Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Lantai Produksi Produksi Kelompok 3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perusahaan industri terus berusaha untuk melakukan inovasi dan melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistem produksi dan perencanaan produksi, baik pada industri otomotif, mainan, maupun industri tekstil. PT Tamiya Racing Indonesia adalah adalah perusahaan baru, merupakan cabang dari perusahaan Honmada Tamiya yang berasal dari Jepang. PT Tamiya Racing Indonesia hanya melakukan perakitan Tamiya dengan part-part yang dipasok dari supplier lokal. Seperti perusahaan lain, PT Tamiya Racing Indonesia juga berusaha untuk menyeimbangkan lintasan pada masingmasing stasiun kerja perakitan. Keseimbangan pada lantai produksi akan sangat berdampak secara besar pada jadwal produksi yang sudah ditetapkan. Perencanaan produksi berfungsi untuk mengoptimalkan produksi dari suatu barang agar dapat memenuhi demand atau permintaan padat. Permasalahan-permasalahan pada lantai produksi adalah permasalahan penumpukan barang part dari tamiya tersebut pada stasiun kerja, kemudian waktu menganggur atau a tau idle time, waktu menunggu barang datang atau waiting time. Penumpukan barang bisa diakibatkan karena terdapat perbedaan yang besar pada waktu selesai merakit antara stasiun kerja satu dengan stasiun kerja yang lain. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan metode LOB. Konsep LOB memberikan beban yang sama pada masing-masing stasiun kerja berdasarkan persamaan keluaran (output) dari setiap stasiun kerja dalam runtutan lini. Ketidakseimbangan kecepatan produksi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan material diantara stasiun kerja yang tidak seimbang kecepatan produksnya. Pada perusahaan PT Tamiya Racing Indonesia LOB digunakan untuk meminimumkan ketidakseimbangan diantara mesin dan operator untuk mendapatkan waktu keluaran yang sama pada setiap stasiun kerja berdasarkan kecepatan produksi yang diinginkan dan mengurangi delay serta cost. Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 1
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Lantai Produksi Produksi Kelompok 3
Dalam praktikum modul 4 “Keseimbangan Lintasan pada Lantai Produksi” ini praktikan akan menyeimbangkan lintasan pada PT Tamiya Racing Indonesia dengan mempratekkannya secara langsung merakit part-part Tamiya pada 12 stasiun kerja yang ada. PT Tamiya Racing Indonesia berusaha untuk mengurangi waktu delay dan mngurangi cost yang dikeluarkan. 1.2 Rumusan Masalah
Dalam praktikum modul 4 ini permasalahannya adalah bagaimana agar proses produksi dalam hal ini rakitan tamiya yang ada di PT Tamiya Racing Indonesia dapat berjalan dengan kecepatan produksi yang sama pada setiap stasiun kerjanya serta mengurangi waktu delay, dengan mempertimbangkan lintasan produksi dan performansi mesin serta kerja operator yang melakukan proses rakitan dengan menggunakan metode LOB yang terbaik, yaitu metode yang memiliki smoothing index terkecil. 1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan penulisan laporan modul 4 adalah sebagai berikut: 1. Memahami konsep dan keseimbangan lintasan. 2. Memahami metode keseimbangan lintasan dan karakteristiknya. 3. Mampu menyeimbangkan produksi guna meningkatkan produktivitas dan efisiesi 4. Memahami dan konsep dan fungsi kartu kanban pada lantai produksi 5. Memahami aplikasi kanban dalam lintasan produksi. 1.4 Pembatasan Masalah dan Asumsi
Permasalahan dalam laporan ini dibatasi cakupan dalam hal perhitungan waktu siklus, penentuan jumlah stasiun kerja optimum dengan pendekatan teknis dan demand , pembentukan stasiun kerja dengan metode LOB, seeprti seepr ti metode RA, LCR, RPW, serta Moodie Young , perhitungan performansi berdasarkan LE ( Line Efficiency), Efficiency), SI (Smoothing Index), Index ), dan waktu menganggur (idle ( idle time). time). Dan pemilihan metode LOB Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 2
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Lantai Produksi Produksi Kelompok 3
Dalam praktikum modul 4 “Keseimbangan Lintasan pada Lantai Produksi” ini praktikan akan menyeimbangkan lintasan pada PT Tamiya Racing Indonesia dengan mempratekkannya secara langsung merakit part-part Tamiya pada 12 stasiun kerja yang ada. PT Tamiya Racing Indonesia berusaha untuk mengurangi waktu delay dan mngurangi cost yang dikeluarkan. 1.2 Rumusan Masalah
Dalam praktikum modul 4 ini permasalahannya adalah bagaimana agar proses produksi dalam hal ini rakitan tamiya yang ada di PT Tamiya Racing Indonesia dapat berjalan dengan kecepatan produksi yang sama pada setiap stasiun kerjanya serta mengurangi waktu delay, dengan mempertimbangkan lintasan produksi dan performansi mesin serta kerja operator yang melakukan proses rakitan dengan menggunakan metode LOB yang terbaik, yaitu metode yang memiliki smoothing index terkecil. 1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan penulisan laporan modul 4 adalah sebagai berikut: 1. Memahami konsep dan keseimbangan lintasan. 2. Memahami metode keseimbangan lintasan dan karakteristiknya. 3. Mampu menyeimbangkan produksi guna meningkatkan produktivitas dan efisiesi 4. Memahami dan konsep dan fungsi kartu kanban pada lantai produksi 5. Memahami aplikasi kanban dalam lintasan produksi. 1.4 Pembatasan Masalah dan Asumsi
Permasalahan dalam laporan ini dibatasi cakupan dalam hal perhitungan waktu siklus, penentuan jumlah stasiun kerja optimum dengan pendekatan teknis dan demand , pembentukan stasiun kerja dengan metode LOB, seeprti seepr ti metode RA, LCR, RPW, serta Moodie Young , perhitungan performansi berdasarkan LE ( Line Efficiency), Efficiency), SI (Smoothing Index), Index ), dan waktu menganggur (idle ( idle time). time). Dan pemilihan metode LOB Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 2
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Lantai Produksi Produksi Kelompok 3
