“Pentingnya Terapi Musik bagi Anak Penyandang Tuna Netra di Indonesia”
Disusun oleh: Monisha Sonia Selvan 111711133168
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangan, sama halnya dengan penyandang disabilitas fisik. Ada berbagai jenis disabilitas fisik, salah satunya adalah para penyandang tunanetra. Mereka memiliki keterbatasan dalam penggunaan indra penglihatannya, singkatnya ada yang mengalami buta total (total blindness) dan ada yang masih mempunyai sisa penglihatan (low vision). Hilangnya fungsi penglihatan akan menimbulkan keterbatasan tunanetra untuk menjelajahi segala isi benda maupun orang lain yang berada di lingkungan sekitarnya. Seorang tunanetra akan selalu menunggu aksi dari benda atau orang lain sebelum melakukan reaksi. (Hidayat & Suwandi, 2013 dalam Hayati, 2013). Ketunanetraan seringkali menimbulkan ketidakberdayaan pada orang yang mengalaminya.
Ketidakberdayaan
ini
akan
menimbulkan
rasa
keputusasaan dan depresi (Abramson, Metalsky & Alloy, 1989 dalam Hayati, 2013). Didukung oleh penelitian terhadap tingkat kepuasaan hidup pada 113 penyandang tunanetra oleh El-Giany (2002) yang menemukan bahwa 71,7% sampel merasa dirinya tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki dan 78,8% meragukan kemampuan dalam diri, serta 88,5% merasa tidak puas dengan kehidupan yang dijalani. Bayi penyandang tunanetra biasanya memiliki perkembangan motorik yang lebih lambat dibandingkan anak non-tunanentra. Bayi non-tunanetra dapat menggapai objek, mainan, atau orang yang akan meningkatkan koordinasi psikomotornya. Bayi penyandang tunanetra tidak dapat menerima stimulus visual, yang menyebabkan perkembangan yang lebih lambat. Lalu, selama perkembangan masa kanak-kanaknya, terutama pada tahap bermain menggunakan fisik (physical play activities), mereka pun terkadang tidak
berpartisipasi. Ditambah dengan sikap orangtua yang ‘terlalu takut anaknya jatuh’, akan membatasi tahap pengeksplorasian fisik mereka. Saat orangtua tidak memberikan dorongan untuk eksplorasi fisik akan lingkungannya, pelatihan mobilitas atau gerak (mobility training) menjadi terbatas. Alhasilnya, kebanyakan penyandang tunanetra mengalami penghambatan secara fisiologis maupun psikologis, yang secara jangka panjang akan berpengaruh pada bagaimana mereka memandang diri (self-image), dan menghasilkan ketidakpercayaan diri (Kersten, 1981). Kondisi ini menunujukkan bahwa perlunya penanganan agar tidak menyebabkan permasalahan jangka panjang. Mengutip dari Tobin (2010), keterbatasan yang mereka miliki ini mengartikan bahwa bagian otak yang terlibat dalam penglihatan – lobus oksipital, tidak digunakan. Lalu, fokus diletakkan pada indera pendengaran, menjadikan otak untuk berkembang dengan cara berbeda. Stimulus aural (pendengaran) adalah substitusi bagi stimulus visual mereka (Kersten, 1981). Dengan ini, kita dapat menemukan apa solusi yang cocok dalam menangani permasalahan tersebut, yaitu stimulus yang menggunakan suara, lebih tepatnya musik. Contohnya seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa bayi penyandang tunanetra tidak dapat menggapai benda atau mainan karena tidak ada stimulus visual, tetapi mereka peka akan stimulus aural. Mereka dapat diberikan benda atau mainan yang mengeluarkan suara. Mereka akan berusaha mengikuti dimana letak suaranya dan menggapainya (Kersten, 1981). Selanjutnya, ada penelitian yang dilakukan terhadap empat puluh anak penyandang tuna netra yang menyatakan bahwa mereka 4,000 kali lebih mungkin memiliki perfect pitch – sebuah pertanda akan kemampuan musikalitas yang luar biasa – daripada anak-anak non-tunanetra. Dengan mengetahui bahwa hampir semua anak penyandang tunanetra memiliki kemampuan musikalitas yang tinggi, kelebihan yang dimiliki harus diasah, agar dapat berkembang menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi perkembangan psikologis dan masa depannya. Oleh karena itu, salah satu saran untuk
mengembangkan potensi tersebut adalah pengenalan musik melalui terapi musik.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana keadaan penyandang tuna netra di Indonesia? 2. Apa itu terapi musik? 3. Apa pentingnya terapi musik bagi anak penyandang tunanetra di Indonesia? 4. Apa manfaat terapi musik bagi anak penyandang tunanetra di Indonesia?
