PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN KAYU DI TPK DOPLANG RPH TREMBES BKPH TEMUIRENG KPH RANDUBLATUNG PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL JAWA TENGAH
(Laporan Praktik Umum)
Oleh AUDY EVERT
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2014
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK UMUM
Judul
: PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN KAYU DI TPK DOPLANG RPH TREMBES BKPH TEMUIRENG KPH RANDUBLATUNG PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL JAWA TENGAH
Nama
: Audy Evert
NPM
: 1114151010
Jurusan/PS
: Kehutanan/Manajemen Hutan
Fakultas
: Pertanian
Tanggal Persetujuan
: 14 November 2014
Menyetujui,
Ketua Jurusan Kehutanan
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. NIP. 195908111986031001
Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. NIP. 197705032002122002
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung,
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus, yang telah melimpahkan berkat dan karuniaNya sehingga praktik umum ini dapat dilaksanakan dan Penulis dapat menyelesaikan laporan praktik umum ini tepat pada waktunya. Kegiatan praktik umum ini dilaksanakan mulai tanggal 6 Agustus sampai dengan 9 September 2014 di BKPH Temuireng KPH Randublatung Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah. Kegiatan praktik umum merupakan salah satu mata kuliah wajib Jurusan Kehutanan yang bertujuan untuk menambah wawasan, pengetahuan secara langsung yang diterapkan dan membandingkan teori yang telah diperoleh pada saat perkuliahan dengan di lapangan. Selain itu juga, mahasiswa dapat menambah pengalaman secara langsung di lapangan dan mempraktikkannya. Pada kesempatan ini tak lupa Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu Penulis dalam menyelesaikan laporan praktik umum ini, antara lain : 1.
Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
2.
Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
iii
3.
Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku koordinator pelaksana praktik umum Jurusan Kehutanan Unila sekaligus dosen pembimbing praktik umum yang senantiasa membimbing dan mengarahkan Penulis dalam pembuatan laporan praktik umum ini.
4.
Bapak Ir. Herdian Suhartono, selaku Administratur KPH Randublatung dan Seluruh Pimpinan beserta Staf Perum Perhutani KPH Randublatung Divisi Regional Jawa Tengah.
5.
Bapak Muntaha, S.Hut, selaku Asper BKPH Temuireng beserta Staff yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan informasi selama pelaksanaan praktik umum.
6.
Bapak Tarno, selaku KRPH/Mantri Trembes yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan informasi selama pelaksanaan praktik umum.
7.
Bapak dan Ibu tersayang (Frans Munster dan Hana Polina) yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan moral dan material serta motivasi penuh pada Penulis.
8.
Teman-teman praktik umum, terutama teman-teman seperjuangan di BKPH Temuireng (Anggih, Kiki, Liana, Ola, dan Yunita) terima kasih atas kerjasamanya baik dalam suka maupun duka yang telah dilalui selama praktik umum.
9.
Saudara-saudara seperjuangan Kehutanan 2011 “FOREVER” tanpa terkecuali dan keluarga besar Himasylva. Semoga kebersamaan dan kekeluargaan tetap terus terjaga.
10. Serta orang-orang yang telah membantu pelaksanaan praktik umum mulai dari awal hingga akhir, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
iv
Penulis menyadari bahwa laporan praktik umum ini masih banyak kekurangan dalam penulisan dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, Penulis terbuka menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan praktik umum ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Bandarlampung, November 2014
Audy Evert
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................
Halaman v
DAFTAR TABEL .....................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
viii
I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Tujuan Praktik Umum ..................................................................... 1.3. Waktu Tempat, dan Metode Pelaksanaan Kegiatan Praktik Umum
1 2 3
II. GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK UMUM.......................
4
2.1. Letak dan Luas ................................................................................ 2.2. Keadaan Alam ................................................................................. 2.3. Wilayah Kerja..................................................................................
4 6 7
III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN....................................
10
3.1. Hasil Kegiatan ................................................................................. 3.2. Pembahasan .....................................................................................
10 25
IV. Kesimpulan dan Saran .......................................................................
30
4.1. Kesimpulan...................................................................................... 4.2. Saran ................................................................................................
30 30
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
32
LAMPIRAN...............................................................................................
34
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kelas Perusahaan KPH Randublatung .............................................
5
2. Wilayah Kerja KPH Randublatung per BKPH ................................
8
3. Dokumentasi Penatausahaan Kayu KPH Randublatung ..................
24
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Peta Pembagian Kawasan Hutan KPH Randublatung .....................
9
2. Proses pengukuran dan pengujian kayu ..........................................
12
3. Slag hammer dan palu tok tanda uji ...............................................
14
4. Proses pengaplingan kayu Jati di TPK Doplang ..............................
16
5. Kunjungan ke pos gabungan BKPH Temuireng. .............................
32
6. Penandaan dan penomoran kayu di lokasi penebangan B................
32
7. Kunjungan ke TPK Randublatung ...................................................
33
8. Proses pengangkutan kayu yang sudah laku terjual kedalam truk ...
33
9. Foto bersama mahasiswa praktik umum bersama mandor penguji di TPK Randublatung.......................................................................
34
10. Peta lokasi TPK Doplang ...............................................................
34
11. Proses pembuatan PCP di petak 24 RPH Alas Malang..................
35
12. Kunjungan ke persemaian di Kapuan.............................................
35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Foto-foto kegiatan .......................................................................
34
2. Jurnal Harian ...............................................................................
38
3. Daftar Pengangkutan Biasa Kayu Tak Bernomor dan Kayu Bakar/ Brongkol/Sortimen lain (DK 304b).................................
44
4. Daftar Pengangkutan Kayu Biasa Kayu Bernomor (304)...........
45
5. Daftar Kapling (DK 308) ............................................................
46
6. Faktur Angkutan Kayu Bulat (FA-KB) DK.A.301.....................
47
7. Daftar Kayu Bulat (DKB_FA) ....................................................
48
8. Flowchart Penjualan Kayu di Bagian Kantor Pemasaran Komersial Kayu .........................................................................
50
9. Laporan Pengurusan Persediaan Hasil Hutan Sub Sistem Pemasaran TPK Doplang Periode I Agustus 2014 .....................
51
10. Skema Tata Usaha Kayu di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Perhutani .....................................................................................
