SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
PENGEMBANGAN KAMPUNG WISATA NELAYAN PUGER KABUPATEN JEMBER Y. Setyo Pramono Dosen Program Studi Arsitektur FTSP ITN Malang e-mail:
[email protected] [email protected]
Abstraksi Dewasa ini, sebagian besar (99,98%) usaha perikanan di Indonesia dilakukan oleh usaha perikanan rakyat dan sisanya (sekitar 0,02%) merupakan merupakan usaha perikanan industri. Salah satu kawasan pantai yang memberikan sumbangan terbesar dalam produksi perikanan, yakni pantai Utara-Selatan Jawa. Kawasan pantai ini umumnya dimanfaatkan untuk areal penangkapan ikan, transportasi laut, pelestarian alam, budidaya laut, budidaya tambak, pariwisata, dan permukiman (kampung) nelayan yang merupakan bagian dari kehidupan bermukim masyarakat masyarakat di kawasan pesisir. Pantai Puger yang berada di wilayah Kecamatan Puger Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu kawasan yang selama ini dikenal sebagai lokasi pendaratan ikan yang cukup besar di Kabupaten Jember. Wilayah Puger yang sebagian besar penduduknya penduduknya adalah nelayan, pengolah ikan, dan pedagang ikan, terdiri dari Desa Puger Wetan dan Puger Kulon. Kampung Nelayan Desa Puger Wetan berada di kawasan tepi Sungai Bedadung, sedangkan Kampung Nelayan Desa Puger Kulon berada di kawasan tepi Sungai Besini. Kedua kampung nelayan tersebut dibatasi oleh kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Puger yang tertetak di tepi muara kedua sungai tersebut menuju Samudera Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah merencanakan pengembangan Kampung Nelayan Puger menjadi kampung wisata nelayan dengan konsep community tourism . Pendekatan perencanaan pengembangan dilakukan dengan community approach atau community based development , melalui upaya: (1) penekanan pada pola kehidupan tradisional/ vernakular dan (2) adanya interaksi spontan antara masyarakat dan wisatawan. Berdasarkan analisis SWOT dapat diketahui bahwa perencanaan Kampung Wisata Nelayan Puger lebih mengutamakan pada pengembangan faktor kekuatan yang dimiliki, berupa potensi wisata alam, perikanan laut dan kondisi masyarakat kampung, secara terpadu, selaras, dan seimbang. Kata Kunci: Kampung Wisata Nelayan, Community Tourism, Kearifan Lokal
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lautan yang berperan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan dasar manusia Indonesia, terutama pangan, sumber energi, media penghubung, media kegiatan industri, dan media pertahanan keamanan. Dewasa ini, sebagian besar (99,98%) usaha perikanan di Indonesia dilakukan oleh usaha perikanan rakyat dan sisanya (sekitar 0,02%) merupakan usaha perikanan industri. Ditambahkan pula, ciri-ciri usaha perikanan rakyat adalah lemahnya permodalan, peralatan yang sangat sederhana, ketrampilan ketrampilan teknis yang kurang memadai, serta konsentrasi kegiatan yang masih terbatas pada perairan pantai yang padat penduduknya. Produksi perikanan laut Indonesia adalah sekitar 6,2 juta ton per tahun, namun dengan memperhatikan kelestarian yang bisa ditangkap sebesar 80% atau sekitar 5 juta ton per tahun. Sampai dengan sekarang, potensi lestari perikanan laut Indonesia yang baru diekploitasi adalah sekitar 3,5 juta ton per tahun, sehingga masih ada kuota sebesar 1,5 juta ton per tahun. Salah satu kawasan pantai yang memberikan sumbangan terbesar dalam produksi perikanan, yakni pantai Utara-Selatan Jawa. Kawasan pantai ini pada umumnya
1
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
dimanfaatkan untuk areal penangkapan ikan, transportasi laut, pelestarian alam, budidaya laut, budidaya tambak, pariwisata, dan permukiman (kampung) nelayan. Kampung nelayan merupakan bagian dari kehidupan bermukim masyarakat di kawasan pesisir, sehingga lingkungan permukiman tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena – sebagai negara kepulauan – Indonesia memiliki daerah pantai yang sangat luas dengan panjang garis pantai secara keseluruhan adalah ± 81.290 km. Kabupaten Jember terletak pada bagian Timur Provinsi Jawa Timur, berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Probolinggo di sebelah Utara, Kabupaten Lumajang di sebelah Barat, Kabupaten Banyuwangi di sebelah Timur, dan dengan Samudera Indonesia di sebelah Selatan. Posisi koordinatnya adalah 7 059’6” sampai dengan 8 033’56” Lintang Selatan dan 122°25'00" sampai dengan 114°12'00" Bujur Timur. Kabupaten Jember mencakup wilayah seluas 3.293,34 km 2 dengan kondisi alam pegunungan yang berbatasan dengan lautan, sehingga menjadi kelebihan, khususnya berkaitan dengan sektor pariwisata serta potensi sektor kelautan dan perikanan. Berdasarkan data statistik, produksi ikan laut di wilayah Kabupaten Jember pada tahun 2008 adalah sebesar 8.138,3 ton