Pemetaan Anomali Resistif pada Zona Rembesan Minyak Desa Repaking, Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah Menggunakan Metode Very Low Frequency (VLF) Mode Resistivitas Eko Satrio Hutomo1), Sudianto Simatupang1), Bahtrawan Simbolon1), Erina Prastyani1), Adella Putri Affanti1), Ivon Ismadewi1), Umbu Nyura Leorentio Kapita1), dan Megan Mradipta Megah1) 1
Program Sarjana Prodi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia a)
Corresponding author:
[email protected]
Abstract. The goal of all geophysical survey techniques is to image the properties of the Earth’s subsurface. Very Low Frequency (VLF) is one of the geophysical survey technique that has been commonly used for ore exploration and mapping faults or fracture zones. Faults or fracture zones are necessary components in providing the fluid pathway in oil exploration. Located in Repaking Village, Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah, indication of oil traps were found as oil seepage at the surface. Represented as resistive anomaly, oil seepage pathways will be identified using VLF-R mode, which is prone to resistive anomaly. The direction of oil seepage are influenced by the regional strike – slip fault which is NE – SW, and well correlated with the resistivity data. Intisari. Tujuan dari dilakukannya survey geofisika adalah untuk memetakan kondisi bawah tanah permukaan bumi. Metode Very Low Frequency (VLF) adalah salah satu metode geofisika yang telah sering dilakukan untuk eksplorasi tambang dan zona rekahan. Patahan atau rekahan fluida pada eksplorasi minyak bumi memiliki peran penting untuk menentukan jalur keluarnya minyak bumi. Berlokasi di Desa Repaking, Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah, indikasi adanya jebakan minyak bumi ditemukan sebagai rembesan minyak diatas permukaan tanah. Direpresentasikan sebagai anomali resistif, jalur keluarnya minyak bumi akan diidentifikasi menggunakan mode VLF-R, dimana mode ini memiliki sensitivitas pada anomali resistif. Arah dari rembesan minyak ini dipengaruhi oleh sesar geser regional mengarah timur laut – barat daya, yang berkorelasi dengan baik dengan data resistivitas yang didapat.
PENDAHULUAN Metode Very Low Frequency (VLF) merupakan metode geofisika pasif yang hanya menangkap atau memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari pemancar yang terpasang di seluruh dunia. Pemancar yang digunakan berupa pemancar gelombang radio dengan frekuensi rendah sekitar 15-39 kHz dan biasanya digunakan dalam kepentingan militer [1]. Dalam suatu terminology frekuensi gelombang radio, rentang frekuensi dalam metode VLF termasuk dalam frekuensi sangat rendah, namun bila dibandingkan dengan frekuensi metode geofisika eksplorasi lainnya, rentang pada metode VLF ini termasuk dalam kelompok frekuensi yang tinggi. Pengukuran VLF pada survey kali ini bertujuan untuk memetakan nilai resistivitas bawah permukaan tanah di daerah rembesan minyak dengan cara menangkap gelombang elektromagnetik dari dua buah pemancar, yaitu NWC dari Australia (19800 Hz) dan VTX-3 dari India (18200 Hz). Daerah penelitian terletak di Desa Repaking, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.
GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian berada pada Zona Kendeng yang diapit Zona Rembang dan Pegunungan Selatan yang memiliki aspek menarik secara geologi dan geofisika berupa keberadaan rembesan minyak bumi. Secara struktural Zona Kendeng merupakan antiklinorium dengan arah Timur-Barat dan terdiri dari sedimen-sedimen marin. Selain itu, zona ini memiliki panjang kurang lebih 250 km dengan rata-rata lebar 20 km dengan pola struktur yang ketat dengan lipatan-lipatan asimetris dengan sesar-sesar yang rumit di bagian dalam [2]. Pola struktur daerah penelitian memiliki arah gaya utama yaitu utara-selatan yang dipengaruhi oleh pergerakan dari lempeng tektonik Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Dari aktivitas tektonik ini maka lipatan yang terbentuk memiliki arah timur-barat. Struktur lipatan berupa antiklin dan sinklin, yaitu lipatan Karanglangu dan kompleks Lipatan Repaking. Kondisi geologi daerah penelitian memiliki fisiografi berupa daerah yang bergelombang rendah dan terdiri atas dua satuan batuan dan satu endapan alluvial. Untuk satuan batuan tertua berupa satuan batupasir gampingan yang merupakan bagian dari Formasi Kerek. Satuan batupasir gampingan ini merupakan reservoir yang baik dan berpotensi untuk menjadi reservoir minyak bumi yang baik pula. Berdasarkan data regional yang ada, formasi ini ditindih secara selaras oleh litologi napal dari Formasi Kalibeng. Terdapat satuan batupasir gampingan sebagai reservoir, satuan napal sebagai batuan penutup dan sesar-sesar yang memotong lipatan-lipatan pada daerah penelitian sebagai jalur migrasi minyak bumi. Sesar-sesar tersebut berupa Sesar Mendatar Kiri Repaking, Sesar Mendatar Kanan Karanglangu dan Sesar Mendatar Kanan Wonosegoro. PETA GEOLOGI REGIONAL
GAMBAR 1. Peta geologi regional daerah penelitian yang berada di Desa Repaking, Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah.