54
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki potensi sangat besar baik dari hasil hutan kayu maupun non kayu. Potensi yang dimilikinya menjadikan hutan sebagai sumberdaya alam yang bersifat renewable yaitu dapat diperbaharui kembali melalui suatu usaha permudaan baik secara alami maupun buatan. Dalam kurun waktu tiga dekade terakhir sumberdaya hutan telah menjadi modal utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini memberi dampak positif antara lain dapat meningkatkan devisa negara, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi (Randal, 1981: dalam Sianturi, 2011). Dewasa ini perkembangan teknologi dan industri semakin mendorong peningkatan jumlah bahan baku yang dibutuhkan. Oleh karena itu, hutan yang menghasilkan kayu sebagai bahan baku industri perlu dikelola dengan baik dan tertata rapi agar tercapainya kebutuhan akan kayu yang optimal dan berkesinambungan. Pengelolaan yang dilakukan haruslah berprinsip pada pengelolaan hutan lestari.
Dalam mendukung tercapainya pengelolaan hutan lestari, selain sistem pengelolaan dan aspek produksi yang baik, aspek penatausahaan hasil hutan juga mempunyai peranan yang sangat penting dan harus benar-benar diperhatikan. Kegiatan penatausahaan hasil hutan merupakan salah satu sistem yang dilakukan
2
pihak Perum Perhutani dengan tujuan agar hasil hutan dapat dikelola dengan baik dan menjaga kelestarian hutan. Penyelenggaraan tata usaha hutan baik itu berupa hasil hutan kayu maupun hasil hutan non kayu dapat diselenggarakan dengan baik bila kegiatan penatusahaan ini dilakukan sesuai prosedur.
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 55 Tahun 2006 penatausahaan hasil hutan adalah suatu tatanan kegiatan dalam bentuk pencatatan, penerbitan dokumen
dan
pelaporan
yang
meliputi
perencanaan
produksi,
pemanenan/penebangan, penandaan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan, penimbunan, pengolahan dan pelaporan hasil hutan. Kawasan hutan tanaman industri merupakan kawasan yang sangat tepat untuk digunakan sebagai sarana penelitian pengelolaan hutan, khususnya kegiatan penatausahaan hasil hutan kayu. Hal ini dikarenakan hutan yang terdapat di lokasi tersebut dalam proses pelaksanaannya memerlukan kegiatan penatausahaan hasil hutan kayu agar terciptanya iklim usaha perkayuan yang tertib, lancar, efisien dan bertanggung jawab guna mengamankan kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu agar tetap lestari dan berjalan optimal.
1.2 Tujuan Praktik Umum
Adapun tujuan dilaksanakan praktik umum adalah : 1.
mampu menerapkan keilmuan bidang kehutanan yang telah didapatkan di perkuliahan dengan kegiatan pengusahaan hutan yang ada di lapangan
2.
mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan di RPH Trembes BKPH Temuireng KPH Randublatung Perum Perhutani Devisi Regional Jawa Tengah mulai dari aspek perencanaan hutan, pembinaan hutan, pemanenan
3
hasil hutan, pemasaran hasil hutan, sosial ekonomi kehutanan, dan pengamanan hutan 3.
mengetahui kegiatan penatausahaan hasil hutan kayu di TPK Doplang RPH Trembes, BKPH Temuireng, KPH Randublatung Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah.
1.3 Waktu, Tempat, dan Metode Pelaksaan Kegiatan Praktik Umum
Praktik umum ini dilaksanakan selama 30 hari efektif dari tanggal 6 Agustus – 9 September 2014 di RPH Trembes, BKPH Temuireng, KPH Randublatung Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah. Pengambilan data yang digunakan dalam praktik umum ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung , pencatatan semua hasil kegiatan di lapangan, dan mewawancarai pembimbing lapang. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui dokumentasi dan studi pustaka dari membaca buku-buku, SOP kegiatan dan arsip-arsip yang dimiliki Perum Perhutani.
II. GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK
2.1 Letak dan Luas
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung merupakan suatu Kesatuan Pengelolaan Hutan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah yang berada pada Rayon III dan terbagi dalam 6 Bagian Hutan (BH) serta membawahi 12 Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH). Secara administratif wilayah pengelolaan KPH Randublatung terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan. Batas-batas pengelolaan kawasan hutan KPH Randublatung adalah sebagai berikut : a.
sebelah Utara, berbatasan dengan wilayah KPH Blora
b.
sebelah Timur, berbatasan dengan wilayah KPH Cepu
c.
sebelah Selatan, berbatasan dengan KPH Ngawi Unit II Jawa Timur
d.
sebelah Barat, berbatasan dengan KPH Gundhi.
Secara administrasi wilayah kerja Perum Perhutani KPH Randublatung berada di Kabupaten Blora (31.171,1= 97,8 %), dan Kabupaten Grobogan (702,7= 2,2 %). Letak astronomis 7o 05’ - 7o 20’ Lintang Selatan dan 4o 25’ - 4o 40’ Bujur Timur. KPH Randublatung merupakan kelas perusahaan jati, dimana penyebaran tegakan jati mendominasi pada areal kawasan hutan baik pada kawasan hutan untuk produksi maupun dalam kawasan perlindungan (dalam kawasan hutan produksi).
5
Pembagian kawasan hutan di wilayah Randublatung telah diatur di dalam RPKH (Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan) KPH Randublatung jangka 2003-2012. Pembagian kawasan hutan di dalam RPKH tersebut mengacu kepada Permenhut P60/Menhut-II/. Kawasan hutan yang dikelola KPH Randublatung, terdiri dari : a. Kawasan Hutan Produksi
: 27.948 Ha atau (86,16%)
b. Kawasan Hutan Perlindungan
: 3.381,4 Ha atau 10,42 %)
c. Kawasan Hutan Penggunaan lain
: 1.109,32 Ha atau (3,42%)
Penentuan kelas perusahaan di wilayah KPH Randublatung dilakukan dengan pertimbangan kesesuaian lahan. Data penentuan kelas hutan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kelas Perusahaan KPH Randublatung. Kelas Hutan 2003-2012 KU I 7,369.00 KU II 3,610.90 KU III 2,457.90 KU IV 1,982.50 KU V 2,161.70 KU VI 956.40 KU VII 1,180.90 KU VIII 1,188.70 KU IX 186.40 KU X 17.40 MT 6.70 MR 1,060.50 Luas Produktif 22,179.00 Sumber : KPH Randublatung, 2012.
