1
PENGOLAHAN SURIMI BEKU DARI IKAN KURISI (Nemipterus sp.) DI PT. BINTANG KARYA LAUT, REMBANG
PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Oleh: PATRICIA NOVIA ULLYNA 26030111130041
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014
2
RINGKASAN
Patricia Novia Ullyna. NIM 26030111130041. Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut, Rembang, Jawa Tengah. (Pembimbing : Tri Winarni Agustini). Hasil tangkapan ikan Kurisi (Nemipterus sp.) sangat berlimpah dan hampir tidak mengenal musim tetapi ikan Kurisi adalah bahan baku yang mudah busuk (perishable material) sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut. Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan sebagai bahan konsumsi. Konsumsi ikan yang meningkat membuat upaya untuk pengolahannya semakin bervariatif. Salah satu upaya adalah dengan mengembangkan surimi dan produk lanjutannya. Surimi merupakan produk olahan perikanan setengah jadi (intermediate product) yang berpeluang memberi nilai tambah (value added) yang berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan, dan pembekuan. Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk mengetahui tahapan pengolahan surimi beku, mutu dan karakteristik surimi beku, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi beku, bahan tambahan yang digunakan, cara pengemasan, dan cara penyimpanan surimi beku di PT Bintang Karya Laut. Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan adalah ikan Kurisi (Nemipterus sp.) segar, kalsium klorida (CaCl2), gula, sodium tripolyposphate (STPP), egg white powder (EWP), fish scalling machine, meat bone separator, leaching tank, rotary screen, refiner, screw press, bowl cutter, former, dan contact plate freezer. Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah observasi lapangan, wawancara dengan pihak yang bersangkutan, dan studi pustaka serta informasi dari data laporan perusahaan. Hasil Praktek Kerja Lapangan menunjukkan bahwa proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah penerimaan bahan baku, penyiangan, pemisahan daging ikan, pencucian (leaching), penyaringan dan pengepresan daging, pencampuran, pencetakan dan pengemasan, pembekuan, pengecekan logam berat, pengepakan dan pelabelan, penyimpanan beku, dan distribusi. Faktor yang mempengaruhi mutu dari surimi yaitu jenis bahan baku, proses yang dilakukan, dan sanitasi dan hygiene. Standar mutu dari surimi beku yang berkualitas baik yaitu memiliki kadar air 74-75%, nilai pH 6,8 – 7,1, bau spesifik surimi, tingkat kekenyalan (gel strength) tinggi yaitu > 1000 dan nilai uji gigit yaitu 9. Bahan cryoprotectant yang digunakan dalam proses pencampuran (mixing) yaitu gula 6%, sodium tripolyposphate (STPP) 0,3% dan egg white powder (EWP) 0,35%. Bahan tambahan ini juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kekuatan gel (gel strength) dalam surimi serta berfungsi sebagai anti denaturasi. Kata kunci :
Ikan Kurisi (Nemipterus sp.), Surimi, Cryoprotectant, gula, STPP, EWP.
3
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan yang berjudul “Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut, Rembang” Laporan ini bertujuan untuk mengetahui tahapan proses pengolahan surimi beku, mutu dan karakteristik surimi beku, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi beku, bahan tambahan yang digunakan, cara pengemasan, dan cara penyimpanan surimi beku di PT Bintang Karya Laut Dalam kaitannya dengan pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Lapangan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Tri Winarni Agustini, MSc., P.hD, selaku dosen pembimbing atas masukan, saran, dan pengarahan dalam penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan; 2.
Ir. Idris Razak, selaku factory manager PT Bintang Karya Laut atas kesempatan yang telah diberikan untuk dapat melaksanakan Praktek Kerja Lapangan;
3.
Seluruh staff dan karyawan PT Bintang Karya Laut bimbingan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan; dan
4.
Semua pihak yang telah membimbing dan membantu dalam pelaksanaan maupun penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan. Penulis menyadari laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan berguna dalam menambah pengetahuan bagi penulis pada khususnya serta pembaca pada umumnya.
Semarang, Maret 2014
Penulis
4
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
ii
RINGKASAN ..............................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...............................................................................................
v
DAFTAR TABEL .......................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
ix
BAB I.
PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1. Latar Belakang....................................................................... 1.2. Permasalahan ........................................................................ 1.3. Pendekatan Masalah ............................................................. 1.3. Tujuan ................................................................................... 1.4. Manfaat ................................................................................. 1.5. Waktu dan Tempat.................................................................
1 1 3 4 4 5 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1. Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) .................................................. 2.2. Diversifikasi Pangan .............................................................. 2.3 Surimi .................................................................................... 2.4 Bahan Baku Surimi ................................................................ 2.5 Proses Pengolahan Surimi ...................................................... 2.6 Pengujian Mutu Surimi ..........................................................
6 6 7 8 9 10 11
BAB III. METODOLOGI .......................................................................... 3.1. Materi .................................................................................... 3.1.1. Bahan ........................................................................... 3.1.2. Alat .............................................................................. 3.2. Metode .................................................................................. 3.3. Metode Pengumpulan Data .................................................... 3.4. Analisis Data .........................................................................
14 14 14 14 16 17 18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 4.1. Keadaan Umum PT Bintang Karya Laut ................................ 4.1.1. Sejarah dan perkembangan perusahaan......................... 4.1.2. Lokasi perusahaan ........................................................
19 19 19 19
5
4.1.3. Struktur organisasi ...................................................... 4.1.4. Ketenagakerjaan ........................................................... 4.1.5. Peralatan pengolah ....................................................... Deskripsi Produk Surimi Beku ............................................... Alur Proses Produksi ............................................................. Proses Produksi ..................................................................... 4.4.1. Penanganan dan pengangkutan bahan baku .................. 4.4.2. Penerimaan bahan baku (receiving) .............................. 4.4.3. Penyiangan (deheading, gutting, and scalling) ............. 4.4.4. Pemisahan daging (meat separating) ............................ 4.4.5. Pencucian lumatan daging (leaching) ........................... 4.4.6. Penyaringan dan pengepresan (refine and dehydrating) 4.4.7. Pencampuran (mixing).................................................. 4.4.8. Pencetakan dan pengemasan (forming and wrapping) .. 4.4.9. Pembekuan (freezing)................................................... 4.4.10. Pendeteksian logam (metal detecting)......................... 4.4.11. Pengepakan dan pelabelan (packing and labelling) ..... 4.4.12. Penyimpanan beku (cold storage)............................... 4.4.13. Pendistribusian ........................................................... Pengujian Mutu ..................................................................... 4.5.1. Uji kadar air ................................................................. 4.5.2. Uji pH (derajat keasaman) ............................................ 4.5.3. Uji kekenyalan (gel strength) ....................................... 4.5.4. Uji gigit ........................................................................ Sanitasi dan Hygiene.............................................................. 4.6.1. Sanitasi pekerja ............................................................ 4.6.2. Sanitasi ruang pengolahan dan peralatan ......................
20 21 23 28 30 31 31 32 33 35 36 37 38 39 40 40 41 42 43 44 45 45 46 46 47 47 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 5.1. Kesimpulan ........................................................................... 5.2. Saran ....................................................................................
49 49 50
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
51
LAMPIRAN ..............................................................................................
54
4.2. 4.3. 4.4.
4.5.
4.6.
6
DAFTAR TABEL Halaman
1. Persyaratan Mutu dan Keamanan Surimi ..................................................
12
2. Bahan yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) .....................................................................
14
3. Alat yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) .....................................................................
14
7
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) ....................................................................
7
2. Diagram Alir Proses Pengolahan Surimi Beku di PT Bintang Karya Laut.
30
8
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Score sheet Uji Organoleptik Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) Segar (SNI 2729:2013)....................................................................................... 55 2. Nilai Organoleptik Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) Segar............................ .. 57 3. Score sheet Uji Organoleptik Surimi Beku (SNI 2694:2013) .................... 58 4. Nilai Organoleptik Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) ........... 59 5. Struktur Organisasi PT Bintang Karya Laut .............................................. 60 6. Layout Ruang Produksi PT Bintang Karya Laut ....................................... 61 7. Sertifikat HACCP PT Bintang Karya Laut................................................ 62 8. Sertifikat Kelayakan Pengolahan PT Bintang Karya Laut ......................... 63 9. Sertifikat Halal PT Bintang Karya Laut .................................................... 64 10. Hasil Pengujian Air Sumur PT Bintang Karya Laut .................................. 65 11. Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan ...................................................... 66 12. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan ............... 73
9
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai biologis ikan mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna. Kelebihan lain dari ikan adalah harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Kandungan kimia, ukuran, dan nilai gizi dari ikan tergantung pada jenis, umur kelamin, tingkat kematangan, dan kondisi tempat hidupnya. Hasil-hasil perikanan juga merupakan sumber daya alam yang sangat besar manfaatnya. Manfaat tersebut diantaranya sebagai sumber energi, dapat juga membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, memperkuat daya tahan tubuh, juga memperlancar terjadinya proses fisiologis dalam tubuh manusia (Adawyah, 2008). Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah ikan yang memiliki nilai ekonomis penting atau sering dikatakan sebagai hasil perikanan berdaging putih yang memiliki nilai ekonomis dan banyak dikonsumsi oleh penduduk Asia. Ikan Kurisi merupakan salah satu komoditi ekspor sektor perikanan selain udang-udangan dan cephalopoda yang memiliki nilai gizi tinggi. Ikan Kurisi juga dapat ditangkap di seluruh perairan Indonesia, sehingga hasil tangkapan ikan Kurisi sangat melimpah dan hampir tidak mengenal musim. Ikan Kurisi juga merupakan bahan baku yang mudah busuk (perishable material) setelah ditangkap dan mati, oleh karena itu ikan Kurisi perlu ditangani dengan baik sehingga tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh konsumen (Amri dan Khairuman, 2008).
10
Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan sebagai bahan konsumsi. Usaha dalam melakukan pengolahan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Misalnya, ikan yang baru ditangkap dapat dipertahankan kesegarannya dengan cara didinginkan atau dibekukan, atau dapat pula diolah menjadi bahan setengah jadi (Adawyah, 2008). Salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatan ikan-ikan hasil tangkapan sampingan adalah dengan mengembangkan surimi dan produk lanjutannya. Surimi merupakan produk olahan perikanan setengah jadi (intermediate product) berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan dan pembekuan. Surimi merupakan konsentrat dari protein miofibrilar yang mempunyai kemampuan pembentukan gel, pengikatan air, pengikat lemak dan sifat-sifat fungsional yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi adalah kesegaran bahan baku, namun komposisi kimia ikan khususnya protein dan lemak juga berperan terhadap pembentukan gel (Djazuli et al, 2009). Surimi merupakan bahan baku antara (intermediate) yang potensial untuk pembuatan berbagai produk makanan berbasis surimi (surimi-based product) seperti daging kepiting tiruan,
kamaboko berperisa,
chikuwa,
satsuma
age/tempura, hanpen, bakso ikan sosis ikan, dan lain lain. Surimi menjadi popular dikarenakan memiliki tekstur yang unik dan juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Surimi pada awalnya merupakan bahan pangan yang penting di Jepang dan saat
11
ini, produk-produk berbasis surimi juga digemari di banyak negara dan penelitian mengenai surimi telah banyak dilakukan (Nurkhoeriyati et al, 2009).
