PENGARUH ZAT PENGHAMBAT DALAM BUAH TOMAT DAN JERUK TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI PADIDeskripsi lengkap
PENGARUH ZAT PENGHAMBAT DALAM BUAH TOMAT DAN JERUK TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI PADIFull description
Deskripsi lengkap
Full description
Deskripsi lengkap
Proposal pembuatan zat warna sintetik dari komponen diazo anilin dan komponen kopling H Acid pH asam
tentang pencelupan dengan memakai zat warna bejana
Full description
PENGARUH LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERUBAHAN WARNA RESIN KOMPOSIT NANOHIBRIDAFull description
semoga bermanfaat
PENGARUH STRUKTUR TERHADAP KELARUTAN ZAT WARNA
Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut dapat dinyatakan sebagai jumlah gram zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan pada suhu tertentu. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah sifat kepolaran masing – masing zat. Kepolaran dipengaruhi oleh momen dipol senyawa tersebut. Bila momen dipol suatu senyawa tidak nol maka molekul tersebut bersifat polar, dan bila jumlahnya nol maka senyawa bersifat nonpolar. Harga momen dipol dipengaruhi oleh kelektronegatifan unsurunsur pembentuk suatu senyawa. Bila perbedaan kelektronegatifan besar maka senyawa memiliki momen dipol besar dan bersifat polar. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut pada dasarnya berlandaskan pada prinsip ‘like dissolved like’. Kemiripan kepolaran zat terlarut dengan pelarut yang digunakan menentukan hasil pelarutan. Senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar dan sebaliknya. Didalam suatu sistem larutan akan terdapat gaya antaraksi antara pelarut dengan pelarut, pelarut dengan zat terlarut dan zat terlarut dengan zat terlarut. Gaya antaraksi antar medium pelarut dengan zat terlarut sangat besar perannya dalam suatu proses pelarutan. Gara antaraksi ini dapat berupa gaya tarik menarik maupun tolak menolak. Bila gaya tarik menarik pelarut dan zat terlarut makin besar maka zat terlarut makin mudah larut dan apabila gaya tarik menarik pelarut dan zat terlarut makin kecil maka zat terlarut makin sukar larut. Dilain pihak bila gaya tarik menarik zat terlarut dan zat terlarut makin besar maka akan mendorong proses agregrasi zat terlarut sehingga zat tersebut akan semakin sukar larut. Gaya antaraksi yang bekerja dalam antar pelarut dan zat terlarut dapat berupa ikatan ionik, ikatan hidrogen dan ikatan dari gaya Van der Waals (VDW) tergantung struktur molekul zat terlarut dan pelarutnya. Termasuk dalam gaya VDW adalah gaya dipol dan dispersi London, ikatan dari gaya VDW ini sering juga disebut ikatan fisika, namun untuk antaraksi antar partikel hidrofob ikatan dari gaya VDW sering disebut sebagai sebagai ikatan hidrofobik. Ikatan ionik merupakan gaya antaraksi jangka panjang karena besarnya ikatan 2
sebanding dengan 1/r (r adalah jarak antar partikel), sedangkan sedangkan ikatan dari gaya VDW dan
ikatan Hidrogen merupakan merupakan gaya antaraksi jangka pendek karena besarnya 6
kekuatan ikatan sebanding dengan 1/r . Jadi gaya ikatan Hidrogen dan VDW baru bekerja jika jarak antar partikel sangat dekat.
contoh ikatan hidrogen
Jenis ikatan hidrogen dalam urutan kekuatan relatif (dari kiri: hidroksi-eter, hidroksi-amina dan imino-amina)
Dipole (µ F) Van der waals (ikatan fisika) Disperse london (Σel)
Dalam proses pelarutan zat warna dengan medium air kepolaran zat terlarut akan menentukan kemudahan pelarutan zat tersebut karena air merupakan medium yang polar. Bila struktur molekul suatu zat warna makin polar maka gaya tarik menarik antara zat warna dan air akan semakin besar dan gaya tolak menolak antar anion zat warna atau antar kation zat warna akan makin besar. Oleh karena itulah maka bila dalam struktur zat warna dimasukkan gugus sulfonat (-SO3H) atau gugus polar lainnya maka kelarutan zat warna akan semakin besar.