dengan nilai sebesar Rp. 29.349.270.000. Tahun 2009 mengalami peningkatan produksi menjadi 8.191,2 ton dengan nilai sebesar 33.936.030.000. Pantai Puger yang berada di wilayah Kecamatan Puger (berjarak kira-kira 39 km arah Selatan kota Jember) merupakan salah satu kawasan yang selama ini dikenal sebagai lokasi pendaratan ikan yang cukup besar di Kabupaten Jember. Kecamatan Puger dengan jumlah nelayan sebanyak 13.187 orang dan perahu sebanyak 1990 buah mampu menghasilkan produksi pengolahan ikan kering (931,7 ton), ikan pindang (3.029,4 ton), asapan (307,5 ton), terasi (26,8 ton), kerupuk ikan (106 ton), dan tepung ikan (7,5 ton). Secara administratif, wilayah Kecamatan Puger yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, pengolah ikan, dan pedagang ikan adalah wilayah Desa Puger Wetan (4.975 jiwa) dan Puger Kulon (6.055 jiwa). Tujuan Tujuan penelitian ini adalah merencanakan pengembangan Kampung Nelayan Puger menjadi kampung wisata nelayan dengan konsep community tourism atau pariwisata berbasis masyarakat. Pendekatan perencanaan pengembangan pengembangan dilakukan dengan community approach atau community based development , melalui upaya: (1) penekanan pada pola kehidupan tradisional/vernakular dan (2) adanya interaksi spontan antara masyarakat dan wisatawan tentang lingkungan dan kebudayaan setempat. Hal ini pada gilirannya akan membuahkan hasil dan dampak, yaitu: (1) memberikan rasa bangga masyarakat terhadap kebudayaannya (community attachment), (2) memanfaatkan dan menonjolkan potensi lokal dalam penggunaan lahan, (3) melestarikan sumberdaya lahan, (4) meningkatkan pendapatan masyarakat, serta (5) memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge). KAMPUNG NELAYAN PUGER Gambaran Umum Lokasi Kota Puger merupakan Ibukota Kecamatan Puger yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Jember. Kota Puger berjarak kira-kira 39 km arah Selatan Kota Jember. Kecamatan Puger memiliki beberapa wilayah pemerintahan desa, dimana dua diantaranya adalah Desa Puger Wetan dan Desa Puger Kulon yang merupakan wilayah dengan potensi dominan perikanan laut. Kampung Nelayan yang berada di Desa Puger Wetan berada di kawasan tepi Sungai Bedadung, sedangkan Kampung Nelayan yang berada di Desa Puger Kulon berada di kawasan tepi Sungai Besini. Kedua kampung nelayan tersebut dibatasi oleh kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Puger yang terletak di tepi muara kedua sungai tersebut menuju Samudera Indonesia.
2
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Gambar 1. Lokasi Kampung Nelayan Puger secara administrastif berada di wilayah Desa Puger Wetan dan Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember
Kondisi Geografis Secara geografis Kampung Nelayan Puger yang berada di Kota Puger terletak pada koordinat 113°06'40" Bujur Timur dan 8 °08'17" Lintang Selatan dengan batas wilayah sebelah Utara adalah Kecamatan Balung, sebelah Selatan Samudera Indonesia, sebelah Barat Kecamatan Gumukmas, dan sebelah Timur adalah wilayah Kecamatan Wuluhan. Kondisi wilayah Kampung Nelayan Puger adalah sebagai berikut: • Ketinggian tanah rata-rata dari permukaan air laut ± 21.60 m. • Topografi wilayah berupa dataran rendah dengan kontur tanah yang relatif datar dan tidak terlalu curam. 0 • Suhu udara luar rata-rata adalah ± 35 C dengan kecepatan angin rata-rata 5 m/dt. • Musim kemarau berlangsung mulai bulan Mei hingga Oktober dan musim hujan berlangsung mulai bulan Nopember hingga April setiap tahunnya. • Hari hujan hanya berlangsung sekitar 130 – 160 hari per tahun dengan curah hujan berkisar 91 – 1.673 mm/tahun. Sumberdaya Perikanan Pantai Puger mempunyai nilai yang sangat strategis untuk menggali potensi perikanan laut, pemberdayaan nelayan, dan pengembangan wilayah. Potensi lestari perikanan laut yang ada diperkirakan sebesar 14.691,5 ton per tahun, terdiri dari jenis ikan ikan tongkol, tuna, cakalang, tengiri, cucut, cumi-cumi, dan berbagai macam udang. Produksi ikan sampai saat ini diperkirakan sebesar 5.936,4 ton per tahun atau baru 14,8% dari potensi lestari. Musim ikan di Pantai Puger pada prinsipnya dibagi menjadi tiga, y aitu puncak musim, musim biasa, dan musim sepi. Permulaan musim biasanya pada bulan Juli/Agustus dan sebagai puncak musim pada bulan September dan Oktober. Pada bulan Pebruari sampai dengan Juni/Juli merupakan musim biasa karena jumlah ikan yang didapatkan relatif kecil. Pemasaran ikan di Puger dibagi menjadi dua jenis, yaitu: (1) ikan segar, diatur melalui pelelangan di PPI dengan Daerah pemasaran ikan segar dari Puger ini biasanya adalah Jember, Lumajang, Surabaya, dan Bali, serta (2) ikan olahan, berupa ikan asin, ikan kering, dan ikan pindang dari Puger biasanya hanya dipasarkan ke wilayah Jember dan sekitarnya.
