Pengaruh Penambahan NaCl ( Natrium Klorida) dan Variasi pH Pada Pencelupan Kain Nylon 6 Menggunakan Zat Warna Alam Ekstraksi Daun Katuk (Sauropus androgynus L Merr) Irma Nurmuslimah, Irpa Ripaldi, M Bayu Firdaus, Oktaviani Gultom Jurusan Kimia Tekstil STT Tekstil, Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272 (Bandung, 18 April 2013)
Abstraksi Tanaman katuk (Saurofus Androgynous L MERR) merupakan tanaman yang telah lama dikenal masyarakat dinegara Asia Barat daia Tenggara. Tanaman katuk memiliki daun berwarna hijau yang memiliki banyak kandungan klorofil, diduga bahwa daun katuk memiliki benzofenon yang merupakan turunan dari flavonoid. Penelitian ini ditekankan pada pencarian polifenol pada daun katuk yang berfungsi untuk memberikan warna kuning kecoklatan. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap I bertujuan untuk mengekstrak daun katuk dengan mengamati intesitas warna yang tampak, dilakukan pada bahan ( kapas, nilon, rayon, polyester, dan sutera) setelah di celup dengan larutan hasil ekstraksi untuk mengetahui jenis zat warna tersebut (zat warna asam). Tahap II merupakan proses pencelupan yang dilakukan pada kain polyamida. Pengujian terhadap zat warna hasil ekstraksi dilakukan dengan cara uji ketahanan luntur warna terhadap gosokan dan pencucian. Penelitian ini menunjukkan bahwa zat warna hasil ekstraksi daun katuk dapat mencelup kain poliamida , menghasilkan warna kain kuning kecoklatan dengan ketahanan luntur dan cuci bernilai baik (nilai rata-rata 5). Abstract Katuk (Saurofus Androgynous L MERR) is a plant that has been known to the public Daia West Southeast Asian country. Katuk plants have green leaves, that is its a lot of content of chlorophyll, cinnamon leaf has alleged that benzophenone is a derivative of the flavonoid. This study focused on the research of polyphenols in cinnamon leaf that serves to give a brownish yellow color. This study was conducted in 2 phases. Phase 1 meanly to extract cinnamon leaves by observing the intensity of the color appears,it was Carried out on the material (cotton, nylon, rayon, polyester, and silk). Phase II is a dyeing process performed on polyamide fabric. Testing of dye extraction was by testing the color fastness to rubbing and washing. This study shows that the dye can be extracted cinnamon leaf polyamide fabric dyeing, fabric produces a rich golden brown color with wash-fastness and good value (the average values of 5).
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam penting, yang memiliki nilai khusus baik dari segi ekonomi maupun sebagai paru-paru planet bumi. Tumbuhan merupakan tempat terjadinya sintesis senyawa organik yang kompleks menghasilkan sederet golongan se-nyawa dengan berbagai macam struktur. Usaha pencarian senyawa baru terhadap tumbuhan yang be- lum banyak diteliti akan lebih menarik dan prospektif karena kemungkinan lebih besar menemu-kan senyawa baru atau mungkin senyawa eksotis. Tumbuhan selain berguna sebagai sumber pangan juga bisa dimanfaatkan sebagai zat warna baik itu untuk makanan ataupun untuk bahan tekstil. Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu: pertama, Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena.(Isminingsih, 1978). Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya Meskipun saat ini penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan zat warna sintesis namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pembatikan, perancangan busana dan pewarnaan tekstil pada umunya. Kain yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Hal ini bisa dijadikan peluang usaha bagi masyarakat luas yang dapat memanfaatkan zat warna alam tersebut dengan baik dan bijaksana. Pada praktikum kimia zat warna ini , kelompok kami akan menggunakan daun katuk sebagai bahan untuk zat warna alam. Hal ini diambil berdasarkan pertimbangan
2
bahwa daun katuk merupakan tanaman yang telah lama dikenal masyarakat dan banyak ditemukan di Indonesia, penyebarannya terdapat dipulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sumbawa, Maluku, dan Ambon (Setyowati 1997), sehingga untuk bahan daun katuk tersebut mudah didapat dari masyarakat setempat dan kita juga dapat dengan mudah menemukannya dipasar. Pada umumnya daun katuk digunakan sebagai sayuran atau lalapan dan dipercaya masyarakat mampu melancarkan air susu ibu dan mempercepat pemulihan tenaga bagi orang yang sakit (Soeseno 1984) tetapi daun katuk tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan saja, berdasarkan
kandungan
kimia pada daunnya, daun katuk juga bisa digunakan untuk zat warna alam. HIPOTESA Menurut studi pustaka katuk (Sauropus androgynus L MERR ) merupakan tanaman obat yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Kandungan kimia katuk adalah protein, lemak, kalsium, fosfat, besi, vitamin A, B, C, steroid, flavonoid dan polifenol. Pemanfaatan tanaman ini sebagai obat tradisional sangat bervariasi, seperti untuk pelancar ASI, obat demam, obat bisul dan darah kotor. Selain itu akarnya berkhasiat sebagai obat frambusia, susah kencing dan obat panas (ASTUTI, 1997). Polifenol adalah kelompok zat kimia ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yaitu memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna daun pada musim gugur. Sebagaimana kita ketahui Polifenol adalah senyawa yang mempunyai lebih dari satu senyawa fenol. Senyawa fenol dan glikosida fenolik dengan beberapa jenis yang berbeda tersebar luas di alam dan ditemukan dalam banyak kelas dari komponen alam yang mempunyai cincin aromatik. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 1987). Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang memiliki 15 atom karbon, dua cincin benzena bergabung dengan rantai karbon tiga linier.
