LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PERCOBAAN 1
PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN
Disusun Oleh :
Shintia Kusuma Dewi (14K10109)
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
PROGRAM STUDI STRATA 1 FARMASI
BOGOR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, sebagai mahasiswa farmasi sudah seharusnya mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada keterkaitan yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi adalah ilmu yang mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat (Sudjadi Bagad, 2007).
Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau obyek tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula dipergunakan sebagai subyek dalam penelitian, di antaranya adalah dengan mempergunakan hewan-hewan percobaan.
Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan, sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.
Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun lalu. Agar mengetahui bagaimana cara kita sebagai mahasiswa maupun sebagai seorang peneliti dalam hal ini mengetahui tentang kemampuan obat pada seluruh aspeknya yang berhubungan dengan efek toksiknya maupun efek sampingnya tentunya kita membutuhkan hewan uji atau hewan percobaan. Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologis. Hewan laboratorium tersebut di gunakan sebagai uji praktik untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia.dalam praktikum kali ini menggunakan mencit sebagai hewan percobaan. Mencit merupakan hewan yang mudah ditangani dan bersifat penakut fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Sehingga hewan tersebut sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.
Tujuan Percobaan
Tujuan dari pelaksanaan percobaan ini :
Untuk membentuk sikap mampu menangani hewan percobaan mencit, tikus, kelinci, marmot dan katak untuk percobaan farmakologi
Untuk mengetahui cara penanganan hewan secara manusiawi serta faktor – faktor yanmg mempengaruhi responnya
Untuk mengetahui sifat – sifat hewan percobaan.
Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan farmakologi ini adalah :
Memberikan pemahaman terhadap praktikan tentang penanganan hewan percobaan secara manusiawi.
Menjadikan praktikan lebih memperhatikan perlakuan terhadap hewan percobaan agar hasil percobaan kedepannya lebih efisien dan memberikan hasil yang maksimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dasar Teori
Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tidak ternilai jasanya dalam penilaian efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan senyawa bioaktif. Hewan percobaan merupakan kunci di dalam pengembangan senyawa bioaktif dan usaha-usaha kesehatan (Malole, 1989).
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai fartor, yaitu :
Faktor internal pada hewan percobaan sendiri adalah umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan,dan cara pemeliharaan. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu, cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu kemudian sifat fisiologi yang berpengaruh.
Distribusi.
Absorpsi suatu senyawa bioaktif di samping ditentukan oleh sifat senyawa bioaktifnya sendiri juga ditentukan oleh sifat/keadaan daerah kontak mula oleh senyawa bioaktif dengan tubuh. Sifat–sifat fisiologis seperti jumlah suplai darah dan keadaan biokimia daerah kontak mula senyawa bioaktif dengan tubuh menentukan proses absorpsi senyawa bioaktif yang bersangkutan. Jumlah senyawa bioaktif yang akan mencapai sasaran kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda.
Cara atau rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak mula senyawa bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek senyawa bioaktif. Penanganan umum beberapa hewan coba berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan dengan hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan penganan/perlakuan yang khusus (Malole, 1989).
2.2 Cara Penanganan Hewan Coba
Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya.
2.2.1 Cara Memegang Mencit
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, biarkan menjangkau / mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan (Malole, 1989).
2.2.2 Bobot Badan hewan Coba yang Digunakan
Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunakan dapat berdasarkan kriteria bobot badannya di samping usianya. Farmakope Indonesia edisi III-1979 mengemukakan kriteria bobot beberapa hewan percobaan yang digunakan dalam uji hayati.
Mencit : 17-25 gram
Kelinci : 15-20 kg
Tikus : 150-200 gram
Kucing : tidak <5kg
Marmo : 300-500 gram
Merpati : 100-200 gram
Cara Mengorbankan Hewan Percobaan
Pengorbanan hewan sering diperlakukan apabila keadaan rasa sakit yang hebat atau lama akibat suatu percobaan atau apabila mengalami kecelakaan, menderita sakit atau jumlahnya terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan.
Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan sedemikian sehingga hewan akan mati dengan seminimal mungkin rasa sakit. Pada dasarnya cara fisik yaitu dengan melakukan dislokasi leher adalah cara yang paling cepat, mudah dan berprikemanusiaan, tetapi cara perlakuan kematian juga perlu ditinjau bila ada tujuan dari pengorbanan hewan percobaan dalam rangkaian percobaan.
