PERAN PERAWAT INDONESIA DALAM PENCEGAHAN PENINGKATAN KASUS HIV/AIDS ; DI PERSIMPANGAN JALAN
Menurut prediksi Departemen Kesehatan (Depkes), pada 2010 HIV/AIDS di Indonesia akan menjadi epidemi dengan jumlah kasus infeksi HIV bisa mencapai satu juta hingga lima juta orang, sementara akumulatif kasus AIDS pada 2010 (sejak 1987) akan mencapai 80-130 ribu orang, dan diprediksi akan terus menggelembung 1). Indonesia bahkan dewasa ini berada pada fase awal epidemi penyakit AIDS dengan epidemi HIV yang cukup serius. Menurut data Family Health International (FHI), presentase mereka yang memiliki risiko tinggi terjangkit HIV/AIDS di Indonesia antara lain, pengguna narkoba (34 persen), PSK (tujuh persen), pelanggan PSK (31 persen), waria (satu persen), gay (delapan persen), partner group berisiko tinggi (12 persen), dan lain-lain (tujuh persen). Penyakit ini menyebar cepat di kalangan pengguna narkoba dengan suntikan, pekerja seks dan pelanggannya serta melalui kontak heteroseksual seperti halnya di Papua, demikian menurut Direktur Eksekutif UNAIDS Dr Peter Piot 2) Sebagai contoh di Jawa Barat saja penderita HIV/AIDS sebanyak 7.000-23.262 orang sampai Juli 2006. Namun, jumlah yang tercatat, penderita HIV/AIDS di Jabar hanya 1.735 kasus, menurut Sekretaris Tim Penanggulangan AIDS Perjan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dr Rasmia Riwawi SpKK. Jumlah itu terdiri dari 464 penderita AIDS dan 1.289 HIV. ''Estimasi penderita HIV/AIDS memang besar,'' katanya. Baru sedikitnya penderita HIV/AIDS yang tercatat, sambung dia, salah satunya disebabkan penderita belum siap diperiksa.3) Definisi
AIDS
dan
Sejarah
Penyebarannya
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus, cacing, jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada orang yang sistem kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS juga mudah terkena kanker sehingga gejala AIDS amat bervariasi. Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek 4) HIV adalah bagian dari keluarga atau kelompok virus yang disebut lentivirus ditemukan dalam lingkup luas primata non-manusia. non -manusia. Diketahui secara kolektif sebagai virus monyet yang dikenal dengan SIV (Simian Immunodeficiency Virus). Sekarang secara umum diterima bahwa HIV merupakan keturunan dari SIV. Jenis SIV tertentu mirip dengan HIV-1 dan HIV-2, dua tipe HIV. Sebagai contoh, HIV-2 dapat disamakan dengan SIV yang ditemukan pada monyet /sooty mangabey (SIV_sm ), kadang-kadang dikenal sebagai monyet hijau yang berasal dari Afrika barat. 5) Jenis HIV yang lebih mematikan, yaitu HIV-1, hingga akhir-akhir ini sangat sulit untuk
digolongkan. Pada Februari 1999 diumumkan bahwa kelompok peneliti dari University of Alabama - AS, telah meneliti jaringan yang dibekukan dari seekor simpanse dan menemukan jenis virus (SIV_cpz ) yang nyaris sama dengan HIV-1. Simpanse ini berasal dari sub-kelompok simpanse yang disebut /Pan troglodyte troglodyte,/ yang dahulu umum di Afrika tengah-barat. Tim peneliti menegaskan bahwa ini menunjukkan simpanse adalah sumber HIV-1, dan virus ini pada suatu ketika menyeberang dari spesies simpanse ke manusia. Telah lama diketahui bahwa virus tertentu dapat menyeberang dari hewan kepada manusia, dan proses ini dikenal dengan zoonosis. Peneliti dari University of Alabama mengesankan bahwa HIV dapat menyeberang d ari simpanse karena manusia membunuh simpanse dan memakan dagingnya. Beberapa teori lain yang diperdebatkan berpendapat bahwa HIV berpindah secara iatrogenik (diakibatkan kealpaan pihak medis), misalnya melalui percobaan medis. Satu teori yang disebarluaskan secara baik adalah bahwa vaksin polio yang memainkan peranan dalam perpindahan ini, karena vaksin tersebut dibuat dengan menggunakan ginjal monyet. 5)
Pengobatan
dan
Pencegahan
,
Pilihan
yang
