PEMICU 2 BLOK 11 1. Jelaskan penyebab terjadinya perubahan warna pada tambalan resin komposit tersebut! Jawab : a. (Jurnal PDGI Vol. 65, No. 1, Januari-April 2016 | Hal. 26 – 26 –30 30 | ISSN 0024-9548 “ Perubahan warna resin komposit nanohibrida akibat perendaman dalam larutan kopi dengan kadar gula yang berbeda “) : Penelitian resin komposit masih terus dilakukan oleh karena bahan ini merupakan bahan restorasi sewarna gigi yang estetikanya baik sehingga banyak diminati penggunanya. Resin komposit memiliki kecenderungan untuk berubah warna setelah berada dalam rongga mulut. Perubahan warna dapat disebabkan oleh faktor intrinsik, misalnya akibat polimerisasi yang kurang sempurna dan faktor ekstrinsik misalnya diet, oral hygiene dan kehalusan permukaan restorasi dan sifat fi sik resin komposit yang mudah menyerap air dan cairan dalam mulut sehingga menyebabkan terjadinya perubahan warna. Paparan air dapat melunakkan matriks resin, sehingga terjadi hidrolisis yang berakibat terjadinya celah mikro diikuti degr adasi material. Celah mikro yang terbentuk mengakibatkan peningkatan kekasaran permukaan resin komposit, yang selanjutnya dapat menimbulkan perubahan warna pada resin komposit. Perubahan warna pada resin komposit dapat terjadi akibat paparan kopi, teh, ang gur merah, bubuk kari, fuchsin, dan cola. b. ( DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. Maret 2017 |Hal. 73| “PERBEDAAN PERUBAHAN WARNA RESIN KOMPOSIT NANOFILLER YANG DIPOLES DAN TIDAK DIPOLES PADA PERENDAMAN LARUTAN TEH HIJAU”) : Bahan tumpatan atau restorasi gigi digunakan untuk memperbaiki gigi secara b iologis, fungsional dan estetik. Bahan restorasi gigi harus aman digunakan dalam lingkungan mulut dan memiliki kesamaan warna dengan gigi asli untuk alasan kesehatan dan estetik.1 Resin komposit diperkenalkan sebagai bahan restorasi sewarna dengan gigi sekitar 40 tahun yang lalu. Perkembangan bahan restorasi kedokteran gigi (resin komposit) dimulai pada akhir tahun 1950-an dan awal 1960 an. Sebuah kemajuan besar telah dibuat ketika Dr. L. Bowen (1962) memperkenalkan resin komposit pertama kali Restorasi resin komposit memiliki salah satu masalah utama yaitu perubahan warna secara bertahap dan ketidakcocokan dengan gigi yang berdekatan dari waktu ke waktu.Perubahan stabilitas warna resin komposit memiliki etiologi multifaktorial yang melibatkan faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor int rinsik meliputi karakteristik bahan restorasi seperti jenis matriks organik, bahan pengisi inorganik dan komposisinya. Faktor ekstrinsik berhubungan dengan perilaku pasien, seperti oral hygiene yang buruk, pola makan sehari-hari yaitu kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung pigmen warna, dan berhubungan dengan dokter gigi seperti prosedur finishing dan polishing restorasi gigi. Prosedur finishing dan polishing harus dipertimbangkan, karena permukaan restorasi gigi yang kasar dapat membuat penumpukan plak gigi. Penumpukan plak ini dapat menyebabkan
iritasigingiva, resiko karies sekunder dan mengurangi kecerahan restorasi, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan warna dan degradasi permukaan restorasi. Hal tersebut apabila ditambah dengan faktor ekstrinsik lain berupa makanan dan minuman yang memiliki kandungan zat pewarna akan memperparah perubahan warna pada resin komposit. Sejumlah penelitian in vitro menyatakan bahwa minuman dan makanan, seperti kopi, teh atau anggur merah, jus buah, minuman bersoda, kecap dan mustard dapat menyebabkan perubahanwarna yang signifikan pada restorasi resin komposit. c. (Indonesian journal of Dentistry 2007 ;14 (3) : 164-170 ISSN 1693-9697 diterbitkan dijakarta “Pengaruh minuman Kopi terhadap perubahan warna pada resin komposit ) : Resin Komposit adalah suatu bahan matriks resin yang didalamnnya ditambahkan partikel anorganik sedemikian rupa sehingga