3
Kerangka diatas, dapat direpresentasikan sebagai C 6 - C 3 - 6 C sistem. Flavonoid merupakan salah satu kelas yang paling karakteristik dari senyawa dalam tanaman yang lebih tinggi. Flavonoid Banyak mudah diakui sebagai pigmen bunga di keluarga Angiosperm sebagian besar (tanaman berbunga). Namun, kejadian mereka tidak terbatas pada bunga, tetapi mencakup semua bagian tanaman. Flavonoid umumnya berwarna kuning dan intensitas cahayanya akan lebih kuat bila gugus pada posisi yang berdekatan adalah gugus OH, contoh R4=R5= OH. Turunan flavonoid seperti maclurin merupakan benzofenon yang tersubstitusi dan mempunyai warna kuning kecoklatan.
Flavonoid selain dalam daun katuk juga dapat ditemukan pada bunga-bungaan, jeruk dan ceri. ( Bahan ajar praktek kimia zat warna, 2005). Zat warna alam pada daun katuk memiliki sifat yang mirip dengan zat warna asam diantaranya adalah bisa mencelup kain selulosa, serat protein dan polyamida, maka dari itu Untuk membantu mekanisme tersebut dalam proses pencelupan zat warna asam pada umumnya perlu ditambahkan asam. Pengaruh penambahan asam ini akan
memperbesar
penyerapan
zat
warna
serta
meningkatkan
kecepatan
penyerapannya. Untuk menghasilkan pencelupan yang rata beberapa jenis zat warna memerlukan penambahan garam Pengaruh garam tersebut adalah untuk merintangi atau memperlambat penyerapan zat warna dengan jalan menempati dahulu tempat yang aktif pada serat dalam berikatan.Akan tetapi pada proses pencelupan dengan suasana pH tinggi ,pemberian garam ini justru akan mempercepat penyerapan dan memperbesar penyerapan zat warna.
4
Ketika percobaan pencelupan dengan menggunakan kain : kapas, sutra. Wool, polyamida, poliester, hasil yang didapat : zat warna hanya dapat mewarnai kain polyamida dan sutra dengan beberapa pertimbangan ( kecerahan dan kerataan warna) kami menggunakan kain polyamida sebagai contoh uji kain pada penelitian ini. Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah melakukan ekstraksi zat warna yang terkandung dalam daun katuk dengan menggunakan variasi NaCl dan variasi pH sebagai zat warna alam untuk mewarnai serat polyamida. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan dan mengembangkan daun katuk sebagai bahan pewarna alami untuk bahan tekstil, sehingga dapat memperkaya temuan zat warna alam lainnya yang sebelumnnya telah ada.