1.2. Permasalahan Ikan merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi namun ikan juga mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu sehingga dituntut untuk melakukan pengolahan maksimal yang dapat meningkatkan nilai tambah. Konsumsi ikan yang meningkat membuat upaya untuk pengolahannya semakin bervariatif. Salah satu upaya untuk meningkatkan value-added products adalah dengan diversifikasi. Diversifikasi adalah penganekaragaman pangan yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi ikan pada masyarakat. Surimi adalah salah satu produk diversifikasi yang berupa produk setengah jadi yang dapat diolah kembali menjadi berbagai produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Beberapa negara termasuk Indonesia sudah mengembangkan surimi dalam skala industri dengan sistem pengemasan yang baik dan sudah dikombinasikan dengan sistem pembekuan yang baik sehingga dapat diekspor ke berbagai negara. Kendala dalam pengembangan potensi diversifikasi ini biasanya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang diversifikasi produk olahan hasil perikanan yaitu salah satunya pengolahan surimi beku dan keterbatasan sumberdaya manusia yang ahli.
12
1.3. Pendekatan Masalah Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan mutu dan meningkatkan nilai tambah dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah dengan pengolahan atau diversifikasi produk seperti surimi. Proses pengolahan surimi sebagai produk olahan setengah jadi yang dipasarkan dalam bentuk beku termasuk kelompok value-added product yang merupakan golongan produk dengan proses pengolahan modern. Pentingnya untuk mengetahui dan mempelajari prosedur pengolahan dari surimi beku sebagai produk bernilai tambah yang berkualitas dan berstandar ekspor, maka diperlukan suatu kajian lebih lanjut serta diadakan pembelajaran secara langsung untuk mengetahui prosedur pengolahannya. Untuk itu perlu dilaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) khususnya pada proses pengolahan surimi beku dengan bahan baku ikan Kurisi (Nemipterus sp.) termasuk karakteristik mutu dan masalah yang didapat oleh PT Bintang Karya Laut, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
1.4. Tujuan Tujuan diadakan Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk mengetahui: 1. Tahap-tahap proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) yang dilakukan di PT Bintang Karya Laut, Rembang, Jawa Tengah. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produk surimi beku; 3. Mutu dan karakteristik produk surimi beku; dan 4. Mengetahui bahan tambahan, cara pengemasan, dan cara penyimpanan produk surimi beku.
13
1.5. Manfaat Praktek Kerja Lapangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan gambaran tentang proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) serta mutu produknya; 2. Memberikan informasi masyarakat maupun kepada pihak yang memerlukan mengenai proses pengolahan produk surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.); dan 3. Memberikan masukan kepada perusahaan mengenai pengolahan surimi yang baik berdasarkan teori yang didapat saat perkuliahan.
1.6. Waktu dan Tempat Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama 10 hari yaitu pada tanggal 25 Februari – 10 Maret 2014 di perusahaan pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut, Rembang, Jawa Tengah.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) Menurut Saanin (1986), klasifikasi ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah
sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phyllum
: Chordata
Sub Phyllum : Avertebrata Class
: Pisces
Sub Class
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub Ordo
: Percoidea
Family
: Nemipteridae
Genus
: Nemipterus
Spesies
: Nemipterus sp. Ikan Kurisi ditemukan pada kedalaman lebih dari 100 m. Ikan ini
terdapat pada lingkungan laut pada kedalaman mencakup 100-330 m. Habitatnya di daerah karang dan area dasar berbatu-batu dengan kedalaman minimal 100 m. Distribusi Ikan Kurisi meliputi bagian utara sampai selatan Jepang, secara luas ditemukan di Indo-Pasifik dan timur Afrika (Agustinus et al.,2008). Ikan Kurisi tergolong ikan berdaging putih dan ekonomis. Ikan Kurisi termasuk kedalam jenis ikan demersal. Hal ini dicirikan dengan bentuk mulut yang letaknya agak ke bawah dan adanya sungut yang terletak didagunya yang
15
digunakan untuk meraba dalam usaha pencarian makanan. Ciri-ciri Ikan Kurisi adalah berukuran kecil, badan langsing, dan padat (Sulistyawati, 2011). Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) merupakan spesies ikan utama yang digunakan Malaysia dan Asia Tenggara untuk menghasilkan surimi. Ikan ini umumnya ditemukan di wilayah perairan tropis dan subtropis Indo-Pasifik Barat. Ikan Kurisi telah terbukti dapat menghasilkan surimi kualitas tinggi dengan yang kekuatan gel yang bagus, karena warna daging putihnya, tekstur lembut, dan kemampuan pembentukan gel kuat. Surimi dari Ikan Kurisi sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan kamaboko dan surimi berbasis crab-stick di Jepang (Huda et al., 2011).
Gambar 1. Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) Sumber : acehanglerscommunity.blogspot.com
2.2. Diversifikasi Pangan Perdagangan produk-produk olahan ikan bernilai tambah (value-added products) dengan berbagai variasi bentuk dan rasa sudah sedemikian majunya. Diversifikasi atau penganekaragaman pangan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Diversifikasi ini bertujuan untuk memenuhi selera konsumen yang beragam dan terus berkembang sehingga selalu ada penyegaran menu, dengan demikian kejenuhan pasar dapat teratasi (Ismanadji dan Sudari, 1985). Diversifikasi pangan juga merupakan salah satu upaya untuk
16
meningkatkan daya serap pasar, atau dengan kata lain meningkatkan permintaan serta menciptakan pendapatan lebih banyak bagi para pengolah hasil perikanan untuk mengembangkan usahanya (Agustini et al., 2009). Melalui diversifikasi olahan, ragam produk olahan dapat meningkat sehingga dapat menarik konsumen karena memberi nilai tambah bagi produk itu sendiri. Disamping itu pemasaran produk olahan hasil perikanan, dimana bahan baku utamanya merupakan hasil penangkapan di laut maupun budidaya, jangkauannya akan semakin luas, dapat mencapai luar daerah bahkan mungkin luar negeri (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011).
2.3. Surimi Surimi merupakan salah satu jenis produk perikanan yang telah dikenal di dunia dan sangat potensial untuk dikembangkan. Pembuatan surimi dapat menggunakan jenis ikan air tawar atau ikan air laut. Salah satu keunggulan dari surimi adalah kemampuannya untuk diolah menjadi berbagai macam variasi produk-produk lanjutannya dalam berbagai bentuk dan ukuran (Haetami, 2008). Produk surimi ini di Indonesia masih tergolong baru sehingga orang sering keliru dalam mengartikan istilah surimi dengan daging lumatan dan produk yang terbuat dari bahan dasar surimi. Lumatan daging berasal dari daging ikan yang telah mengalami pemisahan dari kulit, tulang dan isi perut kemudian dilumatkan. Pengertian dari surimi adalah lumatan daging ikan yang telah mengalami pencucian dan penambahan bahan pembantu (garam (NaCl) dan poliphosphat) untuk mendapatkan mutu yang dikehendaki sehingga berwarna putih, lentur dan baunya tidak lagi amis (Dewi dan Riyadi, 2007).
17
Produksi komersial surimi dibuat dengan memisahkan daging ikan dari tulang dan kulit yang dilanjutkan dengan proses pencucian (1-3 kali) menggunakan air dan larutan garam. Kemudian dilakukan pemerasan dan pencampuran dengan cryoprotectant untuk mencegah denaturasi protein dan kehilangan fungsinya selama penyimpanan beku (Febrina, 2008).
2.4. Bahan Baku Surimi Secara teknis semua jenis ikan dapat digunakan untuk pembuatan surimi baik itu yang berdaging putih atau berdaging merah, baik yang berasal dari laut ataupun dari air tawar. Pemilihan bahan baku harus sesuai dengan mutu dari surimi dan jenis produk lanjutan yang akan dibuat dari daging lumatan tersebut. Ikan yang berdaging putih biasanya lebih banyak disukai sebagai bahan baku surimi. Ikan yang berdaging merah (dark meat) juga dapat digunakan sebagai bahan baku, tetapi untuk jenis ikan yang memiliki kemampuan gel yang rendah diperlakukan perlakuan khusus, agar produk akhir yang dihasilkan mempunyai elastisitas yang tinggi (Dewi dan Riyadi, 2007). Ikan untuk bahan dasar surimi biasanya dipilih yang volume produksi (hasil tangkapannya) melimpah dengan nilai ekonomis rendah. Ikan yang digunakan harus bermutu baik. Pemilihan ikan berkadar lemak rendah dengan konsistensi daging yang padat dan kandungan protein myofibril yang tinggi agar dihasilkan “surimi” dengan sifat gel yang baik. Secara umum, ikan air tawar dan ikan berdaging merah mempunyai kekuatan gel yang lebih rendah daripada ikan laut dan ikan berdaging putih. Warna daging ikan juga akan mempengaruhi warna “surimi” yang dihasilkan (Syarief dan Halid, 1995).
18
Surimi yang bermutu tinggi harus berasal dari bahan baku yang segar, dimana protein yang terkandung dalam ikan tidak mengalami denaturasi. Terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku diduga karena adanya peningkatan konsentrasi garam mineral dan substansi organik terlarut pada fase sebelum terjadi pembekuan di dalam sel. Konsentrasi garam mineral menjadi sangat tinggi apabila cairan dalam sel membeku, sehingga menyebabkan terjadinya pemisahan dan denaturasi protein (Suzuki, 1981).
