BAB IV PEMBORAN DAN PELEDAKAN
Kegi Kegiat atan an pemb pembon ongk gkar aran an dila dilaku kuka kan n dala dalam m dua dua taha tahap, p, yait yaitu u pemb pembor oran an dan dan peledakan. Adapun tujuan dari pada kegiatan pembongkaran pembongkaran yaitu untuk membebaskan membebaskan batuan dari batuan induknya dengan ukuran fragmentasi fragmentasi tertentu tertentu sehingga sesuai untuk proses selanjutnya selanjutnya.. 1. GEO GEOMET METRI RI PEMBOR PEMBORAN AN
Geome Geometr trii pembor pemboran an meli meliput putii diame diamete terr luban lubang g bor, bor, kedal kedalam aman an luban lubang g temb tembak, ak, kemiringan lubang tembak, tinggi jenjang, dan juga pola pemboran.
a. Diameter lubang tembak . Di dalam dalam menentuk menentukan an diamete diameterr lubang lubang tembak tembak tergant tergantung ung dari dari volume volume mass massaa batuan batuan yang yang akan akan dibon dibongka gkar, r, tingg tinggii jenja jenjang, ng, tingk tingkat at fragm fragment entasi asi yang yang diingin diinginkan, kan, mesin bor yang dipergunaka dipergunakan, n, dan kapasit kapasitas as alat alat muat muat yang akan dipergunakan untuk kegiatan pemuatan material hasil pembongkaran.. Untuk diameter lubang tembak yang terlalu kecil, maka faktor energi yang dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan yang akan diledakkan, sedang jika lubang tembak terlalu besar maka lubang tembak tidak cukup untuk menghasilkan fragmentasi fragmentasi yang baik, terutama pada batuan yang banyak terdapat kekar dengan jarak kerapatan kerapatan yang tinggi. tinggi. Ketika kekar membagi burden dalam blok-blok yang besar, maka fragmentasi fragmentasi yang akan terjadi bila masing-masing terjangkau oleh suatu lubang tembak. Hal seperti ini menghendaki diameter lubang tembak yang kecil. Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau hancuran yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan dengan stemming, di mana lubang tembak yang besar maka panjang stemming juga akan semakin besar dikar dikarena enakan kan untuk untuk meng menghin hindar darii getar getaran an dan batua batuan n terban terbang, g, sedan sedangk gkan an jika jika menggunakan lubang tembak yang kecil maka panjang stemming dapat dikurangi. b. Kedalam Kedalaman an lubang lubang tembak tembak
IV-1
Kedalaman Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan disesuaikan dengan tinggi jenjang yang ditera diterapkan. pkan. Dan untuk untuk mendapa mendapatkan tkan lantai lantai jenjang jenjang yang rata maka hendaknya hendaknya kedal kedalam aman an luba lubang ng temba tembak k harus harus lebi lebih h besar besar dari dari tingg tinggii jenja jenjang, ng, yang yang mana mana kelebihan daripada kedalaman ini disebut dengan sub dengan sub drilling. drilling. c. Kemirin Kemiringan gan lubang lubang tembak tembak (Arah (Arah pemboran) pemboran)
Arah pemboran yang kita pelajari ada dua, yaitu arah pemboran tegak dan arah pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri peledakan. peledakan. Lubang tembak tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai lantai jenjang jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan dikarenakan gelombang gelombang tekan sebagian akan dipantulkan dipantulkan pada bidang bebas bebas dan sebagian sebagian lagi lagi akan diteruskan diteruskan pada bagian bagian bawah lantai lantai jenjang. jenjang. Sedan Sedangka gkan n dalam dalam pemaka pemakaian ian luba lubang ng temb tembak ak miri miring ng akan akan membe membentu ntuk k bidang bebas bebas yang lebih lebih luas, sehingga sehingga akan akan mempermudah mempermudah proses proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada lantai jenjang lebih kecil (Gambar 1) Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing lubang adalah : Untuk lubang tembak tegak (vertikal) adalah : Keuntungannya :
∞
Untu Untuk k tingg tinggii jenja jenjang ng yang yang sama sama panja panjang ng lubang lubang ledak ledak lebih lebih pende pendek k jika jika dibandingkan dengan lubang ledak miring.
∞
Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih sedikit.
∞
Lebih mudah dalam pengerjaannya.
Kerugiannya :
∞
Penghancuran sepanjang lubang tidak merata
∞
Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus terutama di daerah stemming.