DASAR TEORI Penjalaran gelombang elektromagnetik pada VLF dapat dijelaskan melalui persamaan Maxwell. Dua dari empat persamaan Maxwell menjelaskan mengenai hubungan antara vektor medan listrik dan medan magnetik. Adapun dua persamaan tersebut dikenal dengan Hukum Faraday dan Hukum Ampere-Maxwell yang perumusannya dapat dilihat pada (1) dan (2)
⃗ 𝜕𝐵
𝛻 ×𝐸⃗ = − 𝜕𝑡 (1) Persamaan (1) merupakan Hukum Faraday yang secara fisis memiliki arti bahwa sirkulasi medan listrik dapat dihasilkan dari perubahan medan magnetik terhadap waktu. Pada persamaan (1), 𝐸⃗ merupakan nilai intensitas medan ⃗ merupakan nilai induksi magnetik dengan satuan Wb/𝑚2 atau Tesla. listrik dengan satuan V/m, sedangkan 𝐵 ⃗ = ⃗𝐽 + 𝜕 𝐷 ⃗ 𝛻 ×𝐻 (2) 𝜕𝑡 Sedangkan persamaan (2) merupakan Hukum Ampere-Maxwell yang secara fisis menjelaskan bahwa sirkulasi medan magnetik dapat dihasilkan dari arus listrik dan perubahan medan listrik terhadap waktu. Pada persamaan (2), ⃗ merupakan nilai intensitas magnetisasi dengan satuan A/m, ⃗𝐽 merupakan rapat arus dengan satuan A/𝑚2 , dan 𝐷 ⃗ 𝐻 2 merupakan perpindahan arus dengan satuan C/𝑚 . Dari persamaan (1) dan (2), dengan menerapkan vektor identitas akan dihasilkan persamaan (3) dan (4) 𝛻 2 𝐸⃗ = 𝜇𝜎𝑖𝜔𝐸⃗ − 𝜇𝜀𝜔2 𝐸⃗ (3) ⃗ = 𝜇𝜎𝑖𝜔𝐻 ⃗ − 𝜇𝜀𝜔2 𝐻 ⃗ 𝛻2 𝐻 (4) Persamaan (3) dan (4) merupakan persamaan Helmholtz yang menjelaskan perambatan vektor medan listrik dan medan magnetik di dalam medium homogen isotrop yang memiliki konduktivitas, permeabilitas, dan permitivitas [3].
Kedalaman Penetrasi (Skin depth) Sebuah gelombang elektromagnetik akan mengalami skin effect, dimana terjadi pelemahan (atenuasi) gelombang terhadap kedalaman secara eksponensial. Skin depth (δ) didefinisikan sebagai kedalaman dimana amplitudo gelombang elektromagnetik teratenuasi hingga menjadi 1/e atau sepertiga dari amplitudo semula ketika berada di permukaan bumi. Besar nilai skin depth dirumuskan oleh persamaan (5), dimana δ adalah kedalaman penetrasi (skin depth) dengan satuan m, ρ adalah resistivitas dalam satuan Ω, dan f adalah frekuensi gelombang elektromagnetik dengan satuan Hz. 𝜌
𝛿 = 503,3 √𝑓
(5)
Berdasarkan persamaan (5) diketahui bahwa kedalaman penetrasi sangat dipengaruhi oleh frekuensi dan resistivitas bawah permukaan. Pada kasus penggunaan frekuensi pemancar yang sama, kedalaman penetrasi akan semakin besar ketika gelombang elektromagnetik mengenai medium dengan nilai resistivitas yang besar. Begitupun sebaliknya, kedalaman penetrasi gelombang elektromagnetik akan semakin kecil apabila mengenai medium yang konduktif.
