PEMERIKSAAN, PENYIDIKAN, PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
HUKUM PERPAJAKAN
Oleh :
NURISNA KURNIAWATI (1702010013)
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SEMARANG
BAB 1
PEMERIKSAAN
1.1 PENGERTIAN
Pemeriksaan dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
1.2 TUJUAN PEMERIKSAAN
Tujuan dilakukannya pemeriksaan wajib pajak dapat dikarenakan berbagai macam, yaitu:
Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
SPT lebih bayar;
SPT rugi;
SPT tidak atau terlambat disampaikan;
SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Dirjen Pajak untuk diperiksa;
Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf b;
Tujuan lain yaitu:
Pemberian NPWP (secara jabatan);
Penghapusan NPWP;
Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP;
Wajib pajak mengajukan keberatan atau banding;
Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
Penentuan wajib pajak berlokasi di tempat terpencil;
Penetuan satu atau lebih tempat terutang PPN;
1.3 HAK WAJIB PAJAK APABILA DILAKUKAN PEMERIKSAAN
Dalam Pasal 13 PMK No. 199/PMK.03/2007 stdtd. Menyebutkan hak-hak dari Wajib Pajak saat dilakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan WP, dibagi menjadi 2, yaitu pada saat pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak:
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat pemberitahuan pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat tugas apabila susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan;
mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak:
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat tugas apabila susunan Pemeriksa Pajak mengalami pergantian;
menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan;
mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
1.4 WEWENANG PEMERIKSAAN PAJAK
Dalam melakukan pemeriksaan pajak, pemeriksa pajak tidak boleh sembarangan dalam melakukan pemeriksaan, berikut terdapat beberapa wewenang dalam hal pemeriksaan pajak:
melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :
menyediakan tenaga dan peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan keahlian khusus;
memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak;dan
meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
BAB 2
PENYIDIKKAN
2.1 PENGERTIAN
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu dapat membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan tersangkanya. Tidak pidana di bidang perpajakn meliputi perbuatan:
Dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu (pengurus);
Memenuhi rumusan undang-undang;
Diancam dengan sanksi pidana;
Melawan hukum;
Dilakukan di bidang perpajakan;
Dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara;
Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Dirjen Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
2.2 WEWENANG PENYIDIK
Dalam melakukan penyidikan, petugas penyidik tidak boleh sembarangan melakukan tugasnya. Terdapat beberapa wewenang yang diberikan penyidik yaitu diantaranya:
Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidanan di bidang perpajakan;
Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
Memeriksa buku-buku, catatan-catatn, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidan di bidang perpajakan;
Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memerikasa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada nomor 5;
Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
Menghentikan penyidikan;
Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan;
2.3 SANKSI YANG BERKENAAN DENGAN PENYIDIKKAN
Di bawah ini merupakan sanksi yang berkenaan dengan penyidikan, diantaranya:
Pihak ke-3 (Bank, Akuntan, Notaris, Konsultan Pajak, Kantor Administrasi dan lainnya) yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau bukti yang diminta, atau memberi keteranagan atau bukti yang tidak benar, maka diancam dengan pidana penjara selama-lamnya 1 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
Siapa saja yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, maka diancam dengan penjara pidana selama-lamanya 3 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
ASAS HUKUM PENYIDIKKAN
Dalam asas hukum penyidikan ini dibagi dalam 3 bagian, yaitu diantaranya :
Asas praduga tak bersalah, adalah bahwa setiap orang yang disangka, dituntut, atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan-kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Asas persamaan dimuka hukum, adalah bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dimuka hukum, tanpa perbedaan
Asas hak memperoleh bantuan/penasehat hukum, adalah bahwa setiap tersangka perkara tindak pidana di bidang perpajakan wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya sejak dilakukan pemeriksaan terhadapnya.
BAB 3
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
3.1 PENGERTIAN
PEMBUKUAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatn yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir.
PENCATATAN
Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
KETENTUAN UMUM PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
Menurut Ketentuan Pokok Pembukuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007, yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:
Wajib Pajak (WP) Badan.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp1.800.000.000,-
Sedangkan yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan menurut pasal 28 ayat 2 UU KUP adalah:
WP OP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang diperbolehkan meghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto.
WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Adapun yang wajib meyelenggarakan pencatatan yaitu:
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan atau usaha atau pekerjaan bebas dan peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp1.800.000.000,- dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
SYARAT-SYARAT PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
Adapun syarat-syarat untuk penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan adalah sebagai berikut:
Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan;
Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stesel akrual atau stelsel kas;
Pembukana dengan menggunakna bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat diseleggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan;
Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak;
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutama;
Dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak disimpan selama 10 tahun.
PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG ASING
Menurut Pasal 28 UU KUP dijelaskan bahwa pembukuan dengan bahasa asing dan mata uang selain rupiah digunakan oleh Wajib Pajak yang dalam rangka:
Kontrak bagi hasil;
WP yang mempunyai afilisiasi dengan pengusaha di Luar Negeri;
Bentuk Usaha Tetap (BUT);
Kontrak karya, yaitu WP yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan pemerintah RI sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai pertambangan;
Penanaman modal asing yaitu WP yang beroperasi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai Penanaman Modal Asing;
Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam denominasi mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawasan Pasar Modal – Lembaga Keuangan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Kemudian setelah mendapat izin dari Menteri Keungan, kecuali WP dalam rangka Kontrak Karya/Kontrak Bagi Hasil, cukup dengan pemberitahuan. Selanjutnya pemberian izin dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Pajak.
PRINSIP TAAT ASAS
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan :
Stelsel pengakuan penghasilan;
Tahun buku;
Metode penilaian persediaan;
Metode penyusutan dan amortisasi;
Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti Build Operate and Transfer (BOT) dan real estate.
Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau ajasa ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi dibayar. Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut:
Penghitungan jumlah penjulana dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan
Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi;
Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).
Dengan demikian, penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran.
TUJUAN PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
Penyelenggaraan pembukuan/pencatatan bertujuan untuk mempermudah:
Pengisian SPT;
Penghitungan Penghasila Kena Pajak;
Penghitungan PPN dan PPnBM;
Untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
PERUBAHAN TAHUN BUKU DAN METODE PEMBUKUAN
Pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, dan metode penilaian persediaan. Namun, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri, misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusunan aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.