IDENTIFIKASI BUKU
Judul buku
: Pengantar ILMU TASAWUF
Penyusun
: DRS. USMAN SAID, dkk.
Penerbit
: Obyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara
Cetakan
:-
Tahun penerbitan
:1981 / 1982
Sistematika buku
:Dalam buku ini DRS. USMAN SAID membahas bagaimana
kita dapat memahami Tasawuf dengan benar. Penulis menyusun buku ini dengan sangat rinci sehingga beliau mampu membawa pembaca untuk terjun memahami isi buku hingga untuk menerapkan dalam kehidupan. Dibuku ini terdapat V BAB yang didalamnya terdapat sub-sub BAB yang memperinci pokok-pokok pembahasan secara detail. Bab – Bab Bab nya yaitu :
BAB I PENDAHULUAN Disini
penyusun
menjabarkan
ulasan
dasar
tentang
apa
itu
tasawuf,keterkaitannya dengan kehidupan rohani,agama islam bahkan dengan ilmu pengetahuan.
A. Pengertian Tasawuf Arti tasawuf dan asal katanya menurut logat sebagaimana tersebut dalam buku Mempertajam Mata Mat a Hati (dalam melihat Allah). Menurut Syekh Ahmad ibn Athaillah yang diterjemahkan oleh Abu Jihaduddin Rafqi al-Hānif al- Hānif : Berasal dari kata suffah (
)= segolongan sahabat-sahabat Nabi yang
menyisihkan dirinya di serambi masjid Nabawi, karena di ser ambi itu para sahabat selalu duduk bersama-sama Rasulullah untuk mendengarkan fatwa-fatwa beliau untuk disampaikan kepada orang lain yang belum menerima fatwa itu. Berasal dari kata sūfatun (
)= bulu binatang, sebab orang yang
memasuki tasawuf itu memakai baju dari bulu binatang dan tidak senang
memakai pakaian yang indah-indah sebagaimana yang dipakai oleh kebanyakan orang. Berasal dari kata sūuf al sufa’ (
)= bulu yang terlembut, dengan
dimaksud bahwa orang sufi itu bersifat lembut-lembut. Berasal dari kata safa’ (
)= suci bersih, lawan kotor. Karena orang-orang
yang mengamalkan tasawuf itu, selalu suci bersih lahir dan bathin dan selalu meninggalkan perbuatan-perbuatan yang kotor yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah. 1 Meskipun demikian banyaknya defenisi tersebut tidaklah didapat defenisi yang mencangkup pengertian tasawuf secara menyeluruh. Hal ini disebabkan karena para ahli tasawuf tidak ada memberi defenisi tentang ilmu sebagaimana para ahli filsafat. Ahli tasawuf hanya menggambarkan tentang sesuatu keadaan yang dialaminya dalam kehidupan tasawuf pada waktu tertentu. Maka dengan uraian diatas dapatlah diambil suatu pengertian yang bersifat menyeluruh bahwa tasawuf ialah : Kesadaran yang murni (fitrah) yang menguatkan jiwa yang benar kepada Allah dan kegiatan yang sungguh-sungguh menjauhkan diri dari keduniaan dalam rangka mendekatkan diri kepada tuhan, untuk mendapatkan perasaan berhubungan yang erat dengan wujud mutlak (Tuhan). (Bandingkan Ibrahim Basyuni : 17-24).
B. Tasawuf dan Kehidupan Rohani Disini pengarang memberikan gambaran kepada pembaca bahwa tasawuf itu adalah kehidupan rohani dan lebih tegas lagi bahwa bertasawuf itu adalah fitrah manusia. Kehidupan yang hanya bersandar kepada kebendaan adalah kehidupan yang semu, sedangkan kehidupan yang berlandaskan rohani dan fitrah yang telah diciptakan Allah pada diri manusia adalah kehidupan yang hakiki. Apabila mengkaji kepada problematika perasaan maka kita akan terbawa kepada 3 hal : (1) Al Hubb (Cinta) (2) Al Fana (Meniadakan Diri) (3) Al Ma’rifah (Pengenalan). 1
Sir
Almer
Lodge
seorang
sarjana
Inggris
mengatakan:
Lihat Ibnu Athaillah a l-Iskandariah Syekh ahamd ibn Athailla h, pengubah Abu Jihaduddin Rifqi al-Hanif dengan judul Mempertajam Mata Hati (t.t: Bintang Pelajar, 1990), h. 5.
sesungguhnya siapa yang mengukur manusia dengan alam materi, maka dia telah melanggar Allah, sebagaimana dia melanggar hakikat kemanusiaan. Sir Almer Lodge menambahkan bahwa manusia adalah makhluk rohani dengan meninjau dari unsur-unsur manusia yang tertinggi (rohani) dan terendah (jasmani).
C. Tasawuf dan Agama Islam Apabila diperhatikan dari segi sejarah perkembangannya bahwa gerakan tasawuf adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dengan segala pertimbangan umat islam. Faktor faktor yang mendorong lahirnya tasawuf ini adalah bersumber dari Islam itu sendiri, walaupun terdapat pengaruh dari unsur-unsur luar islam. Unsur-unsur yang membentuk Tasawuf itu adalah : 1. Unsur Islam : Bersumber pada dorongan ajaran islam dan factor social dan sejarah kehidupan masyarakat pada umumnya. 2. Unsur Masehi : Unsur tasawuf diduga mempengaruhi tasawuf islam adalah sikap fakir. Menurut keyakinan nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir. 3. Unsur Yunani : Filsafat adalah segala sesuatu yang asalnya dari akal manusia. Dalam sejarah, budaya Yunani seperti filsafat massuk ke dunia Islam ketika berlangsungnya kegiatan penerjemahan karya-karya asing khususnya Yunani kedalam bahasa Arab pada masa daulah Abbasiah. Perlu dicatat disini bahwa penerjemah-penerjemah tersebut bukan saja dari kalangan orang Islam tetapi juga dari kalangan agama lain seperti Yahudi dan Nashrani yang sebagian mereka pada saat itu bekerja sebagai penerjemah atau dokter atau lainnya di daulah Abbasiyah. 4. Unsur Hindu/Budha : Antara tasawuf dengan kepercayaan hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir, darwisy. Ada beberapa ajaran tasawuf yang dikatakan memiliki kesamaan dengan ajaran Budha, di antaranya adalah konsentrasi, pengawasan diri dari bujuk rayu nafsu dan pemahaman bahwa hidup ini hanya sementara dapat mengawasi diri dari seluruh keburukan dan mengantar kepada kebaikan.