yang paling baik. Dimana hasil LOB ini akan digunakan di dalam sistem di lantai produksi di perusahaan PT Tamiya Tamiya Racing Indonesia. Asumsi yang dipakai adalah dalam perhitungan LOB nya tidak memperhatikan waktu transfer pallet karena yang menjadi acuan waktu masuk stasiun kerja adalah ketika memperlihatkan pallet ke kamera. Pengendalian produksi dengan asumsi ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada PT Tamiya Racing Indonesia dan perusahaan diasumsikan memenuhi demand pelanggan dengan cara make to stock, yakni memiliki inventory produk jadi tamiya di dalam warehouse
1.5 Sistematika Laporan
Laporan ini disusun dengan sistematika: BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan, pembatasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi dasar teori yang digunakan sebagai referensi praktikum ini, berisi teori tentang sistem produksi beserta jenis-jenis nya, teori mengenai kanban dan fungsinya, dan juga teori mengenai LOB ( Line of Balancing) BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
Berisi metode pengumpulan data, alur penelitian dan yang digunakan pada praktikum ini. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Berisi data-data yang digunakan dalam Perencanaan Keseimbangan Lantai Produksi baik dari modul sebelumnya atau data given data given,, serta berisi juga hasil dari pengolahan data tersebut. BAB V ANALISIS
Berisi analisa dari hasil pengolahan data yang telah didapat dari penelitian ini , berupa analisis Presedence Diagram, analisis pemilihan waktu siklus, analisis pemilihan metode LOB ( Line of Balancing), dan juga analisis waktu siklus kerja yang meliputi waktu tinggal komponen, idle time, waiting time, dan waktu transfer kanban. Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 3
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
BAB VI PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran dari praktikum yang telah dilakukan.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 4
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
BAB II TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Produksi
Produksi merupakan fungsi pokok pada setiap organisasi yang mencakup segala aktivitas yang bertanggung jawab dalam menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri itu. Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, dimana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. (Santoso, 2005)
Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi satu sama lain dengan tujuan untuk mentransformasi input produksi menjadi output dari proses produksi. Input produksi dapat berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin, informasi dan modal. Sedangkan output produksi berupa produk yang dihasilkan serta output yang lain seperti limbah, informasi, dan sebagainya. (Arif, 2010)
2.1.1 Push System
Push system merupakan sistem produksi manufaktur yang berorientasi untuk mengantisipasi kebutuhan, dengan upaya untuk mengurangi resiko stock-out . Dalam manufacturing, Push System kurang lebih memiliki arti sebagai berikut:
Venkatesh (1996) menyatakan pada sistem push, sebuah mesin melakukan proses produksi tanpa harus menunggu permintaan dari mesin yang akan melakukan proses berikutnya.
Goddard dan Brooks (1984), sistem push dan pull diasosiasikan dengan aliran informasi. Mereka mendefinisikan push sebagai aksi untuk mengantisipasi kebutuhan.
Villa dan Watanabe (1993) menggambarkan kaitan sistem push dengan proses manajemen dalam upaya mengurangi risiko stock-out.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 5
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
Push system berkaitan dengan sistem Make to Stock. Make To Stock adalah pola produksi yang bertujuan untuk disimpan. Untuk mengantisipasi permintaan konsumen, perusahaan memproduksi produk dalam jumlah yang besar. Strategi yang dilakukan dalam lingkungan manufaktur ini adalah mengusahakan agar jumlah produk yang dihasilkan meningkat jumlahnya dengan cara melakukan peramalan terhadap permintaan periode kedepan yang digunakan sebagai perencanaan produksi.
2.1.2 Pull System
Pull system merupakan sistem produksi manufaktur yang berorientasi untuk memenuhi permintaan dari konsumen, dengan proses produksi yang terus mengalir dan ekspektasi inventori yang kecil . Dalam manufacturing, Push System kurang lebih memiliki arti sebagai berikut:
Venkatesh (1996) menyatakan pada sistem pull , sebuah mesin melakukan proses produksi hanya jika ada permintaan dari mesin yang akan melakukan proses selanjutnya.
Goddard dan Brooks (1984), sistem push dan pull diasosiasikan dengan aliran informasi. Mereka mendefinisikan pull sebagai aksi untuk melayani permintaan.
Villa dan Watanabe (1993) menggambarkan kaitan sistem pull sebagai suatu proses produksi yang mengalir dengan ekspektasi inventori sekecil mungkin. (Londong, 2012)
Pull system berkaitan dengan sistem Make To Order. Make To Order adalah pola produksi yang dilakukan berdasarkan jumlah pesanan konsumen dan berdasar waktu yang telah ditentukan. Strategi yang dilakukan lingkungan produksi ini adalah menepati waktu (due date) akan pesanan dari konsumen. Pull system merupakan sistem yang identik dengan implementasi dari sistem produksi Just in Time. Just in Time merupakan sistem produksi yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan di Jepang, dengan prinsip jika Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 6
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
perusahaan hanya akan memproduksi barang saat ada permintaan. Untuk mengatur kelancaran produksi pada system JIT, maka terdapat suatu alat identifikasi untuk pengaturan produksi yang bernama kanban. Kanban merupakan sebuah kartu atau tanda untuk mengatur jalannya produksi. Jenis kanban yang sering digunakan adalah kanban pengambilan dan kanban perintah produksi. Kanban pengambilan menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya, sementara kanban perintah produksi menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus dihasilkan oleh proses terdahulu. Ada beberapa jenis kanban lain, di antaranya adalah:
Kanban Pemasok (Subkontraktor), yaitu kanban yang berisi perintah yang meminta pemasok atau subkontraktor untuk mengirimkan suku cadang.