dilematis
bagi
Indonesia
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan UNAIDS meluncurkan rencana untuk menyediakan obat-obat antiretroviral bagi tiga juta orang di negara-negara berkembang dan mereka yang dalam transisi sebelum tahun 2005. WHO memperkirakan bahwa enam juta orang di negara-negara miskin memerlukan pengobatan antiretroviral (ARV) yang telah dinikmati banyak pengidap AIDS di negara maju, namun kurang dari 300.000 orang yang menerimanya. Tiga juta orang tewas pada tahun 2003 karena AIDS. Di Asia-Pasifik, menurut WHO, kini satu orang tewas setiap menitnya karena AIDS. Lima juta kasus baru HIV/AIDS tercatat di seluruh dunia tahun ini saja, sebagian besar di Afrika sub-Sahara, walau AIDS dengan cepat menjadi masalah besar di Cina, India, dan Rusia. Di India, di mana diperkirakan empat juta orang telah terinfeksi HIV, pemerintah mengatakan merencanakan untuk menyediakan obat-obat antiretroviral gratis bagi pasien-pasien AIDS-dengan membeli versi generik obat-obat itu dari perusahaan-perusahaan India dengan harga murah. Pada tahun pertama, pemerintah akan membelanjakan 2 miliar rupee (44 juta dollar AS) untuk pengobatan bagi 100.000 pasien di enam negara bagian India yang paling terkena AIDS. 7) Menurut Ketua Harian Kelompok Studi AIDS Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM di sela-sela simposium ”Peningkatan Risiko Penularan HIV/AIDS pada Perempuan”, sejak 2004 pemerintah telah menyediakan obat gratis bagi pasien HIV/AIDS berupa Duviral (kombinasi 3 TC dan AZT) dan Neviral(Nevirapine). Akan tetapi, sekitar 30 persen pasien tidak cocok menggunakan obat tersebut. Ada yang mengalami alergi gatal-gatal terhadap Nevirapine atau menalami anemia karena mengonsumsi Duviral. Untuk pasien seperti ini diperlukan obat antiretroviral linik kedua atau ketiga yang harganya cukup mahal, sekitar Rp 850.000 (Efavirenz) sampai Rp 2,5 juta (Nelvinavir) per bulan, walau sudah generik. Di Indonesia sendiri obat AIDS sekarang sudah menjadi daftar obat sosial, diproduksi sendiri oleh PT Kimia Farma sejak 8 Desember 2003 dan mendapat perhatian dari pemerintah. Sehingga obat generik AIDS dari India yang semula harganya Rp 850 ribu, sekarang dapat diperoleh dengan harga Rp 385 ribu, bahkan saat ini menjadi Rp 200 ribu harganya setelah mendapat subsidi pemerintah. Demikian menurut Prof Dr dr Samsuridjal Djauzi, SpPD yang menjabat Direktur Utama RS Kanker Dharmais, dia juga ketua Gerakan Nasional meningkatkan Akses Terapi HIV/AIDS (GN-MATHA), yang telah
memperjuangkan penanggulangan dan dan penanganan penderita HIV/AIDS, untuk menghasilkan obat murah antiretroviral (ARV) generik bagi pengidap HIV/AIDS di Indonesia.7) Di kawasan Asia Tengggara, Thailand telah berhasil menahan laju pertumbuhan infeksi baru dan mampu menyediakan terapi AIDS untuk 80 persen penduduk yang memerlukan. Sedangkan Kamboja berhasil meningkatkan cakupan terapi 50 persen dalam 2 tahun. Indonesia juga berhasil meningkatkan cakupan terapi secara nyata dan merupakan salah satu dari tiga negara di kawasan Asia Tenggara yang telah berhasil memproduksi sendiri obat AIDS (antiretroviral). Dengan melaksanakan program pencegahan dan terapi yang baik, Ditahun 2005 Thailand berhasil menurunkan jumlah infeksi baru HIV yang diperkirakan 140.000 sampai 150.000 setahun, hanya menjadi 17.000. Sejak 1984 sekitar 551.000 orang telah meninggal di Thailand karena AIDS. Namun, program penanggulangan yang efektif di negara ini kemudian juga dapat mencegah 540.000 kematian 8) Keberhasilan Thailand, Uganda serta beberapa negara lain dalam menekan angka penularan dapat kita tiru. Intinya adalah informasi, hubungan seks yang aman serta mengurangi kemudharatan penggunaan jarum suntik di kalangan penggunaan narkoba. Kita sudah tak punya waktu lagi untuk terus