Metode VLF Mode Resistivitas Gelombang elektromagnetik yang berbentuk gelombang bidang, terdiri dari vektor medan listrik dan medan magnetik yang arahnya saling tegak lurus. Rasio intensitas medan listrik terhadap medan magnetiknya disebut dengan impedansi (Z). Berbeda dengan VLF-EM, komponen yang diukur pada VLF-R adalah medan listrik horisontal dan medan magnetik ortogonalnya, sehingga memungkinkan terjadinya polarisasi E seperti layaknya pada magnetotellurik [4]. Pada medium heterogen di bawah permukaan bumi, polarisasi E dapat digunakan untuk menentukan resistivitas semu 𝜌𝑎 . Dengan impedansi 𝐸𝑥 𝑍= (6) 𝐻𝑦
diperoleh 𝜌𝑎 = (0,2 𝑇) 𝑍 2 (7) dimana 𝜌𝑎 adalah resisitivitas semu dengan satuan Ωm, sedangkan T adalah periode dengan satuan s, 𝐸𝑥 adalah medan listrik horisontal dengan satuan mV/km, dan 𝐻𝑦 adalah medan magnetik ortogonal dengan satuan nT. Resistivitas semu (𝜌𝑎 ) berubah menjadi resistivitas yang sebenarnya (ρ) apabila medium yang berada di bawah permukaan bumi bersifat homogen. Apabila nilai resistivitas di bawah permukaan bumi bervariasi, maka nilai resistivitas semu juga akan mengalami perubahan. Oleh karena itu, sebaran nilai resistivitas semu dapat digunakan untuk memetakan struktur di bawah permukaan. Perbedaan fase antara medan listrik dan medan magnetik juga dapat digunakan untuk memetakan struktur resistif di bawah permukaan bumi, yang perumusannya dapat dilihat pada persamaan (8). (𝐼𝑚 𝑍) ∅ = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛 | (𝑅𝑒 𝑍) | (8)
Apabila medium di bawah permukaan bumi bersifat homogen, maka nilai perbedaan fase yang muncul adalah 450. Jika lapisan bawah memiliki nilai resistivitas yang lebih besar dibandingkan lapisan di atasnya, maka perbedaan fase yang muncul akan kurang dari 450. Begitupun sebaliknya, apabila lapisan bawah memiliki nilai resistivitas yang lebih kecil dibandingkan lapisan di atasnya, maka perbedaan fase yang muncul akan lebih dari 45 0.
DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN DATA Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software 2layinv buatan Markku Pittijarvi. Data lapangan hasil akuisisi berupa nilai resistivitas semu dan fase yang akan dimasukkan ke dalam software 2layinv untuk pengolahan lebih lanjut. Pemancar yang digunakan selama pengukuran adalah NWC Australia (19800 Hz) dan VTX-3 (18200 Hz). Hal ini dikarenakan azimuth pemancar NWC dan VTX-3 relatif sejajar terhadap arah lintasan pengukuran sebesar N 3150 E, dimana azimuth pemancar NWC sebesar 1650, sedangkan azimuth pemancar VTX-3 sebesar 3400. Dalam pengukuran di lapangan diperhatikan beberapa hal seperti keberadaan noise seperti pemancar listrik, benda-benda konduktif yang ada di sekitar titik pengukuran. Pengolahan menggunakan software 2layinv akan menghasilkan model penampang 1D dimana model tersebut telah memuat nilai true resistivity dalam fungsi jarak dan kedalaman. Model penampang tersebut dapat diinterpretasi dengan menganalisa persebaran nilai true resistivity dan dianalisa dengan membuat sayatan pada kedalaman tertentu untuk mendapatkan peta true resistivity pada kedalaman tertentu. Pemrosesan data yang dilakukan adalah menggunakan software 2layinv untuk mendapatkan true rho yang merupakan hasil inversi pada software. Masukan dari 2layinv Kemampuan dari software ini adalah membentuk 2 lapisan dari data yang diperoleh, kemudian untuk pengolahan lebih lanjut digunakan Golden Software Surfer untuk mempermudah interpretasi pada data serta pembuatan model persebaran resistivitas.
