1.1 Pengertian Line Balancing
Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan)
yang dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan
Perakitan) biasanya terdiri dari sederatan area kerja yang dinamakan
stasiun kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih operator dan ada
kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-macam alat. Line
balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-
stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau
lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak
melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut [2].
Konsep line balancing adalah bertujuan untuk meminimalkan total idle
dalam proses produksi. Dalam konsep ini, elemen-elemen operasi akan
digabung-gabung menjadi beberapa stasiun kerja. Tujuan umum penggabungan
ini adalah untuk mendapatkan rasio delay/idle (menganggur) yang serendah
mungkin [3].
Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk
memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh
utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui
penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap elemen tugas
dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa
stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu
kerja yang baik. Jika tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan
mengakibatkan ketidakefesienan kerja di beberapa stasiun kerja, dimana
antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki
beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut production-
line balancing, assembly-line balancing atau hanya line balancing [3].
Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (Line balancing)
menurut dua orang ahli yang berbeda [3].
1. Keseimbangan merupakan kesamaan keluaran atau hasil atau
keseluruhan produksi pada setiap urutan lintasan produksi.
2. Keseimbangan lini bertujuan untuk memperoleh suatu arus
produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilitas yang tinggi atas
fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu
kerja antara stasiun kerja.
Waktu yang dibutuhkan dalam meyelesaikan pekerjaan pada msing-masing
stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan
waktu yang tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus.
Dimana waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang paling
besar. Jangka waktu yang diperbolehkan untuk melakukan operasi pada stasiun
kerja ditentukan oleh kecepatan assembly line, sehingga seluruh workcenter
atau stasiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur (float
time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yang ditugaskan padanya
membutuhkan waktu yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan.
Maka selain untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line balancing
bertujuan juga untuk meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi
pengerjaan pada workcenter berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya.
Sehingga keseimbangan yang sempurna terjadi apabila dalam penugasan
pekerjaan tidak menimbulkan waktu menganggur [3].
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan
lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time)
dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay).
Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai
berikut [3]:
1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap workstation
sehingga setiap workstation selesai pada waktu yang seimbang dan
mencegah terjadinya bottle neck. Bottle neck adalah suatu operasi yang
membatasi output dan frekuensi produksi.
2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.
3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
Pengalokasian elemen-elemen pada stasiun kerja dibatasi oleh dua
kendala utama yaitu [3]:
1. Precedence Constraint
Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa
alternatif. Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul,
yaitu:
a. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses
pengerjaan, jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk
dilaksanakan pertama kali dan disini dibutuhkan prosedur penyeleksian
untuk menentukan prioritas.
b. Apabila satu komponen telah dipilih untuk di-assembling maka urutan
untuk meng-assembling komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan
batasan precedence untuk pengerjaan komponen-komponen.
Ada beberapa cara untuk menggambarkan kondisi precedence untuk
menggambarkan kondisi ini secara efektif yaitu dengan menggunakan diagram
precedence. Maksud dari diagram ini adalah untuk menggambarkan situasi
lintasan yang nyata dalam bentuk diagram [4].
Diagram precedence dapat disusun dengan menggunakan dua simbol dasar,
yaitu [4]:
a. Elemen simbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen
terkandung di dalamnya. Elemen akan diberi nomor/huruf berurutan untuk
menyatakan identifikasi. Adapun gambar elemen simbol ditunjukkan pada
gambar 1.1 berikut.
atau
Gambar 1.1. Elemen Simbol
b. Hubungan antar simbol, biasanya menggunakan anak panah untuk
menyatakan hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen
simbol lainnya. Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen
pada ekor panah harus mendahului elemen pada kepala panah. Adapun
gambar hubungan antar simbol ditunjukkan pada gambar 1.2.
Gambar 1.2. Hubungan Antar Simbol
Gambaran diatas dinyatakan bahwa elemen 1 harus mendahului
(precedence) elemen 2 dan elemen 2 harus mendahului elemen 3.
