REFERAT
PEMERIKSAAN RADIOLOGI DENGAN KONTRAS
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing: dr. Abdul Aziz, Sp. Rad
Disusun Oleh: Anjar Widarini, S. Ked
J 510 145 015
Sri Khodijah, S. Ked
J 510 145 064
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI RSUD SUKOHARJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PEMERIKSAAN RADIOLOGI DENGAN KONTRAS
Disusun Oleh: Anjar Widarini, S. Ked
J 510 145 015
Sri Khodijah, S. Ked
J 510 145 064
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari..................tanggal..........................2015
Pembimbing : dr. Abdul Aziz, Sp.Rad.
(.............................................)
Dipresentasikan dihadapan : dr. Abdul Aziz, Sp.Rad.
(.............................................)
Disahkan Ka Program Profesi : dr. Dona Dewi Nirlawati
(.............................................)
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PEMERIKSAAN RADIOLOGI DENGAN KONTRAS
Disusun Oleh: Anjar Widarini, S. Ked
J 510 145 015
Sri Khodijah, S. Ked
J 510 145 064
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari..................tanggal..........................2015
Pembimbing : dr. Abdul Aziz, Sp.Rad.
(.............................................)
Dipresentasikan dihadapan : dr. Abdul Aziz, Sp.Rad.
(.............................................)
Disahkan Ka Program Profesi : dr. Dona Dewi Nirlawati
(.............................................)
BAB I PENDAHULUAN
Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar X bersifat heterogen, panjang gelombangnyya bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan antara sinar X dengan sinar elektromagnetik lainnya juga terletak pada panjang gelombang, dimana panjang gelombang sinar X sangat pendek yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya yang terlihat. Karena panjang gelombang sinar X yang pendek itu, maka sinar X dapat menembus benda-benda. Untuk pembuatan sinar X diperlukan sebuah tabung rontgen hampa udara dimana terdapat elektron-elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi pada suatu sasaran (target). Dari proses tersebut di atas terjadi suatu keadaan dimana energi elektron sebagian besar dirubah menjadi panas (99%) dan sebagian kecil (1%) dirubah menjadi sinar X. Jenis pemeriksaan dengan sinar roentgen (sinar X) terdiri dari dua macam yaitu pemeriksaan
sinar
tembus
(fluoroskopi;doorlitchting)
dan
pemeriksaan
foto
roentgen
(radiografi). Pada pemeriksaan roentgen dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan rontgen dasar yang meliputi pemeriksaan rontgen tanpa kontras dan dengan bahan kontras serta pemeriksaan rontgen khusus yang meliputi pemeriksaan arteriografi, pemeriksaan flebografi, pemeriksaan angiokardiografi, pemeriksaan embolisasi, pemeriksaan ventrikulografi, dan lainnya. Pemeriksaan rontgen khusus ini diperlukan alat rontgen yang khusus. Pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pemeriksaan rontgen dengan menggunakan bahan kontras.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Media Kontras
Pada diagnostik pencitraan radiografi di kenal media kontras untuk pemakaian sinar X, media kontras paramagnetik untuk pemakaian resonansi magnetik, dan media kontras untuk ultrasonografi. Media kontras yang di pergunakan untuk keperluan radiografi adalah suatu bahan yang sangat radioopaq atau radiolusen apabila berinteraksi dengan sinar X, sehingga dapat membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan denan kontras di bagi menjadi 2, yaitu:
B.
1.
Kontras positif, terdiri dari turunan barium sulfat (BaSO4) dan turunan iodium (I).
2.
Kontras negatif, terdiri dari udara O2 dan CO2.
Pemeriksaan radiologi dengan kontras 1. Pencitraan traktus urinogenital a.
Intravenous Pyelography (IVP)
Definisi
Suatu tipe X-ray yang yang memvisualisasikan ginjal dan ureter setelah setelah injeksi bahan kontras intravena. Setelah injeksi, kontras bergerak melalui ginjal, ureter dan vesica urinaria. Foto di ambil dalam beberapa interval waktu untuk melihat pergerakan ini. IVP dapat memperlihatkan ukuran, bentuk dan struktur ginjal, ureter dan VU. Tujuan Pemeriksaan
Mengevaluasi fungsi ginjal, deteksi penyakit ginjal, batu ureter dan VU, pembesaran prostat, trauma dan tumor. Indikasi
Indikasi dari dilakukanya pemeriksaan radiologi dengan IVP adalah : 1.
Flank pain
2.
Hematuria
3.
Frequency
4.
Dysuria
5.
Suspected renal calculus
6.
Renal tumor
Kontraindikasi
Kontraindikasi IVP adalah adanya alergi terhadap kontras yang akan diberikan, penyakit jantung dan kegagalan fungsi jantung, asma, diabetes, kegagalan fungsi hepar dan ginjal, metformin harus dihentikan 48 jam sebelum dan setelah prosedur , tirotoksikosis, dan kehamilan. Kontras yang digunakan a.
Conray (Meglumine ionathalamat 60% atau hypaque sodium/sodium diatrizoate 50%)
b.
Urografin 60 atau 76mg% (methyl glucamine diatrizoate)
c.
Urografin 60-70 mg%
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan a.
Feces atau udara di colon
b.
Aliran darah yang sedikit ke ginjal
c.
Barium di saluran cerna dari prosedur sebelumnya.
Persiapan a.
Pemeriksaan ureum kreatinin (kreatinin maksimal 2)
b.
Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksantia untuk membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal
c.
Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemeriksaan untuk mendapatkan keadaan dehidrasi ringan
d.
Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok (untuk menghindari gangguan udara usus saat pemeriksaan)
e.
Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement
Prosedur Pemeriksaan
a. Bila pasien sudah menjalani puasa sebagai langkah persiapannya, pasien harus menjalani pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam tubuhnya. Setelah itu dibuat foto pendahuluan dengan menggunakan kaset & film ukuran 30 x 40 cm mencakup seluruh abdomen dengan posisi AP. Foto pendahuluan ini berguna untuk mengecek
persiapan pasien, mengevaluasi keseluruhan abdomen, mengetahui keadaan ginjal pasien, dan menentukan faktor eksposi selanjutnya. b. Media kontras disuntikkan secara intra vena, biasanya pada vena cubiti dengan pasien dalam posisi supine. c. Volume media kontras sebagai berikut: 1)
Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana
jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yaitu 1-2 cc/kg berat badan. 2)
Untuk anak-anak kira-kira 2 ml/kg berat badan.
3)
Bila ada dugaan kegagalan ginjal dosis 4 ml/ kg berat badan.
Pengambilan Gambar Radiografi
a.
Foto menit ke-5 setelah disuntikkan media kontras
Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan area jangkauan pada pertengahan Processus Xypoideus dan Umbilicus. Foto ini untuk melihat perjalanan kontras mengisi sistem Calyces pada ginjal. Memakai kaset dan film ukuran 24 x 30 cm dengan posisi AP sama seperti foto abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus terhadap kaset. Kompresi ureter dilakukan dengan tujuan untuk menahan kontras media tetap berada pada sistem Pelvis Calyces dan bagian Ureter proximal. Kompresi ureter diketatkan setelah dilakukan pengambilan foto menit ke-5 b.
Foto menit ke-10 atau ke-15 bila pada foto menit ke-5 kurang baik
Bila pengambilan gambar pada Pelvis Calyces di menit ke-5 kurang baik, foto diambil kembali pada menit ke-10 dengan zonografi untuk memperjelas bayangan. Menggunakan kaset dan film ukuran 24 x 30 cm mencakup gambaran Pelviocalyseal, Ureter, dan Bladder mulai terisi media kontras dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen, CP berada di antara Processus Xypoideus dengan Umbilicus dan CRnya vertikal tegak lurus kaset. c.
Foto menit ke-30
Setelah menit ke-30 kompresi dibuka dan diambil gambar dengan menggunakan kaset dan film ukuran 30 x 40 cm. Di beberapa rumah sakit setelah menit ke-30 diharuskan meminum air yang banyak. Foto ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan ginjal
mengsekresikan media kontras. Dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus kaset. d.
Foto menit ke-60
Setelah masuk menit ke-60 dibuat foto BNO lagi dengan kaset dan film ukuran 30 x 40 cm. Setelah hasil rontgen dikonsultasikan pada radiolog dan dinyatakan normal maka pasien diharuskan mixi kemudian difoto kembali. Jika radiolog menyatakan ada gangguan biasanya dilakukan foto 2 jam. Dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan CRnya vertikal. e.
Foto Post Void
Melakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat menunjukkan adalanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus post haematuri. Dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus kaset. Menit
Uraian
0
Foto polos perut
5
Melihat fungsi ekskresi ginjal. Pada ginjal normal system pelvikaliseal sudah tampak
15
Kontras sudah mengisi ureter dan buli-buli
30
Foto dalam keadaan berdiri, dimaksudkan untuk menilai kemungkinan terdapat perubahan posisi ginjal ( ren mobilis)
60
Melihat keseluruhan anatomi saluran kemih antara lain : filling defect, hidronefrosis, double system, atau kelinan lain. Pada buli-buli diperhatikan adanya indentasi prostat, trabekulasi, penebalan otot detrusor, dan sakulasi buli buli.
PM
Menilai sisa kontras (residu urin) dan divertikel pada buli-buli.
Gambar
a. Foto BNO
b. Foto menit ke 5
Pada menit ke-5, organ yang dinilai meliputi nefrogram dan sistem pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya semiopaque. Yang diamati pada menit ke-5 ini yaitu :
Letak/posisi ren. Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren kiri. Letak keduanya yaitu setinggi V.T12 – V.L3
Ukuran ren
Ssistem pyelocalices (SPC) Normalnya
berbentuk
seperti
mangkuk
(cupping).