2.5. Proses Pengolahan Surimi Menurut Peranginangin et al., (1999), pada prinsipnya ada empat tahap proses dalam pembuatan surimi, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan, dan pembekuan. Pencucian daging ikan dilakukan tiga sampai lima kali. Air yang digunakan mempunyai suhu rendah (5 - 10 oC) atau air es, karena air keran dapat merusak tekstur
(akibat denaturasi/kerusakan protein) dan
mempercepat degradasi lemak. Jumlah air yang digunakan biasanya berkisar antara lima sampai sepuluh kali dari berat ikan. Banyaknya air yang digunakan dan ulangan pencucian tergantung dari jenis ikan yang diolah, jenis air pencuci dan mutu surimi yang diinginkan. Biasanya air pencuci terakhir mengandung garam (NaCl) sebanyak 0,01 sampai 0,3 persen untuk memudahkan pembuangan air dari daging ikan. Sebelum dilakukan penggilingan, air yang berada didalam daging ikan harus dibuang terlebih dahulu dengan cara diperas atau disentrifugasi. Alat penggiling yang digunakan sebaiknya tipe penggiling dingin, agar dapat mempertahankan mutu surimi (mencegah denaturasi protein akibat panas penggilingan). Selama penggilingan ditambahkan krioprotektan (bahan anti
19
denaturasi protein terhadap pembekuan) berupa gula (sukrosa, dektrosa, atau sorbitol) dan bahan pengikat plastik dan selanjutnya dibekukan dalam suhu -10oC sampai -20oC. Sebelum digunakan surimi harus dicairkan (dithawing) dan digiling lebih dahulu, baru kemudian diolah menjadi produk akhir yang diinginkan. Metode pengolahan surimi beku menurut Suzuki (1981), yaitu : 1. Pemilihan bahan baku ikan; 2. Penyimpanan dan penanganan bahan baku; 3. Pengumpulan daging; 4. Pencucian daging; 5. Pelumatan daging; 6. Penambahan anti denaturasi; 7. Pengemasan dan pengepakan; dan 8. Pembekuan dan penyimpanan beku.
2.6. Pengujian Mutu Surimi Cara yang lazim digunakan untuk menilai mutu surimi adalah berdasarkan sifat sensoris atau organoleptik (kenampakan, warna, bau, kekeringan atau kebasahan), sifat fisik (uji lipat, kekuatan gel), dan kimiawinya (kandungan protein, lemak, air), selain itu juga sifat mikrobiologis (kandungan bakteri) juga ikut menentukan sifat mutu surimi. Sifat mutu tersebut erat kaitannya dengan jenis ikan yang digunakan, tingkat kesegaran, cara pengolahan, cara pembekuan, penyimpanan beku, dan ditentukan pula oleh cara penanganan dan kondisi distribusinya (Peranginangin et. al., 1999)
20
Persyaratan mutu surimi beku menurut SNI 2694:2013 telah tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Persyaratan Mutu dan Keamanan Surimi Parameter Uji Satuan a. Sensori b. Kimia -
Kadar air
-
Kadar protein
c. Cemaran mikroba -
ALT
-
Eschericia coli
-
Salmonella
-
Vibrio cholera
d. Cemaran logam -
Arsen (As)
-
Kadmium (Cd)
-
Merkuri (Hg)
-
Timah (Sn)
-
Timbal (Pb)
% %
Maks. 80 Min. 12
koloni/g APM/g koloni/g
Maks. 5,0 x 104 <3 Negatif/25 g Negatif/25 g
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1,0 Maks. 0,1 Maks. 0,5 Maks. 40,0 Maks. 0,3 0
0
C g/cm2
e. Cemaran fisik -
Filth
f. Fisika: -
Suhu pusat
-
Kekuatan gel (gel
Persyaratan Min. 7 (skor 1- 9)
strength) Sumber: Badan Standarisasi Nasional
Maks. -18 Min. 600
21
Uji raw material maupun surimi beku meliputi uji kadar air, pH, deteksi adanya bahan pengotor yang merupakan uji yang harus dilakukan. Mutu surimi ditentukan oleh kekuatan gel (gel strength) dan kenampakannya yang putih dan bersih, sedangkan uji pilihan menurut Japan Surimi Association (JSA) meliputi uji kecerahan atau warna, drip loss, dan viskositas (BPPMHP, 2001).
22
III. METODOLOGI 3.1. Materi 3.1.1.Bahan Bahan yang digunakan dalam proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Bahan yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) No. Nama Bahan Fungsi 1. Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) Bahan baku surimi beku 2.
Air bersih suhu 4oC
Mencuci dan leaching bahan
3.
Kalsium klorida (CaCl2)
Mengendapkan protein miofibril
4.
Gula
Sebagai cryoprotectant
5.
Sodium tripholyposphate (STPP)
Sebagai cryoprotectant
6.
Egg white powder (EWP)
Meningkatkan kekuatan gel
7.
Klorin
Bahan sanitizer tangan dan sepatu pekerja
8.
Deterjen
Bahan pembersih peralatan
3.1.2.Alat Alat yang digunakan dalam proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) No. Nama Alat Spesifikasi Kegunaan 1.
Blong
91x54 cm
Tempat penyimpanan bahan baku selama distribusi
2.
Basket
56x36x21 cm
Wadah bahan baku saat pembongkaran dan penyiangan
3.
Fiber box
110x110x61cm
Wadah penampung ice flake
23
Lanjutan Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) No. Nama Alat Spesifikasi Kegunaan 4.
Timbangan digital
1 gram
Alat penghitung berat
5.
Meja pengolahan
-
Tempat penyiangan ikan
6.
Pisau
-
Alat untuk menyiangi ikan
7.
Trolly
-
Alat pemindah basket dan long pan
8.
Fish scalling machine
5x1,5 m
Alat untuk menghilangkan sisik ikan
9.
Fish meat conveying
4x1x1 m
Alat untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan dari alat
10.
Meat bone separator
3,5x2x2 m
Alat untuk memisahkan daging dari kulit dan tulang
11.
Leaching tank
1,5x1,5 m
Tempat pencucian lumatan daging
12.
Rotary screen
5x1 m
Alat untuk menyaring lumatan daging
13.
Refiner
2x1 m
Alat untuk menyaring lumatan daging
14.
Screw press
8x1 m
Alat untuk mengurangi kadar air daging
15.
Bowl cutter mixer
3x3x3 m
Alat untuk mencampurkan adonan surimi
16.
Former
80x37x6,5 cm
Alat pencetak surimi
17.
Long pan
53x37x6,5 cm
Wadah surimi setelah dicetak
18.
Contact plate freezer
6x5x4 m
Alat untuk membekukan surimi
19.
Metal detector
1,5x1x1,5 m
Alat untuk memeriksa kandungan logam berat
24
Lanjutan Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) No. Nama Alat Spesifikasi Kegunaan 20.
Ice machine
4x2x4 m
Alat untuk membuat ice flake
21.
Forklift
-
Alat untuk mengangkut surimi dalam jumlah banyak
22.
Rheometer
g.cm
Alat untuk mengukur gel strength surimi
23.
Yeasten moisture meter
270x360x130 mm
Alat untuk mengukur kadar air daging
24.
pH meter
Alat untuk mengukur pH
3.2. Metode Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan tentang proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah metode deskriptif dengan survei langsung. Metode deskriptif yaitu metode yang dilakukan dengan cara menganalisa dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Menurut Zulnaidi (2007), metode deskriptif merupakan metode pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Ciri-ciri pokok metode deskriptif adalah memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian atau praktek yang dilaksanakan, menggambarkan fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya. Sedangkan menurut Santoso (2005), penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik, faktual dan akurat terhadap daerah tertentu mengenai berbagai sifat dan faktor tertentu.
25
3.3. Metode Pengumpulan Data Data yang di perlukan dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya oleh peneliti, data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan memberikan daftar pertanyaan kepada para narasumber, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yang berupa brosur, literatur, majalah dan bacaan lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian (Sunyoto, 2010). Data yang dikumpulkan dalam Praktek Kerja Lapangan ini berupa data primer, yaitu dengan cara: 1. Observasi Metode observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan
secara
cermat
dan
sistematik.
Menurut
Subliyanto
(2009),
Pengumpulan data dengan observasi adalah pengambilan data
dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Teknik pengumpulan data dengan observasi dilakukan jika peneliti menghendaki data hasil dari melihat atau menyaksikan aktivitas yang dilakukan oleh responden dan atau mendengarkan apa yang dikatakan mereka. Teknik ini digunakan jika penelitian berkenaan dengan manusia, proses kerja, gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. 2. Wawancara Pengumpulan data dengan wawancara dilakukan dengan menyiapkan daftar pertanyaan yang menyangkut semua data dan langsung menanyakan kepada karyawan dan manajer Quality Control di PT Bintang Karya Laut. Menurut
26
Rachmawati
(2010),
wawancara
pada
penelitian
kualitatif
merupakan
pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal. Wawancara penelitian lebih dari sekedar percakapan dan berkisar dari informal ke formal.
3.4. Analisa Data Analisis data atau pengolahan data yang dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan ditafsirkan. Hasil analisis disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian. Berikut adalah rumus perhitungan yang digunakan pada pengujian nilai organoleptik: S =
1 n
(xi − x)
S=√ Selang kepercayaan : ̅ - 1,96.
√
< µ < ̅ + 1,96.
√
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum PT Bintang Karya Laut 4.1.1.Sejarah dan perkembangan perusahaan PT Bintang Karya Laut didirikan atas kerjasama dua perusahaan besar yang sama-sama bergerak di bidang perikanan yaitu PT Starfood International dengan pimpinan tertinggi dipegang oleh Ir. M. Nadjikh dan PT Karya Mina Putra dengan pimpinan tertinggi oleh Nur Achlis. PT Bintang Karya Laut mulai berdiri pada awal Januari 2013 dan melakukan produksi pertamanya pada 17 Januari 2013 dengan Ir. Idris Razak sebagai kepala pabrik. Perusahaan ini bergerak di bidang perikanan dengan tiga macam produk andalan yaitu surimi beku, frozen fish, dan frozen cephalopoda namun saat ini untuk industri frozen sedang tidak berjalan karena adanya kendala bahan baku. PT Bintang Karya Laut dari awal berdirinya sampai sekarang sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan perusahaan ini telah memperoleh Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), Sertifikat HACCP, Sertifikat Halal dan sering melakukan ekspor surimi beku ke beberapa negara seperti Taiwan, Malaysia, China, dan Singapore. 4.1.2.Lokasi perusahaan Lokasi perusahaan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi suatu industri karena lokasi akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan dari industri tersebut. PT Bintang Karya Laut berlokasi di Jalan Raya Rembang Tuban Km. 28 Desa Sendangmulyo, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Perusahaan ini berada di lokasi yang cukup strategis karena dekat dengan laut lepas dengan luas lahan sebesar 23.000 m2 serta luas bangunan yaitu sebesar
28 6.200 m2. Alasan perusahaan ini didirikan dekat laut lepas adalah agar mudah untuk mendapatkan bahan baku dan karena ketersediaan air yang mencukupi selain itu juga untuk memudahkan dalam pembuangan limbah cair yang sebelumnya sudah di treatment sehingga aman untuk langsung dialirkan ke laut. 4.1.3.Struktur Organisasi Struktur organisasi di PT Bintang Karya Laut merupakan struktur organisasi garis atau linier. Struktur organisasi ini terdapat tanggung jawab bercabang dari kekuasaan sampai tingkat bawahan. Kekuasaan tertinggi dalam PT Bintang Karya Laut sesuai urutannya dipegang oleh dewan komisaris lalu dibawahnya ada direktur dan dibawahnya ada factory manager yang bertugas mengkoordinir proses produksi mulai dari penerimaan bahan baku dan bahan pembantu, proses produksi hingga barang jadi sesuai dengan spesifikasi dari pembeli. Adapun pelaksana harian dilakukan oleh beberapa departemen yang masing-masing di pimpin oleh seorang manajer dan supervisor diantaranya yaitu: 1.
