Kumpulan Artikel Geoteknik - Penurunan Tanah Menurut Pendapat Beberapa Ahli Geoteknik
Subsidence, Turunnya Muka Tanah
Penurunan muka tanah (land subsidence) merupakan suatu proses gerakan penurunan muka tanah yang didasarkan atas suatu datum tertentu (kerangka referensi geodesi) dimana terdapat berbagai macam variabel penyebabnya (Marfai, 2006). Penurunan muka tanah ini di akibatkan oleh banyak hal seperti pembebanan di atas permukaan, hilangnya air tanah akibat eksploitasi berlebihan, gempa yang mengakibatkan rusaknya struktur tanah, ketidakstabilan bidang tanah akibat proses tertentu, dan sebagainya. Penurunan muka tanah ini secara tidak langsung pemaksaan memadatkan struktur tanah yang belum padat menjadi padat. UMumnya terjadi pada daerah yang tadinya berupa rawa, delta, endapan banir dan sebagainya yang di alihkan fungsi tataguna lahannya tanpa melakukan rekayasa tanah terlebih dahulu Umumnya Kota-Kota Besar di Indonesia berada pada zona limpasan dataran banjir dan Rawa Jakarta, Semarang, Palembang, Surabaya, dan beberapa kota besar lainnya di Indoesia mengalami permasalahan subsidence ini. memang penurunan terkadang tidak ekstrem setiap tahunnya di beberapa wilayah tetapi bukan tak mungkin bila di biarkan terus menerus akan berdampak munculnya kerugian tidak hanya material tetapi juga korban jiwa.
Contoh Fase Penurunan Muka Tanah
Menanggulangi Subsidence
Untuk melakukan penanggulangan turunnya muka tanah biasanya dilakukan beberapa tahap penelitian terhadap struktur tanah seperti daya dukung tanah, tebal dan komposisi struktur bawah permukaan, kondisi geologi, dan berbagai hal yang terkait. Cara penangulanggan pun bermacam macam berdasarkan hasil kajian dari faktor yang mempengaruhi subsidence tersebut salah satu penanggulangannya adalah memperkuat daya dukung tanah dengan cara melakukan rekayasa geoteknik seperti suntik semen, melakukan pembangunan pondasi pada struktur tanah yang tepat, melakukan pergantian tanah lunak dengan tanah yang relatif lebih kompak, memanfaatkan penggunaan air tanah seperlunya tanpa melakukan eksploitasi berlebihan. Faktor Penyebab Terjadinya Penurunan Muka Tanah Berdasarkan Whittaker and Reddish, 1989 dalam Metasari 2010, secara umum faktor
penyebabnya antara lain ; 1. Penurunan tanah alami (natural subsidence) yang disebabkan oleh proses – proses geologi seperti siklus geologi, sedimentasi daerah cekungan dan sebagainya. Beberapa penyebab terjadinya penurunan tanah alami bisa digolongkan menjadi : a. Siklus Geologi Penurunan muka tanah terkait dengan siklus geologi. Proses – proses yang terlihat dalam siklus geologi adalah : pelapukan (denuation), pengendapan (deposition), dan pergerakan kerak bumi (crustal movement). Adapun keterkaitannya yaitu pelapukan bisa disebabkan oleh air seperti pelapukan batuan karena erosi baik secara mekanis maupun kimia, oleh perubahan temperature yang mengakibatkan terurainya permukaan batuan, oleh angin terutama di daerah yang kering dan gersang karena pengaruh glacial dan oleh gelombang yang biasanya terjadi di daerah pantai (abrasi). b. Sedimentasi Daerah Cekungan Biasanya daerah Cekungan terdapat di daerah – daerah tektonik lempeng terutama di dekat perbatasan lempeng. Sedimen yang terkumpul di Cekungan semakin lama semakin banyak dan menimbulkan beban yang bekerja semakin meningkat, kemudian proses kompaksi sedimen tersebut menyebabkan terjadinya penurunan pada permukaan tanah. Sebagian besar penurunan muka tanah akibat faktor ini adalah :
Adanya gaya berat dari beban yang ditimbulkan oleh endapan dan juga ditambah dengan air
•
menyebabkan kelenturan pada lapisan kerak bumi. Aktivitas internal yang menyebabkan naiknya temperature kerak bumi dan
•
kemudian mengembang menyebabkan kenaikan pada permukaan pada permukaan tanah. Setelah itu proses erosi dan pendinginan kembali menyebabkan penurunan muka tanah.
