PENANAMAN NILAI-NILAI BUDAYA
MELAYU KALBAR
Oleh : M.Natsir[1]
A. PENDAHULUAN
Masyarakat Kalbar merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
berbagai suku dan agama, namun dalam masyarakatnya tercipta suatu
kerukunan yang sudah berlangsung sejak dahulu. Apabila dilihat dari
perkembangan sukunya, masyarakat kalbar terdiri dari masyarakat Dayak,
namun sesuai dengan perkembangannya masyarakat Kalbar tinggal di pedalaman,
tetapi bagi yang tinggal didaerah pesisir mereka menyebutkan dirinya
Melayu, Melayu identik dengan Islam. Hal ini menjadi sebuah ketentuan
karena budaya Melayu sangat bernafaskan Islam, atau budaya Melayu
bersumberkan nilai-nilai ajaran Islam. Berkaitan dengan hal tersebut maka
yang dikatakan Melayu adalah : berbahasa Melayu, beradat istiadat Melayu,
dan beragama Islam. Selain itu falsafah Melayu bersendikan hukum agama
Islam atau sebuah ketentuan dan hukum dan ketentuan itu berdasarkan Al
Qur'an. Apabila kita lihat pendapat dari berbagai ahli asing yang mengkaji
tentang masyarakat Melayu, maka bisa dikatakan bahwa masyarakat Melayu
adalah suku bangsa yang maju, selalu mengikuti perkembangan zaman. Seperti
pendapat Vallentijn (1712M) menyebutkan bahwa orang Melayu sangat cerdik,
sangat pintar dan manusia yang sangat sopan di seluruh Asia. Juga sangat
baik, sopan-santun, lebih pembersih dalam cara hidupnya dan pada umumnya
begitu rupawan sehingga tidak ada manusia lain yang bisa dibandingkan
dengan mereka, pasa umumnya mereka pengembira.
Orang Melayu itu mempunyai kebiasaan mempelajari bahasa mereka,
tetapi berusaha memperluas pengetahuan mereka dan juga mempelajari bahasa
Arab. C. Lekkerker (1916) Menyebutkan jati diri Melayu adalah lebih dari
segala suku-suku di nusantara, tidak pelak lagi bahwa banyak penyebaran
agama Islam di nusantara, melalui bahasa, kapal mereka berdagang mereka,
perkawinan mereka dengan wanita asing dan propaganda langsung. Orang Melayu
ditandai paling suka mengembara, suatu ras yang paling gelisah di dunia,
selalu berpindah kemana-mana, mendirikan koloni (kampung hunian). J.C. Van
Eerde (1919) menyebutkan bahwa orang Melayu adalah sangat enerjik dan penuh
keinginan kuat untuk maju. Identitas orang Melayu jujur dalam berdagang,
berani mengarungi lautan, jarang terlibat dalam soal kriminal, sangat suka
kepada tegaknya hukum dan bajat yang melekat pada dirinya adalah bidang
kesenian, nelayan dan perairan. Geertz (1963) menyatakan bahwa kebudayaan
Melayu dapat digolongkan sebagai kebudayaan pantai yang bercorak perkotaan
dan kegiatannya adalah perdagangan dan kelautan.
Adapun ciri-ciri dari bangsa Melayu menurut para penguasa kolonial
Belanda, Inggris serta para sarjana asing antara lain sebagai berikut:
1. Seseorang disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa
Melayu dalam sehari-harinya , dan beradat istiadat Melayu. Adat
Melayu itu bersendikan hukum syarak, syarak bersendikan
kitabullah. Jadi orang Melayu itu adalah etnis yang secara
kultural (budaya) dan bukan mesti secara genealogis (persamaan
keturunan darah).
2. Berpijak kepada yang Esa. Artinya ia tetap menerima takdir, pasrah
dan selalu bertawakal kepada Allah.
3. Orang Melayu selalu mementingkan penegakan hukum (law enforcement)
4. Orang Melayu mengutamakan budi dan bahasa, hal ini menunjukan
sopan-santun dan tinggi peradabannya.