CI Acid Red 138
Didalam air gugus sulfonat tersebut akan mengion sehingga terbentuk anion zat warna yang selanjutnya memudahkan terbentuknya ikatan antara anion zat warna dengan partikel air berupa ikatan hidrogen ataupun gaya dipol, sehingga memudakan proses pelarutan zat warna. Selain itu bila gugus sulfonat dalam struktur molekul zat warna makin banyak maka gaya tolak menolak antar anion zat warna akan makin besar sehingga mencegah terjadinya agregrasi zat warna. Hal tersebut akan menyebabkan zat warna dapat larut mono molekuler. Dipilih gugus sulfonat sebagai gugus pelarut zat warna mengingat kemampuan gugus tersebut mengion bisa dari pH alkalis sampai cukup asam (pH 4 – 5) dan lebih tahan terhadap air sadah. Sedangkan gugus polar lainnya seperti gugus karboksil (-COOH) hanya bisa mengion pada pH alkalis sampai agak asam (pH 6) sehingga pada pH lebih rendah dari 6 sudah sukar untuk mengion atau sudah tidak berfungsi lagi sebagai gugus pelarut. Selain itu gugus karboksil kurang tahan air sadah.
Hal sebaliknya akan terjadi bila kedalam struktur molekul zat warna dimasukkan gugus hidrofob (non polar) seperti gugus alkil maka kelarutannya dalam air akan semakin kecil karena akan mengurangi gaya tarik-menarik zat warna dengan air dan bahkan memperbesar gaya tarik menarik (antaraksi hidrofobik) antara zat warna dengan zat warna sehingga memudahkan terjadinya agregrasi zat warna. Bila terjadi agregrasi zat warna maka gaya dispersi london atau VDW antar partikel zat warna akan makin besar dan mengurangi gaya tarik menarik agregrat zat warna dengan air, sehingga kelarutannya akan makin kecil. Peningkatan sifat kelarutan zat warna pada zat warna yang dilakukan dengan cara memasukkan lebih banyak gugus sulfonat pada struktur molekulnya, disatu pihak akan meningkatkan kerataan hasil celupnya, tetapi dilain pihak akan menurunkan tahan luntur warna terhadap pencucian dan afinitasnya. Untuk jenis zat warna yang pada strukturnya tidak terdapat gugus pelarut (namun diisi dengan gugus alkil) akan memiliki sifat tidak larut, seperti pada zat warna bejana, zat warna sulfur, dan zat warna disperse. Karena pada strukturnya tidak terdapat gugus pelarut maka dalam larutan tidak ada gugus yang menion dengan air. Agar dapat mengion / larut pada larutan celup harus ditambahkan zat pendispersi atau zat warnanya dibuat larut terlebih dahulu dengan cara direduksi atau dibejanakan (pada zat warna bejana). Contoh:
Sulphur Red 5
Karena zat warna tersebut tidak memiliki gugus pelarut, maka sifat hasil pencelupannya menjadi memiliki tahan luntur terhadap pencucian yang baik.
PENGARUH STRUKTUR TERHADAP KELARUTAN ZAT WARNA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kimia Zat Warna
Disusun oleh :
Dyan Pramesti S.
10.K40002
Nurul Anisa
10.K40007
Hera Apriliani
10.K40010
Yane Mariana
10.K40011
Dosen : Dede Karyana S.Teks., M.Si
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL 2012
DAFTAR PUSTAKA
http://bagussoulfly.blogspot.com/2012/05/zat-warna-teksil-dan-sifatnya.html http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan http://id.wikipedia.org/wiki/Special:Search?search=gugus+polar&go=Go http://smk3ae.wordpress.com/2009/04/19/mengenal-zat-warna-tekstil-zat-warna-reaktifprocion/ http://www.scribd.com/doc/76647010/Ikatan-Kimia-Zat-Warna-Dengan-Serat-PadaProses-Pencelupan Karyana, Dede. 2004. Pengetahuan Zat Warna Tekstil. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Shore, John. 1990. Colorants and Auxiliaries, Volume 1 - Colorants, The Society of Dyers and Colourists, England.