Procurement Manager Bertanggung jawab terhadap perencanaan raw material yang datang dari supplier. Procurement manager membawahi receiving team yang bertugas untuk melakukan pembongkaran dan penanganan terhadap bahan baku pra pengolahan.
2.
Finance and Accounting Manager Bertanggung jawab dalam pemasaran produk surimi dan lainnya sesuai dengan target penjualan yang ditetapkan. FA manager membawahi kasir dan HRD supervisor.
29
3.
Production Supervisor Bertanggung jawab dalam perencanaan, operasional produksi, fasilitas dan kebutuhan karyawan mulai penerimaan sampai produksi akhir, pengawasan proses produksi berdasarkan SOP dan SSOP, melaporkan kinerja hasil produksi secara berkala. Production supervisor membawahi tim prosesing dan tim packing.
4.
Quality Control Supervisor Melakukan pengawasan dan pencatatan semua kegiatan produksi dalam kaitannya dengan standar dan membuat tindakan perbaikan jika ditemukan ketidaksesuaian produk di tahapan proses serta mengaplikasikan sistem mutu dan proses produksi. QC supervisor membawahi tim sanitasi dan tim laboratorium yang masing-masing bertugas untuk menerapkan sistem sanitasi yang baik sesuai dengan standar kelayakan dasar dan melakukan pengujian mutu serta mikrobiologi.
5.
Technical Supervisor Bertanggung jawab untuk operasional dan pemeliharaan mesin produksi serta mengatur
jadwal operasional mesin produksi.
Technical supervisor
membawahi tim teknisi dan tim penanganan limbah. 6.
Human Resource Development Supervisor Bertanggung jawab dalam perencanaan, operasional, fasilitas dan kebutuhan karyawan.
4.1.4.Ketenagakerjaan Tenaga kerja di PT Bintang Karya Laut lebih mengutamakan tenaga kerja yang berasal dari penduduk di sekitar pabrik. Jumlah seluruh tenaga kerja di PT
30
Bintang Karya Laut kurang lebih sebanyak 300 orang meliputi para staf dan karyawan dari bagian penerimaan bahan baku, potong kepala, produksi, pengemasan, limbah, teknisi, dan satpam. Status karyawan di PT Bintang Karya Laut dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu diantaranya: 1.
Karyawan Tetap Karyawan ini bersifat tetap yang umumnya terdiri dari para staf. Karyawan tetap rutin mendapat gaji setiap bulannya. Karyawan tetap diangkat dan diberhentikan oleh atasan dan diberi pangkat, golongan serta gaji yang sesuai dengan pendidikan formalnya.
2.
Karyawan Kontrak Karyawan yang belum tetap dan masih terikat kontrak sehingga perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut terhadap peningkatan kinerjanya. Perpanjangan masa kontrak kerja yang diberlakukan adalah setiap 3 bulan sekali. Karyawan kontrak rutin mendapat gaji setiap minggu dengan perhitungan upah gaji per hari.
3.
Karyawan Borongan Tenaga kerja borongan di PT Bintang Karya Laut umumnya bekerja sebagai tukang potong kepala. Tenaga borongan berjumlah 11 kelompok yang masing-masing terdiri atas 18-20 orang pekerja, mereka menerima upah didasarkan atas volume pekerjaan atau satuan hasil kerja. Waktu mulai kerja di PT Bintang Karya Laut yaitu pada pukul 08.00 hingga pukul 16.00, sedangkan waktu istirahat selama 1 jam yaitu pada pukul 12.00 sampai 13.00 WIB. Beberapa karyawan yang bekerja sebagai teknisi, keamanan (satpam), receiving, dan pembongkaran diberlakukan pembagian
31
kerja (shift), sedangkan kerja lembur biasanya dilakukan apabila terdapat banyak bahan baku dan banyak pesanan dari pembeli sehingga untuk lembur diberi upah tambahan setiap jamnya. 4.1.5.Peralatan pengolah Berbagai macam peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut adalah sebagai berikut: a.
Blong Blong ikan yang dipakai adalah blong berwarna biru dengan panjang 91 cm dan diameter 54 cm. Blong ini digunakan sebagai wadah penampung ikan selama pengangkutan dari TPI ke pabrik dengan kapasitas kurang lebih 150 kg ikan setiap blong. Blong ini tidak dilengkapi dengan insulasi sehingga selama pengangkutan dibutuhkan es balok agar kualitas ikan tetap terjaga. Rasio es balok dan ikan adalah 1:10 yaitu 15 kg es balok berbanding dengan 150 kg ikan.
b. Basket Basket atau keranjang ini digunakan sebagai wadah ikan setelah pembongkaran. Ikan yang telah sampai di pabrik segera dibongkar dari blong lalu di tampung pada keranjang-keranjang berwarna kuning dengan dimensi 56x36x21 cm. c.
Fiber box Fiber box digunakan sebagai wadah penampung es curai yang nantinya akan dipakai untuk tetap menjaga kesegaran ikan selama proses pengolahan
32
berlangsung. Fiber box ini berwarna kuning muda dan berukuran cukup besar dengan dimensi 110x110x61 cm dan bervolume 620 liter. d.
Timbangan digital Pengukuran berat bahan baku dan surimi menggunakan timbangan digital. Timbangan digital berada hampir di setiap tahapan proses pengolahan yakni mulai dari receiving, setelah pemotongan kepala, setelah pengepresan daging sampai pada tahap pencetakan surimi.
e.
Meja pengolahan Meja pengolahan ini terdapat di ruang pemotongan kepala (PK) dan berfungsi sebagai alat bantu pada proses penyiangan bahan baku. Meja berukuran sebesar 2x1 m dan terbuat dari bahan stainless steel sehingga tahan karat dan mudah untuk dibersihkan.
f.
Pisau Pisau yang digunakan adalah yang tajam dan terbuat dari stainless steel sehingga tidak berkarat, kuat, dan mudah dibersihkan. Pisau berfungsi untuk membantu proses penyiangan atau pemotongan kepala dan isi perut ikan yang akan diproses lebih lanjut.
g.
Trolly Alat yang digunakan untuk membawa keranjang-keranjang yang berisi ikan dan long pan yang berisi surimi ketika hendak dibekukan.
h.
Fish scalling machine – Fish meat conveying Alat ini digunakan untuk mencuci ikan setelah penyiangan. Ikan yang telah bersih dari kepala dan isi perut kemudian ditempatkan pada fish meat conveying dan ikan akan berjalan ke dalam fish scalling machine. Di dalam
33 fish scalling machine ikan akan dicuci dengan air dingin bersuhu ≤50C sambil diputar dan dihilangkan sisiknya, lalu ikan yang telah bersih dicuci dialirkan lagi pada fish meat conveying dan ikan akan dibawa ke mesin meat bone separator. Fish scalling machine dapat menampung sebanyak 110 kg ikan setiap menitnya dalam satu kali pencucian. i.
Meat bone separator Meat bone separator adalah alat yang digunakan untuk memisahkan daging ikan yang telah disiangi agar terlepas dari kulit, tulang, dan sisik. Kapasitas mesin meat bone separator adalah sekitar 30 kg setiap menitnya dalam satu kali proses. Di PT Bintang Karya Laut limbah dari pemisahan daging ini akan ditampung pada keranjang-keranjang khusus kemudian akan dijual untuk diolah menjadi tepung ikan.
j.
Leaching tank Leaching tank adalah bak atau tangki yang digunakan sebagai wadah untuk pencucian daging lumat. Daging yang telah dipisahkan dari kulit, tulang, dan duri lantas dimasukkan ke dalam leaching tank dan dicuci dengan air dingin bersuhu ≤5 0C untuk tetap menjaga kesegaran daging dan gel strength didalamnya. Selain untuk pembersihan dari sisa-sisa kotoran yang masih menempel, proses leaching ini juga berfungsi untuk memisahkan daging yang mengandung protein myofibril dari sarkoplasma dan lemak yang ikut larut dalam air tersebut. Kapasitas leaching tank adalah sebanyak 900 liter dengan perbandingan daging dan air yaitu 1 : 8.
34
k.
Rotary screen Daging ikan yang telah lumat kemudian dicuci di dalam leaching tank, setelah itu daging dibawa melewati mesin penyaring yang bernama rotary screen. Di dalam rotary screen daging tidak hanya disaring dari sisa sisik dan duri yang menempel namun juga sambil disemprotkan air dingin agar daging menjadi lebih bersih. Mesin rotary screen ini dapat menampung sebanyak 30 kg daging setiap menitnya dalam satu kali putaran.
l.
Refiner – Screw press Mesin refiner berfungsi untuk menyaring kembali daging lumat yang telah dicuci sehingga benar-benar terbebas dari duri maupun urat daging. Daging lumat yang telah terbebas dari duri, dan urat daging ini kemudian di press kadar airnya menggunakan mesin screw press yang berbentuk silinder. Cara kerja mesin screw press sendiri adalah dengan menekan daging lumat yang masih sangat lunak tersebut sehingga daging yang semula kadar air rata-rata 90% berkurang menjadi 74-75% sehingga daging menjadi lebih kompak dan padat. Kapasitas mesin refiner yaitu sebanyak 20 kg setiap menitnya sedangkan mesin screw press dapat mengeluarkan 10 kg daging setiap 20 – 25 detik.
m. Bowl cutter Salah satu tahapan yang penting dalam pengolahan surimi beku setelah pengepresan kadar air adalah penambahan bahan cryoprotectant untuk mencegah agar surimi tidak mudah mengalami denaturasi. Alat yang digunakan oleh PT Bintang Karya Laut dalam proses pencampuran ini yaitu mesin bowl cutter. Alat ini berfungsi untuk mencampurkan (mixing) daging
35
surimi dengan bahan cryoprotectant sampai merata dengan kapasitas 100 kg daging. Proses mixing ini berlangsung cepat yakni sekitar 50-60 detik. n.
Former Surimi dicetak menggunakan former. Mesin ini tersambung dengan mesin bowl cutter sehingga daging yang telah dicampur dengan bahan tambahan dapat langsung masuk ke alat pencetak.
o.
Long pan Long pan merupakan wadah yang digunakan untuk meletakkan surimi setelah dicetak. Surimi dicetak menggunakan former dan ukurannya disesuaikan dengan wadah long pan ini. Selain untuk wadah pencetak, long pan juga digunakan sebagai wadah surimi saat dibekukan dalam contact plate freezer.
p.