sifat-sifat matriksnya ditingkatkan, dan agar dapat berikatan dengan baik. Bahan tumpatan resin komposit ini paling sering digunakan. Bahan resin komposit ini biasa digunakan untuk menumpat gigi anterior, memperbaiki gigi yang patah, melapisi permukaan gigi yang rusak, atau menutup warna gigi yang berubah karena obat-obatan antibiotik tertentu misalnya tetrasiklin . tetapi, beberapa evaluasi yang telah dilakukan pada bahan tumpatan resin komposit menyatakan bahwa didapatkan adanya kekurangan pada bahan tumpatan resin komposit yaitu berupa perubahan warna. Sifat yang menyebabkan resin komposit dapat mengalami perubahan warna adalah sifatnya yang mampu mengabsorbsi cairan. Sifat ini memungkinkan terjadinya absorbsi cairan beserta substansinya ke dalam resin jika terjadi kontak secara langsung. Cairan yang terabsorbsi melalui proses difusi ini akan mengisi ruang-ruang diantara matriks sehingga menyebabkan perubahan struktur resin yang akan diikuti perubahan fisiknya. Keberadaan partikel zat warna dalam minuman tertentu yang terabsorbsi bersama cairan, partikelpartikelnya akan berikatan secara fisik dengan resin sehingga dalam jangka waktu tertentu akan terakumulasi dan mengakibatkan perubahan warna. Beberapa penelitian membuktikan terjadi perubahan warna akibat kopi, teh, anggur me rah, jus anggur dan minyak sayur. 2. Jelaskan semen yang dipilih untuk merangsang pembentukan dentin sekunder p ada kasus dan keuntunganya! Jawab : (Apeksifikasi adalah suatu perawatan endodontik yang bertujuan untuk merangsang perkembangan lebih lanjut atau meneruskan proses pembentukan apeks gigi yang belum tumbuh sempurna tetapi sudah mengalami kematian pulpa dengan membentuk suatu jaringan keras pads apeks gigi tersebut)
a. Jurnal PDGI Vol. 65, No. 2, Mei-Agustus 2016 | Hal. 60 –67 | ISSN 0024-9548 “Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan bahan gutta percha”) : Bahan pengisi yang dapat digunakan antara lain gutta percha, mineral trioxide aggregate (MTA), kalsium hikdroksid, kon perak, dimana bahan pengisi tersebut
dipilih sesuai indikasi perawatan. Suatu bahan pengisi idealnya memiliki kriteria sebagai berikut: mudah dimasukkan ke dalam saluran akar, bakteriostatik, radiopak,
tidak merubah warna gigi, steril atau mudah dibersihkan sebelum dimasukkan ke saluran akar, tidak mengiritasi jaringan periapikal, mudah dikeluarkan dari saluran akar bila diperlukan. MTA mempunyai beberapa keuntungan yaitu mampu merangsang regenerasi dan pembentukan jaringan keras, bersifat biokompatibel, daya tahan terhadap pembentukan celah mikro serta mempunyai sifat antibakteri terhadap sejumlah bakteri fakultatif. Akan tetapi bahan ini mempunyai kelemahan antara lain tidak mempunyai efek antibakteri terhadap sejumlah bakteri anaerob, mempunyai warna abu-abu sehingga memberikan wama gelap atau hitam pada dentin, setting time yang tidak dapat diprediksi dan relatif mahal. Mineral Trioxide Aggregate (MTA) Mineral trioxide aggregate (MTA) telah berhasil
digunakan pada perawatan endodontik sejak awal tahun 1990. Kandungannya yaitu trikalsium silikat, dikalsium silikat, trikalsium aluminat, tetrakalsium aluminoferit, kalsium sulfat, dan bismut oksida. Materi ini memiliki sifat bioaktif yang baik dan dapat merangsang pelepasan sitokin dari fibroblas pulpa, kemudian merangsang pembentukan jaringan keras.Bahan ini digunakan dalam aplikasi pulp capping, untuk perawatan apikal yang terbuka pada gigi permanen muda, perbaikan lesi perforasi, dan sebagai siler (MTA Fillapex) yang diindikasikan untuk pengisian saluran akar gigi permanen. MTA dicampur menjadi pasta yang kaku dengan air steril. Konsistensi dapat disesuaikan dengan memvariasikan rasio powder dan likuid dan ditutup dengan kasa lembab untuk mencegah pengeringan bahan. Setting diperiksa kembali setelah 4 jam penempatan dan perawatan selanjutnya dapat dilakukan.
