15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara berdaulat memiliki hak untuk membuat sendiri ketentuan mengenai masalah perpajakannya, namun Indonesia juga tidak mungkin lepas dari pergaulan internasional yang juga bersinggungan dengan masalah pajak.
Transaksi antar kedua negara atau beberapa negara dapat menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh kedua negara atau seluruh dunia guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua negara, agar tidak menghambat investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak yang berkedudukan di kedua negara yang mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu diperlukan adanya kebijakan perpajakan internasional untuk mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku di suatu negara, dimana setiap negara dipastikan mengatur adanya pajak di wilayah kedaulatan negara tersebut. Pajak internasional merupakan salah satu bentuk hukum internasional, dimana setiap negara mau tidak mau harus tunduk pada kesepakatan dunia internasional yang sering disebut Konvensi Wina.
Indonesia merupakan subjek hukum internasional, karena telah menandatangani Konvensi Wina, dan sebagai subjek hukum internasional, Indonesia tidak bisa menghindari pelaksanaan tax treaty, manakala masyarakat Indonesia telah berhubungan dan memperoleh penghasilan di negara lain tersebut.
Banyaknya masalah tax treaty yang terjadi dewasa ini membuat penulis tertarik untuk membahas tentang Tax Treaty dan segala cara pencegahannya.
B. Permasalahan
Dalam rangka mengelola kekayaan perusahaan untuk memperoleh laba dan memaksimalkan nilai perusahaan, manajemen perusahaan akan membuat keputusan melalui pertimbangan yang matang. Salah satu komponen penting yang menjadi pertimbangan perusahaan adalah pajak, oleh karenanya pajak harus direncanakan dengan baik.
Upaya untuk meminimalkan beban pajak dilakukan dengan membuat perencanaan pajak (tax planning). Secara sederhana tax planning adalah upaya-upaya yang dilakukan Wajib Pajak untuk meminimalisir pajak terhutang. Tax planning dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful). Istilah yang sering digunakan adalah tax avoidance (penghindaran pajak) dan tax evasion (penggelapan pajak). Tax avoidance dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar ketentuan yang berlaku, yaitu memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam ketentuan perpajakan. Sedangkan tax evasion dilakukan dengan cara-cara yang bersifat illegal, yaitu melanggar ketentuan perpajakan. Seringkali dalam praktik antara tax avoidance dan tax avasion sulit untuk dibedakan. Walaupun secara legal tax avoidance dan tax avasion dapat dibedakan, namun secara ekonomis baik perencanaan pajak melalui tax avoidance maupun tax avasion sama-sama mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak.
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Tax Avoidance dan Tax Evasion dapat terjadi?
2. Bagaimanakah cara Pencegahan Penghindaran Pajak tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Perlawanan terhadap pajak terdiri dari perlawanan aktif dan perlawanan pasif. Dalam buku-buku perpajakan Indonesia, penghindaran pajak (tax avoidance) selalu diartikan sebagai kegiatan yang legal (misalnya meminimalkan beban pajak tanpa melawan ketentuan perpajakan) dan penyelundupan pajak (tax evasion/tax fraud) diartikan sebagai kegiatan yang ilegal (misalnya meminimalkan beban pajak dengan memanipulasi pembukuan).
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Penggelapan Pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di setiap negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang terdiri dari perusahaan-perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri, dll).
Pengertian Penggelapan Pajak
Pengertian Tax Evasion menurut Defiandry Taslim (2007), yaitu :
"Tax evasion (penggelapan pajak) yaitu usaha-usaha untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang atau menggeser beban pajak yang terutang dengan melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku. Tax evasion merupakan pelanggaran dalam bidang perpajakan sehingga tidak boleh di lakukan, karenapelaku tax evasion dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana".
Pengertian Tax Evasion menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:147), yaitu : Pengelakan Pajak (tax evasion) merupakan usaha aktif Wajib Pajak dalam hal mengurangi, menghapuskan, manipulasi ilegal terhadap utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundang-undangan.
Pengertian Tax Evasion menurut Lyons Susan M dalam Erly Suandy (2008:7), yaitu:
Tax Evasion is the reduction of tax by ilegal means. The distincion,however, is not always easy. Some example of tax avoidance scheme include locatting assets in offshore jurisdiction, delaying repatriation of profit earn in low-tax foreign jurisdiction, ensuring that gains are capital rather than income so the gains are not subject to tax (or a subject at a lower rate), spreading of income to other tax payers with lower marginal tax rates and taking advantages of tax incentives.