Contact plate freezer Alat pembeku yang digunakan oleh PT Bintang Karya Laut untuk membekukan surimi adalah contact plate freezer. Mesin ini dapat menampung sekitar 120 long pan atau sekitar 1.200 kg dalam sekali proses dengan lama pembekuan 2,5 - 3 jam pada suhu -25 0C. Proses pembekuan ini termasuk pembekuan cepat (quick freezing). Contact plate freezer yang dimiliki PT Bintang Karya Laut sebanyak 7 buah dan jenis refrigran yang dipakai yaitu amoniak.
q.
Metal detector Metal detector digunakan untuk mengidentifikasi adanya kandungan logam yang terdapat pada produk maupun pada kemasan primernya. Surimi yang telah selesai dibekukan pada contact plate freezer sebelum dipacking surimi dilewatkan terlebih dahulu pada mesin metal detector ini.
36
r.
Cold storage Surimi beku yang telah dikemas disimpan dalam cold storage agar tetap beku dan awet. PT Bintang Karya Laut memiliki 2 buah cold storage dengan kapasitas yang sama yakni dapat menampung hingga 500 ton dengan suhu optimal -200C. Penyimpanan surimi dalam cold storage maksimal selama 1 tahun. Sistem keluar masuk produk yang disimpan yaitu first in-first out (fifo) atau produk yang pertama masuk adalah yang pertama kali keluar. Sistem ini dilakukan secara manual.
s.
Ice machine PT Bintang Karya Laut menggunakan ice flake (es lempeng) pada proses pengolahan suriminya guna mempertahankan kualitas bahan baku agar tetap berada pada rantai dingin (cold chain system). Ice flake ini dibuat sendiri oleh pihak pabrik menggunakan bantuan mesin pembuat es atau ice flake machine.
4.2. Deskripsi Produk Surimi Beku Surimi beku adalah suatu produk olahan setengah jadi berupa lumatan daging ikan yang telah melalui sejumlah tahapan proses pengolahan yakni pemotongan kepala dan pembuangan isi perut, pencucian (leaching) yang berulang-ulang, pengepresan, penambahan bahan tambahan pangan, pengepakan, serta pembekuan. Pembuatan produk surimi beku di PT Bintang Karya Laut menggunakan beberapa spesies ikan berdaging putih yaitu ikan Kurisi (Nemipterus sp.), ikan Mata Lebar (Priacanthus macranthus), ikan Kuniran (Nemipterus marginatus), ikan Kapasan (Pentaprion longimanus), dan ikan Coklatan (Nemipterus japonicus).
37
Surimi pada umumnya dibuat dari ikan berdaging putih karena kandungan protein myofibril didalamnya memiliki kekuatan gel (gel strength) yang lebih tinggi daripada ikan daging merah sehingga surimi yang dihasilkan kekenyalannya baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi antara lain adalah 1.
Spesies (jenis) ikan;
2.
Kesegaran ikan;
3.
Metode pengolahan dan pengawasan;
4.
Kandungan air; dan
5.
Kondisi penanganan dan distribusi. Kategori surimi yang baik adalah yang berwarna putih cerah, bau khas
surimi, kadar air 74-75%, dan nilai gel strength lebih dari 650. Pada umumnya surimi dicetak berbentuk blok persegi panjang, lalu dibekukan dan disimpan dalam cold storage agar tahan lama. Surimi digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai produk diversifikasi perikanan seperti bakso, sosis, kamaboko, chikuwa, dan lain sebagainya.
38
4.3. Alur Proses Produksi Diagram alir proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut tersaji dalam Gambar 2. Receiving RM
Receiving Sugar
Washing I Deheading Ice Flake
Receiving Packaging Material
Storage Storage
Checking Quality Weighing I Washing II
MC ®
Strapping
CaCl2 Receiving
Scaling &Washing III Meat Separating STPP Receiving
Leaching
Storage
Storage Refining & Dehydrating Weighing II Mixing
Storage
Forming & Layering
Plastic
Final Weighing Freezing Metal Detecting Packing & Labeling Cold Storage
Stuffing
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Surimi Beku di PT Bintang Karya Laut
39
4.4. Proses Produksi 4.4.1.Penanganan dan pengangkutan bahan baku Bahan baku yang digunakan pada proses pengolahan surimi beku ada 5 jenis yaitu ikan Kurisi (Nemipterus sp.), ikan Mata Lebar (Priacanthus macranthus), ikan Kuniran (Nemipterus marginatus), ikan Kapasan (Pentaprion longimanus), dan ikan Coklatan (Nemipterus japonicus), namun bahan baku yang menjadi produk unggulan adalah yang berasal dari ikan Kurisi dan ikan Mata Lebar karena banyaknya tingkat permintaan dari pembeli serta dinilai memiliki kualitas gel surimi yang tinggi jika dibandingkan dengan ikan lainnya. Bahan baku ikan didapat dari supplier di TPI Rembang, Juwana, dan Brondong (Lamongan). Bahan baku ikan dibeli dari beberapa supplier yang telah bekerja sama dengan perusahaan. Ikan yang diterima telah sesuai dengan spesifikasi pembelian ikan, ikan berasal dari perairan yang tidak tercemar, ditangkap dan ditangani dengan baik serta bebas dari penggunaan bahan kimia yang dilarang (formalin) dengan nilai organoleptik sebesar 7,417 < µ < 7,623 serta standar ukuran ikan yaitu 12 - 18 cm. Harga bahan baku untuk tiap jenis ikan berbeda tergantung musim dan ketersediaanya, untuk bahan baku ikan Kurisi pihak pabrik biasa membeli dengan harga Rp. 6.900 – 7.500 per kg dan ikan Mata Lebar dengan harga Rp. 5.500 – 6.000 per kg. Setiap harinya PT Bintang Karya Laut dapat memproduksi ikan sebanyak 60 ton atau lebih tergantung bila permintaan untuk ekspor sedang meningkat. Pengangkutan bahan baku dari TPI ke pabrik menggunakan truk khusus pengangkut ikan milik perusahaan. Penanganan bahan baku selama proses distribusi yaitu dengan cara ikan di tempatkan pada wadah berupa blong dan diberi tambahan es balok untuk menjaga agar suhu ikan tetap berada dibawah 80C
40
sehingga ikan tetap segar ketika sampai di pabrik. Rasio ikan dan es dalam blong tersebut adalah 1:10 atau 15 kg es berbanding dengan 150 kg ikan untuk setiap blong. Menurut Hadiwiyoto (1993), banyaknya es yang digunakan atau rasio antara banyaknya es dan banyaknya ikan yang didinginkan merupakan faktor yang menentukan, pada prinsipnya es yang ditambahkan harus dapat menurunkan suhu ikan. Blong-blong yang telah terisi ikan dan es kemudian dinaikkan ke dalam truk dan setelah penuh semua blong tersebut ditutup terpal agar suhu dingin dalam blong tidak cepat hilang selama perjalanan. Waktu yang harus ditempuh selama pengangkutan dari TPI ke pabrik kurang lebih 1 – 3 jam. 4.4.2.Penerimaan bahan baku (receiving) Sesampainya di pabrik, ikan langsung dibongkar di ruang penerimaan (receiving). Blong-blong ikan dari truk pengangkut diturunkan satu persatu, kemudian ikan dikeluarkan dari blong dan di tempatkan pada keranjang-keranjang yang telah disediakan. Setelah ditempatkan pada keranjang lalu ikan disiram menggunakan air dingin untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Sebagian besar ikan yang sampai di pabrik setelah dibongkar akan langsung diolah namun apabila raw material yang datang jumlahnya kurang dari 40 ton atau lebih dari 100 ton, ikan yang sampai di pabrik akan di bongkar dari blong, dibersihkan dengan air, dilakukan penggantian es kemudian disusun kembali dalam blong dengan susunan es balok – ikan – es balok – ikan – es balok – es curai dan disimpan pada ruangan khusus untuk diolah pada hari selanjutnya karena kapasitas optimal produksi PT Bintang Karya Laut adalah 60 ton setiap harinya. Raw material yang telah ditempatkan pada keranjang-keranjang berongga dan telah dibersihkan dengan air dingin ini kemudian ditimbang berat setiap
41
keranjangnya untuk mengetahui berapa jumlah total ikan yang datang. Suhu dari ruang penerimaan ±24oC dan bahan baku yang diterima bersuhu 8oC. Setiap keranjang ditimbang per 20 kg kemudian dibawa menuju ruang pemotongan kepala menggunakan kereta dorong (troller). Karakteristik bahan baku ikan yang bermutu baik menurut pengolah adalah yang kenampakannya cerah, bola mata menonjol, insang masih cerah, tidak berbau atau berbau segar, dan dagingnya masih elastis. Pada saat penerimaan, pihak Quality Control akan melakukan pengecekan terhadap bahan baku dan jika terdapat bahan baku yang tidak sesuai spesifikasi maka akan dipisahkan dan diolah belakangan untuk dijadikan surimi dengan grade untuk pasar lokal. Nilai organoleptik bahan baku ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut yaitu sebesar 7,417 < µ < 7,623. Hasil organoleptik pada bahan baku ikan Kurisi segar dapat dilihat pada lampiran 3. Menurut Standar Nasional Indonesia (2013), secara organoleptik bahan baku memiliki nilai minimal 7 dan spesifikasi kenampakan: mata cerah dan cemerlang, bau: segar dan tekstur: elastis, padat dan kompak. 4.4.3.Penyiangan (deheading, gutting, and scalling) Proses selanjutnya setelah ikan ditimbang dan dibersihkan adalah proses penyiangan yaitu pemotongan kepala dan pembuangan isi perut. Keranjang berisi ikan dari ruang receiving dibawa ke ruang pemotongan kepala. Ikan di potong kepalanya menggunakan pisau stainless steel yang tajam. Proses pemotongan ini dilakukan di meja pemotongan kepala yang juga terbuat dari stainless steel sehingga tidak berkarat dan tidak mengkontaminasi bahan. Pekerja pada proses penyiangan ini adalah pegawai borongan dengan jumlah sebanyak 11 kelompok
42
yang masing-masing terdiri dari 18 orang. Setiap kelompok memiliki ketua kelompok masing-masing dan hanya ketua kelompok yang berwenang untuk mengambil bahan baku ikan yang akan dipotong dari ruang receiving. Suhu pada ruang pemotongan kepala ini sedikit lebih tinggi yaitu 31oC dikarenakan banyaknya jumlah pekerja borongan di ruangan tersebut, maka dari itu proses ini harus dilakukan secara cepat dan diberi penambahan es curai pada ikan agar kesegarannya tetap terjaga dan tidak mengalami kemunduran mutu. Penyiangan dilakukan secara hati-hati dan jangan sampai isi perut mengotori daging karena bagian isi perut mengandung banyak bakteri sehingga dapat mempercepat pembusukan selain itu juga akan mempengaruhi warna daging sehingga produk surimi yang dihasilkan berwarna gelap dan kurang menarik. Hal ini dinyatakan dalam Suzuki (1981), bahwa pemotongan kepala berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas (rendemen) surimi, jika pemotongan terlalu ke depan maka isi perut masih tersisa dan menyebabkan mudah terjadi kemunduran mutu tetapi jika pemotongan terlalu ke belakang maka rendemen yang dihasilkan akan kecil. Isi perut harus dibuang seluruhnya karena banyak mengandung lemak dan enzim protease serta menjadi sumber bakteri yang dapat dengan cepat menurunkan mutu ikan yang mengakibatkan turunnya pembentukan gel surimi. Ikan yang telah dipotong kepala dan isi perutnya lalu ditempatkan kembali pada keranjang dan kembali ditimbang untuk mengetahui prosentase rendemennya. Rendemen bahan baku ikan Kurisi setelah dipotong dan dibuang isi perutnya berkisar 60 – 63% dari berat utuh. Ikan ditimbang per 25 kg setiap keranjangnya lalu kembali disiram dengan air dingin yang mengalir dan ditambahkan es curah agar suhu ikan tetap ≤ 8 oC kemudian ikan dimasukkan pada
43
fish scalling machine. Cara kerja mesin ini seperti mesin cuci yaitu berputar menggulung daging-daging ikan mencuci dan menghilangkan kotoran sambil juga menghilangkan sisiknya. Proses pencucian dan penghilangan sisik di mesin ini menggunakan air dingin bersuhu ≤ 4oC yang berasal dari sumur artetis di sekitar lingkungan pabrik dan telah teruji klinis dan sesuai dengan standar air minum. Pihak pabrik memiliki mesin khusus untuk menyedot air sumur ini dan mendinginkannya dengan alat khusus pendingin menggunakan bantuan Ozon (O3) kemudian memasoknya hampir ke seluruh ruangan produksi untuk proses pengolahan. Hasil pengujian air sumur artetis PT Bintang Karya Laut dapat dilihat pada lampiran 11. 4.4.4.Pemisahan daging (meat separating) Ikan yang telah dicuci dan dihilangkan sisiknya dalam fish scalling machine dibawa ke meat bone separator melalui fish meat conveying. Ikan yang di bawa oleh conveyor kemudian masuk ke dalam mesin meat bone separator (MBS) yang berfungsi untuk memisahkan daging ikan dari kulit, duri, tulang dan sisik yang masih menempel. Proses pemisahan daging ini berlangsung dengan cepat pada ruangan bersuhu 25 oC. Hasil limbah dari proses pemisahan ini akan turun melalui lubang khusus limbah dan ditampung pada keranjang-keranjang khusus limbah yang nantinya akan dijual ke pihak lain dan akan diolah menjadi tepung ikan. Daging ikan yang telah dipisahkan dari kulit dan tulangnya tersebut keluar dari meat bone separator sudah berbentuk lumatan daging kemudian bercampur dengan air dingin bersuhu ≤ 4oC masuk ke dalam pipa menuju leaching tank untuk dicuci kembali.