Namun
apabila
terjadi
hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung pada derajat hidronefrosisnya.
Ada 4 grade hidronefrosis, 1) Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul. 2) Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening , alias mendatar. 3) Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing , alias menonjol. 4) Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias menggembung.
Gambaran batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu, khasnya yaitu ada filling defek.
Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit yang ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.
Pada menit ke-15 sampai 30, yang nampak yaitu SPC, kedua ureter, dan vesika urinaria. Tapi difokuskan pada pencitraan ureter dan vesika urinaria. Pada ureter, yang diamati yaitu ; 1) Jumlah ureter. 2) Posisi ureter 3) Kaliber ureter.
Diameternya, ukurannya normal atau tidak, atau mengalami pembesaran. 4) Dinding ureter.
Apakah dindingnya licin atau tidak, reguler atau irreguler. 5) Ada tidaknya sumbatan/obstruksi 6) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque.
Kemudian nyatakan bentuk, jumlah, ukuran, dan letak batu. c. foto 15 menit
Contoh penyakit pada menit ke 15-30 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis, ureteritis, cystitis, pembesaran prostat, massa vesikolithiasis, dll. d. Foto 30 menit
b. Cystography Definisi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras, dimana dapat dilakukan beberapa cara antara lain: (1) melalui foto IVP, (2) memasukkan kontras melalui kateter uretra langsung ke buli-buli, dan (3) memasukkan kontras melalui kateter sistostomi atau melalui pungsi suprapubik. Dari sistogram dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah didalam buli-buli yang ditunjukkan oleh adanya filling defect, adanya robekan buli-buli yang terlihat sebagai ekstravasasi kontras keluar dari buli-buli yang lain. Pemeriksaan ini dapat untuk menilai adanya inkontinensia stress pada wanita dan untuk menilai adanya refluks vesiko-ureter. Tujuan pemeriksaan
Menampilkan struktur kandung kemih, struktur infravesika dan organ sekitarnya. Persiapan
Rektum dikosongkan kecuali pada keadaan akut Indikasi
a. Tumor vesika urinaria b. Ruptur vesika urinaria c. Divertikel d. Neurogenic bladder e. Hipertrofi prostat f. Sistitis kronik g. Tumor-tumor vesika urinaria Kontraindikasi
Infeksi akut saluran kemih Teknik
a. Kateterisasi (dengan balon (fooley)/tanpa balon, ukuran tergantung keadaan, biasanya 16 atau 18F), transuretra dan cara pungsi supra pubik b. Kandung kemih dikosongkan c. Menggunakan kontras dengan kepekaan 15%-20% dalam larutan Nacl fisiologis sebanyak 150-250cc
d. Foto dibuat pada posisi AP oblik Macam-macam pemeriksaan cystography
a. Antegrade cystography 1.
Pada pemeriksaan IVP menit ke-30 sesudah kontras masuk
2.
Dipasang kateter pada sistotom
b. Retrograde cystogrphy Kontras dimasukan ke vesica urinaria melalui urethra dengan kateter
c. Uretrografi Definisi
Pemeriksaan radiologi untuk uretra dengan menggunakan media kontras positif yang diinjeksikan ke uretra proksimal secara retrograde Tujuan
Untuk melihat anatomi, fungsi dan kelainan pada uretra. Indikasi
Striktur
Retensi urine
Kelainan kongenital
Fistule
Tumor
Batu uretra
Kontra indikasi
Infeksi akut
Radang uretritis akut
Radang prostat
Penderita terdapat riwayat alergi kontras
Persiapan Pasien
•
Informed consent
•
Tidak perlu perubahan diet dan aktivitas
•
Mengganti pakaian dgn pakaian khusus
Media kontras
Media kontras yang digunakan adalah media kontras positif iodine water souluble. Media kontras dicampur larutan fisiologis dengan perbandingan 1 : 1. Teknik Pemeriksaan Uretrografi 1. Foto Pendahuluan (Polos)
Dilakukan sebelum media kontras dimasukkan dengan tujuan untuk mengetahui persiapan pasien, mengetahui struktur keseluruhan organ sebelum dimasukkan media kontras, mengetahui ketepatan posisi dan menentukan faktor eksposi selanjutnya.
Posisi Pasien : Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP diatur tepat diatas pada garis tengah meja pemeriksaan, dua kaki lurus dan kedua tangan disamping tubuh. Posisi Objek batas atas kaset krista iliaka dan batas bawah kaset sympisis pubis. Kaset : ukuran kaset 24×30 cm Arah sinar tegak lurus dengan kaset. Titik bidik 5 cm diatas symphisis pubis. Jarak fokus dengan film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas. Kriteria : Terlihat seluruh bagian dari kandung kemih, uretra dan gambaran dari tulang pelvis. Setelah dilakukan foto pendahuluan (polos) , langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemasukan media kontras yaitu dengan cara media kontras dimasukkan kandung kemih dengan menggunakan kateter yang telah terpasang melalui uretra kemudian media kontras dimasukkan perlahan dengan spuit. Pengambilan radiograf dilakukan pada saat bersamaan media kontras dimasukkan ke uretra. Proyeksi yang digunakan adalah AP (antero posterior), oblik kanan dan kiri. 2. Proyeksi AP
Tujuan dari proyeksi AP adalah untuk melihat kandung kemih dan seluruh bagian uretra dari pandangan anterior.
Posisi pasien : supine diatas meja pemeriksaan, MSP diatur tetap diatas garis tengah pemeriksaan. Posisi objek batas atas kaset krista iliaka, batas bawah kaset sympisis pubis. Kaset : ukuran 24 x 30 cm, dengan arah sinar tegak lurus kaset atau film, titik pusat sinar 5 cm di atas symphisis pubis. Jarak fokus dengan film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria : Tampak tulang pelvis, ilium, ischium, sacrum dan symphisis pubis. Tampak rongga pelvis, tampak kandung kemih dan uretra yang terisi media kontras dengan kandung kemih tidak superposisi dengan symphisis pubis.
3. Proyeksi Oblik kanan dan kiri
Tujuan dari proyeksi oblik kanan atau kiri adalah untuk menilai bagian uretra dan kandung kemih tidak superposisi dengan simpisis pubis.
Posisi Pasien : tidur terlentang (supine) di atas meja pemeriksaan daerah panggul diatur miring kira-kira 35 – 40 derajat, kekanan/kekiri sesuai dengan posisi oblik yang dimaksud. Salah satu tangan berada di samping tubuh, lengan lainnya di tempatkan menyilang sambil berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Batas atas kaset pada krista iliaka , batas bawah kaset 2 cm di bawah simpisis pubis
Kaset : ukuran 24 x 30 cm dengan arah sinar vertikal tegak lurus kaset. Titik bidik 2 cm arah lateral kanan-kiri dari pertengahan garis yang menghubungkan kedua SIAS dengan MSP menuju tengah kaset atau sejajar dengan border symphisis pubis. Jarak fokus ke film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas. c.
Uretrocystography Definisi
Pemeriksaan radiologi untuk melihat fungsi dari uretra dan vesica urinaria yang mengalami gangguan berupa penyempitan dan sumbatan sehingga menimbulkan gangguan pada uretra dan vesica urinaria. Tujuan
Untuk melihat kelainan pada uretra pars cavernosa, pars membranacea, dan pars prostatica serta VU dengan cara memasukkan kontras melalui kateter atau dapat juga melalui pungsi (menusuk) suprapubik.
Indikasi
1.
Striktur Striktur Uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. penyempitan lumen ini disebabkan karena dinding uretra mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum.
2. Retensi urine 3. Kelainan kongenital 4. Fistule Saluran abnormal yang terbentuk antara dua buah organ yang seharusnya tidak berhubumg. 5. Tumor Kontraindikasi
1. Infeksi akut 2. Recent instrumentation Persiapan Media Kontras
Media kontras yang digunakan pada pemeriksaan bipolar uretrocystografi adalah urografin 76%. Alasan digunakan urografin bukan media kontras jenis non ionik seperti iopamiro,omnipague dan sebagainya adalah kontras di masukkan kedalam vesica urinaria dan uretra tidak melalui aliran pembuluh darah sehingga penggunaan media kontras non ionik pun tidak menimbulkan resiko. Banyaknya media kontras yang digunakan yaitu 350-500cc untuk kontras yang dimasukkan pada vesica urinaria dan 12cc untuk kontras yang dimasukkan pada uretra. Media kontras yang disiapkan untuk kontras yang dimasukkan ke dalam vesica urinaria melalui kateter cystostomi yaitu urografin dengan perbandingan 1:4 volume 200 cc dengan pertimbangan jumlah tersebut sudah mampu mengisi VU secara penuh dan 20cc dengan perbandingan 1:1 untuk kontras yang dimasukkan melalui uretra dengan petimbangan pada volume 20 cc kontras yang dimasukkan melalui uretra jika tidak terdapat sumbatan akan masuk pula kedalam vesica urinaria. Terdapat perbedaan perbandingan konsentrasi antara kontras yang dimasukkan kedalam vesica urinaria dan uretra. Alasan terdapatnya perbedaan itu adalah untuk kontras yang masuk vesica urinaria digunakan lebih encer dengan alasan kandung kemih berupa kantung sehingga media kontras akan tertampung dan dengan pengenceran tersebut sudah dapat memberikan gambaran yang jelas dan menghemat penggunaan media kontras. Sedangkan pada saat dimasukkan lewat uretra, kontras yang dimasukkan lebih pekat, yaitu perbandingan 1:1, alasannya yaitu melihat anatomi dari uretra, jika media kontras yang digunakan pekat diharapkan kontras akan menempel pada mukosa dibandingkan jika media kontras yang diberikan encer, maka kontras tidak bisa menempel pada mukosa dan akan kembali lagi, maka gambaran tidak jelas. Pemasukan Media Kontras
Uretrocystografi bipolar menggunakan 2 arah pemasukan media kontras yaitu cystografi secara antegrade melalui kateter cystotomi dan uretrografi secara retograde yaitu melalui uretra. Kontras yang dimasukkan ke dalam vesica urinaria melalui kateter cystostomy yaitu 200 cc, sedangkan untuk pemasukan kontras kedalam uretra yaitu kontras yang ada pada spuit sebanyak 20 cc didorong secara perlahan melalui meatus uretra eksterna, tetapi kontras hanya mengisi uretra sebanyak 8 cc. pada pemeriksaan bipola uretrocystografi, saat pemasukan kontras kedalam vesica urinaria pasien disuruh
mengejan jika vesica urinaria terasa penuh. Untuk pemasukan media kontras kedalam uretra pasien juga disuruh mengejan kemudian pasien difoto dan media kontras tetap didorong sampai terasa berat untuk mengetahui daerah sumbatan. Gambar
Tampak penyempitan pada urethra pars cavernosa Kesan : stricture urethra
d.