2. Zoning Constraint
Selain precedence constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja
pada stasiun kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi
atau mengharuskan pengelompokkan elemen kerja tertentu pada stasiun
tertentu. Zoning constraint yang negatif menghalangi pengelompokkan elemen
kerja pada stasiun yang sama. Misalnya operasi 1 mempunyai sifat antagonis
dengan operasi 2 sebab bisa menyebabkan percikan/konseling api, maka tidak
dapat disatukan walaupun dari segi makna dapat disatukan. Sebaliknya zoning
constraint yang positif menghendaki pengelompokkan elemen-elemen kerja pada
satu stasiun yang sama dengan alasan misalnya menggunakan peralatan yang
sama dan peralatan itu mahal [4].
1.2 Istilah-Istilah Dalam Line balancing
Adapun istilah-istilah yang digunakan dalam line balancing adalah
sebagai berikut [4]:
1. Precedence diagram
Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta
ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan
pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun
tanda-tanda yang dipakai sebagai berikut [4]:
a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah
identifikasi dari suatu proses operasi
b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi.
Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti
mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah
c. Angka di atas symbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan
untuk menyelesaikan setiap operasi.
2. Asssamble product
Merupakan produk yang melewati urutan work stasiun di mana tiap work
stasiun (WS) memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir
pada perakitan akhir.
3. Work elemen
Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang
dilakukan.
4. Waktu operasi (Ti)
Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.
5. Work station (WS)
Adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan.
Adapun secara sistematis adalah sebagai berikut:
…………………………………………………… (1.1)
Di mana:
Ti : waktu operasi/elemen ( I=1,2,3,…,n)
C : waktu siklus stasiun kerja
N : jumlah elemen
kmin : jumlah stasiun kerja minimal
6. Cycle time (CT)
Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu
stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka
waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target
produksi. Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah
produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu
operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya bottle neck (kemacetan)
dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif
per hari dibagi dari jumlah produksi per hari, yang secara matematis
dinyatakan sebagi berikut:
…………………………………………………… (1.2)
Di mana:
ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan
CT : waktu siklus (cycle time)
P : jam kerja efektif per hari
Q : jumlah produksi per hari
7. Station time (ST)
Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja
yang sama.
8. Idle time (I)
Merupakan selisih(perbedaan0 antara cycle time (CT) dan stasiun time
(ST) atau CT dikurangi ST.
9. Balance delay (D)
Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensinan
lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan
karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja.
Balance delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance delay dapat
dirumuskan:
…………………………………………… (1.3)
Di mana:
n : jumlah stasiun kerja
C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
: jumlah waktu operasi dari semua operasi
: waktu operasi
: balance delay (%)
10. Line efficiency (LE)
Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu
siklus dikalikan jumlah stasiun kerja. Secara sistematis adalah sebagai
berikut:
…………………………………………………… (1.4)
Di mana:
STi : waktu stasiun dari stasiun ke-1
K : jumlah(banyaknya) stasiun kerja
CT : waktu siklus
11. Smoothes index (SI)
Adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relative dari
penyeimbangan lini perakitan tertentu. Secara sistematis adalah sebagai
berikut:
SI= ………………………………………… (1.5)
Di mana:
St max : maksimum waktu di stasiun
Sti : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i
12. Output production (Q)
Adalah jumlah waktu efektif yang tersedi dalam suatu periode dibagi
dengan cycle time.
Secara sistematis adalah sebagai berikut:
……………………………………………………........ (1.6)
Di mana:
T : jam kerja efektif penyelesaiaan produk
C : waktu siklus terbesar
1.3 Pendefinisian Masalah Line Balancing
Dalam lintasan perakitan produksi seunit produk biasanya ada sejumlah
k elemen kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses
selama tk (k = 1, 2, 3, ..... , k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk
merakit seunit produk adalah [4]:
…………………………………………………… (1.7)
k elemen juga dibatasi oleh hubungan precedence yang biasa diberikan oleh
diagram precedence. Gambar berikut menunjukkan salah satu bentuk diagram
precedence. Simbol di dalam lingkaran menyatakan waktu pengerjaan elemen.
Elemen kerja i merupakan predecessor dari elemen kerja j jika proses
perakitan menghendaki elemen kerja i dikerjakan lebih dulu sebelum elemen
j. Adapun gambar precedence diagram ditunjukkan pada gambar 1.3 berikut.
Gambar 1.3 Gambar Precedence Diagram
Dan juga seandainya n menyatakan jumlah stasiun kerja di lintasan
perakitan dan Pi (i = 1, 2, 3, ..... , n) menyatakan waktu stasiun yaitu
jumlah dari waktu yang ditugaskan pada stasiun i untuk masing-masing unit
[4].