b. (Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 47, Number 2, June 2014: 63 –66 “Evaluasi karakteristik abu sekam padi dengan kitosan molekul tinggi nanopartikel sebagai bahan dentinogenesis”) : Masalah yang dihadapi di bidang kedokteran gigi saat ini di Indonesia adalah hampir semua bahan yang dipakai dalam perawatan gigi merupakan bahan impor dan harganya mahal. Khususnya di bidang konservasi gigi dalam mempertahankan jaringan pulpa tetap vital, bahan-bahan klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan adalah kalsium hidroksida. Namun melalui sejumlah penelitian bahan ini dinyatakan kurang mampu dalam menginduksi jebatan dentin. Mineral trioxide aggregate (MTA) dan semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) memiliki kemampuan dalam menginduksi dentinogenesis reparatif yang lebih unggul dibanding kalsium hidroksida.
c. (ODONTO Dental Journal. Volume 3. Nomer 1. Juli 2016 “PENGARUH LAMA APLIKASI DAN JENIS BAHAN PENCAMPUR SERBUK KALSIUM”) : Kalsium hidroksida (Ca(OH)) telah lama digunakan dalam bidang Kedokteran Gigi khususnya endodontik. Penggunaan Ca(OH) pada perawatan endodontik antara lain sebagai material kaping, pulpotomi, menginduksi depos isi jaringan keras gigi, sebagai material sealer, serta dapat menghilangkan lesi periapikal. Kalsium hidroksida diindikasikan pada perawatan kaping pulpa untuk menginduksi pembentukan jembatan dentin, perawatan apeksifikasi pada gigi permanen muda, perawatan lesi periapikal dan adanya resorbsi akar, serta sebagai material sterilisasi antar kunjungan pada perawatan saluran akar. Kalsium hidroksida memiliki efek antimikroba dan
kemampuan menetralisir toksin serta produk bakteri, sehingga sangat efektif digunakan sebagai material sterilisasi saluran akar. Kalsium hidroksida memiliki sifat biologis yang menguntungkan sebagai medikamen intrakanal. d. (repository usu ) : Mineral Trioxide Aggregate (MTA) MTA dikembangkan oleh Mahmoud Torabinejad di Loma Linda University tahun 1993. Penelitian menunjukkan bahwa bahan dasar MTA adalah semen Portland yaitu trikalsium silikat, dikalsium silikat, trikalsium aluminat, kalsium sulfat yang merupakan bahan yang digunakan dalam bidang bangunan yang harganya murah dan mudah diperoleh (Camilleri, 2008). Sifat-sifat biologis dan fisiologis MTA adalah menginduksi dentinogenesis reparatif, yang melibatkan peristiwa selular dan molekuler yang kompleks yang mengarah pada perbaikan sel lir odontoblas. Dibandingkan kalsium hidroksida, MTA lebih efisien dalam mendorong reparatif in vivo. Analisis fisika telah mengungkapkan bahwa MTA tidak hanya bertindak sebagai materi pelepas kalsium hidroksida, tetapi juga berinteraksi dengan fosfat yang mengandung cairan untuk membentuk presipitat apatit. MTA juga menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam sealing ability dan stabilitas struktural, tetapi aktivitas antimikroba kurang kuat dibandingkan dengan kalsium hidroksida (Queiroz dkk., 2005). Sejak diperkenalkan, MTA merupakan bahan kedokteran gigi yang terbukti telah menjadi salah satu bahan yang serbaguna dan biokompatibel pada saat ini. Kemampuannya yang tinggi dalam hal sealing ability dapat mengurangi masuknya bakteri sehingga hal tersebut dapat mencegah kontaminasi. Sedangkan daya biokompatabilitas yang tinggi menghasilkan reaksi penyembuhan jaringan yang sangat baik, sehingga