Miksio Sisto Uretrografi (MSU) Tujuan
Untuk melihat refluks vesikoureter, struktur anatomis dinding dan leher kandung kemih, serta keadaan leher kandung kemih dan uretra posterior saat pengisian dan pengosongan kandung kemih Indikasi
1. Didapatkan hasil abnormal pada pemeriksaan urogram ekskretori 2. Terdapat peningkatan tekanan kandung kemih akibat kerja otot detrusor dan sfingter eksterna yang tidak sinergis 3. Terdapat infeksi saluran kemih e.
Retrograd Pielography (RPG) Definisi
Pencitraan system urinaria bagian atas (dari ginjal hingga ureter) dengan cara memasukkan bahan kontras radio-opak langsung melalui kateter ureter yang dimasukan transuretra. Pemeriksaan ini di kerjakan bila pada IVP gambaran ginjal tidak nampak (avisualized/non fungsi). Tujuan
Melihat SPC dan ureter, dapat pula untuk melihat “fistula”. Indikasi
- Jika ada kontra indikasi pembuatan foto PIV atau - PIV belum bias menjelaskan keadaan ginjal maupun ureter, antara lain pada ginjal non visualized. Cara pemeriksaan
Pada RPG dipasang “ureter katether” oleh “ur olog”, kemudian dimasukan “kontras” oleh “radiolog”
Komplikasi
1. Injuri Uretra Penggunaan cystoscopy dengan ukuran besar dan tidak digunakan lubricant (jelly) memungkinkan injuri terjadi. 2. Bladder Injuri Apabila tekanan keras dengan paksaan dilakukan, maka perforasi bladder mungkin terjadi. Hal ini jarang terjadi. 3. Paraphimosis Mungkin terjadi pada pasien yang tidak dicircumsisi. 4. Stricture Urethra Tidak digunakannya lubricant yang cukup dapat menyebabkan lukan dan stricture kemudian. 5. Meatal Stricture Ada stricture urethra.
6. Cystitis Jika tidak dilakukan aseptic maka terjadi peradangan
f.
Antegrad Pyelografi (APG) Definisi
Pencitraan system urinaria bagian atas dengan cara memasukkan kontras melalui system saluran (kaliks) ginjal. Bahan kontras dimasukkan melalui kateter nefrostomi yang sebelumnya sudah tepasang, atau dapat pula dimasukkan melalui pungsi pada kaliks ginjal. Tujuan
-
Memperlihatkan anatomi dan lesi-lesi traktus urinarius bagian proximal
-
Dilakukan
setelah
IVP
gagal
menghasilkan
suatu
diagnosa
yang
kurang
akurat/metode retrograd pyelografi tidak memungkinkan -
Untuk menunjukkan gambar pelvis renalis dan ureter
-
Menunjukkan obstruksi ureter akibat batu
Indikasi pemeriksaan
- Nephrolitiasis - Urethrolitiasis - Pyelonephritis - Hydronephritis
Cara Pemeriksaan
Dipasang “katether” dalam ren oleh “Urolog”, kemudian dimasukan kontras melalui katether oleh “Radiolog”. Gambaran yang dilihat : SPC, Ureter dan Vesica urinaria Terdapat 3 seri pemotretan dengan proyeksi AP dan oblique dengan menggunakan kaset dan film 30 x 40 cm. -
Foto 1 fokus pada renogram dan sistem Pelviocalyceal.
-
Foto 2 fokus pada ureter bagian proximal dan sistem Pelviocalyceal.
-
Foto 3 fokus pada ureter distal dan Vesica Urinaria.
-
Foto terakhir dibuat untuk melihat sekresi ginjal.
Proyekdi Pemeriksaan Antegrade Pyelografi (APG) 1.
2.
Proyeksi AP -
Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan.
-
MSP sejajar dengan pertengahan bucky.
-
Kedua tangan pasien diletakkan di samping tubuh.
-
CRnya tegak lurus terhadap kaset.
-
CP berada pada MSP setinggi Crista Illiaca.
-
FFD=100 cm.
Proyeksi AP Oblique -
Pasien diposisikan semisupine di atas meja pemeriksaan.
-
Atur tubuh pasien sehingga membentuk sudut 45°terhadap meja pemeriksaan.
-
Tekuk lutut yang jauh dari meja pemeriksaan, luruskan kaki yang dekat dengan meja pemeriksaan, tangan yang dekat dengan meja pemeriksaan digunakan sebagai ganjalan kepala, tangan yang jauh dari meja pemeriksaan diletakkan di depan tubuh.
-
CRnya tegak lurus terhadap kaset.
-
CP berada pada 2 inci (5 cm) medial dari SIAS dan 1½ inci (3,8 cm) di atas Crista Illiaca.
-
FFD=100 cm. Hasil Gambaran Radiografi
Terlihat gambaran ginjal yang tidak terpotong dan gambaran dimulai dari nefron sampai blass tetapi tidak ada rentang waktu seperti pemeriksaan BNP-IVP.
2. Pencitraan traktus digestivus a. Oesofagografi
Esofagografi merupakan pemeriksaan esofagus dengan memasukkan bahan kontras. Umumnya dilakukan dengan bahan kontras (+) tunggal tetapi dapat dilakukan juga dengan kontras ganda. Esofagografi ialah pemeriksaan sinar-X yang digunakan untuk menentukan anatomi dari traktus digestif bagian atas. Wanita yang sedang hamil sebaiknya memberitahu dokter yang meminta pemeriksaan serta staf radiologi saat prosedur ini dilakukan. Pemeriksaan ini meliputi pengisian dari esofagus dengan cairan putih (Barium). Hasilnya disebut Esofagogram
Tujuan Esofagografi Untuk menilai kelainan fungsi dan anatomis yang terdapat pada esofagus.
Teknik Pemeriksaan Esofagografi A. Media Kontras : Kontras positif (Barium Sulfat)
Merupakan kontras media positif untuk orang dewasa. Diencerkan dengan air sesuai kebutuhan. Pada esofagus, lumen dengan aliran kuat dan cepat, konsentrasi kontras harus tinggi (1:1 atau 1:2) atau pekat agar aliran cepat dan perlumuran dinding esofagus menjadi tepat sehingga adanya defek dapat terdeteksi.Pada bayi kurang dari setahun, keluhan muntah dan proyektil, digunakan cairan yang mudah diserap (water soluble), dimasukkan lewat dot/sendok/sonde misalnya gastrografin. Dilakukan pada posis supine sehingga perlumuran bagus. Esofagus normal memiliki dinding lumen yang sangat jelas dan outline jelas.
B. Premedikasi : tidak diberikan
C. Persiapan Pasien
Tidak diperlukan persiapan secara khusus.
Pasien minum BaSO4, 1 sendok makan ditunggu 2 menit kemudian difoto AP dan Lateral.
D. Persiapan Alat dan Bahan :
Pesawat X-Ray + Fluoroscopy
Baju Pasien
Gonad Shield
Kaset + film ukuran 30 x 40 cm
Grid
X-Ray marker
Tissue / Kertas pembersih
Bahan kontras
Air Masak
Sendok / Straw ( pipet )
E. Posisi Pasien Erect di
antara meja pemeriksaan yang diatur vertikal dengan layar fluoroskopi.
Diberikan Barium Sulfat, instruksikan untuk minum beberapa teguk, proses ini diikuti dengan posisi recumbent . Posisi ini memungkinkan pengisian esofagus lebih sempurna terutama bagian proksimal dan diperlukan pada klinis esofagus.
F. Teknik Pemeriksaan
Pengambilan gambar Radiografi dilakukan secara penuh/spot foto pada daerahdaerah yang dicurigai ada kelainan dengan posisi: AP/PA, Oblik (biasanya RAO), Lateral.
Bila pemeriksaan dengan kontras ganda, prosedur sama dengan yang di atas, tetapi pada larutan Barium dimasukkan kristal-kristal CO2 atau dapat juga ditelan sebelum meminum cairan Barium
Proyeksi AP/PA
Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari esofagus.