Indikator Penggelapan Pajak
Adapun yang menjadi indikator dari Penggelapan Pajak menurut M Zain (2008:51), yaitu :
1. Tidak menyampaikan SPT.
2. Menyampaikan SPT dengan tidak benar.
3. Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP atau Pengukuhan
PKP.
4. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong.
5. Berusaha menyuap fiskus.
3. Penyebab Penggelapan Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:149) yang menyebabkan terjadinya tax evasion yaitu :
1. Kondisi lingkungan
Lingkungan sosial masyarakat menjadi hal yang tak terpisahkan dari manusia sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu saling bergantung satu sama
lain. Hampir tidak ditemukan manusia di dunia ini yang hidupnya hanya bergantung pada diri sendiri tanpa memperdulikan keberadaan orang lain, begitu juga dalam dunia perpajakan, manusia akan melihat lingkungan sekitar yang seharusnya mematuhi aturan perpajakan. Mereka saling mengamati terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Jika kondisi lingkungannya baik (taat aturan), masing-masing individu akan termotivasi untuk mematuhi peraturan perpajakan dengan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebaliknya jika lingkungan sekitar kerap melanggar peraturan. Masyarakat menjadi saling meniru untuk tidak mematuhi peraturan karena dengan membayar pajak, mereka merasa rugi telah membayarnya sementara yang lain tidak.
2. Pelayanan fiskus yang mengecewakan
Pelayanan aparat pemungut pajak terhadap masyarakat cukup menentukan dalam pengambilan keputusan wajib pajak untuk membayar pajak. Hal tersebut disebabkan oleh perasaan wajib pajak yang merasa dirinya telah memberikan kontribusi pada negara dengan membayar pajak. Jika pelayanan yang diberikan telah memuaskan wajib pajak, mereka tentunya merasa telah diapresiasi oleh fiskus. Mereka menganggap bahwa kontribusinya telah dihargai meskipun hanya sekedar dengan pelayanan yang ramah saja. Tapi jika yang dilakukan tidak menunjukkan penghormatan atas usaha wajib pajak, masyarakat merasa malas untuk membayar pajak kembali.
3. Tingginya tarif pajak
Pemberlakuan tarif pajak mempengaruhi wajib pajak dalam hal pembayaran pajak. Pembebanan pajak yang rendah membuat masyarakat tidak terlalu keberatan untuk memenuhi kewajibannya. Meskipun masih ingin berkelit dari pajak, mereka tidak akan terlalu membangkang terhadap aturan perpajakan
karena harta yang berkurang hanyalah sebagian kecilnya. Dengan pembebanan tarif yang tinggi, masyarakat semakin serius berusaha untuk terlepas dari jeratan pajak yang menghantuinya. Wajib pajak ingin mengamankan hartanya sebanyak mungkin dengan berbagai cara karena mereka tengah berusaha untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya. Masyarakat tidak ingin apa yang telah diperoleh dengan kerja keras harus hilang begitu saja hanya karena pajak yang tinggi.
4. Sistem administrasi perpajakan yang buruk
Penerapan sistem administrasi pajak mempunyai peranan penting dalam
proses pemungutan pajak suatu negara. Dengan sistem administrasi yang bagus, pengelolaan perpajakan akan berjalan lancar dan tidak akan terlalu banyak menemui hambatan yang berarti. Sistem yang baik akan menciptakan manajemen pajak yang profesional, prosedur berlangsung sistematis dan tidak semrawut. Ini membuat masyarakat menjadi terbantu karena pengelolaan pajak yang tidak membingungkan dan transparan. Seandainya sistem yang diterapkan berjalan jauh dari harapan, mayarakat menjadi berkeinginan untuk menghindari pajak. Mereka bertanya-tanya apakah pajak yang telah dibayarnya akan dikelola dengan baik atau tidak. Setelah timbul pemikiran yang menyangsikan kinerja fiskus seperti itu, kemungkinan besar banyak wajib pajak yang benar-benar `lari` dari kewajiban membayar pajak.
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran Pajak (tax avoidance) merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak
adalah menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar.
Pengertian Penghindaran Pajak
Pengertian Tax Avoidance menurut Lyons Susan M dalam Erly Suandy (2008:7), yaitu:
"Tax Avoidance is a term used to describe the legal arrangements of tax fair's affairs so as to reduce his tax liability. It's often to pejorative overtones, for example it is use to describe avoidance achieved by artificial arrengements of
personal or bussiness affair to take advantage of loopholes, ambiguities, anomalies or other deficiencies of tax law. Legislation designed to counter avoidance has become more commonplace and often involves highly complex provision".