GAMBAR 2. Diagram alir pengolahan data VLF-R menggunakan software 2layinv. Diagram alir diawali dengan memasukkan data jarak, resistivitas semu, fase dan pembobotan ke dalam file notepad. Diagram alir diakhiri dengan menginterpretasi hasil slicing nilai resistivitas pada kedalaman 5 meter.
INSTRUMENTASI Instrumentasi yang digunakan adalah satu set T-VLF BGRM yang di produksi oleh IRIS Instrument beserta satu pasang elektroda, kompas geologi, GPS, meteran, peta geologi dan logbook. Instrumen VLF ini terdiri dari dua unit, yakni unit sensor dan unit console/T-Unit. Unit sensor menerima gelombang radio dengan jangkauan frekuensi 10 hingga 30 kHz yang dilengkapi dengan automatic gain dan digital filtering [5].
DESAIN SURVEI Penelitian ini terdiri dari delapan lintasan dengan jumlah titik masing-masing lintasan sebanyak 40 titik. Jarak antar titik sebesar 20 meter dan jarak antar lintasan sebesar 100 meter. Pengukuran dengan mode resistivitas membutuhkan dua buah elektroda yaitu near electrode berjarak satu meter dan far electrode berjarak 10 meter dari titik operator. Besar azimuth lintasan sebesar 3150 dan menggunakan pemancar NWC dan VTX-3. Gambar 3 menunjukkan peta desain survei akuisisi metode VLF-R pada Field Camp SEG-UGM SC 2017.
GAMBAR 3. Peta desain survey akuisisi metode VLF-R pada Field Camp 2017. Desain survei metode VLF terdiri dari 8 lintasan dengan jarak antar lintasan adalah 100 meter dan jumlah titik masing-masing lintasan bervariasi dari 32-40 titik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PETA SAYATAN RESISTIVITAS PADA KEDALAMAN 5 METER
GAMBAR 4. Depth section resistivitas hasil pemodelan 2layinv pada kedalaman 5 meter, dihitung menggunakan titik 1A.1 sebagai datum/titik referensi. Lingkaran berwarna merah menunjukkan lokasi oil seepage, sedangkan titik-titik hitam merupakan lintasan survey VLF-R. Warna hijau menunjukkan nilai resistivitas yang tinggi. Zona yang berwarna hijau diduga merupakan zona rekahan jalur rembesan minyak di daerah penelitian.
Pengukuran Very Low Frequency (VLF) dilakukan selama 8 hari dimulai pada tanggal 23 April hingga 2 Mei 2017, berlokasi di Desa Repaking, Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah.Terdapat 8 lintasan pengukuran (Line 1A, 1B, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8) dengan arah N 3150 E, dengan tiap Line berjumlah 40 titik dengan spasi antar titik 20 m, spasi antar Line 100 m, dan konfigurasi survey berupa VLF-Resistivity mode. Pengukuran VLF menggunakan pemancar dari Australia (NWC, 19800 Hz) dan India (VTX-3, 18200 Hz), diperoleh data berupa rho app, fase, medan listrik, dan medan magnet. Dari data terukur, pengolahan lanjutan dilakukan pada data dengan frekuensi 19800 Hz, karena data yang diperoleh memiliki kualitas yang baik dibandingkan dengan data berfrekuensi 18200 Hz. Hal ini terlihat dari daya pemancar NWC yang tinggi yaitu 1000 kW, serta toleransi sudutnya dengan lintasan pengukuran adalah 300 . Data hasil akuisisi dari NWC mayoritas lebih bersih dari noise (baik noise berupa SH, SE, SHE) serta nilai quality bar-nya lebih tinggi. Area pengukuran merupakan daerah dengan pemukiman yang padat sehingga terdapat noise berupa power Line, kendaraan bermotor dan lainnya. Noisenoise tersebut sebisa mungkin sudah dihindari namun pada beberapa data masih sulit dihilangkan. Pengukuran pada hari 1 – 3, menggunakan sumber daya aki pada tiap instrumen sensor, ini menyebabkan adanya noise pada data karena konverter yang tidak sesuai. Kemudian pada hari ke 4, dilakukan pengukuran dengan sumber daya berbeda, yakni baterai pada salah satu instrumen, dan dalam hal ini menyebabkan sebagian besar data menjadi