5. Orang Melayu mengutamakan pendidikan dan Ilmu.
6. Orang Melayu mementingkan budaya Melayu, hal ini terungkap pada
bercakap tidak kasar, berbaju menutup aurat,menjauhkan pantang
larangan dan dosa dan biar mati daripada menaggung malu dirinya
atau keluarganya, karena bisa menjatuhkan marwah keturunannya,
sebaliknya tidak dengan kasar mempermalukan orang lain.
7. Orang Melayu mengutamakan musyawarah dan mufakat sebagai sendi
kehidupan sosial. Kondisi ini terlihat pada acara perkawinan,
kematian, selamatan mendirikan rumah dan lain-lain. Orang Melayu
harus bermusyawarah/mufakat dengan kerabat atau handai taulan
8. Orang Melayu ramah dan terbuka kepada tamu, keramahtamahan dan
keterbukaan orang Melayu terhadap segala pendatang (tamu) terutama
yang beragama Islam,
9. Orang Melayu melawan jika terdesak, hal ini sesuai dengan ungkapan
berikut ini:
Kalau sudah dimabuk pinang, daripada ke mulut biar ke hati,
Kalau sudah masuk ke gelanggang, dari pada surut relalah mati.
Esa elang kedua belalang,Takkan kayu berbatang jerami,
Esa hilang dua terbilang, Takkan Melayu hilang di bumi
Jika perlawanan fisik sudah tidak memungkinkan lagi, maka orang
Melayu di masa lalu mengungkapkan hal tersebut dengan sikap merajuk,
memencilkan diri dan bersikap pasif serta apatis. Pada kurun waktu yang
lalu budaya Melayu pernah mencapai kejayaan, tetapi mengapa sampai pada
saat ini atau kurun waktu berikutnya mengalami kemunduran. Malahan timbul
anekdot yang makin memberi corak bahwa segala yang ketertinggalan dan
keterbelakangan dalam masyarakat diberi predikat Melayu. (Dibyo Harsono
a.1997:16)
Adaptasi dan konflik Sosial yang terjadi membawa ke arah perubahan
masyarakat dari masyarakat tradisional berpindah ke masyarakat modern yang
rasional. (Soekanto,1999:67-71) mengatakan interaksi Sosial merupakan
hubungan – hubungan Sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar
orang perorang antar kelompok manusia, maupun antar orang perorang dengan
kelompok manusia. Interaksi Sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak
memenuhi dua syarat yaitu : (1) Kontak Sosial (Sosial Contact)), (2)
Komunikasi. Lebih lanjut Soekanto menjelaskan bahwa kontak Sosial dapat
berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu : (a) antar orang perorang yang
dicontohkannya dimana anak kecil mempelajari kebiasaan dalam keluarga.
Proses demikian disebut dengan sosialisasi yaitu suatu proses dimana
anggota masyarakat yang bisa mempelajari norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat menjadi anggota. (b) antar orang perorang dengan suatu kelompok
manusia atau sebaliknya.(c) antar suatu kelompok manusia dengan manusia
lainnya. Berdasarkan pernyataan yang telah dikemukakan diatas maka dapatlah
dikatakan bahwa pembauran bangsa merupakan suatu rekayasa Sosial yang
dilakukan dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dengan cara
memupuk dan menanamkan perasaan solidaritas antar unsur warga negara yang
dipupuk atas dasar kesepakatan dan kesadaran untuk mencapai suatu tujuan
yang dilandasi perasaan senasib dan sepenanggungan, hal ini disadari karena
didalam kelompok sosial masyarakat mempunyai struktur Sosial yang berbeda-
beda antar satu dengan yang lainnya.
Berpedoman pada pendapat Soekanto, maka perbedaan kebudayaan antar
suku dapat menjadi faktor negatif dalam upaya menjalin hubungan antar
kelompok etnis karena setiap kebudayaan yang dimiliki suku bangsa mempunyai
nilai-nilai dan sikap sosial masing-masing dengan kata lain sesuatu yang
dianggap baik bagi satu kelompok etnis belum tentu baik pula bagi kelompok
etnis yang lain. Proses interaksi masyarakat yang majemuk menurut pandangan
fungsional dalam sistem sosial Indonesia (Nasikun,1984:29) menganggap
bahwa masyarakat pada dasarnya terintegrasi diatas dasar kata sepakat para
anggotanya pada nilai-nilai suatu General Aggremen yang memiliki daya
mengatasi perbedaan – perbedaan pendapat dan kepentingan diantara anggota
masyarakat.