Kanban Pemberi Tanda. Kanban pemberi tanda digunakan untuk menetapkan spesifikasi produksi lot dalam pengecoran cetakan, pelubang tekan, atau proses tempaan. Kanban ini ditempelkan pada suatu kotak dalam lot. Kalau pengambilan mencapai kotak yang ditempeli kanban ini, instruksi produksi harus digerakkan. Klasifikasi jenis kanban
Gambar 2.1 Jenis Kanban
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 7
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
Gambar diatas memperlihatkan jenis-jenis dari kartu kanban, kartu kanban dibagi menjadi kanban perintah produksi dan kanban pengambilan. Kanban perintah produksi terdiri dari kanban produksi dan kanban segitiga, sedangkan kanban pengambilan terdiri dari kanban pengambilan antar proses dan kanban pemasok. 1. Kanban pengambilan
Kanban pengambilan adalah suatu otorisasi untuk memindahkan suatu kontainer dari outbound buffer stasiun upstream (sebelumnya) ke inbound buffer stasiun downstream (sebelumnya). Tidak ada kontainer yang dapat diambil dari outbound buffer kecuali kartu kanban pengambilan sudah dikeluarkan. Prosedur full container kanban satu kartu dengan hanya menggunakan kanban pengambilan adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Bila operator stasiun downstream melakukan akses terhadap full container maka kanban pengambilan dilepas dan diletakkan pada pos kanban.
Tahap 2: Material handler membaca kanban pengambilan dan membawanya ke stasiun upstream.
Tahap 3: Material handler meletakkan kanban pengambilan ke full container (yang berada pada outbound buffer ) dan membawanya ke stasiun doenstream.
Tahap 4: Setiap kali stasiun downstream mengosongkan kontainer, maka material handler akan mengambil dan membawa empty container ke stasiun upstream. (Seringkali tahap 2 dan 4 digabung hanya satu kali perjalanan). Untuk menghitung jumlah kanban pengambilan, digunakan rumus (Danielle Sipper, Robert L, 1997):
()(+) ……………………………………….(2-1) Keterangan: nkc
= Jumlah kanban pengambilan
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 8
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
D
= permintaan perhari (unit)
α
= Koefisien pengaman
Lc
= Waktu Siklus Pengambilan
Contoh persoalan kanban: Berapa jumlah kanban (containers) yang harus dikirim pada stasiun kerja untuk membuat satu jenis produk pesanan, jika permintaan sebesar 100 unit per hari? Stasiun kerja beroperasi 8 jam per hari, ukuran container sebesar 25 unit, dan variabel keamanan adalah 0,1. Waktu set up 28 menit, waktu proses per unit 4 menit, waktu tunggu 170 menit, dan waktu transport 2 menit per container. Penyelesaian: L
N
28 4(25) 170 2 60 x8 DL(1,0 a) C
0,625 hari
100(0,625)(1,0 0,1) 25
2,75 atau 3 kanban
2. Kanban Perintah Produksi
Kanban perintah produksi digunakan sebagai otorisasi untuk memproduksi komponen-komponen atau rakitan-rakitan. Dalam sistem yang menggunakan kartu ini, tidak ada produksi yang diizinkan tanpa adanya kanban perintah produksi, disebut sebagai sistem tarik dua kartu. Prosedur dari sistem tarik dua kartu ini adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Pembawa dari proses berikutnya pergi ke gudang proses terdahulu dengan kanban pengambilan yang disimpan dalam pos kanban pengambilan bersama kontainer kosong.
Tahap 2: Bila pembawa proses berikutnya mengambil suku cadang di gudang A, pembawa itu melepaskan kanban perintah produksi yang dilampirkan pada unit fisik dalam kontainer (perhatikan bahwa tiap kontainer mempunyai satu lembar kanban) dan menaruh kanban ini dalam pos penerima kanban.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 9
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
Tahap 3: Untuk tiap kanban perintah produksi yang dilepaskannya, di tempat itu ia menempelkan satu kanban pengambilan.
Tahap 4: Bila pekerjaan dimulai pada proses berikutnya, kanban pengambilan harus ditaruh dalam pos kanban pengambilan.
Tahap 5: Pada proses terdahulu, kanban perintah produksi harus dikumpulkan dari pos penerima kanban pada waktu tertentu atau bila sejumlah unit telah diproduksikan dan harus ditempatkan dalam pos kanban perintah produksi dengan urutan yang sama dengan urutan penyobekan kanban di gudang A.
Tahap 6: Menghasilkan suku cadang sesuai dengan urutan nomor kanban perintah produksi dalam pos.
Tahap 7: Ketika diolah, unit fisik dan kanban itu harus bergerak berpasangan.
Tahap 8: Bila unit fisik diselesaikan dalam proses ini, unit ini dan kanban perintah produksi ditaruh dalam gudang A, sehingga pembawa dari proses berikutnya dapat mengambilnya kapan saja .
