Pengaruh Bahasa Sanskerta Terhadap Bahasa Melayu: Kajian Perbandingan antara Prasasti dan Naskah Lama
Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester pada mata kuliah Pengaruh Bahasa Sanskerta dalam Naskah Nusantara
Dosen: Dr. Ninie Susanti Y.
Oleh. Muhammad Nida’ Fadlan NPM. 1206188635
PROGRAM MAGISTER, KONSENTRASI FILOLOGI DEPARTEMEN ILMU SUSASTRA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2013
Pengaruh Bahasa Sanskerta Terhadap Bahasa Melayu: Kajian Perbandingan antara Prasasti dan Naskah Lama Oleh. Muhammad Nida’ Fadlan (1206188635)
Nusantara merupakan wilayah yang sangat strategis di wilayah tenggara benua Asia. Letaknya yang berada diantara dua lautan besar telah menjadikan Nusantara sebagai wilayah yang paling ramai dilalui oleh para pedagang dari berbagai wilayah untuk berniaga. Keadaan tersebut telah menimbulkan konsekuensi budaya yang harus diterima oleh hampir seluruh wilayah di Nusantara, terutama kawasan Melayu. Konsekuensi budaya yang diterima oleh bangsa di wilayah Nusantara adalah menjadi kawasan kosmopolitan dan menjadi tempat yang paling kaya terjadinya vernakularisasi budaya yang banyak mengadopsi budaya-budaya dari sekitarnya. Salah satu bangsa yang paling berpengaruh dalam menanamkan kebudayaannya di Nusantara adalah bangsa India. Kontak perdagangan yang begitu intim antara India dengan Nusantara telah menimbulkan banyak pengaruh terhadap kemapanan budaya lokal. Sisa-sisa peninggalan budaya India yang begitu membekas dalam kebudayaan Melayu-Nusantara adalah keberadaan bahasa Sanskerta yang pada awalnya dipakai sebagai bahasa niaga. Penemuan benda-benda cagar budaya berupa prasasti maupun naskah lama yang ditulis dengan menggunakan bahasa Sanskerta telah membuktikan adanya hubungan erat antara budaya dunia yang terpenting, yakni India, dengan bangsa Melayu. Peninggalan benda-benda budaya ini juga merupakan data penting dan bernilai dalam konteksnya meneliti hubungan penyebaran bahasa Melayu dan hubungannya dengan kebudayaan India yang diwakili oleh bahasa Sanskerta (Collins, 2011: 7). Bahasa Sanskerta pula yang selama ini dipakai oleh para sejarawan untuk menandai masuknya Nusantara ke dalam masa sejarah, yakni dengan ditemukannya prasasti-prasasti berbahasa Sanskerta yang ditulis menggunakan aksara Pallawa di Kutai, Kalimantan Timur. Prasasti ini memperlihatkan bahwa
1
Nusantara telah mulai memasuki masa sejarah sejak abad ke-5 M yang ditunjukkan oleh bentuk serta jenis tulisan yang ditemukan sehingga hal ini dapat memperlihatkan bahwa sejak masa tersebut, bahkan mungkin saja jauh dari itu, kebudayaan India telah lama terlibat dalam proses perkembangan peradaban dan kebudayaan Nusantara. Pada awalnya, bahasa Sanskerta digunakan sebagai bahasa niaga, namun kemudian bergeser penggunaannya menjadi bahasa agama. Menurut Collins, bahasa Sanskerta sudah tidak lagi digunakan sebagai bahasa sehari-hari pada saat bahasa tersebut mulai diperkenalkan di Nusantara. Bahasa Sanskerta telah menjadi bahasa sakral yang hanya digunakan dalam upacara dan penulisan teksteks keagamaan (Collins, 2009: 110). Ikatan budaya antara bahasa Melayu, sebagai bahasa yang digunakan oleh mayoritas masyarakat Nusantara, dan bahasa Sanskerta merupakan fenomena yang telah terjadi sejak ratusan tahun. Sejak abad ke-7, Nusantara menjadi poros utama para penganut agama Buddha dari negeri Cina untuk mempelajari bahasa Sanskerta serta menyalin naskah-naskah suci agama Buddha untuk dibawa salinannya ke negeri asalnya. Nusantara telah lama dikenal sebagai pusat pengajaran bahasa Sanskerta dan agama Buddha. Keterkaitan antara bahasa Sanskerta dan agama Buddha merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena agama Buddha lebih mengutamakan penggunaan bahasa