3
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Kondisi Sosial Masyarakat Secara umum penduduk Kampung Nelayan Puger dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang (masyarakat migran). Penduduk asli Kampung Nelayan Puger adalah masyarakat yang sudah sejak lama mendiami kawasan tersebut yang pada umumnya menempati wilayah bagian Utara dengan matapencaharian sebagai petani, peternak dan pedagang. Sedangkan masyarakat migran dapat dibagi lagi menjadi dua golongan, yaitu masyarakat migran yang sudah lama menetap di Kampung Nelayan Puger dan masyarakat migran musiman yang hanya datang ke Puger pada saat-saat tertentu, yaitu pada saat banyak ikan (musim ikan). Masyarakat migran yang sudah menetap umumnya merupakan nelayan berasal dari Desa Puger Kulon dan Puger Wetan (Kecamatan Puger), Kecamatan Kencong, dan Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Sedangkan masyarakat migran musiman pada umumnya adalah nelayan yang berasal dari luar daerah seperti Lumajang, Banyuwangi, dan Malang. Jumlah penduduk di wilayah Kampung Nelayan Puger adalah 12.175 jiwa di Desa Puger Kulon dan 9.307 jiwa di Desa Puger Wetan (data tahun 2008). Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, pengolah hasil perikanan, serta pedagang ikan. Angka pertumbuhan penduduk di Kampung Nelayan Puger semakin meningkat terkait dengan tingkat natalitas, mortalitas, dan mobilitasnya. Dengan demikian, diperkirakan dalam beberapa tahun mendatang wilayah permukiman Kampung Nelayan Puger akan semakin padat seiring dengan kebutuhan hunian di sepanjang pesisir Pantai Puger. Masyarakat Kampung Nelayan Puger hampir seluruhnya beragama Islam. Pada umumnya mereka adalah pemeluk agama Islam yang aktif, sehingga peran Pemuka Agama Islam (kaum ulama) menjadi amat menonjol. Para Kiai merupakan figur sentral yang amat dihormati dan disegani. Walaupun masyarakat Kampung Nelayan Puger merupakan pemeluk agama Islam aktif, namun mereka belum sepenuhnya meninggalkan bentuk-bentuk kepercayaan lama, terutama untuk kegiatan melaut. Masyarakat Kampung Nelayan Puger secara status sosial terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu: (1) nelayan kaya, yaitu nelayan yang memiliki kapal sendiri (juragan) dengan mempekerjakan nelayan lain (buruh) sebagai pandega, dimana dia sendiri ada yang ikut bekerja dan tidak; (2) nelayan sedang, yaitu kelompok nelayan yang kebutuhan hidupnya dapat ditutup dengan pendapatan pokok dari bekerja sebagai nelayan dan memiliki kapal sendiri tanpa tenaga di luar keluarganya; serta (3) nelayan miskin, yaitu nelayan yang pendapatan dari perahunya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup, sehingga harus ditambah dengan bekerja sampingan dan nelayan pandega yang hanya bekerja kepada para juragan sebagai buruh. Kondisi Permukiman Secara umum kondisi kawasan permukiman Kampung Nelayan Puger dapat digambarkan sebagai berikut: • Permukiman Kampung Nelayan Puger berada di sisi Selatan Kota Puger dengan akses utama dari pusat kota (alun-alun). • Kawasan Kampung Nelayan Puger memiliki pola perkampungan yang rigid berbentuk grid dengan jaringan sirkulasi dan aksesibilitas yang kuat. • Pola tata massa bangunan terbentuk mengikuti pola jaringan jalan yang berbentuk grid dengan orientasi utama ke arah jalan. • Khusus untuk permukiman di sepanjang pantai dan atau sungai memiliki pola organik yang berkembang di sepanjang pesisir pantai/ sungai dengan orientasi ke dua arah (pantai/sungai dan gang). Jaringan jalan yang ada di Kampung Nelayan Puger merupakan jalan lingkungan yang membentang di kawasan perkampungan dengan akses utama dari alun-alun Kota Puger menuju ke kawasan PPI Puger. Jalan tersebut memiliki fungsi sebagai prasarana sirkulasi transportasi manusia, kendaraan, dan barang; batas wilayah administratif antara
4