Pengertian Tax Avoidance menurut Harry Graham dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:147), yaitu :
"Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) merupakan usaha yang sama yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan".
Pengertian Tax Avoidance menurut Robert H Anderson dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:147), yaitu :
"Cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan terutama melalui perencanaan perpajakan".
Pengertian Tax Avoidance menurut NA Barr SR James AR Prest dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:147), yaitu :
"Sebagai manipulasi penghasilannya secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang".
Indikator Penghindaran Pajak
Adapun yang menjadi indikator dari Penghindaran Pajak menurut Arnold dan McIntyre (1995) dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak. Contoh :
·Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau
·Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak atas pemakaian barang tersebur. Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari plastik.
Secara moral, hal ini tidak tercela karena tidak ada orang yang akan menganggap perbuatan seorang perokok yang mengurangi kebiasaan merokoknya sebagai orang yang menghindari pajak. Malah, orang yang mengurangi, atau malah tidak merokok sama sekali dianggap sebagai tindakan terpuji.
Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Contoh:
Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak. Mereka harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-fasilitar yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang akan mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang terjadi. Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini tidak tercela karena merupakan hak asasi setiap orang untuk memilih tempat atau lokasi usaha/domisilinya.
Penghindaran Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis. Contoh:
Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah (loophole) yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang 'paling sedikit' namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.
Permasalahannya adalah apakah penghindaran pajak selalu legal? Menurut Roy Rohatgi (2002: 342), di banyak negara penghindaran pajak dibedakan menjadi penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance/tax planning/tax mitigation) dan yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax avoidance).
Artinya, penghindaran pajak dapat saja dikategorikan sebagai kegiatan legal dan dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan ilegal. Suatu penghindaran pajak dikatakan ilegal apabila transaksi yang dilakukan semata-mata untuk tujuan penghindaran pajak atau transaksi tersebut tidak mempunyai tujuan usaha yang baik (bonafide business purpose). Oleh karena itu, untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, sebagian besar negara telah mempunyai ketentuan anti penghindaran pajak (Brian J. Arnold dan Michael J. McIntyre, 2002:81). Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak membutuhkan 'kerelaan wajib pajak'. Yang dibutuhkan oleh negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan pembayar diperlukan dalam hal ini. Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari. Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus penggelapan pajak :
Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
Transaksi export fiktif,
Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
Jika kita analogikan pajak dengan karcis tol, Jika kita lewat jalan tol namun tidak membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita menghindari untuk membayar karcis tol dengan cara memilih lewat jalan biasa, maka itulah penghindaran pajak. Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara tidak lewat jalan tol adalah cara yang legal.
Skema Penghindaran Pajak
Beberapa skema penggelapan pajak yang umumnya dilakukan oleh perusahaan adalah:
1. Transfer Pricing
Transfer pricing merupakan jumlah harga atas penyerahan (transfer) barang atau imbalan atas penyerahan jasa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dalam transaksi bisnis maupun finansial (Gunadi:1994). Dalam konteks perpajakan transfer pricing digunakan untuk merekayasa pembebanan harga suatu transaksi antara perusahaan-perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang secara keseluruhan atas grup perusahaan. Dari sisi negara, praktik transfer pricing dapat mengakibatkan distorsi penerimaan negara dari sektor pajak.
Menurut Griffin dan Pustay, perusahaan multinasional berusaha untuk memaksimalkan laba bersih setelah pajak dengan cara "they may manipulate transfer prices to shift reported profits from high-tax countries to law-tax countries". Skema transfer pricing yang umumnya dilakukan oleh perusahaan adalah:
Menggelembungkan inter company cost.
Membebankan biaya royalti atas pemakaian merek dagang milik induk perusahaan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Memperbesar biaya bahan baku dan atau memperkecil penghasilan dari penjualan barang.
Memperkecil omzet penjualan melalui transaksi maklon.
Pinjaman saham melalui perusahaan PMA, dilakukan dengan cara :
(1) membebankan biaya bunga dari pinjaman pemegang saham kepada pemberi pinjaman di luar negeri, atau
(2) penghindaran PPh pemotongan dan pemungutan (withholding tax), yaitu melalui praktik pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham, dan praktik pemakaian bahan baku untuk perusahaan di luar negeri dan pemakaian merek dagang induk perusahaan tanpa pembayaran royalti kepada induk perusahaan di luar negeri.