Sanskerta dalam baik dalam penulisan teks-teks keagamaan maupun dalam upacara-upacara keagamaan (Collins, 2009: 23-24). Dalam konteks perkembangan tata bahasa modern, William Marsden dianggap sebagai pelopor dalam mendokumentasikan jejak-jejak pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu dengan menyusun sebuah kamus yang dilengkapi dengan catatan etimologis mengenai kata-kata dalam bahasa Melayu yang diserap dari bahasa Sanskerta. Ketekunan Marsden dalam penyusunan kamus tersebut telah dianggap sebagai karya terbaik sepanjang abad ke-19 sebagai kamus bahasa Melayu terbaik (Collins, 2009: 37). Setelah Marsden, diikuti oleh para sarjana lainnya dalam menyusun berbagai literatur leksikal mengenai
2
pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu seperti Maxwel (1907), de Casparis (1997), Gonda (1952), dan Beg (1981). Bahasa Sanskerta memiliki peran penting dalam memperlihatkan betapa mapannya peradaban bahasa Melayu pada saat itu. Kemapanan bahasa Melayu terlihat karena kesiapannya dalam menghadapi popularitas bahasa Sanskerta yang pada masa tersebut merupakan bahasa internasional dan diakui penggunaannya oleh bahasa-bahasa dunia lainnya. Apabila disebutkan bahwa bahasa merupakan ciri identitas suatu bangsa yang dapat mengenali perilaku dan kepribadian penuturnya (Collins, 2011: xiv), maka diharapkan tulisan ini mampu memberikan perspektif positif bagi kemajuan peradaban Nusantara, termasuk Indonesia. Seperti telah disinggung di atas, pengkajian tentang pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu dapat dilakukan dengan meneliti artefakartefak berupa prasasti maupun naskah-naskah lama yang ditulis dengan bahasa Melayu. Dalam tulisan ini akan diperlihatkan pengaruh-pengaruh leksikal yang diberikan oleh bahasa Sanskerta terhadap prasasti Kedukan Bukit di Palembang dan sebuah naskah Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah yang berasal dari Kerinci, Jambi.
Pengaruh Bahasa Sanskerta dalam Prasasti Kedukan Bukit Secara keseluruhan, deskripsi serta pembahasan mengenai pengaruh bahasa Sanskerta dalam Prasasti Kedukan Bukit (PKB) telah dikaji oleh Safira Basaina (2010). Oleh karena itu, pembahasan mengenai PKB dalam tulisan ini cenderung mengutip dari pembahasan sebelumnya. Adapun urgensi pemaparan yang cenderung mengulang ini dilakukan sebagai bahan perbandingan terhadap objek kajian lainnya yang telah disebutkan di atas. PKB merupakan sebuah prasasti yang pertama kali ditemukan pada tahun 1920 di desa Kedukan, Palembang, Sumatera Selatan. Saat ini, PKB disimpan di Museum Nasional, Jakarta dengan nomor inventarisasi D-146. Hingga saat ini, kondisi fisik PKB dalam keadaan yang baik sehingga tulisan yang terdapat pada prasasti tersebut dapat dibaca dengan baik.
3
PKB menggunakan bahasa Melayu Kuna dan bahasa Sanskerta yang ditulis menggunakan aksara Pallawa. Dalam prasasti tersebut, terdapat penanggalan yakni tahun 605 Saka atau bertepatan dengan tahun 683 Masehi. Adapun isi PKB adalah tentang perjalanan yang dilakukan oleh Dapunta Hyang yang merupakan raja yang berkuasa pada masa tersebut. Dalam
riwayat
penelitiannya,
PKB
telah
dialihaksarakan
dan
dialihbahasakan oleh G. Coedes pada tahun 1930. Berikut adalah hasil alih aksara dan alih bahasa tersebut: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
swasti śrī śakawaŕşātīta 605 ekādaśī śu klapakşa wulan waiśākha dapunta hiyam nāyik di sāmwau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa wulan jyeşţha dapunta hiyaŋ maŕlapas dari minānga tāmwan mamāwa yaṃ wala dualakşa dangan koduaratus cāra di sāmwau dangan jālan sariwu tlurātus sapulu dua wañakña dātam di mukha upang sukhacitta di pañcamī śuklapakşa wulan laghu mudita dātam marwuat wanua… śrīwijaya jaya siddhayātra subhikşa...