44
4.4.5.Pencucian lumatan daging (leaching) Ikan yang telah menjadi lumatan daging (minced meat) kemudian dicuci (leaching) sebanyak 2 kali. Proses leaching berlangsung di dalam wadah yang disebut leaching tank dan diproses dengan cara merendam lumatan daging dalam air dingin yang bersuhu ≤ 4 oC. Pada leaching I, lumatan daging dicuci menggunakan air dingin bersuhu ≤ 4oC dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, pigmen, lemak, dan protein sarkoplasma yang akan ikut larut dalam air. Hal ini dinyatakan dalam Nopianti (2010) bahwa surimi diolah dengan pencucian berulang-ulang secara mekanik dengan air dingin (5 – 10 oC) sampai protein larut air hilang. Prosedur pencucian merupakan kunci dari kualitas hasil akhir surimi, tidak hanya menghilangkan lemak tetapi juga komponen yang tidak diinginkan seperti darah dan pigmen. Lemak yang terpisah pada saat pencucian di leaching tank kemudian dikumpulkan menggunakan alat penyaring dan pengambilannya dilakukan secara manual oleh pekerja. Setelah lemak-lemak tersebut disaring kemudian lemak ditempatkan pada blong khusus lemak lalu dijual sebagai limbah untuk bahan baku pembuatan minyak ikan. Setelah dicuci dalam leaching tank kemudian lumatan daging disedot dan dialirkan ke dalam mesin rotary screen. Pada rotary screen, lumatan daging akan disaring sambil dibersihkan dengan semprotan air dingin yang juga bersuhu ≤4 oC setelah itu daging lumat kembali dialirkan pada leaching tank II, dicuci kembali dalam air dingin untuk dipisahkan dari kotoran, darah, pigmen dan lemak yang masih tersisa dan kembali disedot naik ke dalam rotary screen II untuk kembali dilakukan penyaringan terhadap duri dan sisik yang masih menempel.
45
Sedikit berbeda dengan leaching I, pada proses leaching II digunakan tambahan CaCl2 dengan konsentrasi 0,3%. Kapasitas leaching tank adalah sebanyak 900 liter dengan perbandingan daging dan air yaitu 1 : 8. Tujuan dari penambahan CaCl2 sendiri adalah untuk mengendapkan protein myofibril dalam daging sehingga terpisah dari sarkoplasma dan lemak yang dapat mempengaruhi pembentukan gel. Menurut Winarno (1997), penggunaan larutan garam dapat mempengaruhi kelarutan protein. Larutan garam yang digunakan dapat mengikat protein miofibril. Protein ini merupakan protein larut garam. Penambahan garam menyebabkan protein aktin dan miosin berinteraksi membentuk aktomiosin yang menghasilkan struktur jaringan protein daging yang berbentuk gel dan dapat mengubah tekstur daging menjadi lebih kenyal. 4.4.6.Penyaringan dan pengepresan (refine dan dehydrating) Lumatan daging yang telah melewati tahap pencucian (leaching) belum sepenuhnya terbebas dari sisa-sisa duri yang masih menempel, lemak, serta urat daging sehingga diperlukan proses refining (penyaringan) kembali untuk mendapatkan daging lumat murni yang mengandung protein myofibril. Proses pemurnian ini menggunakan mesin bernama refiner. Daging lumat yang telah dicuci dari leaching tank akan disedot naik dan masuk ke dalam mesin rotary screen III untuk disaring dan dibersihkan dengan semprotan air dingin kemudian daging dialirkan masuk ke dalam mesin refiner. Pada mesin refiner dilakukan penyaringan kembali terhadap lumatan daging sehingga didapatkan daging murni yang berwarna putih cerah yang akan keluar melewati rongga-rongga kecil yang terdapat pada mesin ini, sehingga urat daging, duri, maupun lemak akan tertinggal dan langsung dialirkan pada lubang khusus untuk limbah. Setelah didapat daging
46
lumat murni, daging langsung dibawa ke alat pengepresan bernama screw press. Lumatan daging ikan setelah mengalami proses leaching memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu sekitar 90% sehingga perlu dilakukan pengepresan untuk mengurangi kadar air tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada kualitas surimi yang dihasilkan. Lumatan daging yang masuk ke mesin screw press harus ditangani oleh pekerja berpengalaman karena penentuan kadar air pada surimi harus sesuai dengan standar ekspor, tidak boleh terlalu basah dan tidak boleh terlalu kering. Proses pengepresan kadar air ini berlangsung selama 20 – 25 detik untuk setiap 10 kg ikan. Standar kadar air produk surimi untuk ekspor menurut PT Bintang Karya Laut harus berkisar antara 74-75%, tidak lebih dan tidak kurang. Hasil lumatan daging dari ikan Kurisi setelah proses pengepresan adalah sebesar 41% dari bahan baku utuh. Menurut Astuti (2009), kandungan air yang optimum pada surimi agar menghasilkan gel yang baik adalah 78%. 4.4.7.Pencampuran (mixing) Daging yang telah melalui proses pengepresan lalu ditampung menggunakan wadah baskom stainless steel sebanyak 10 kg untuk tiap baskomnya lalu ditimbang. Penimbangan dilakukan menggunakan timbangan digital kemudian daging dimasukkan ke dalam mixer machine yang bernama bowl cutter. Pada proses ini, daging dicampur dengan bahan cryoprotectant berupa gula kristal sebanyak 6 kg, egg white powder (EWP) sebanyak 350 gr, dan sodium tripolyphosphate (STPP) sebanyak 300 gr atau sebanyak 6%, 0,3%, dan 0,35% per 100 kg daging untuk setiap kali pencampuran dan akan dicampur secara otomatis hingga merata dalam bowl cutter. Proses mixing ini berlangsung selama ±1 – 2 menit pada ruangan produksi yang bersuhu 25 oC.