Faktor teknik :
Film 30 x 40 cm memanjang
Moving / Stationary Grid
Shielding : Region Pelvic
Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
Posisi Pasien : Recumbent / Erect
Posisi Object :
MSP pada pertengahan meja / kaset
Shoulder dan Hip tidak ada rotasi
Tangan kanan memegang gelas Barium. Tepi atas film 5 cm di atas Shoulder.
CR : Tegak lurus terhadap kaset
CP : pada MSP, 2,5 cm inferior angulus sternum (T5-6 ) / 7,5 cm Inferior cm Inferior Jugular Notch
FFD : 100 cm
Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12 -15 cm
Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan men elan Barium
Catatan :
Pasien menelan 2/3 sendok Barium kental kemudian diekspose.
Untuk “ full filling ” digunakan Barium encer. Pasien minum Barium dengan straw straw langsung expose expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
Kriteria radiograf :
Struktur : Esofagus terisi Barium
Posisi : Tidak ada rotasi dari pasien (Sternoclavicular Joint simetris simetris )
Kolimasi : Seluruh Esofagus masuk pada lapangan penyinaran.
Faktor eksposi :
Teknik
yang
digunakan
mampu
menampakkan
esofagus
superimposed dengan den gan Th-V Th -Vertebra. ertebra.
Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
Gambar 3. Posisi AP
Proyeksi Lateral
Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari esofagus.
Faktor teknik :
Film 30 x 40 cm memanjang
Moving / Stationary Grid
Shielding : Region : Region Pelvic
Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
Posisi Pasien : Recumbent / Erect (Recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik)
Posisi Objek :
Atur kedua tangan pasien di depan kepala saling superposisi, elbow flexi Mid coronal plane pada plane pada garis tengah meja / kaset.
Shoulder dan Hip dan Hip diatur diatur true lateral, lutut flexi untuk fiksasi.
Tangan kanan memegang gelas Barium
Tepi atas kaset 5 cm di atas Shoulder
CR : Tegak lurus terhadap kaset
CP : pada pertengahan kaset setinggi T 5-6 / 7,5 cm Inferior cm Inferior Jugular Notch
FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12 -15 cm
Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan men elan Barium
Catatan :
Pasien menelan 2/3 sendok Barium kental kemudian di-expose di-expose
Untuk “ full filling ” digunakan Barium encer. Pasien minum minum Barium dengan straw straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
Kriteria radiograf :
Struktur : Esofagus terisi Bariumterlihat diantara C.Vertebral C.Vertebral dan jantung
Posisi :
True lateral ditunjukan dari superposisi kosta Posterior.
Bahu pasien tidak superposisi dengan esofagus
Esofagus terisi media kontras.
Kolimasi : Seluruh Esofagus masuk pada lap.penyinaran
Faktor eksposi :
Teknik yang digunakan mampu menampakkan esofagus secara jelas yang terisi dengan kontras.
Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
Proyeksi RAO (Right Anterior Oblique)
Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari esofagus
Faktor teknik :
Film 30 x 40 cm memanjang
Moving / Stationary Grid
Shielding : Region : Region Pelvic
Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
Posisi Pasien : Recumbent / Erect (Recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik)
Posisi Objek :
Rotasi 35 – 40 derajat dari posisi Prone Prone dengan sisi kanan depan tubuh menempel meja / film.
Tangan kanan di belakang tubuh, tangan kiri flexi di depan kepala pasien, memegang gelas Barium, dengan straw dengan straw pada pada mulut pasien.
Lutut kiri flexi untuk tumpuan.
Pertengahan Thorax diatur pada posisi obliq pd pertengahan IR / meja. Tepi atas kaset 5 cm di atas Shoulder.
CR : Tegak lurus terhadap kaset
CP : pada pertengahan kaset setinggi T 5-6 / 7,5 c m inferior jugular notch
FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12 -15 cm
Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan Barium
Catatan :
Pasien menelan 2/3 sendok Barium kental kemudian diekspose
Untuk “ full filling ” digunakan Barium encer. Pasien minum Barium dengan sedotan langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
Kriteria radiograf :
Struktur : Esofagus terisi Bariumterlihat diantara C .Vertebral dan jantung ( RAO menunjukan gambaran lebih jelas antara Vertebra dan jantung dibandingkan LAO )
Posisi :
Rotasi yang cukup akan menampakkan esofagus diantara C. Vert. & Jantung, jika esofagus superimposed diatas spina, rotasi perlu ditambah.
Bahu pasien tidak superposisi dengan esofagus
Esofagus terisi media kontras.
Kolimasi : Seluruh Esofagus masuk pada lap.penyinaran
Faktor eksposi :
Teknik yang digunakan mampu menampakkan esofagus secara jelas yang terisi dengan kontras.
Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
Proyeksi LAO (Left Anterior Oblique)
Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari esofagus
Faktor teknik :
Film 30 x 40 cm memanjang
Moving / Stationary Grid
Shielding : Region Pelvic
Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
PP : Recumbent / Erect ( Recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik ) Posisi Objek :
Rotasi 35 – 40 derajat dari posisi PA dengan sisi kiri depan tubuh menempel meja / film
Tangan kiri di belakang tubuh, tangan kanan flexi di depan kepala pasien, memegang gelas Barium, dengan straw pada mulut pasien.
Lutut kanan flexi untuk tumpuan.
Pertengahan Thorax diatur pada posisi obliq pd pertengahan IR / meja
Tepi atas kaset 5 cm di atas Shoulder
CR : Tegak lurus terhadap kaset
CP : pada pertengahan kaset setinggi T5-6 / 7,5 cm inferior jugular notch
FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12 -15 cm
Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan Barium
Catatan :
Pasien menelan 2/3 sendok Barium kental kemudian diekspose
Untuk “ full filling ” digunakan Barium encer. Pasien minum Barium dengan sedotan langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
Kriteria radiograf :
Struktur : Esofagus terisi Barium terlihat diantara sekitar hilus paru dan C.Vertebral
Posisi : Bahu pasien tidak superposisi dengan esofagus, esophagus terisi media kontras.
Kolimasi : Seluruh Esofagus masuk pada lap.penyinaran
Faktor eksposi :
Teknik yang digunakan mampu menampakkan esofagus secara jelas yang terisi dengan kontras, menembus bayangan jantung.
Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
Indikasi dan Kontra Indikasi Esofagografi A. Indikasi:
Esofagografi (Barium Swallow) dilakukan untuk memeriksa pasien yang secara klinis diduga mengalami kelainan esofagus baik karena infeksi, kongenital, trauma, neoplasia, maupun metabolik. Indikasi esofagografi antara lain:
Atresia Esofagus Biasanya diketahui pada waktu pemberian minuman pertama kali pada saat bayi lahir. Setelah minum bayi tersebut akan muntah. Pada esofagografi akan tampak esogafus yang buntu.
Fistula Trakheo-Esofagei Fistula Trakeo-Esofagei ialah terdapatnya hubungan antara esofagus dan trakhea. Pada bayi ini, saat pertama kali diberi minum ASI akan terjadi refleks batuk dan muntah. Pada pemeriksaan ini tidak boleh menggunakan kontras BaSO4 karena tidak larut dalam air, yang dapat masuk ke trakea menuju paru-paru dan merangsang terjadinya pneumonia. Bahan kontras yang dipakai harus larut dalam air, seperti: dionosil, gastrografin.
\
Gambar 8. Fistula Trakheo-Esofagei
Ulkus Esofagus Ulkus esofagus merupakan ulkus pada dinding esofagus yang disebabkan oleh asam lambung yang disekresi oleh sel-sel lambung. Pembentukan ulkus juga berhubungan dengan bakteri H. Pylori di lambung, obat-obat anti inflamasi, dan merokok. Nyeri pada ulkus biasanya tidak berhubungan dengan luas atau beratnya lesi. Dapat dijumpai dalam bentuk bentuk: additional defect , star formation, dan spastik (mengkerut). Bila terdapat ulkus pada esofagus misalnya pada posisi jam 12 dan bila difoto dengan posisi jam 3 atau 9 akan terlihat penonjolan ke luar dinding (additonal defect), sedang bila difoto pada posis jam 6 tampak lubang dengan garisgaris di sekitarnya dan membentuk gambaran bintang (star formation), di mana garisgaris tersebut sebenarnya adalah sikatriks. Selain itu dapat pula terlihat di sekitar dinding ulkus terdapat dinding esofagus yang tidak mau berkontraksi (spastik).
Gambar 9. Ulkus Esofagus
Divertikula Esofagus Pada foto dengan kontras BaSO4 terlihat gambaran additional defect berupa kantong-kantong pada dinding esofagus. Divertikula disebabkan oleh traction atau tarikan keluar, yaitu bila ada radang/abses yang sudah sembuh dan kemudian terjadi jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik inilah yang akan menarik dinding esofagus. Selain itu divertikula dapat disebabkan oleh pulsion atau dorongan dari dalam, yaitu jika ada proses radang atau benda asing yang tidak diambil setelah beberapa bulan.
Gambar 10. Divertikula Esofagus
Spasme Esofagus Penyempitan esofagus bagian distal, biasanya terdapat pada dewasa muda. Terjadinya spasme ini disebabkan oleh faktor psikis. Jadi, tidak ada kelainan anatomis. Letak spasme biasanya pada 1/3 distal esofagus.
Gambar 11. Spasme Esofagus
Sriktur Esofagus Dapat terjadi pada semua umur. Terjadi kelainan anatomis dengan gambaran pada foto berupa mouse tail appearance (ekor tikus). Untuk membedakan striktur dengan spasme dapat diberikan muscle relaxan (buscopan i.v). jika melebar berarti spasme sedangkan bila tetap kecil atau sempit berarti striktura. Selain itu pada striktura, dinding tidak licin. Penyebab striktur esofagus dapat berupa peradangan, trauma, atau proses keganasan.