Karakteristik deformasi dari lapisan tanah yang berkaitan dengan tekanan – tekanan yang
•
ada 2. Penurunan tanah akibat pengambilan air tanah (groundwater extraction) Pengambilan airtanah secara besar – besaran yang melebihi kemampuan pengambilannya akan mengakibatkan berkurangnya jumlah airtanah pada suatu lapisan akuifer. Hilangnya airtanah ini menyebabkan terjadinya kekosongan pori – pori tanah sehingga tekanan hidrostatis di bawah permukaan tanah berkurang sebesar hilangnya airtanah tersebut. Selanjutnya akan terjadi pemampatan lapisan akuifer. 3. Penurunan akibat beban bangunan (settlement) Tanah memiliki peranan penting dalam pekerjaan konstruksi. Tanah dapat menjadi pondasi pendukung bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan. Penambahan bangunan di atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori, dan sebab lainnya yang sangat terkait dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Proses pemampatan ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah. Secara umum penurunan tanah akibat pembebanan dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu : a. Penurunan konsolidasi yang merupakan hasil dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menenpati pori – pori airtanah. b. Penurunan segera yang merupakan akibat dari deforamasi elastik tanah kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air.
Pemantauan Penurunan Tanah (Land Subsidence) FENOMENA LAND SUBSIDENCE
Land subsidence (penurunan tanah) adalah suatu fenomena alam yang banyak terjadi di kotakota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti Jakarta, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Dari studi penurunan tanah yang dilakukan selama ini, diidentifikasi ada beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu : pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat tipe penurunan tanah ini, penurunan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan dipercaya sebagai salah satu tipe penurunan tanah yang dominan untuk kota-kota besar tersebut. Karena data dan informasi tentang penurunan muka tanah akan sangat bermanfaat bagi aspekaspek pembangunan seperti untuk perencanaan tata ruang (di atas maupun di bawah permukaan tanah), perencanaan pembangunan sarana/prasarana, pelestarian lingkungan, pengendalian dan pengambilan airtanah, pengendalian intrusi air laut, serta perlindungan masyarakat (linmas) dari dampak penurunan tanah (seperti terjadinya banjir); maka sudah sewajarnya bahwa informasi tentang karakteristik penurunan tanah ini perlu diketahui dengan
sebaik-baiknya dan kalau bisa sedini mungkin. Dengan kata lain fenomena penurunan tanah perlu dipelajari dan dipantau secara berkesinambungan.
TEKNIK PEMANTAUAN LAND SUBSIDENCE
Pada prinsipnya, penurunan tanah dari suatu wilayah dapat dipantau dengan menggunakan beberapa metode, baik itu metode-metode hidrogeologis (e.g. pengamatan level muka air tanah serta pengamatan dengan ekstensometer dan piezometer yang diinversikan kedalam besaran penurunan muka tanah) dan metode geoteknik, maupun metode-metode geodetik seperti survei sipat datar (leveling), survei gaya berat mikro, survei GPS (Global Positioning System), dan InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar). TEKNIK PEMANTAUAN LAND SUBSIDENCE DENGAN GPS
GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan pada pengamatan satelit-satelit Global Positioning System [Abidin, 2000; Hofmann-Wellenhof et al., 1997]. Prinsip studi penurunah tanah dengan metode survei GPS yaitu dengan menempatkan beberapa titik pantau di beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik untuk ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, maka karakteristik penurunan tanah akan dapat dihitung dan dipelajari lebih lanjut. GPS memberikan nilai vektor pergerakan tanah dalam tiga dimensi (dua komponen horisontal dan satu komponen vertikal). Jadi disamping memberikan informasi tentang besarnya penurunan muka tanah, GPS juga sekaligus memberikan informasi tentang pergerakan tanah dalam arah horisontal. GPS memberikan nilai vektor pergerakan dan penurunan tanah dalam suatu sistem koordinat referensi yang tunggal. Dengan itu maka GPS dapat digunakan untuk memantau pergerakan suatu wilayah secara regional secara efektif dan efisien. GPS dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten ini maka diharapkan besarnya pergerakan dan penurunan tanah yang kecil sekalipun akan dapat terdeteksi dengan baik. GPS dapat dimanfaatkan secara kontinyu tanpa tergantung waktu (siang maupun malam), dalam segala kondisi cuaca. Dengan karakteristik semacam ini maka pelaksanaan survei GPS untuk pemantauan pergerakan dan penurunan muka tanah dapat dilaksanakan secara efektif dan fleksibel.