1.3 Tujuan Kajian 1. Memaparkan keadaan penyandang tunanetra di Indonesia 2. Memberi penjelasan mengenai terapi musik 3. Memaparkan pentingnya terapi musik bagi anak penyandang tunanetra di Indonesia 4. Memaparkan manfaat terapi musik bagi anak penyandang tunanetra di Indonesia
1.4 Manfaat Kajian 1. Bagi Mahasiswa Kajian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran terkait permasalahan perkembangan fisiologis dan psikologis yang dihadapi para penyandang tunanetra serta fungsi, kegunaan, dan efektivitas terapi musik bagi penyandang tunanetra 2. Bagi Penyandang Tunanetra Kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dengan membantu perkembangan fisiologis dan psikologis yang baik dengan penyadaran akan peran terapi musik dalam membantu serta menemukan kemungkinan potensi musik yang dimiliki para penyandang tunanetra 3. Bagi Orang Tua/Wali Penyandang Tuna Netra
Kajian ini diharapkan dapat memberi wawasan, informasi, serta solusi agar dapat menyadarkan orang tua atau wali akan permasalahan perkembangan fisiologis dan psikologis serta potensi musik yang dimiliki anak penyandang tunanetra 4. Bagi Pemerintah Kajian ini diharapkan dapat memberi wawasan, informasi, serta solusi untuk menginspirasi program pemerintah terkait dengan kebutuhan penyandang disabilitas, khususnya tunanetra
1.5 Batasan Kajian Dalam kajian ini, tidak ada batasan ketat dalam penggunaan terapi musik bagi penyandang tunanetra. Dikarenakan terapi musik tidak memiliki efek samping dan cocok untuk semua umur. Tetapi agar terapi musik lebih efektif merangsang otak anak tunanetra, dianjurkan untuk dimulai sejak bayi. Dikarenakan otaknya berada dalam fase yang sangat mudah untuk dibentuk atau plastisitas tinggi dengan tumbuhnya sinaps yang terus menghasilkan koneksi-koneksi baru (Tobin, 2010).
1.6 Metode Kajian Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dikarakteristikkan dengan tujuannya yaitu untuk memahami dan mendalami suatu fenomena dengan memaparkan beberapa aspek secara holistik melalui deskripsi (Bricki & Green, 2007) yaitu berdasarkan acuan pada artikel jurnal penelitian yang diterbitkan oleh Sage Publications, Inc. dari jurnal Music Educators Journal dengan judul artikel Music as Therapy for the Visually Impaired. Pendekatan kualitatif yang digunakan meliputi group discussion dan observasi, untuk mengkaji pentingnya terapi musik bagi anak penyandang tunanetra.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Seputar keadaan penyandang tunanetra di Indonesia Sampai dengan tahun 2016, jumlah penyandang tunanetra di Indonesia telah mencapai 3,5 juta jiwa (Zulaeman, 2016). Kalau dibandingkan dengan tahun 2012 penyandang tuna netra hanya mencapai 1,7 juta (Zhi, 2013), hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan selama 4 tahun. Dari data ini dapat diestimasikan bahwa tahun 2018 ini, kemungkinan besar mencapai 4 juta penyandang tunanetra. 2.2 Seputar terapi musik Menurut definisi dari American Association of Music Therapy, “Terapi musik adalah penggunaan musik sebagai intervensi berbasis klinis dan berbasis bukti untuk mencapai tujuan individual dalam hubungan terapeutik oleh seorang profesional yang dipercaya yang telah menyelesaikan program terapi musik yang disetujui.” (American Music Therapy Association, 2014). Janji dari music- based treatment adalah mereka tidak invasif, tidak memiliki efek samping, tidak mahal, nyaman, dan benar – benar ‘alami’ (Chanda & Levitin, 2013). Secara general intervensi terapi musik ditemukan bervariasi, diikuti dengan empat faktor ini: (i)