2. Pemanfaatan Tax Haven Country
Negara tax haven merupakan suatu lokasi yang menawarkan kewajiban pajak yang rendah atau daerah yang tidak akan dikenakan pajak di mana para pengusaha melakukan usaha. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Azzara (1999), "a tax haven is a location which offer a low-tax or no-tax environment for which businessman can operate."
Namun demikian, beberapa ahli perpajakan ada yang berpendapat bahwa negara tax haven tidak dapat didefinisikan dengan jelas karena sifatnya sangat relatif, yaitu tergantung pada ketentuan masing-masing negara. Suatu negara dapat saja disebut sebagai tax haven oleh negara lain apabila negara tersebut memberikan suatu insentif dalam kegiatan perekonomian di suatu daerah tertentu dalam wilayah negara tersebut. Jadi, apakah suatu negara akan diklasifikasikan sebagai negara tax haven atau tidak oleh negara lain tergantung dari definisi negara tax haven yang diberikan oleh negara lain tersebut.
Karena tidak ada definisi yang jelas, maka untuk menentukan bahwa suatu negara sebagai tax haven dapat berdasarkan beberapa keriteria sebagai berikut (Zain:2005):
Tidak memungut pajak sama sekali atau apabila memungut pajak maka tarifnya sangat rendah.
Memiliki peraturan yang ketat tentang rahasia bank dan atau rahasia bisnis dan tidak akan mengungkapkan kerahasiaan tersebut kepada siapapun atau negara manapun, walaupun hal itu dimungkinkan pengungkapannya berdasarkan perjanjian internasional.
Tersedia fasilitas alat komunikasi modern yang memungkinkan komunikasi ke seluruh dunia tanpa ada hambatan apapun.
Pengawasan yang longgar terhadap lalu lintas devisa, termasuk deposito yang berasal dari negara asing, baik perorangan maupun badan.
Adanya promosi dan kepercayaan bahwa negara-negara tax haven merupakan pusat keuangan yang baik dan terjamin.
Para peneliti di bidang international taxation pada umumnya membagi negara tax haven dalam empat kelompok (Darussalam, Danny dan Indrayagus:2007), yaitu:
Classical tax haven, yaitu negara yang tidak mengenakan pajak penghasilan sama sekali atau menerapkan tarif pajak penghasilan yang rendah (no-tax haven).
Tax havens, yaitu negara yang menerapkan pembebasan pajak atas sumber penghasilan yang diterima dari luar negeri (no tax on foreign source of income).
Special tax regimes, yaitu suatu negara yang memberikan fasilitas pajak khusus bagi daerah-daerah tertentu di wilayah negaranya.
Treaty tax havens, yaitu negara yang mempunyai treaty network yang sangat baik serta menerapkan tarif pajak yang rendah untuk withholding tax atas passive income.
3. Thin Capitalization
Thin capitalization merupakan modal terselubung melalui pinjaman yang melampui batas kejawaran. Pinjaman dalam konteks thin capitalization ini adalah pinjaman berupa uang atau modal dari pemegang saham atau pihak-pihak lain yang memiliki hubungan istimewa dengan pihak peminjam (Rohatgi:2002).
Pada umumnya bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman yang bukan penduduk di negara peminjam dapat dijadikan pengurang pada penghasilan kena pajak si peminjam, sedangkan dividen tidak dapat dijadikan sebagai pengurang. Menurut Gunadi (1994), pemberian pinjaman dalam skema thin capitalization dapat dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut:
Direct loan. Pinjaman diperoleh secara langsung dari investor (pemegang saham). Dari pinjaman tersebut investor mendapatkan bunga yang besarnya pada umumnya ditentukan oleh investor tersebut.
Back to back loan. Investor menyerahkan dananya kepada mediator sebagai pihak ketiga untuk langsung dipinjamkan kepada anak perusahaan dengan memberinya imbalan.
Paralel loan. Investor luar negeri mencari mitra perusahaan Indonesia yang mempunyai anak perusahaan yang berada di negara investor. Sebagai imbalan atas pemberian pinjaman kepada anak perusahaan (Indonesia) di negara investor, selanjutnya investor meminta kepada perusahaan Indonesia untuk juga memberikan pinjaman kepada anak perusahaan milik investor di Indonesia.