Tujuan dasar daripada penyeimbangan lintasan perakitan adalah untuk
menugaskan elemen-elemen kerja pada stasiun kerja dalam berbagai cara
dimana batasan precedence tidak dilanggar dan waktu menganggur minimal,
yaitu [4]:
………… (1.8)
Maka minimisasi persamaan di atas sama dengan minimisasi jumlah
stasiun atau waktu siklus atau keduanya, tergantung mana yang akan
memberikan hasil yang lebih baik. Penyeimbangan lintasan perakitan
mempunyai kombinasi yang sangat kompleks dengan sejumlah penyelesaian, baik
yang eksak maupun yang heuritik. Diantaranya adalah metode Helgelson and
Birnie, Kilbridge and Wester (region approach), metode 0-1 (zero-one),
metode Burgess, dan metode TOA system [4].
1.4 Beberapa Teknik Line Balancing
Untuk penyeimbangan lintasan perakitan ada beberapa teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Metode ini secara
garis besar dibagi dalam dua bagian [5].
1.4.1 Pendekatan Analitis
Pada awalnya teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan
matematis/analitis yang akan memberikan solusi optimal, tetapi lambat laun
akhirnya para ahli yang meneliti bidang ini mulai menyadari bahwa
pendekatan secara matematis tidak ekonomis. Memang semua masalah dapat
dipecahkan secara matematis, akan tetapi usaha yang dilakukan untuk
perhitungan terlalu besar. Sudah banyak usaha yang dilakukan para ahli
matematik untuk memberikan jumlah perhitungan pada tingkat yang dapat
diterima [5].
1.4.1.1 Metode 0-1 ( Zero-one)
Kita dapat melihat model zero-one yang dikemukakan oleh Patterson dan
Albracht untuk memberikan bentuk matematis yang tepat bagi masalah
penyeimbangan line balancing. Jumlah stasiun yang dibutuhkan untuk
melengkapi semua procedessor dan sucessor dari setiap tugas yang diberikan
oleh formulasi sebagai berikut [5]:
………… (1.9)
….... (1.10)
Untuk perhitungan selanjutnya dibutuhkan batasan-batasan sebagai
berikut :
1. Occurance Constraint
Kendala ini membatasi bahwa penugasan dari masing-masing elemen kerja
k hanya pada suatu stasiun.
2. Precedence Constraint
Untuk masing-masing hubungan precedence dimana mendahului dengan tepat
elemen b (a
3. Batasan Waktu Siklus
Jumlah dari waktu pengerjaan elemen kerja dalam satu stasiun harus
lebih kecil atau sama dengan waktu siklus C.
2. Pendekatan Heuristik
Metode heuristik merupaka suatu metode yang berdasarkan pengalaman
(kualitatif) atau intuisi. Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan
metode heuristik. Metode ini didasarkan atas pendekatan matematis dan akal
sehat. Batasan heuristik menyatakan pendekatan trial and error, dan teknik
ini memberikan hasil yang secara matematis belum optimal, tetapi cukup
mudah untuk memakainya. Usaha yang dikeluarkan untuk perhitungan agar
mendapatkan solusi yang optimal seringkali sangat besar dan sangat riskan
apabila data yang dimasukkan tidak akurat [5].
1.4.2.1 Metode Helgelson and Birnie
Metode ini biasanya lebih dikenal dengan metode bobot posisi (ranked
positional weight system atau sistem RPW). Metode ini dikembangkan oleh
W.B. Helgelson dan D.P. Birnie [5].
Adapun langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode ini
adalah sebagai berikut [5]:
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu
siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi
terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Buat matriks pendahulu berdasarkan jaringan kerja perakitan.
3. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah
waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.
4. Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan
bobot posisi terkecil.
5. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi
dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil,
dengan kriteria total waktu operasi lebih kecil dari waktu siklus.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan
menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata
pada langkah 6 di atas.
8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang
memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.
1.4.2.2 Metode Kilbridge and Wester (Region Approach)
Metode ini biasanya lebih dikenal dengan metode pendekatan wilayah
(region approach). Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi
kekurangan metode bobot posisi. Metode ini tetap tidak akan menghasilkan
solusi optimal, tetapi solusi yang dihasilkannya sudah cukup baik dan
mendekati optima. Pada prinsipnya, metode ini berusaha membebankan terlebih
dahulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar.
Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi ialah mendahulukan
operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan waktu yang
tidak terlalu besar, tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya [5].
Adapun langkah-langkah penyelesaian dengan metode pendekatan wilayah
(region approach) adalah sebagai berikut [5]:
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu
siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi
terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Bagi jaringan kerja ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan.
Gambar ulang jaringan kerja, tempatkan seluruh pekerjaan di daerah
paling ujung sedapat dapatnya.
3. Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi
terbesar sampai dengan waktu operasi terkecil.
4. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula
untuk menyesuaikan diri terhadap batas wilayah):
a. Daerah paling kiri terlebih dahulu.
b. Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar
pertama kali.
5. Pada akhir pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi waktu
tersebut telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan
yang memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah
dibebankan. Putuskan apakah pertukaran pekerjaan-pekerjaan tersebut
akan meningkatkan utulisasi waktu stasiun kerja. Jika ya, lakukan
perubahan tersebut. Penugasan pekerjaan selanjutnya menjadi lebih
tetap.
1.4.2.3 Metode Moodie-Young
Metode Moodie-Young terdiri dari dua fase. Fase pertama adalah
membuat pengelompokan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun
kerja dengan aturan bila terdapat dua elemen kerja yang bias dipilih maka
elemen kerja yang mempunyai waktu lebih besar ditempatkan yang pertama.
Pada fase ini pula, precedence diagram dibuat matriks P dan F, yang
menggambarkan elemen darj pendahulu (P) dan elemen kerja yang mengikuti (F)
untuk semua elemen kerja yang ada [5].
Pada fase kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap
stasiun kerja hasil dari fase satu. Langkah-langkah yang harus dilakukan
pada fase dua ini adalah sebagai berikut [5]:
1. Mengidentifikasikan waktu stasiun kerja terbesar dan waktu
stasiun kerja terkecil.
2. Menentukan GOAL dengan rumus
GOAL = waktu stasiun kerja max – waktu stasiun kerja min
2
3. Mengidentifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam
stasiun kerja dengan waktu yang paling maksimum, yang mempunyai waktu
lebih kecil dari GOAL, yang elemen kerja tersebut apabila dipindah ke
stasiun kerja dengan waktu yang paling minimum tidak melanggar
precedence diagram.
4. Memindahkan elemen kerja tersebut.
5. Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat
dipindah.
Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut [5]:
1. Buat precedence diagram untuk setiap proses.
2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan
dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai
operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya.
3. Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di
langkah 2. Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada
rangking pertama.
4. Tentukan waktu siklus (CT).
5. Pilih elemen operasi dengan bobot tertingg i, alokasikan ke suatu
stasiun kerja. Jika masih layak (waktu stasiun < CT), alokasikan
operasi dengan bobot tertinggi berikutnya, namun lokasi ini tidak
boleh membuat waktu stasiun > CT.
6. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka
sisa waktu ini (CT – ST) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi dengan
bobot paling besar dan penambahannya tidak membuat ST < CT.
7. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT sudah
tidak ada, kembali ke langkah 5.
1.4.2.4 Metode Pembebanan Berurut
Kelemahan metode bobot posisi disebutkan sebelumnya dicoba diatasi
dengan menggunakan metode pembebanan berurut. Langkah penugasan pengerjaan
pada stasiun kerja dengan menggunakan metode ini berbeda pada urutan
prioritas pembebanan pekerjaan [6].
Adapun langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode
pembebanan berurut ini adalah sebagai berikut [6]:
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu
siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi
terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk
setiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan.
3. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu (P) yang semuanya
terdiri dari angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang
mungkin terjadi, jika ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh
elemen sama dengan nol.
4. Perhatikan nomor elemen di baris matriks kegiatan pengikut (F) yang
bersesuaian dengan elemen yang telah ditugaskan. Setelah itu kembali
perhatikan lagi baris pada matriks P yang ditunjukkan, ganti nomor
identifikasi elemen yang telah dibebankan ke stasiun kerja dengan nol.
5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun
kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu
siklus. Proses ini dikerjakan hingga semua baris pada matriks P
bernilai nol.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan
menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata
pada langkah 6 di atas.
8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang
memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.