Tipe intervensi (passive listening atau live music/interactional music)
(ii)
Tipe musik (stimulasi vs relaksasi)
(iii)
Locus of control (experimenter-selected vs participant-selected music);
(iv)
Konteks sosial (aktifitas individual, aktifitas kelompok rekreasi atau dyadic therapist-guided intervention)
Ditambah dua faktor lagi, yaitu dari kualitas emosinya yaitu senang, sedih, dan tenang, dan yang terakhir adalah fitur strukturalnya seperti tempo, nada, jarak nada, timbre, dan struktur ritmik (Mra´zova´ & Peter Celec, 2010 dalam Chanda & Levitin, 2013). Terapi musik sebagai mediator yang membantu penyandang disabilitas juga telah dikenal sebagai layanan esensial oleh negaranegara maju (Kutaisi Education Development and Employment Center, 2018). 2.3 Pentingnya terapi musik bagi penyandang tunanetra di Indonesia Kesejahteraan fisiologis dan psikologis dalam pertumbuhan diri penyandang tunanetra dapat dipenuhi dengan memberi stimulus aural serta penemuan dan pengembangan terhadap potensi. Penyandang tunanetra menggunakan stimulus aural (pendengaran) sebagai substitusi stimulus visual mereka (Kersten, 1981). Terapi musik adalah sejenis stimulus aural yang bervariasi dan tertata. Beberapa contoh pentingnya terapi musik bagi penyandang tuna netra adalah sebagai berikut, A) Terapi musik dengan pendekatan metode konteks sosial, anak penyandang
tunanetra
diberi
mainan
atau
benda
yang
mengeluarkan suara. Dengan itu, ia dapat menggapai benda sambil mengikuti darimana arah suara tersebut datang (Kersten, 1981). Jadi, bagi orangtua yang takut anaknya akan terlambat dalam perkembangan psikomotor, metode ini dapat dilakukan sendiri atau melaui terapis musik, B) Terapi musik dengan menggunakan pendekatan milik Dalcroze yang dikembangkan khusus bagi anak penyandang tunanetra, dengan penekanan pada peluasan pergerakan otot (large muscle movements) serta pentingnya interpretasi tubuh akan musik dalam tempo bervariasi adalah penting. Gerakan axial seperti memutar, menekuk, meregangkan serta aktifitas locomotive seperti marching, galloping, dan skipping. Kegunaanya adalah agar badan tidak kaku,
lebih santai, koordinasi tubuh yang lebih baik, serta meningkatkan rasa percaya diri C) Anak non-tunanetra dapat melampiaskan emosi saat frustrasi pada benda atau apapun yang diterima sebagai stimulus visual, sedangkan anak penyandang tunanetra tidak dapat melokasikan benda atau apapun tanpa suara, jadi mereka memendam rasa frustrasinya,. Instrumen musik seperti gambang (xylophone) dan hand drum dapat digunakan dalam terapi musik untuk membantu anak dalam melepaskan rasa frustrasinya dengan cara yang diterima secara sosial, D) Peningkatan konsentrasi pada anak penyandang tunanetra, tidak hanya terjadi pada hal-hal yang kompleks, tetapi juga pada hal-hal mendasar. Situasi ini mengakibatkan ketegangan secara fisiologis dan psikologis. Terapis musik dapat menggunakan relaxing music untuk mengurangi ketegangan dan menjadi lebih tenang, E) Perkenalan terhadap berbagai macam alat musik menggunakan metode tipe intervensi pada terapi musik. Hal ini dapat meningkatkan rasa ingin tahu serta kemungkinan menemukan potensi di bidang musik. Contohnya seperti beberapa musisi luar biasa yang sangat berprestasi dan tunanetra ada Stevie Wonder, Ray Charles, Andrea Bocelli, M. Ade Iriwan, dan masih banyak lagi.