Penelitian Land Subsidence di Jakarta dengan GPS
Land Subsidence telah cukup lama dilaporkan terjadi di wil ayah Jakarta. Menurut para peneliti selama ini ada empat tipe land subsidence yang mungkin terjadi di basin Jakarta, yaitu subsidence karena pengambilan air tanah yang berlebihan, land subsidence karena beban bangunan, land subsidence karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta land subsidence yang diakibatkan oleh timbulnya gaya tektonik. Secara umum informasi tentang karakteristik dan pola land subsidence (penurunan tanah) di wilayah Jakarta akan sangat bermanfaat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan yang berkelanjutan di wilayah Jakarta. Pemantauan penurunan tanah di wilayah DKI Jakarta menggunakan teknologi satelit GPS telah dilasanakan secara periodik sejak tahun 1997 sampai dengan akhir tahun 2005 oleh KK Geodesi bekerjasama dengan BAKOSURTANAL dan Pemda DKI, dimana survei pengukurannya telah dilakukan sebanyak 5 periode pengamatan. Dari hasil pengolahan data survey GPS memang diperoleh informasi mengenai adanya penurunan tanah di wilayah Jakarta, dimana daerah Jakarta utara merupakan wilayah yang cukup signifikan terjadi penurunan tanah. Besarnya penurunan tanah diwilayah Jakarta selama lima periode ini rata–rata berkisar antara beberapa centimeter sampai beberapa belas centimeter, dan di daerah tertentu ada yang mencapai beberapa puluh centimeter. Penelitian Land Subsidence di Bandung dengan GPS
Land Subsidence memang belum banyak dilaporkan di wilayah Bandung. Namun demikian, dari hasil beberapa penelitian memperlihatkan adanya bukti land subsidence memang terjadi di daerah Bandung. Kemungkinan besar faktor yang menjadi sebab terjadinya subsidence di Bandung ini karena pengambilan air tanah yang berlebihan, disamping karena adanya efek konsolidasi dari lapisan tanah, dan efek lain. Fenomena land subsidence (penurunan tanah) ini merupakan salah satu faktor yang cukup signifikan penyebab terjadinya banjir di suatu daerah atau kawasan. Ketika titik-titik yang mewakili suatu kawasan mengalami penurunan, yang menyebabkan daerah tersebut menjadi lebih rendah dari tempat-tempat lainnya (membuat cekungan), atau malah lebih rendah dari bentang hidrologi yang ada di sekitarnya, maka daerah tersebut akan menjadi daerah yang berpotensi banjir terutama ketika musim hujan tiba. Pemantauan penurunan tanah di wilayah Bandung dan sekitarnya (Bandung Basin) menggunakan teknologi satelit GPS telah dilasanakan secara periodik oleh KK Geodesi bekerjasama dengan Dinas Pertambangan Jawa Barat sejak tahun 2000 sampai dengan akhir tahun 2005, dimana survei pengukurannya telah dilakukan sebanyak 5 periode pengamatan. Dari hasil pengolahan data survey GPS memang diperoleh informasi mengenai adanya penurunan tanah di wilayah Bandung, dimana daerah Cimahi, Dayeuh Kolot, dan Cicalengka
merupakan wilayah yang cukup signifikan terjadi penurunan tanah. Besarnya penurunan tanah di wilayah Bandung selama lima periode ini rata–rata berkisar antara beberapa centimeter sampai beberapa desimeter, dan di daerah yang disebutkan di atas mencapai beberapa puluh centimeter. Daerah-daerah tersebut adalah merupakan daerah Industri yang memang mengkonsumsi air tanah yang cukup banyak.