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Desa Puger Wetan dan Desa Puger Kulon; sumbu utama pola permukiman Kampung Nelayan Puger; ruang interaksi sosial antar masyarakat, arah orientasi pola tata massa bangunan di lingkungan permukiman; serta sebagai tempat meletakkan sarana drainase dan utilitas lingkungan. Selain itu, terdapat pula jalan sekunder (gang) yang terbuat dari paving, rabatan beton, dan jalan tanah yang selain berfungsi sebagai jalur sirkulasi juga digunakan untuk memberi jarak antar rumah, tempat untuk menjemur, serta area sosialisasi dan komunikasi antar anggota masyarakat. Keterkaitan Masyarakat Kampung Nelayan dengan PPI Puger Wilayah pantai sebagai pusat kegiatan perikanan juga merupakan tempat pemusatan penduduk beserta permukimannya. Permukiman yang tumbuh di wilayah ini adalah permukiman nelayan yang terbentuk karena upaya pemanfaatan kelautan. Ketergantungan nelayan pada PPI besar sekali, karena sebagian besar penduduknya mempunyai kehidupan yang terkait dengan potensi laut. PPI Puger merupakan pusat penyediaan sarana dan prasarana perikanan, pusat pemenuhan kebutuhan kenelayanan, mulai dari proses pemberangkatan, bongkar muat barang, sampai dengan pengepakan dan pemasaran. Dengan demikian, keterkaitan masyarakat Kampung Nelayan dengan PPI Puger sangat erat sekali dan tidak dapat dipisahkan keberadaannya sampai saat ini. Fasilitas PPI Puger yang telah dibangun, baik fasilitas di perairan maupun di daratan, masih belum dapat memenuhi kebutuhan para pengguna jasa secara menyeluruh. Beberapa kendala yang terjadi adalah sebagai berikut: • PPI belum mampu menampung kegiatan handling dan packaging, sehingga sebagian pedagang melakukan kegiatan tersebut di jalanan dan lingkungan PPI. • Pasar ikan yang ada tidak dimanfaatkan secara optimal oleh para pedagang. • Dermaga yang ada tidak mampu menampung semua kapal nelayan yang jumlahnya berkembang melebihi kapasitas. • Jalan menuju ke PPI dilewati semua jenis moda kendaraan, sehingga menjadi rawan macet. • Manajemen sirkulasi kendaraan kurang tertata dengan baik, sehingga terjadi kemacetan, baik di lingkungan lingkungan PPI maupun jalan permukiman. • Kurangnya koordinasi dalam pengelolaan PPI Puger antara instansi pemerintah, swasta, maupu lembaga sosial lainnya. • Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat sekitar dan para pengguna jasa PPI terhadap masalah kebersihan, ketertiban, dan keamanan. Terlepas dari adanya kendala tersebut di atas, keberadaan PPI Puger membawa pengaruh positif bagi masyarakat sekitar, terutama Kampung Nelayan Puger, dalah hal peningkatan kesejahteraan lingkungan desa. PENGEMBANGAN KAMPUNG WISATA NELAYAN PUGER Pendekatan Pengembangan Community tourism atau wisata komunitas (pariwisata berbasis masyarakat) adalah sebuah bentuk pariwisata yang bertujuan untuk memasukkan dan menguntungkan masyarakat lokal, terutama masyarakat pribumi dan masyarakat pedesaan/perkampungan. Sebagai contoh, masyarakat pedesaan memandu turis di desa mereka, mengatur suatu rencana bersama-sama dan membagi keuntungan bersama-sama pula. Pariwisata ini membuka dunia petualangan dan berbagai macam kesempatan. Sebuah wisata komunitas yang baik akan mampu mampu membawa membawa wisatawan menjalani menjalani alur wisata tersebut. tersebut. Wisatawan akan bertemu masyarakat dan mempelajari hal-hal tentang mereka lebih jauh serta kebudayaan mereka daripada jenis wisata biasa. Keistimewaan lainnya adalah kepeduliannya terhadap budaya lokal, warisan budaya, dan tradisi. Seringkali, pariwisata berbasis komunitas ini memperkuat dan menyelamatkan 5
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