seringkali menyebabkanya terjadinya proses regenerasi jaringan yang sempurna pada tempat berkontaknya bahan dan jaringan tersebut (Ferracane dkk., 2010; Lohbauer U, 2010; Nagaraja Upadhya and Kishore, 2005) MTA dapat setting dalam keadaan lembab, dan menyebabkan penyembuhan jaringan, kemampuannya dalam menginduksi sementogenesis, maka bahan ini dapat digunakan untuk memperbaiki perforasi baik di akar maupun di daerah furkasi. Bahan ini juga dapat dipergunakan sebagai kaping pulpa, pulpotomi, bahan penutup ujung akar, apeksifikasi, serta sebagai bahan pengisi saluran akar (Rao dkk., 2009; Torabinejad dkk., 1995). Penelitian Tanomaru, 2012 mengatakan bahwa waktu setting MTA adalah 15 menit , hal ini berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh beberapa studi sebelumnya, perbedaan ini disebabkan jenis MTA yang digunakan.Produk yang dilepaskan MTA mampu merangsang sel lir osteoblas dan fibroblas yang melibatkan protein dalampembentukkan mineral, seperti osteopontin, osteonectin, dan osteokalsin. Kuratate dkk., 2008 menyatakan pembentukan jembatan dentin di atas pulpa yang terpapar pada tikus meningkatkan proliferasi sel, adanya protein nectin menunjukkan keberadaan odontoblas yang mampu mensekresi matriks dentin, dan terjadinya peningkatan osteopontin pada lapisan jaringan nekrotik dan pulpa. Dalam penelitian Koh dkk., 1997 menunjukkan bahwa osteoblast yang terekspos MTA memproduksi sitokin untuk perbaikan tulang seperti interleukin (IL)1α, IL-1β, dan IL-6, serta osteokalsin. MTA menstimulus pertumbuhan sel setelah 48 jam aplikasi (Tani-Ishii N,2007). Walaupun banyak penelitian menunjukkan hasil yang sangat baik dari MTA, namun penggunaan bahan ini relatif masih jarang karena harganya yang relatif mahal, manipulasi yang sulit, dan waktu pengerasan yang panjang (Camilleri dkk., 2008). Dan berdasarkan penelitian Bramante dkk., 2008 menunjukkan terdapat sedikit kandungan arsen pada MTA.
3. Jelaskan cara pemanipulasian semen yang digunakan pada kasus! Jawab : a. (BIMKGI Volume 2 Edisi 1 Juni – Desember 2013 oleh Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia (BIMKES) : Manipulasi Kerja MTA : Dalam penggunaan MTA sebagai bahan material, dilakukan beberapa tahap kerja yaitu sebagai berikut : 1. Mixing : MTA abu-abu dan MTA putih dicampur dengan air bersih dnegan rasio 3:1 sesuai dengan petunjuk pabrik. Dalam hal ini susah dimanipulasi sehingga pada saat insersi MTA agak sulit 2. Insersi : ultrasonic-assisted condesation lebih efisien daripada handcondensation. 3. Ketebalan : 5mm MTA yang tersedia lebih baik untuk resistensi microleage 4. Lakukan radiografi 5. Kapas yang lembab diletakkan diatas MTA, kemudian dilakukan restorasi sementara. (setting time MTA 3-4 jam setelah mixing). Pasien control kembali setelah 24 jam untuk obsturasi dan lakukan penggantian restorasi menjadi permanen. Isi saluran akar dengan guta perca dan restorasi resin komposit. 4. Jelaskan jenis resin komposit untuk menggantikan tambalan yang lama pada kasus! Jawa : 5. Jelaskan mekanisme debonding pada tambalan tersebut! Jawab : 6. Jelaskan perkembangan bahan adesif! Jawab : 7. Jelaskan apa yang terjadi dengan tambalan amalgam pada kasus! Jawab : 8. Jelaskan faktor-faktor yang harus diperhatikan saat melakukan pembongkaran tambalan amalgam! Jawab : 9. Jelaskan bahan abrasif dan poles yang sesuai untuk kasus! Jawab :