PENGUJIAN SIFAT FISIK KIMIAWI PROTEIN DISANIRMALA 230110140088 KELOMPOK 8 KELAS B ABSTRAK Protein merupakan polimer yang panjang dari asam-asam amino yang bergabung melalui ikatan peptida. Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dari zat kimia, maka mudah mengalami perubahan struktur (denaturasi). Denaturasi protein adalah perubahan struktur sekunder, tersier dan kuartener tanpa mengubah struktur primernya (tanpa memotong ikatan peptida). Hal-hal yang menyebabkan terjadinya denaturasi adalah panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan kimia seperti urea, alkohol, dan sabun. Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan denaturasi protein dengan penambahan asam, basa dan dilakukan pemanasan pada sampel yang mengandung protein. Setelah mengalami perubahan fisik, maka dapat disimpulkan bahwa faktor terjadinya denaturasi diantaranya asam, basa dan pemanasan sampel. Kemudian dilakukan pula uji ninhidrin untuk mengidentifikasi ada tidaknya asam amino pada sampel. Jika sampel berubah warna menjadi biru keunguan maka dapat dinyatakan asam amino masih terkandung dalam sampel tersebut. Kata Kunci: Denaturasi, asam amino, ninhidrin, asam, basa PENDAHULUAN Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 1992). Protein merupakan suatu polipeptida dengan banyak molekul yang sangat bervariasi dari 5000 sampai lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji 1996). Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut: H H2N
C
COO
R (Lehninger 1995).
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno 1992). Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain: 1
Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2
Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3
Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4
Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhdap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein. (Winarno 1992). Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau biru molekul protein (Winarno 1992). Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno 1992). Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier
protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E. 2003). Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P. 1994). Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi (Ophart, C.E. 2003). Natrium Hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut larutan Sorensen. Ia bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Ammonia (NH3) merupakan gas yang tidak berwarna dengan titik didih -330oC. Gas amonia lebih ringan dibandingkan udara, dengan densitas kira-kira 0,6 kali densitas udara pada suhu yang sama. Bau yang tajam dari amonia dapat dideteksi pada konsentrasi yang rendah 1-5 ppm (Brigden dan Stringer 2000). Amonia sangat beracun bagi hampir semua organisme. Pada manusia, resiko terbesar adalah dari penghirupan uap amonia yang berakibat beberapa efek diantaranya iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Pada
tingkat yang sangat tinggi, penghirupan uap amonia sangat bersifat fatal. Jika terlarut di perairan akan meningkatkan konsentrasi amonia yang menyebabkan keracunan bagi hampir semua organisme perairan (Valupadas 1999). Kelarutan amonia sangat besar di dalam air, meskipun kelarutannya menurun tajam dengan kenaikan suhu. Amonia bereaksi dengan air secara reversibel menghasilkan ion amonium (NH4+) dan ion hidroksida (OH-). Amonia merupakan basa lemah. Pembentukan ion hidroksida akan meningkatkan pH larutan, sehingga larutan menjadi alkali. Jika ion-ion hidroksida atau amonium bereaksi lebih lanjut dengan senyawa lain yang ada di dalam air, maka amonia akan terkonversi lebih banyak lagi untuk menjaga kesetimbangan reaksi (Appl 1999). Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam. Bahan kimia ini dapat larut dengan air dengan segala perbandingan,mempunyai titik leleh 10,49oC dan titik didih pada 340oC tergantung kepekatan serta pada temperatur 300oC atau lebih terdekomposisi menghasilkan sulfur trioksida. (Perry 1984). Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industry yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pengencer air. METODOLOGI Praktikum pengujian sifat fisik kimiawi protein dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 3 November 2015, pukul 08.00 WIB yang bertempat di Laboratorium Akuakultur Gedung Dekanat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu tabung reaksi berguna untuk tempat sampel atau tempat reaksi, beaker glass berguna untuk wadah sampel saat dipanaskan, hot plate berguna untuk memanaskan sampel, gelas ukur berguna untuk mengukur volume larutan, indikator universal berguna untuk mengukur derajat keasaman dan pipet tetes untuk memindahkan zat. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ikan (yang terdiri dari tulang, kulit dan daging), telur ayam mentah yang berguna sebagai sampel praktikum yang akan diuji, NH4OH atau NH3 dan NaOH berguna untuk menambah suasana basa, CH3COOH dan H2SO4 berguna untuk menambah suasana asam, pereaksi ninhidrin sebagai
pereaksi untuk menguji kandungan protein yang terkandung di dalam sampel dan akuades sebagai pelarut.