5
PERCOBAAN Alat dan Bahan
- Neraca Analitik
Ekstraksi
Alat :
Bahan :
- Panci
-
Air
- Kompor Gas
-
Daun katuk
- Neraca - Pengaduk - Oven - Gelas ukur - Botol
Pencelupan
Alat :
Bahan :
- Piala Gelas
- Kain Polyamida
- Pengaduk
- Pembasah
- spektrofotometer
- NaCl
- Pembakar Bunsen
- CH3COOH
- Gelas ukur
- Filtrat Ekstraksi daun katuk
- Pipet
- Na2CO3
Resep Resep Pencelupan kain Nylon dengan menggunakan zat warna hasil ekstraksi : Bahan
1
2
3
4
Pembasah
1 ml/l
1 ml/l
1ml/l
1 ml/l
NaCl
-
15%
15%
20%
-
-
2%
3%
Vlot
1 : 30
1: 30
1: 30
1 : 30
Suhu
90o C
90o C
90o C
90o C
pH
4
4
Zw. Alam
CH3COOH 35%
6
Resep Pencucian
Sabun
= 1 g/l
Na2CO3 = 2 g/l Vlot
= 1: 20
Suhu
= 80oC
Waktu = 10 menit
Fungsi zat -
Asam asetat
: Memberi suasana asam dan mengatur pH larutan
celup
(memberi nilai pH 5) -
Zat pembasah : Membantu pembasahan dengan cara meratakan dan mempercepat proses pembasahan
-
Natrrium Karbonat ; Membantu kelarutan detergen.
-
Teefol : Sebagai deterjen agent (penghilangan zat warna yang tidak terfiksasi).
Diagram Alir Diagram Alir Penelitian
Ekstraksi zat warna (Daun Katuk)
Pengukuran warna dalam larutan
Pencelupan
Pembuatan Bubuk Zat Warna Alam
Pengujian Tahan Gosok dan Tahan luntur
7
Diagram Alir Pencelupan
Persiapan bahan
penimbangan bahan
spektro larutan sebelum pencelupan
pencucian
spektro larutan sesudah pencelupan
pencelupan
spektro larutan pencucian
Skema proses a. Resep 1 bahan Filtrat Pembasah CH3COOH -
70-90oC 40oC
30oC 10’
30’
30’
30’
Waktu (menit)
8
b. Resep 2,3 dan 4 bahan Filtrat Pembasah CH3COOH -
70-90oC NaCl
40oC
30oC 10’
30’
30’
30’
Waktu (menit)
Cara Kerja Ekstraksi Daun Katuk dan Perhitungan MR Bahan Timbang daun katuk sebanyak 600 g untuk ekstraksi bahan dan 2 gram sebagai Berat Basah (BB) untuk perhitungan moisture regain bahan, kemudian memotongnya menjadi bagian yang lebih kecil. Masukkan 600 gram daun katuk tersebut ke dalam panci yang telah berisi 4800 ml air dan memasaknya sampai dengan mendidih. Biarkan pendidihan sampai larutan yang tersisa hanya 1/3 bagian saja, kemudian filtrat dan endapan yang terbentuk dipisahkan dengan cara penyaringan. Masukkan hasil ekstraksi yang berupa filtrat ke dalam botol kosong, sedangkan sisa endapannya dilarutkan kembali dengan cara pendidihan dalam 4800 ml air sampai larutan yang tersisa hanya 1/3 bagian saja, kemudian filtrat dan endapan yang terbentuk dipisahkan dengan cara penyaringan. Lakukan sebanyak 3 kali Masukkan filtrat hasil ekstraksi ke 2 dan ke 3 ke dalam botol yang berbeda lalu disimpan dalam lemari es.
9
Untuk bahan yang ditimbang sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian memananaskannya dalam oven dengan suhu 100 0C selama 2 jam sampai contoh uji kering. Keluarkan cawan dan timbang bahan sampai didapatkan berat tetap sebagai Berat Kering (BK), kemudian menghitung Moisture Regain bahan dengan rumus : Kadar air =
Berat awal – Berat Akhir x 100% Berat Awal
Pengukuran Warna dalam Larutan Ekstrak Daun Katuk
Homogenkan filtrat zat warna dari 3 ekstraksi yang berbeda dalam satu panci kemudian panaskan
Siapkan contoh uji larutan zat warna untuk pengukuran spektrofotometer.
Siapkan 5 labu ukur untuk contoh uji dengan masing-masing konsentrasi 5 ml, 7 ml, 9 ml, 11 ml dan 13 ml.
Encerkan contoh uji hingga 100 ml
Ukur contoh uji dengan spektrofotometer
Lakukan perhitungan pada hasil data yang didapat
Pencelupan Menyiapkan larutan filtrat daun katuk dengan vlot 1 : 30. Larutan sebelum pencelupan dilakukan spektrofotometri terlebih dahulu celupkan/masukkan bahan nylon ke dalam larutan tersebut kemudian dipanaskan dalam suhu 70-90 oC selama 1 jam. Larutan setelah pecelupan dilakukan spektrofotometri sebelum dibuang. Bahan-bahan yang telah dicelup lalu dilakukan pencucian sesuai resep Kemudian keringkan
.