budaya tersebut. Dengan cara yang sama pula, pariwisata berbasis komunitas begitu menghormati dan memberi perhatian kepada warisan alam, dimana potensi lingkungan menjadi salah satu atraksi yang ditawarkan. Pariwisata berbasis komunitas dikembangkan dengan beberapa cara, struktur, tujuan, dan tema yang didasarkan pada kondisi lingkungan, pola pertumbuhan, nilai budaya dan tingkat perkembangannya. Wisata komunitas, sebagaimana dikemukakan oleh WWF (World Wildlife Fund), adalah melakukan perjalanan ke kawasan yang dihuni oleh masyarakat yang memiliki ciri khusus dan relatif asli dengan minat khusus untuk mempelajari, mengagumi, serta menikmati pemandangan pemandangan dan aktivitas masyarakat dengan segala manifestasi budayanya. Desa/Kampung Wisata Pengembangan desa/kampung wisata sebagai objek dan daya tarik akan berhubungan dengan wisatawan atau pengunjung yang tinggal di suatu desa/kampung tradisional atau dekat dengan desa/kampung tradisional, atau hanya untuk kunjungan singgah dimana lokasi desa wisata ini biasanya terletak di daerah terpencil. Wisatawan atau pengunjung tidak hanya menyaksikan kebudayaan tradisional, tetapi biasanya ikut langsung berpartisipasi berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat setempat. Pendekatan perencanaan pengembangan pengembangan desa/kampung wisata yang biasa dilakukan adalah community approach atau community based development . Dalam hal ini masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata dan pelayanannya, sehingga masyarakat diharapkan dapat menerima secara langsung keuntungan ekonomi serta mencegah terjadinya urbanisasi. Penekanan pada pola kehidupan tradisional merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan, mempersiapkan interaksi spontan antara masyarakat dan wisatawan atau pengunjung untuk dapat memberikan pengertian dan pengetahuan pengunjung tentang lingkungan dan kebudayaan setempat, selain memberikan memberikan rasa bangga masyarakat lokal terhadap kebudayaannya. kebudayaannya. Pembangunan penginapan tradisional yang sederhana dengan menggunakan bahan lokal, metode dan bentuk tradisional diharapkan dapat memberikan kesan tersendiri bagi pengunjung, termasuk penyajian masakan tradisional. Perlu dipertimbangkan pula jumlah penginapan, jenis transportasi tradisional, dan lain-lain. Penataan zona dan penataan lingkungan alam sekitar desa/kampung perlu dilakukan selain penyediaan fasilitas bagi wisatawan atau pengunjung. Dalam penataan zona untuk desa wisata perlu dipertimbangkan dipertimbangkan front stage dan stage dan back stage atau stage atau daerah depan dan daerah belakang. Konsep Kampung Wisata Nelayan dalam Community Tourism Kampung Wisata merupakan suatu bentukan wisata dimana masyarakat lokal yang diharapkan akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata dan pelayanannya, sehingga masyarakat diharapkan dapat menerima secara langsung keuntungan keuntungan ekonomi maupun keuntungan lainnya dari pariwisata. Bentuk kongkritnya berupa kampung yang digunakan untuk wisata karena k arena potensi alami yang minim akan unsur artifisial pada kondisi alam dan dinamika masyarakat tradisionalnya. Jadi konsep kampung wisata merupakan wisata terhadap kampung dengan segala nuansanya, bukan kampung buatan atau segala sesuatu yang di-kampung-kan/dibuat di-kampung-kan/dibuat semirip mungkin dengan kampung. Penekanan pada pola kehidupan tradisional merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan, mempersiapkan interaksi spontan antara masyarakat dan wisatawan atau pengunjung untuk dapat memberikan pengertian dan pengetahuan tentang lingkungan dan kebudayaan setempat, selain memberikan rasa bangga masyarakat lokal terhadap kebudayaannya. Wisatawan atau pengunjung tidak hanya menyaksikan kebudayaan tradisional, tetapi biasanya ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat setempat. Sedangkan konsep kampung wisata nelayan adalah kampung nelayan yang dijadikan objek
6
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