Faktor yang paling penting dalam mengintegrasikan masyarakat adalah
kesepakat diantara warga masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyaraktan
tertentu. Konsesus yang disepakati tidak hanya mengakibatkan perkembangan
integrasi sosial, tetapi merupakan usur yang fungsional untuk menstabilkan
sistem sosial dengan asumsi bahwa sistem sosial dimaksud cenderung mencapai
stabilitas atau keseimbangan diatas konsesus para anggota akan nilai-nilai
tertentu, mengakibatkan pendekatan fungsional, menganggap bahwa
ketergantungan dan penyimpangan yang menyebabkan terjadinya perubahan
masyarakat dan timbulnya perbedaan sosial yang makin kompleks sebagi akibat
pengaruh yang datang dari luar.
Dari uraian tersebut diatas, menunjukan bahwa anggota kelompok
Etnis Melayu dalam proses interaksi umumnya masih sangat kuat pengaruh dari
lingkungan keluarga dan kelompoknya, sehigga menimbulkan pandangan negatif
etnis lain terhadap etnis Melayu karena sistem nilai budaya yang dianut
oleh mereka berbeda dengan nilai serta norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat Indonesia, sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu
dan mempengaruhi akulturasi (penyesuaian). (Rumundor,1999:92) mengatakan
akulturasi merupakan proses penyesuaian diri pendatang (imingran) misalnya
lalu mengoper budaya pribumi yang kemudian mengarah kepada asimilasi.
Asimilasi sebagai proses sosial yang asosiatif dalam integrasi sosial
adalah proses dimana individu-individu atau kelompok yang sebelumnya
berbeda-beda perhatian pandangannya menjadi sama.lebih jauh diungkapkan
juga faktor-faktor yang mempermuda terjadinya asimilasi adalah : (a)
Toleransi, (b) Kesempatan-kesempatan dibidang ekonomi, (c) Sikap
menghargai orang asing, (d) Sikap terbuka golongan yang berkuasa terhadap
masyarakat, (e) Persamaan unsur-unsur kebudayaan, (f) Perkawinan campuran,
(g) Karena adanya musuh bersama. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa
di samping faktor yang telah di kemukakan, faktor pendukung lainnya adalah
partisipasi dan peran aktif masyarakat dalam berbagai kegiatan juga sangat
menentukan proses pembauran.
B. Masalah
Adanya pergeseran nilai-nilai budaya pada masyarakat Melayu, tidak
dapat dipungkiri bahwa nilai-nilai itu termasuk di dalam upacara ataupun
ungkapan –ungkapan yang berlaku pada masyarakat yang semakin jarang
diungkapkan oleh generasi muda. Ungkapan-ungkapan tradisional yang masih
hidup di kalangan masyarakat Melayu Kalbar belum terinventarisasi sehingga
dikhawatirkan akan punah yag diakibatkan karena adanya pengaruh kemajuan di
berbagai bidang tersebut, terutama kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi yang kian hari kian berkembang dengan pesat, sehingga akan
dapat menimbulkan dampak yang negatif dalam kehidupan mental bangsa
Indonesia. Selain itu pula dengan adanya media-media modern yang memberikan
informasi terkadang masuk tanpa sempat dikontrol lagi yang dapat juga
menimbulkan kecenderungan masyarakat untuk melupakan nilai-nilai budaya
bangsa yang ada dan hidup di Negara kita.
C. Upacara Dan Ungkapan – Ungkapan Tradisional Masyarakat Melayu Kalbar
1. Menetak air takan putus
Ditetak air tidak putus
Dicencang air tidak akan putus
Sekalipun air dicencang, air tersebut tidak akan pernah putus
Ungkapan ini adalah untuk menyatakan bahwa pertalian darah atau
hubungan darah tyidak akan putus dengan dalil apapun. Maksudnya tidak ada
satu dalilpun yang memutuskan hubungan persaudaraan atau hubungan darah
dari orang-orang yang satu keturunan, misalnya hubungan antara kaka dan
adik, sekalipun mereka bertengkar atau berkelahi antara satu dengan yang
lainnya, tetapi hubungan persaudaraan atau hubungan sedarah di antara
mereka tidak akan putus. Keakraban tali persaudaraan itupun tidak akan
dipisahkan oleh siapapun.