TEORI PENURUNAN
Bila suatu lapisan tanah mengalami pembebanan akibat beban di atasnya, maka tanah di dibawah beban yang bekerja tersebut akan mengalami kenaikan tegangan, ekses dari kenaikan tegangan ini adalah terjadinya penurunan elevasi tanah dasar ( settlement ). Pembebanan ini mengakibatkan adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel tanah, dan keluarnya air pori dari tanah yang disertai berkurangnya volume tanah. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah. Pada umumnya tanah, dalam bidang geoteknik, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu tanah berbutir dan tanah kohesif. Pada tanah berbutir (pasir/ sand ), air pori dapat mengalir keluar struktur tanah dengan mudah, karena tanah berbutir memiliki permeabilitas yang tinggi. Sedangkan pada tanah kohesif ( clay), air pori memerlukan waktu yang lama untuk mengalir keluar seluruhnya. Hal ini disebabkan karena tanah kohesif memiliki permeabilitas yang rendah. Secara umum, penurunan dapat diklasifikasikan menjadi 3 tahap, yaitu : 1. Immediate Settlement (penurunan seketika), diakibatkan dari deformasi elastis tanah kering, basah, dan jenuh air, tanpa adanya perubahan kadar air. Umumnya, penurunan ini diturunkan dari teori elastisitas. Immediate settlement ini biasanya terjadi selama proses konstruksi berlangsung. Parameter tanah yang dibutuhkan untuk perhitungan adalah undrained modulus dengan uji coba tanah yang diperlukan seperti SPT, Sondir (dutch cone penetration test ), dan Pressuremeter test . 2. Primary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi primer) , yaitu penurunan yang disebabkan perubahan volume tanah selama periode keluarnya air pori dari tanah. Pada penurunan ini, tegangan air pori secara kontinyu berpindah ke dalam tegangan efektif sebagai akibat dari keluarnya air pori. Penurunan konsolidasi ini umumnya terjadi pada lapisan tanah kohesif ( clay / lempung) 3. Secondary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi sekunder) , adalah penurunan setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Hal ini lebih disebabkan oleh proses pemampatan akibat penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah.
2.2.1 Immediate Settlement – Penurunan Seketika
Penurunan seketika / penurunan elastic terjadi dalam kondisi undrained (tidak ada perubahan volume). Penurunan ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat saat dibebani secara cepat. Besarnya penurunan elastic ini tergantung dari besarnya modulus elastisitas kekakuan tanah dan beban timbunan diatas tanah.
Dimana : Sc = Immediate settlement ∆σ = Beban timbunan (kN/m2) Es = Modulus elastisitas tanah µ s = Poisson’s Ratio B = Lebar / diameter timbunan (m) Ip = non-dimensional influence factor
Schleicher (1926) mendefinisikan factor Ip ini sebagai :
Dimana m1 = L/B (panjang/lebar beban yang bekerja)
2.2.2 Primary Consolidation – Konsolidasi Primer
Pada tanah lempung jenuh air, penambahan total tegangan akan diteruskan ke air pori dan butiran tanah. Hal ini berarti penambahan tegangan total (∆σ) akan terbagi ke tegangan efektif dan tegangan air pori. Dari prinsip tegangan efektif, dapat diambil korelasi : ∆σ = ∆σ’ + ∆u Dimana : ∆σ’ = penambahan tegangan efektif ∆u = penambahan tegangan air pori Karena lempung mempunyai daya rembes yang sangat rendah dan air adalah tidak termampatkan (incompressible) dibandingkan butiran tanah, maka pada saat t = 0, seluruh penambahan tegangan, ∆σ, akan dipikul oleh air (∆u = ∆σ) pada seluruh kedalaman lapisan tanah. Penambahan tegangan tersebut tidak dipikul oleh butiran tanah ( ∆σ’ = 0).Sesaat setelah pemberian penambahan tegangan, ∆σ, pada lapisan lempung, air dalam pori mulai tertekan dan akan mengalir keluar. Dengan proses ini, tekanan air pori pada tiap-tiap kedalaman pada lapisan lempung akan berkurang secara perlahan-lahan, dan tegangan yang dipikul oleh butiran tanah keseluruhan (tegangan efektif / ∆σ’) akan bertambah. Jadi pada saat 0 < t < ∞ ∆σ = ∆σ’+ ∆u
(∆σ’ > 0 dan ∆u < ∆σ)
Tetapi, besarnya ∆σ’ dan ∆u pada setiap kedalaman tidak sama, tergantung pada jarak minimum yang harus ditempuh air pori untuk mengalir keluar lapisan pasir yang berada di bawah atau di atas lapisan lempung.