Sistem dua kartu memberikan pengendalian yang ketat terhadap persediaan. Tidak ada kontainer yang dapat dipindahkan tanpa adanya kanban pengambilan atau kanban perintah produksi. Jumlah kartu kanban perintah produksi dihitung dengan menggunakan rumus (Danielle Sipper, Robert L, 1997):
()(+) ……………………………………….(2-2) Keterangan: nkc
= Jumlah kanban pengambilan
D
= permintaan perhari (unit)
α
= Koefisien pengaman
Lc
= Waktu Siklus Pengambilan
Contoh persoalan kanban perintah produksi sama dengan contoh perintah kanban pengambilan
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 10
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
2.2 Line of Balancing
Menurut Gasperz (2000), line balancing merupakan metode penyeimbangan penugasan elemen-elemen dari suatu assembly line stasiun kerja untuk meminimumkan banyaknya stasiun kerja yang dibutuhkan sehingga dapat meminimumkan biaya total produksi dan idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu, dalam melakukan penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa line balancing sebagai suatu teknik untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan oleh suatu assembly line untuk memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly line itu pada tingkat yang direncanakan. Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan yang menempatkan fabricated parts. secara bersama pada serangkaian work stations yang digunakan dalam lingkungan repetitive manufacturing atau dengan pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Sedangkan idle time adalah waktu dimana operator/sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena: setup, perawatan (maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak dijadwalkan. (Saputra, 2010)
2.2.1
Tujuan
Tujuan line of balancing adalah untuk membagi tugas setiap elemen pada stasiun kerja secara merata sehingga tercapai keseimbangan produksi. Dengan tercapainya keseimbangan produksi maka akan dapat meminimasi waktu menganggur pada setiap stasiun kerja, meminimasi jumlah stasiun kerja yang ada, meningkatkan efisiensi dan produktifitas, sehingga pada akhirnya dapat melakukan minimasi biaya produksi. (Saputra, 2010)
2.2.2 Langkah-Langkah
Langkah – langkah pada Line Balancing adalah : 1. Menetapkan tugas / operasi yang dibutuhkan Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 11
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
2. Menetapkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap operasi 3. Menetapkan urutan – urutan tugas operasi tersebut 4. Membuat Precedence Diagram dari urutan operasi tersebut 5. Menghitung Waktu Siklus (Cycle Time) yang akan digunakan
Waktu siklus adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja. Waktu ini dilihat pada data waktu baku dari setiap operasi. Penentuan waktu siklus didasarkan dengan pendekatan teknis maupun pendekatan demand. a. Pendekatan Demand/ Supply
∑ ……………………………………….(2-3) ∑ ∑ ……………………………………...(2-4) N =
CT =
CT = waktu sikus N = Jumlah stasiun kerja b. Pendekatan Teknis N =
∑
………………………...………….(2-5)
Keterangan: waktu siklus teknis menggunakan waktu baku terbesar dari elemen 6. Menghitung jumlah stasiun kerja Secara teoritis untuk menentukan jumlah stasiun kerja minimal dengan menggunakan rumus:
min ∑ ………………………...………….(2-6) Keterangan: Ti
: waktu operasi/elemen ( I=1,2,3,…,n)
C
:waktu siklus stasiun kerja
N
: jumlah elemen
K min
: jumlah stasiun kerja minimal
7. Menentukan elemen operasi kerja yang akan dimasukkan ke dalam stasiun kerja. Penentuan stasiun Kerja memastikan bahwa precedence benar – benar diperhatikan dan total kerja kurang dari atau sama dengan waktu siklus.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 12
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
8. Menghitung efisiensi lintasan dan kelancaran relative lintasan Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Keseimbangan lintasan yang baik adalah jika efisiensi setelah diseimbangkan lebih besar dari efisiensi sebelum diseimbangkan. Berikut adalah rumus untuk menentukan efisiensi lini perakitan setelah proses keseimbangan lintasan :
LE ∑()(C) x100% ………………………...………….(2-7) Keterangan: STi
: waktu stasiun dari stasiun ke-1
K
: jumlah(banyaknya) stasiun kerja
CT
: waktu siklus
Smoothest index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relative dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Untuk menghitung indeks kelancaran relative digunakan rumus: SI=
√ ∑=(STi maxSTi)2 ………………………...………….(2-8)
Keterangan: St max
: maksimum waktu di stasiun
Sti
: waktu stasiun di stasiun kerja ke-i
2.2.3 Metode L in e of Balancing
Metode keseimbangan lintasan dapat dikelompokkan menjadi: 1.
Metode Analitis (Matematis)
Pemecahan
dengan
metode
ini
dilakukan
dengan
mengelompokkan operasi – operasi perakitan ke dalam sejumlah kombinasi – kombinasi yang menjadi tugas untuk setiap stasiun kerja. Selanjutnya mencari alternative yang terbaik untuk menyusun kombinasi – kombinasi ini menjadi urutan – urutan tugas sepanjang lintasan perakitan. Metode ini masih memerlukan ketelitian serta usaha yang cukup besar untuk memecahkan persoalan yang kompleks. Metode ini lebih menekankan terhadap pemecahan masalah secara toeritis , sehingga Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 13
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
kurang praktis untuk diterapkan pada persoalan yang sebenarnya meskipun hasil yang dicapai teliti dan keoptimalannya terjamin. 2.
Metode Probabilistik
Metode ini dikembangkan oleh para ahli karena seringkali mengalami
kesulitan
dalam
memecahkan
keseimbangan
lintasan
perakitan, terutama oleh adanya perubahan kecepatan kerja (konsistensi kerja) dari operator apabila mereka beralih dari satu siklus ke siklus berikutnya. Perubahan kecepatan kerja ini timbul akibat adanya variasi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan. 3.
Metode Branch and Bound
Pada dasarnya metode ini adalah prosedur diagram pohon keputusan. Setiap iterasi dari prosedur ini dimulai dengan sebuah simpul yang menggambarkan penugasan elemen – elemen kerja pada sebuah stasiun kerja. Apabila ditemukan bahwa tidak ada solusi yang terdekat, prosedur bercabang pada sejumlah simpul turunan yang sebelumnya tidak terdominasi tetapi feasible kemudian dihitung batas bawah untuk setiap simpul. Simpul yang batas bawahnya paling kecil akan diambil sebagai patokan untuk iterasi berikutnya, seandainya solusi awalnya baik. 4.
Metode Pabrikasi
Persoalan keseimbangan sebuah lintasan pabrikasi lebih sulit untuk dipecahkan jika dibandingkan dengan masalah lintasan perakitan. Hal ini disebabkan pada lintasan pabrikasi tidak mudah untuk membagi operasi – operasi ke dalam elemen – elemen yang lebih kecil untuk didistribusikan. Pembatas ini akan memberikan ruang gerak dalam melakukan perencanaan pabrikasi. 5.
Metode Heuristik
Pendekatan secara heuristic ini didasarkan atas penyederhanaan persoalan kombinasi yang kompleks sehingga dapat dipecahkan secara sederhana dan dengan metode yang mudah dimengerti. Pendekatan ini sebenarnya tidak menjamin suatu solusi optimal.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 14
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
Langkah awal dari setiap metode keseimbangan lintasan dengan menggunakan metode heuristik yang ada bermula dari precedence diagram dan matriks precedence. Pembuatan Precedence Diagram biasanya menggunakan data yang berasal dari Peta Proses Operas i (OPC). Kemudian langkah selanjutnya akan mengalami perbedaan sesuai dengan cirinya dari masing – masing. Macam-macam metode Heuristik: a.
Metode Helgeson Birnie ( Ranked Posit ion Wei ght / RPW)
Metode ini menggunakan ranking berdasarkat bobot posissi dari elemen kerja Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut. 1. Buat precedence diagram untuk setiap proses. 2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya. 3. Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di langkah 2. Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada rangking pertama. 4. Pilih elemen operasi dengan bobot tertingg i, alokasikan ke suatu stasiun kerja. Jika masih layak (waktu stasiun < CT), alokasikan operasi dengan bobot tertinggi berikutnya, namun lokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun melebihi CT. 5. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka sisa waktu ini (CT – ST) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi dengan bobot paling besar dan penambahannya tidak membuat ST < CT. 6. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT sudah tidak ada, kembali ke langkah 4.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 15
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
b.