Kemakmuran! Keberuntungan! Pada tahun Saka 605, hari kesebelas paruh terang bulan Waiśākha, Sri Baginda naik kapal untuk mencari kesaktian. Hari ketujuh paruh terang, bulan jyeşţha, raja membebaskan diri dari […]. Ia memimpin balatentara yang terdiri dari dua ribu [orang], pengikut […] sejumlah dua ratus orang menggunakan perahu, pengikut yang berjalan kaki sejumlah seribu tiga ratus dua belas orang tiba di hadapan [Raja?], bersama-sama, dengan sukacitanya. Hari kelima paruh terang bulan […] ringan, gembira, datang dan membuat negeri […] Sriwijaya, sakti, kaya […] Berikut adalah pengaruh bahasa Sanskerta yang terdapat dalam PKB sebagaimana telah dibahas oleh Basaina (2010): Baris Ke1
Pengaruh Sanskerta 1. Swasti. Artinya: keadaan baik, keberuntungan, sukses, selamat, seruan. 2. Śrī. Asal kata: srī. Artinya: luar biasa, indah, keberuntungan, beruntung, kekayaan, posisi tinggi, mulia, agung. 3. Śakawaŕşātīta. Asal kata: śaka. Artinya: nama suatu suku indo-scythians, masa tahun Saka + 78 M; Asal kata: waŕşa. Artinya: tahun; Asal kata: atīta (√i + ā). Artinya: telah lewat.
4
2
3
4 5 6 7 8
9
10
4. 605. Artinya: tahun 605. 5. Ekādaśī. Asal kata: Ekā. Artinya: satu; Asal kata: daśī. Artinya: sepuluh. 6. Śuklapakşa. Asal kata: śukla. Artinya: terang; Asal kata: pakşa. Artinya: paruh dalam pembagian bulan. 7. Waiśākha. Artinya: nama bulan kesepuluh. 8. Siddhayātra, Asal kata: Siddha (√sidh). Artinya: sudah menyelesaikan, mencapai, sukses, memenuhi; Asal kata: yātra. Artinya: akan melakukan, kedatangan, perjalanan, ziarah. 9. Saptamī. Artinya: hari ketujuh. 10. Śuklapakşa. Asal kata: śukla. Artinya: terang; Asal kata: pakşa. Artinya: paruh dalam pembagian bulan. 11. Jyeşţha. Artinya: nama bulan, antara Mei-Juni. 12. Dua. Asal kata: dwa. Artinya: dua. 13. Lakşa. Artinya: seratus ribu. 14. Dua. Asal kata: dwa. Artinya: dua. 15. Cāra. Artinya: Mata-mata, bergerak, bersikap. 16. Dua. Asal kata: dwa. Artinya: dua. 17. Mukha. Artinya: mulut, rahang, wajah. 18. Sukhacitta. Asal kata: sukha. Artinya: istirahat, nyaman, kesenangan, kebahagiaan; Asal kata: citta. Artinya: pikiran, keinginan, hati, alasan. 19. Pañcamī. Artinya: hari kelima. 20. Śuklapakşa. Asal kata: śukla. Artinya: terang; Asal kata: pakşa. Artinya: paruh dalam pembagian bulan. 21. Laghu. Artinya: aktif, cepat, tidak berat, ringan, ringan dalam pikirannya. 22. Mudita. Asal kata: mud. Artinya: bahagia, senang, penuh sukacita. 23. Śrīwijaya. Artinya: nama kerajaan Sriwijaya 24. Siddhayātra, Asal kata: Siddha (√sidh). Artinya: sudah menyelesaikan, mencapai, sukses, memenuhi; Asal kata: yātra. Artinya: akan melakukan, kedatangan, perjalanan, ziarah. 25. Subhikşa. Artinya: memiliki banyak makanan.
Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat dilihat pengaruh bahasa Sanskerta dalam PKB sebanyak 25 kata. Apabila dibandingkan keseluruhan kata yang tertulis dalam prasasti tersebut dengan penggunaan bahasa Melayu yang mencapai 38 kata, maka prosentase penggunaan kosakata Sanskerta dalam PKB mencapai 39,7%. Sebuah angka yang menunjukkan pengaruh bahasa Sanskerta yang begitu hampir mendominasi separuh penggunaan bahasa dalam prasasti tersebut.
5
Pengaruh Bahasa Sanskerta dalam Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Kitab Undang-undang Tanjung Tanah (KUTT) disebut-sebut merupakan naskah berbahasa Melayu tertua yang pernah ditemukan. Pernyataan tersebut dikemukakan tidak berdasarkan penanggalan yang ditemukan di dalam teks tersebut, melainkan melalui proses penelitian analisis radio karbon terhadap alas naskah KUTT sehingga dihasilkan bahwa naskah tersebut diproduksi pada abad ke-14 M. KUTT yang ditemukan oleh sarjana Jerman, Uli Kozok, ini ditulis di atas kertas daluang berbeda dengan naskah Melayu pada umumnya yang ditulis di atas kertas Arab maupun Eropa (Kozok [ed.], 2006: 57). KUTT,
yang
juga
disebutkan
dengan
nama
Undang-undang
Sarasamucchaya (Collins, 2009: 75), telah diteliti oleh tim gabungan dari berbagai unsur ahli pernaskahan, ahli aksara, dan ahli bahasa seperti Hasan Djafar, Ninie Susanti Y, Waruno Mahdi, Achadiati Ikram, I kuntara Wiryamartana, Karl Anderbeck, Thomas Hunter, dan Uli Kozok. Adapun hasil penelitian tersebut kemudian dibukukan dengan judul Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua pada tahun 2006. Naskah KUTT merupakan naskah berbahasa Melayu dan ditulis menggunakan aksara Pasca-Pallawa. Meskipun demikian, naskah ini diawali dan diakhiri oleh bahasa Sanskerta. Hal ini menunjukkan bahwa naskah tersebut ditulis pada masa sebelum kedatangan Islam, tidak seperti naskah-naskah Melayu pada umumnya yang banyak ditemukan ditulis menggunakan aksara Jawi. Meneliti naskah yang ditulis sebelum kedatangan Islam di tanah Melayu merupakan objek penelitian yang paling tepat untuk meneliti seberapa jauh bahasa Sanskerta
mempengaruhi
bahasa
Melayu.