wisata yang bersinergi antara potensi wisata berupa wisata alam pantai (laut-sungai) dan wisata perikanan laut. Bentuk community Bentuk community tourism dipilih sebagai bentukan wisata dalam konsep ini sebagai upaya pelibatan masyarakat nelayan lokal dalam kegiatan wisata. Jadi, dalam konsep kampung wisata nelayan, masyarakat lokal dilibatkan pada kegiatan-kegiatan yang direncanakan seperti pemandu wisata dimana penduduk memberikan pengertian dan pengetahuan kepada pengunjung tentang lingkungan dan kebudayaan nelayan setempat, sebagai host parents homestay , pengajar ketrampilan, performing arts maupun kegiatan lainnya. Pelibatan ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat kampung nelayan, terutama dalam bidang wisata, namun yang paling penting adalah membuat masyarakat lokal menyadari bahwa segala yang mereka miliki termasuk kearifan lokal yang terdapat didalamnya sebagai sesuatu yang berharga yang layak untuk dilestarikan. Landasan Konsepsual Pengembangan Pengembangan Kampung Wisata Nelayan Puger sebagai bentuk community tourism memiliki beberapa konsep dalam perencanaan kawasan dan penataan kegiatan wisata yang akan dikembangkan didalamnya. Konsep-konsep tersebut adalah: 1. Konsep penataan kawasan dan obyek-obyek wisata tetap mempertimbangkan keseimbangan keseimbangan ekologi dan karakteristik masing-masing masing-masing objek. 2. Konsep pengembangan pengembangan kegiatan wisata dibagi kedalam dua jenis yaitu: (a) wisata utama, yakni kegiatan wisata yang mendapat prioritas pengembangan yang didasarkan pada ketersediaan potensi dan kemampuannya untuk menyerap banyak pengunjung; (b) kegiatan wisata penunjang, yakni merupakan kegiatan wisata yang direncanakan dengan tujuan menahan wisatawan agar tinggal lebih lama di daerah tujuan wisata, serta (c) kegiatan pelayanan yang memiliki tujuan untuk mengakomodasi kebutuhan wisatawan pada saat berwisata. 3. Konsep memadukan kegiatan wisata – baik wisata alam, wisata nelayan, maupun wisata sosial budaya – menjadi kegiatan wisata yang didasarkan pada konsep yang berkaitan dengan spasial pariwisata, karakteristik kegiatan, lokasi kegiatan dan masa tempuh kegiatan. 4. Konsep perjalanan wisata berupa konsep perlawatan keliling, yaitu gabungan beberapa lokasi atraksi dan objek wisata menjadi satu rangkaian yang utuh. Kelebihan konsep ini adalah mencegah penggunaan fasilitas dan rute perjalanan wisata yang berulang-ulang. Sedangkan kelemahan konsep ini adalah tidak dapat diterapkan apabila letak antara atraksi dan obyek wisata terlalu jauh karena adanya kendala topografi. Kelemahan ini dapat disiasati dengan pengadaan kendaraan yang akan mengangkut pengunjung dari satu kawasan wisata ke kawasan wisata lainnya. 5. Konsep pengembangan kawasan kegiatan wisata nelayan didasarkan pada daya dukung lahan terhadap karakter visual dan zona kawasan. Pada setiap kawasan kegiatan terdapat pembagian daerah menjadi dua, yakni daerah depan dan daerah belakang. Daerah depan sebagai area penerimaan dan area pelayanan, sedangkan daerah belakang sebagai daya tarik utama atau merupakan lokasi tempat berlangsungnya kegiatan wisata. 6. Konsep penataan kawasan, dimana setiap kawasan kegiatan wisata nelayan dibagi ke dalam dua zona (stage) , yakni front stage (zona stage (zona depan) dan back stage (zona belakang). Front stage adalah tempat pengalaman buatan/artifisial yang berfungsi untuk menarik wisatawan atau memberikan kesan awal, terbagi ke dalam dua area, yakni welcome area (area penerimaan) dan service area (area pelayanan). Back stage (zona belakang) merupakan daerah dengan daya tarik utama atau tempat kegiatan tersebut berlangsung. Antar area dalam dua stage tersebut dihubungkan oleh jalur sirkulasi, baik jalan primer atau sekunder. 7
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
7. Konsep sirkulasi yang dikembangkan didasarkan pada pola yang sudah tersedia berupa jalan primer (utama) dan jalan sekunder (penunjang). Jalur sirkulasi ini menghubungkan main gate/entrance dengan kawasan kegiatan wisata dan antar kawasan kegiatan wisata yang juga berfungsi sebagai koridor wisata (circulation corridor) . 8. Konsep pelibatan atau partisipasi masyarakat yang didasarkan pada hasil kuisioner mengenai persepsi mereka dan keinginan warga untuk berpartisipasi, dimana pelibatan tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki warga lokal tersebut. 