Pada larutan pencucian juga dilakukan spektrofotometri.
Pembuatan Zat Warna Bubuk dan Perhitungan Kadar Zat Warna Bubuk Timbang berat cawan. Masukan filtrat ke dalam cawan sebanyak 100 ml.
10
Panaskan 100 ml filtrat daun katuk sampai diperoleh filtrat yang kental sekali (hamper kering).. Memasukkan cawan tersebut kedalam oven agar sisa filtrat menjadi kering. Timbang kembali berat cawan dan filtrat yang telah kering sampai beratnya tetap. Menghitung % kadar zat warna bubuk. Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan Alat yang digunakan adalah Crock Meter Kain dipotong dengan ukuran 5 x 20 cm sebanyak 8 buah ( basah 4 buah, kering 4 buah) Kemudian kain yang sudah dipotong dijepit pada alat uji memanjang kearah gosokan yang mempunyai beban 900 gram digosok sebanyak 10 putaran dengan kecepatan 1 putaran/detik. Hasil uji kain penggosok dinilai dengan Staining scale gosok kering, gosok basah dengan kelembaban 60%. Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian Alat yang digunakan adalah linites (Laundry meter) Kain dipotong dengan ukuran 5 x 10 cm (4 buah) Lalu dibuat larutan sabun sebanyak 5 g/L Waktu 45 menit, suhu 400 oC Kemudian kain yang sudah dipotong menurut ukuran diberi lapisan kain kapas 100% dan polyester 100%, dijahit pada dua sisinya. Larutan Sabun yang dimasukan kedalam tabung uji sebanyak 200 ml+10 buah kelenceng baja sebagai pengaduk, kemudian Contoh uji dimasukan kedalam tabung tersebut dan dijepit pada alat uji. Contoh uji dinilai dengan greyscaale untuk perubahan warna dan dengan staining scale untuk penodaan kain polyester.
11
STUDI PUSTAKA Polyamide /Nylon Nylon merupakan sebutan generik untuk keluarga polimer sintetik yang dikenal umum sebagai poliamida (Francesco La Mantia, 2002). Polymer polyamida (nylon) adalah polimer yang dibentuk dari asam karboksilat dan amino. Jenis asam karboksilat dan amino sangat bervariasi sehingga terbentuk poliamida yang sangat bervariasi pula, misalnya nylon 6, nylon 66, nylon 11 dll. Yang paling banyak diproduksi adalah 6 dan 66. Nylon Dikenal juga sebagai perlon, caprolan dan amilan, trilobal atau antron, rislan, nomex dan lainnya. Pada umumnya serat sintetik ini merupakan isolator yang baik dan dapat menimbulkan sifat listrik static. Sifat kekuatan dan elastisitas serta ketahanan sangat baik, tahanan terhadap serangan jamur, bakteri dan serangga. Kekurangan dari kain nilon adalah daya serap
yang rendah, membutuhkan
stabilitas UV, Semua nilon rentan terhadap hidrolisis, terutama oleh asam kuat. Nylon dapat dicuci dengan sabun alkali dan tahan terhadap pencucian kimia / dry cleaning. Bahan nilon tidak tahan panas tinggi, pada suhu setrika 180 oC nilon mulai lengket dan rusak pada suhu 230 oC dan meleleh pada suhu 250 oC. Nylon dapat dicelup dengan zat warna asam dan kompleks logam, terhadap zat warna lain seperti basa,direk, belerang, tetapi ketahanan cuci dan sinar jelek. Sifat- sifat nylon secara umum : 1. Secara umum nylon bersifat keras, berwarna cream, sedikit tembus cahaya. 2. Berat molekul nylon bervariasi dari 11.000- 34.000 3. Nylon merupakan polimer semi kristalin dengan titik leleh 350- 570 oF. titik leleh erat kaitannya dengan jumlah atom karbon. Jumlah atom karbon makin besar, kosentrasi amida makin kecil, titik lelehnyapun menurun. 4.
Sedikit higroskopis : oleh karena itu perlu dikeringkan sebelum dipakai, karena sifat mekanis maupun elektriknya dipengaruhi juga oleh kelembaban relative dari admosfir.