5. Unsur Persia : Tasawuf masuk ke Persia dengan jalur perdagangan. Dalam historisnya, antara Arab dan Persia telah ada hubungan sejak lama dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menerangkan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia melalui ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada persamaan antara istilah zuhud di Arab dengan zuhud dalam agama Manu dan Mazdaq dan hakikat Muhammad menyerupai paham Harmuz (Tuhan kebaikan) dalam agama Zarathustra.
D. Tasawuf dan Ilmu Pengetahuan Gambaran pemikiran kefilsafatan umat manusia terutama di Barat cenderung telah dikuasai oleh pemikiran bercorak meterialis atau paling sedikit telah dipengaruhi oleh aliran idealisme dan positivisme. Idealisme meletakkan segala kesungguhan pada rasio atau ide sedangkan Positivisme mengatakan bahwa ilmulah yang dapat menjadi dasar renungan filsafat. Ibnu Khaldun membagi jiwa manusia kepada tiga golongan (1) golongan yang tidak sanggup menurutkan kodratnya sendiri untuk sampai kepada kepahaman kerohanian (2) orang orang yang pemikirannya tergerak ke arah pemikiran yang murni
dan
pengertian yang karena susunannya yang esensi dan tidak membutuhkan alat-alat badani. (3) orang orang yang sifatnya demikian rupa sehingga mereka meninggalkan sifat-sifat mereka sebagai manusia baik sifat badaniah maupun rohanih. Dari keterangan inilah dapat diambil kesimpulan bahwasannya ada hal-hal yang dapat dicapai alat inderawi dan akal pikiran manusia dan ada pula hal-hal yang hanya dapat dicapai dengan cara kehidupan yang khusus yang disebut dengan kehidupan bertasawuf, yang sangat mementingkan peranan kerohanian melalui keadaan latihan-latihan tertentu. Apabila dilihat dari sisi tasawuf sebagai ilmu, maka fase ini merupakan fase ketiga yang ditandai dengan dimulainya unsur-unsur di luar Islam berakulturasi dengan tasawuf. Ciri lain yang penting pada fase ini adalah
timbulnya ketegangan antara kaum orthodoks dengan kelompok sufi berfaham ittihad.2
BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TASAWUF a) Landasan dan Motivasi Lahirnya Tasawuf Timbulnya tasawuf dalam islam bersamaan dengan kelahiran agama islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad SAW diutus menjadi Rasul untuk segenap ummat manusia dan seluruh alam semesta. Dalam usia menjelang empat puluh tahun, Muhammad pergi ke gua hira melakukan Tahannuts. Segala pola tingkah laku, amal perbuatan dan sifat-sifat Muhammad sebelum diangkat menjadi rasul merupakan manifestasi danri kebersihan hati dan kesucian jiwanya yang sudah menjadi pembawaan semenjak kecil. Hidup kerohanian Rasulullah diwarisi oleh para sahabat, tabi’in dan tabi’it-tabi’in, bahkan juga oleh para pengamal ajaran tasawuf (orang sufi) dari masa kemasa seperti yang diterapkan pada uraian-uraian selanjutnya. Secara umum, tujuan terpenting dari sufi ialah agar berada sedekat mungkin dengan Allah. 3 Akan tetapi apabila diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum, terlihat adanya tiga sasaran “antara” dari tasawuf, yaitu : 1. Tasawuf yang bertujuan untuk pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkesinambungan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral. Tasawuf yang bertujuan moralitas ini, pada umumnya bersifat praktis. 2. Tasawuf yang bertujuan ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al-Kasyf al-Hijab. Tasawuf jenis ini sudah bersifat teoritis dengan seperangkat ketentuan khusus yang diformulasikan secara sistimatis analitis. 2
Ittihad yaitu beralihnya sifat kemanusiaan seseorang ke dalam sifat ke-Ilahi-an sehingga terjadi pernyataan dengan Tuhan (fana). Lihat Fazlur Rahaman, op. cit., h. 186. 3 Ibnu Athaillah al-Iskandariy, al-Hikam, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy dengan judul Tarjamah al-Hikmah (Cet. V; Surabaya: Balai Buku, 1984), h. 6.
3. Tasawuf yang bertujuan untuk membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan antara Tuhan dengan makhluk, terutama hubungnan manusia dengan Tuhan dan apa arti dekat dengan Tuhan.dalam hal apa makna dekat dengan Tuhan itu, terdapat tiga simbolisme yaitu; dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran Tuhan dalam hati, dekat dalam arti berjumpa dengan Tuhan sehingga terjadi dialog antara manusia dengan Tuhan dan makan dekat yang ketiga adalah penyatuan manusia dengan Tuhan sehingga yang terjadi adalah menolong antara manusia yang telah menyatu dalam iradat Tuhan.4 Dari uraian singkat tentang tujuan sufisme ini, terlihat ada keragaman tujuan itu. Namun dapat dirumuskan bahwa, tujuan akhir dari sufisme adal ah etika murni atau psikologi murni, dan atau keduanya secara bersamaan, yaitu: (1) penyerahan diri sepenuhya kepada kehendak mutlak Allah, karena Dialah penggerak utama dari sermua kejadian di alam ini; (2) penanggalan secara total semua keinginan pribadi dan melepaskan diri dari sifat-sifat jelek yang berkenaan dengan kehidupan duniawi (teresterial) yang diistilahkan sebagai fana’ al -ma’asi dan baqa’ al-ta’ah; dan (3) peniadan kesadaran terhadap “diri sendiri” serta pemusatan diri pada perenungan terhadap Tuhan semata, tiada yang dicari kecuali Dia. Ilāhi anta maksūdīy wa ridhāka mathlūbīy.
b) Rasulullah dan kehidupan kerohaniaanya. Pola kehidupan Rasulullah menjadi dasar utama bagi para ulama tasawuf. Misalnya dalam sehari semalam Rasulullah minimal membaca istighfar 70 kali, melaksanakan shalat dua pertiga malam, belum termasuk shalat fardhu, rawatib serta shalat dhuha yang tidak kurang dari delapan rakaat setiap hari. Dalam melaksanakan shalat Tahajud beliau tidak lebih dari sebelas rakaat, tetapi setiap sujud lamanya sama dengan lamanya sahabat membaca lima puluh ayat.
