LAPORAN PRAKTIKUM
PENGINDERAAN JAUH
ACARA IV
Pemetaan Penggunaan Lahan dengan Citra Satelit
Aisyah Nurul Lathifah (15405241014)
Tujuan
Melatih praktikan untuk melakukan interpretasi pada citra.
Membuat peta penggunaan lahan sementara.
Melatih untuk dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk penggunaan pada citra penginderaan jauh.
Dasar teori
Definisi penginderaan jauh (PJ) atau remote sensing (RS) dalam Indarto (2014:3) dapat dijumpai di berbagai literatur. Remote berarti dari jauh, sedangkan sensing berarti mengukur. Jadi, remote sensing berarti mengukur dari jauh atau mengukur tanpa menyentuh objek yang diukur. Salah satu definisi penginderaan jauh menurut Rango (1996) dalam Indarto (2014:3), pengideraan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, luasan, atau tentang fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari sensor. Dalam hal ini, sensor tidak berhubungan langsung dengan objek atau benda yang menjadi target.
Citra merupakan salah satu dari beragam hasil proses penginderaan jauh. Definisi citra banyak dikemukakan oleh para ahli, salah satu di antaranya pengertian tentang citra menurut Hornby (1974) dalam Sutanto (1994: 5) dapat dibagi menjadi lima, berikut ini tiga di antaranya :
Likeness or copy of someone or something, especially one made in wood, stone, etc.
Mental pictures or idea, concept of something or someone.
Reflection seen in a mirror or through the lens of a camera.
Penggunaan lahan (land use) adalah semua jenis penggunaan atas lahan oleh manusia, mencakup penggunaan untuk pertanian hingga lapangan olahraga, rumah mukim, hingga rumah makan, rumah sakit hingga kuburan (Lindgren, 1985). Batasan mengenai penggunaan lahan yang berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (permukiman, perkotaan, pesawahan). Penggunaan lahan juga merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya. Pengertian istilah penggunaan lahan biasanya digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini. Oleh karena aktivitas manusia di bumi bersifat dinamis, maka perhatian seringkali ditujukan baik kepada perubahan penggunaan lahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Rianasari, dkk, 2009:2).
Menurut Anderson et.al, 1972 bahwa klasifikasi penggunaan lahan adalah pengelompokan beberapa jenis penggunaan lahan dalam kelas-kelas tertentu, dan dapat dilakukan dengan pendekatan induksi untuk menentukan hirarkhi pengelompokan dengan menggunakan suatu sistem. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami (Rianasari, dkk, 2009:2).
Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) dalam Purwoko (2009: 144), penggunaan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Pada sektor pertanian lahan digunakan orang untuk areal persawahan, kebun dan ladang sedangkan untuk bidang lainnya lahan digunakan untuk pemukiman, prasarana umum, pekarangan dan lain-lain.
Penggunaan lahan menurut Malingreau (1978) dalam Ritohardoyo (2009) dalam Anonim (2014) adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara permanen ataupun secara skil terhadap suatu sekumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan manusia baik secara spiritual ataupun secara kebendaan ataupun keduanya.
Berikut adalah penjelasan mengenai pertanian lahan basah dan lahan kering (Sari, 2015) :
Pertanian Lahan Basah
Pertanian lahan basah merupakan jenis kegiatan pertanian yang memanfaatkan lahan basah. Lahan basah yang dimaksud pada pertanian lahan basah ini adalah lahan yang kontur tanahnya merupakan jenis-jenis tanah yang jenuh dengan air.
Ciri-ciri dari pertanian lahan basah :
Memiliki kadar air yang tinggi.
Sebagian atau keseluruhan dari wilayah tersebut digenangi oleh air.
Merupakan lahan yang sifatnya cenderung menetap, namun ada beberapa yang merupakan lahan basah musiman.
Memiliki tingkat kekerasan kontur tanah yang lembek dan juga labil.
Merupakan daerah pertanian yang subur, dan mengandung banyak air.
Memiliki muka air tanah yang dangkal.
Banyak terdapat tanaman dan juga tumbuhan yang mengarah kepada tumbuhan air ataupun tumbuhan bakau.
Biasanya berlokasi di ketinggian 300 meter di atas permukaan laut.
Secara umum, sebuah lahan basah atau wetlands banyak dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian, dimana membutuhkan sebuah lahan yang memang selalu terisi dan memilki kandungan air yang tinggi serta memiliki ciri-ciri air tanah yang baik. Tanaman yang paling banyak ditanam dan juga dibudidayakan pada sebuah lahan basah adalah tanaman padi, yang membutuhkan sebuah lahan yang selalu memiliki kandungan air tetap, agar bisa tumbuh dan akhirnya akan memberikan hasil panen yang berlimpah.