1.4.2.5 Metode Integer
Berdasarkan formulasi masalah line balancing-U, perakitan terdiri dari
rangkaian stasiun kerja kumpulan dari tugas yang dinyatakan berdasarkan
rangkaian tugas-tugas. Masalah dalam pemilihan dan pengelompokan subjek
pada rangkaian ini terdiri atas rangkaian stasiun kerja yang diberikan
berdasarkan langkah-langkah produksi atau pemaksimalan rata-rata produksi
diberikan berdasarkan jumlah stasiun kerja yang biasanya dalam lintasan
perakitan [6].
Keterkaitan dan kompleksitas berdasarkan masalah line balancing
diselesaikan dengan metode riset operasi. Ketika perakitan dirancang pada
garis lurus, umumnya berhubungan dengan Traditional Line Balancing Problem
(TLBP). Jika waktu proses untuk tiap tugas diasumsikan tetap, kita akan
memperoleh versi Deterministik Traditional Line Balancing Problem (DTLBP).
Ketika seminar paper DLTBP oleh Salveson (1955), ada sejumlah artikel yang
membahas mengenai masalah ini. Artikel tersebut dapat dikategorikan dengan
menggunakan prosedur solusi untuk menyelesaikan masalah, termasuk program
integer, program dinamik, dan pendekatan heuristik. Kilbridge dan Wester
(1962) dan Ignall (1965) menyediakan pengulanganyang terbaik untuk
pendekatan ini. Dua puluh tahun kemudian, Talbot (1986) mengulangi secara
khusus penggunaan pendekatan heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah ini [6].
Konsesus umum terlihat dari sudut praktis, versi dari masalah ini
telah terselesaikan jika waktu proses dari masing-masing tugas diketahui
dalam bentuk variabel, masalah ini biasanya berhubungan dengan Stochastic
Line Balancing Problem (SLBP). Versi dari masalah line balancing sangat
kompleks, prosedur pemecahan dikembangkan untuk masalah ini bergantung
kepada probabilitas distribusi normal yang digunakan mewakili waktu proses
acak algoritma. Algoritma yang dibuat Kao (1976) dilanjutkan dengan program
dinamik dari Held (1963) diikuti proses variabel waktu Carrwoy (1989)
membuat dua algoritma yang dilanjutkan oleh formula Held. Peningkatan
tekanan kompetitif dihasilkan dalam pengingatan ulang perakitan arsitektur
pada beberapa level. Perakitan tradisional tidak fleksibel dan biasanya
dibuat untuk perakitan dalam jumlah besar dan keragaman yang rendah.
Bagaimanapun dengan peningkatan permintaan untuk ragam yang tinggi, produk
berjumlah tinggi seperti automobile, dan pemakaian elektronik baru-baru ini
diperlukan untuk dibuat lebih fleksibel sesuai permintaan konsumen.
Selanjutnya keberhasilan dari sistem seperti Just In Time (JIT) dan di
desain untuk meminimalkan bahan mentah dan kerja dalam proses inventory,
umumnya bergantung pada fleksibilitas penetapan perakitan [6].
U-Line mempunyai keuntungan di atas konfigurasi garis lurus. Untuk
lebih cepat ada jarak penglihatan yang besar dari pengoperasian dan
komunikasi di antara operator dalam barisan, yang keduanya merupakan kunci
untuk meminimalkan jumlah dari kualitas dan pengawasan yang berhubungan
dengan kerusakan dalam lintasan [6].
Pada topik ini, dikembangkan formulasi program integer deterministic
dari ULBP. Dengan mencontohkan masalah dari jumlah stasiun yang sesuai
dengan siklus waktu khusus. Beberapa formula digunakan untuk memecahkan
DTLBP oleh Geofrion (1967), Thangavelo, dan Shetty (1971), serta Patterson
dan Albacth (1975), untuk pengetahuan yang lebih baik yang tidak dapat di
lawan dengan persamaan formula dari literatur ULBP. Selanjutnya seluruh
formula ini menggunakan teknik penjumlahan murni untuk memecahkan masalah.
Dan masalah ini dipecahkan berdasarkan pendekatan teknik Langarian. Teknik
relaksasi Langarian telah digunakan dengan sukses untuk memecahkan
permasalahan yang beragam dari masalah komplikasi optimasi berlainan [6].
-----------------------
2
b
1
2
3
U2
U6
U8
U10
U3
U4
U5
U7
U9
U11
U1