4
H.A. Rivay Siregar, Tasawuf, dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 5
Itulah sekelumit dari kehidupan Rasulullah yang banyak mengandung pengajaran yang baik dan indah, sedangkan sebagai kaum sufi dipergunakan sebagai dasar kegiatan dalam melaksanakan tugas hidup dan kehidupan mereka. Akhirnya dapat dipahami bahwa hidup dan kehidupan Rasulullah merupakan suatu pola hidup yang paling ideal yang
patut ditiru dalam segenap aspek
kehidupan, baik dalam tata cara beribadat, maupun dalam tata cara berpakaian dan sopan santun. Beramal siang malam, makan dan berpakaian dengan pola hidup sederhana dan bersahaja. Sikap dan tingkah lakunya dikagumi oleh segenap kawan dan lawan, pokoknya pola hidup Rasulullah merupakan khazanah dan ibrah bagi kehidupan para Sufi.
c) Amalan Tasawuf pada masa sahabat Dalam hidup kerohanian (tasawuf) para sahabat telah berusaha berbuat sesuai dengan tuntunan Rasulullah, hidup mereka penuh dengan sifat-sifat kesederhanaan, wara’, tawadhu dan zuhud, semata-mata mengharap ridha dari Allah SWT. Hal ini dapat terlihat dari pengamalan-pengamalan para sahabat : 1. Abu Bakar Ash-Shiddiq 2. Umar bin Khattab 3. Usman bin Affan 4. Ali bin Abi Thalb 5. Abu Ubaidah bin Jarrah 6. Sa’id bin Amr Adapun sifat-sifat para sahabat sebagai berikut : 1. Zuhud terhadap dunia. 2. Cinta dan mengharap segera bertemu dengan Allah SWT. 3. Shabar,tawakal,wara’,redla dan sifat-sifat terpuji lainnya yang merupakan cara penghidupan para sahabat.
d) Amalan Tasawuf pada masa Tabi’in Pengamalan ajaran tasawuf merupakan mata rantai yang tidak putus putusnya, sambung-bersambung dari generasi ke generasi lainnya. Pola hidup dan
kehidupan Rasulullah menjadi tumpuan perhatian dan panutan para sahabat, begitu juga pola hidup sahabat menjadi acuan dan panutan bagi para tabi’in, begitulah terus-menerus berkelanjutan dan berkesinambungan. Pengamalan tokoh-tokoh Tasawuf yang terkenal antara lain : 1. Hasan al-Bashri 2. Rabi’ah al Adawiyah 3. Sofyan Tsauri
e) Kehidupan Tasawuf pada Abad ke 3 s/d 7 H Perkembangan ilmu tasawuf dari masa kemasa menunjukkan bertambah besarnya perhatian dan minat masyarakat islam dalam ilmu tasawuf tersebut. Kandungan ilmu tasawuf meliputi ilmu jiwa, ilmu akhlak dan ilmu tentang yang ghoib (Metaphysica). Adapun ahli-ahli tasawuf dari berbagai pelosok negeri islam yang mempunyai versi yang berbeda dalam masa yang berlainan. 1. Faham Al Hubb Faham al-hubb paham yang menghasilkan ajaran adanya hubungan cinta timbal
balik
antara
manusia
dengan
Tuhan.
Untuk
mengetahui
perkembangan tasawuf pada periode ini dikemukakan beberapa tokoh sufi yang menonjol diantaranya :
Ma’ruf al Karakhi
Abul Hasan Surri Assaqthy
Abu Sulaiman Ad-Darani
Harisy al-Muhasibi
Dzu an-Nun al Mishri
Abu Yazin al Busthami
Al Junaid
Abu Bakar Asysyibli
Al-Hallaj
Al-Ghazaly
Suhrawardi
Muhy’i ad-Din Ibnu Araby
Ibn al-Faridh
Abd Karim bin Ibrahim al-Jili
Jalaluddin Rumi
BAB III POKOK-POKOK AJARAN TASAWUF Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak. Para ahli ilmu tasawwuf pada umumnya membagi tasawwuf kepada tiga bagian: 1) Tasawwuf falsafi 2) Tasawwuf akhlaki 3) Tasawwuf amali Yang memiliki tujuannya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang terceladan menghias diri dengan perbatab yang terpuji.
A. Tasawuf Akhlak Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf seperi ini dikembangkan oleh ulama’ lama sufi. 5 Semua
sufi
berpendapat
bahwa
satu-satunya
jalan
yang
dapat
mengantarkan seseorang ke hadirat Allah hanyalah kesucian jiwa. Oleh karena jiwa manusia merupakan refleksi atau pancaran dari Zat Allah yang maha suci, 5
Persada
Prof.Dr.H.Abuddin Nata, MA, 200 6. Akhlak Tasawwuf . Jakarta. PT Raja Grafindo
maka segala sesuatu itu harus sempurna dan suci, sekalipun tingkat kesucian dan kesempurnaan itu bervariasi menurut dekat dan jauhnya dari sumber aslinya. Dalam pandangan sufi, ternyata manusia cenderung kepada hawa nafsunya. Manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi. Menurut al-Ghazali falsafah hidup seperti ini akan membawa manusia kejurang kehancuran moral dikarenakan akan membawa manusia kepada pemujaan dunia. Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu, sampai ke titik terendah dan bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali oleh karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut: 1. Takhalli Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi.Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi. 2. Tahalli Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan. 3. Tajalli Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh – yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah
terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya. 6 A.
Hasan Al-Basri
Kemasyhuran Hasan al-Basri dalam kehidupan kerohanian telah mendapat perhatian di dalam kitab-kitab tasawuf, seperti kitab Qut al-Qulub karya Abu Thalib al-Makki, Tabaqat al-Kubra karya al-Sya’rani, Hilyah al-Auliya karya Abu Nu’aim dan lain-lain. Hasan al-Basri termasyhur dikalangan para tabi’in sebagai orang zahid. B.
Al-Muhasibi
Al-Muhsibi dalam tasawufnya senantiasa berupaya di bawah bimbingan al-Qur’an dan al-Sunnah, memadukan antara lahiriyah dan bathiniyah agama, antara akal dan rasa, antara syari’at dan hkaikat. Di dalam tasawufnya, dia berbicara tentang banyak hal termasuklah masalah-masalah pembentukan jiwa untuk dapat dekat kepada Allah dimulai dari perenungan, khawf dan raja’ sampai kepda wara’ bahkan ma’rifat. C.
Al-Qusyairi
Al-Qusyairi mengecam kungkapan-ungkapan ganjil dari para sufi yang menunjukan persatuan di antara khaliq dengan makhluq. Ia juga mengecam para sufi pada masanya yang kegemaran mereka memakai pakaian orang-orangmiskin, tetapi pada saat yang sama tindak-tanduk mereka bertentangan dengan pakaian mereka itu. Ia menekankan bahwa kesehatan batin dengan perpegang teguh kepada al-Qur’an dan al-Sunnah lebih penting dibandingan dengan pakaian lahiriyah. Dengan demikian, jelas banwa al-Qusyairi coba mengadakan pembaharuan terhadap tasawwuf. Ia mengemukakan konsep-konspe mengkompromikan antara syariat dengan hakikat, anatar yang zahir dengan yang batin dengan senantiasa berpegang teguh kepda al-Qur’an dan al-Sunnah. 6
Nur Hidayat, akhlak tasawuf. Tugas Mandiri di Sajikan Untuk Mempelajari Lebih Dalam Tasawwuf. Jawa Timur.
D.
Al-Ghazali
Al-Ghazali berpendapat bahwa sebelum mempelajari dan mengamalkan tasawuf orang ahrus memperdalam ilmu tentang syari’at dan aqidah terlebih dahulu dan menjalnkannya secara tekun dan sempurna. Pandangan seperti ini tergambar dari karya monumentalnya Ihya ‘Ulum al-Din yang terdiri dari empat jilid tebal. Menurut al-Ghazali bahwa ma’rifat dan mahabbah adalah setinggi-tinggi tingkat yang dapat dicapai seorang sufi, dan pengetahuan yang diperoleh dari ma’rifah lebih tinggi mutunya dari pengetahuan yang diperoleh dengan akal.
B. Tasawuf Amali Hasrat untuk mendekatkan diri kepada Allah, adalah tujuan pokok dari s ufi dan keinginan yang manusiawi. Sehubungan dengan ini muncul istilah-istilah khusus untuk membedakan satu dengan lainnya, disususn ketentuan dasar sebagai pedoman, macam-macam amal yang harus dikerjakan dan jenjang-jenjang yang akan dilalui. Apabila dilihat dari tingkatan dalam komunitas itu, terdapat beberapa istilah sebagai berikut : a.
Murid Menurut Al-Kalabazi dalam bukunya “At-Ta’arruf li al-Madzhabi ahli ash-
Shaufiyah menyatakan bahwa murid yaitu orang yang mencari pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya ke arah itu, melepas segala kemauannya dengan menggantungkan diri dan nasibnya kepada iradah Allah. (al-Kalabazi:167). Murid dalam dunia tasawuf ada tiga klas yaitu : 1. Mubtadi atau pemula 2. Mutawassith 3. Muntahi
b.
Syekh Seorang pemimpin kelompok kerohanian, pengawas murid-murid dalam
segala kehidupannya, penunjuk jalan dan sewaktu-waktu dianggap sebagai perantara antara seorang murid dengan tuhannya. c.
Wali dan Quthub Seorang yang mencapai puncak kesucian bathin, memperoleh ilmu laduni
yang tinggi sehingga tersingkap tabir rahasia yang gaib-gaib. Jadi, wali adalah seorang yang mencapai puncak kesempurnaan, kecintaan Allah. Apabila dilihat dari sudut amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka terdapat beberapa istilah yang khas dalam dunia tasawuf, yaitu : ilmu lahir dan ilmu bathin. Cara memahami dan mengamalkan nya harus melalui aspek lahir dan aspek bathin. Aspek ini terbagi kepada empat kelompok : 1. Syari’at 2. Thariqat 3. Hakikat 4. Ma’rifat Jalan mendekatkan diri kepada Allah meliputi : a.
Al-Maqamat, Diantara metode yang bisa dilakukan sufi adalah melalui riadhlah atau
latihan yang intensif dan berkesinambungan. Dengan cara melatih diri untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang baru dialami, lambat laun akan terbiasa dan menjadi kepribadian. Adapun tahap-tahap yang akan dilalui, ialah : 1. At-Taubah 2 Az-Zuhud 3. Al-Wara’ 4. Al-Faqr 5. As-Shabr 6. At-Tawakkal
7. Ar-Ridla b.
Al- Ahwal Menurut ahli sufi al-Ahwal adalah situasi kejiwaan yang diperoleh
seseorang sebagai kurnia Allah, bukan dari hasil usahanya. Datangnya kondisi itu tidak menentu, terkadang datang dan perginya berlangsung sangat cepat. 1. al-Muraqabah 2. al-Khauf 3. ar-Raja’ 4. asy-Syauq 5. al-Uns 6. ath-Thoma’ninah 7. al-Musyahadah 8. al-Yaqin
C. Tasawuf Filsafat Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada gabungan teoriteori tasawuf dan filsafat atau yang bermakana mistik metafisis, karakter umum dari tasawuf ini sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Taftazani bahwa tasawuf seperti ini : tidak dapat dikatagorikan sebagai tasawuf dalam arti sesungguhnya, karena teori-teorinya selalu dikemukakan dalam bahasa filsafat, juga tidak dapat dikatakan sebagai filsafat dalam artian yang sebenarnya karena teori-teorinya juga didasarkan pada rasa. Hamka menegaskan juga bahwa tasawuf jenis tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf dan begitu juga sebaliknya. Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ahli-ahli sufi sekaligus filosof. Oleh karena itu, mereka gemar terhadap ide-ide spekulatif. Dari kegemaran berfilsafat itu, mereka mampu menampilkan argumen-argumen yang kaya dan luas tentang ide-ide ketuhanan. Dengan munculnya tipe perenungan tasawuf seperti ini maka pembahasan pembahasan tasawuf itu sudah lebih bersifat filsafat. Karena pembahasannya meluas ke masalah metafisika, yaitu proses bersatunya manusia dengan tuhan dan sekaligus membahas konsepsi manusia dan tuhan. Dilain pihak, menurut
M.Mujeeb dalam bukunya The Indian Muslim, Chapter VI mengatakan bahwa, untuk memcahkan persoalan ini harus dengan mengerahkan seluruh ekspressi manusia. Faham sufi yang semacam dan senada dengan ijtihad ini yang terpenting adalah : 1. Al-Fana dan Al-Baqa 2. Al-Ittihad 3. Al-Hulul 4. Wahdatul Wujud 5. Al-Isyraq
A. Ibn ‘Arabi Di anatra ajaran terpenting dari Ibn ‘Arabi adalah wahdat al-wujud, yaitu faham bahwa manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud. Menurut faham ini bahwa setiap sesuatu yang ada memiliki dua aspek, yaitu aspek luar dan aspek dalam. Aspek luar disebut makhluk (al-khalq). Aspek dalam disebut Tuhan (al-haqq). Menurut Ibn ‘Arabi bahwa wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah. Allah adalah hakikat alam. B. Al-Jilli Al-Jilli termasuk dalam kelompok sufi yang berpandnagbahwa yang ada ini adalah tunggal, semua perbedaan pada hakektanya hanyalah modus, aspek dan manifestasi fenomenal (lahiriyah) dari realitas tunggal tersebut. Allah adalah substansi dari yang ada ini. Substansi yang dinmakan al-Jilli dengan zat mutlak ini memanifestasikan diri melalui tiga taraf, yaitu Ahadiyah, Huwiyah, dan Aniyah. C. Ibn Sab’in Ibn Sab’in mengatakan bahwa jika seseorang melihat kepada jagad raya dana apa yang berada di bawahnya dari manusia, binatang dan tumbuhtumbuahan, kemudian ia memisah-misah dan mebagi-baginya, menyusun dan menyambungkannya, maka ketika ia kembali kepada dirinnya, ia akan mendapatkan di dalam dirinya apa-apa yang ada di dalam jagad raya dan apa-apa yang berada di bawahnya dengan bentuk yang lebih indah dan lembut. Karena ia
melihat dirinnya seperti sebuah contoh dari alam ini. Dan sesungguhnya keseluruhan atau kesatuan itu merupakan emanasi dari yang satu. Ibn Sab’in menyebut kesatuan tersebut dengan al-Ihathah yang maksudnya bahwa wujud secara keseluruhan adalah satu kesatuan. Menurutnya, bahwa wujud berdasarkan jenisnya terbagi tiga: 1. Wujud muthlaq, 2. Wujud Muqayyad, 3. Wujud Muqaddar. Menurut Hamka, Ibn Sab’in telah banyak dipengaruhi oleh filsafat asing sehingga tasawuf tidak lagi semata-mata dikmebalikan kepada sumbernya yang asli yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah.
BAB IV TASAWUF DI INDONESIA A. Sejarah Masuknya Membicarakan sejarah masuknya tasawuf ke Indonesia adalah lebih tepat apabila kita terlebih dahulu meninjau kembali sekilas lintas tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Islam masuk ke Indonesia adalah pada abad ke-1 H yang dibawa pedagang dari luar, termasuk dari Arab sendiri. Kemudian mengalami pasang surut seolaholah hampir menghilang beberapa abad lamanya. Namun pada abad ke IX Masehi, islam ini menampakkan kekuasaanya lagi di Indonesia dengan berpaham Syi’ah lalu kemudian pada abad ke XIII berubah lagi menjadi aliran Syafi’i yah. Pendapat pertama mengatakan Islam datang ke Indonesia pada abad pertama Hijrah dan langsung dari tanah Arab. Dan pahamnnya adalah Mazhab Syafi’i. Pendapat ini dikemukakan oleh Hamka dan beberapa tokoh lainnya. Pendapat kedua mengatakan, bahwa islam datang ke Indonesia pada abad ke XIII Masehi dan datangnya dari Gujarat India. Pendapat ini umumnya bersumber dari Barat seperti Snouck Hurgronye, BJO, Schrieke, dsb. Tentunya
kedua
pendapat
ini
mempunyai
alasan
masing-masing.
Terjadinya perbedaan ini, barangkali saja, adalah karena berbedanya kacamata yang dipakai dan tidak samanya pula objek yang dipandang dan alasan yang dipakai. Tasawuf islam sebenarnya adalah hidup kerohanian. Ajaran islam sejak awal mulanya tidak bisa lepas dari hidup kerohanian. Sahabat-sahabat seperti Abu
Bakar,Umar,Usman, dan Ali yang mencontohkan langsung kehidupan Nabi Muhammad, mereka telah dapat menggabungkan kehidupan lahir (duniawi) dengan hidup kerohanian didalam kehidupan mereka sehari-hari, hal ini terbukti, walaupun para sahabat utama ini suatu ketika menjadi khalifah (penguasa), namun segala warna kehidupan itu telah mereka pandangi dari segi hidup kerohanian. Dari uraian ini dengan jelas kita telah mendapat gambaran, bahwa tasawuf memasuki Indonesia tidak sejak awal mula masuknya Islam ke Indonesia (Abad ke-1 H) tetapi datangnya kemudian.
B. Tokoh-Tokoh Penting dan Ajarannya Suasana Tasawuf dalam bentuk thariqat inilah yang banyak berkembang di Indonesia berabad-abad lamanya, sejak dari abad permulaan berkembangnya dan selanjutnya. Kemudian kita kenallah thariqat-thariqat tasawuf yang mahsyur di Indonesia seperti Qadariyah yang berasal dari Baghdad, Naqsabandiyah dari Trukistan, Syatariyah yang pada abad ke XVII M berpusat di Mekkah, dimana Abdur Rauf Singkel sendiri pernah mempelajarinya dan mendapat ijazah untuk mendirikan paham tersebut di Indonesia. Jelaslah bahwa suasana thariqat-thariqat tasawuf sudah makin meluas dan berkembang di Indonesia dan tokoh-tokohnya cukup banyak, diantara tokohtokoh tersebut yaitu : 1. Hamzah Fansuri Ajarannya-Ajarannya : -
Wujud
:
yang
disebut
wujud
hanyalah
satu,
walaupun
kelihatannya banyak -
Allah
: Zat yang mutlak dan qadim, first causal (sebab
pertama) dan pencipta alam semesta. -
Pencipataan : sebenarnya hakikat dari zat Allah itu adalah mutlak dan La ta’ayyun (tak da pat ditentukan/dilkiskan).
-
Manusia
: manusia merupakan tingkat yang paling penting dan
merupakan penjelmaan yang paling penuh dan sempurna ia adalah aliran/pancaran langsung dari zat yang mutlak.
-
Kelepasan
: manusia mencapai kelepasan dengan merealisasikan
kesatuanNya secara sepenuhnya dengan yang mutlak. Yaitu dengan mengenal dirinya, menghapuskan segala ribu dan ratus, menyesali dosa-dosa secara konsekuen, memperbanyak ibadah,serta memusatkan diri dan fikiran hanya kepada Allah semata. 2. Abdur Rauf Singkel Ajaran-Ajarannya : Abdur Rauf sebenarnya boleh dikatakan tidak mempunyai paham atau ajaran yang tersendiri. Dalam masalah keagamaan, beliau mengkuti paham ahlussunnah waljama’ah dan khusus dalam bidang fiqih beliau mengikuti Syafi’iyah,
sedangkan
dalam
tasawuf
beliau
mengikuti
Thariqat
Syattariyah dan paham-paham ini pula yang dia sebarkan didalam semua kegiatan dakwahnya. Adapun paham-paham yang dikemukakan antara lain: -
Kejadian Manusia
-
Mengenai Hati
-
Dzikir
3. Syamsuddin Passai Ajaran-Ajarannya : -
Tentang Allah : Syamsuddin Pasai mengajarkan bahwa Allah itu Esa adanya, Qadim dan Baqa. Suatu zat yang tidak membutuhkan ruang, waktu dan tempat dan mustahil dapat dibayangkan kemiripannya dengan sesuatu apapun jua.
-
Tentang Penciptaan : Syamsuddin Pasai menggambarkan tentang penciptaan dari zat yang mutlak itu dengan melalui tahap tingkatan, mulai dari ahadiya,wahda,wahidiya,alam arwah,alam mitsal,alam ajsam dan alam insan.
C. Pengaruh dan Pengamalan Tasawuf di Indonesia Pengertian Masyarakat Modern Masyarakat modern berasal dari dua kata, yaitu masyarakat yang berarti pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan aturan tertentu)7, dan modern yang berarti terbaru, yang baru dan mutakhir 8. Jadi masyarakat modern adalah himpunan orang yang hidup di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir. Ciri-ciri masyarakat modern antara lain : 1. Bersifat Rasional 2. Berfikir untuk masa depan yang lebih jauh 3. Menghargai waktu 4. Bersikap terbuka 5. Berfikir obyektif Jalaluddin Rahmat membagi masyarakat menjadi tiga bagian : 1. Masyarakat Pertanian Sering disebut masyarakat tradisional karena mereka belum mengenal teknologi. 2. Masyarakat Industri Mereka sudah mengenal dan menggunakan peralatan-peralatan modern. 3. Masyarakat Informasi Problematika Masyarakat Modern 1. Disintegrasi Ilmu Pengetahuan 2. Kepribadia yang terpecah (Split Personality) 3. Penyalahgunaan Iptek 4. Pendangkalan Iman 5. Pola Hubungan Materialistik 6. Menghalalkan Segala Cara 7. Stres dan Frustasi
7
W.J.S Poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indoneia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991)
8
Ibid hal 653.
hal 636
8. Kehilangan Harga Diri dan Masa Depan. Perlunya Pengembangan Akhlak Tasawuf Melalui tasawuf, seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini berasal dari Tuhan, bahwa dalam paham Wahdat al Wujud, alam dan manusia yang menjadi objek ilmu pengetahuan ini sebenarnya adalah bayang-bayang atau foto copy Tuhan.
BAB V TARIKAT A. Pengertian Tarikat Dari segi bahasa tarikat berasal dari bahasa arab thariqat yang artinya jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Tarikat pada mulanya merupakan jalan yang ditempuh oleh seorang sufi untuk mencapai tingkat mukasyafah (terbukanya tabir pemisahantara manusia dengan Tuhan), tetapi menjadi suatu istilah yang menggambarkan
kehidupan tasawuf sebagai sebuah lembaga yang memiliki
sistem wirid, guru, tata tertib dan lainya. Tata cara pelaksanaan tarikat yaitu dzikir (ingat yang terus menerus kepada Allah dalam hati serta menyebut namanya), ratib (mengucap lafal la ilaha illallah dengan gaya gerak dan irama tertentu), munzik (membacakan wirid dan syair tertentu diiringi bunyi-bunyian seperti rebana), menari (gerak yang dilakukan mengiringi wirid dan bacaan tertentu untuk menimbulkan kehidmatan), bernafas (mengatur cara bernafas pada waktu melakukan dzikir tertentu). B. Hubungan Tasawuf dengan Tarikat Persamaannya : Tasawuf ialah penyucian “hati” dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Penciptanya. Jadi, sufi adalah orang yang telah dimampukan Allah untuk menyucikan “hati”-nya dan menegakkan hubungannya dengan Dia dan ciptaan Nya dengan melangkah pada jalan yang benar, sebagaimana dicontohkan dengan sebaik- baiknya oleh Nabi Muhammad saw. “Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan cara, yakni metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.
Perbedaannya : Tasawuf adalah Ilmu dalam Islam yang mempelajari tentang hati atau disebut juga syari`ah bathiniah. Ilmu ini dikenal juga dengan Ilmu Siir. Ilmu ini dipelajari untuk menyelaraskan Ilmu Tauhid (Iman) dan Ilmu Syari`ah (Amal), dengan tujuan akhir menjadikan seorang muslim menjadi hamba yang muqarrabun (dekat dengan Allah). Sedangkan Ilmu yang dipelajari dalam tarekat disebut ilmu Tasawuf. Seorang yang menjalankan Tasawuf disebut Sufi. Dalam menjalankan Tasawuf, dalam sebuah tarekat ada seorang pembimbing (guru) disebut Mursyid. Dan murid-muridnya disebut Salik (orang yang berjalan). Hubungan antara Tasawuf dan Tarekat : Tarekat merupakan intipati pelajaran Ilmu Tasawwuf, yang mana dengannya seseorang itu dapat menyucikan dirinya dari segala sifat-sifat yang keji dan menggantikannya dengan sifat-sifat akhlak yang terpuji. Ia juga merupakan Batin bagi Syari’at yang mana dengannya seseorang itu dapat memahami hakekat amalan-amalan salih di dalam Agama Islam. Tarekat berasal dari lafal Arab thariqah artinya jalan. Kemudian mereka maksudkan sebagai jalan menuju Tuhan, Ilmu batin, (tasawuf). Perkataan Tarekat (“jalan” bertasawuf yang bersifat praktis).Tarekat tidak membicarakan filsafat tasawuf, tetapi merupakan amalan (tasawuf) atau prakarsanya. Pengalaman tarekat merupakan suatu kepatuhan secara ketat kepada peraturan-peraturan syari`at Islam dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, baik yang bersifat ritual maupun sosial, yaitu dengan menjalankan praktek-praktek dan mengerjakan amalan yang bersifat sunat, baik sebelum maupun sesudah sholat wajib, dan mempratekkan riyadah. Dengan demikian, tampaklah hubungan yang erat antara tasawuf dan tarekat, bahwa antara keduanya tampak sulit dibedakan dan tak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. “Tasawuf adalah sebuah ideologi dari institusi yang menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan kata lain, tarekat merupakan madzhab-madzhab dalam tasawuf. Dan tarekat merupakan implementasi dari suatu ajaran tasawuf yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi sufi dalam rangka mengimplementasikan suatu ajaran tasawwuf secara bersamasama”.
C. Tarikat-Tarikat yang Berkembang di Indonesia Melihat perkembangan Islam di Asia Tenggara; Indonesia, Malaysia dan lainnya sepuluh tahun belakangan, salah satu pertanda paling mencolok adalah perhatian pada tasawuf di samping segi sosial-politik Islam yang seringkali kontroversial. Kalau kita memperhatikan laporan media-massa, kita akan mendapatkan betapa sering muncul laporan mengenai perkembangan tasawuf itu, seolah-olah ada kecenderungan baru cara keberagaman masyarakat yang beralih ke cara Sufistik. Demikian yang sedang merebak adalah sufi perkotaan. Fenomena baru itu terjadi karena makin banyak santri-santri kota yang kian gemar mempelajari agama Islam. Secara historis, aktivitas tersebut merupakan pemodernan dari gerakan tasawuf sebelumnya. Dengan kata lain, orang ingin mempelajari tasawuf secara sungguh-sungguh dan tak lagi menganggap sesuatu yang kerap dipandang sebagai kekunoan, itu sebagai kajian di luar Islam. Sesederhana apa pun, aktivitas ketasawufan di perkotaan bisa dianggap sebagai kebangkitan tasawuf. Itu karena masyarakat jenuh pada ibadah-ibadah yang hanya mengejar legalisme dan formalisme. Ketakinginan hidup dalam kehampaan spiritual, kehilangan visi keilahian, dan kerusakan moralitas juga turut mendorong kebangkitan tasawuf di perkotaan. Namun, segala sesuatu ada sejarahnya. Tasawuf sebenarnya muncul sebagai solusi krisis. Pertamakali tasawuf muncul di dunia Islam, ketika dunia Islam dilanda oleh materialisme, pada generasi tabi’in diperiode Umayah. Ketika materialisme melanda kaum muslimin di masa tabi’in, maka munculah Hasan al Basri yang menawarkan paradigma lain, lahir berikutnya al Gazali dan lain sebagainya. Jadi setiap kali ada krisis, akan muncul sufisme. Di Indonesia juga begitu, ketika krisis melanda Indonesia 1997, maka fenomena tasawuf menjadi luar biasa, buku tasawuf dan majalah semacam Cahaya Sufi ini laku keras yang dibarengi dengan kemunculan Arifin Ilham, AA Gym, Ary Ginanjar, Amin Syukur dan masih banyak nama lain pengusung tasawuf. Semua itu berangkat dari kebutuhan psikologis secara massal.
Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa mereka yang meminati tasawuf sekarang ini masih baru dalam kerangka defensif saja. Mereka galau menjalani realitas kehidupan, kemudian mereka menemukan tasawuf dan merasa cocok dengan tasawuf karena tasawuf dirasa memberi solusi yang mereka cari selama ini. Jangankan kita umat Islam, psikolog-psikolog Barat sekarang ini banyak yang masuk ke wilayah kecerdasan spiritual, yang sebenarnya merupakan wilayah tasawuf. Tapi karena pengaruh budaya sekuler, kecerdasan spiritual yang mereka miliki hanya melayang-layang saja dan tidak akan pernah menukik menyelesaikan masalah. Sebenarnya pertama Islam masuk ke wilayah Melayu (Indonesia-Malysia) sudah bernuansa sufistik. atau dengan kata lain: Islam tasawuflah yang mula-mula berkembang dan mewarnai Islam di Indonesia-Malaysia pada tahap-tahap awal. Hampir mayoritas sejarawan dan peneliti mengakui bahwa penyebaran Islam yang berkembang secara spektakuler di negara-negara Asia Tenggara berkat peranan dan kontribusi tokoh-tokoh tasawuf. Hal itu disebabkan oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih kompromis dan penuh kasih sayang. Tasawuf memang memiliki kecenderungan yang tumbuh dan berorientasi kosmopolitan, tak mempersoalkan perbedaan etnis, ras, bahasa, dan letak geografis. Itulah sebabnya “misionarisasi” yang dilakukan kaum sufi berkembang tanpa peran. Keberhasilan itu terutama ditentukan oleh pergaulan dengan kelompok-kelompok masyarakat dari rakyat kecil dan keteladanan yang melambangkan puncak kesalehan dan ketekunan dengan memberikan pelayanan pelayanan sosial, sumbangan, dan bantuan dalam semangat kebersamaan dan rasa persaudaraan murni. Kaum sufi itu ibarat pakar psikologi yang menjelajahi segenap penjuru negeri demi menyebarkan kepercayaan Islam. Dari kemampuan memahami spirit Islam sehingga dapat berbicara sesuai dengan kapasitas (keyakinan dan budaya) audiensnya itulah, kaum sufi kemudian melakukan modifikasi adat istiadat dan tradisi setempat sedemikian rupa agar tidak bertentangan dengan dasar-dasar Islam.
Dengan kearifan dan cara pengajaran yang baik tersebut, mereka berhasil membumikan kalam Tuhan sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Misalnya, mengalihkan kebiasaan “begadang” penduduk yang diisi dengan upacara ri-tual tertentu, saat itu menjadi sebuah halaqah zikir. Dengan kearifan serupa, para dai membolehkan musik tradisional gamelan yang merupakan seni kebanggaan kebudayaan klasik Indonesia dan paling digemari orang Jawa untuk mengiringi lagu-lagu pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Maka tak salah bila HAR Gibb menyebut keberhasilan metode dakwah pembauran yang adaptif dan bukan konfrontatif itu sebagai keberhasilan paling spektakuler di kawasan AsiaTenggara. Adapun kemunculan tasawuf yang dimotori oleh gerakan-gerakan tarekat yang ditandai dengan kemenyendirian para pengikut di beberapa pedesaan. Secara historis, itu berkaitan dengan politik isolasi yang dilakukan penjajah. Tindakan tersebut mendorong para pengikut tarekat menarik diri dari kehidupan perkotaan, menyingkir ke gunung-gunung, dan akhirnya mendirikan padepokan-padepokan atau pesantren-pesantren di tempat-tempat sunyi. Mereka melepaskan diri dari kehidupan politik, sosial, dan budaya perkotaan. Kini, setelah kehidupan kian modern, rupa-rupanya terjadi perubahan yang mencolok. Sebagaimana pesantren-pesantren yang menyerbu perkotaan, tarekat tasawuf pun makin memosisikan diri sebagai bagian kehidupan perkotaan. Namun ada perbedaan paradigma antara tasawuf pedesaan dan perkotaan, bahwa tasawuf di pedesaan lebih menekankan kepada amaliyah, sedangkan tasawuf di perkotaan lebih mengarah kepada penghayatan nilai-nilai agama. Ia lebih tampil sebagai aktivitas yang berkaitan dengan penghilangan penyakit-penyakit hati dan refleksinya bermuara kepada moralitas Perlu diketahui bahwa tasawuf adalah bagian terpenting dalam Islam, umpama ruh bagi jasad atau jantung bagi anggota tubuh lain. Maka jika tasawuf dipisahkan dari sisi amal atau keyakinan yang sahih, jelas akan menjadi sebuah kemusyrikan, kekafiran dan bid,ah sesat. Kemudian, misi yang dibawa Rasulullah Saw seara garis besar ada tiga unsur:
Ta’lim, Pengajaran Ilmu Pengetahuan. Tadzkirah atau mauidzah, pemberi peringatan dalam bentuk ceramah keagamaan. Tazkiyah atau tarbiyah, bimbingan dan keteladanan (Qudwah). Ketiga misi ini telah menjadi ciri utama dai dan ulama Islam terdahulu yang tidak terpisahkan, setiap mereka adalah seorang guru, penceramah dan pembimbing. Meskipun secara prioritas mereka memilih menekuni salah satu bidang tertentu, namun kapabilitas mereka dalam ketiga unsur ini tidak diragukan. Seorang yang pandai ilmu pengetahuan (alim) boleh jadi tidak pandai ceramah dan tarbiyah, namun seorang penceramah (mudzakir) harus alim meskipun bukan seorang murobi. Adapun seorang murobi wajib alim di samping juga harus seorang mudzakir. Jadi tasawuf dalam posisi ini adalah sebagai tazkiyah, yang pelakunya harus memenuhi dua syarat di atas, sebagai orang alim dalam ilmu keIslaman dan mudzakir yang pandai membangun komunkasi dakwah kepada seluruh masyarakat. Namun realitanya, para dai dan ulama sekarang belum memenuhi syarat untuk menciptakan masyarakat yang membangun, baru sampai ke taraf membangun masyarakat. Para murobi yang tampil mengusung tasawuf bukanlah dari mereka yang telah mencapai puncak kecerdasan intelekual, emosional juga spiritual atau kesusksesan ilmu pengetahuan, penguasaan retorika dan suri teladan. Akan tetapi mereka masih mentah dalam bidangnya, mereka meminati tasawuf masih dalam kerangka defensif. Karena mereka memasuki tasawuf dimulai