Prosedur Praktikum Sebanyak 3 ml puth telur mentah diukur dalam gelas ukur dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi (3 kali pengulangan)
Mengukur pH awal sampel
Menambahkan 3 ml asam kuat/asam lemah/basa kuat/basa lemah Memanaskan sampel
Mengukur ph sampel setelah pemanasan Menambahkan pereaksi Ninhidrin pada sampel Mengamati perubahan yang terjadi pada sampel
HASIL PENGAMATAN
Kelompo
Sampel Perlakuan
k +Asam
pH
pH
Pengamatan
awal akhir Awal 6 Tekstur
kuat
lunak, warna putih
pucat
dan bau amis khas ikan
Pengamatan Akhir *Sebelum dipanaskan: Berwarna putih, bau asam dan warna ungu pekat *Sesudah dipanaskan: Tekstur keras, daging berwarna
putih
dan
sedikit berwarna ungu dari H2SO4, bau asam pekat *Uji Ninhidrin: Tidak +Asam
6
Tekstur
Lemah
lunak, warna
ada perubahan *Sebelum dipanaskan: Warna putih dan bau
menyengat *Sesudah dipanaskan: dan bau amis Tekstur kenyal, sedikit putih
pucat
khas ikan
padat, berwarna sedikit bening dan sedikit putih serta berbau asam *Uji Ninhidrin: Tidak
+Aquades
6
Tekstur lunak, warna putih
pucat
dan bau amis khas ikan 1 dan 2
ada perubahan *Sebelum dipanaskan: Tekstur lunak, berwarna putih
kemerahan
dan
berbau amis *Sesudah dipanaskan: Tekstur padat,
Daging
berwarnaputih dan tidak
Ikan
terlalu bau amis *Uji Ninhidrin: Tidak +Basa
ada perubahan *Sebelum dipanaskan: Tidak ada perubahan lunak, warna *Sesudah dipanaskan: putih pucat Tekstur daging
6
Tekstur
kuat
dan bau amis menggumpal khas ika n
+Basa lemah
6
Tekstur lunak, warna
di
warna kecoklatan
atas, kuning
dan
bau
menyengat. *Uji Ninhidrin: Tidak terjadi perubahan *Sebelum dipanaskan: Bau menyengat daging
dan basa tercampur *Sesudah dipanaskan: dan bau amis Daging menggumpal di putih
pucat
PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian sifat fisik dan kimiawi yang bertujuan untuk mengetahui adanya asam amino bebas dan adanya denaturasi pada protein. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukanlah beberapa percobaan yaitu dengan membuat penambahan asam dan basa serta pemanasan pada sampel protein. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol. Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung secara reveresibel. Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit. Sebelum membahas seluruh hasil praktikum pada Laboratorium Akuakultur akan dibahas terlebih dahulu praktikum kelompok yang dilakukan oleh kelompok 8, yakni dengan sampel protein putih telur ayam mentah sebanyak 3 ml. Tentu saja dengan melakukan pengamatan awal sampel terlebih dahulu, yakni tekstur kental, warna putih kekuningan dan bau khas telur (amis) dengan pH awal 10. Putih telur dipilih karena protein di dalam kuning telur terdapat juga lemak. Sehingga jika kuning telur digunakan akan sulit terdeteksi protein karena lemak akan lebih dominan. Oleh karena itu, untuk menguji telur digunakan putihnya saja. Karena dalam putih telur kandungan proteinnya lebih tinggi daripada lemaknya (Sitorus 2009). Pengujian yang dilakukan oleh kelompok 8 adalah dengan menambahakan NaOH, NH3 dan aquades dengan perlakuan yang sama yaitu pemanasan dan uji nihidrin pada tahap terakhir. Hasil yang didapat setelah penambahan NaOH adalah warna telur berubah menjadi kuning terang, tekstur agak cair. Warna kuning yang dihasilkan pada reaksi kemungkinan berasal dari NaOH tersebut, warna yang timbul merupakan bukti bahwa adanya protein di larutan tersebut. Perubahan pH yang terjadi menjadi 14 merupakan bukti bahwa protein telah