5. Tahan terhadap solvent organic seperti alcohol, eter, aseton, petroleum eter, benzene, CCl 4 maupun xylene.
12
6. Dapat bereaksi dengan phenol, formaldehida, alcohol, benzene panas dan nitrobenzene panas. 7. Nylon relative tidak dipengaruhi oleh waktu simpan yang lama pada suhu kamar. Tetapi pada suhu yang lebih tinggi akan teroksidasi menjadi berwarna kuning dan rapuh. Demikian juga sinar matahari yang kuat akan kurang baik terhadap sifat mekanikalnya. 8. Penambahan aditif dalam nylon dimaksud untuk memperbaiki sifat - sifat nylon. Pada pencelupan menggunakan ekstrak daun katuk, kami menggunakan nylon 6 sebagai contoh uji dalam proses pencelupan. Nylon 6 atau polikaprolaktam merupakan polimer yang dikembangkan oleh Paul Schlack untuk mereproduksi sifat nilon 6,6 tanpa melanggar paten pada produksi. Tidak seperti kebanyakan nilon lain, nilon 6 bukan merupakan polimer kondensasi, melainkan dibentuk oleh ring-opening polymerization.
Katuk (Sauropus androgynus L Merr) 1. Karakteristik tanaman katuk Tanaman katuk merupakan tanaman yang telah lama dikenal masyarakat di negara Asia Barat dan Asia Tenggara. Penyebaran tanaman katuk ini dapat ditemukan di negara Malay Peninsula (Pahang, Kelantan), Philipina (Luzon, Mindoro), Cina, Vietnam, dan Indonesia.
Di Indonesia penyebarannya terdapat di pulau Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sumbawa, Maluku, dan Ambon (Setyowati 1997). Tanaman katuk dikenal dengan nama yang berbeda-beda tergantung pada tempat atau daerah di mana tanaman ini tumbuh. Tanaman katuk di Jawa disebut babing, katu, katukan; di daerah Sunda disebut katuk; di Madura disebut kerakur dan masyarakat Minang menyebutnya simani (Heyne, 1987). 2. Toksonomi tanaman katuk Toksonomi tanaman katuk menurut Backer dan Brink (1963) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
13
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotiledoneae
Sub kelas
: Monochleamydae (Apetalae)
Bangsa
: Euphorbiales
Suku
: Euphorbiceae
Marga
: Sauropus
Jenis
: Sauropus androgynus L Merr
Tanaman ini memiliki susunan daun seolah-olah berdaun majemuk tetapi jika dilihat dengan seksama berdaun tunggal karena di ketiak daunnya terdapat bunga warna merah bercampur putih. Perawakannya berupa perdu dengan tinggi 2-3 meter dan batang memiliki alur-alur dengan kulit yang agak licin berwarna hijau. Daunnya kecil dan menyirip ganda dengan jumlah anak daun banyak,
jumlah daun per cabang
berkisar antara 11-12 helai. Permukaan atas daun berwarna hijau dan kadang-kadang terlihat ada bercak keputih-putihan, sedangkan permukaan bawah berwarna hijau muda dengan tampak pertulangan daun yang Jelas. Tepi daunnya rata dengan ujung daun yang lancip dan pangkal daun berbentuk bulat atau tumpul. Buahnya terdapat di sepanjang tangkai daun dan berwarna putih. Tanaman ini tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian1.300 m dpl dan di daerah yang terbuka tetapi tidak langsung terkena sinar matahari.
Tanaman ini juga
memerlukan banyak air untuk pertumbuhannya (Sukendar 1997; Supriati et al. 2008) 3. Kandungan dan Manfaat Katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman obat yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae.Pemanfaatan tanaman ini sebagai obat tradisional sangat bervariasi, seperti untuk pelancar ASI, obat demam, obat bisul dan darah kotor. Selain itu akarnya berkhasiat sebagai obat frambusia, susah kencing dan obat panas (ASTUTI, 1997). 4. Kandungan Kimia Kandungan kimia katuk adalah protein, lemak, kalsium, fosfat, besi, vitamin A, B, C, steroid, flavonoid dan polifenol.
14
Polifenol adalah kelompok zat kimia ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yaitu memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna daun pada musim gugur. Sebagaimana kita ketahui Polifenol adalah senyawa yang mempunyai lebih dari satu senyawa fenol. Senyawa fenol dan glikosida fenolik dengan beberapa jenis yang berbeda tersebar luas di alam dan ditemukan dalam banyak kelas dari komponen alam yang mempunyai cincin aromatik. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 1987). Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang memiliki 15 atom karbon, dua cincin benzena bergabung dengan rantai karbon tiga linier.