Metode L argest Candidate Rul e (LCR)
Metode ini menggunakan rangking berdasarkan waktu operasi. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Urutkan /rangking setiap operasi /tugasberdasarkan waktu proses terlama/terbesar. 2. Alokasikan operasi yang mempunyai rangking paling awal kepada stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan Precedence Diagram 3. Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada 4. Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu prosesnya tidak boleh melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan.
c. Metode Moodie Young (MY)
Metode ini merupakan pengembangan dari LCR dengan mereduksi variansi antara Wsk max dan Wsk min. Metode ini terdiri dari 2 fase, yaitu : Fase 1 : Elemen kerja ditandai dengan stasiun kerja yang berhubungan
dalam garis perakitan, terutama dengan metode Largest Candidate Rules (LCR). LCR terdiri dari penentuan nilai elemen yang tersedia (dengan tidak memperhatikan precedence) sesuai dengan penurunan nilai waktu. (lihat langkah-langkah waktu pengolahan LCR). Fase 2 : Fase ini berusaha untuk membagi waktu menganggur secara
merata untuk seluruh stasiun kerja. Langkah-langkah dalam fase 2 ini adalah sebagai berikut : 1.
Hitung waktu total operasi pada masing-masing stasiun kerja.
2.
Tentukan stasiun kerja yang memiliki waktu operasi yang terbesar dan waktu operasi yang terkecil dari fase 1.
3.
Setengah dari perbedaan kedua nilai tersebut dinamakan GOAL.
GOAL = (ST max – STmin)/2 ………………………...………….(2-9)
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 16
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
4.
Tetapkan seluruh elemen tunggal pada ST max yang kurang dari 2 kali nilai GOAL, dan tidak melanggar aturan precedence jika dipindahkan ke ST min.
5.
Tetapkan seluruh kemungkinan pemindahan operasi dari ST max ke STmin, seperti halnya operasi maksimal 2 kali GOAL, dengan memperhatikan precedencenya.
6.
Lakukan langkah diatas hingga tidak ada lagi yang bisa dipindahkan.
d.
Metode Killbridge Wester (Region Approach / RA)
Merupakan metode yang pembagiannya berdasarkan area. Langkahlangkah metode RA yaitu : 1. Membagi Precedence Diagram yang ada ke dalam beberapa wilayah (region). 2. Pembagian wilayah ini dilakukan secara vertikal, dimana setiap wilayah tidak boleh ada dua operasi yang saling berhubungan. 3. Operasi yang tidak memiliki operasi pendahulu ( predecessor ) diletakkan pada wilayah yang pertama/lebih awal 4. Alokasikan operasi yang terletak pada wilayah yang paling awal kepada stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan Precedence Diagram. 5. Setiap operasi yang berada pada wilayah yang sama mempunyai hak yang sama untuk dialokasikan kepada stasiun yang ada, oleh karena itu bisa dipilih operasi mana saja yang akan dialokasikan ke dalam stasiun yang ada. 6. Jika kita akan mengalokasikan operasi yang ada pada wilayah berikutnya, maka seluruh operasi yang ada pada wilayah sebelumnya harus sudah dialokasikan semuanya. (Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri 2014)
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 17
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
2.2.4 Performansi Lintasan
Performansi dari Line of Balancing dapat diukur menggunakan:
) Waktu Meenganggur ( I dle Time Idle Time merupakan selisih dari waktu siklus dengan waktu stasiun. (Baroto, 2001) Idle Time =
. ∑= ………………………...………….(2-10)
Keterangan: n = Jumlah stasiun kerja Ws = Waktu stasiun kerja terbesar Wi = Waktu sebenarnya pada stasiun kerja i = 1,2,3,…,n (Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri 2014)
Keseimbangan Waktu Senggang ( Bal ance Delay )
Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna diantara stasiun – stasiun kerja. Balance delay dapat dirumuskan sebagai berikut:
D .(C− ∑) x100% ………………………...………….(2-11) Keterangan: D = Balance Delay (%) n = Jumlah stasiun kerja C = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
Σ = Waktu sebenarnya pada stasiun kerja i = 1,2,3,…,n (Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri 2014)
Efisiensi Stasiun Kerja
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun kerja dapat dirumuskan sebagai berikut: Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 18
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
Efisiensi Stasiun Kerja x100% ………………………...………….(2-12) (Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri 2014)
Efisiensi Lintasan Produksi
Line efisiensi merupakan rasio dari total waku stasiun kerja dibagi dengan siklus dikalikan jumlah stasiun kerja ( Baroto, 2002 ) atau jumlah efisiensi stasiun kerja dibagi jumlah stasiun kerja.