Cara pengorbanan hewan lain adalah dengan menggunakan gas karbondioksida dalam wadah khusus atau dengan pemberian pentobarbital natrium pada takaran letalnya.
Uraian Hewan Percobaan
Mencit (Mus musculus) (Syafri, M. 2010)
Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Mencit memiliki beberapa data biologis, diantaranya:
Lama hidup : 1-2 tahun
Lama produksi ekonomis : 9 bulan
Lama bunting : 19-21 hari
Kawin sesudah beranak : 1-24 jam
Umur disapih : 21 hari
Umur dewasa : 35 hari
Umur dikawinkan : 8 minggu
Siklus kelamin : poliestrus
Perkawinan : pada waktu estrus
Berat dewasa : 20-40 gram (jantan) dan 18-35 gram (betina)
Tikus putih menurut Natawidjaya (1983)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Data biologis tikus menurut Smith & Mangkoewidjojo (1998) :
Lama hidup : 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun.
Lama Bunting : 20-22 hari.
Kawin sesudah beranak : 1 sampai 24 jam.
Umur disapih : 21 hari.
Umur dewasa : 40-60 hari.
Umur dikawinkan : 10 minggu (jantan dan betina).
Siklus kelamin : Poliestrus.
Siklus estrus (birahi) : 4-5 hari.
Lama estrus : 9-20 jam.
Perkawinan : Pada waktu estrus.
Ovulasi : 8-11 jam sesudah timbul estrus.
Jumlah anak : Rata-rata 9-20.
Puting susu : 12 puting, 3 pasang didaerah dada dan 3 pasang di daerah perut.
Susu : Air 73 %, lemak 14-16 %, protein 9-10 %, Gula 2-3 %.
Perkawinan kelompok : 3 betina dengan 1 jantan.
Morfologi dan Anatomi
Tikus rumah memiliki panjang 65-95 mm dari ujung hidung mereka ke ujung tubuh mereka. Bulu mereka berkisar dalam warna dari coklat muda sampai hitam dan pada umunya memiliki warna putih. Tikus memiliki ekor panjang yang memiliki sedikit bulu dan memiliki deretan lingkaran sisik. Tikus rumah cenderung memiliki panjang bulu ekor lebih gelap ketika hidup erat dengan manusia, mereka berkisar 12-30 gram berat badanya. Banyak bentuk-bentuk domestik tikus telah dikembangkan yang bervariasi dalam warna dari putih menjadi hitam dan dangan bintik-bintik.
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan atau kelenjar-kelenjar yang berhubungan, fungsinya untuk :
a). Ingesti dan Digesti makanan.
b). Absorbsi sari makanan.
c). Eliminasi sisa makanan.
Menurut Oliver ( 1984), kelinci dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Logomorphia
Famili : Leporidae
Genus : Lepus
Spesies : Lepus nigricollis
Masa hidup : 5 - 10 tahun
Masa produksi : 1 - 3 tahun
Masa bunting : 28-35 hari (rata-rata 29 - 31 hari)
Masa penyapihan : 6-8 minggu
Umur dewasa : 4-10 bulan
Umur dikawinkan : 6-12 bulan
Siklus kelamin : Poliestrus dalam setahun 5 kali hamil
Siklus berahi : Sekitar 2 minggu
Ovulasi : Terjadi kawin (9 - 13 jam kemudian)
Fertilitas : 1 - 2 jam sesudah kawin
Jumlah kelahiran : 4 - 10 ekor (rata-rata 6 - 8)
Volume darah : 40 ml/kg berat badan
Bobot dewasa : tergantung pada ras, jenis kelamin.
Menurut Radipoetro (1977) membagi klasifikasi marmot sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Superclass : Tetrapoda
Class : Mammalia
Subclass : Theria
Infraclass : Eutharia
Ordo : Rodentia
Familia : Cavia
Species : Cavia porcellus
Genus : Cavia
Species : Cavia porcellus
Klasifikasi Katak Sawah, adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Amphibia
Ordo : Anura
Familia : Ranidae
Genus : fejervarya
Species : Fejervarya cancrivora
Klasifikasi & Morfologi Kucing
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Karnivora
Famili : Felidae
Genus : Felis
Spesies : F.Silvestris
Upaspesies : Catus (kucing)
Morfologi Kucing
Kucing, Felis silvestris catus, adalah sejenis karnivora. Kata "kucing" biasanya merujuk kepada "kucing" yang telah dijinakkan, tetapi bisa juga merujuk kepada "kucing besar" seperti singa, harimau, dan macan. Kucing peliharaan atau kucing rumah adalah salah satu predator terhebat di dunia. Kucing ini dapat membunuh atau memakan beberapa ribu spesies. Kucing dianggap sebagai "karnivora yang sempurna" dengan gigi dan saluran pencernaan yang khusus. Kucing memiliki banyak warna dan macam pola. Ciri fisik ini tidak bergantung pada rasnya.