Kerangka
diatas,
dapat
direpresentasikan
sebagai C 6 -
C3-6C
sistem.Flavonoid merupakan salah satu kelas yang paling karakteristik dari senyawa dalam tanaman yang lebih tinggi. Flavonoid Banyak mudah diakui sebagai pigmen bunga di keluarga Angiosperm sebagian besar (tanaman berbunga). Namun, kejadian mereka tidak terbatas pada bunga, tetapi mencakup semua bagian tanaman. Secara umum kromogen plavonoid mengandung gugus, biasaya pada posisi 3, 5, 7, 3’ dan 4’ senyawa dengan R1 = H dikenal dengan flavonon, sedang bila dibanding flavonols. Beberapa contoh yang dikenal baik adalah : -
Persian Barries (R1=R2=R4=R5= -OH ; R3=OCH3)
15
-
Quersin ((R1=R2= R3=R4=R5= -OH )
-
Weld (R1=H; R2= R3=R4=R5= -OH )
Flavonoid umumnya berwarna kuning dan intensitas cahayanya akan lebih kuat bila gugus pada posisi yang berdekatan adalah gugus OH, contoh R 4=R5= OH. Turunan flavonoid seperti maclurin merupakan benzofenon yang tersubstitusi dan mempunyai warna kuning kecoklatan.
Pewarna alam tersebut akan memberikan warna kuning kecoklatan pada wol dan sutra ketika dicelup dengan cara dimordan dengan alumunium. Flavonoid selain dalam daun katuk juga dapat ditemukan pada bunga-bungaan, jeruk dan ceri. ( Bahan ajar praktek kimia zat warna, 2005)
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Data dan Perhitungan Data pengukur panjang glombang warna dari zat warna hasil reaksi dengan menggunakan Spectrofotometer. No.
(x)
%T
A ( 2-log y)
X2
XY
konsentrasi 1
0,05
37
0,44
0,0025
0,022
2
0,07
27
0,57
0,0049
0,039
3
0,09
22
0,66
0,0081
0,0654
4
0,11
17
0,77
0,0121
0,0847
5
0,014
11
0,96
0,0169
0,1248
∑
0,45
3,4
0,0445
0,9308
Rumus. Y = ax + b (
a=
(
b =
(
) ( )( ) ) ( ) )(
) (
)(
(
) (
)
(
=
) ( ) (
( )
=
(
)( (
)(
)
)
= 156,2
) ( ) (
)(
)
)
= -13,378
maka : y = 156,2x – 13,378
Grafik Hubungan antara Konsentrasi dan Absorbansi.
pengukuran warna terhadap larutan 0.14
y = 0.1x + 0.01 R² = 1
0.12
1.2, 0.13
1, 0.11 0.1 0.8, 0.09 0.08 Series 1
0.6, 0.07 0.06
Linear (Series 1) 0.4, 0.05
0.04 0.2, 0.03 0.02
17
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Perbandingan Absorbansi pada Larutan Celup. No.
Transmitasi Larutan Celup
Transmitasi Larutan Hasil Pencucian
Sebelum
Sesudah
1
40 %
36%
65%
2
40 %
32%
66%
3
40 %
35%
73%
4
40 %
35%
76%
Uji Tahan Gosok dan luntur terhadap pencucian pada Kain Poliamida Setelah Proses Pencelupan. NO.