2. Rupa nan padang tekukur
Seperti padang burung tekukur.
Ungkapan ini menyatakan sesuatu tempat yang sangat sunyi dan sepi.
Sebelumnya tempat tersebut ramai dikunjungi oleh orang atau sanak keluarga
yang bertemu ke rumah keluarga tersebut, sehingga menimbulkan suasana yang
sangat ramai. Ketika mereka telah pulang ke rumahnya masing-masing suasana
rumah tersebut menjadio sepi kembali.
3. Bagai kuyit dengan kapor
Seperti kunyit dengan kapur
Ungkapan ini menyatakan sesuatu obat yang sangat mujarab untuk mengobati
suatu penyakit. Ungpakan ini mengungkapkan bahwa sesuatu penyakit yang
dapat diobati dengan segala jenis obat tertentu dan dalam wakyu yang
singkat, Penyakit tersebut segerah sembuh, atau untuk menyataan kemanjuran
obat tersebut dalam mengobati sesuatu penyakit. Seperti kuyit yang tadinya
berwarna kulit kuning akan nampak menjadi segar kembali.
4. Rupa bawang tunggal
Seperti bawang tunggal
Bawang merah yang terdiri dari satu siung saja, tidak diikuti oleh siung-
siung yang lainnya. Ungkapan ini diucapkan untuk menyatakan pujian terhadap
seseorang yang mempunyai hidung sangat mancung, dan ungkapan ini berlaku
untuk semua umur. Karena kemancungan hidung yang dimulikinya sehingga akan
mempercantik wajahnya.
5. Bagai pecah di lidah
Ungkapan ini menyatakan akan keenakan dan kelezatan suatu makanan.
Diucapkannya ungkapan ini untuk melukiskan sesuatu makanan yang sangat
enak cita rasanya. Selain itu, ungkapan ini dimaksudkan untuk memuji
seseorang yang pandi memasak dan masakan yang dimasaknya sangat lezat
rasanya, sehingga kalau dimakan seperti pecah dilidah karena kelezatan
makanan tersebut.
6. Bagai hari kiamat
Bagaikan hari kiamat.
Ungkapan ini menyatakan keadaan hari kiamat, diucapkan ungkapan ini untuk
menyetakan tentang keadaan hari hujan yang sangat lebat dan diikuti dengan
suara halilintar yang menggelegar, serta hembusan angina yang kencang,
sehingga dapat dikatakan sebagai hari kiamat
7. Tikus membaikan labu
Maksud ungkapan ini untuk menyatakan tentang tugas yang dilakukan oleh
seseorang yang sebenarnya bukan merupakan tugas dan tanggungjawabnya, ia
melakukan sesuatu pekerjaan melebihi dari tugas dan tanggungjawab yang
diberikan padanya. Selain itu untuk mengungkapkan seseorang untuk
memperbaiki sesuatu yang rusak tetapi tidak memiliki pengetahuan tentang
barang yang diperbaiki tersebut, bukan diperbaiki malah barang tersebut
menjadi rusak.
8. Mulutnya celang celup
Ungkapan menyatakan kepada seseorang yang suka mencampuri urusan
pembicaraa orang lain, walaupun sebenarnya ia tidak mengetahui atau tidak
mengerti sama sekali asal usul pembicaraan tersebut dan duduk permasalah
yang dibicarakan. Namun ia selalu berusaha untuk ikut-ikutan berbicara
seolah-olah ia mengerti dan merasa berkepentingan terhadap persoalan
tersebut. Ungkapan merupakan sindiran terhadap orang-orang yang suku
mencampuri omongan atau pembicaraan orang lain.
9.Bagai sapi dijujuk idungnya
Usah membawa ayam laki-laki
Jangan membawa tabiat seperti ayam jago atau ayam jantan. Jangan berlaku
atau bersikap seperti ayam jantan. Ungkapan ini merupakan sindiri kepada
kelompok orang dewasa dan kelompok anak-anak yang suka bertingkah laku
seprti orang yang sok berani atau yang suka bersikap gagahan. Selain itu
juga merupakan sindirin terhadap orang yang tidak pandai beradaptasi dengan
lingkungannya, ia hanya bertingkah laku menurut kemauannya sendiri tanpa
memperhatikan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat tempat
tinggalnya. Biasanya orang seperti ini tidak disenangi masyarakat.
10. Bagai suara keriang
Ungkapan ini ditujukan pada orang-orang yang mempunyai suara yang
melengking, suaranya tidak terlalu besar, tetapi kalau berbicara
suaranya menjadi melengking bagaikan suara keriang[2]
D. Upacara Robo-Robo
Robo-robo adalah nama upacara tahuan (tahun Islam) yang
diselenggarakan oleh penduduk daerah Kabupaten Pontianak. Kata robo-robo
berasal dari kata robo. Kata ini paling dekat dengan istilah yang dipakai
nama hari keempat setiap inggu yaitu hari rabu dari kata robo-robo sangat
dekat dengan Rabu-Rabu. Upacara ini deselenggarakan setiap tahun pada hari
rabu terakhir bulan syafar tahun Islam. Menurut kepercayaan masyarakat
bulan syafar banyak turun balak yang mengabil dari sejarah nabi yang
mendapat cobaan dari Tuhan. Secara magis bala itu adalah karea mahluk gaib
dapat menolong dari ancaman bala bila diimbali dengan imbalan tertentu..
Bagi masyarakat Kabupaten Pontianak bersifat histories yang berkaitan
dengan kehidupan kerajaan Mempawah. Pendaratan pertama Opu Daeng Manambon,
putra Bugis pendiri kerajaan Mempawah. Bersifat magis karena memberi
persembahan dan permintaan ampun dari manusia kepada leluhur khusus arwah
Panembahan Mempawah.
Bersifat sosio cultural, karena mempunyai nilai ekonomis menarik
wisatawan ke Mempawah.
a. Waktu Penyelenggaraan Rabu terakhir bulan Syafar ziara kekubur Opu
Daeng Manambon
Selasa ziara pertama kemakam Opu Daeng Manambon kemudian diikuti
dengan makam-makam yang lain
Rabu Setelah sembahnyang subuh diadakan kenduri oleh setiap
kelompok masyarakat di kota Mempawah.
b. Tempat Upacara
Makam Opu Daeng Manambon di Sebukit Rama
Makam para Panembahan Mempawah di Pulau Pedalaman agak ke hulu
sungai dari Kuala Mempawah
Dipantai tempat pertama pendaratan Opu Daeng Manambon
Kuala Mempawah jembatan Induk sampai daerah pantai.
c. Perlengkapan Upacara
Sesajian terdiri dari nasi pulut warna kuning,panggang ayam
satu ekor, bertih beras kuning dan setanggi.
Air tepung tawar, air tolak bala dan ramuan bunga
Makanan terutama ketupan
Bagi Masyarakat setempat
Air tolak bala dan air salamun tujuh
Nasi lauk pauk secukupnya
Ketupat dan kue-keu
Disampaikan lomba bagi yang akan mengikuti lomba sampan
d. Jalannya Upacara dan Tahap-tahap
Upacara ziarahan di mulai jam 07.00 pagi rombongan keluarga
berangkat ke sebukit menuju ke makam Opu Daeng Manambon
Upacara kenduri. Masask-masak yang dilakukan oleh ibu-ibu
digang-gang yang ada disekitar kampong.
e. Pantangan-pantangan yang harus dihindari
Penduduk tidak boleh menggunakan sampan bercat kuning karena
menyaingi ancang kuning
Hari Selasa dan Rabu penduduk dilarang pergi melaut
Dilarang berselisih apalagi menumpahkan daa selama tiga hari
Tidak boleh berkayuh sendiri
f. Lambang-Lambang
Lambang kuning melambangkan kebesaran, karena kendaraan air
merupakan kendaraan raja, yang boleh kerabat istanah dan para
pejabat Negara
Baras kunging melambangkan emas, bertih melambangkan perak.