Sumber air dari sebuah pertanian dengan lahan basah ini biasanya bisa berupa sumber air alami, seperti lokasi rawa-rawa dan juga daerah hutan bakau, dimana berlokasi dekat denan sumber air, sehingga wilayahnya selalu memiliki genangan air, ataupun merupakan sebuah lahan yang memang sengaja dialiri oleh aliran air, seperti saluran irigasi. Selain dimanfaatkan sebagai sebuah lahan pertanian, terkaang lahan basah seperti ini juga dilakukan sebuah konversi mejadi dataran kering. Lahan basah yang sudah dikonversi menjadi sebuah dataran kering biasanya akan dimanfaatkan sebagai sebuah lahan pertanian kering, ataupun dimanfaatkan sebagai kepentingan pendirian bangunan, baik itu sebuah residensial atau perumahan, ataupun bangunan lainny ayang mendukung kehidupan manusia.
Pertanian Lahan Kering
Pertanian lahan kering ini merupakan kebalikan dari sebuah pertanian lahan basah. Pertanian lahan kering merupakan jenis pertanian yang dilakukan pada sebuah lahan yang kering, yaitu lahan yang memilki kandungan air yang rendah, bahkan ekstrimnya adalah lahan kering ini merupakan jenis lahan yang cenderung gersang, dan tidak memiliki sumber air yang pasti, seperti sungai, danau ataupun saluran irigasi.
Pertanian lahan kering ini merupakan jenis pertanian yang lahannya banyak terdapat di Negara Indonesia. Iklim di Indonesia juga kebanyakan beriklim tropis, hal ini disebabkan karena cuaca yang panas, sehingga membuat banyak sumber air yang berkurang dan juga sedikit. Namun demikian, biasanya sebuah pertanian lahan kering ini memanfaatkan crah hujan untuk membantu meningkatkan hasil pertanian yang dimilikinya. Hal in isangat mungkin terjadi, karena lokasi dimana pertanian lahan kering ini berada, memiliki curah hujan yang cenderung lebih tinggi dan juga banyak terjadi.
Ciri-ciri dari pertanian lahan kering :
Merupakan daerah yang biasanya memiliki curah hujan tinggi.
Terdapat pada daerah tropis.
Memiliki kadar air yang cenderung terbatas.
Memiliki kontur tanah yang cenderung labil dan mudah mengalami erosi.
Bukan merupakan lokasi gurun pasir.
Memiliki kontur tanah yang cenderung lembut dan tidak keras.
Bukan merupakan lokasi pertanian yang lahannya mengalami kekeringan, hingga tanahnya pecah-pecah.
Biasanya merupakan lahan yang dapat dimanfaatkan menjadi daerah resapan air.
Banyak dimanfaatkan untuk menanam tanaman pohon buah dan pohon lainnya.
Memiliki letak yang cukup jauh dari sumber air alami ataupun buatan, seperti sungai, danau dan saluran irigasi.
Lokasi lahan kering yang biasanya berdekatan dengan pemukiman penduduk.
Memilki kebutuhan air yang digantungkan pada curah hujan.
Banyak terdapat di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Berada pada ketinggian 500 hingga 1500 meter diatas permukaan laut.
Alat dan bahan
Alat :
Bolpoint untuk menulis hasil praktikum yang telah diperoleh pada lembar lampiran yang telah ditentukan.
Penggaris untuk membuat tabel 1 sampai tabel 3 di lampiran.
HVS ukuran A4 sebagai lembar lampiran.
Spidol OPV ukuran F warna merah, hitam, biru, dan hijau untuk membuat blok-blok antar obyek yang ada pada citra.
Bahan :
Citra inframerah sebagai obyek analisis citra.
Plastik transparan untuk mendeliniasikan Citra ASTER Sangabriel.
Kertas gambar A3 untuk menggambar hasil deliniasi.
Langkah kerja
Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan seperti HVS, bolpoint, dan penggaris.
Mendeliniasikan kenampakan yang ada pada citra-citra tersebut, baik kenampakan alam maupun kenampakan budaya serta memberikan kode kenampakan.
Menyalin atau menjiplak hasil deliniasi pada kertas gambar A3.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Gambar 1 Citra Inframerah
Citra inframerah di atas tentu menggunakan sensor inframerah. Menurut dasar teori, hasil foto citra inframerah merupakan foto yang dicetak dengan menggunakan spektrum gelombang infra merah. Biasanya digunakan dalam dunia militer, pertanian atau perkebunan (untuk membedakan tumbuhan yang sehat dengan yang sakit). Pada citra di atas, kenampakan dapat diidentifikasi dengan mudah karena bentuk-bentuknya sangat detail seperti sawah, tegalan, jalan, irigasi, dan sungai. Sawah irigasi pada citra berbentuk suatu petakan-petakan sawah dengan dialiri sungai irigasi. Tegalan memiliki bentuk petakan seperti sawah namun teksturnya lebih kasar seperti bentukan semak belukar. Tubuh perairan memiliki bentuk berkelok atau meandering. Sedangkan jaringan memiliki bentuk memanjang sepanjang lahan pertanian. Namun, jaringan sulit diidentiikasi karena memiliki kemiripan dengan aliran irigasi.