2.4 Manfaat terapi musik bagi penyandang tunanetra di Indonesia Manfaat keseluruhan dari terapi musik bagi anak penyandang tunanetra di Indonesia adalah untuk meminimalisir hambatan yang dihadapi selama masa perkembangan fisiologis dan psikologis, serta menemukan kemungkinan potensi musik yang mereka miliki. Dengan meminimalisir hambatan serta menemukan kemungkinan potensi, diharapkan mereka dapat
menerima segala yang dimiliki dan menikmati kehidupan layaknya manusia bahagia.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Agar pertumbuhan diri penyandang tunanetra bisa berkembang dengan baik, diperlukan stimulus aural serta penemuan dan pengembangan terhadap potensi. Hal ini dapat dilakukan dengan terapi musik, sejenis stimulus aural yang bervariasi dan tertata. Kepentingan terapi musik dapat dilihat dengan beberapa contoh bentuk terapi musik seperti pemberian alat musik untuk melampiaskan emosi terpendam, melakukan gerakan-gerakan sesuai tempo agar koordinasi tubuh membaik, serta pengenalan terhadap instrumen musik untuk menemukan kemungkinan potensi musikalitas tinggi.
2. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa terapi musik bagi penyandang tuna netra di Indonesia akan dapat membantu perkembangan fisiologis dan psikologis serta menyadari akan kemungkinan potensi musik yang dimiliki. 3.2 Saran Dari pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa anak penyandang tunanetra biasanya memiliki penghambatan psikologis dan fisiologis karena ketidakmampuan menerima stimulus visual. Kekuatan terletak pada stimulus aural. Maka dari itu, orangtua atau wali anak penyandang tunanetra sebaiknya mencari mediasi untuk membantu meminimalisir hasil tersebut, dapat dilakukan dengan, a) Setelah membaca artikel ilmiah ini, coba mencari tahu lebih lanjut melalui media tersedia; b) Coba lakukan intervensi (intervensi ringan) tanpa terapis musik; c) Perkenalkan pada berbagai instrumen musik; d) Mencari dan melakukan konsultasi dengan terapis musik
DAFTAR PUSTAKA
American Music Therapy Association. 2014. American Music Therapy Association. http://www.musictherapy.org/ [5 Juni 2018]. Bricki, Nouria & Judith Green. 2007. A Guide to Using Qualitative Research Methodology. Medecins Sans Frontieres. Kutaisi Development Education Center. "Music Therapy for Children with Disabilities". https://www.globalgiving.org/projects/music-therapy-forchildren-with-disabilities/ [5 Juni 2018]. Hayati, Indah Nadzifah. 2013. "Hubungan Syukur dengan Kebahagiaan pada Penyandang Cacat Netra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang". Kersten, Fred. 1981. "Music as Therapy for the Visually Impaired". Music Educators Journal, 62-65. Chandra & Levitin. 2013. "The neurochemistry of music". Trends in Cognitive Sciences. Rahma, Riska Nurwijayanti. 2015. "Kesejahteraan Psikologis Penyandang Tuna Netra (Studi pada Mahasiswa Tunanetra Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta)". Jurnal Bimbingan dan Konseling. 7 (4). Tobin, Lucy. 2010. "Why visual talent can stem from visual impairment". https://www.theguardian.com/education/2010/may/18/musical-talent-linkwith-blindness [5 Juni 2018]. Zhi, Riqo. 2013. "Simpang Siur Populasi Disabilitas di Indonesia". https://www.kartunet.com/simpang-siur-populasi-disabilitas-di-indonesia1295/ [5 Juni 2018]. Zulaeman. 2016. "Penyandang Tunanetra Indonesia Mencapai Jutaan Jiwa". https://inipasti.com/penyandang-tunanetra-indonesia-mencapai-jutaan-jiwa/ [5 Juni 2018].