berubah memiliki suasana basa. Dan setelah dipanaskan terdapat endapan kuning di bagian atas dan cairan tetap kuning. Hal ini terjadi karena putih telur tersebut telah terkoagulasi karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi. Setelah dilakukan pemanasan larutan juga ditetesi larutan ninhidrin terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk memastikan keberadaan asam amino pada putih telur tersebut dengan ditandai perubahan warna biru keunguan. Ternyata setelah diberi ninhidrin, putih telur tersebut tidak menunjukkan perubahan warna sesuai harapan. Dapat disimpulkan bahwa putih telur yag telah diberi basa kuat dan dipanaskan akan mengalami kerusakan struktur sehingga tidak ada lagi asam amino di dalamnya. Sementara itu pada pengujian dengan basa lemah (NH3) menghasilkan perubahan warna menjadi bening dan perubahan tekstur menjadi cair serta bau yang sangat menyengat. Perubahan warna yang terjadi menjadi bening tersebut dikarenakan pengaruh dari sifat fisik dari NH3 yakni merupakan larutan yang tidak berwarna sehingga mempengaruhi warna putih telur yang menjadi semakin bening. Bau yang menyengat juga berasal dari NH3 tersebut yang merupakan basa lemah dengan bau gas yang beracun. Setelah itu dilakukan pemanasan dan menghasilkan warna cairan yang tetap bening, namun terdapat endapan berwarna putih yang diperkirakan itu adalah koagulan putih telur yang mengendap. Endapan tersebut akibat proses pemanasan terjadi karena adanya getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi. Hasil uji ninhidrin pun menyatakan tidak ada perubahan warna yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa asam amino yang ada didalamnya telah rusak. Selanjutnya penambahan putih telur dengan aquades menghasilkan terdapat dua lapisan bagian atas bening bagian bawah putih kekuningan. Hal ini diduga putih telur yang telah tercampur dengan air tetapi garam dan logam-logam mineral yang mengendap menyebabkan terjadinya dua lapisan. Karena sebenarnya sifat albumin adalah larut dalam air. Namun setelah dipanaskan telur mengalami koagulasi yaitu ditandai dengan adanya endapan putih dan tekstur kenyal. Pengujian putih telur juga dilakukan oleh kelompok 7, namun perbedaannya adalah pada kelompok ini dilakukan penambahan asam kuat, asam lemah dan aquades serta pemanasan. Setelah putih telur sebanyak 3 ml ditambahkan dengan asam kuat, perubahan yang terjadi adalah tekstur cair dalam lapisan warna ungu pekat, dan cairan putih bening serta berbau asam menyengat. Hal ini berarti protein mengalami denaturasi dan setelah dipanaskan terdapat gumpalan putih yang berati terjadi koagulasi pada protein.