Pembahasan
B.a.1.1.1.1.1.1.a
Gambar 2 Deliniasi Sawah Irigasi
Sawah irigasi pada citra berbentuk suatu petakan-petakan sawah dengan dialiri sungai irigasi. Lahan pertanian memiliki warna hitam dengan rona gelap. Hal ini disebabkan oleh lahan pertanian yang digenangi air sehingga memiliki rona gelap. Di samping itu, air memiliki tingkat penyerapan energi sinar matahari yang tinggi. Lahan pertanian ini dapat di tepukan di bagian kiri citra. Penggunaan lahan pada citra inframerah ini dominan digunakan sebagai lahan pertanian sehingga dapat ditemukan sawah irigasi dan sungai sebagai sumber air pertanian. Hal itu membuktikan bahwa daerah tersebut merupakan wilayah mata pencaharian penduduk sekitar yang mayoritasnya sebagai petani. Lahan pada citra tergolong lahan basah karena lahan pertanian sendiri sangat membutuhkan lahan basah dan memiliki tanah dengan kesuburan yang tinggi. Tanah pada lahan pertanian basah ini memiliki kandungan air yang tinggi. Berdasarkan dasar teori, lahan pertanian sangat membutuhkan sebuah lahan yang memang selalu terisi dan memilki kandungan air yang tinggi serta memiliki ciri-ciri air tanah yang baik. Tanaman yang paling banyak ditanam dan juga dibudidayakan pada sebuah lahan basah adalah tanaman padi, yang membutuhkan sebuah lahan yang selalu memiliki kandungan air tetap, agar bisa tumbuh dan akhirnya akan memberikan hasil panen yang berlimpah. Lahan pertanian pada citra dikatakan lahan basah karena lahan pertanian dekat dengan tubuh perairan berupa sungai dan irigasi serta jauh dari pemukiman penduduk yang padat.
B.a.1.1.2.1.2.1
Gambar 3 Deliniasi Tegalan
Tegalan pada citra memiliki bentuk petakan seperti sawah namun teksturnya lebih kasar seperti bentukan semak belukar. Tegalan benyak ditemukan di bagian kanan citra. Dapat dilihat, tegalan tidak dialiri sungai irigasi karena pada umumnya lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan. Hal tersebut disebabkan oleh permukaan tanah yang tidak merata. Tekstur yang terlihat seperti semak belukar disebabkan oleh tanaman di lahan tegalan yang berupa tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan sekitar rumah. Sumber air tegalan sangat bergantung pada air hujan sehingga pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit ditumbuhi tanaman pertanian. Penjelasan tersebut membuktikan dasar teori di atas dimana lahan tegalan termasuk dalam pertanian kering, yaitu lahan yang memiliki kandungan air yang rendah atau jenis lahan yang cenderung gersang, dan tidak memiliki sumber air yang pasti, seperti sungai, danau ataupun saluran irigasi. Hal tersebut dapat dilihat pada citra dimana lahan tegalan jauh dari sumber perairan.
Sawah A.2.2.2 (Saluran Irigasi)
Sawah Sawah
A.2.2.1 (Sungai)
Gambar 4 Sungai dan Saluran Irigasi
Tubuh perairan yang tertangkap citra, berada di bagian sekitar lahan pertanian dan berukuran besar hingga kecil. Tubuh perairan memiliki bentuk berkelok atau meandering. Sungai tersebut tergolong sungai tua karena berbentuk meander dan memiliki gosong pasir serta point bar. Gosong pasir dapat dilihat pada salah satu sungai di bagian bawah. Sedangkan point bar berada di salah satu kelokan bagian dalam karena adanya pengendapan material yang terbawa oleh arus sungai. Selain itu, sungai memiliki rona yang gelap. Hal tersebut disebabkan karena air memiliki penyerapan energi sinar matahari yang besar sehingga memiliki warna atau rona yang gelap daripada kenampakan-kenampakan lainnya. Penggunaan lahan pada citra inframerah dominan digunakan sebagai lahan pertanian sehingga dapat ditemukan sawah irigasi dan sungai sebagai sumber air pertanian. Sungai besar memiliki orde yang menyebar di seluruh lahan pertanian sebagai irigasi pertanian. Hal itu membuktikan bahwa daerah tersebut merupakan wilayah mata pencaharian penduduk sekitar yang mayoritasnya sebagai petani. Lahan pada citra tergolong lahan basah karena lahan pertanian sendiri sangat membutuhkan lahan basah dan memiliki tanah dengan kesuburan yang tinggi.