Klasifikasi & Morfologi Anjing
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Phylum
Class : Mamalia
Family : Canidae
Ordo : Carnivora
Genus : Canis
Species : C. Lupus
Morfologi Anjing
Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Penelitian lain mengungkap sejarah domestikasi anjing yang belum begitu lama. Anjing telah berkembang menjadi ratusan ras dengan berbagai macam variasi, mulai dari anjing tinggi badan beberapa puluh cm seperti Chihuahua hingga Irish Wolfhound yang tingginya lebih dari satu meter. Warna rambut anjing bisa beraneka ragam, mulai dari putih sampai hitam, juga merah, abu-abu (sering disebut "biru"), dan coklat. Selain itu, anjing memiliki berbagai jenis rambut, mulai dari yang sangat pendek hingga yang panjangnya bisa mencapai beberapa sentimeter. Rambut anjing bisa lurus atau keriting, dan bertekstur kasar hingga lembut seperti benang wol.
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Primata
Familia : Cercopithecidae
Subfamilia : Cercopithecinae
Tribus : Papionini
Genus : Macaca
Spesies : M. fascicularis
Ciri-ciri
Monyet Ekor Panjang merupakan jenis monyet yang mempunyai panjang ekor lebih kurang sama dengan panjang tubuh, yang diukur dari kepala hingga ujung tubuhnya. Panjang tubuh berkisar antara 385-648mm. Panjang ekor pada jantan dan betina antara 400-655 mm. Berat tubuh jantan dewasa berkisar antara 3,5-8 kg. Warna tubuhnya bervariasi, mulai dari abu-abu sampai kecoklatan, dengan bagian ventral bewarna putih. Anak yang baru lahir berambut kehitaman. Masa kehamilan berkisar antara 153-179 hari dan umumnya melahirkan hanya satu ekor anak. Monyet Ekor Panjang paling sering digunakan dalam percobaan biomedik. Di dalam tubuhnya sering ditemukan antibodi untuk virus jenis-jenis tertentu.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Alat dan Hewan Percobaan
3.1.1 Alat
1. Sarung tangan
2. Masker
3.1.2 Hewan percobaan
1. Mencit
2. Tikus
Cara Kerja
3.2.1 Perlakuan pada hewan coba
a. Perlakuan hewan percobaan pada mencit
Gambar 1. Teknik Pegang Mencit
Mencit diangkat ekornya dengan tangan kiri, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin, sehingga saat ditarik mnecit akan mencengkram. Telunjuk dan ibu jari tangan kanan menjepit kulit tengkuk sedangkan ekornya dengan tangan kiri. Kemudian posisi tubuh menict dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kanan.
Perlakuan hewan percobaan pada tikus
Gambar 2. Perlakuan hewan
Dapat diperlakukan seperti mencit atau seperti mencit tetapi pegangan pada bagian tengkuk bukan dengan memegang kulitnya, bisa juga dengan cara menjepit leher dengan jari tengah dan telunjuk.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tak ternilai jasanya dalam penilaian efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan senyawa bioaktif. Hewan percobaan merupakan kunci di dalam pengembangan senyawa bioaktif dan usaha–usaha kesehatan (Malole, 1989)
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Berikut cara perlakuan terhadap beberpa hewan percobaan yang telah dipelajari dalam percobaan kali ini, antara lain :
Mencit
Sifat mencit : Cendrung berkumpul bersama, penakut, fotofobik, lebih aktif pada malam hari, aktivitas terhambat dengan kehadiran manusia, tidak mengigit.
Cara memperlakukan mencit : Mencit diangkat ekornya dengan tangan kiri, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin, sehingga saat ditarik mnecit akan mencengkram.
Telunjuk dan ibu jari tangan kanan menjepit kulit tengkuk sedangkan ekornya dengan tangan kiri. Kemudian posisi tubuh menict dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kanan.