LE ∑()(C) x100% ………………………...………….(2-7) Keterangan : STk = waktu stasiun kerja dari ke- i K = jumlah stasiun kerja CT = Waktu siklus (Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri 2014)
Smoothest index (SI)
Smoothest index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relative dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Untuk menghitung indeks kelancaran relative digunakan rumus: SI=
√ ∑=(STi maxSTi)2 ………………………...………….(2-8)
Keterangan: St max : maksimum waktu di stasiun Sti
: waktu stasiun di stasiun kerja ke-i (Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri 2014)
2.3 Bentuk dan Jenis Inventory
Inventory adalah idle resources (sumberdaya mengganggur) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut tersebut misalnya adalah kegiatan produksi pada sistem manufaktur. Telah diketahui bahwa mengelola inventory dengan baik sangat penting. Pada satu sisi, sebuah perusahaan dapat mengurangi biaya dengan mengurangi inventory. Pada sisi lain, produksi dapat terhenti, dan customer menjadi tidak puas ketika pesanannya tidak
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 19
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
tersedia. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat mengatur keseimbangan antara investasi inventory dan customer service. Strategi biaya rendah tidak akan dapat dicapai tanpa manajemen inventory yang baik. Pada kasus produk fisik, organisasi harus menentukan apakah akan memproduksi barang-barang atau hanya membeli. Setelah keputusan ini dibuat, langkah berikutnya adalah meramalkan demand , seperti yang telah dibahas. Kemudian perlu ditentukan inventory yang diperlukan untuk memenuhi demand tersebut. Dua permasalahan pokok inventory yaitu berapa banyak order dan kapan waktu ordering dilakukan. Beberapa fungsi inventory adalah : 1. Untuk melakukan "decouple" atau memisahkan beragam bagian proses produksi. Contoh - jika inventory sebuah perusahaan berfluktuasi, maka mungkin diperlukan inventory tambahan untuk melakukan decouple proses produksi dari para pemasok. 2. Untuk melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi demand dan menyediakan inventory barang-barang yang memberikan pilihan bagi customer. Contoh umumnya terjadi industri distribusi / retail. 3. Untuk mengambil keuntungan quantity discount , sebab pembelian dalam jumlah lebih besar dapat mengurangi biaya produksi atau pengiriman barang. 4. Untuk menjaga pengaruh inflasi dan naiknya price. Jenis Inventory : Untuk mengakomodasi fungsi inventory, perusahaan memiliki beberapa jenis inventory: • Raw material inventory (bahan baku) merupakan input awal dari proses transformasi menjadi bentuk jadi. Raw material inventory dibeli tetapi tidak diproses. Inventory ini dapat digunakan untuk decouple (yaitu, memisahkan) para pemasok dari proses produksi. Bagaimanapun, pendekatan yang lebih disukai adalah menghapuskan keragaman kualitas, quantity atau waktu pengiriman pemasok sedemikian rupa sehingga pemisahan tidak lagi diperlukan. • Work-in-process (WIP) inventory (barang setengah jadi) yang merupakan bentuk peralihan antara bahan baku dengan produk setengah jadi. Work-in-process (WIP) inventory adalah bahan baku atau komponen yang sudah mengalami beberapa
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 20
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
perubahan tetapi belum selesai. Adanya WIP disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah produk (yang disebut cycle time [siklus waktu]). Mengurangi siklus waktu berarti mengurangi inventory. Seringkali tugas ini mudah: Selama sebagian besar waktu sebuah produk “sedang dibuat” pada kenyatannya, produk tersebut tidak mengalami proses apapun. Waktu pekerjaan yang sebenarnya atau waktu "run" hanyalah sebagian kecil dari waktu aliran material, mungkin hanya 5%. • Maintenance / repair / operating (MRO) inventory (pemeliharaan / perbaikan / operasi) . MRO adalah inventory yang diperuntukkan bagi pasokan pemeliharaan, perbaikan, dan operasi yang diperlukan untuk menjaga agar permesinan dan proses produksi tetap produktif. MRO tetap ada karena kebutuhan dan waktu pemeliharaan dan perbaikan beberapa peralatan tidak diketahui. Walaupun demand inventory MRO sering merupakan sebuah fungsi jadwal pemeliharaan, demand MRO lain yang tidak dijadwalkan harus diantisipasi. Finished goods inventory (barang jadi) yang merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Finished goods inventory adalah produk yang sudah selesai dan menunggu pengiriman. Barang jadi mungkin disimpan karena demand customer di masa masa depan tidak diketahui.
Inventory pada Sistem Manufaktur Masalah inventory pada sistem manufaktur lebih rumit bila dibandingkan dengan masalah pada sistem non manufaktur. Pada sistem manufaktur, ada hubungan langsung antara tingkat inventory, jadwal produksi, dan demand konsumen. Oleh karena itu, perencanaan dan pengendalian persediaannya harus terintegrasi dengan peramalan demand, jadwal induk produksi, dan pengendalian produksi. Selain kondisi di atas, sistem manufaktur mempunyai beberapa bentuk inventory, yaitu raw material inventory, barang setengah jadi dan barang jadi. Masalah utama raw material inventory adalah menentukan berapa jumlah ordering yang ekonomis ( Economic Order Quantity) yang akan menjawab persoalan berapa jumlah bahan baku dan kapan bahan baku itu dipesan sehingga dapat meminimasi ordering cost dan holding cost.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 21
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
Termasuk pengembangan masalah dalam inventory adalah raw material inventory berupa komponen tertentu yang diproduksi secara massal dan dapat dipakai sendiri sebagai sub-komponen suatu produk jadi oleh suatu perusahaan. Dalam hal tersebut, komponen harus dibuat lebih dahulu dengan kecepatan produksi yang tetap, kemudian digunakan dalam proses produksi lebih lanjut. Laju pemakaian komponen itu diasumsikan lebih rendah dari laju kecepatan produksi komponen sehingga menghasilkan keputusan berapa jumlah lot yang harus diproduksi sehingga meminimasi biaya total inventory dan biaya produksi. Model tersebut dikenal dengan sebutan model Economic Production Quantity (EPQ) atau Production Order Quantity (POQ) atau Economic Lot Size (ELS). Work-in-process (WIP) inventory merupakan pengaman antara 2 proses. Jika produk akhir diproduksi melalui suatu lintasan produksi, maka cadangan pengaman merupakan tindakan berjaga-jaga terhadap kerusakan suatu mesin dalam lintasan tersebut.
Komponen pada Sistem Inventory Akan diuji dua komponen sistem inventory: (1) bagaimana inventory dapat digolongkan (yang disebut analisis ABC) dan (2) seberapa akurat catatan inventory dapat dipertahankan. Kemudian akan diperlihatkan pengendalian inventory pada sektor jasa.