4. Treaty Shopping
Tax treaty dapat dijadikan objek untuk melakukan aktivitas penghindaran pajak, meskipun tujuan dari tax treaty pada hakekatnya adalah untuk mencegah penghindaran pajak. Skema treaty shopping dilakukan oleh penduduk suatu negara yang tidak memiliki tax treaty mendirikan anak perusahaan di negara yang memiliki tax treaty dan melakukan kegiatan investasinya melalui anak perusahaan tersebut, sehingga investor dapat menikmati tarif pajak rendah dan fasilitas-fasilitas perpajakan lainnya yang tercantum dalam tax treaty.
Skema treaty shopping dilakukan untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas dalam tax treaty (treaty benefit). Padahal treaty benefit hanya boleh dinikmati oleh residen (subjek pajak dalam negeri) dari kedua negara yang mengikat perajanjian. Untuk dapat memanfaatkan treaty benefit harus memenuhi dua syarat (Mansury:1999):
Syarat formal (administrative requirement), yaitu pembuktian bahwa yang bersangkutan adalah residen (penduduk) dari negara yang mengikat perjanjian berupa Certificate of Residence yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara treaty partner.
Syarat material (substantive requirement), yaitu Wajib Pajak di negara treaty partner memang benar-benar residen di negara partner tersebut, bukan residen negara ketiga.
5. Controlled Foreign Corporation (CFC)
Penghindaran pajak yang dilakukan dengan cara menunda pengakuan penghasilan modal yang bersumber dari luar negeri (khususnya di negara tax haven) untuk dikenakan pajak di dalam negeri. Skema CFC dilakukan dengan mendirikan entitas di luar negeri dimana Wajib Pajak dalam negeri (WPDN) memiliki pengendalian. Upaya WPDN untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar atas investasi yang dilakukan di luar negeri adalah dengan menahan laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang sahamnya. Dengan memanfaatkan adanya hubungan istimewa dan kepemilikan mayoritas saham, badan usaha di luar negeri tersebut dapat dikendalikan sehingga dividen tidak dibagikan/ditangguhkan. Upaya di atas akan semakin menguntungkan bagi perusahaan jika badan usaha di luar negeri didirikan di negara tax haven atau low tax jurisdiction.
Artikel Penghindaran Pajak
Sri Mulyani: Cegah Penghindaran Pajak dengan Transparansi
Gentur Putro Jati, CNN Indonesia
Minggu, 26/04/2015 13:47 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Lama tak terdengar suaranya, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang kini menjabat sebagai Managing Director and Chief Operating Officer (COO) Bank Dunia kembali mengingatkan akan pentingnya transparansi dilakukan pemerintahan sebuah negara untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak.
Bu Ani, demikian ia biasa disapa, mengatakan bagi negara yang mengandalkan sektor pajak sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan akan menghadapi masalah besar jika para wajib pajak (WP) nya masih sering melakukan penghindaran pajak. Hal tersebut menurutnya menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya penerimaan pajak.
Satu-satunya cara agar bisa menekan perilaku negatif dari WP seperti itu maka pemerintah harus memiliki kebijakan yang transparan.
"Untuk melawan penghindaran pajak, negara-negara di dunia harus memiliki kebijakan yang transparan, kapasitas administratif untuk mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan, serta kemampuan untuk melakukan pengawasan pajak yang efektif," ujar Sri Mulyani dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Minggu (26/4).
Menurut Sri Mulyani, data dari United Nations Conference on Trade And Development (UNCTAD) menunjukkan lebih dari 60 persen perdagangan global terjadi dalam grup perusahaan multinasional. Hal ini kemudian menciptakan potensi rekayasa laporan keuangan dengan melaporkan keuntungan yang lebih rendah kepada negara sehingga bisa mengalihkan keuntungan dari yurisdiksi pajak-tinggi ke pajak-rendah.
"Tapi kadang, hal ini juga dilakukan melalui bentuk penghindaran pajak legal dan manipulasi. Termasuk perdagangan dan transfer mispricing; pembayaran meragukan antara perusahaan induk dengan anak usahanya, serta mekanisme pemindahan laba yang dirancang untuk menyembunyikan pendapatan," tegas Sri Mulyani.
Kajian UNCTAD terbaru juga mengindikasikan bahwa ada potensi hilangnya pendapatan pajak sekitar US$ 100 miliar per tahun di negara-negara berkembang melalui transaksi suatu perusahaan yang terhubung secara langsung dengan perusahaan induk di luar negeri.