Kondisi
Tahan luntur
Basah
Kering
1
4/5
5
5
2
4/5
4/5
4,5
3
5
4/5
5
4
5
5
5
MR bahan = 2 gram gram (sample bahan ) MR =
= 0,675 gram
Data dan Perhitungan zat warna bubuk : Berat cawan awal = 47, 987 Berat cawan akhir = 49, 674 Berat zat warna bubuk = 49, 674 – 47, 987 = 1,687 g
18
Resep pencelupan 1
Berat bahan
: 10,77 gram
Vlot
: 1 : 30
Perhitungan resep 2 :
Berat bahan : 10,33gram Vlot
: 1 : 30
Larutan Proses : 10,77 x 30 = 323,1 ml
Larutan Proses : 10,33 x 30 = 309,9
Pembasah
Pembasah
:
x 309,9 = 0,30
NaCl
:
x 10,33 = 1,53 gram
:
x 323,1 = 0,3231 ml
Zat warna alam : 323,1 – 1,3231 = 322,77 ml
Resep pencucian 1
Vlot
Larutan Zat warna alam : 309,51 ml
: 1 : 20
Larutan proses : 20 x 10,77 = 215,4 ml Sabun
:
x 215,4 = 0,2
gram
Resep pencucian :
Vlot
: 1 : 20
Larutan proses : 20 x 10,33 = 206,6 ml Sabun
Na2CO3
:
x 215,4 = 0,43 gram
Air
: 215,4 – 0,2 – 0,43 = 214,77
ml : 80 0C
Suhu Waktu
:
Na2CO3
:
Air
: 206,4 ml
Suhu
: 80 0C
x 206,6 = 0,20 ml
x 206,6 = 0,43 gram
Waktu
: 10 menit
: 10 menit
Perhitungan resep 3 :
Perhitungan resep 4 :
Berat bahan : 11,04
Berat bahan
: 10,48
Vlot
Vlot
: 1 : 30
: 1 : 30
Larutan Proses : 11,04 x 30 = 331,2
Larutan Proses : 10,48 x 30 = 314,4
Pembasah
:
x 331,2 = 0,3312
Pembasah
:
x 314,4 = 0,31
NaCl
:
x 11,04 = 1,656 gram
NaCl
:
x 314,4 = 1,57 gram
CH3COOH 35 % :
x 11,04 = 0,22 ml
Larutan Zat warna alam : 328,99 ml Vlot
Resep pencucian :
CH3COOH 35 % :
x 10,48 = 0,52 ml
Zat warna alam : 314,4 – 0,31- 1,57 – 0,52 = 312 ml
: 1 : 20
Resep pencucian :
Larutan proses : 20 x 11,04 = 220,8 ml
Vlot
Sabun
Larutan proses : 20 x 10,48 = 209,6 ml
gram
:
x 220,8 = 0,22
Sabun
19
: 1 : 20
:
x 209,6 = 0,2 gram
Na2CO3
:
Air Suhu
x 220,8 = 0,44 gram
Na2CO3
:
: 220,2 ml
Air
: 209,6 – 0,2 – 0,41 = 208,99 ml
: 80 0C
Suhu
: 80 0C
Waktu
: 10 menit
Waktu
: 10 menit
x 209,6 = 0,41gram
Data Uji Tahan Gosok 5.1 5 4.9 4.8 4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4.2 Resep 1
Resep 2 Tahan gosok kering
Resep 3
Resep 4
Tahan gosok basah
Tahan gosok kering : Dari semua resep yang telah dilakukan, resep 1 memiliki nilai tahan gosok paling rendah yaitu sebesar 4,5 sedangkan resep 2, 3 dan 4 memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 5. Pada resep 1 tidak ada penambahan zat NaCL dan CH 3COOH. Sedangkan pada resep 2, 3 dan 4 ada penambahan NaCl yaitu resep 2 sebesar 15 %, resep 3 sebesar 15 % dan resep 4 sebesar 20 %. Dalam hal ini NaCl berfungsi untuk mendorong zat warna masuk kedalam serat. Kondisi pH awal larutan zat warna adalah 4 yang berarti sudah dalam kondisi asam. Kemudian pada resep 2, 3 dan 4 ditambahkan NaCl. Hal ini membuat kondisi larutan zat warna semakin asam. Setelah dilakukan proses pencelupan hasilnya adalah resep yang menggunakan NaCl, zat warna yang terserap kedalam serat lebih sedikit, hal ini
20
menunjukan bahwa bila ditambahkan asam maka akan membuka zat warna yang terserap lebih sedikit sehingga warna kain lebih muda. Hubungannya dengan tahan gosok mungkin kain dengan penambahan asam yang menghasilkan warna lebih muda tahan gosoknya lebih baik karena warna dalam serat lebih sedikit. Sedangkan kain yang tidak ada penambahan asam, zat warna yang terserap kedalam serat lebih banyak sehingga warna yang dihasilkan lebih tua. Hal ini membuat tahan gosoknya kurang baik. Faktor lain yang menyebabkan tahan gosoknya kurang baik adalah setelah dilakukan proses pencelupan, kain tidak dicuci dengan teepol dan resep proses pencucian serat seperti biasa. Kurva Absorbansi Pada Kain Polyamida. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 resep 1
resep2 Transmitasi
resep 3 K/S
resep 4
Reflektansi