D.5
Gambar 5 Deliniasi Jaringan
Jalan atau jaringan yang tertangkap pada citra sulit diidentifikasi karena ukurannya yang kecil dan sulit dibedakan dengan saluran irigasi. Jaringan atau jalan digunakan petani untuk menjangkau lahan pertanian yang satu ke lahan pertanian lainnya. Jaringan memiliki pola mamanjang di sepanjang lahan pertanian. Jalan atau jaringan memiliki rona gelap yang mungkin disebabkan oleh penyerapan tanah yang tinggi karena berupa jalan setapak atau penyerapan material bahan dasar aspal yang tergolong tinggi pula.
Kesimpulan
Mayoritas penggunaan lahan pada citra yaitu lahan pertanian basah yang dialiri air sehingga memiliki rona gelap.
Tegalan memiiliki bentuk yang hampir mirip dengan pertanian namun tegalan termasuk lahan kering karena sumber air yang sulit dijangkau dan jauh dari lahan tegalan.
Sungai menyebar pada lahan pertanian sebagai saluran irigasi atau sumber air lahan pertanian.
Jaringan digunakan oleh petani untuk menjangkau lahan pertanian yang satu dengan yang lainnya walaupun jalan sulit diidentifikasi karena ukurannya yang kecil dan memiliki kemiripan dengan saluran irigasi.
Daftar Pustaka
Anonim. 2014. Aplikasi Citra Quickbird Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan di Sebagian Wilayah Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur. Diakses pada hari Rabu, 12 April 2017 pukul 13.30 WIB di www.eprints.ums.ac.id
Indarto. 2014. Teori dan Praktek Pengideraan Jauh. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Purwoko, Agus. 2009. Analisis Perubahan Fungsi Lahan di Kawasan Pesisir dengan Menggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut), Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.4, No.3, April 2009.
Rianasari, Hayu, dkk. 2009. Jurnal : Pemanfaatan Citra Quickbird Untuk Identifikasi Perubahan Penggunaan Tanah di Kabupaten Sragen (Studi Kasus : Kecamatan Sragen dan Kecamatan Karangmalang). Semarang: Universitas Diponegoro.
Sari, Maya. 2015. Pertanian Lahan Basah dan Lahan Kering. Diakses pada hari Rabu, 13 April 2017 pukul 07.35 WIB di www.ilmugeografi.com
Sutanto. 1992. Penginderaan Jauh Jilid I. Yogyakarta: UGM Press.
Lampiran II
TABEL KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN MENURUT MALINGREAU
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
Tingkat IV
Kode
Penggun-aan lahan
Kode
Penggunaan lahan
Kode
Penggunaan lahan
Kode
Penggunaan lahan
A.
Air
1
Tubuh perairan
1.1
Laut
1.1.1
1.1.2
1.1.3
1.1.4
1.1.5
Laut terbuka
Muara
Corong
Teluk
Selat
1.2
Danau
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
Danau vulkanik, kawah, caldera, vulkanik tektonik,
Danau tektonik
Atol koral tertutup
Danau tapal
Laguna
1.3
Ponds (tebat)
1.3.1
1.3.2
1.3.3
Tebat ikan tawar
Tambak
Tambak garam
1.4
Waduk
1.4.1
1.4.2
Maksud tunggal
Maksud ganda
1.5
Daerah banjir
1.6
Rawa
Marse
2
Aliran air
2.1
2.2
2.3
2.4
Sungai, kali
Saluran irigasi
Saluran drainase
Saluran irigasi dan drainase
B
Area Vegetasi
daerah pertani-an
1
Daerah pertanian menetap
1.1
Tanaman musiman
1.1.1
a
b
c
d
e
f
1.1.2
a
b
Sawah:
Sawah irigasi
Sawah tadah hujan
Pasang surut
Lebak
Sawah surjan
Mina padi
Tegalan tanah tinggi
Tegalan
Hortikultura (sayuran)
1.2
Sistem hutan pertanian
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
Tegalan
Kebun
Campuran
Pekarangan
Kebun
Talun
1.3
perkebunan
1.3.1
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
1.3.2
Perkebunan perusahaan
Tanaman keras
Teh
Karet
Kelapa
Kopi
Kelapa sawit
Coklat
Cengkeh
Tanama lain
Tembakau
Tebu
Panili
Perkebunan rakyat
2
Daerah pertanian tidak menetap
2.1
2.2
Ladang, huma
Sistem hutan pertanian
2.1.1
2.1.2
2.2.1
2.2.2
Dalam hutan belukar
Dalam alang-alang
Tumpang sari
Dalam hutan berawa
b. daerah non pertanian
1
Hutan primer
1.1
Hutan klimatik
1.1.1
a
b
1.1.2
1.1.3
Hutan hujan tanah tinggi
HH peg. Rendah
HH peg. Tinggi campuran tusam
HH daerah rendah
Hutan musim
- eucalyptus
- jati
Hutan bambu
1.2
Hutan edhapik
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
Hutan payau, bakau, nipah, palma
Hutan pantai
Hutan rawa
Hutan gambut