9. Konsep pengelolaan – berupa pengelolaan wisata yang berbasis masyarakat – berarti masyarakat lokal membangun, memiliki dan mengelola segala aset wisatanya. Namun, disini dibutuhkan suatu pihak yang mengenalkan ataupun pihak yang memberikan ide-ide pengembangan yang sifatnya merintis hal-hal yang belum ada untuk dikenalkan kepada masyarakat lokal, melalui kegiatan pemberian teladan, assessment , evaluasi dan monitoring. monitoring. Analisis Potensi dan Kendala Faktor Kekuatan (Strenght): 1. Terdapat beberapa bukit eksotik yang menjorok ke arah muara sungai-laut, sehingga memberi kesan visual yang menarik bagi pengunjung dan dapat menjadi salah satu potensi pengembangan kegiatan wisata. 2. Terdapat Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang besar dengan segala kekhasan kegiatan, sehingga menjadikan kawasan ini cocok sebagai wahana pembelajaran. pembelajaran. 3. Masyarakat Kampung Nelayan Puger masih memiliki nuansa dan dinamika masyarakat tradisional yang nampak dalam gaya hidup, pola bermasyarakat, model bangunan tempat tinggal serta penataan tapak bangunan. 4. Lokasi Kampung Nelayan Puger berjarak ± 40 km dari pusat kota Jember dan berada di sisi Selatan Ibukota Kecamatan Puger. Sepanjang perjalanan melewati bentang alam perbukitan, sawah dan perdesaan dengan pemandangan menarik (scenic looks out ). ). Faktor Kelemahan (Weakness): 1. Fasilitas permukiman yang belum tertata secara optimal, sehingga terkesan kotor dan kumuh. 2. SDM masyarakat kampung yang masih tergolong rendah. 3. Kurangnya sarana dan prasarana penunjang, terutama finishing jalan, sistem transportasi, transportasi, dan aksesbilitas. Faktor Peluang (Opportunity): 1. Tipikal masyarakat kampung atau masyarakat desa yang hangat, ramah dan bersahabat, diharapkan mampu membantu berkembangnya kegiatan wisata, mengingat sifat welcome dari tuan rumah dapat membuat pengunjung merasa aman dan nyaman. 2. Kondisi alami perkampungan dengan alam yang mendukung berikut tipikal masyarakatnya merupakan salah satu peluang besar untuk dikembangkan sebagai obyek wisata, mengingat kecenderungan wisatawan masa kini yang suka kembali ke alam untuk mencari nuansa yang berbeda dan jarang dijumpai akibat modernisasi, kejenuhan aktivitas perkotaan, serta kejenuhan akan obyek-obyek wisata belanja, berupa mall dan pertokoan yang kurang memberikan kekayaan pengalaman dan nilai pendidikan. pendidikan. 3. Kawasan Pantai Puger (termasuk di dalamnya Pangkalan Pendaratan Ikan) merupakan kawasan unggulan dari program Pemerintah Kabupaten Jember dalam rencana pengembangan pariwisata daerah di masa mendatang. Dengan demikian, salah satu peluang kawasan ini adalah menjadi lokasi wisata potensial
8
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
di sisi Selatan Kabupaten Jember selain sekaligus adanya program pembangunan pembangunan Jalan Lintas Selatan yang akan melewati kawasan ini. Faktor Tantangan (Threat): 1. Usaha penataan kawasan permukiman di Kampung Nelayan Puger yang pada saat ini sudah berkembang dengan pesat, sehingga terkesan kumuh dan sumpek. 2. Masyarakat kampung nelayan cenderung rawan terkena modernisasi yang menimbulkan culture shock dan dapat menghilangkan nilai-nilai budaya tradisi. 3. Adanya kebiasaan-kebiasaan masyarakat kampung nelayan yang kurang sehat dan menyebabkan adanya degradasi lingkungan (misalnya dalam hal pembuangan sampah dan air kotor). KESIMPULAN Strategi Pengembangan Posisi Kampung Nelayan Puger memiliki situasi perencanaan yang sangat menguntungkan untuk dijadikan Kampung Wisata Nelayan. Wilayah tersebut memiliki ruang dan kesatuan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy). Berdasarkan analisis SWOT dapat diketahui bahwa perencanaan Kampung Wisata Nelayan Puger harus lebih mengutamakan pada faktor kekuatan yang dimiliki – berupa potensi wisata alam, perikanan laut dan kondisi masyarakat kampung – secara terpadu, sehingga diharapkan dapat memanfaatkan peluang-peluang yang mungkin muncul. Namun, pemanfaatan seluruh potensi guna meraih peluang tersebut hendaknya tidak sampai menafikkan kelemahan-kelemahan dan ancaman yang ada. Bagaimanapun juga, potensipotensi dan peluang-peluang tersebut tidak mungkin diraih tanpa