Pada saat t = ∞, seluruh kelebihan air pori sudah hilang dari lapisan lempung, jadi ∆u = 0. Pada saar ini tegangan total, ∆σ, akan dipikul seluruhnya oleh butiran tanah seluruhnya (tegangan efektif, ∆σ’). Jadi ∆σ = ∆σ’. Berikut adalah variasi tegangan total, tegangan air pori, dan tegangan efektif pada suatu lapisan lempung dimana air dapat mengalir keluar struktur tanah akibat penambahan tegangan, ∆σ, yang ditunjukan gambar dibawah.
Proses terdisipasinya air pori secara perlahan, sebagai akibat pembebanan yang disertai dengan pemindahan kelebihan tegangan air pori ke tegangan efektif, akan menyebabkan terjadinya penurunan yang merupakan fungsi dari waktu ( time-dependent settlement ) pada lapisan lempung. Suatu tanah di lapangan pada kedalaman tertentu telah mengalami tegangan efektif maksimum akibat beban tanah diatasnya ( maximum effective overburden pressure) dalam sejarah geologisnya. Tegangan ini mungkin sama, atau lebih kecil dari tegangan overburden pada saat pengambilan sample. Berkurangnya tegangan di lapangan tersebut bisa diakibatkan oleh beban hidup. Pada saat diambil, contoh tanah tersebut terlepas dari tegangan overburden yang telah membebani selama ini. Sebagai akibatnya, tanah tersebut akang mengalami pengembangan. Pada saat dilakukan uji konsolidasi pada tanah tersebut, suatu pemampatan yang kecil (perubahan angka pori yang kecil) akan terjadi bila beban total yang diberikan pada saat percobaan adalah lebih kecil dari tegangan efektif overburden maksimum (maximum effective overburden pressure) yang pernah dialami sebelumnya. Apabila beban total yang dialami pada saar percobaan lebih besar dari maximum effective overburden pressure, maka perubahan angka pori yang terjadi akan lebih besar. Ada 3 definisi
dasar yang didasarkan pada riwayat geologis dan sejarah tegangan pada tanah, yaitu :
1. Normally consolidated (Terkonsolidasi secara normal), dimana tegangan efektif overburden saat ini merupakan tegangan maksimum yang pernah dialami oleh tanah selama dia ada. 2. Overconsolidated , dimana tegangan efektif overburden saat ini lebih kecil daripada tegangan yang pernah dialami oleh tanag tersebut. Tegangan efektif overburden maksimum yang pernah dialami sebelumnya dinamakan tegangan prakonsolidasi. ( preconsolidation pressure / PC). 3. Underconsolidated , dimana tegangan efektif overburden saat ini belum mencapai maksimum, sehingga peristiwa konsolidasi masih berlangsung pada saat sample tanah diambil. Ada 2 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penurunan konsolidasi ini, yaitu : 1. Besarnya penurunan yang terjadi. 2. Kecepatan penurunan terjadi. 2.2.3
Secondary Consolidation – Konsolidasi Sekunder
Pada akhir konsolidasi primer (setelah tegangan air pori U = 0), penurunan pada tanah masih tetap terjadi sebagai akibat dari penyesuaian plastis butiran tanah. Tahapan konsolidasi ini dinamakan konsolidasi sekunder. Variasi angka pori dan waktu untuk penambahan beban akan sama seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.
Besarnya konsolidasi sekunder dapat dihitung dengan rumus :
dimana :
Ca = Indeks pemampatan sekunder ∆e = Perubahan angka pori t
= Waktu
ep = angka pori pada akhir konsolidasi primer H
= tebal lapisan lempung, m
Penurunan yang diakibatkan konsolidasi sekunder sangat penting untuk semua jenis tanag organic dan tanah anorganik yang sangat mampu mampat ( compressible). Untuk lempung anorganik yang terlalu terkonsolidasi, indeks pemampatan sekunder sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Referensi : 1. http://syawal88.wordpress.com/2013/04/14/subsidence-turunnya-muka-tanah/ 2. http://www.ibnurusydy.com/pemantauan-penurunan-tanah-land-subsidence/ 3. http://aryansah.wordpress.com/2011/05/03/teori-penurunan-konsolidasi/ download/10:41pm 4/4/2014