Hutan gerbang
2
Hutan sekunder
2.1
Formasi klimatik
2.2
Formasi edhapik
3
Belukar/ semak
3.1
Daerah kering
a
b
c
d
e
Terus menerus
Belukar
Semak terpencar
Pepohonan dan semak
Savana dan semak
3.2
Daerah basah
4
Rumput
4.1
a
b
c
Alang-alang
Savana
Padang rumput
4.2
Rumput rawa
4.2.1
4.2.2
4.2.3
Muras pantai
Muras
Pedalaman waduk+vegetasi hifdrik
5
Tanaman hutan
5.1
Tanaman hutan
5.1.1
5.1.2
5.1.3
5.1.4
Jati
Mahoni
Pinus
Lainnya
5.2
Reboisasi
C
Tanah tak bervegetasi, daerah yang tidak dikerjakan untuk pertanian
1
Daerah kritis tandus
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Pasir pantai
Singkapan batuan
Lava dan lahar
Gosong pasir sungai
Liang terbuka
1.1.1
1.1.2
1.1.3
Gisik
Bukit pasir
Pematang gisik
D
Permukiman dan daerah-daerah yangtelah dibangun
1
2
3
4
5
6
7
Kota
Kampung
Industri
Lapangan terbang
Jaringan
Komunikasi
Tempat rekreasi
Lampiran III
TUGAS KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN MENURUT BPN DAN JENIS PENGGUNAAN LAHAN/TANAH PERKOTAAN
MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
NOMOR 1 TAHUN 1997
TENTANG
PEMETAAN PENGGUNAAN TANAH PERDESAAN, PENGGUNAAN TANAH
PERKOTAAN, KEMAMPUAN TANAH DAN PENGGUNAAN SIMBOL/WARNA UNTUK
PENYAJIAN DALAM PETA
MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,
Menimbang :
bahwa dalam upaya pengelolaan data pertanahan sebagai bagian dari administrasi pertanahan, sejak PELITA I di Bidang Pertanahan telah dilaksanakan pemetaan penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan, dan pemetaan kemampuan tanah secara sistematis di seluruh wilayah Republik Indonesia;
bahwa pemetaan penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan dan kemampuan tanah yang telah dilaksanakan secara manual konvensional belum memenuhi kebutuhan data pertanahan yang mutakhir dan selalu berkembang serta perlu mempunyai akurasi berdasarkan tingkat penggunaannya;
bahwa dalam rangka pembentukan basis data pertanahan dengan memanfaatkan teknologi maju, khususnya Sistem Informasi Geografi, maka dipandang perlu adanya standarisasi dalam pemetaan penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan, kemampuan tanah dan penggunaan simbol/warna untuk penyajian dalam peta yang berlaku secara nasional;
Mengingat :
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469);
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
Keputusan Presiden R.I. Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
Keputusan Presiden R.I. Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Menteri Negara; Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11/KBPN/1988 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional;
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1/KBPN/1989 dan Nomor 6/KBPN/1993 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kotamadya;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG PEMETAAN PENGGUNAAN TANAH PEDESAAN, PENGGUNAAN TANAH PERKOTAAN, KEMAMPUAN TANAH DAN PENGGUNAAN SIMBOL/WARNA UNTUK PENYAJIAN DALAM PETA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang dimaksud dengan:
Pengertian Tanah adalah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut penjelasan umumnya.
Penutup Tanah (Land Cover) adalah tambahan dan atau bangunan yang secara nyata menutupi permukaan tanah.
Penggunaan Tanah wujud kegiatan menggunakan tanah baik secara lingkungan buatan maupun secara lingkungan alami.
Tata Guna Tanah adalah pola penggunaan tanah yang meliputi persediaan peruntukan dan penggunaan tanah serta pemeliharaannya.
Penggunaan Tanah Pedesaan adalah wujud kegiatan menggunakan tanah yang menitikberatkan dibidang pertanian dalam arti luas.
Penggunaan Tanah Perkotaan adalah wujud kegiatan menggunakan tanah yang menitikberatkan di bidang non pertanian dalam arti luas.
Kemampuan Tanah adalah penilaian pengelompokan potensi unsur-unsur fisik wilayah bagi kegiatan penggunaan tanah.
Peta adalah gambaran dari sebagian/seluruh muka bumi yang diproyeksi dibidang daftar dan dalam suatu media kertas atau digital yang memenuhi persyaratan persyaratan kartografi tertentu.