Ketika larutan protein ditambahkan dengan larutan asam asetat, tidak terjadi perubahan. Namun setelah dipanaskan terbentuk gumpalan-gumpalan putih yang menunjukkan protein telah terkoagulasi. Terjadinya koagulasi disebabkan karena ion H+ dari CH3COOH terikat pada gugus negatif pada protein. Ketika ion H+ dari asam asetat masuk ke dalam larutan, akan mempengaruhi keseimbangan dan pengkutuban muatan dari molekul protein. Perubahan pengkutuban ini menyebabkan rusaknya konformasi alamiah protein seperti struktur tersier dan struktur kwartener protein. Rusaknya konformasi alamiah protein menyebabkan terganggunya stabilitas dari larutan protein, sehingga larutan protein mengalami koagulasi. Namun setelah telur yang telah diuji dengan asam kuat, asam lemah dan aquades dan diuji ninhidrin. Semua pengujian menyatakan negative, tidak terdapat asam amino di dalamnya. Hal ini terjadi karena protein telah rusak. Adapun pengujian protein pada kelompok lain yaitu, menguji daging ikan dengan perlakuan sama yakni penambahan asam dan basa serta pemanasan. Pada kelompok 1 dilakuan penambahan dengan asam kuat dan basa lemah. Hasil dari pengujian tersebut adalah dengan ditandai adanya munculnya warna ungu setelah diberi asam kuat H2SO4. Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya proses denaturasi dimana ditandai dengan adanya perubahan pH yang terjadi dari pH awal 6 menjadi lebih 2, itu dikarenakan perubahan suasana menjadi asam pada protein. Sementara itu pada saat pemberian asam lemah, perubahan yang terjadi adalah bau asam serta perubahan warna menjadi putih. Hal ini dikarenakan adanya perngaruh asam terhadap protein yang meyebabkan suasana menjadi basa walupun tidak sepekat dengan penggunaan asam kuat. Namun asam lemah ini juga mampu merubah pH menjadi 3 dari sebelumnya atau menunjukkan pH tersebut asam. Dari percobaan asam kuat dan asam lemah tersebut, pada saat setelah dipanaskan keduanya sama-sama menjadi suatu gumpalan berwarna putih yang berarti terjadi koagulasi pada protein. Dan setelah diuji ninhidrin semua sampel tidak mengalami perubahan warna menjadi violet. Percobaan selanjutnya yaitu pengujian daging ikan dengan penggunaan basa kuat, basa lemah dan aquades, pada saat pemberian basa kuat maupun basa lemah tidak terjadi perubahan dan bau menyengat yang berasal dari basa tersebut. Setelah dipanaskan terjadi perubahan hanya pada perlakuan basa lemah, yaitu warma coklat muda, bau lebih menyengat daging
menggumpal
di
bawah
itu
merupakan
karena
pecahan-pecahan
struktur
sekunder, tersier, dan kuarterner pada protein bercampur dengan larutan basanya. Secara
teoritis, penambahan basa akan menyebabkan bertambahnya ion negatif yang berasal dari ion OH- basa kuat yang kemudian berikatan dengan ion H+ yang berasal dari gugus amina NH3 pada asam amino, yang akan membentuk molekul air. Setelah dilakukan uji ninhidrin, yang hanya mengalami reaksi menjadi warna violet hanyalah pada daging yang diberi aquades. Hal ini berarti daging tersebut masih memiliki asam amino pada saat koagulasi terjadi. Kemudian dilakukan pengujian pada tulang ikan, perlakuan masih yaitu diberikan asam, basa dan aquades setelah itu dipanaskan dan diuji ninhidrin. Reaksi tulang ikan diberi asam masih sama dengan reaksi pada saaat daging ikan diberi asam. Namun pada uji ninhidrin tidak menunjukkan adanya warna violet pada tulang maupun cairan. Hal ini merupakan bukti bahwa asam amino tidak ada dan protein telah benar-benar rusak terdenaturasi. Selain diberi basa, tulang ikan mengalami hal yang sama seperti pada daging ikan, hanya saja setelah dipanaskan tulang ikan tidak hancur (tetap utuh) dan masih ada sedikit bau amis. Artinya, tulang ikan tidak mengalami denaturasi. Hal ini terjadi karena tidakada pengaruh dari zwitter ion yang berubah pada protein yang dapat mengacaukan jembatangaram pada protein yang disebabkan oleh tidak terjadinya pengikatan ion antara kationdengan gugus karboksil maupun anion dengan gugus amina. Dan pada tulang yang diberi aquades dan kemudian diuji ninhidrin