-prinsip pasar. Sebab, seperti teori yang telahdikemukakan, unsur yang paling penting di dalam pasar adalah individualisme hal itu merupakan syarat utama untuk menjamin pasar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, sebagaimana angan-angan Adam Smith. Lewat hal itu, modal akan mengalir tanpa-henti, kemudian masuk ke sektor-sektor ekonomi untuk memenuhi permintaan. Persoalan ekonomi sekaligus menjadi persoalan bersama teradapat di negara-negara .Perusahaan asing yang gencar mengelola MIGAS di Indonesia adalah mencari keuntungan untuk negaranya dan karena negara dari MNC memiliki alat-alat produksi tetapi mempunyai minim jasa maka dari hal itu MNC masuk ke indonesia sebagai negara periphery yang memiliki migas melimpah dan jasa yang banyak agar MNC mendapatkan keuntungan. Pengelolaan Migas diberikan kepada swasta,namun bertanggung-jawab kepada pemerintah dan dikontrol pemerintah, atau perusahaan bebentuk badan hukum yang dibuat pemerintah. Dengan begitu, negara tetap memegangdaulatnya sebagai lembaga tertinggi yang memiliki kekuasaan politik.
Merangkum semua bahasan peran MNC dalam pembangunan Ekonomi Indonesia sungguh sangat besar pada awal pembahan kita lihat bahwa munculnya MNC di Indonesia sendiri karena kita berhutang pada IMF pada saat krisis moneter di era orde baru,dimana IMF mengajukan syarat untuk meliberalisasikan SDA yang ada di Indonesia.Keterlibatan MNC dalam pembangunan ekonomi juga dilihat dimana pada saat itu Indonesia tidak mempunyai alat untuk pengeboran minyak yang lengkap sehingga mau tidak mau kita bergantung pada MNC sebagai kontraktor di sektor Migas.Tetapi berbalik lagi untuk melihat kenyataan pada saat ini dimana semua berbanding terbalik atas pembagian keuntungan yang di peroleh dari hasil Migas ini yang seharusnya Indonesia mendapatkan jatah 85% dari 100 % keuntungan dan MNC hanya mendapatkan 15% dari 100% keuntungan karena perannya hanya sebagai kontraktor.hal ini lah yang harus kita seriusi dalam menanganinya karena ini menyangkut pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih baik
Saran
Pembangian hasil Keuntungan yang pertama kali disepakati dengan keuntungan Indonesia sebanyak 85% dari 100% dan Asing hanya 15% dari 100% harus di pertanyakan kembali dimana kita melihat justru sekarang menjadi kebalikan.peran pemerintah harus lebih ekstra di perhatikan pada sektor pembangunan ekonomi Indonesia di bidang migas karena jikalau Indonesia dapat mengatur dan mengelolanya dengan baik,maka hasil pembangunan ekonomi Indonesia akan lebih meningkat.
Lalu dengan demikian,juga perlu diperbaikan lagi pemahaman mengenai pasal 33 UUD 1945, beserta cita-cita yang diselipkan para pendiri negara sebagai cita-cita untuk membebaskan masyarakat Indonesia dari keterpurukan. Keberadaan SKK Migas jelas membuat pemerintah harus rukuk kepada perusahaan swasta (MNC), baik nasional mau pun asing. Padahal pemerintah harus berdiri lebih tinggi, sehingga kedaulatan rakyat dapat terjamin.
Daftar Pustaka
http://www.republika.co.id/berita/rol-to-campus/ugm/14/05/22/n5z90r-kenal-lebih-dekat-industri-migas-indonesia
https://www.academia.edu/7101819/INVESTASI_PERUSAHAAN_ASING_MULTINATIONAL_CORPORATION_DI_INDONESIA_PADA_SEKTOR_MIGAS_PRAKTIK_IMPERIALISME
Buku : Ekonomi Politik dan Pembangunan Teori,Kritik,dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Karangan : Prof.Dr.Didin S. Damanhuri
1