Pemetaan Tata Guna Tanah adalah upaya pengumpulan data-data penggunaan tanah, data kemampuan tanah serta data penunjang lainnya yang dapat disajikan dalam peta dan daftar.
Simbol/warna adalah unsur-unsur dalam sebuah peta yang terdiri dari huruf, angka, wana dan bentuk lainnya yang mewakili informasi sebenarnya dari tanah/bumi.
Sistem Informasi Geografi adalah sistem pengumpulan, pengolahan dan penyimpanan data yang bereferensi geografi melalui perangkat komputer.
Informasi pertanahan adalah pengelolaan data pertanahan melalui perangkat komputer bagi penetapan kebijaksanaan dan pelayanan.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud
Pasal 2
Maksud pemetaan penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan, kemampuan tanah dan penggunaan simbol/warna dalam penyajian peta adalah:
Agar tercapai keseragaman dan kesatuan pendapat dalam pengertian dan wawasan terhadap pemetaan penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan, dan kemampuan tanah.
Agar tersedianya data tata guna tanah bagi perumusan kebijaksanaan pertanahan/tata ruang wilayah serta pembangunan.
Agar tercapainya suatu sistem yang tunggal dalam mewujudkan Sistem Informasi Geografi dibidang pertanahan yang sesuai dengan sistem informasi lainnya dalam rangka mengoptimalisasi pemanfaatan peta-peta penatagunaan tanah yang dihasilkan Badan Pertanahan Nasional.
Agar dapat mempercepat upaya perwujudan jaringan basis data nasional yang mampu mendukung Penataan Ruang Wilayah/penatagunaan tanah dan pembangunan nasional sehingga tercapai efektifitas dan efesiensi penggunaan tanah dalam pengelolaan informasi sumberdaya alam nasional.
Tujuan
Pasal 3
Tujuan Penetapan Penggunaan Tanah Perdesaan, Penggunaan Tanah Pekotaan, Kemampuan Tanah dan Penggunaan Simbol/Warna dalam penyajian peta adalah:
Terwujudnya suatu sistem pemetaan tata guna tanah yang mampu mendukung tercapainya tertib administrasi, tertib hukum, tertib penggunaan dan tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup.
Terwujudnya suatu Sistem Informasi Geografi Badan Pertanahan Nasional yang merupakan bagian integral dari Sistem Informasi Manajemen Pertanahan yang dapat mendukung Kebijaksanaan Pertanahan Nasional dan pelayan dibidang pertanahan.
Terwujudnya standarisasi data tata guna taanh yagn berlaku secara nasional dan peta peta tata guna tanah yang dihasilkan Badan Pertanahan Nasional dapat dimanfaatkan secara optimal.
BAB III
PETA DASAR DAN METODOLOGI PEMETAAN
Pasal 4
Peta dasar adalah peta yang berisi unsur-unsur yang telah diketahui letak secara pasti dan digunakan dalam pembuatan peta-peta tata guna tanah.
Peta dasar yang digunakan dalam pemetaan penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan, dan kemampuan tanah di Badan Pertanahan Nasional adalah Peta Rupa Bumi dan atau peta lainnya yang mempunyai sistem proyeksi nasional Universal Transversel Mercator (UTM) dan atau dapat dikonversi ke proyeksi Universal Transversel Mercator.
Metodologi
Pasal 5
Pemetaan Penggunaan Tanah Perdesaan, Penggunaan Taanh Perkotaan dan Kemampuan Tanah dilaksanakan dengan cara penafsiran foto udara dan atau Citra Satelit dan atau bentuk lainnya.
Hasil penafsiran foto udara dan atau Citra Satelit dan atau bentuk lainnya sebagaimana dimaksud ayat (a) pasal ini merupakan bahan dasar pemetaan di lapangan.
Pemetaan penggunaan tanah perdesaan di Pulau Jawa dan Bali dilaksanakan dengan skala 1:25.00 atau lebih besar sedangkan di luar Pulau Jawa dan Bali dilaksanakan dengan skala 1:50.000 atau lebih besar.
Pemetaan penggunaan tanah perkotaan dilaksanakan dengan skala 1:10.000 dan atau skala yang lebih besar untuk kota-kota besar dengan skala 1:5.000 dan atau skala lebih besar untuk kota-kota lainnya.
Pemetaan kemampuan tanah di Pulau Jawa dan Bali dengan skala 1:25.000 dan atau lebih besar, sedangkan di luar Pulau Jawa dan Bali dengan skala 1:50.000 dan atau lebih besar.
Pengumpulan data, pengolahan data, penyajian dan penyimpanan data penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan dan kemampuan tanah dilaksanakan melalui Sistem Informasi Geografi dan cara-cara lain yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan taknologi pengelolaan sumber daya alam.