berdebat. Umpama rumah kita sedang terbakar maka kita tak dapat menghabiskan waktu untuk membahas bagaimana memadamkan api, namun semua harus berusaha. Orang tua, kalangan agama, guru, tokoh masyarakat amat berperan dalam meningkatkan daya tahan keluarga terutama remaja dalam mencegah penularan HIV/AIDS. Dua jalur penting penularan yang sekarang ini terjadi adalah penggunaan narkoba dan hubungan seks yang tak aman. Kalangan kesehatan perlu diberi kesempatan untuk melakukan upaya dengan sungguhsungguh untuk melakukan upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat. 6) Pemerintah daerah juga diharapkan dapat meningkatkan kontribusinya pada upaya penanggulangan AIDS. Selain itu, upaya untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna program penanggulangan AIDS harus terus diusahakan. Di beberapa daerah Indonesia prevalensi HIV/AIDS masih rendah. Namun itu tidak berarti bahwa upaya penanggulangan belum perlu dilakukan. Justru pada tingkat prevalensi rendah ini upaya pencegahan akan lebih berhasil. Biaya yang akan timbul karena tidak melakukan upaya pencegahan (cost of inaction) sesuai dengan pengalaman masa lalu amatlah besar. Karena itulah informasi mengenai cara penularan dan upaya pencegahan sudah harus dilakukan di daerah yang prevalensi HIV/AIDS masih rendah. 8)
Ditetapkan pula strategi pembangunan kesehatan beserta program-program pokoknya. Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) disebutkan bahwa salah satu program pokok pembangunan kesehatan adalah peningkatan perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat, yang karenanya menempatkan promosi kesehatan sebagai salah satu program unggulan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan Rencana Strategis (Renstra) Depkes 2005-2009 juga disebutkan bahwa Promosi Kesehatan merupakan program tersendiri dan diposisikan pada urutan pertama. Ini menegaskan bahwa Paradigma Sehat dengan Visi Indonesia Sehat-nya tersebut sangat sesuai dengan Deklarasi Jakarta, Selanjutnya masing-masing program termasuk Promosi Kesehatan menyusun visi, misi dan program kegiatannya, serta sasaran atau target yang harus dapat terukur. Dalam kaitan itu ditetapkan Visi Promosi kesehatan yaitu : Berkembangnya masyarakat
Indonesia baru yang berbudaya sehat. Misinya adalah: (1) Melakukan advokasi kebijakan publik yang berdampak positif pada kesehatan; (2) Mensosialisasikan pesanpesan kesehatan; (3) Mendorong gerakan-gerakan sehat di masyarakat; 9) Peran
Perawat
Dalam
Penanggulangan
AIDS
;
di
persimpangan
jalan
Sudah puluhan dokter, artis, tokoh masyarakat yang peduli dan mendirikan LSM atau Lembaga pemerintah yang bergerak dalam memerangi pengobatan, penanggulangan dan perawatan pasien AIDS/HIV di Indonesia saat ini; kemana perawat Indonesia ??? Banyak pastinya perawat yang bekerja di semua RS di Indonesia yang saat ini telah berpengalaman dalam menangani pasien AIDS/HIV, namun sudahkah advokasi publik atau masyarakat mengenal mereka ??? Lantas akan semakin berderet pertanyaan guna merefleksikan peran profesi dalam masalah ini, apakah memang tidak ada tokoh perawat yang siap dan berpengalaman dan sanggup dikenal publik dan masyarakat dalam penanggulangan AIDS/HIV, ataukah perawat memang profesi yang masih malu-malu mengakui keprofesiannya ???? Sebuah Autorefleksi Masyarakat telah mengenal beberapa nama : 1. Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM dengan POKDISUS nyahttp://www.pokdisus-aids.org/ 2. Prof Dr dr Samsuridjal Djauzi, SpPD dengan (GN-MATHA) 3. Artis : Nurul Arifin http://www.nurularifin.com/ind/ 4. Baby Jim Aditya S yang juga artis http://www.babyjimaditya.com/
AIDS-
Dan banyak ratusan yayasan lainnya yang bergerak di advokasi dan perawatan penderita ODHA, tetapi entahlah mungkin saja ada yang dikelola oleh perawat.
Bergabungnya para dokter, perawat, apoteker serta relawan merupakan wahana untuk saling memahami, menghargai serta meningkatkan kerjasama dalam penanggulangan dan pengobatan AIDS. Kerjasama yang baik ini akan merupakan, modal kuat untuk melayani masyarakat. 10) Kedekatan perawat dengan para pasien HIV memang menjadi kunci dalam proses kesembuhan pasien. Peran perawat memang dianggap wajar sebagai bagian dari tugas atau pekerjaan yang memang harus dilaksanakan. Nyatanya, menjadi perawat pasien HIV/AIDS tak sekadar menjalankan kewajiban. Frekuensi pertemuan yang rutin diban¬ding para dokter yang membuat perawat berubah menjadi 'perawat plus.' 9) Jika selama ini peran pendamping atau sukarelawan yang banyak disorot, peran perawat HIV/AIDS pun sudah sepatutnya mendapat perhatian. Rugaiyah atau biasa disapa Ria, 38, adalah salah satu 16 perawat pasien HIV/AIDS Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI) RSU Dr Soetomo Surabaya yang menerima piagam penghargaan dari Gubernur Jawa Timur, Imam Oetomo, pekan lalu, ini mungkin tak seban¬ding jika dibandingkan dengan risiko yang harus mereka terima. Risiko tertular membuat banyak perawat segan tatkala ditugaskan di UPIPI. Alih alih ada juga yang rela memilih keluar pekerjaan. "Kalau perawatnya saja takut, bagaimana dengan keluarganya? Tugas kami di awal awal UPIPI berdiri memang berat," kenang Ria. 9) Untuk itu diperlukan kegiatan yang berkaitan dengan HIV/AIDS difokuskan pada tersusunnya Pedoman Asuhan Keperawatan pasien dengan HIV/AIDS, meningkatnya
kemampuan perawatan dalam melayani pasien dengan HIV/AIDS serta makin banyaknya perawat yang terlibat dalam upaya upaya penanganan HIV/AIDS di Indonesia. 12) Penanganan HIV/AIDS dengan ARV saat ini terdapat beberapa kendala terutama kelemahan pada sistem kesehatan, termasuk kurangnya jumlah tenaga professional kesehatan. Hal ini sering menjadikan alasan rasional untuk mengadakan pelatihan kepada tenaga pekerja kesehatan di masyarakat (Community Health Workers) dalam rangka membantu dalam pemberian ARV dan memonitor kepatuhan (adherence). Disaat yang sama terjadi pertumbuhan jumlah perawat disejumlah negara yang belum diberdayakan untuk meningkatkan access dalam upaya preventive, perawatan (care) dan pengobatan (treatment) AIDS. Kondisi tersebut juga terjadi di Indonesia, dilihat dari pertumbuhan lulusan sekolah perawat cukup tinggi. Tahun 1997 CDC melaporkan 52 kasus petugas kesehatan lain HIV akibat kecelakaan ditempat kerja, sedangkan 114 orang petugas kesehatan lain diduga terinfeksi ditempat kerja. ICN 2005 melaporkan bahwa estimasi sekitar 19-35 % semua kematian pegawai kesehatan pemerintah di Afrika disebabkan oleh HIV/AIDS. Sedangkan di Indonesia data ini tidak tersedia dengan baik. Namun dari kejadian itu resiko pada perawat paling besar tertular terutama akibat dari terpapar cairan dan tertusuk jarum, sehigga berkembang upaya untuk mencegah terinfeksi pasca paparan HIV termasuk di Indonesia. 13) Dampak dari HIV/AIDS juga memicu faktor migrasi pekerja kesehatan di sub sahara Afrika, dengan akibat tidak langsung menyebabkan peningkatan beban kerja makin perawat. Di Indonesia belum terjadi migrasi perawat sebagai dampak HIV/AIDS, tetapi yang lebih mengemuka adalah tidak terpenuhinya standar-standar yang harus dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan pasien HIV/AIDS dan masih banyak pula stigma serta diskriminasi pelayanan yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien HIV/AIDS di Indonesia. 8) Pada akhirnya PPNI sangat concerned dengan pertumbuhan jumlah orang yang menderita HIV/AIDS, saat ini estimasui dunia menjadi 16 juta orang serta pada tahun 2020 menjadi 20 juta orang. Terutama sekali PPNI conserned pada bagaimana access terhadap upaya preventive, perawatan dan pengobatan pada pasien HIV/AIDS sesuai dengan standar baik di RS maupun di masyarakat.13) Untuk itu peran perawat dalam advokasi AIDS lebih akan berdampak ganda (mengurangi resiko infeksi nosokomial AIDS dan meningkatkan peran dalam preventif, promoti dan rehabilitatif) dalam penanggualangan AIDS/HIV, misalnya dengan jalan : 1. 2. 3. 4.
Membuat LSM atau lembaga penelitian AIDS/HIV Advokasi KIE (komunikasi-informasi dan edukasi) lewat website/internet Mengadakan pelatihan/seminar publik Menjaring tokoh perawat Indonesia dalam penanggulangan AIDS/HIV agar masyarakat lebih mengenal keperawatan lebih maju dan modern 5. Mengoptimalkan pemanfaatan dana hibah/grant lewat bidang keperawatan AIDS/HIV 6. Membuat SOP Askep AIDS/HIV Hingga pada akhirnya peran perawat Indonesia dalam penanggulangan, perawatan, pencegahan dan pengobatan AIDS/HIV menuju jalan maju, tidak ragu ke kanan dan ke kiri, terlebih lagi mundur kebelakang.
Jurnal Peran tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan kematian neonatal ABSTRAK STIKES MITRA ADIGUNA PALEMBANG PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SKRIPSI, JULI 2012 DWI ISTIKA Judul : Peran Tenaga Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Terjadinya Kematian Neonatal Di Puskesmas Bukit Sangkal Palembang di Bawah Bimbingan Drs. Bambang B Soebyakto, MA,PhD (xvii + 75 halaman+ 1 tabel + 1 skema + 9 lampiran) Kematian neonatal adalah kematian bayi yang berumur antara 0 sampai dengan 28 harisetelah kelahiran hidup atau bayi yang berumur satu bulan. Adapun upaya pencegahan yang dilakukan dalam usaha untuk mengurangi menurunkan kejadian kematian neonatal antara lain pemberian kekebalan pada bayi baru lahir terhadap tetanus melalui imunisasi peningkatan ASI eksklusif, program manajemen tumbuh kembang balita sakit pertolongan persalinan dan penatalaksanaan Bayi Baru lahir dengan tepat perawatan neonatal dasar meliputi perawatan tali pusat, pencegahan hipotermi serta pencegahan infeksi. Berdasarkan data dari Puskesmas Bukit Sangkal Palembang pada tahun 2009 kematian neonatal berjumlah 114 orang yang meninggal dari 266 bayi lahir, pada tahun 2010 berjumlah 216 yang meninggal dari 354 bayi lahir, Sedangkantahun 2011 berjumlah 240 yang meninggal dari 315 bayi lahir. Rumusan masalahnya adalahBagaimana peran tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya kematian Neonatal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya kematian neonatal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dilakukan secara nonprobability sampling dengan cara purposive sampling, dan cara pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara mendalam. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kematian neonatal dapat dicegah dengan berbagai Salah satu cara untuk mengurangi angka kematian Neonatal adalah program imunisasi, inisiasi menyusui dini yang dilanjutkan dengan menyusui eksklusif 6 bulan dapat mencegah kematian Karena, bayi mendapatkan asupan gizi yang mencukupi dan terhindar dari berbagai penyakit pada fase kehidupan. Kata kunci : Peran Tenaga Kesehatan, Upaya Pencegahan, dan Kematian Neonatal Bahan acuan : 12 (2006-2012) PENDAHULUAN
Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia masih tinggi yaitu 334/100.000 kelahiran hidup. Salah satu factor penting dalam upaya menurunkan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat belum telaksana dengan baik. Untuk itu pemerintah mencanangkan pada Making Pregnancy safer atau MPS, yang pada dasarnya mencanangkan pada penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang cost-effective, yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penanganan komplikasi obstetric dan neonatal, serta pencegahan kehamilan tidak diinginkan dan penanganan komplikasi abortus (JNPK-KR, 2004).
Menurut laporan WorldHealth Organization (WHO) angka kematian bayi sangat memprihatinkan yang dikenal dengan fenomena 2/3.Fenomena itu terdiri dari, 2/3 kematian bayi (0-1 tahun) terjadi pada masa neonatal (0-28 hari), 2/3 kematian neonatal terjadi pada masa perinatal (0-7 hari) dan 2/3 kematian perinatal terjadi pada hari pertama kelahiran(Agnesa, 2011). Secara global dikemukakan bahwa selama tahun 2000, terdapat 4 juta kematian neonatus ( 3 juta kematian neonatal dini dan 1 juta kematian neonatal lanjut), Sedangkan AKB di Indonesia pada tahun 2003 sebesar 42/1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2004 menjadi 43.52/1000 kelahiran hidup. Hampir 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Kematian tertinggi di Afrika 88/1000 kelahiran hidup, sedangkan di Asia angka kematian perinatal mendekati 66/1000 kelahiran hidup (Sulistyawati,2009). Departemen Kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun. Untuk mewujudkan hal ini, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan keadaan ini masih jauh dari target harapan yaitu 75% atau 125/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010(Sulistyawati, 2009). Angka kematian bayi yang cukup tinggi menempatkan Indonesia di kawasan Asia Tenggara rangking 7 dari 10 negara di bawah Vietnam dalam urutan angka kematian Unicef (2000).Menurut SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2007 bahwa AKB untuk Indonesia adalah 34 per 1000 kelahiran hidup dan untuk Propinsi NTB adalah 72 per 1000 kelahiran hidup lebih rendah dari hasil SDKI 2002 yaitu 74 per 1000 kelahiran hidup. Disebutkan juga Angka Kematian Neonatal untuk Indonesia adalah 20 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Neonatal di NTB adalah 34 per 1000 Kelahiran Hidup. dimana Kematian Neonatal berhubungan dengan kondisi ibu saat hamil dan melahirkan (Dolen, 2010). Pola penyebab kematian menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan berat badan lahir rendah sebesar 35 %, kemudian asfiksia 33,6 %. Penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1 % (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia,dan diare). Dari gambaran penyakit penyebab kematian neonatal di Indonesia dan permasalahan kesehatan neonatal yang kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya (Dolen, 2010). Adapun upaya pencegahan yang dilakukan dalam usaha untuk mengurangimenurunkan kejadian kematian neonatal antara lain pemberian kekebalan pada bayi baru lahir terhadap tetanus melalui imunisasi. Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang telah berhasil menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi pada bayi dan anak, peningkatan ASI eksklusif, status gizi, deteksi dini dan pemantauan tumbuh kembang, pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, program manajemen tumbuh kembang balita sakit dan manajemen tumbuh kembang balita muda, pertolongan persalinan dan penatalaksanaan Bayi Baru lahir dengan tepat, diharapkan keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman, dan perawatan pasca persalinan sesuai standar kesehatan, program asuh, keberadaan bidan desa, perawatan neonatal dasar meliputi perawatan tali pusat, pencegahan hipotermi dengan metode kanguru, menyusui dini, usaha bernafas spontan, pencegahan infeksi, penanganan neonatal sakit, audit kematian neonatal (Fernandez, 2009). Berbagai upaya untuk mengurangimenurunkan kejadian kematian neonatal yang salah saatunya dalam pemberian kekebalan pada bayi baru lahir terhadap tetanus melalui imunisasi. Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang telah berhasil menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian)Pada tahun 2005, untuk pertama kalinya dalam dekade ini ratusan anak terjangkit polio yang berisiko lumpuh, cacat, bahkan meninggal (Ambarwati, 2010).
Di Indonesia, program imunisasi telah berjalan sekitar 30 tahun lebih dan terbukti berhasil menurunkan angka penyakit mematikan yang dapat dicegah dengan imunisasi. Antara lain campak, polio, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), tuberkulosis, dan hepatitis B. Haemophilus influenzatipe B dan pneumokokus juga dapat dicegah sejak dini melalui imunisasi (Ambarwati, 2012). Selanjutnya, perawatan sederhana seperti pemberian air susu ibu ASI eksklusif pada bayi yang baru dilahirkan hingga enam bulan ke depan sangat mencegah kematian bayi karena kekurangan zat-zat anti infeksi yang dibutuhkan. Permulaan menyusui dini atau inisiasi menyusui dini dapat mengurangi 23% kematian bayi 28 hari, dan sekitar pada saat satu bulan pertama kehidupan bayi. Telah terbukti, pemberian ASI eksklusif dapat mencegah 13% kematian bayi dan bahkan 19/0 jika dikombinasikan dengan makanan tambahan bayi setelah usia 6 bulan dan pada akhirnya akan berdampak besar pada penurunan AKB (Fernandez, 2009). AKB di Sumatera Selatan berdasarkan Laporan SDKI tahun 2007 mencapai 62 per 1000 kelahiran, kemudian menurun di tahun 2008 sebesar 53 per 1000 kelahiran hidup (BPS Propinsi Sumsel, 2009). Angka kematian bayi di Sumatera Selatan menjadi 42 per 1000 kelahiran, atau turun 25 persen selama 10 tahun atau rata-rata turun 2,5 persen per tahun. AKB Sumsel lebih tinggi dibandingkan Angka Nasional yaitu 42 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2010). Menurut target MDGs AKB diharapkan turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup.Kematian bayi di Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 4 per 1000 kelahiran hidup. Persentase kematian bayi tertinggi terjadi di kabupaten Ogan Komering Ilir (1.31%) dan Lahat (0.82%), persentase terendah di kabupaten Muara Enim (0.14%) dan Empat Lawang (0.13%). Angka kematian bayi di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 0,8 atau 79 kematian bayi, sedangkan pada tahun 2008 adalah 3,4 atau 537 kematian bayi (Depkes, 2010). Dari data Dinkes Kota Palembang Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2007 berjumlah 3 per 1000 kelahiran hidup atau 98 per 29.175, sedangkan tahun 2008 Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami peningkatan berjumlah 4 per 1000 kelahiran hidup atau 116 per 30.104 kelahiran hidup, dan pada tahun 2009 Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami penurunan berjumlah 2 per 1000 kelahiran hidup atau 52 per 30.117 kelahiran hidup (Dinkes, 2009). Berdasarkan Data dari Puskesmas Bukit Sangkal Palembang jumlah angkakematian neonatal pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2009 sebanyak 114 orangyang meninggal dari 266 bayi lahir,pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2010 sebanyak 216yang meninggal dari 354 bayi lahir, Sedangkan pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2011 sebanyak 240 yang meninggal dari 315 bayi lahir. Berdasarkan data diatas adanya peningkatan angka kematian neonatal, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Peran Tenaga Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Terjadinya Kematian Neonatal Di Puskesmas Bukit Sangkal Palembang”. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Bukit Sangkal Palembang pada bulan Mei – Juni tahun 2012 dengan sasaran penelitian 2 (dua) orang Bidan profesional. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaranyang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik atau sifat variabel. Data kualitatif biasanya tidak berhubungan dengan angka-angka dan sering tidak dikaitkan dengan analisis statistik. Oleh sebab itu, sering disebut data non statistik (Notoatmodjo, 2005:185). HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan Upaya Pencegahan Berdasarkan hasil penelitian diketahui informan menyatakanbahwa upaya yang dilakukan adalah meningkatkan kegiatan imunisasi pada bayi, status gizi, Pertolongan persalinan dan penatalaksanaan Bayi Baru lahir dengan tepat, Peningkatan ASI eksklusif, deteksi dini dan pemantauan tumbuh kembang. Seperti yang dinyatakan oleh Effendy (2011), bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kematian bayi yaitu peningkatan kegiatan imunisasi pada bayi, Peningkatan ASI eksklusif, status gizi, deteksi dini dan pemantauan tumbuh kembang, Pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, Program Manajemen Tumbuh kembang Balita sakit dan Manajemen Tumbuh kembang Balita Muda, Pertolongan persalinan dan penatalaksanaan Bayi Baru lahir dengan tepat, Diharapkan keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman, dan perawatan pasca persalinan sesuai standar kesehatan, Program Asuh, Keberadaan Bidan Desa, Perawatan neonatal dasar meliputi perawatan tali pusat, pencegahan hipotermi dengan metode kanguru, menyusui dini, usaha bernafas spontan, pencegahan infeksi, penanganan neonatal sakit, audit kematian neonatal. Penelitian yang saya teliti sesuai dengan teori Maryunani (2010), yang menyatakan bahwa upaya pencegahan yang telah berhasil menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi pada bayi dan anak adalah dalam pemberian imunisasi, Peningkatan ASI eksklusif, Pertolongan persalinan dan penatalaksanaan Bayi Baru lahir dengan tepat. Sedangkan menurut teori Fernandes (2009), Dalam upaya menurunkan AKB, selain tindakan asuhan persalinan yang tepat dan benar, juga tidak kalah pentingnya adalah asuhan bayi baru lahir yang tepat dan benar juga. 1.4.2 Peran Tenaga Kesehatan 1.4.2.1 Pemberian Imunisasi Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa informan menyatakan bahwa Imunisasi merupakan salah satu intervensi paling efektif untuk mencegah pe nyakit menular seperti yang telah dibuktikan. Hal iniseperti yang dinyatakan oleh Revlie (2010) bahwa mencegah kematian, kesakitan dan cacat pada anak terhadap enam penyakit berbahaya, yaitu tuberkulosis anak, difteria, pertussis, tetanus, campak dan polio. Untuk mencapai tujuan tersebut, pelayanan imunisasi dapat dilaksanakan secara merata melalui puskesmas maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya di semua kecamatan. Disamping itu pelayanan imunisasi mencakup semua jenis antigen secara lengkap dengan cakupan yang tinggi. Penelitian yang saya teliti sesuai dengan teori Hidayat (2012) yang menyatakan bahwa imunisasi selama ini identik untuk memperkuat daya tahan tubuh bayi dan anak-anak. Namun, kini program tersebut juga ditujukan bagi remaja dan dewasa. Imunisasi adalah cara termudah dan paling efektif untuk mencegah kematian dan kecacatan di usia dini. Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan hasil penelitian informan menyatakan bahwa pemberian ASI Eksklusif dapat mencegah kematian bayi Karena, bayi mendapatkan asupan gizi ya ng mencukupi dan terhindar dari berbagai penyakit. Hal ini dengan teori Ambarwati (2009), bahwa, pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi yang baru dilahirkan hingga enam bulan ke depan sangat pmencegah kematian bayi karena kekurangan zat-zat yang dibutuhkan. Permulaan menyusui dini atau inisiasi menyusui dini dapat mengurangi 23% kematian bayi 28 hari, dan sekitar pada saat satu bulan pertama kehidupan bayi . Sedangkan menurut teoriIda Saripudin (2009), de ngan inisiasi menyusui dapat menurunkan angka kematian bayi dan anak-anak.Inisiasi dini juga berperan dalam pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGs) yaitu :Mengurangi kemiskinanJika seluruh bayi yang lahir di Indonesia dalam setahun disusui secara eksklusif enam bulan, b erarti biayapembelian susu formula selama enam bulan tidak ada. Pemberian ASI membantu kebutuhan makanan bayi sampai 2 tahun juga mengurangi angka kejadian kurangpertumbuhan yang terhenti yang sering terjadi pada usia 2 tahun. Membantu mengurangi angka kematian, Pemberian ASI dan inisiasi menyusui ini yang dilanjutkan dengan
menyusui eksklusif 6 bulan dapat mencegah karena, b ayi mendapatkan asupan gizi yang mencukupi dan terhindar dari berbagai penyakitSaripudin(2009).
Kesimpulan Hasil Wawancara Mendalam Upaya pencegahan Dari hasil penelitian pada peran tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya kematian neonatal didapatkanbidan “E” dan bidan “R”dimana informan mampu menjelaskan pertanyaan dari peneliti. Bidan “E” dan bidan “R” menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan seperti pemeriksaan ANC, Pertolongan persalinan yang aman dan penatalaksanaan Bayi Baru lahir dengan tepat. Diharapkan keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman, dan perawatan pasca persalinan sesuai standar kesehatan.Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara mendalam dimana informan mampu menjelaskan pertanyaan dari peneliti. Peran Tenaga Kesehatan Pemberian Imunisasi Dari hasil penelitian pada pemberian imunisasi didapatkan bahwa Bidan “E” dan Bidan “R” dapat menjelaskan tentang program imunisasi yang telah terbukti berhasil menurunkan angka penyakit mematikan yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara mendalam dimana informan mampu menjelaskan pertanyaan dari peneliti. Pemberian ASI Eksklusif Dari hasil penelitian pada pemberian ASI Eksklusif di dapatkan bahwa bidan “E” dan Bidan “R” dapat menjelaskan tentang Pemberian ASI Eksklusif yang dapat Mencegah Kematian Bayi. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara mendalam dimana informan mampu menjelaskan pertanyaan dari peneliti. KESIMPULAN DAN SARAN Upaya Pencegahan Dari hasil penelitian yang didapatkan melalui wawancara mendalam dengan informan diketahui bahwa upaya pencegahan yang telah berhasil menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi pada bayi dan anak adalah dalam pemberian imunisasi, Peningkatan ASI eksklusif, Pertolongan persalinan dan penatalaksanaan Bayi Baru lahir dengan tepat.Hal ini ditujukan Informan mengetahui peran tenaga kesehatan dalam pencegahan terjadinya kematian neonatal. Peran Tenaga Kesehatan Pemberian Imunisasi
Dari hasil penelitian yang didapatkan melalui wawancara mendalam dengan informan diketahui bahwa program imunisasitelah terbukti berhasil menurunkan angka penyakit mematikan yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hal ini ditunjukkan informan mengetahui peran tenaga kesehatan dalam pencegahan terjadinya kematian neonatal.
5.1.1.1 Pemberian ASI Eksklusif
Dari hasil penelitian yang didapatkan melalui wawancara mendalam dengan informan didapatkan bahwa pemberian ASI Eksklusif pada bayi yang baru dilahirkan hingga enam bulan ke depan sangat mencegah kematian bayi karena kekurangan zat-zat anti infeksi yang dibutuhkan. Hal ini ditunjukkan bahwa informan mengetahui peran tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan kematian neonatal. SARAN Bagi Puskesmas Bukit Sangkal
Dengan adanya penelitian tentang peran tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya kematian neonatal maka peneliti mengharapkan dapat mengadakan penyuluhan mengenai berbagai upaya untuk mencegah kematian neonatal, dan dapat membantu
penerapan teori-teori yang bermanfaat yang berhubungan dengan upaya pencegahan kemataian neonatal. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya dalam penelitian mendapatkan bahan acuhan serta dapat memperbaiki keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini demi perkembangan pengetahuan yang akan datang. Bagi Masyarakat
Mengingat adanya kemungkinan mempengaruhi secara kejiwaan maupun emosional, jadi diharapkan semua pihak yang terlibat dalam perawatan dapat meningkatkan dukungan secara fisik maupun psikologis terhadap tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya kematian neonatal, sehingga dengan meningkatkan secara komprehensif diharapkan angka kematian neonatal dapat menurun. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan referensi untuk peneliti yang akan datang, hendaknya dapat memberikan bimbingan dan informasi yang lebih mendalam lagi, baik secara teoritis maupun praktis sehingga mutu serta kualitas dari penelitian dapat semakin baik.