Transmitasi, K/S dan Reflektanasi. Hasil analisis menunjukan bahwa transmitasi pada resep 1 sebesar 21,996 %, transmitasi merupakan jumlah cahaya yang lewat pada contoh uji dan diserap oleh detector. Cahaya yang terserap oleh detekktor menandakan bahwa cahaya tersebut tidak tertahan atau terpantul oleh suatu struktur molekul atau padatan. Hal ini
21
menunjukkan bahwa zat warna alam yang terserap pada kain relative sedikit, mungkin ini
dikarenakan pada resep 1 tidak dilakukan penambahan NaCl ketika proses
pencelupan. Diketahui bahwa NaCl berfungsi untuk membantu mendorong zat warna masuk kedalam kain. Maka dari itu K/S pada resep 1 yang menunjukkan banyaknya zat warna terserap pada kain hanya 0,68%. Resep 2, menggunakan NaCl pada proses pencelupan sehingga hasilnya zat warna yang terfiksasi lebih banyak, K/S semakin besar, dan reflektansi semakin kecil. namun penambahan garam pada resep 3 dan CH3COOH 30% sebanyak 2 % pada larutan celup menghasilkan transmitasi 14,925%, K/S 0,712, dan Reflektansi 32,247. Data ini menunjukkan bahwa zat warna yang terserap pada kain relative lebih sedikit dibandingkan penyerapan zat warna pada resep 2. Hal ini mungkin disebabkan penambahan asam pada larutan celup, meski poliamida relative tahan terhadap asam lemah, namun pada asam dalam keadaan mendidih poliamida dapat rusak. Maka hal ini menyebabkan sulitnya zat warna berikatan dengan serat, yang mengakibatkan warna pada kain yang dicelup ketuaan warnanya menjadi kurang baik. Pada larutan celup resep 4 dilakukan penambahan NaCl dan CH 3COOH 30% sebanyak 3% pada larutan celup K/S 0,427 , RFL sebanyak 40,918 dan transmitasi maximum 28,579 hasil yang didapatkan pada kain yang dicelup warnanya paling muda karna penambahan asam asetat
22
Tahan Luntur terhadap pencucian 5.1 5 4.9
4.8 4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4.2 resep 1
resep 2
resep 3
resep 4
Tahan Luntur terhadap pencucian
Berdasar data grafik diatas tahan luntur terhadap pencucian pada pencelupan ekstrak daun katuk tahan luntur termasuk baik terlihat pada grafik diatas rata-rata pencucian yang diuji menggunakan grayscale bernilai 5 hanya pada resep 2 saja yang bernlai 4,5 hal ini disebabkan oleh zat warna yang terserap lebih banyak dan kurang rata sehingga adannya zat warna yang ketika proses pencucian. Hasil contoh uji terlampir
23
KESIMPULAN Berdasarkan hasil uji yang didapat diatas ada beberapa kesimpulan, diantaranya : 1. Uji tahan luntur dan gosok terhadap pencucian rata-rata adalah baik. 2. NaCl berguna untuk memabntu penyerapan zat warna. 3. Pada suasana asam dengan suhu (80o-90oC) penyerapan zat warna terhadap kain berkurang. 4. Zat warna memiliki sifat seperti zat warna asam. 5. Dari 100 ml larutan zat warna didapatkan 1,687 gram zat warna bubuk. 6. Mr bahan 0,0675
SARAN 1. Sebaiknya dilakukan banyak variasi percobaan sehingga didapat hasil data yang optimal. 2. Dilakukan uji pH sebelum dan sesudah proses percobaan.
24
DAFTAR PUSTAKA
[1] ASTUTI, Y., B. WAHJOEDI dan M.W. WINARNO. 1997. Efek diuretic infus akar katuk terhadap tikus putih. Warta Tumbuhan Obat 3(3): 42-43. [2] Bahan ajar praktek kimia zat warna, STTT, Bandung, 2005 [3] H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999), Sumber Daya Nabati Asia Tenggara, No 3 “Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin”, Balai Pustaka,Jakarta [4] Francesco La Mantia (August, 2002) Handbook of plastics recycling . Rapra Technology Limited, UK. diakses 18 april 2013 http://books.google.co.id/books?id=TBrOGJqvgcMC&pg=PA19&redir_esc=y# v=onepage&q&f=false [5] Isminingsih (1978), Pengantar Kimia Zat Warna, STTT, bandung. [6] J.B. Harborne, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, (Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro), Penerbit ITB, Bandung, 1987 [7] Heyne K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta [8] M.M. Marie et all, 2010. Dyeing of Nylon 6 Fibres with Natural Dyes . Cairo – Egypt
25