lebih tidak terpengaruh oleh noise. Meskipun menghasilkan data yang lebih bebas noise, kelemahan menggunakan daya berupa baterai kering adalah penggunaannya yang boros. Pemrosesan data menggunakan 2layinv menghasilkan penampang 1-D dari 2 lapisan. Dari Line 1A hingga Line 8 kedalaman lapisan pertama bervariasi antara 1-10 meter dan rentang resistivitas 0.1-9.8 ohm meter. Sedangkan lapisan kedua rata-rata memiliki resistivitas yang lebih besar daripada lapisan pertama. Nilai apparent resistivity dan phase yang muncul sebagai respon data dapat dianalisis menunjukkan anomali jika saling cross-over. Umumnya, jika nilai resistivitas naik, maka nilai fase turun. Namun hal itu tidak selalu berlaku jika terdapat noise, dimana nilai fase lebih peka terhadap noise dan mudah mengalami spike. Setelah diproses menggunakan 2layinv, dilakukan slicing pada hasil penampang 2layinv tiap Line dengan kedalaman 5 meter dengan memperhatikan nilai topografi titik pengukuran. Warna hijau pada Gambar 4 menunjukkan nilai yang lebih resistif dan menjadi zona yang diduga merupakan rembesan minyak. Secara geologi, rembesan minyak terdapat di zona lemah yang memiliki porositas lebih tinggi. Pada geologi regional daerah pengukuran, terdapat sesar geser yang diduga sebagai zona lemah pengontrol rembesan minyak.
KESIMPULAN Persebaran resistivitas batuan yang didapat pada kedalaman 5 meter menunjukkan adanya anomali resistif di bagian timur laut pada daerah pengukuran. Hal ini diperkuat dengan adanya sesar geser regional dengan arah timur laut – barat daya, dimana pergerakannya menyebabkan terjadinya rekahan yang mengarah pada arah tersebut. Sifat resistif yang ditunjukkan dapat diasumsikan sebagai batuan yang memiliki porositas tinggi dibandingkan daerah sekitarnya, yang dapat diinterpretasikan sebagai jalur rekahan rembesan minyak.
SARAN Penggunaan aki pada unit sensor VLF menyebabkan noise pada mayoritas data VLF-R yang terukur. Sehingga, perlunya penggantian aki menjadi baterai sebagai sumber daya diprioritaskan untuk mendapatkan data yang free noise.
REFERENSI 1. 2. 3. 4. 5.
G. Paál, Geoexploration 3, 139 (1965). Miftahussalam dan Arif S., Peta Geologi Desa Repaking, Wonosegoro, Jawa Tengah (2016). W. M. Telford, L. P. Geldart, R. E. Sheriff, Applied Geophysics Second Edition (1990). L. Cagniard, Geophysics 18, 605 (1953). H. Geophysics, T-VLF User’s Manual (2006).
LAMPIRAN
GAMBAR 5. Hasil pemodelan 2layinv Line 1A pada frekuensi 19800 Hz.
GAMBAR 6. Hasil pemodelan 2layinv Line 1B pada frekuensi 19800 Hz
GAMBAR 7. Hasil pemodelan 2layinv Line 2 pada frekuensi 19800 Hz
GAMBAR 8. Hasil pemodelan 2layinv Line 3 pada frekuensi 19800 Hz
GAMBAR 9. Hasil pemodelan 2layinv Line 4 pada frekuensi 19800 Hz
GAMBAR 10. Hasil pemodelan 2layinv Line 5 pada frekuensi 19800 Hz
GAMBAR 11. Hasil pemodelan 2layinv Line 6 pada frekuensi 19800 Hz
GAMBAR 12. Hasil pemodelan 2layinv Line 7 pada frekuensi 19800 Hz
GAMBAR 13. Hasil pemodelan 2layinv Line 8 pada frekuensi 19800 Hz