Peringatan dari mantan komandan di Kementerian Keuangan tersebut, ditangkap dengan jelas oleh Direktur Jenderal Pajak yang baru Sigit Priadi Pramudito.
Sigit menuturkan perusahaan-perusahaan asing dan multinasional sepanjang 2014 menyumbang lebih dari 25 persen penerimaan pajak. Dengan sumbangan yang begitu besar, kata Sigit, maka pemodal asing memegang peranan penting bagi pendanaan pembangunan nasional yang diharapkan kontribusinya semakin meningkat.
"Namun demikian, ada juga multinational corporations yang menggunakan skema-skema penghindaran pajak yang merugikan, baik negara asal maupun negara tujuan investasi," ujar Sigit beberapa hari lalu.
Penjelasan :
Transparansi adalah semua keputusan yang diambil secara terbuka dan berdasarkan fakta obyektif. Transparansi mempersyaratkan ketersediaan informasi yang akurat dan cermat. Transparansi merujuk pada keterbukaan informasi sehingga orang dapat menggunakannya untuk melacak penyalahgunaan wewenang dan memperjuangkan kepentingan mereka. Sedangkan indicator yang digunakan adalah :
1) bertambah wawasan dan pengetahuan masyarajat terhadap penyelengaraan pemerintahan;
2) meningkatnya kepercayaaan masyarakat kepada pemerintah, meningkatkan jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan seumber daya publik kepada pihak – pihak yang membutuhkan informasi.Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak – pihak yang berkepentingan.
Yang dimaksud dengan Kebijakan Transparansi oleh Sri Mulyani dalam artikel di atas adalah Kebijakan antarnegara yang menetapkan ketentuan-ketentuan tentang apa-apa saja tindakan-tindakan legal dan illegal tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Penghindaran Pajak oleh warga negaranya yang dilakukan di luar negaranya. Setiap negara saling membuat kebijakan dan disetujui satu sama lain,saling bertukar informasi sebagai pengawasan perpajakan tentang segala sesuatu yang dilakukan warga negaranya di luar negaranya. Segala sesuatu yang diawasi tersebut dapat mengantisipasi terjadinya penghindaran pajak yang illegal serta dapat mnggenjot penerimaan negara menjadi tinggi.
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap setiap informasi terkait seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah dengan biaya yang minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa yang bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk kemudian) dapat dipantau. Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik. Sebab, penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambilkeputusan. Oleh karenanya, perlu dicatat bahwa informasi ini bukan sekedartersedia, tapi juga relevan dan bisa dipahami publik. Selain itu, transparansi ini dapat membantu untuk mempersempit peluang korupsi di kalangan para pejabat publik dengan "terlihatnya" segala proses pengambilan keputusan oleh masyarakat luas.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara.
Tax evasion (penggelapan pajak) yaitu usaha-usaha untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang atau menggeser beban pajak yang terutang dengan melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku.
Penghindaran Pajak (tax avoidance) merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak adalah menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar.
Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara.
Skema Penghindaran Pajak :Transfer Pricing,Pemanfaatan Tax Haven Country, Thin Capitalization,Treaty Shopping, dan Controlled Foreign Corporation (CFC)
Sri Mulyani: Cegah Penghindaran Pajak dengan Transparansi
Yang dimaksud dengan Kebijakan Transparansi oleh Sri Mulyani dalam artikel adalah Kebijakan antarnegara yang menetapkan ketentuan-ketentuan tentang apa-apa saja tindakan-tindakan legal dan illegal tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Penghindaran Pajak oleh warga negaranya yang dilakukan di luar negaranya. Setiap negara saling membuat kebijakan dan disetujui satu sama lain,saling bertukar informasi sebagai pengawasan perpajakan tentang segala sesuatu yang dilakukan warga negaranya di luar negaranya. Segala sesuatu yang diawasi tersebut dapat mengantisipasi terjadinya penghindaran pajak yang illegal serta dapat mnggenjot penerimaan negara menjadi tinggi.
B. SARAN
Dalam makalah ini penulis berharap agar tingkat penghindaran pajak menurun dengan adanya kebijakan yang transparan dan pengawasan pajak yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Darussalam, Danny Septriadi dan Indrayagus Slamet, "Abuse of Transfer Pricing Melalui Tax Haven Countries", Majalah Inside Tax, Ed. 1, November 2007.
http://linda-akutansi.blogspot.com/2011/12/tax-planning.html
http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=36&q=&hlm=3