Tikus
Sifat tikus : Sangat cerdas, tidak begitu fotofobik, aktivitasnya tidak terhambat dengan kehadiran manusia, bila diperlakukan kasar atau dalam keadaan defisiensi nutrisi, cendrung menjadi galak dan sering menyerang, dapat hidup sendiri di kandangnya
Cara memperlakukan tikus : Angkat dengan cara memegang bagian ujung ekor, letakkan pada kawat kandang. Tangan kiri bergerak dari belakang dengan jari tengah dan telunjuk "mengunci" tengkuknya, sementara ibu jari menjepit kaki depan. Untuk perlakuan yang hanya memerluka n ekor, masukkan ke dalam "holder".
Kelinci
Sifat kelinci : Jarang bersuara kecuali dalam kondisi nyeri yang luar biasa, cendrung berontak bila kenyamannya terganggu, sangat rentan terhadap angin langsung dan udara dingin, untuk perlakuan yang hanya memerlukan kepala, masukkan ke dalam "holder".
Cara memperlakukan kelinci : Perlakukan dengan halus, jangan memegang telinga saat mengangkat / menangkap, pegang kulit leher kelinci dengan tangan kiri, Dekapkan kearah tubuh.
Marmot
Sifat marmot : jinak, mudah ditanganni, jarang menggigit, kulit halus dan berkilat, bila dipegang bulu tebal dan kuat tetapi tidak kasar, tidak mengeluarkan cairan dihidung dan telinga.
Cara perlakuan marmot : marmot dapat diangkat dengan cara memegang badan bagian atas dengan yang satu dan memegang bagian belakangnya dengan tanagan yang lain.
Katak
Sifat katak : kulit katak lembab dan licin
Cara perlakuan katak : katak dapat dipegang pada leher atau punggung, karena kulit licin harus menggunakan lap kasar.
Kucing
Sifat kucing : pemalu, bulu lebat
Cara perlakuan : kucing dapat dipegang pada bagian tengkuk atau leher dengan tangan kanan, dan tangan kiri membopong bagian bokong kucing.
Anjing
Sifat anjing : tidak semata –mata jinak
Kera
Sifat kera : tidak semata –mata jinak, genetic hampir sama dengan manusia
Adapun keuntungan dan kerugian dari penggunaan hewan percobaan tersebut, antara lain :
Mencit
Keuntungan : mudah ditangani, mudah dikembangbiakkan, mudah dipelihara, reaksi obat yang diberikan lebih cepat menimbulkan efek.
Kerugian : aktivitas terganggu bila ada manusia, untuk pemberian oral agak sulit, penakut.
Tikus
Keuntungan : mudah ditangani, sangat cerdas, mudah dikembangbiakkan, mudah dipelihara, reaksi obat cepat.
Kerugian : lebih resisten terhadap infeksi, galak, bila makanan kurang dia bisa memakan sejenisnya.
Kelinci
Keuntungan : lebih tenang, mudah dikendalikan
Kerugian : suhu badan mudah berubah jika mengalami gangguan lingkungan, agak susah dikembangbiakkan
Marmot
Keuntungan : jinak, mudah ditangani, jarang menggigit, tidak mengeluarkan cairan dari hidung dan telinga
Kerugian : terkadang galak
Katak
Keuntungan : mudah didapat, mudah dicari
Kerugian : kulit lembab dan licin, sulit dipegang
Kucing
Keuntungan : mudah dikembangbiakkan, mudah didapat, jinak
Kerugian :
Anjing
Keuntungan : mudah dibedah karena permukaan tubuh luas
Kerugian : kebanyakan ganas, sulit dikendalikan terkadang
Kera
Keuntungan : hasil percobaan dengan kera lebih baik karena morfologinya atau genetiknya hampir menyerupai manusia
Kerugian : sulit didapat, terkadang galak dan sulit dikendalikan
Dalam bidang farmakologi, hewan yang digunakan haruslah memiliki kesamaan struktur dan sistem organ dengan manusia seperti mencit, katak, marmot, tikus,kera,dsb. Selain itu haruslah juga diperhatikan variasi biologik ( usia, jenis kelamin ), ras, sifat genetik, status kesehatan, nutrisi, bobot dan luas permukaan tubuh, serta keadaan lingkungan fisiologik.
Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai fartor, yaitu :
Faktor internal pada hewan percobaan sendiri adalah umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan,dan cara pemeliharaan. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu, cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu kemudian sifat fisiologi yang berpengaruh.
Distribusi.