tidak mengalami perubahan warna violet. Itu berarti dalam tulang ikan tersebut sudah tidak ada lagi asam amino akibat pemanasan yang dilakukan. Pengujan terakhir pada kulit ikan, penambahan asam kuat dan asam lemah serta aquades tidak terjadi perubahan karena tingginya kandungan kolagen pada kulit ikan sehingga menyebabkan tekstur kulit tetap alot. Namun setelah dipanaskan kulit ikan menjadi lunak dan pada kulit yang diberi asam kuat menjadi hancur. Hal ini dikarenakan berubahnya struktur protein pada kulit tersebut stelah dipanaskan. Setelah diuji ninhidrin kulit ikan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda warna violet. Itu artinya asam amino sudah tidak ada lagi dalam kulit ikan tersebut. Sementara itu pengujian oleh basa, pada saat tahap pemberian saja tekstur dan warna tetap sama seperti pengamatan awal. Tetapi perubahan ditunjukkan pada saat setelah dipanaskan, yaitu menjadi berwarna abu-abu dan terdapat lapisan hitam serta kuning. Hal ini berarti struktur sekunder, tersier dan kuartener telah hancur. Tidak terjadi perubahan juga terjadi pada pengujian ninhidrin itu artinya, sudah tidak ada lagi ikatan asam amino pada kulit setelah dipanaskan. KESIMPULAN
Penambahan asam dan basa akan mengakibatkan protein pada kulit ikan terdenaturasi. Denaturasi protein lebih kuat terjadi pada penambahan asam kuat dari pada asam lemah. Pada penambahan basa, denaturasi protein lebih kuat terjadi pada penambahan basa kuat dari pada basa lemah. Proses pemanasan juga dapat menyebabkan protein terdenaturasi. Denaturasi protein terjadi karena adanya pengaruh asam, basa dan pemanasan yang dapat merubah struktur primer, sekunder, dan tersier dari protein,sehingga saat di uji dengan ninhidrin tidak berubah menjadi warna ungu karena struktur proteinnya telah berubah dan mengalami kekacaun bentuk ataukehilangan struktur sekunder dan tersiernya. DAFTAR PUSTAKA Appl, M., 1999, Ammonia : Principles and Industrial Practice, WileyVCH,Weinheim, pp. 221-235. Brigden, K. and Stringer, R. 2000, Ammonia and Urea Production : Incidents of Ammonia Release From The Profertil Urea and Ammonia Facility, Bahia Blanca, Argentina, Greenpeace Research Laboratories, Departement of Biological Science University of Exeter, UK. Lehninger.A.L, 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta Modul Praktikum Biokimia. 2013 . Pengujian Sifat Fisik Kimiawi Protein. FPIK Unpad. Narasinga, Rao. 1078. Analysis In Vitro methode for Predicting the Bioavailability of Iron From Food. The American Journal of Clinical Nutrition.
Ophart, C.E. 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College. Perry, R.H. and Green, D.W., 1984, Perry’s Chemical Engineering Handbook, 6th ed. Mc Graw Hill Book Company, Inc, New York. Poedjiadji, Ana. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-press. Supriyanti dan Poedjiadi, 2009. Dasar – Dasar Biokimia. UI – Press. Jakarta. Sugiyarto H, Kristian. 2003. Dasar-Dasar Kimia Anorganik Logam. Jakarta : UI Press Natrium hidroksida. Valupadas, P., 1999, Wastewater Management Review for Fertilizer Manufacturing Sector, Environmental Science Division, Environmental Service.
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta. Wuryanti.2006. Amobilisasi Enzim Bromelin dari Bonggol Nanas dengan Bahan Pendukung Karagenan dari Rumput Laut.Semarang: Universitas Diponegoro. LAMPIRAN Lampiran 1. Alat yang digunakan praktikum
Gambar. Indikator universal
Gambar. Cawan petri
Gambar. Pipet teses
Gambar.Tabung reaksi
Gambar. Tabung ukur
Gambar. Hot Plate
Gambar. Penjepit tabung reaksi
Lampiran 2. Bahan yang digunakan praktikum
Gambar. NH3 (Basa lemah)
Gambar. NaOH (Basa kuat)
Gambar. Uji ninhidrin
Gambar. Telur ayam mentah
Gambar. Akuades
Lampiran 3. Kegiatan praktikum
Gambar. Pengukuran telur sebanyak 3 mL
Gambar. Perhitungan pH awal telur
Gambar. Pencampuran larutan basa kuat dalam tabung reaksi yang berisi telur
Gambar. Larutan setelah dipanaskan
Gambar. Pengukuran pH
Gambar. Tabung reaksi digoyangkan ke ke kanan kiri
Gambar.Pertambahan Ninhidrin