Jenis-Jenis Persediaan Persediaan pada setiap perusahaan berbeda dengan perusahaan lain tergantung pada
bidang kegiatan bisnisnya. Persediaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Persediaan barang dagangan (merchandise inventory) Barang yang ada digudang (goods on hand) dibeli oleh pengecer atau perusahaan perdagangan seperti importir atau eksportir untuk dijual kembali. Biasanya barang yang diperoleh untuk dijual kembali secara fisik tidak diubah oleh perusahaan pembeli, barang-barang tersebut tetap dalam bentuk yang telah jadi ketika meninggalkan pabrik pembuatnya. Dalam beberapa hal dapat terjadi beberapa komponen dibeli untuk kemudian dirakit menjadi barang jadi. Misalnya, sepeda Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 22
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
yang dirakit dari kerangka, roda, gir, dan sebagainya serta dijual oleh pengecer sepeda adalah salah satu contoh. b. Persediaan manufaktur (manufacturing inventory) Persediaan gabungan dari entitas manufaktur, yang terdiri dari : 1. Persediaan bahan baku. Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh Persediaan bahan baku. Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya, dengan menambang) dan disimpan untuk penggunaan langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali. Bagian dari suku cadang yang diproduksi sebelum digunakan kadang- kadang diklasifikasikan sebagai persediaan komponen suku cadang. 2. Persediaan barang dalam proses. Barang-barang yang membutuhkan pemrosesan lebih lanjut sebelum penyelesaian dan penjualan. Barang dalam proses, juga disebut persediaan barang dalam proses, meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik yang terjadi sampai tanggal tersebut 3. Biaya persediaan barang jadi meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik yang berkaitan dengan manfaktur. 4. Persediaan
perlengkapan
manufaktur.
Barang-barang
seperti
minyak
pelumas untuk mesin-mesin, bahan pembersih, dan barang lainnya yang merupakan bagian yang kurang penting dari produk jadi. c. Persediaan rupa-rupa: Barang-barang seperti perlengkapan kantor, kebersihan, dan pengiriman. Persediaan jenis ini biasanya digunakan segera dan biasanya dicatat sebagai beban penjualan umum (selling or general expenses) ketika dibeli. Menurut Bahagia (2006 : 7) : Inventory adalah suatu sumber dayamenganggur (idle resources) yang keberadaannya menunggu proses lebihlanjut. Yang dumaksud proses lebih lanjut disini dapat berupa kegiatanproduksi seperti dijumpai pada system manufaktur, kegiatan pemasaran sepertiyang dijumpai pada Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 23
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
system distribusi, ataupun kegiatan konsumsi sepertidijumpai pada sistem rumah tangga, perkantoran, dan sebagainya. 2.4 Jenis-Jenis Waktu dan Sistem Manufaktur
Beberapa jenis waktu dalam sistem manufaktur:
Waktu Siklus Waktu siklus adalah waktu yang dibutuhkan seorang operator untuk menyelesaikan 1 siklus pekerjaannya termasuk untuk melakukan kerja manual dan berjalan. Terkadang diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 unit
produk, dalam hal ini ditentukan dari proses yang paling lama ( bottle neck ), apakah itu pekerjaan manusia atau mesin.
Idle Time Idle Time adalah waktu dimana operator/sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena: setup, perawatan (maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak dijadwalkan .
Waiting time Waiting time adalah waktu dimana material menunggu untuk diproses dalam suatu
stasiun kerja dikarenakan stasiun kerja belum menyelesaikan pekerjaan sebelumnya.
2.5 Layout Lantai Produksi
Bagi industri, tata letak di dalam pabrik sangatlah fundamental, tata letak merupakan komponen yang sarat dalam mempengaruhi berjalannya proses industri, proses yang akan berjalan bisa merupakan aliran material, manusia, informasi, dan lain sebagainya. Tata Letak dapat dikategorikan kedalam dua kategori, yakni Tata Letak dalam Lantai Produksi dan Tata Letak Penunjang Produksi. Artikel kecil ini membahas secara umum mengenai Tata Letak Lantai Produksi. Tata Letak Lantai Produksi secara umum mengatur letak dari setiap mesin atau workstation atau serangkaian mesin di dalam lantai produksi/ shop floor . Ada 4 tipe tata letak (Hadiguna & Setiawan, 2008), yakni tata letak produk, tata letak proses, tata letak lokasi tetap, dan tata letak group technology.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 24
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
- Tata Letak Produk Umumnya Tata Letak Produk digunakan pada industri yang memiliki tipe produk dalam varian yang tidak banyak atau 1 varian dan diproduksi masal, dalam tata letak ini mesin produksi akan diletakkan dengan mengikuti konsep machine after machine. Tipe tata letak ini memiliki tujuan meminimalkan biaya material handling apabila material harus dipindahkan dari mesin ke mesin. Keuntungan dari tata letak ini adalah : waktu produksi yang kecil, supervisor dapat mengontrol proses produksi dalam 1 departemen saja, perusahaan dapat meminimumkan gudang penyimpanan barang setengah jadi dan efisiensi biaya material handling . - Tata Letak Proses Inti dari jenis tata letak ini adalah dengan menempatkan workstation-workstation atau mesin-mesin yang sama ke dalam satu departemen, sehingga akan terlihat blok blok dari proses produksi yang berbeda. Tipe tata letak ini umumnya digunakan untuk industri dengan tipe produk banyak varian, dimana setiap variannya belum tentu memiliki alur produksi yang sama dengan varian lainnya. Tipe ini umumnya mengharuskan setiap departemen memiliki supervisornya masing-masing dan fleksibel apabila terjadi kesalahanditengah-tengah produksi. Beberapa keuntungan dari tipe ini adalah : tingkat ketelitian akan lebih tinggi karena dimungkinkan akan memiliki supervisor disetiap departemen, fleksibilitas produksi, dan kesalahan pada proses dapat dideteksi hingga ke sumbernya. -
Tata Letak Lokasi Tetap
Tata letak tipe ini secara visual akan memperlihatkan bahwa material yang akan dikerjakan berada pada posisi tetap dan tidak berpindah-pindah melewati proses produksi dari mesin ke mesin, jadi cenderung alat produksi yang akan datang menghampiri si material, contoh nya adalah pada pabrik pesawat terbang atau pada proses produksi kapal laut. Kelebihan dari tipe tata letak ini adalah biaya perpindahan material akan sangat minim, namun kelemahannya adalah tenaga kerja yang bekerja pada produksi merupakan tenaga kerja yang terampil dan tentunya berbiaya lebih mahal dibanding operator lantai produksi pada umumnya.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 25
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
- Tata Letak Group Technology Tata Letak ini mengharuskan adanya pengelompokkan mesin/fasillitas yang digunakan untuk menunjang produksi diletakkan dalam saru manufacture cell , hal demikian diakibatkan adanya kesamaan proses antar produk. Hal ini tentunya akan berdampak positif terhadap peningkatan penggunaan mesin dan fasillitas serta mampu memangkas process flow dari material. Tipe ini juga sering disebut gabungan antara product layout dan process layout , namun kelemahan dari tipe ini adalah kebutuhan akan pekerja/operator dengan skill tinggi, operator yang bekerja pada tipe ini umumnya akan menjadi ahli terhadap bidang kerja di area kerjanya. Pola-pola aliran layout menurut James Apple adalah sebagai berikut: 1. Straight Line (Pola Aliran Garis Lurus) Pola ini digunakan untuk proses produksi yang pendek dan relative sederhana, dan terdiri dari beberapa komponen.