dari
kegalauan
dalam
menjalani
realitas
kehidupan,
kemudian
menemukan dan merasa cocok dengan tasawuf yang dirasa memberi solusi yang mereka cari selama ini, bukan dari proses tarbiyah intensif di tangan seorang murobi yang mempunyai otoritas dari pendahulunya sehingga mata rantai itu sampai kepada Rasulullah SAW. Jadi bangsa ini memerlukan tasawuf bukan sebagai ajaran (pemikiran) dan wejangan belaka, akan tetapi lebih memerlukan kepada sosok pribadi sebagai suri teladan akhlak dan qudwah dalam nilai-nilai spiritual Islam. Bangsa ini butuh pemimpin besar. seorang yang mampu berfikir, merasa, dan cita rasanya itu melampaui sekat-sekat ruang dimana ia berada, waktu dimana
ia hidup. Karenanya si orang besar harus berfikir 50 tahun kedepan atau 100 tahun kedepan. Kalau dia berbuat dia menyadari bahwa yang diperbuat itu juga akan ditonton dan direspon oleh 200.000.000 orang. Seorang besar yang setelah menguasai ilmu pengetahuan dan retorika, ia juga punya ghiroh (semangat) tasawuf yang akan secara alami merontokkan penyakit nasional seperti korupsi, maksiat dan lain sebagainya. Karena korupsi dan segala bentuk maksiat di Indonesia sudah menjadi konsep dan budaya. Semua orang korupsi dan tidak merasa bersalah; ah yang lain juga begitu!. Nah ini harus diatasi dengan contoh pemimpin yang diikuti dengan peraturan, tetapi untuk masyarakat kita keteledanan yang tinggi itu lebih efektif ketimbang demokratisasi. Seperti pilkada, tidak melahirkan banyak manfaat, karena orang masih bisa dibayar, tetapi keteladanan pemimpin itu sangat efektif. Dan itu yang dicari anak-anak muda sekarang. Kiranya untuk konteks kekinian, hanya pemimpin yang bertasawuf saja yang dapat memberikan keteladanan pada generasi mendatang. Sehingga pendekatan sufistik di era sekarang ini tidak lagi pada mencari jalan keselamatan dan keuntungan materi, lebih dari itu sebuah pendekatan sufistik yang dapat menciptakan masyarakat yang mampu membangun masa depan.
KEUNGGULAN BUKU Buku akhlak tasawuf ini berisi dasar-dasar agar menjadi seorang sufi, memudahkan dalam mengkaji liku-liku kehidupan tasawuf dalam islam.
KELEMAHAN BUKU Di dalam buku Akhlak Tasawuf memiliki kelemahan yaitu, bahwa dalam pengetikannya ada kata-kata atau kalimat yang salah dan di ulang-ulang lagi sehingga menyebabkan Mahasiswa kurang memahami dari isi buku Akhlak Tasawuf karya DRS. USMAN SAID, dkk. Dan ada pembahasan yang kurang bsa dipahami dan tidak diberi arti atau footnote tambahan keterangan tentang pembahsan di massing-masing bab.
PEUTUP KESIMPULAN
Kata tasawuf mulai dipercakapkan sebagai satu istilah sekitar akhir abab dua Hijriah yang dikatkan dengan salah satu jenis pakaian kasar yang disebut shuff atau wool kasar. Namun dasar-dasar tasawuf sudak ada sejak datangnya agama Islam. Hal ini dapat diketahui dari kehidupan Nabi Muhammad saw. cara hidup beliau yang kemudian diteladani dan diteruskan oleh para sahabat. Selama periode Makkiyah, kesadaran spiritual Rasullah saw.. adalah berdasarkan atas pengalaman-pengalaman
mistik yang jelas dan pasti, sebagaimana dilukiskan
dalam Aquran surah al-Najm: 12-13; surah al-Takwir: Kalau dalam pencarian akar kata tasawuf sebagai upaya awal untuk mendefenisikan tasawuf, ternyata sulit untuk menarik satu kesimpulan yang tepat. Kesulitan serupa ternyata dijumpai pula pada pendefenisian tasawuf . kesulitan itu nampaknya berpangkal pada esesnsi tasawuf sebagai pengalaman rohaniah yang hampir tidak mungkin dijelaskan secara tepat melalui bahasa lisan. Sementara tujuan akhir tasawuf itu sendiri adalah etika murni atau psikologi murni yang mencakup : -
Penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak mutlak Allah.
-
Penanggalan secara total keinginan-keinginan pribadi dan melepaskan diri dari sifat-sifat jelek.
-
Pemusatan pada perenungan terhadap Tuhan, tiada yang dicari kecuali Dia.
Tasawuf adalah bagian dari syari’at Islamiah, yakni wujud dari ihsan, salah satu dari tiga kerangka ajaran Islam (iman, Islam, dan ihsan). Perwujudan dari ihsan berarti beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, apabila tidak mampu demikian, maka harus disadari bahwa Dia melihat diri kita, adalah kualitas penghayatan seseorang terhadap agamanya.9
9
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf , Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999, Hlm. 2.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Barmawie Umarie, Sistimatik Tasawuf, Ramadhani, Solo, 1961. Permadi, K. Pengantar Ilmu Tasawuf. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Sahabuddin. Metode Mempelajari Ilmu Tasawuf, menurut Ulama Sufi Cet. II;Surabaya: Media Varia Ilmu, 1996. Siregar, H.A. Rivay. Tasawuf, dari Sufisme Klasik ke N eo-Sufisme. Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999. Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tasawuf, Penerbit C.V Ramadlani, Semarang, 1979. HAMKA, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Yayasan Nurul Islam, Jakarta, Cetakan ke VII, 1978. Harun Nasution, Falsafah dan Miticisme dalam Islam, Bulan Bintang Jakarta, Cetakan ke II, 1978. Ibrahim Buchari, Sejarah Masuknya Islam dan Proses Islamisasi di Indonesia, Publicita, Jakarta, 1971.