47
Penambahan cryoprotectant pada surimi bertujuan untuk menghambat denaturasi protein dan dehidrasi daging surimi selama penyimpanan beku karena bahan-bahan tersebut dapat mengikat air. Menurut Nopianti (2010), pembekuan surimi dilakukan secara komersial dengan penambahan sukrosa 4%, sorbitol 4%, dan polyphosphates 0,2% yang melindungi protein myofibril selama dalam masa simpan beku. Selain penambahan gula dan STPP diberi juga penambahan egg white powder (EWP) pada surimi yang dapat membantu meningkatkan pembentukan gel sehingga menambah tingkat kekenyalan pada daging. Menurut Agustini dan Swastawati (2003), perkembangan baru daripada teknologi surimi adalah penggunaan protease inhibitor untuk meningkatkan mutu gel. Salah satu bahan yang bersifat menghambat enzim protease adalah putih telur, sehingga penambahannya pada surimi dapat memperbaiki mutu gel surimi yang dihasilkan. 4.4.8.Pencetakan dan pengemasan (forming and wrapping) Setelah proses mixing, daging yang telah tercampur bahan tambahan langsung masuk ke dalam mesin pencetak bernama former yang terhubung dengan mesin bowl cutter. Proses pencetakan berlangsung dengan cepat hanya dalam waktu 5 – 10 detik pada suhu ruangan 25oC. Surimi dicetak dalam bentuk blok pada sebuah long pan yang berukuran 53x37x6,5 cm dan ditimbang seberat 10 kg/blok. Hasil forming yang tidak sesuai standar atau patah diperbaiki dengan melakukan forming ulang. Produk surimi yang dicetak dalam bentuk blok langsung dikemas dengan plastic bening dari bahan polyethylene (PE) sebagai kemasan primernya. Warna plastik pembungkus berbeda-beda tergantung jenis bahan baku ikan. Bahan baku
48
dari ikan Kurisi dikemas dengan plastik putih bening, plastik merah bening untuk ikan Mata Lebar, warna hitam untuk ikan Kuniran, dan kemasan plastik berwarna hijau untuk ikan Coklatan. Setelah surimi dikemas dan ditimbang lalu kemasannya ditutup rapat agar tidak terjadi dehidrasi saat proses pembekuan. Menurut Suzuki (1981), surimi yang telah selesai dicetak dengan mesin pencetak kemudian dikemas dengan menggunakan polyethylene dan dikemas pada pan. 4.4.9.Pembekuan (freezing) Proses pembekuan surimi dilakukan setelah melalui proses pencetakan (forming) dan pengemasan (wrapping). Surimi dalam susunan pan ditumpuk di atas troller kemudian dibawa menuju ruang pembekuan. Pembekuan surimi menggunakan mesin pembeku jenis contact plate freezer dengan amoniak sebagai bahan refrigrannya. PT Bintang Karya Laut memiliki 7 buah mesin pembeku contact plate freezer yang masing-masing mesin berkapasitas 1,2 ton atau dapat memuat sebanyak 120 long pan. Cara membekukan surimi tersebut adalah dengan menyusun long pan yang berisi surimi pada plat-plat pembeku sampai penuh. Setelah semua lapisan plat pembeku penuh terisi long pan lalu tutup pintu contact plate freezer dan nyalakan mesinnya agar plat-plat tersebut dijepit. Surimi dibekukan selama 2,5 – 3 jam pada suhu -25 oC-(-27 oC). Pembekuan jenis ini termasuk pembekuan cepat. Menurut Ilyas (1993), definisi pembekuan cepat yang merekomendasikan bahwa semua ikan harus direduksi suhunya dari 0oC sampai dengan -5 oC dalam jangka waktu 2 jam atau kurang. 4.4.10.Pendeteksian logam (metal detecting) Surimi yang telah dibekukan selanjutnya diuji kandungan logamnya, proses ini disebut metal detecting. Hal ini bertujuan untuk menghindari
49
kemungkinan adanya kandungan logam yang terkandung dalam produk surimi yang dapat membahayakan bila dikonsumsi, selain itu untuk memenuhi standar ekspor yang mengharuskan produk tidak diperbolehkan terdapat kandungan logam. Proses pendeteksian logam pada surimi dilakukan dengan cara menempatkan surimi beku pada conveyor (ban berjalan) sehingga surimi akan melewati lorong detector logam tersebut. Apabila suatu produk mengandung logam maka secara otomatis alarm pada metal detector akan berbunyi dan conveyor tersebut akan berhenti dan jika kedapatan produk surimi yang mengandung logam, maka surimi tersebut akan dipisahkan dan di defrost (dibiarkan menjadi lunak) pada suhu ruangan, dicari logamnya, dicetak kembali dan dibekukan lagi. 4.4.11.Pengepakan dan pelabelan (packing and labeling) Produk surimi beku yang telah lolos di mesin metal detector kemudian dilakukan pengepakan dan pelabelan. Surimi dikemas dengan master carton yang terbuat dari karton berlapis lilin yang berfungsi untuk mencegah kerusakan fisik produk, menjaga produk agar tidak mudah mencair, dan mengalami dehidrasi saat disimpan. Dalam satu kemasan karton berisi 2 pan surimi dengan berat 20 kg. Surimi yang telah dikemas dalam karton kemudian diberi stripping band sesuai dengan warna plastik pembungkusnya. Ruang pengepakan dan pelabelan berada disebelah ruang pembekuan dengan suhu ruangan yaitu 25oC. Beberapa hal yang terdapat pada kemasan produk surimi beku yang diproduksi oleh PT Bintang Karya Laut berkaitan dengan informasi produk, diantaranya :
50
- Nama produk - Nama perusahaan - Tanggal kadaluarsa - Packing date - Jenis ikan - Komposisi - Grade - Berat bersih 4.4.12.Penyimpanan beku (cold storage) Produk surimi beku yang telah dikemas kemudian disimpan terlebih dahulu sebelum didistribusikan. Surimi beku disimpan dalam ruang penyimpanan beku (cold storage) pada suhu -18 o dengan fluktuasi suhu maksimal 3oC. Lama penyimpanan produk surimi beku maksimal selama 1 tahun. Bagian bawah packing produk dialasi dengan pallet plastik agar master carton tidak kotor dan tidak terkontaminasi mikroorganisme. Menurut Matsumoto dan Noguchi (1992), setelah beku, surimi dikemas dalam kantong plastik dan disimpan pada suhu yang cukup baik (maksimal -20oC) tanpa banyak mengalami perubahan sifat fungsional. Fluktuasi suhu yang terjadi selama penyimpanan dapat menurunkan kemampuan pembentukan gel pada surimi. PT Bintang Karya Laut memiliki 2 buah cold storage dengan masingmasing kapasitas sebanyak 500 ton. Bahan refrigran yang dipakai pada cold storage sama dengan contact plate freezer yaitu amoniak. Amoniak dianggap lebih unggul karena lebih murah dan mudah diperoleh selain itu juga karena amoniak tahan terhadap fluktuasi suhu yang ekstrem jika listrik padam secara
51
tiba-tiba sehingga suhu tidak mudah turun. Menurut Ilyas (1993), amonia dipakai luas terutama pada instalasi atau unti refrigrasi komersial yang berukuran besar. Hampir seluruh cold storage dan pabrik es ukuran besar di Indonesia menggunakan refrigeran amonia. Alasannya, karena murah (dibanding refrigeran lainnya), mudah diperoleh, ia stabil, pemindahan volumetrik rendah, ringan, efisiensi tinggi, menarik air, dan tidak bercampur dengan oli pelumas. Penyimpanan produk di cold storage dilakukan dengan sistem FIFO (First In First Out) secara manual. Sistem ini digunakan untuk memudahkan dalam pengeluaran produk dan pengecekan persediaan produk, dengan sistem ini diharapkan tidak terjadi penumpukan produk yang terlalu lama. 4.4.13.Pendistribusian Distribusi dilakukan dengan menggunakan media pengangkut truk container berinsulasi yang dilengkapi dengan pendingin berupa blower untuk menjaga agar surimi tetap berada pada suhu rendah yaitu -22 oC selama proses distribusi. Menurut Ilyas (1993), bahwa dengan unit refrigerasi pengontrolan suhu dalam sarana angkut dapat diatur mulai dari 0oC sampai dengan -25oC. Fleksibel bagi suhu yang diinginkan dan juga bagi volume udara dingin yang akan disirkulasikan. Setiap container dapat menampung sebanyak 1250 carton surimi atau dengan berat sekitar 25 ton. Proses stuffing surimi ke dalam container dari cold storage dilakukan dengan bantuan forklift (mobil pengangkut) dan setelah stuffing selesai lalu container ditutup dan dikunci dengan segel khusus untuk mencegah terjadinya pencurian. Container yang telah terisi dan tersegel kemudian dibawa ke pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya selama ±5 jam. Di pelabuhan container
52
diangkat ke kapal dan dibawa menuju ke beberapa negara tujuan ekspor yaitu Singapore, Malaysia, China, dan Taiwan. Menurut perkiraan, container akan tiba di negara tujuan dalam waktu perjalanan 9 – 14 hari. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah sistem LC (letter of credit), yaitu sistem pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita setelah barang dikirim. Pihak PT Bintang Karya Laut akan mengirimkan sejumlah berkas berisi dokumen terkait pengiriman produk beserta dengan hasil pengujian dan perijinan dan setelah berkas diterima oleh pihak buyer, pihak buyer akan kembali mengirimkan berkas berupa persetujuan pembayaran produk yang mereka beli.
4.5. Kualitas Surimi Pengujian mutu untuk menentukan kualitas surimi yang baik dilakukan oleh PT Bintang Karya Laut meliputi uji kadar air, uji pH, uji kekenyalan (gel strength) dan uji gigit. Beberapa lembaga yang telah melakukan pengujian mutu terhadap produk surimi beku adalah Lembaga Pengawasan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) dan Laboratorium Pengujian CITO. Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu dari surimi yaitu jenis bahan baku, suhu, cara pengolahan, bahan tambahan, dan sanitasi hygiene. Menurut Peranginangin et al., (1999), mutu dari surimi erat kaitannya dengan jenis ikan yang digunakan, tingkat kesegaran ikan, cara pengolahan, cara pembekuan, dan penyimpanan, dan ditentukan oleh cara penanganan dan kondisi distribusinya.
53
4.5.1.Uji kadar air Pengujian kadar air surimi dilakukan pada produk akhir surimi dan dilakukan oleh QC (quality control) setiap harinya di laboratorium fisik di dalam pabrik. Uji kadar air pada surimi ini dilakukan dengan menggunakan alat yaitu yeasten moisture meter. Pengujian diawali dengan menimbang sampel sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan dalam cawan stainless steel dan selanjutnya diuji dengan yeasten moisture meter. Yeasten moisture meter yang digunakan terdiri atas timbangan digital, pemanas, thermometer, dan cawan stainless steel. Cara kerja alat yeasten moisture meter yaitu sampel 5 gram dipanaskan pada suhu 100 oC sampai warnanya kecoklatan dan kering sekitar 10 – 15 menit. Berat awal dikurangi berat yang hilang dan dinyatakan dalam persen. Standar mutu tertinggi layak ekspor yang ditetapkan oleh perusahaan untuk nilai kadar air surimi dari ikan Kurisi yaitu 74 - 75%. Menurut Dewi dan Riyadi (2007), pengukuran kadar air dilakukan dengan cara memotong sampel 5 – 10 gram sampel surimi yang sudah dilelehkan, dipotong dan bentuk irisan tipis diletakkan pada piring sampel untuk dikeringkan dan siap untuk dilakukan pengukuran. 4.5.2.Uji pH (derajat keasaman) Pengujian mutu yang berikutnya yaitu uji pH (derajat keasaman) yang dilakukan pada produk akhir surimi oleh bagian QC setiap harinya. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan skala 1 -14. Cara pengujiannya adalah pH meter ditusukkan ke sampel sebanyak 500 gram. Standar nilai pH yang ditetapkan oleh PT Bintang Karya Laut yaitu 7 – 7,2. Menurut Munizaga (2004), pH adalah salah satu faktor penting dalam menghasilkan gel surimi yang kuat dan
54
elastic. pH optimal ikan daging putih untuk memperoleh gel yang kuat sekitar 7,0 – 7,5. 4.5.3.Uji kekenyalan (gel strength) Surimi yang telah dibekukan dan disimpan dalam cold storage selama semalam kemudian dikeluarkan, dipotong-potong, digiling kemudian diaduk menggunakan food processor dan diberi garam sebanyak 15 gram. Daging cincang ini kemudian dicetak menyerupai bentuk sosis dengan alat sausage maker. Setelah dicetak berbentuk sosis kemudian dilakukan perebusan pada suhu 40 oC dan 90 oC masing-masing selama 20 menit. Setiap sosis dipotong-potong dan diuji kekenyalannya menggunakan alat bernama rheometer. Pengukuran dari kekuatan gel tersebut didapat dari kekuatan pemecah gel (force strength) yang dinyatakan dengan W (gram), kemudian kekuatan penahan beban (express depression depth) yang dinyatakan dengan L (cm) pada surimi. Dari hasil pengujian akan didapat nilai dari kekuatan gel yang dinyatakan dalam W x L (gxcm). Standar tertinggi yang ditetapkan untul gel strength yaitu 1000-up artinya nilai dari hasil perkalian antara kekuatan pemecah gel (W) dan kekuatan penahan beban (L) nilainya diatas 100 g.cm. Menurut Agustini et al., (2008), rata-rata nilai gel strength ikan Kurisi dengan perlakuan krioprotektan yang berbeda adalah antara 1356,416 – 1511,307 g.cm. 4.5.4.Uji gigit Uji gigit ini dilakukan oleh QC dan beberapa panelis yang dianggap berpengalaman. Sama seperti pembuatan sosis pada uji kekenyalan, daging cincang yang telah diaduk menggunakan food processor dan diberi garam kemudian dibuat menjadi bakso dan direbus hingga matang. Pengujian dilakukan
55
oleh quality control dan panelis dengan cara menggigit bakso tersebut dan menentukan kekenyalannya. Penentuan nilai kekenyalan uji gigit dinyatakan dalam nilai 1 – 9. Hasil uji gigit produk surimi PT Bintang Karya Laut memiliki skor nilai 8 – 9.