Gambar 12. Striktur Esofagus
Achalasia Esofagus Striktura dengan kelainan anatomis kongenital. Kelainan terjadi pada Pleksus Aeurbachi Mesentericus, bila letaknya lebih bawah disebut achlasia gastrik. Terdapat gambaran mouse tail appearance karena tidak terjadi peristaltik dan dilatasi regio diatas bagian yang aganglionik. Kelainan ini mirip dengan megakolon kongenital.
Gambar 13. Achalasia Esofagus
Varises Esofagus Biasanya terjadi pada orang dewasa tua, keadaan sirosis hepatis, gizi buruk, kurus, dan muntah darah. Predileksi letak tersering ialah pada 1/3 distal esofagus. Terjadi susunan yang berbentuk batu bata disebut cobble stone appearance. Terdapat filling defect berupa lusensi. Pada valsava test tampak gambaran di atas yang menetap. Caranya lubang hidung ditutup kemudian berusaha mengeluarkan nafas sehingga rongga Thoraks membesar, akibatnya vasa esofagus juga membesar sehingga tampak gambaran cobble stone appearance. Varises esofagus disebabkan oleh Hipertensi portal. Di sini tekanan menjadi meningkat sehingga terjadi bendungan sirkulasi portal dan cabang-cabang berikutnya
membentuk lingkaran yang memberi gambaran bentuk cacing (worm like). Varises esofagus merupakan komplikasi tersering dari sirosis hepatis.
Gambar 14. Varises Esofagus
Massa (tumor) Esofagus a) Tumor Jinak Berupa polip (tunggal), poliposis (banyak), batas tepi jelas, dan tidak terjadi erosi dasar. b) Tumor Ganas (Carcinoma Esofagus) Biasanya terdapat pada orang tua, laki-laki > wanita, pada esofagus 1/3 distal. Tipe yang terbanyak berupa adenokarsinoma. Gambaran Radiologis:
Outline mukosa menjadi ireguler dan terjadi defek multipel pada lumen.
Bila tumornya pada satu sisi disebut fungioid, dua sisi disebut annulair, bila pertumbuhannya menyerupai polip disebut polipoid.
Bagian esofagus sebelah proksimal dari tumor akan melebar sedangkan bagian yang ada tumornya menyempit. Daerah lesi bila diberi buscopan tidak melebar.
Bagian esofagus yang tersering ialah pada anastomose anterior esofagus dan gaster (esofagogaastric junction).
terjadi pada 1/3 distal esofagus karena terjadi perubahan epitel dari squamoskolumner yang menjadi tidak terkendali dan mengalami perubahan ke arah
keganasan.
Gambar 15. Tumor Esofagus
B. Kontra Indikasi :
Megaesofagus
Regurgitasi
Pasien dengan suspek perforasi
2.6 Komplikasi Esofagografi Esofagografi
biasanya
merupakan
pemeriksaan
yang
aman,
namun
seperti
pemeriksaan lainnya, kadang-kadang dapat ditemui komplikasi. Dokter sebaiknya dapat mengenali gejalanya sehingga dapat segera diberikan terapi. Komplikasi esofagografi di antaranya:
Reaksi alergi atau anafilaksis dapat terjadi pada orang yang alergi terhadap Barium yang diminum.
Konstipasi.
Aspirasi Barium pada trakea.
b. OMD (Oesophagus Maag Duodenum) Definisi
Pemeriksaan secara radiografi dengan menggunakan media kontras (positif dan negatif) untuk
menampakkan
kelainan
pada
lambung.
Indikasi
a.
Disfagia
b.
Suspek refluks gastroesophagus
c.
Post operasi esophagus
d.
Dispepsia
e.
Suspek neoplasma esophagus, gaster dan duodenum
f.
Hernia hiatal
g.
Stenosis pylorus
h.
Tukak lambung
Kontraindikasi
a.
Suspek perforasi tidak boleh menggunakan BaSO4 tetapi menggunakan water soluble kontras (urografin, iopamiro )
b.
Obstruksi usus besar
Persiapan Pemeriksaan a.
Persiapan Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan (kooperatif). Dua hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk mencegah pembentukan gas akibat fermentasi
Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air, pasien puasa 8-9 jam sebelum pemeriksaan
Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat - obatan yang mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi,dll.
Sebaiknya colon bebas dari fecal material dan udara bila perlu diberikan zat laksatif.
Tidak boleh merokok (nikotin merangsang sekresi saliva)
Prosedur Pemeriksaan a. Single Kontras
Pada pemeriksaan kontras tunggal (Single Contras), pasien diminta minum suspensi barium sulfat kental. Dengan fluoroskopi, kontras tersebut diikuti sewaktu melewati esophagus sampai tercapai persambungan esofagogastrik kemudian dibuat potret isi penuh. Pada foto isi penuh ini terdapat dua indentasi, yaitu oleh arkus aorta dan oleh cabang-cabang bronkus besar.
Esophagus isi penuh Setelah menunggu kontras sudah hampir habis, dibuat potret lagi dan akan
memberikan gambaran selaput lendir esophagus yang normalnya sejajar. Jika terdapat tumor pada lumen esophagus akan terdapat gambaran SOL (space occupying lesion). Pinggir SOL yang rata menandakan benignitas sedangkan pinggir yang tidak rata menandakan malignitas.
Selaput lendir sejajar bila normal
b. Double Kontras Foto kontras ganda baik digunakan untuk memperlihatkan ulkus atau tumor yang kecil. Pasien diminta minum suspensi yang lebih encer. Foto harus dibuat dalam berbagai posisi agar sesedikit mungkin membuat kesalahan diagnosis, yaitu dalam keadaan tegak (erect ), terlentang ( supine) agak miring, telungkup ( prone) agak miring.
Posisi tegak (erect )
Posisi telentang
Posisi telungkup
Sketsa foto lambung
C. Apendikogram
Definisi
Teknik radiografi untuk menunjukkan anatomi appendiks menggunakan media kontras positif Barium Sulfat yang dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau skibala. Tujuan •
Melihat lumen dan mukosa appendik
•
Penebalan dinding mukosa appendik
•
Penyempitan lumen appendik
•
Sumbatan usus oleh fekalit
•
Kontras dengan mengisi lumen (filling), mengisi sebagian (partial filling), tidak dapat mengisi (non-filling)
Indikasi
Appendicitis akut atau kronis
Kontraindikasi •
Hamil
•
Pasien yang dicurigai adanya perforasi
Media Kontras –
Barium sulfat (±250 gram) + 120-200cc air atau bahan kontras dengan perbandingan BaSO4 dengan perbandingan 1:4 sampai 1:8
Persiapan –
48 jam sebelum pemeriksaan => makan makanan lunak tidak berserat (bubur kecap)
–
Sehari sebelum pemeriksaan, diberi BaSO4 yang dilarutkan dalam air masak, diminum pada jam 20.00 WIB setelah itu puasa. Sebelum minum obat, pasien BAB dulu
–
Setelah minum obat, pasien puasa sampai pemeriksaan dilakukan. Selama ini pasien tidak boleh BAB
–
Pagi hari berikutnya, pasien datang ke bagian radiologi jam 08.00 WIB untuk dilakukan pemeriksaan.
–
Dihindari banyak bicara dan merokok
Posisi pemeriksaan
b.
PA/AP Struktur yang tampak –
Colon bagian transversum harus diutamakan terisi barium pada posisi PA dan terisi udara pada posisi AP dengan teknik do uble contras
–
c.
Seluruh luas usus harus nampak termasuk flexura coli sinistra
RPO Struktur yang tampak : –
Flexura colica sinistra dan Descending portion harus terlihat terbuka tanpa superimposition yang significant
d. LPO
Temuan appendicogram pada appendicitis :
Non filling appendiks Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran edema mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut
Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan
Normal apendiks
D. Colon in Loop Definisi
Teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mendapatkan gambaran anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon. Indikasi
1.
Colitis, adalah penyakit-penyakit inflamasi pada colon, termasuk didalamnya colitis ulseratif dan colitis crohn.
2.
Carsinoma atau keganasan.
3.
Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding colon, terdiri atas lapisan mukosa dan muskularis mukosa.
4.
Mega colon adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi karena tidak adanya sel ganglion dipleksus mienterik dan sub mukosa pada segmen colon distal.
5.
Obstruksi atau Ileus adalah penyumbatan pada daerah usus besar.
6.
Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke bagian usus itu sendiri.
7.
Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.
8.
Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus ke bagian usus yang lain.
9.
Atresia adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya ada.
10.
Intussusepsi adalah gangguan mekanis pada bayi yang sering disebabkan oleh cacat kelahiran dimana adanya pembesaran saluran usus didaerah distal.
Kontra Indikasi
Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara mendadak dan dengan tekanan
1.
tinggi, juga terjadi karena pengembangan yang berlebihan. Obstruksi akut atau penyumbatan.
2.
Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in Loop adalah untuk membersihkan colon dari feases, karena bayangan dari feases dapat mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal sehingga dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect. Menurut Rasad (1999), prinsip dasar pemeriksaan Colon in Loop memerlukan beberapa persiapan pasien, yaitu : 1.