Pelaksanaan pemetaan penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan dan kemampuan tanah sebagaimana yang terkandung dalam ayat (c), (d), (e), dan (f) ini perlu memperhatikan lebih lanjut tentang sasaran kerja yang ada, pengembangan sumber daya manusia dan kemampuan pendanaan dan tata cara sebagai pelaksanaan Peraturan ini.
BAB IV
JENIS-JENIS PENGGUNAAN TANAH PERDESAAN, PENGGUNAAN TANAH
PERKOTAAN DAN KEMAMPUAN TANAH
Pasal 6
Jenis-jenis penggunaan tanah perdesaan :
Tanah Perkampungan adalah areal tanah yang digunakan untuk kelompok bangunan padat ataupun jarang tempat tinggal penduduk untuk dimukimi secara menetap.
Tanah Industri adalah tanah areal yang digunakan untuk kegiatan ekonomi berupa proses pengolahan bahan-bahan baku menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau setengah jadi menjadi barang jadi.
Tanah Pertambangan adalah areal tanah yang dieksploitasi bagi pengambilan bahanbahan galian yang dilakukan secara terbuka dan atau tertutup.
Tanah Persawahan adalah areal tanah pertanian basah dan atau kering yang digenangi air secara periodik dan atau terus menerus ditanami padi dan atau diselingi dengan tanaman tebu, tembakau dan atau tanaman semusim lainnya.
Pertanian Tanah Kering Semusim adalah areal pertanian yang tidak pernah diairi dan mayoritas ditanami dengan tanaman umur pendek.
Tanah Kebun adalah areal yang ditanami rupa-rupa jenis tanaman keras dan atau tanaman semusim dan atau kombinasi tanaman keras dan semusim atau tanaman buah-buahan serta tidak jelas mana yang menonjol.
Tanah Perkebunan adalah areal tanah yang ditanami tanaman keras dengan satu jenis tanaman.
Padang adalah areal terbuka karena hanya ditumbuhi tanaman rendah dari keluarga rumput dan semak rendah.
Hutan adalah areal yang ditumbuhi oleh pepohonan yang tajuk pohonnya dapat saling menutupi/bergesekan.
Perairan Darat adalah areal tanah yang digenangi air, secara permanen baik buatan maupun alami.
Tanah Terbuka adalah areal yang tidak digarap karena tidak subur dan atau menjadi tidak subur setelah digarap serta tidak ditumbuhi tanaman.
Lain-lain adalah areal tanah yang digunakan bagi prasarana seperti jalan dan sungai serta saluran yang merupakan buatan manusia maupun alamiah.
Pasal 7
Cara pemetaan, data yang dikumpulkan dan klasifikasi penggunaan tanah perdesaan yang dimaksud pada Pasal 6 sebagaimana yang tercantum pada lampiran I Peraturan Pemerintah ini.
Penggunaan Tanah Perkotaan
Pasal 8
Jenis-jenis penggunaan tanah perkotaan :
Tanah Perumahan adalah bidang-bidang tanah yang digunakan untuk kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Tanah Perusahaan adalah bidang-bidang tanah yang digunakan untuk suatu badan hukum dan atau badan usaha milik pemerintah maupun swasta untuk kegiatan ekonomi yang bersifat komersial bagi pelayanan perekonomian dan atau tempat transaksi barang dan jasa.
Tanah Industri adalah bidang-bidang tanah yang digunakan untuk suatu badan hukum dan atau badan usaha milik pemerintah maupun swasta untuk kegiatan ekonomi yang bersifat komersial bagi pelayanan perekonomian dan atau tempat transaksi barang dan jasa.
Tanah Jasa adalah bidang-bidang tanah yang digunakan untuk suatu kegiatan pelayanan sosial dan budaya bagi masyarakat kota yang dilaksanakan oleh badan dan atau organisasi kemasyarakatan, pemerintah maupun swasta yagn menitikberatkan kegiatan bertujuan untuk pelayanan non komersial.
Tanah Tidak Ada Bangunan adalah bidang-bidang tanah di dalam wilayah perkotaan yang belum atau tidak digunakan untuk pembangunan perkotaan.
Tanah Terbuka adalah bidang-bidang tanah yang tidak dibangun dan berfungsi sebagai ruang terbuka atau tanaman.
Tanah Non-Urban adalah areal tanah/bidang-bidang tanah didalam wilayah perkotaan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dalam arti luas.
Pasal 9
Cara pemetaan, data yang dikumpulkan dan klasifikasi penggunaan tanah perkotaan yang dimaksud pada Pasal 8, sebagaimana yang tercantum pada lampiran 2 Peraturan Menteri ini.
Kemampuan Tanah
Pasal 10
Unsur-unsur kemampuan tanah :
Lereng adalah sudut kemiringan tanah yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang datar yang dinyatakan dalam persen (%) dan menunjukkan perbandingan antara beda tinggi dua titik diatas permukaan tanah dengan jarak proyeksi antara dua titik tersebut.