Gambar 2.1 Pola Aliran Garis Lurus
2.
Pola Aliran Zig-Zag (Supermentine) Pola ini biasanya digunakan bila aliran proses produksi lebih panjang dari pada luas area. Pada pola ini, arah aliran diarahkan membelok sehingga menambah panjang garis aliran yang ada. Pola ini digunakan untuk mengatasi keterbatasan area.
Gambar 2.2 Pola Aliran Garis Zigzag
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 26
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
3. U-Shaped Pola ini digunakan bila akhir dan awal proses produksi berada di lokasi yang sama. Keuntungannya adalah meminimasi penggunaan fasilitas material handling dan mempermudah pengawasan.
Gambar 2.3 Pola Aliran Garis Bentuk U
4. Circular (Pola Aliran Melingkar) Digunakan apabila departemen penerimaan dan pengiriman berada di lokasi yang sama.
Gambar 2.4 Pola Aliran Garis Melingkar
5. Odd Angle (Aliran Sudut Ganjil) Pola ini jarang dipakai karena pada umumnya digunakan untuk perpindahan bahan secara mekanis dan keterbatasan ruangan.
Gambar 2.5 Pola Aliran Garis Sudut Ganjil
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 27
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
2.6 LOB dan Kanban MODEL KESEIMBANGAN LINTASAN PERAKITAN MIXED MODEL MENGGUNAKAN ALGORITMA GUIDED GREEDY RANDOMIZED ADAPTIVE SEARCH PROCEDURES DENGAN KRITERIA MINIMISASI JUMLAH STASIUN KERJA
Oleh: Alex Saleh, Emsosfi Zaini, Puji Purwaning Rahayu Penelitian ini membahas model keseimbangan lintasan perakitan mixed model menggunakan algoritma guided greedy randomized adaptive search procedures (Guided GRASP) dengan kriteria minimisasi jumlah stasiun kerja. Keseimbangan lintasan perakitan mixed model adalah model lintasan perakitan tunggal yang merakit lebih dari satu produk sejenis atau memiliki karakteristik yang sama. Guide GRASP merupakan pendekatan metaheuristik yang terdiri dari dua tahap yaitu tahap inisial solusi dan local search. Tahap 1 adalah tahap pembentukan solusi inisial yang dibentuk melalui restricted candidate list (RCL). RCL disusun menggunakan suatu fungsi greedy berbasis penambahan waktu operasi dari setiap elemen kerja yang akan ditempatkan dan suatu threshold parameter α. Tahap 2 bertujuan untuk mengurangi jumlah stasiun kerja sehingga efisiensi lintasan yang dihasilkan besar. Pada Tahap 2, dilakukan pengeksplorasian solusi dengan cara menukar elemen kerja (exchange) dan menambahkan elemen kerja di stasiun kerja lain (insert) dengan tetap tidak melebihi waktu siklus dan tidak melanggar precedence relations. Performansi model usulan diuji dengan menggunakan data-data dari literatur. Hasil pengujian menunjukkan bahwa model usulan dapat memberikan solusi yang sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dipublikasikan.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 28
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
PERENCANAAN KANBAN CARD CONTROLLER (KCC) DALAM PENGENDALIAN TINGKAT PRODUKSI GUNA MEMINIMALISASI KEKURANGAN DAN KELEBIHAN PRODUKSI Oleh: Annisa Kesy Garside
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan perencanaan dan pengendalian produksi yang mmapu meminimalisasi persediaan yaitu dengan cara penerapan MRP (Material Requirement Planning) sebagai alat dalam perencanaan produksi. Selain MRP metode lain yang dapat diterapkan adalah dengan menggunkan sistem JIT (Just In Time) dengan penggunaan kanban tingkat produksi. MRP merupakan alat perencanaan sedangkan JIT merupakan alat untuk melaksanakan operasi bagian prooduksi. Dengan mempertimbangkan masing-masing metode, para ahli menemukan sistem gabungan dari keduanya yang disebut dengan MRP/SFX (Shop Floor Extension) yang merupakan perluasan kemampuan perencanaan MRP pada bagian produksi yang berorientasi kanban, salah satu fasilitas yang ditawarkan sistem MRP/SFX adalah adanya Kanban Card Controller (KCC). KCC bertujuan untuk merencanakan pengendalian produksi sehingga dapat menjadi alat pengendali produksi yang dapat meminimalisasi kekurangan dan kelebihan produksi. Sistem kanban diterapkan pada sistem produksi JIT yang mempertahankan aliran produksinya secara berkesinambungan didalam pabrik yang fleksibel terhadap perubahaan permintaan. Kanban yang sering digunkana adalah kaban oerintah produksi yang melayani baguan pemroduksi komponen dan kanban pengambilan yang melayani bagian penggunaan komponen. Kanban perintah produksi diklasifikasikan menjadi kanban proses internal dan kanban sinyal. Komponen unit MRP/SFX adalah serangkaian teknik yang menghubungkan aktivitas-aktivitas dalam sistem MRP dan JIT. Setelah dilakukan pengolahan data, kesimpulan dari penerapan KCC agar berhasil dalah dalam menerapkan suatu sistem kanban ada faktor yang harus diperhatikan, antara lain: kapasitas container, penentuan lead time yang akurat dan kanban prioritas agar sistem bekerja dengan tepat.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 29
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi Kelompok 3
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
Metodologi praktikum modul 4 adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Metodologi Penulisan
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 30