Mengubah pola makanan pasien Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan rendah lemak untuk menghindari terbentuknya bongkahan-bongkahan tinja yang keras (48 jam sebelum pemeriksaan)
2. Minum sebanyak-banyaknya Absorbi air terbanyak terjadi pada kolon, dengan pemberian air minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek 3. Pemberian obat pencahar Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja. Pencahar mutlak diberikan pada pasien dengan keadaan : rawat baring yang lama, sambelit kronis, orang tua (18 jam sebelum pemeriksaan dan 4 jam sebelum pemeriksaan)
4. Seterusnya puasa sampai pemeriksaan agar kolon kosong sehingga gambaran anatomi dari kolon terlihat dengan jelas 5. 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 – 1mg/oral untuk mengurangi pembentukan lendir 6. 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi injeksi obat yang menurunkan peristaltic usus sehingga saat memasukan barium tidak dikeluarkan kembali. Persiapan bahan
1.
Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan konsentrasi antara 12-25% W/V untuk kontras tunggal dan 70 – 80 % W/V (Weight /Volume) untuk kontras ganda. Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya colon, kurang lebih 600 – 800 ml
2.
Air hangat untuk membuat larutan barium
3.
Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat kanula dimasukkan kedalam anus.
Proyeksi Radiograf
Pemeriksaan Colon in Loop untuk proyeksi awal cukup dilakukan degan posisi full filling AP-PA, seteah itu bila ditemukan kelainan atau kejanggalan baru dilakukan positioning sesuai dengan letak kelainan yang ditemukan. 1. Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA) Posisi pasien
: Pasien diposisikan supine/prone di atas meja
pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Posisi objek
: Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah adalah symphisis pubis.
2. Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO) Posisi pasien
: Posisi pasien telungkup di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35˚45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi. Posisi objek
: MSP pada petengahan meja
3. Proyeksi LAO Posisi pasien
: Pasien ditidurkan telungkup di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan kurang lebih 35˚ - 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan tangan di depan tubuh berpegangan pada meja pemeriksaan, kaki kanan ditekuk sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus. Posisi objek
: MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
4. Proyeksi LPO Posisi pasien
: Pasien diposisikan supine kemudian
dirotasikan kurang lebih 35 - 45 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi. Posisi objek
: MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
5. Proyeksi RPO. Posisi pasien
: Posisi pasien supine di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35 45 terhadap meja pemeriksaan.Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi. Posisi objek
: MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
6. Proyeksi Lateral. Posisi pasien
: Pasien diposisikan lateral atau tidur miring
Posisi Objek
: Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada
pertengahan grid, genu sedikit fleksi untuk fiksasi.
7. Proyeksi Left Lateral Dicubitus (LLD) Posisi pasien
: Pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur
miring ke kiri dengan bagian abdomen belakang menempel dan sejajar dengan kaset. Posisi objek
: MSP tubuh berada tepat pada garis tengah grid.
8. Proyeksi Antero Posterior Aksial. Posisi pasien pemeriksaan
: Posisi pasien supine di atas meja
Posisi objek
: MSP tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Atur pertengahan kaset dengan menentukan batas atas pada puncak illium dan batas bawah symphisis pubis. .
9. Proyeksi Postero Anterior Aksial. Posisi pasien
: Pasien tidur telungkup di atas meja
pemeriksaan Posisi objek
: MSP tubuh berada tepat pada garis tengah
meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus disamping tubuh dan kaki lurus kebawah. MSP objek sejajar dengan garis tengah grid, pertengahan kaset pada puncak illium.
E. Lopografi Definisi
Teknik pemeriksaan secara radiologis pada daerah colon dari colostomy dengan memasukkan kateter Foley beberapa centimeter pada daerah stoma Tujuan Pemeriksaan
Untuk melihat
anatomi dan fisiologi colon sehingga dapat membantu
menentukan tindakan medis selanjutnya Persiapan Pasien
Pemeriksaan Lopografi tidak memerlukan persiapan khusus. Hanya saja pada saat pemeriksaan diharuskan untuk membebaskan daerah yang diperiksa dari benda benda yang dapat menimbulkan artefak. Media kontras
Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium sulfat dengan konsentrasi antara 70 – 80 W/V % Weight /Volume. Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya colon distal. Teknik Pemeriksaan
Proyeksi Radiograf yang digunakan pada pemeriksaan lopografi adalah sebagai berikut : 1).
Proyeksi Antero posterior Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan Posisi objek : MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada pada pertengahan meja
pemeriksaan.
Kedua tangan lurus disamping tubuh atau dilipat ke arah dada.
Batas atas
: Processus Xypoideus
Batas bawah
: Sympisis pubis
Central Ray
: Vertikal terhadap kaset
Central point : Pertengahan kedua crista iliaka FFD
: 100 cm
Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan nafas.
Kriteria
:menunjukkan seluruh kolon terlihat, termasuk fleksura dan kolon
sigmoid.
Posisi Pasien Pada Proyeksi Antero Posterior 2). Proyeksi Postero Anterior Posisi pasien : Prone diatas meja pemeriksaan Posisi objek :
MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan.
Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah.
Batas atas : Processus Xypoideus Batas bawah
: Sympisis pubis
Central Ray
: Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Central point
: Pertengahan kedua crista iliaka
FFD
: 100 cm
Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan na fas. Kriteria
:seluruh kolon terlihat termasuk fleksura dan rektum.
Posisi Pasien Pada Proyeksi Postero Anterior
3). Proyeksi LPO Posisi pasien : Supine di atas meja pemeriksaan lalu pasien diposisikan 350450 tehadap meja pemeriksaan. Posisi objek :
MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan. Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah.
Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan.
Kaki kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.
Batas atas : Processus Xypoideus Batas bawah
: Sympisis pubis
Central Ray
: Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Central point : Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua crista illiaca Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan nafas.
Posisi Pasien Pada
Proyeksi Left
Posterior Obliq 4). Proyeksi RPO Posisi pasien : Supine di atas meja pemeriksaan kemudian pasien diposisikan 350-450 tehadap meja pemeriksaan Posisi objek :
MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan. Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah.
Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja.
Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi.
Batas atas : Processus Xypoideus Batas bawah
: Sympisis pubis
Central Ray
: Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Central point : 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah antara kedua krista iliaka Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas. Kriteria
: menunjukkan tampak gambaran fleksura lienalis dan kolon
asenden.
Posisi Pasien Pada Proyeksi Right Posterior Obliq 5). Proyeksi RAO Posisi pasien : Prone di atas meja pemeriksaan lalu pasien diposisikan 350450 tehadap meja pemeriksaan Posisi objek :
MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan. Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah.
Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja.
Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi.
Batas atas : Processus Xypoideus Batas bawah
: Sympisis pubis
Central Ray
: Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Central point : Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua krista illiaka Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas. Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika kan an terlihat sedikit superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi PA dan tampak juga daerah sigmoid dan kolon asenden.
Posisi Pasien Pada Proyeksi Right Anterior Obliq 6). Proyeksi LAO Posisi pasien : Prone di atas meja pemeriksaan kemudian pasien diposisikan 350-450 tehadap meja pemeriksaan Posisi objek :
MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan. Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah.
Tangan kiri lurus di samping tubuh dan tangan tangan menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja.
Kaki kiri lurus ke bawah dan kanan sedikit ditekuk untuk fiksasi.
Batas atas
: Processus Xypoideus
Batas bawah
: Sympisis pubis
Central Ray
: Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Central point : Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua krista illiaka Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas. Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak sedikit superposisi bila dibanding pada proyeksi PA, dan daerah kolon desenden tampak.
Posisi Pasien Pada
Proyeksi Leftt Anterior
Obliq 7). Proyeksi Lateral Posisi pasien : Lateral di atas meja pemeriksaan Posisi objek :
MCP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan.
Genu sedikit di flexikan untuk fiksasi,
Batas atas : Processus Xypoideus Batas bawah
: Sympisis pubis
Central Ray: Vertikal tegak lurus terhadap kaset Central point :: Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior superior (SIAS). Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napa Kriteria : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rectosigmoid pertengahan radiograf.
pada
Posisi Pasien Pada Proyeksi Lateral 8). Proyeksi AP Axial (Butterfly Positions) Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan Posisi objek :
MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada pada pertengahan meja pemeriksaan.
Kaki diluruskan, tangan diletakan di dada pasien.
Batas atas : Processus Xypoideus Batas bawah
: Sympisis pubis
Central Ray: 300 – 400 chepalad Central point : Titik 2 inchi inferior pertengahan kedua crista iliaka pada MSP FFD
: 100 cm
Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan nafas. Kriteria
:memperlihatkan daerah rectosigmoid lebih jelas, dengan
superposisi yang berkurang dibandingkan proyeksi AP.
Posisi Pasien Pada Proyeksi AP Axial
F. Fistulografi Definisi
Pemeriksaan secara radiografi dengan menggunakan kontras media dari saluran abnormal yang menghubungkan antara dua area dan dapat terjadi di berbagai jaringan atau organ tubuh.
Tujuan
Untuk melihat dan menunjukan lokasi, luas, dan panjang dari fistula didalam tubuh. Indikasi
adanya penyakit kronik
infeksi anatomi post operasi
carcinoma
diverticulitis
cacat bawaan (kelainan kongenital
Kontraindikasi
infeksi berat pada fistula yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat
alergi pada bahan kontra
Media kontras
Urografin 60 % sebanyak 2 ampul Persiapan pasien
Fistulografi internal
1 hari sebelum pemeriksan, pasien harus makan makanan yang lunak dan tidak berserat
malam hari jam 20.30 makan garam inggris atau dulcolax tablet 6 buah
makan terakhir jam 22.00
saat pasien datang ke unit radiologi, lakukan plain foto (abdomen polos)
Pada pemeriksaan fistulografi eksternal tidak di lakukan persiapan khusus. Metode pemasukan bahan kontras
Metode Saxon Basil Stickland
persiapkan alat dan bahan
bersihkan bagian yang ingin disuntikan bahan kontras
beri marker pada daerah tersebut
suntikan media kontras secara perlahan-lahan dan lakukan fluoroscopy
ambil foto I , foto II dan seterusnya
Tujuan pemasukan media kontras adalah untuk memperlihatkan fistula pada daerah perianal.