Sehingga
tulisan
ini
akan
mengupayakan menghadirkan penelitian leksikal tentang pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu pada KUTT. Berikut ini adalah tabel penggunaan kosa kata bahasa Sanskerta dalam KUTT. Kalimat yang ditampilkan mengacu pada alih aksara kritis yang telah dilakukan oleh Uli Kozok, dkk nomor [12]-[23] (2006: 111-117):
6
Nomor 12
13 14
15
16
17
18 19
20 21 22 23
Pengaruh Sanskerta 1. Raja, asalnya rājan. Artinya Pangeran, raja. 2. Dandanya, asalnya dandá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya hukuman. 3. Didanda, asalnya dandá, prefiks dari bahasa Melayu diyang berarti pasif. Artinya hukuman. 4. Dandanya, asalnya dandá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya hukuman. 5. Panca, berarti lima. 6. Didanda, asalnya dandá, prefiks dari bahasa Melayu diyang berarti pasif. Artinya hukuman. 7. Dusa, asalnya dûsh-a, artinya menghancurkan, menodai, mengotori, memalsukan, merayu, melanggar, merusak, mencemarkan, melanggar. 8. Danda, asalnya dandá, Artinya hukuman. 9. Dusanya, asalnya dûsh-a, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya menghancurkan, menodai, mengotori, memalsukan, merayu, melanggar, merusak, mencemarkan; melanggar. 10. Handak, asalnya khand, artinya memenangkan. 11. Dandanya, asalnya dandá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya hukuman. 12. Handak, asalnya khand, artinya memenangkan. 13. Dandanya, asalnya dandá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya hukuman. 14. Dandanya, asalnya dandá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya hukuman. 15. Dandanya, asalnya dandá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya hukuman. 16. Rupanya, asalnya rûpá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya penampilan, warna. 17. Dandanya, asalnya dandá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya hukuman. 18. Dandanya, asalnya dandá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya hukuman. 19. Dandanya, asalnya dandá, sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya hukuman. 20. Saraganya, asalnya râg, prefiks dari bahasa Melayu sa- yang berarti sama. Sufiks dari bahasa Melayu –nya yang berarti kepemilikan. Artinya aturan.
7
Kesimpulan Berdasarkan kajian atas dua jenis bukti peninggalan sejarah tersebut, dapat dilihat bahwa bahasa Sanskerta sangat memberikan kontribusi bagi pengayaan bahasa Melayu. Hal tersebut terlihat dari keberadaan bahasa Sanskerta dalam setiap kalimat yang dituliskan dalam prasasti dan naskah tersebut. Perbedaan konteks morfologis dan sintaksis dari kedua bahasa tersebut sangat terlihat. Kerumitan bahasa Sanskerta yang selalu terpengaruh oleh kasus-kasus dalam tatabahasanya tidak tampak terlihat pada saat telah diadopsi oleh bahasa Melayu yang cenderung hanya memberikan afiks (imbuhan) pada setiap kasus tatabahasanya.
Daftar Pustaka Basaina, Safira. 2010. Perkembangan Pengaruh Kata-Kata Sanskerta dalam Prasasti-Prasasti Berbahasa Melayu Kuna di Sumatra Pada Abad Ke-7 Hingga Ke-10 Masehi. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Collins, James T. 2009. Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ---------------------. 2011. Bahasa Melayu Bahasa Dunia: Sejarah Singkat. Terj. Alma Evita Almanar. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Kozok, Uli. (ed.). 2006. Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Macdonell, Arthur Anthony. 1954. A Practical Sanskrit Dictionary. London: Oxfor University Press. Soebadio, Haryati. 1983. Tatabahasa Sanskerta Ringkas. Jakarta: Djambatan.
8