Untuk memanggil para arwah leluhur dalam upacara
Sajian air lauk paukmelambangkan sesajian kepada mahluk halus.
Azan di Kuala Mempawah melambangkan panggilan pertama pada
pendaratan opu Daeng Manambon
Air tolak balak tujuh melambangkan, upaya manusia untuk menolak
bencana
Bunga setaman melambangkan sari wangi kesukaan para arwah
Air tepung tawar melambangkan penawaran terhadap bala bencana
Ketupat melambangkan kebebasan manusia dari bala bencana yang
mengancam kehidupan
Upacara dipantai melambangkan membunag bvala bencana ke dalam
sungai dan pantai agar musnah ditelan ombak.
Dari kegiatan upacara Robo-Robo tersebut berbagai etnis yang ada yang
terdiri dari etnis Melayu, Dayak dan Cina mereka membaur berinteraksi satu
sama lain dalam menjaga kerukunan bersama. Upaca itu tidak hanya diikuti
oleh kaum kerabat raja saja akan tetapi diikuti oleh berbagai etnis yang
ada di Kalimantan Barat. Hal ini yang menjadikan motto Kalimantan Barat
harmonis dalam etnis. Artinya masyarakat, pemerintah bergotong royong
menjaga mengisi pembangunan dan menjaga persatuan bangsa. Upacara ini telah
menjadi kalender nasional kunjugan wisata Kalimantan Barat.
Penutup
Ungkapan dan upacara tradisional merupakan salah satu unsur budaya
bangsa serta sumber yang dapat memberikan informasi dan pengetahuan dan
sebagainya, di mana di dalamnya banyak mengandung nilai-niai yang terdapat
di dalam suatu masyarakat, nasehat, pesan, serta petunjuk-petunjuk bagi
kita dari jaman dahulu hingga sekarng ini yang dapat berguna bagi kehidupan
manusia.
Mengingat begitu pentingnya isi yang terkandung di dalam ungkapan
tradisional maupun upacara adapt tersebut maka dilakukanlah upaya untuk
melestarikannya dn salah satu jalan yaitu dengan mengadakan pendataan dan
pengkajian terhadap ungkapan-ungkapan yang masih hidup di dalam masyarakat
Melayu Kalbar tersebut. Dari ungkapan dan upacara tradisional tersebut
dapat digali nilai-nilai baik yang berupa nasihat, pujian maupun sindiran
yang biasa terjadi dikalangan masyarakat Melayu Kalbar, dan dari ungkapan
tersebut dapat dipetik berbagai pelajaran, baik untuk para orang tua,
maupun anak-anak, agar tidak bertingkah laku seperti yang terdapat di dalam
ungkapan tersebut di atas dan dapat menjadi suri teladan bagi mereka dalam
kehidupannya.
Saran-Saran
Suku Melayu yang mediami daerah Kalimantan Barat ini tidak saja
hanya suku Melayu Sambas, tetapi ada juga Melayu Pontianak, Mempawah,
Sintang melayu Sanggau dan lain sebagaimana yang perlu juga untuk didata
dan dikaji ungkapan yang terdapat di dalam masyarakat suku Melayu tersebut
agar ungkapan-ungkapan yang pernah hidup di dalam masyarakat itu tidak
hilang begitu saja dan dapat diinventarisasi dengan baik, sehingga
terhindar dari kepunahannya.
Daftar Pustaka :
1. Harsono Dibyo, 1997. Memudarnya Masyarakat Tradisional Kasus
Kampung Melayu. Balai Kajian Jarahnitra Tanjugpinang
2. Asnaini. 1995. Ungkapan-Ungkapan tradisional Masyarakat Melayu
Sambas
3. Sosrowardoyo Pandil,dkk. 1985.80. Upacara Tradisional Yang
Berkaitan Dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Daerah Kalimantan
Barat .
-----------------------
Peneliti Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradional Pontianak. Staf Pengajar
D 3 Pisipol UNTAN Pontianak
[1] Asnaini, 1995.18. Ungkapan-ungkapan Tradisional Masyarakat Melayu
Sambas