2013-2022 9,352.40 4,247.20 2,741.80 1,724.10 1,049.90 1,635.00 795.10 676.60 51.20 639.60 22,912.90
6
2.2 Keadaan Alam
a. Topografi
Wilayah KPH Randublatung terletak pada ketinggian 75-245 meter di atas permukaan laut, mempunyai bentuk lapangan datar, miring, berombak serta bergelombang yang kebanyakan tidak terlalu curam, kecuali di daerah RPH Jegong bagian hutan Bangelan dan RPH Temetes bagian hutan Bekutuk yang berbatasan dengan bagian hutan Banjarejo. Bukit-bukit yang berada dalam kawasan hutan bagain hutan Banglean dan Banyuurip merupakan bukit-bukit yang saling sambung menyambung sampai daerah RPH Sugih bagian hutan Randublatung (KPH Randublatung, 2012).
b. Iklim
Wilayah hutan KPH Randublatung dan sekitarnya beriklim tropis, yang ditandai oleh terdapatnya musim hujan dan musim kemarau yang bergantian sepanjang tahun. Terletak pada ketinggian 75-245 mdpl, dengan tipe iklim antara tipe C sampai dengan E menurut Schmidt dan Ferguson. Lingkungan dengan tipe iklim ini sangat cocok untuk ditanami tegakan jenis jati. Temperatur rata-rata 31o C dengan curah hujan rata-rata 1,480 mm/tahun.
Berdasarkan data curah hujan tahun 2010 di 12 BKPH dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung diperoleh angka curah hujan rata-rata sebesar 2072,5 mm/tahun (KPH Randublatung, 2012).
7
c. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai yang terdapat di wilayah kerja KPH Randublatung yaitu DAS Serang dan DAS Bengawan Solo. Daerah tampungan DAS Serang adalah BH Doplang pada sebagian BKPH Trembes dan sebagian kecil BKPH Temuireng. DAS Bengawan Solo memiliki daerah tampungan adalah BH Bekutuk, BH Ngliron, BH Randublatung, BH Banyuurip, BH Banglean serta sebagian BH Doplang yang tidak masuk dalam daerah tangkapan DAS Serang. Wilayah hutan di KPH Randublatung cukup banyak memiliki aliran sungai namun sungai-sungai tersebut teraliri air hanya pada musim penghujan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien rejim sungai yang fluktuatif dari pengukuran sesaat pada masing-masing stasiun pengamatan sungai yang ada.
Kualitas air sungai di kawasan hutan KPH Randublatung cenderung kurang baik untuk memenuhi kebutuhan air minum bagi masyarakat, yang ditandai dengan kadar garam (kapur) yang tinggi serta warna air yang keruh. Sedangkan fluktuasi debit air sungai dipengaruhi oleh penutupan lahan di bagian hulu dan aktifitas pengelolaan lahan serta intensitas curah hujan (KPH Randublatung, 2012).
2.3 Wilayah Kerja
Wilayah kerja pengelolaan hutan KPH Randublatung terbagi kedalam 2 Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH), yaitu SPKPH Randublatung Utara dan SPKH Randublatung Selatan. Masing-masing SPKH terbagi dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH). Pembagian wilayah kerja KPH Randublatung disajikan pada Tabel 2.
8
Tabel 2. Wilayah Kerja KPH Randublatung per BKPH. NO 1 2 3 4 5 6
B K PH LUAS (HA) JML PETAK JML RPH Trembes 2.780 68 4 Temuireng 3.020 86 4 Tanggel 2.200 60 3 Temanjang 2.592 70 4 Ngliron 3.108 74 4 Kedungjambu 3.127 74 4 Sub Wilayah 16.827 432 23 Utara 7 Kemadoh 2.209 59 4 8 Pucung 2.679 70 3 9 Banyuurip 2.717 71 4 10 Selogender 2.326 55 3 11 Boto 2.861 81 4 12 Beran 2.248 71 3 Sub Wilayah 15.040 407 21 Selatan Jumlah 31.867 839 44 Sumber : KPH Randublatung, 2012.
Dalam melaksanakan pengelolaan hutan, KPH Randublatung mengacu pada pembagian wilayah pengelolaan. Semua kegiatan pengelolaan hutan didasarkan oleh peta pembagian wilayah pengelolaan. Pembagian wilayah pengelolaan tersebut disajikan dalam bentuk peta pembagian kawasan hutan yang terdapat pada Gambar 1.
9
Gambar 1. Peta Pembagian Kawasan Hutan KPH Randublatung.
III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Kegiatan
Kegiatan penatausahaan hasil hutan kayu di TPK Doplang RPH Trembes BKPH Temuireng KPH Randublatung Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah meliputi :
1. Penerimaan Angkutan Hasil Hutan
Penerimaan angkutan hasil hutan adalah semua hasil hutan yang masuk ke dalam TPK dan diterima sementara oleh petugas di TPK (Perhutani, 2011). Pada dasarnya berasal dari petak tebangan/pemungutan/sadapan, sisa pencurian, temuan, dan bekas kayu bukti, TPK/TPn lain dalam wilayah KPH, penyerahan dari KPH lain, hasil industri kayu dan bukan kayu, dan lain-lain.
Kayu yang berasal dari petak tebangan sebelumnya sudah diukur dan ditandai dalam buku taksisi/DK316 setelah itu barulah diangkut menuju TPK. Setiap pengangkutan hasil hutan kayu dari tempat tebangan harus disertai dokumen yang telah ditandatangani oleh mandor, tanpa dokumen tersebut maka hasil hutan tidak diterima di TPK. Kepala TPK/TPn menerima kayu sesuai hasil pemeriksaan terhadap jumlah batang fisik kayu persortimen yang tertera dalam DK 304/304 b dengan menggunakan tanda terima DK 304 c (Lampiran 3 dan Lampiran 4).
11
2. Pengukuran dan Pengujian
Menurut Permenhut No. 45 Tahun 2011 pengukuran hasil hutan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, jenis, volume/berat hasil hutan. Sedangkan pengujian hasil hutan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, jenis, volume/berat dan mutu hasil hutan. Pengukuran dan pengujian yang dilakukan di Perum Perhutani yaitu semua hasil hutan yang telah diperiksa/dicocokkan dokumen dan fisiknya, wajib dilakukan pengukuran (panjang, diameter, tebal/lebar serta volume) dan pengujian (penetapan mutu dan status) oleh penguji yang berwenang. Teknis pengukuran dan pengujian hasil hutan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Apabila terjadi perbedaan ukuran atau volume antara hasil pengukuran dengan daftar angkutan, maka dilakukan pembetulan daftar angkutan dengan mencoret dan mengganti angka ukuran/volume hasil pengukuran oleh petugas yang berwenang. Pengkuran dan pengujian kayu yang dilakukan di TPK Randublatung disajikan pada Gambar 2.
12
Gambar 2. Proses pengukuran dan pengujian kayu di TPK Randublatung I KPH Randublatung. Sebelum kayu diukur dan diuji, kayu jati dilasah atau dibolak-balik dahulu agar mengetahui kondisi kayu dari setiap bagiannya.
3. Penandaan dan Penomoran
Penandaan kayu di TPK adalah kegiatan memberi tanda pada kayu bulat setelah dilakukan pengulitan, pengukuran dan pembagian batang di TPK (PT.Arfak Indra, 2011). Penandaan kayu di TPK meliputi kegiatan memberi tanda pada kayu hasil pembagian batang dengan label merah yang berisi nomor, identitas dan hasil pengukuran, serta mencatatnya dalam Daftar Pengukuran dan Pembagian Batang (DPPB). Berdasarkan DPPB, kemudian dibuat Buku Ukur Petugas Pengukur Kayu (BPUPPK).
Penandaaan dan penomoran hasil hutan kayu di TPK/TPKh dilakukan dengan menggunakan alat slag hammer, palu tok tanda uji, kapur krayon dan cat. Alatalat yang digunakan dalam penandaan dan penomoran kayu disajikan pada Gambar 3.
13
Adapun pembagian kegunaan dari alat-alat diatas : 1) slag hammer digunakan untuk memberi tanda : a) ukuran (panjang, diameter, lebar, tebal) b) isi/volume c) nomor TPK/TPn (untuk kayu bernomor) d) bulan dan tahun penerimaan 2) palu tok tanda uji digunakan untuk memberi tanda mutu dan status (PK. Vi, H dan IN) 3) kapur krayon digunakan untuk memberi tanda mutu dan status dengan huruf (contoh : DVI, DH, TIN dan DR) 4) cat digunakan untuk memberi tanda: a) tanda mutu/kualitas dan status b) nomor kapling c) tanda laku (satu garis untuk lelang, tiga garis untuk penjualan langsung/perjanjian/kontrak).
14
Gambar 3. Slag hammer dan palu tok tanda uji. Alat ini digunakan dalam penandaan dan penomoran kayu dimana kayu satu persatu diberi tanda dengan mengetukkan alat pada bagian bontos kayu.
Penandaan pada kayu bernomor yaitu bulan dan tahun, nomor tempat penimbunan, ukuran (panjang, dan diameter atau panjang, lebar, tebal), isi/volume pada bontos ujung bagian B, serta tanda mutu dan status, nomor kapling dan tanda laku. Sedangkan pada kayu bundar/persegi tak bernomor dilakukan penandaan kayu bundar sedang (AII): panjang, diameter serta tanda mutu/status, nomor kapling dan tanda laku, dan kayu bundar kecil (AI)/persegi kecil (CI): panjang, diameter dan panjang, lebar, tebal serta tanda mutu dan tanda laku.
15
4. Pencatatan Penerimaan Hasil Hutan
Pencatatan penerimaan hasil hutan adalah kegiatan pencatatan hasil hutan yang telah diperiksa (dokumennya), dicocokkan (jumlah satuannya) diukur, diuji, penandaan dan penomoran selanjutnya dimasukan ke dalam Sub Sistem Pemasaran (SS Sar) dengan hasil sebagai berikut: a. buku persediaan kayu bernomor (DK 309 a) b. buku persediaan kayu tak bernomor (DK 309) c. buku persediaan kayu brongkol dan kayu bakar (DK 309 a) d. buku persediaan sortimen lain (DK 309 b).
5. Pengaplingan
Pengaplingan adalah kegiatan pengelompokkan kayu yang sesuai dengan mutu, panjang, dan diameter batang.
Hasil hutan yang berupa kayu yang telah
diterima di TPK/TPn, selanjutnya perlu disortir, dilangsir dan ditumpuk menurut sortimen dan mutu di tempat-tempat penumpukkan yang telah disediakan serta dikapling menurut peraturan yang berlaku. Dalam kondisi yang sebenarnya, kayu banyak yang ditumpuk tidak sesuai sortimen dan kualitas kayu, hasilnya kayu tercampur baik secara jenis, mutu dan kualitas (Perhutani, 2011). Proses pengaplingan yang dilakukan di TPK Doplang disajikan pada Gambar 4. Kayu pencurian dan bencana alam diletakan di tempat yang berbeda. Hal ini untuk memudahkan dalam pengaplingan. Kegiatan ini dilakukan oleh mandor
16
kapling, dan mandor kapling membuat daftar kapling secara tertulis sebelum nomor tersebut dimasukan kedalam komputer SS SAR.
Ada beberapa macam pengaplingan, yaitu : 1.
murni yaitu satu sortimen, satu kelas panjang, satu kelas diameter, kelas mutu
2.
campuran yaitu satu sortimen, dua kelas panjang, dua kelas diameter dan dua kelas mutu. Pengaplingan campur ini biasanya terjadi karena persediaan tidak memungkinkan atau terjadi pada akhir tahun
Gambar 4. Proses pengaplingan kayu jati di TPK Doplang. Kayu yang telah diukur dan diuji diletakan pada blok-blok kaplingan sesuai mutu, jenis, dan ukuran. Hal ini dilakukan agar mempermudah dalam pencarian kayu pada saat kayu ingin dibeli oleh pihak ketiga atau pembeli.
Apabila persediaan tidak memungkinkan, volume setiap nomor kapling dapat kurang dari batas minimum, termasuk kayu bekas barang bukti atau temuan. Pengaplingan hasil hutan harus dicatat pada daftar kapling DK 308 (Lampiran
17
5). Setiap daftar kapling diberi nomor urut masing-masing dan berlaku satu tahun.
6. Penjualan dan Penyerahan Hasil Hutan
Penjualan hasil hutan kayu untuk konsumsi dalam negeri dilakukan melalui saluran penjualan dengan perjanjian/kontrak, penjualan langsung, penjualan lelang, dan penjualan lain-lain. Untuk penjualan kontrak, bukti atau dokumen penjualan dengan perjanjian menggunakan faktur (DK 318) yang ditangani administratur.
Sedangkan untuk penjualan langsung disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, surat bukti penjualan langsung menggunakan bon penjualan (DK 319) yang ditandatangani oleh administratur yang dikuasakan. Administratur menyusun ikhtisar daftar kapling yang memuat kapling-kapling yang akan dilelang. Untuk penjualan lain-lain dilaksanakan untuk mencukupi kebutuhan pemakaian keperluan sendiri (Perum Perhutani) dengan pelaksanaan sesuai ketentuan yang berlaku dengan mengajukan izin kepada administratur dengan menggunakan DK 331. Administratur juga berkewajiban untuk membuat daftar pemakaian hasil hutan untuk keperluan Perum Perhutani sendiri yang dijadikan dasar pengeluaran biaya sekaligus penerimaan atas pemakaian hasil hutan.
Sedangkan untuk kayu yang tidak terjual biasanya dikarenakan terjadi kerusakan kayu akibat proses penerimaan dan pengangkutan kayu yang asalasalan oleh para pekerja di TPK sehingga merubah mutu kayu. Khusus untuk
18
penjualan lelang dapat dibagi menjadi dua jenis penjualan lelang, yaitu penjualan lelang besar dan penjualan lelang kecil. Penjualan ini dilakukan oleh pihak KBM pemasaran.
Penyerahan hasil hutan dari KBM ke KBM lain (pabrik Industri Perhutani/Mitra Kerja/KSP) berupa bahan baku (kayu atau bukan kayu), barang setengah jadi atau barang jadi hasil industri dilengkapi bukti dokumen penyerahan hasil hutan yaitu dokumen penyerahan hasil hutan dan FA_KB,FAKO yang dilampiri DKB (DKA 104b), DKO (DKA 104e). Selain itu pada penyerahan hasil hutan disertakan juga bukti pengurangan hasil hutan di TPK dan bukti dokumen pelayanan penjualan.
7. Daftar Pembetulan
Daftar pembetulan berupa DK 306 dilakukan di TPK/TPn dikarenakan pemeriksaan ulang yang telah dilakukan oleh penguji di tingkat KPH atau unit karena perubahan mutu, sortimen dengan dibuatkan berita acara yang diketahui oleh
pengawas penguji. Pemeriksaan intern dan ekstern yang berakibat
terjadinya perbedaan lebih/kurang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan hasil hutan (DK 312) atas hasil kegiatan pemeriksaan rutin. Apabila dari hasil pemeriksaan terdapat penambahan kayu bernomor, maka kayu tersebut diberi nomor tempat penimbunan baru. Penghapusan persediaan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, misalnya karena bencana alam, kebakaran, pencurian dan lain-lain, dibukukan sebagai pengurangan. Usul penghapusan persediaan dilakukan oleh pejabat
19
pemegang persediaan sesuai prosedur yang berlaku. Penerimaan lain-lain, misalnya kayu milik pihak ketiga/pembeli yang telah lewat batas waktu penyimpanan di TPK selama 180 hari dengan dibuatkan berita acara penerimaan kembali sebagai pendukung.
8. Pengangkutan Hasil Hutan dari TPK/TPKh
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan No. P.4/VIBIKPHH/2014 pengangkutan hasil hutan adalah adalah proses yang dimulai dari memuat, memasukkan, atau membawa hasil hutan ke dalam alat angkut dan alat angkut yang membawa hasil hutan bergerak ke tempat tujuan dan membongkar, menurunkan, atau mengeluarkan hasil hutan.
Setiap pengangkutan hasil hutan (kayu bundar/kayu brongkol/kayu bakar) dari TPK/TPKh ke tempat lain wajib dilengkapi bersama-sama dengan dokumen Faktur Angkutan Kayu Bulat DK.A 301 (Lampiran 6) yang dilampiri Daftar Kayu Bulat DKB-FA (Lampiran 7), Daftar Kayu Bulat Kecil (DKBK) dan kayu olahan dengan menggunakan dokumen Faktur Angkutan Kayu Olahan (DK.A.303) yang dilampiri Daftar Kayu Olahan (DKO).
a. Sebagai dasar untuk penerbitan dokumen angkutan hasil hutan, pemenang lelang, pemegang kontrak dan pemegang penjualan langsung wajib mengajukan permohonan kepada penerbit FA-KB/FA-KO (Pegawai Perum Perhutani yang diberi wewenang menerbitkan Faktur Angkutan) atas rencana hasil hutan yang akan diangkut, menyerahkan daftar kapling DK
20
308 (Lampiran 4) asli sebagai lampiran dokumen penjualan kepada kepala TPK yang bersangkutan. b. Atas dasar permohonan tersebut, Penerbit FA-KB dan FA-KO wajib melakukan pemeriksaan atas kebenaran fisik hasil hutan yang akan diangkut, sesuai prosedur yang berlaku. c. Tata Cara Penerbitan FA-KB dan FA-KO : 1) FA-KB harus dilampiri DKBK untuk KBK, DKB-FA untuk KB atau yang berasal dari daftar kapling yang kayunya akan diangkut 2) FA-KO harus dilampiri DKO (model DKA 104 e) sebelum membuat DKO harus dilakukan pengukuran fisik KO yang akan diangkut, sesuai ketentuan yang berlaku dan dimasukan kedalam Daftar Pengeluaran Kayu Olahan (Model DKB 210 d). d. Kayu pertukangan yang diangkut dari TPK/TPKh untuk keperluan penyerahan ke KBM IK/Mitra KSP dan atau milik Pihak ke-III (Pembeli) harus diterakan palu tok PHT dikedua bontos kayu oleh kepala TPK/TPKh.
9. Mutasi Hasil Hutan
Daftar Perubahan A hasil hutan disusun berdasarkan bukti-bukti penambahan dan pengurangan dalam periode pembayaran. Bukti-bukti penambahan dibukukan pada Daftar Perubahan (Penambahan) DK 310 atau DK 310 a dan bukti-bukti pengurangan dibukukan pada Daftar Perubahan (Penambahan) DK 310/1 atau DK 310 a/1. a. Dokumen yang digunakan untuk pengurangan adalah : 1) DK 304 a, DK 304 a/1 dan Perni 51
21
2) Daftar Pembetulan Hasil Hutan (DK 306) b. Dokumen yang digunakan untuk pengurangan adalah : 1) DK 318 Faktur Penjualan (bukti penjualan dengan penjanjian/kontrak) atau gabungannya Daftar Penjualan DK 325 atau DK 325 a 2) DK 319 Bon Penjualan (bukti penjualan langsung) atau gabungannya Daftar Penjualan DK 325 atau DK 325 a 3) DK 323 Laporan singkat penjualan lelang, dilampiri daftar kapling yang telah laku terjual (bukti penjualan lelang) 4) Perni 51 Daftar Penyerahan Hasil Hutan ke lain daerah 5) DK 304 a Daftar Pengangkutan Antara Kayu Bernomor 6) Dk 304 a/1 Daftar Pengangkutan Antara Kayu Tak Bernomor, Kayu Bakar/Brongkol dan sortimen lain-lain 7) DK 331 Daftar Pemakaian Hasil Hutan untuk Perhutani 8) DK 306 Daftar Pembetulan Hasil Hutan c. Daftar Perubahan A dengan dilampiri Daftar Gabungan Sisa Persediaan DK 309 A/1, DK 309 A/2, DK 309/1, DK 309/2, DK 309 a/1, Daftar Penjualan Kayu Perkakas (DK 325) serta Daftar Pembetulan (DK 306) digunakan oleh Kepala TPK/TPKh sebagai : 1) laporan Mutasi Hasil Hutan pada akhir periode pembayaran 2) laporan Persediaan Hasil Hutan Milik Perhutani 3) laporan Pertanggungjawaban Pengurusan Hasil Hutan.
22
10. Sisa Persediaan
Sisa persediaan adalah sisa hasil penjualan kayu. Sisa persediaan ini untuk mengetahui persediaan kayu yang ada di TPK. a. Sisa persediaan hasil hutan per periode pembayaran (Milik Perhutani). 1) Sisa persediaan tiap-tiap hasil hutan yang termuat dalam Daftar Perubahan A (Penambahan dan Pengurangan) harus sesuai dengan jumlah persediaan yang tercatat dalam buku-buku persediaan (DK 309, DK 309 A, DK 309 a, dan DK 309 b) serta daftar gabungannya (DK 309 A/1, DK 309 A/2, DK 309 /1, DK 309 /2, DK 309 a/1, DK 309 b/1) 2) Setiap akhir periode pembayaran, buku-buku tersebut wajib ditutup dan dihitung sisa persediaannya dan dibuatkan daftar gabungan sebagai berikut: a) DK 309 A/1 untuk A III kayu bundar besar b) DK 309 A/2 untuk C III Balok/C IV swalep c) DK 309/1 untuk A1 kayu bundar kecil dan AII kayu bundar sedang d) DK 309/2 untuk CI kayu persegian e) DK 309 a/1 untuk kayu bakar f) DK 309 b/1 untuk sortimen lain-lain.
b. Sisa persediaan hasil pihak ketiga per periode pembayaran. Sisa persediaan hasil hutan pihak ketiga merupakan hasil penambahan dan pengurangan sebagai berikut:
23
1) arsip lembar ke 3 daftar kapling (DK 308) yang terjual, dibendel menjadi buku pihak ketiga menurut macam saluran penjualan (lelang, penjualan dengan perjanjian/kontrak, penjualan langsung) 2) daftar kapling dibuku (TPK/TPKh) yang telah laku terjual wajib diberi tanda/ditulis nama pembelinya dan dikelompokan menurut saluran penjualannya 3) setiap kayu yang terjual dan akan diangkut wajib dicatat pada daftar kapling yang bersangkutan, baik pada daftar kapling arsip TPK/TPKh maupun daftar kapling asli yang dibawa pembeli 4) setiap kayu pihak ketiga pada daftar kapling yang telah diangkut dicoret dari daftar kapling 5) sisa kayu yang masih terdapat atau belum dicoret menunjukan sisa kersediaan hasil hutan pihak ketiga, dengan perhitungan sebagai penambah adalah kapling yang telah laku dan sebagai pengurang adalah kayu-kayu yang diangkut atau rekapitulasi Daftar Kayu Bundar (DKBFA/DKBK) dan rekapitulasi Daftar Kayu Olahan (DKO) 6) setiap akhir bulan sisa persediaan kayu pihak ketiga dibuatkan Laporan Mutasi Hasil Hutan Milik Pihak Ketiga.
11. Dokumentasi
Dokumentasi adalah kumpulan dokumen/arsip-arsip yang dibutuhkan dalam kegiatan penatausahaan kayu. Kepala TPK/TPKh wajib menyimpan memelihara dokumen/bukti penatausahaan hasil hutan yang berada di kantor kerjanya, dengan batas waktu kadaluarsa sesuai peraturan yang berlaku
24
dokumen penatausahaan hasil hutan yang berada di TPK. Dokumentasi arsiparsip penatausahaan kayu disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Dokumentasi Penatausahaan Kayu Di KPH Randublatung.
No 1 2
Blanko DK 304 DK304 b
3
DK 304 b/1
4 5 6
DK 304 a DK 304 a/1 DK 304 a/2
7 8 9 10 11 12 13 14 15
DK 304 c Perni 51 DK 306 DK 309 DK 309 A DK 309 a DK 309 b DK 309 c DK 309 A/1
16 17
DK 309 A/2 DK 309/1
18 19 20 21 22 23 24 25
DK 309 /2 DK 309 a/1 DK 309 b/1 DK 308 DK 308/1 DK 318 DK 319 DK 330
26
DK 331
27
DK 332
28 29 30
DK 310 DK 310/1 DK 310a
31
DK 310a/1
Uraian Daftar Pengangkutan (DP) Biasa Kayu Bernomor Daftar Pengangkutan (DP) Biasa Kayu Tak Bernomor Dan Kayu Bakar/Brongkol Daftar Pengangkutan (DP) Biasa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Daftar Pengangkutan Antara Kayu Bernomor Daftar Pengangkutan Antara Kayu Tak Bernomor Daftar Pengangkutan Antara Hasil Hutan Bukan Kayu Nota Penerimaan Sementara Daftar Penyerahan Hasil Hutan Daftar Pembetulan Hasil Hutan Buku Persediaan Kayu Tak Bernomor Buku Persediaan Kayu Bernomor Buku Persediaan Kayu Bakar Buku Persediaan Sortimen Lain Buku Persediaan Hasil Hutan Bukan Kayu Daftar Gabungan Sisa Persediaan Kayu Bundar Bernomor Daftar Gabungan Sisa Persediaan Kayu Blok CIII Daftar Gabungan Sisa Persediaan Kayu Bundar Tak Bernomor Daftar Gabungan Sisa Persediaan Kayu Persegi CI Daftar Gabungan Sisa Persediaan Kayu Bakar Daftar Gabungan Sisa Persediaan Sortimen Lain Daftar Kapling Register Daftar Kapling Faktur Penjualan Bon Penjualan Permintaan Ijin Penggunaan Hasil Hutan Untuk Pemakaian Sendiri Daftar Pemakaian Hasil Hutan Untuk Perhutani Sendiri Laporan Tentang Kayu Yang Dipergunakan Untuk Keperluan Sendiri Daftar Perubahan A (Penambahan) Daftar Perubahan A (Pengutangan) Daftar Perubahan A (Penambahan) Kayu Bakar/Brongkol, Dan Sortimen Lainnya Daftar Perubahan A (Pengurangan) Kayu Bakar
25
Tabel 3 (lanjutan).
No 32 33 34
Blanko DK 312 DK 325 DK 325a
35 36 37 38 39 40
DK 323 Perni 50 DKA 103 a DKA 103 b DKA 103 c DKA 104 d
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
DKA 104 b DKA 104 c DKA 104 e DKB 201 a DKB 201 b DKB 201 d DKB 201 e DKB 201 f DKB 201 h DKB201 i DKB 201 k DKB 203 b
Uraian Berita Acara Pemeriksaan Hasil Hutan Daftar Penjualan Daftar Penjualan Kayu Bakar Dan Hasil Hutan Bukan Kayu Laporan Singkat Penjualan Lelang Daftar Pemakaian Hasil Hutan Laporan Hasil Penebangan Kayu Bundar Rekapitulasi Laporan Hasil Produksi Kayu Bundar Laporan Hasil Produksi Kayu Bundar Kecil Rekapitulasi Laporan Hasil Produksi Kayu Bundar Kecil Daftar Kayu Bundar (DKB-FA) Daftar Kayu Bundar Kecil (DKBK) Daftar Kayu Olahan (DKO) Daftar Pemeriksaan Kayu Bundar (DPKB) Daftar Pemeriksaan Kayu Bundar Kecil (DPKBK) Daftar Pemeriksaan Kayu Olahan (DPKO) Daftar Pemeriksaan Ulang Kayu Bundar (100%) Rekapitulasi Pemeriksaan Hasil Hutan (RPHH) Berita Acara Pemeriksaan LHP-KB Berita Acara Pemeriksaan LHP-KBK Berita Acara Pemeriksaan Kayu Bundar (BAPKB) Daftar Penerbitan Faktur Kayu Bundar/FA-KB
3.2 Pembahasan
Penatausahaan hasil hutan adalah suatu tatanan kegiatan dalam bentuk pencatatan, penerbitan dokumen dan pelaporan yang meliputi perencanaan produksi, pemanenan/penebangan, penandaan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan, penimbunan, pengolahan dan pelaporan hasil hutan (Permenhut No. 55 Tahun 2006). Kegiatan penatausahaan hasil hutan kayu bertujuan untuk mengetahui kejelasan keberadaan
hasil
hutan kayu yang ada dan mempermudah
mengkoordinasikan kegiatan yang akan dilakukan untuk mendistribusikan hasil hutan kayu.
26
Perum Perhutani KPH Randublatung merupakan salah satu KPH yang sudah mendapatkan sertifikat pengelolaan lestari dari FSC (Forest Stewardship Council) Dalam hal ini sertifikat FSC yang didapatkan oleh Perhutani menunjukkan bahwa pengelolaan hasil hutan yang ada disini sudah sesuai dengan pengelolaan lestari. Kriteria FSC yang terkait dengan penatausahaan kayu yaitu memastikan kayu bukan dari ilegal loging antara lain izin penebangan, lokasi penebangan yang sesuai, dokumen penjualan kayu yang lengkap, tidak boleh ada kayu yang masuk katagori sebagai kayu CITES, dan dokumen pengangkutan kayu yang lengkap (Kirmanto, 2014).
Kegiatan penatausahaan kayu di Perum Perhutani khususnya di TPK Doplang sudah cukup sesuai dengan panduan pelaksaanan kegiatan penatausahaan kayu yang sudah dibuat. Berdasarkan standar sistem verifikasi legalitas kayu yang dibuat oleh tim kerja pengembangan dan perumusan sistem verifikasi legalitas kayu, semua kayu yang diangkut dari tempat pengumpulan kayu (TPn), ke tempat penimbunan kayu (TPK) dan dari TPK ke industri primer hasil hutan (IPHH) atau pasar mempunyai identitas fisik dan dokumen yang sah. Perum Perhutani telah melaksanakan penyusunan dokumen penatausahaan kayu dengan baik. Semua dokumen tersedia dengan lengkap dan terperinci.
Penatausahaan kayu di Perum Perhutani khususnya pada saat penerimaan kayu masih perlu dibenahi. Berdasarkan SOP yang dibuat oleh Perum Perhutani, kayu yang baru datang seharusnya segera diperiksa kondisi fisiknya. Namun pelaksanaan di lapangan tidak demikian, kayu langsung diterima oleh petugas di lapangan.
27
Berbeda dengan penerimaan kayu, untuk pengujian dan pengukuran kayu yang dilakukan oleh pihak Perum Perhutani sudah sesuai dengan prosedur yang dibuat. Selain sesuai dengan prosedur yang dibuat, dalam hal pengukuran kayu Perhutani juga sudah mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) mulai dari persyaratan, cara pengukuran, pernyataan hasil dan laporan hasil pengukuran (SNI 7537.2:2010). Dalam hal pengujian kayu pihak Perhutani sudah melakukan dengan baik. Pengujian dilakukan oleh mandor penguji, pengujian yang dilakukan oleh Perhutani juga sudah sesuai dengan prosedur dan diperkuat dengan mengacu pada SNI 01-702-2006.
Proses pengaplingan kayu yang dilakukan oleh Perum Perhutani sudah cukup baik yaitu kayu sudah diletakkan sesuai sortimen, mutu, dan jenisnya. Kayu diletakkan di tempat yang teduh atau terlindungi oleh pohon, hal ini agar kayu terlindung dari sinar matahari dan hujan sehingga kayu masih tetap pada kondisi yang baik. Beberapa bangunan yang berfungsi sebagai peneduh di sekitar TPK terlihat rusak, atap berlubang dan tiang penyangga telah lapuk sehingga perlu diperbaiki. Hal ini untuk memaksimalkan fungsi bangunan sebagai peneduh kayu pada saat pengaplingan.
Metode pengaplingan kayu yang dilakukan Perum Perhutani akan berpengaruh pada kecepatan dan keakuratan data terkait pesediaan kayu yang ada. Saat ini pembuatan dokumen sisa persediaan kayu masih dilakukan secara manual. Berdasarkan penelitian Aziz (2013), tentang perancangan sistem informasi sisa sediaan
kayu,
Perum
Perhutani
dapat
menggunakan
program
aplikasi
menggunakan komputer. Program aplikasi terkait sistem sisa sediaan kayu ini
28
diharapkan membantu Perum Perhutani dalam meningkatkan efisiensi kerjanya.. Pemakaian komputer juga akan memudahkan dalam memproses data dan membuat laporan-laporan lain yang dibutuhkan Perum Perhutani.
Inovasi sistem persediaan kayu akan berdampak juga dengan penjualan kayu. Penjualan kayu yang dilakukan oleh Perhutani sudah baik dan sesuai dengan alur prosedur penjualan kayu di KBM Pemasaran. Akan tetapi beberapa mekanisme penjualan kayu masih banyak kekeliruan. Lelang kayu Perum Perhutani diatur dalam aturan khusus yaitu Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 995/KPTS/DIR/2007 tentang Pedoman Penjualan Dalam Negeri Hasil Hutan Kayu Bundar Jati dan Rimba. Aturan khusus ini mengakibatkan lelang kayu Perum Perhutani memiliki karakteristik tersendiri, yaitu tidak adanya pembatasan peserta lelang, tidak adanya keharusan memberikan uang jaminan dan harga limit yang terbuka. Aturan khusus ini menimbulkan kemungkinan kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum di lapangan. Pelaksanaannya masih ada hambatan yang menimbulkan kerugian bagi negara yaitu adanya kecurangan pada saat lelang yang berakibat tidak tercapainya harga yang optimal. Berdasarkan penelitian Zainal (2009), tentang pelaksanaan lelang kayu jati dan rimba di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kecurangan terjadi sebelum, pada saat, dan sesudah pelaksanaan lelang. Kecurangan sebelum pelaksanaan lelang berupa rekayasa mempersulit pengadaan oversich yang digunakan calon peserta lelang untuk melihat kayu di TPK dan penerbitan oversicht ganda. Kecurangan pada saat lelang berupa pengaturan harga lelang oleh sindikat para peserta lelang yang dibantu oleh Pejabat Lelang. Kecurangan pasca lelang berupa upaya menukar kayu yang dimenangkan pada saat pengambilan kayu di TPK.