Pemasukan media kontras dimulai dengan membersihkan daerah sekitar fistula dengan
betadine. Media kontras dimasukkan ke dalam muara fistula kira-kira sedalam 2-3 cm secara
perlahan-lahan melalui kateter yang sudah diberi jeli dan diikuti dengan fluoroskopi. Kemudian media kontras disuntikan perlahan-lahan sehingga media kontras masuk
dan memenuhi lubang fistula yang di tandai dengan menetesnya media kontras dari lubang fistula.
Proyeksi pemeriksaan
Fistulografi internal a. Proyeksi AP
Ukuran film 24 x 30 cm
Posisi pasien : pasien supine atau prone di atas meja pemeriksaan
Posisi Objek : MSP tubuh pasien tepat pada MLT , sentrasi dipusatkan pada kaset setinggi L2
Central Ray : Vertikal tegak lurus bidang kaset
Central Point : pada L3 atau setinggi umbilicus
b. Proyeksi Lateral
Ukuran film 24 x 30 cm
Posisi pasien : pasien di posisikan true lateral atau posisi pasien miring menghadap salah satu sisi
Posisi Objek : MCP tubuh berada pada MLT, sentrasi dipusatkan pada kaset setinggi L2, Fleksikan genue pasien supaya pasien nyaman dan posisi pasien true lateral, dan letakkan tangan pasien di depan kepala atau bawah kepala.
Central Ray : vertikal tegak lurus bidang kaset
Centra Point : pada L3 setinggi umbilicus
c. Proyeksi Oblique
Ukuran film 24 x 30 cm
Posisi pasien : pasien supine diatas meja pemeriksaan, lalu posisi tubuh pasien di miringkan sebesar 45 derajat ke salah satu sisi (kiri ataupun kanan)
Posisi objek : MSP tubuh berada pada MLT, sentrasi dipusatkan pada pertengahan SIAS dan symphisis pubis, salah satu tubuh pasien diposisikan miring sebesar 45 derajat (kiri ataupun kanan), dan letakkan tangan pasien di depan kepala
Central Ray : Vertikal tegak lurus bidang kaset
Central Point : pada pertengahan SIAS dan symphisis pubis Fistulografi eksternal Teknik balon pada fistulografi eksternal :
1.
Posisi pasien supine diatas meja pemeriksaan.
2.
Balon kateter diberi udara secukupnya ( agak besar sedikit dari rongga mulut luka ).
3.
Masukkan ujung distal kateter kedalam rongga luka, lalu diplester.
4.
Dengan bantuan tangan pasien atau petugas, balon ditekan dengan kuat.
5.
Hubungkan ujung proksimal kateter dengan spuit yang telah diisidengan bahan kontras.
6.
Injeksikan bahan kontras perlahan-lahan, dengan pantauan fluoroscopy tampak bahan kontras bergerak masuk keusus halus, pada saat ini diekspos ketika pasien tahan nafas.
7.
Kontras diinjeksikan lagi, dengan patauan fluoroscopy tampak bahan kontras masuk ke colon ascendens dan diekspos pada saat pasien tahan nafas.
8.
Pasien diposisikan oblique kiri, lalu kontras diinjeksikan perlahan-lahan dan tampak pada TV monitor kontras mengisi usus halus dan menuju colon ascendens. Memasukkan media kontras
Teknik pemeriksaan membuat foto pendahuluan sebelum media kontras dimasukkan ke dalam saluran fistula dengan proyeksi AP. Memasukan media kontras dengan kateter atau abocath melalui muara dari fistula biasanya diikuti dengan menggunakan fluoroskopi. Lakukan pemotretan pada saat media kontras penuh saluran fistula. Hal ini dapat dilihat pada layar fluoroscopi dan ditandai dengan keluarnya media kontras melalui muara fistula. Jumlah media kontras yang dimasukkan tergantung seberapa luas fistula tersebut.
Foto pendahuluan AP Proyeksi Pemeriksaan
a. Proyeksi AP Proyeksi AP pre pemasukan media kontras bertujuan untuk melihat struktur anatomi, persiapan pasien & penentuan faktor eksposi yang tepat. Sedangkan Proyeksi AP post pemasukan media kontras bertujuan untuk mengetahui arah fistula apakah mengarah ke kanan atau ke kiri serta untuk melihat penampang fistula dari depan. Pasien supine diatas meja pemeriksaan. Kedua tangan diatas dada dan kedua kaki lurus. Pelvis diataur simetris terhadap meja pemeriksaan. Kedua kaki diendorotasi 15° -20° kecuali ada fraktur atau dislokasi hip joint. CR (central ray) vertikal tegak lurus kaset. CP (central point ) pada pertengahan kedua SIAS. FFD 100 cm dan ekspose pada saat pasien diam. Kriteria: tampak pelvis tidak rotasi, daerah proksimal femur, trokhanter.mayor dan minor, sakrum dan kogsigis segaris dengan simpisis pubis, foramen obturatorium simetris, kedua spina iliaka sejajar.
Proyeksi AP b. Proyeksi Lateral Bertujuan untuk memperlihatkan arah fistula apakah mengarah ke depan atau ke belakang. Pasien tidur miring disalah satu sisi yang akan difoto, kedua lengan ditekuk keatas untuk bantalan kepala. MSP (mid sagital plane) sejajar meja pemeriksaan dan bidang axial dipertengahan meja pemeriksaan. CR (central ray) vertikal tegak lurus kaset. CP (central point) pada daerah perianal kira-kita MAL (mid axilla line) setinggi 2-3 inchi diatas simpisis pubis. FFD 90 cm dan ekspos pada saat pasien diam.
Proyeksi Lateral
Kriteria : tampak pelvis dan daerah proksimal femur, sakrum dan kogsigis, bagian belakang ischium dan illium saling superposisi, lingkar fossa yang besar berjarak sama dari lingkar fossa yang kecil.
Tempat abses dan fistula anorektal
c. Proyeksi Oblik Bertujuan untuk melihat hubungan antara fistula yang satu dengan fistula yang lain jika kemungkinan terdapat beberapa fistula. Proyeksi ini juga dapat memperlihatkan kedalaman fistula yang mengarah ke samping.
Pasien prone kemudian dirotasikan kesalah satu sisi yang diperiksa untuk menunjukkan letak fistula ± 45°. Lengan yang dekat dengan film diatur dibawah kepala untuk bantalan sedangkan yang lain menyilang didepan tubuh. Kaki yang dekat dengan film menempel meja pemeriksaan, kaki yang lain ditekuk untuk menopang tubuh. Pelvis diatur 45° terhadap meja pemeriksaan. CR (central ray) vertikal tegak lurus kaset. CP (central point) pada daerah perianal kira-kita MAL (mid axilla line) setinggi 2-3 inchi diatas simpisis pubis. FFD 90 cm dan ekspos pada saat pasien diam Kriteria : tampak hip joint dan femur superposisi, kedua iliaka tidak berjarak sama, tampak foramen obturatorium tidak simetris, sakrum dan kogsigis tidak segaris dengan simpisis pubis.
Posisi oblique d. Proyeksi Chassard-Lapine Method Pasien
duduk
diatas
meja
pemeriksaan.
Kedua
tangan
lurus
kebawah
menggenggam lutut. Pasien membungkukkan punggung semaksimal mungkin sampai simpisis pubis menyentuh meja pemeriksaan. Sudut yang dibentuk antara pelvis dengan sumbu vertikal ± 45°. CR (central ray) vertikal tegak lurus kaset. CP (central point) melalui lumbosakral menembus trokhanter mayor. FFD 90 cm dan ekspos pada saat pasien diam. Kriteria : tampak kaput femur, asetabulum, keseluruhan pelvis sampai bagian proksimal dari femur, pelvis tidak mengalami rotasi, kedua trokhanter mayor berjarak sama dari pertengahan kaset atau sacrum.
Proyeksi Chassard-Lapine Method e. Proyeksi Taylor Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan kedua tangan diletakkan diatas dada dan kedua kaki lurus. Pelvis diatur sehingga tepat AP. Kedua krista iliaka kanan dan kiri berjarak sama terhadap meja pemeriksaan dan MSP berada dipertengahan meja pemeriksaan. CR (central ray) menyudut 30° chepalad. CP (central point) pada 2 inchi di bawah batas atas dari simpisis pubis. FFD 90 cm dan ekspos pada saat diam.
Proyeksi taylor
Kriteria : tampak tulang pubis dan iskhium mengalami magnifikasi, tampak tulang pubis superposisi dengan sakrum dan kogsigis, tampak foramen obturatorium simetris, tampak tulang pubis dan ischium dekat dengan film dan tampak hip joint.
Gambar 3.8 Fistula berdasarkan tempatnya
Fistula perianal G. Histerosalpingorafi Definisi
Histerosalpingografi merupakan test pencitraan dengan menggunakan kontras media dan teknik radiografi untuk memperlihatkan cavum uteri dan lumen tuba fallopi. Pemeriksaan ini terbanyak dilakukan untuk mengevaluasi/menilai potensi tuba dan normal atau tidaknya cavum uteri pada wanita infertil.