Absorpsi suatu senyawa bioaktif di samping ditentukan oleh sifat senyawa bioaktifnya sendiri juga ditentukan oleh sifat/keadaan daerah kontak mula oleh senyawa bioaktif dengan tubuh. Sifat–sifat fisiologis seperti jumlah suplai darah dan keadaan biokimia daerah kontak mula senyawa bioaktif dengan tubuh menentukan proses absorpsi senyawa bioaktif yang bersangkutan. Jumlah senyawa bioaktif yang akan mencapai sasaran kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda.
Cara atau rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak mula senyawa bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek senyawa bioaktif. Penanganan umum beberapa hewan coba berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan dengan hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan penganan/perlakuan yang khusus (Malole, 1989).
Adapun beberapa pertimbangan saat memilih hewan percobaan, diantaranya alasan mengapa hewan jantan yang dipilih untuk percobaan. Maka inilah penjelasannya :
Hewan percobaan nya pun dipilih berkelamin jantan, Dipilih jantan karena sistem imun pada mencit jantan cenderung lebih tidak dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Hal ini disebabkan karena kadar hormon estrogen pada hewan jantan relatif rendah dibanding betina dan adanya stres akut dapat menyebabkan penurunan kadar estrogen pada betina yang berefek imunostimulasi sehingga dapat mengaburkan efek stress bising terhadap hormon-hormon stres yang mempunyai efek imunodepresi, yang dihasilkan oleh aksis HPA dan sistem SMA seperti kortisol dan adrenalin.
Lalu perlakuan pada hewan percobaan harus berberat badan standar untuk dijadikan percobaan adalah agar :
Hewan percobaan dipilih yang berberat badan standar karena, untuk memudahkan perhitungan dosis pemberian obat, agar lebih termonitoring bagaimana efek kerja obat terhadap berat badan yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh.
Dan hewan percobaan diharuskan berpuasa saat untuk tindakan percobaan melalui oral untuk memasukkan obat uji dikarenaka :
Berpuasa pada hewan coba tentunya adalah untuk mengakuratkan hasil percobaan nantinya, agar hasil yang didapat sebenar – benarnya tidak terpengaruh oleh makanan, minuman atau obat – obat lain bahkan fisiologis tubuh yang mungkin mempengaruhi hasil percobaan.
Perlakuan terhadap hewan percobaan perlu diperhatikan dengan baik agar mendapatkan hasil yang baik dan akurat. Hewan percobaan yang tidak jinak dapat dijadikan jinak terlebih dahulu atau dapat ditenangkan terlebih dahulu agar memudahkan proses perlakuan selanjutnya. Dan jangan memberikan gerak reflek yang membuatnya terkejut dan menjadikannya terlalu banyak bergerak dan menjadikannya stress.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Setiap hewan percobaan memiliki sifat – sifat biologis yang berbeda, tentunya dengan penanganan yang berbeda pula.
Pemilihan hewan coba yang baik harus bebas dari patogen, mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik, kepekaan terhadap suatu penyakit, dan mengikuti standart tertinggi sehubungan dengan (nutrisi, kebersihan pemeliharaan).
Pemberian obat pada hewan coba dapat diberikan secara peroral, subkutan, intravena, intramuskular, dan intraperitoneal.
Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada spesies hewan percobaan, diperlukan data penggunaan dosis dengan menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh setiap spesies.
Terdapat factor internal dan eksternal pada hewan percobaan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya praktikan membawa mencit atau hewan percobaan yang terstandar, yang kondisinya terbukti baik secara keseluruhan dan fisiologisnya. Agar dalam percobaan memberikan hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Malole, M.M.B, Pramono, C.S.U., (1989), " Penggunaan Hewan-hewan
http://putihtikus.blogspot.co.id/2013/04/klasifikasi-tikus-putih.html
http://saruedisimamorae.blogspot.co.id/2012/09/morfologi-dan-anatomi-kelinci.html
http://lilispuspita.blogspot.co.id/2012/06/eliminative-behavior.html
https://faridsancoyowidagdo.wordpress.com/2012/10/30/monyet-ekor-panjang-macaca-fascicularis/
Mariam, Siti. 2017. Penuntun Praktikum Farmakologi. Bogor
LAMPIRAN
Gambar
Keterangan
Gambar 1. Penanganan mencit
Mencit cengkram pada kawat besi saat akan diperlakukan
Gambar 2. Penanganan mencit
Posisi mencit saat ditenangkan