4.6. Sanitasi dan Hygiene Sanitasi dan hygiene pada suatu perusahaan memegang peranan penting terhadap mutu bahan pangan yang dihasilkan. Sanitasi dan hygiene pada proses pengolahan surimi beku di PT Bintang Karya Laut sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari bahan baku yang sudah diberikan pencucian terlebih dahulu, fasilitas sanitasi terdapat tempat cuci tangan dan sepatu boot sebelum masuk ke ruang produksi, dan mesin yang langsung dibersihkan setelah selesai proses. Sanitasi dan hygiene yang diterapkan dengan baik dapat menghindari terjadi kontaminasi terhadap bahan baku maupun produk. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menghindari kontaminasi diantaranya adalah sanitasi pekerja, sanitasi peralatan, sanitasi ruang pengolahan dan sanitasi air. 4.6.1.Sanitasi pekerja Pekerja adalah bagian terpenting dalam suatu kegiatan produksi karena para pekerja ini berhubungan langsung dengan produk. Pekerja di PT Bintang Karya Laut diwajibkan untuk menggunakan pakaian kerja berwarna biru, penutup kepala, masker serta sarung tangan dan apron sehingga tidak terjadi kontaminasi dari pekerja. Para pekerja mengganti pakaian mereka di ruang ganti yang juga disediakan loker, stetelah mengganti pakaian mereka dengan pakaian kerja lalu mereka menggunakan sepatu boots. Sebelum masuk ke ruangan produksi para
56
pekerja harus mencuci tangan mereka dengan sabun, membilasnya dengan air lalu mencelupkannya pada hand dipping yang berisi klorin. Kran cuci tangan yang digunakan adalah
yang berpedal kaki sehingga
tangan pekerja
tidak
terkontaminasi. Setelah mencuci tangan kemudian para pekerja merendam sepatu boot mereka dalam foot bath yang mengandung klorin 200 ppm, hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang dari sepatu bot pekerja yang kotor. 4.6.2.Sanitasi ruang pengolahan dan peralatan Ruang pengolahan diatur dengan baik tata letaknya sehingga alur proses teratur secara urut dan tidak berputar-putar sehingga dapat menghindari terjadinya kontaminasi silang. Lantai yang digunakan di ruang pengolahan terbuat dari granit dan mudah untuk dibersihkan. Cat bangunan berwarna putih dan pencahayaan dari lampu tertutup dalam kondisi baik. Langit-langit berwarna putih, halus tanpa celah, dan bersih tanpa jamur. Selokan dan saluran pembuangan berada hampir disetiap ruang pengolahan dan limbah hasil buangan dialirkan langsung ke IPAL yang terletak di sebelah pabrik. Limbah padat ditampung dan dikumpulkan pada ruangan khusus limbah padat yang nantinya akan dijual. Peralatan yang digunakan terbuat dari bahan anti karat dan mudah dibersihkan. Peralatan setelah digunakan untuk produksi langsung dibersihkan dengan deterjen khusus.
57
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapangan tentang pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Proses pengolahan meliputi beberapa tahap yaitu receiving raw material ikan Kurisi (Nemipterus sp.), pencucian I, penyiangan (scalling, deheading, and gutting), pencucian II, meat separating, leaching I, leaching II, refining and dehydrating, mixing, final weighing, forming and wrapping, freezing, metal detecting, packing and labeling, penyimpanan dalam cold storage, dan stuffing.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas surimi beku adalah kesegaran bahan baku, jenis bahan baku, cara pengolahan, cara pembekuan dan penyimpanan, serta sanitasi dan hygiene.
3.
Standar mutu dari surimi beku yang berkualitas baik yaitu memiliki kadar air 74-75%, nilai pH 6,8 – 7,1, bau spesifik surimi, tingkat kekenyalan (gel strength) tinggi yaitu > 1000 dan nilai uji gigit yaitu 9.
4.
Bahan tambahan yang digunakan yaitu cryoprotectant berupa gula kristal 6%, sodium trypolyposphate (STPP) 0,3%, dan egg white powder (EWP) 0,35% per 100 kg daging dan pengemasannya menggunakan 2 jenis kemasan yaitu plastik polyethylene (PE) sebagai kemasan primer dan master carton sebagai kemasan sekunder. Suhu optimal penyimpanan surimi beku dalam cold storage yaitu -18oC – (-21oC).
58
5.2. Saran Saran yang dapat diberikan dalam Praktek Kerja Lapangan tentang pengolaha surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) ini adalah sebagai berikut: 1.
Sebaiknya penyortiran bahan baku dilakukan secara teratur dan teliti agar bahan baku yang akan diolah terjamin kualitasnya; dan
2.
Sebaiknya penerapan sanitasi dan hygiene lebih di tekankan lagi baik sanitasi para pekerja, peralatan, maupun sanitasi ruang pengolahan.
51
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2008. Pengolahan Dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta. Agustini, T. W., Y.S. Darmanto, dan D. P. Kurnia Putri. 2008. Evaluation On Utilization Of Small Marine Fish To Produce Surimi Using Different Cryoprotective Agents To Increase The Quality Of Surimi. (Journal of Coastal Development). Vol 11 (3). 131-140. Agustini, T., A. S. Fahmi dan U. Amalia. 2009. Diversification of Fisheries Product. Universitas Diponegoro, Semarang. Agustini, T. W. Dan Fronthea Swastawati. 2003. Pemanfaatan Hasil Perikanan Sebagai Produk Bernilai Tambah (Value-Added) dalam upaya Penganekaragaman Makanan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Amri dan Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka, Jakarta. Anggit, P. N., Y.S. Darmanto, dan F. Swastawati. 2011. Analisa Mutu Satsuma Age Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) Dengan Penggunaan Jenis Tepung Yang Berbeda. (Jurnal Saintek Perikanan). Vol. 6 (2). 13-22. Astuti, P. E. 2009. Pengaruh Jenis Tepung dan Cara Pemasakan Terhadap Mutu Bakso dari Surimi Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Standardisasi Nasional. 2013 Standar Nasional Indonesia (SNI) Surimi. Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta. Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP). 2001. Teknologi Pengolahan Surimi dan Produk Fish Jelly. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. Dewi, E. N., dan P. H. Riyadi. 2007. Penanganan Ikan Segar Menjadi Lumatan Daging Ikan (Surimi). Universitas Diponegoro, Semarang. Djazuli, N., M. Wahyuni, D. Monintja, dan A. Purbayanto. 2009. Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi dalam Pemanfaatan ”By-Catch” Pukat Udang di Laut Arafuru. (Jurnal Teknologi Pengolahan Surimi). XII (1). 17-30. Febrina, H. 2008. Kappa Karaginan Semi Murni (Kappa phycusalvarezii) sebagai Cryoprotectant pada Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus). (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. InstitutPertanian Bogor, Bogor.
52
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty, Yogyakarta. Haetami, R. R. 2008. Karakteristik Surimi Hasil Pengkomposisian Tetelan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) dan Ikan Layang (Decapterus sp.) Pada Penyimpanan Beku. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor. Huda, N., O. H. Leng, and R. Nopianti. 2011. Cryoprotective Effects of Different Levels of Polydextrose in Threadfin Beam Surimi During Frozen Storage. (Journal of Fisheries and Aquatic Science). (6). 404-416. Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan. Jilid II. CV. Paripurna, Jakarta Ismanadji, I. dan Sudari. 1985. Petunjuk Pengolahan Bakso Ikan dalam Rangka Diversifikasi Pengolahan Hasil Perikanan. Dirjen Perikanan bekerjasama dengan International Development Research Center, Jakarta. Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Pengolah Ikan di Mamuju Sulbar Kembangkan Diversifikasi Olahan Hasil Perikanan. http://www.kkp.go.id (28 Februari 2013). Matsumoto dan J. J. Noguchi. 1992. Cryostabilization of Protein in Surimi. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Munizaga, G. T. Dan G. V. B. Canovas. 2004. Color and Textural Parameters of Pressurized and Heat-Treated Surimi Gels As Affected By Potato Starch and Egg White. (Food Research International Journal). 37. 767-775. Nopianti, R., N. Huda dan N. Ismail. 2010. Loss of Functional Properties of Proteins during Frozen Storage and Improvement of Gel-Forming Properties of Surimi. (Food Agro Industry Journal). 3(6). 535-547. Nurkhoeriyati, T., N. Huda and R. Ahmad. 2009. Perkembangan Terbaru Teknologi Surimi. (Int. Food Res. J). 17. 509-517. Peranginangin, R., S. Wibowo, dan Y. N. Fawzya. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Rab, T. 1997. Teknologi Hasil Perairan. Universitas Islam Riau Press, Pekanbaru. Rachmawati, I. M. 2010. Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif Wawancara. http://staff.ui.ac.id. Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I. Bina Cipta, Bandung.
53
Santoso, G. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Prestasi Pustaka, Surabaya. Subliyanto. 2009. Teknik Pengumpulan Data. http://subliyanto.blogspot.com. Sunyoto, D. 2010. Uji Kuadrat Regresi & untuk Penelitian. Graha Ilmu, Yogyakarta. Sulistiyawati, E. T. 2011. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Kurisi (Nemipterus furcosus) Beerdasarkan Model Produksi Surplus di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Applied Science Publishing London. Syarief, R. dan Halid, 1995. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zulnaidi. 2007. Metode Penelitian. Departemen Sastra Jepang, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan, 20 hlm.
54
Surat Keterangan Telah Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan