PENURUNAN TANAH (SETTLEMENT)
1. Umum Tanah merupakan materi dasar yang menerima sepenuhnya penyaluran beban yang di timbulkan akibat konstruksi bangunan yang berdiri diatasnya. Penambahan beban diatas permukaan tanah lunak yang memiliki daya dukung rendah dapat menyeabkan lapisan tanah dibawahnya mengalami penurunan/pemampatan. Pemampatan tersebut dapat disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori dan sebab-sebab lainnya. 2. Tanah Lunak Tanah lunak merupakan tanah kohesif yang sebagian besar terdiri dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Tanah ini mengandung mineral-mineral lempung dan memiliki kadar air tinggi yang menyebabkan kuat geser yang rendah. Berdasarkan Panduan Geoteknik 1 No: Pt T-8-2002- B dalam rekayasa geoteknik istilah “lunak” dan “sangat lunak” khusus didefinisikan untuk lempung dengan kuat geser kurang dari (<) 12,5 kN/m 2 untuk tanah sangat lunak dan 12,5 – 2,5 2,5 kN/m 2 untuk tanah lunak. Besaran nilai kuat geser tersebut apabila dikorelasi dari AASHTO M288-06, maka nilai kuat geser kurang dari (<) 25 kN/m 2 setara dengan nilai CBR ≤ 1. Berdasarkan hasil pengeboran tanah di lapangan, dikataka n tanah lunak jika memiliki nilai SPT 0 sampai dengan 10 dengan konsistensi very soft sampai dengan medium (Mochtar, 2006 revised 2012). Sifat tanah lunak adalah gaya gesernya yang kecil, compresible (mudah memampat), koefisien permeabilitas yang kecil dan mempunyai daya dukung rendah. Tabel 2-1 Konsistensi Tanah (Tanah Dominan Lananu dan Lempung)
Taksiran Harga Kekuatan Geser Undrained , Cu Kpa
ton/m2
Taksiran Harga SPT, harga N
Sangat Lunak (Very Soft )
0 – 12.5
0 – 1.25
Lunak (Soft (Soft )
12.5 – 25
Menengah ( Medium) Medium)
Konsistensi Konsistensi Tanah
Taksiran Harga Tahanan Conus, qc (Dari Sondir) kg/cm2
Kpa
0 – 2.5
0 – 10
0 – 1000 1000
1.25 – 2.5
2.5 – 5
10 – 20
1000 – 2000 2000
25 – 50
2.5 – 5 5
5 – 10
20 – 40
2000 – 4000 4000
Kaku (Stiff (Stiff )
50 – 100
5 – 10
10 – 20
40 – 75
4000 – 7500 7500
Sangat Kaku (Very (Very Stiff )
100 – 200
10 – 20
20 – 40
75 – 150
7500 – 15000 15000
Keras ( Hard Hard )
> 200
> 20
> 40
> 150
> 15000
3. Teori Penurunan Tanah (Settlement) Jika lapisan tanah dasar terbebani, maka tanah akan mengalami regangan/penurunan ( settlement settlement ). ). Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh deformasi partikel tanah maupun relokasi partikel serta proses keluarnya air/udara dari dalam pori tanah tersebut. Settlement yang disebabkan oleh pembebanan dibagi dalam: 1
Immediate settlement (penurunan segera) Merupakan pemampatan yang diakibatkan oleh perubahan elastis tanah tanpa adanya perubahan kadar air. Perhitungan pemampatan segera ini umumnya didasarkan pada pemampatan yang diturunkan dari dari teori elastisitas.
Consolidation settlement (penurunan konsolidasi) Penurunan total dari tanah berbutir halus yang jenuh air adalah jumlah dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi. Penurunan konsolidasi masih dapat dibagi lagi menjadi penurunan akibat konsolidasi primer dan akibat konsolidasi sekunder. Besarnya amplitudo / penurunan tanah total menurut Das (1985) (1985) adalah: St
Si
Scp
Scs
Slat
Dimana: St = total settlement total settlement Si = immediate settlement Scp = consolidation primer settlement (merupakan hasil dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat keluarnya air yang menempati pori-pori tanah) Scs = consolidation secondary (merupakan akibat dari perubahan plastis tanah) Slat = settlement lateral (merupakan akibat pergerakan tanah lateral) Pada perhitungan perencanaan tugas akhir ini, jenis pemampatan ( settlement ( settlement ) yang diperhitungkan adalah immediate settelement dan consolidation primer settlement . Adapun alasan untuk tidak memperhitungkan settlement memperhitungkan settlement lainnya lainnya adalah sebagai berikut:
Consolidation secondary settlement 1. Besarnya S cs , i, S cp cs adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan S cp ataupun S lat lat 2. Menurut definisi klasik mekanika tanah, proses konsolidasi sekunder mulai bekerja setelah berakhirnya konsolidasi primer (t100) yang dalam hal ini ditandai dengan
tegangan air pori konstan (∆u = 0) atau dengan kata lain deformasi di sini berlangsung dalam kondisi tegangan konstan. Namun bila ditinjau dari skala miksrospik, ditemukan bahwa konsolidasi sekunder sudah dimulai sebelum proses konsolidasi primer selesai. Sehingga apabila dilihat dari aspek korelasi mikro-makro, besarnya konsolidasi sekunder ini menjadi tidak jelas.
Lateral settlement Yaitu penurunan tanah di bawah timbunan sebagai akibat adanya pergerakan tanah arah horizontal. Belum ada perumusan yang tepat untuk menghitung settlement akibat pergerakan tanah lateral ini. Pada umumnya settlement umumnya settlement ini terjadi di zona tepi timbunan. 3.1 I mm mmed edii ate settlement settlement Biarez (1973), menyajikan sebuah metode sederhana untuk menghitung besarnya immediate settlement (S i) yaitu:
Si qx i
hi E i 2
Dimana: Si = immediate settlement q = tegangan yang bekerja pada permukaan tanah ( surcharge) surcharge) hi = tebal lapisan tanah i
E’
= modulus Oedometrik pada lapisan
i
i
di peroleh dari tes konsolidasi.
i
Korelasi antara modulus YOUNG dengan modulus Oedometrik :
2 E E ' 1 1 2
Dimana: E = modulus elastisitas (Bowles, 1997) µ = koefisien poisson koefisien poisson 3.2 Primer Consolidation Primer Consolidation Settlement (Scp) Dalam Das (1985), (1985), settlement akibat konsolidasi tanah dasar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Untuk tanah terkonsolidasi normal (Nc- soil )
Cc p ' p log o p 'o 1 e0
Sci
Untuk tanah terkonsolidasi lebih (Oc- soil )
C p' C p ' p Sci s log c c log o xhi 1 e p ' 1 e p ' 0 o o c Dimana: Sci = pemampatan konsolidasi pada lapisan tanah yang ditinjau, lapisan ke-i hi = tebal lapisan tanah i eo = angka pori awal Cc = indeks kompresi dari lapisan ke-i Cs = indeks mengembang dari lapisan ke-i P’o = tekanan tanah vertikal efektif dari satu titik di tengah-tengah lapisan ke-i akibat beban tanah sendiri di atas titik tersebut di lapangan (efektif overburden pressure) pressure) P’c = efektif past efektif past over burden pressure (tegangan efektif dimasa lampau) Keterangan tambahan: Tanah lunak di Indonesia umumnya dapat dianggap sebagai tanah agak terkonsolidasi lebih, dengan harga. P’c = P’o + f f = fluktuasi terbesar muka air tanah, dengan harga fluktuasi muka air tanah H = tinggi timbunan yang ditinjau (ditengah-tengah (ditengah-tengah Δp = penambahan tegangan vertikal-i titik yang lapisan ke-i) akibat penambahan beban
3
Harga Cc dapat diperoleh dari korelasi-korelasi yang terdapat pada Wahyudi (1999), yaitu: Cc = 0.009 (LL - 13) Cc = 0.007 (LL – 7) Cc = (1.15 (e o – 0.35)
Cc = 0.0115 ω Cc = 0.009 (LL – 10) Cc = 0.75 (e o – 0.50) Cc= 0.156 (e o – 0.0107) Cc = 0.50 PI Gs
(Biarez and Favre) (Renolded Clay Skempton) Clay Skempton) ( All Clay) Clay) ( Inorganic Inorganic Cohesive Soil ) (Organic Soil, Peats, Peats , dll) ( Normaly Consolidation Clay) Clay) (Soils with Low Plasticity) Plasticity )
Untuk nilai swelling nilai swelling index (Cs) menurut Wahyudi (1997) dapat diperoleh dari : C s
1
s.d
5
1 10
C c
3.3 Penambahan Tegangan Pada Tanah (Δp ( Δp)) Akibat Timbunan Beban luar yang bekerja di atas permukaan tanah akan mengakibatkan lapisan tanah di
bawah timbunan mengalami penambahan penambahan tegangan sebesar ∆p. ∆p ini di distribusikan oleh massa tanah dimana semakin dalam lapisan suatu tanah akan menerima pengaruh ∆p yang semakin kecil.
Besar penambahan tegangan tegangan ∆p untuk suatu beban luar yang berupa beban timbunan ti mbunan dapat dihitung dengan menurunkan persamaan Boussinesq persamaan Boussinesq untuk untuk beban trapesium.
Besarnya ∆p untuk beban pada kedalaman z adalah: p
qo
I z xqo
Hx timbunan
Dimana: Iz = faktor pengaruh yang merupakan fungsi dari kedalaman z dan ukuran timbunan a dan b qo = beban timbunan H = tinggi timbunan Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menentukan faktor pengaruh I, yaitu: a. Dengan bantuan grafik Osterberg (Gambar 3.1) Pada Gambar 3.1 terdapat nilai perbandingan terhadap kedalaman tanah yang ditinjau (z), yaitu a/z dan b/z. Dimana nilai a adalah nilai lebar kemiringan talud, sedangkan nilai b adalah nilai lebar talud itu sendiri.
4
Gambar 3.1 Grafik untuk Menentukan Faktor Pengaruh pada Beban Trapesium
Sumber : NAVFAC DM-7 (1971) 5
b. Dengan bantuan persamamaan dalam Das (1990). 1 B1 B2 B1 I x x( 2) x(1 2) 180 B2 B2 Dimana: 1 tan
2
1
B1 B2 1 B1 t a n z z
B1 tan z 1
(rad)
(rad)
Dimana: B1 = setengah dari lebar timbunan (m) B2 = panjang proyeksi horisontal kemiringan timbunan (m) Karena nilai I ditengah-tengah dari lebar timbunan, maka untuk timbunan yang simetris nilai I yang diperoleh harus dikalikan 2 kalinya.
Gambar 3.2 Distribusi Tegangan Vertikal Dalam Tanah Sumber : Das (1990)
3.4 Penambahan Tegangan Pada Tanah (Δp) Akibat Perkerasan ( Pavement )
Penambahan tegangan pada tanah (∆p) akibat perkerasan dapat dihitung dengan menggunakan rumusan yang sama dengan penambahan tegangan akibat timbunan dengan mengganti besarnya beban timbunan (qo) menjadi beban akibat pavement (qp). Adapun faktor pengaruh yang merupakan fungsi dari kedalaman dan lebar pavement menggunakan bantuan grafik faktor pengaruh untuk beban segi empat (Gambar 3.3).
6
Gambar 3.3 Grafik Faktor Pengaruh untuk Beban Segi Empat Sumber : NAVFAC DM-7 (1971)
7
3.5 Tinggi Bongkar (Hbongkar) Akibat Beban Lalu Lintas (Traffic ) Tinggi bongkar (H bongkar ) akibat beban lalu lintas (traffic (traffic)) dihitung dengan menggunakan bantuan grafik grafik b (Gambar 3.4) 3.4) yang merupakan hubungan antara tinggi timbunan dengan beban yang diterima oleh tanah dasar.