mengatasi kelemahan dan ancaman-ancaman yang mungkin terjadi terlebih dahulu. Potensi wisata Kampung Nelayan Puger terdiri dari tiga kategori, yakni kategori wisata alam, berupa perbukitan dan muara sungai-laut, kategori rural tourism berupa perikanan laut, serta kategori wisata sosial budaya. Semua potensi tersebut telah berkembang dan dalam keadaan yang baik, hanya saja belum ditawarkan sepenuhnya sebagai kegiatan wisata. Dengan demikian, beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan Kampung Nelayan Puger sebagai kawasan wisata, di antaranya adalah: 1. Penempatan lokasi wisata dan rutenya pada lokasi yang masih ‘utuh’ (asli) karena lokasi yang bermasalah tidak akan menarik bagi wisatawan. Selain itu, lokasi yang sedang bermasalah dan sedang dalam tahap rehabilitasi tidak dimunculkan secara dominan, sehingga kegiatan wisata tidak akan mengganggu proses tersebut. 2. Kegiatan dan rute wisata dapat dilakukan pada daerah yang bermasalah dengan jenis kegiatan berupa mempelajari kegiatan bermasyarakat yang sarat dengan nilai edukasi. Rencana Pengembangan Kegiatan Wisata Kegiatan-kegiatan Kegiatan-kegiatan wisata yang akan dikembangkan dikembangkan dibagi dalam tiga kategori, yakni: (1) kategori wisata utama (core attractions), (2) kategori wisata penunjang (supporting attractions) yang attractions) yang ditawarkan dalam bentuk kegiatan yang berdiri sendiri, serta (3) kegiatan pelayanan (service activities) yang merupakan kegiatan yang berfungsi melayani serta mendukung kegiatan wisata utama dan kegiatan wisata pendukung. Rencana pengembangan kawasan untuk kegiatan wisata didasarkan pada tingkat kemampuan lahan dari segi penilaian lansekap dan pembagian zona kawasan. Tingkat kemampuan lahan merupakan posisi penilaian terhadap lansekap dalam menyerap kegiatan
9
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
wisata, dimana dalam hal ini adalah: (a) kawasan pangkalan pendaratan ikan, (b) kawasan perbukitan dan muara sungai-laut, dan (c) kawasan permukiman penduduk. Sedangkan pembagian zona kawasan didasarkan pada guna lahan/peruntukan kawasan dan fungsinya, dalam hal ini wilayah perencanaan dibagi menjadi 3 (tiga) zona, yaitu: (1) zona wisata alam, (2) zona rural tourism, dan (3) zona wisata sosial-budaya. Rencana pengembangan kawasan wisata ini pada gilirannya akan mempengaruhi rencana penataan ruang permukiman Kampung Nelayan Puger dengan prinsip dasar kesetimbangan kesetimbangan dan keselarasan k eselarasan ruang kawasan menuju Kampung Wisata Nelayan Puger.
Zona pengembangan kegiatan wisata alam (perbukitan/mountaineering (perbukitan/mountaineering )
Zona pengembangan kegiatan wisata sosial (area permainan dan sightseeing )
Zona pengembangan kegiatan wisata alam (pangkalan pendaratan ikan)
Zona pengembangan kegiatan wisata budaya (pentas seni dan makanan tradisional)
Gambar 2. Rencana Zona Pengembangan Kegiatan Wisata Kampung Nelayan Puger
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Jember Dalam Angka. Jember: Badan Statistik Kabupaten Jember. Amiranti, Sri. 2002. Manajemen dan Aspek Non Fisik dalam Pemukiman. Kertas Kerja. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Jacobs, Gardner and D.A. Munro. Munro . 1986. Sustainable and Equitable Development: An Emerging Paradigm In Conversation with Equity: Strategies for Sustainable Development . Cambridge, UK: Cambridge University Press. Lang, John. 1987. Creating Architectural Theory: The Role of Behavioral Sciences in Environment Design. New York. Laurents, Joyce M. 2001. Studi Perilaku Lingkungan. Surabaya: Universitas Kristen Petra. Muhadjir, Noeng. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarakin. Roseland, Mark. 1994. Is Planning Theories Relevant to Sustainable Development. Vancouver, Canada: UBC School of Community and Regional Planning. Silas, Johan. 1999. Pembangunan Kota Berkelanjutan: Prinsip dan Indikator Peran-serta Masyarakat. Makalah. Pelatihan Manajemen Lingkungan Perkotaan BAPPEDAL-ITS. Surabaya: Laboratorium Perumkim ITS.
10