Indikasi
HSG digunakan secara umum dalam mengevaluasi infertilitas. HSG menjadi prosedur terbaik untuk pencitraan tuba uterina. Indikasi lain dari pemeriksaan HSG ini dapat digunakan dalam kasus seperti nyeri pada traktus pelvis, anomali pada menstruasi, juga dapat digunakan sebagai kontrol pre operasi pada wanita yang akan menjalani operasi tuba fallopi dan memonitor pasca operasi tuba. Pada kasus infertilitas HSG untuk menggambarkan tuba fallopi dan salurannya sampai ke cavum peritoneum, pada kasus abortus berulang menggambarkan apakah ada kelainan bawaan pada cavum uteri. Indikasi HSG yang paling sering ialah dalam ginekologi, baik sterilitas primer maupun sekunder, untuk melihat potensi tuba. Pada tuba yang paten akan terjadi pelimpahan kontras dari tuba ke dalam rongga peritoneum. Hal ini akan memberikan gambaran yang khas karena bahan kontras akan tersebar di antara lingkaran-lingakaran usus di dalam perut. Selain itu, HSG memberikan gambaran tentang kelainan-kelaianan uterus dan kanalis servisis. Dengan demikian, kelainan-kelainan bawaan uterus dapat diketahui. Kadangkadang HSG juga dikerjakan sesudah operasi tuba untuk sterilitas guna menentukan berhasilnya tindakan operatif. Sekarang HSG juga perlu dilakukan pada kasus-kasus inseminasi buatan. Sebelum melakukan inseminasi, sebaiknya dilakukan HSG untuk melihat kelainan pada traktus genitalis. Selain itu HSG terbukti mempunyai efek terapeutik, kehamilan sering terjadi sesudah pemeriksaan HSG dilakukan. Kemungkinan besar kontras membuka secara mekanis obstruksi-obstruksi yang disebabkan oleh sekret, melepaskan adhesi yang ada di dalam tuba, meluruskan bengkokan tuba dan menimbulkan gerakan peristaltik yang lebih aktif karena masuknya bahan kontras. Kontraindikasi
Proses-proses inflamasi yang akut pada abdomen merupakan kontra indikasi. Pada hamil muda, pemeriksaan ini tidak boleh dikerjakan, karena ada bahan yang merangsang abortus dan radiasi terhadap fetus tinggi. Kontra indikasi lainya ialah perdarahan per vaginam yang berat.. Jika ada perdarahan, maka bahan kontras bisa masuk ke dalam vena uterina dan vena ovarii, masuk dalam vena kava inferior, jantung sebelah kanan, kemudian masuk ke dalam paru-paru.
Bahan Kontras
Sekarang oleh ahli radiologi di Indonesia lebih banyak dipakai bahan kontras cair dalam air yaitu, urografin 60% (meglumin diatrizoate 60% atau sodium diatriozate 10%. Bahan kontras ini sifatnya encer, memberikan opasitas yang memuaskan dan mudah masuk ke dalam tuba dan menimbulkan perubahan kontras ke dalam rongga peritoneum dengan segera. Pada tahun-tahun yang terakhir ini dipakai juga bahan kontras lipiodol ultrafluid untuk pemeriksaan HSG. Bahan kontras ini juga dipakai untuk pemeriksaan limfografi, sialografi, fistulografi, dan untuk saluran-saluran yang halus. (misalnya saluran air mata). Kekurangan lipiodol ialah bahwa resopsi kembali berlangsung lama sekali jika kontras ini masuk ke dalam rongga peritoneum. Bahan kontras lain yang juga sering dipakai
dan memberikan hasil yang sama
seperti urografin, misalnya hipaque 50% (sodium diatrizoate), endografin (meglumine iodipamide), diaginol viscous (sodium acetrizoate plus dextran), salpix (sodium acetrizoate plus polyvinyl pyrolidone), isopaque (metrizoate) lipiodol ultrafuid, dan sebagainya. Jumlah bahan kontras yang dipakai biasanya mendekati 10 ml. Waktu Pemeriksaan
Waktu yang optimum untuk melakukan HSG ialah pada hari ke 9 -10 sesudah haid muIai. Pada saat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput lendir uterus sifatnya tenang. Bilamana masih ada pendarahan, dengan sendirinya HSG tak boleh dilakukan karena ada kemungkinan masuknya kontras ke dalam pembuluh darah balik. Peralatan
Peralatan radiologi yang digunakan meliputi : meja radiologi, tabung sinar-x dan monitor yang berada di ruang pemeriksaan.untuk melihat gambaran pada proses pemeriksaan, gambaran sinar-x diubah menjadi bentuk video, saat yang bersamaan radiografer mengambil gambar yang dicetak pada film. Alat-alat yang digunakan adalah long forceps, spekulum vagina, sonde uterus, sarung tangan
Prosedur Pemeriksaan
Sebelum dilakukan pemeriksaan pasien diberikan penjelasan singkat mengenai tindakan yang akan dilakukan. Setelah kandung kemih dikosongkan dan perineum dibersihkan, pasien ditempatkan di meja pemeriksaan. Posisikan pasien dengan posisi litotomi, dengan lutut yang difleksikan dan lutut yang dilemaskan. Atur posisi meja dan posisikan pasien dan film untuk difokuskan pada titik 5 cm dari simphisis pubis, film ukuran 24x30 merupakan ukuran yang sering digunakan. Penerangan harus cukup. Sebelum memasukkan speculum, perhatikan alat genital pasien, lihat orifisium dan introitus vagina, apakah ada inflamasi atau ulserasi. Jika ditemukan inflamasi, tunda pemeriksaan sampai inflamasi teratasi. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi, dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic. Speculum dimasukkan secara perlahan dan serviks dijepit. Dilakukan sondase untuk mengetahui dalamnya cavum uteri dan posisi uterus. Kanula dan konus yang sesuai dipasang 1-2 cm dari ujung, spuit yang berisi kontras dipasang dan sedapat mungkin kanula dicegah agar tidak terdapat udara. Kanula dimasukkan ke dalam ostium uretra eksterna. Speculum dikeluarkan, dilakukan penyemprotan kontras sambil dilakukan fluoroskopi. Pemotretan pertama dilakukan sewaktu cavum uteri terisi kontras dan dilakukan traksi. Biasanya diperlukan 2 cc kontras untuk mengisi cavum uteri.
Pemotretan selanjutnya setelah tuba terisi kontras dan terjadi tumpahan kontras. Umumnya pada waktu persedur HSG ini diperlukan 6-8 cc kontras.
Kriteria Radiograf Normal
a.
Bentuk dari uterus yang normal berbentuk segitiga, bagian dasarnya pada fundus dan apex pada sisi inferior. Berhubungan dengan canalis cervicalis. Posisi uterus normal anteflexi atau retrofleksi.
b.
Tidak ada gambaran kelainan seperti tumor, polip atau bentuk abnormal dari uterus
c.
Media kontras yang dimasukan tidak akan bocor atau keluar dari uterus.
d.
Tuba fallopi terletak di kanan kiri uterus. Terbagi atas empat daerah yaitu: interstitial, isthmus, ampulla dan infundibulum. Daerah yang terlihat jelas dengan kontras adalah isthmus yang panjang dan lurus serta ampulla yang seperti huruf “s” dan tampak melebar. Tuba fallopi tidak tersumbat, sehingga media kontras dapat mengisi tuba hingga tumpah ke rongga peritoneal (tampak spil, spill adalah tumpahnya kontras ke cavum peritonium).
e.
Terdapat gambaran speculum ataupun ujung pertubator (conus) di rongga uterus pada metode pemasukan media kontras dengan metal cannula. Hal ini yang dikenal dengan metal artifacts.
Gambaran Hysterosalpingography
a.
b.
Uterus dan saluran tuba yang normal
Infantile uterus (T Shaped)
Uterus berukuran kecil sehingga konsepsi tidak dapat mengembang. c.
Unicornu uterus Uterus yang mengalami kegagalan penyatuan ductus mulleri, hanya ada satu kornu.
d.
Bicornu uterus
Uterus yang mengalami kegagalan kegagalan penyatuan duktus mulleri sehingga memiliki 2 kornu yang masuk ke vagina.
e. Septate uterus
Cavum uteri terpisahkan oleh septum longitudinal
f.
Arcuate uterus Duplikasi uterus, tidak terjadi penyatuan ductus mulleri didaerah tertentu, fundus melekuk ke dalam garis tengahnya.
g.
Hidrosalfing
Obstruksi tuba dengan perlengketan fimbrae.
h. Salphingitis TB
Inflamasi tuba fallopi oleh Mycobacterium tuberculosis
i. Massa uterus Adanya massa yang mengisi uterus sehingga terdapat filling defect .
BAB III KESIMPULAN
Jenis pemeriksaan dengan sinar roentgen (sinar X) terdiri dari dua macam yaitu pemeriksaan
sinar
tembus
(fluoroskopi;doorlitchting)
dan
pemeriksaan
foto
roentgen
(radiografi). Pada pemeriksaan roentgen dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan rontgen dasar yang meliputi pemeriksaan rontgen tanpa kontras dan dengan bahan kontras serta pemeriksaan rontgen khusus. Media kontras yang di pergunakan untuk keperluan radiografi adalah suatu bahan yang sangat radioopaq atau radiolusen apabila berinteraksi dengan sinar X, sehingga dapat membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya. Berbagai teknik pencitraan organ tubuh dapat dilakukan dengan menggunakan kontras dengan memperhatikan indikasinya sehingga pemeriksaan radiologi yang bertindak sebagai pemeriksaan penunjang ini dapat membantu menegakan diagnosis suatu kelainan.