Gambar 3.4 Grafik Hubungan Antara Tinggi Timbunan dengan Beban yang Doterima Tanah Dasar
Besarnya beban yang didapat (q) dikonversi menjadi tinggi yang perlu dihilangkan (H bongkar ) pada saat beban traffic traffic yang sebenarnya akan bekerja dengan menggunakan persamaan:
H bongkar
q
timbunan
3.6 Waktu Penurunan Konsolidasi Lamanya Konsolidasi Waktu penurunan merupakan parameter penting dalam memprediksi penurunan konsolidasi. Hal yang mempengaruhi waktu penurunan adalah panjang linta san yang dilalui air pori untuk terdisipasi, pada tanah t anah umumnya aliran disipasi air pori berlebih terjadi pada arah vertikal. Karena permeabilitas tanah lempung kecil maka konsolidasi akan selesai setelah jangka waktu yang lama, bisa lebih lama dari umur rencana konstruksi. Menurut Terzaghi dalam Das (1990), untuk menghitung waktu penurunan dapat dihitung dengan persamaan: 2
t
TV xH dr CV
Dimana: t = waktu penurunan (tahun) Tv = faktor waktu (Tabel 3-1) Hdr = panjang panjang aliran rata-rata (Gambar 3.5)
8
Parameter Tanah untuk Lamanya Penurunan Konsolidasi 1. Faktor Waktu Faktor waktu (T v) merupakan fungsi dari derajat konsolidasi (U%) dan bentuk dari distribusi tegangan air pori (u) di dalam tanah (aliran satu arah atau dua arah). Untuk tegangan air pori yang homogen hubungan Tv dan U dapat dilihat pada Tabel 3-1. Tabel 3-1 Faktor Waktu
Derajat Konsolidasi U (%)
Faktor Waktu Tv
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 0,008 0,031 0,071 0,126 0,197 0,287 0,403 0,567 0,848 ~
Sumber: Das (1990)
2. Panjang Aliran Drainage Aliran Drainage Jika tebal lapisan compressible adalah Z, maka panjang aliran drainage adalah Hdr, dimana: Hdr = ½ Z, bila arah aliran air selama proses konsolidasi adalah dua arah (ke atas dan ke bawah) Hdr = Z, bila arah aliran air selama proses konsolidasi adalah satu arah (ke atas atau ke bawah). Hal ini terjadi bila di atas atau di bawah lapisan compressible merupakan lapisan yang kedap air.
Gambar 3.5 Panjang Aliran Satu Arah (a) dan Dua Arah (b) Sumber: Yunias, 2010
3. Koefisien Konsolidasi Vertikal (Cv) Koefisien Konsolidasi Vertikal (Cv) diperoleh dari grafik korelasi berdasarkan nilai berat volume jenuh tanah ( sat), dapat dilihat pada Lampiran yang bersumber dari Biarez.
9
Apabila lapisan tanah homogen dan mempunyai beberapa nilai Cv, maka har ga Cv yang digunakan dalam perencanaan adalah harga Cv rata-rata (ABSI, 1965). 2
CV
ratarata
Z
h1 Cv1
h2 Cv2
...
hi Cvi
Dimana: Z = tebal lapisan compressible hi = tebal lapisan compressible lapisan-i Cvi = harga Cv lapisan-i (m2/tahun)
2
(m) (m)
Konsolidasi akibat aliran air pori terjadi dalam dua arah yaitu horizontal dan vertikal, konsolidasi air pori arah vertikal (Ūv) dapat dicari dengan menggunakan persamaan: Untuk Uv antara 0 s/d 60% : Uv
2
Tv
x100%
Untuk Ūv > 60% : Uv
(100 100 10a )% )%
Dimana: a
1.781 Tv
0.933
10