29
Upaya menghindari kecurangan tersebut dapat dilakukan dengan reformasi sistem pelaksanaan lelang dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam pengawasan pelaksanaan lelang dan melibatkan pihak ketiga sebagai pengawas jalannya lelang serta peningkatan kualitas dan mental SDM pelaku lelang sehingga kerugian negara akibat persekongkolan lelang dapat dihindarkan.
Dalam konsep pemasaran kayu yang dilakukan Perum Perhutani belum ada kegiatan promosi kayu dengan memanfaatkan saluran pemasaran. Menurut Nitisemito (1984), saluran pemasaran adalah lembaga-lembaga distributor atau lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan barangbarang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Promosi kayu dapat dilakukan agar kayu dapat cepat terjual dan menambah jaringan pemasaran, terutama untuk jenis kayu yang sudah lama belum terjual. Pemanfaatan lembaga pemasaran akan lebih mudah dalam penjualan kayu yang dilakukan oleh Perum Perhutani.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan praktik umum yang dilaksanakan di RPH Trembes, BKPH Temuireng, KPH Randublatung, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah serta dari pembahasan tentang pengelolaan hutan khususnya penatausahaan hasil hutan, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain sebagai berikut : 1.
kegiatan pengelolaan yang terdapat di KPH Randublatung sudah berjalan cukup baik mulai dari persemaian sampai penjualan kayu.
2.
sistem penatausahaan hasil hutan di KPH Randublatung Jawa Tengah, sudah berjalan cukup baik dan tertib, sehingga terciptanya kegiatan pengelolaan hutan yang baik.
3. kegiatan penatausahaan kayu di TPK Doplang dimulai dari penerimaan angkutan hasil hutan, pengukuran dan pengujian, penandaan dan penomoran, pencatatan penerimaan hasil hutan, pengaplingan, penjualan dan penyerahan hasil hutan, daftar pembetulan, pengangkutan hasil hutan, mutasi hasil hutan, sisa persediaan, dan dokumentasi.
B. Saran
Beberapa masukan dan saran yang dapat Penulis berikan berdasarkan pelaksanaan praktik umum di RPH Trembes BKPH Temuireng adalah sebagai berikut :
31
1.
memperhatikan efektifitas kerja para pekerja di lapangan dengan menambah jumlah tenaga kerja
2.
memanfaatan program aplikasi terkait sistem informasi sisa sediaan kayu untuk meningkatkan efektifitas kerja, kecepatan dan keakuratan data persediaan kayu
3.
melakukan reformasi sistem pelaksanaan lelang dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam pengawasan pelaksanaan lelang dan melibatkan pihak ketiga sebagai pengawas jalannya lelang serta peningkatan kualitas dan mental SDM pelaku lelang sehingga kerugian negara akibat indikasi kecurangan lelang dapat dihindarkan
4.
melakukan kegiatan promosi dengan memanfaatkan saluran pemasaran.
DAFTAR PUSTAKA
A1ex S. Nitisemito. 1984. Marketing. Ghalia Indonesia.Jakarta. Aziz, F. 2013. Sistem Informasi Penjualan Kayu Pada Perum Perhutani Kendal Jawa Tengah. Tugas Akhir. Semarang. Bandar Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-702-2006 : Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Bandar Standarisasi Nasional. 2010. SNI 7537.2:2010 : Kayu gergajian-bagian 2: Pengukuran Dimensi. Kirmanto. 2014. FSC COS. Diakses 13 November 2014. http://pondokmanajemen. wordpress.com/fsc/. KPH Randublatung. 2012. Buku Rancangan KPH Mandiri KPH Randublatung. Perum Perhutani. Blora. Peraturan Direktur Jendral Bina Usaha Kehutanan. No. P.4/VI-BIKPHH/2014. Tentang Pedoman Pelaksanaan Penatausaahaan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi. Jakarta. Peraturan Menteri Kehutanan No. P 45/Menhut-II/2011. Tentang Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan. Jakarta. Peraturan Menteri Kehutanan No P.55 Menhut-II/2006. Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara. Jakarta. Perum Perhutani. 2007. Pedoman Penatausahaan Hasil Hutan di Perum Perhutani. Jakarta. Perum Perhutani. 2011. Prosedur Kerja Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Wilayah Kerja Perum Perhutani. Jakarta. PT.Arfak Indra, 2011. Standar Operasional Prosedur Penandaan Kayu Tebangan. Jakarta. Sianturi. A. 2001. Analisis Peneriamaan Sumberdaya Hutan. Jurnal Sosial Ekonomi. 2 (1) : 2-3 p.
33
Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani. No 995/KPPS/DIR/2007 Tentang Pedoman Penjualan Dalam Negeri Hasil Hutan Kayu Bundar Jati dan Rimba. Jakarta. Tim Kerja Pengembangan dan Perumusan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu.2007. Rancangan Sistem Verifikasi Legalitas kayu. Jakarta. Zainal, A. 2009. Pelaksanaan Lelang Kayu jati dan Rimba Pada Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.Tesis.Semarang.
LAMPIRAN
Gambar 5.Kunjungan ke pos gabungan BKPH Temuireng.
Gambar 6. Penandaan dan penomoran kayu di lokasi penebangan B.
Gambar 7. Kunjungan ke TPK Randublatung. Karyawan menjelaskan mengenai kegiatan yang dilakukan di TPK Randublatung terkait penatausahaan kayu.
Gambar 8. Proses pengangkutan kayu yang sudah laku terjual ke dalam truk.
Gambar 9. Foto bersama mahasiswa praktik umum bersama mandor penguji di TPK Randublatung.
Gambar 10. Peta lokasi TPK Doplang.
Gambar 10. Pengaplingan pada blok kayu FSC di TPK Doplang.
Gambar 11. Proses pembuatan PCP di petak 24 RPH Alas Malang.
Gambar 12. Kunjungan ke persemaian di Kapuan.