Kedalaman efektif tanah adalah tebal lapisan tanah bagi pertumbuhan tanaman yang dihitung dari permukaan tanah sampai bahan induk tanah atau sampai batas bawah yang perakan tanaman tidak dapat menembusnya.
Tekstur tanah adalah keadaan halus kasarnya tanah yang ditentukan atau dinilai berdasarkan perbandingan fraksi pasir, debu dan liat.
Drainase adalah keadaan air permukaan tanah yang menunjukkan lama dan seringnya tanah dalam kondisi jenuh air atau menunjukkan kecepatan air meresap atau mengalir dari permukaan tanah suatu tempat.
Erosi adalah pengikisan lapisan permukaan tanah oleh kekuatan, sehingga mengakibatkan butiran tanah terangkut ke tempat lain.
Faktor pembatas lainnya adalah keadaan yang membatasi usaha memanfaatkan tanah, sebagai akibat sifat fisik dan kimiawi tanah.
Pasal 11
Cara pemetaan, data yang dikumpulkan dan klasifikasi kemampuan tanah yang dimaksud pada Pasal 10, sebagaimana yang tercantum pada lampiran 3 Peraturan Menteri ini.
BAB V
PENGGUNAAN SIMBOL/WARNA, FORMAT DAN SKALA PENYAJIAN DALAM PETA
Pasal 12
Simbol/warna dalam penyajian peta-peta penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan, dan kemampuan tanah diproses melalui komputerisasi.
Pasal 13
Penggunaan simbol/warna dalam penyajian peta adalah sebagai berikut :
Untuk penggunaan tanah perdesaan skala 1:50.000 sebagaimana pada lampiran 4 Peraturan Menteri ini.
Untuk penggunaan tanah perdesaan skala 1:25.000 sebagaimana pada lampiran 5 Perturan Menteri ini.
Untuk penggunaan tanah perkotaan skala 1:20.000/1:10.000 sebagaimana pada lampiran 6 Peraturan Menteri ini.
Untuk penggunaan tanah perkotaan skala 1:5.000/1:2.500 sebagaimana pada lampiran 7 Peraturan Menteri ini.
Untuk kemampuan tanah skala 1:50.000 sebagaimana pada lampiran 8 Peraturan Menteri ini.
Untuk kemampuan tanah skala 1:25.000 sebagaimana pada lampiran 9 Peraturan Menteri ini.
Pasal 14
Format peta yang digunakan dalam penyajian peta penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan dan kemampuan tanah disesuaikan dengan skala peta dan mengacu pada format peta rupa bumi atau dengan proyeksi UTM sebagai peta dasar.
Penomoran blad peta penggunaan tanah perdesaan, dan penggunaan tanah perkotaan dan kemampuan tanah yang mengacu pada format peta rupa bumi atau peta dasar lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (a) pasal ini menggunakan sistem penomoran peta rupa bumi dan atau penjabarannya. Sistem penomoran blad-blad peta tersebut sebagaimana yang dimaksud pada lampiran 10 Peraturan Menteri ini.
Pasal 15
Penyajian Peta Penggunaan Tanah Perdesaan di Pulau Jawa dan Bali dilaksanakan dengan skala kecil 1:25.000 dan atau lebih besar sedangkan di luar Pulau Jawa dan Bali dilaksanakan dengan skala 1:50.000 dan atau lebih besar.
Penyajian Peta Penggunaan Tanah Perkotaan dengan skala 1:10.000 dan atau lebih besar.
Penyajian Peta Kemampuan Tanah di Pulau Jawa dan Bali dilaksanakan dengan skala kecil 1:25.000 dan atau lebih besar, sedangkan di luar Pulau Jawa dan Bali dilaksanakan dengan skala 1:50.000 dan atau lebih besar.
BAB VI
LAIN-LAIN
SISTEM PENGELOLAAN INFORMASI
Pasal 16
Pengelolaan data penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan dan kemampuan tanah dilaksanakan melalui Sistem Infomasi Geografi/Sistem Managemen Basis Data Pertanahan (BDP) baik ditingkat Pusat, Propinsi dan Tingkat Kabupaten/Kotamadya.
Layanan informasi penatagunaan tanah bagi pihak diluar Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional dilaksanakan sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaannya setelah mendapat persetujuan Pejabat yang berwenang.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 17
Peraturan Menteri ini berlaku secara operasional di seluruh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan Kantor Pusat sejak ditetapkannya.
Peraturan Menteri ini akan diubah sesuai dengan tuntutan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan pengelolaan sumber daya alam dan atau tuntutan kebijaksanaan pertanahan yang dinamis.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 April 1997
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
ttd.
IR. SONI HARSONO
Sumber : www.bpn.go.id
Lampiran IV
FOTO CITRA YANG DIAMATI
Gambar 1 Citra Inframerah