∞ Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang ( toe ). ∞ Dapat menyebabkan retakan ke belakang jenjang ( backbreak ) dan getaran tanah. Untuk lubang tembak miring adalah : Keuntungannya : IV-2
Kedalaman Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan disesuaikan dengan tinggi jenjang yang ditera diterapkan. pkan. Dan untuk untuk mendapa mendapatkan tkan lantai lantai jenjang jenjang yang rata maka hendaknya hendaknya kedal kedalam aman an luba lubang ng temba tembak k harus harus lebi lebih h besar besar dari dari tingg tinggii jenja jenjang, ng, yang yang mana mana kelebihan daripada kedalaman ini disebut dengan sub dengan sub drilling. drilling. c. Kemirin Kemiringan gan lubang lubang tembak tembak (Arah (Arah pemboran) pemboran)
Arah pemboran yang kita pelajari ada dua, yaitu arah pemboran tegak dan arah pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri peledakan. peledakan. Lubang tembak tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai lantai jenjang jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan dikarenakan gelombang gelombang tekan sebagian akan dipantulkan dipantulkan pada bidang bebas bebas dan sebagian sebagian lagi lagi akan diteruskan diteruskan pada bagian bagian bawah lantai lantai jenjang. jenjang. Sedan Sedangka gkan n dalam dalam pemaka pemakaian ian luba lubang ng temb tembak ak miri miring ng akan akan membe membentu ntuk k bidang bebas bebas yang lebih lebih luas, sehingga sehingga akan akan mempermudah mempermudah proses proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada lantai jenjang lebih kecil (Gambar 1) Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing lubang adalah : Untuk lubang tembak tegak (vertikal) adalah : Keuntungannya :
∞
Untu Untuk k tingg tinggii jenja jenjang ng yang yang sama sama panja panjang ng lubang lubang ledak ledak lebih lebih pende pendek k jika jika dibandingkan dengan lubang ledak miring.
∞
Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih sedikit.
∞
Lebih mudah dalam pengerjaannya.
Kerugiannya :
∞
Penghancuran sepanjang lubang tidak merata
∞
Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus terutama di daerah stemming.
∞ Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang ( toe ). ∞ Dapat menyebabkan retakan ke belakang jenjang ( backbreak ) dan getaran tanah. Untuk lubang tembak miring adalah : Keuntungannya : IV-2
∞
Bidang bebas yang terbentuk semakin besar
∞
Fragmentasi yang dihasilkan lebih bagus
backbreak dan permukaan jenjang yang dihasilkan ∞ Dapat mengurangi terjadinya backbreak dan lebih rata.
∞
Dapat mengurangi bahaya kelongsoran pada jenjang.
Kerugiannya :
∞
Kesulitan untuk menempatkan sudut kemiringan yang sama antar lubang.
∞
Biaya operasi semakin meningkat.
GAMBAR 1 PENGARUH ARAH LUBANG TEMBAK
d.
Pola pemb emboran
Pola Pola pembor pemboran an yang yang bias biasaa dite ditera rapka pkan n pada pada tamba tambang ng terb terbuka uka biasa biasanya nya menggunakan dua macam pola pemboran yaitu : square pattern) pattern) ∞ Pola pemboran segi empat ( square ∞ Pola pemboran selang-seling (staggered)
IV-3
Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan penempatan lubang-lubang tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan membentuk segi empat
( Gambar 2). Pola pemboran segi empat yang mana
panjang burden dengan panjang spasi tidak sama besar disebut square rectangular pattern (Gambar3). Sedangkan pola pemboran selang-seling adalah pola pemboran yang penempatan lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling sejajar (Gambar 4), dan untuk pola pemboran selang-seling yang mana panjang burden tidak sama dengan panjang spasi disebut staggered rectangular pattern (Gambar 5). Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang umum, karena lebih mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk meningkatkan mutu fragmentasi yang diinginkan, maka penggunaan pola pemboran selang-seling lebih efektif.
Bidang Bebas
B
●
●
●
●
●
●
●
●
●
Baris 1
●
●
●
●
●
●
●
●
●
Baris 2
●
●
●
●
●
●
●
●
●
Baris 3
●
●
●
●
●
●
●
●
●
Baris 4
S
S=B GAMBAR 2. POLA PEMBORAN SEGIEMPAT (SQUARE PATTERN )
IV-4
Bidang Bebas
● ● ● ●
● ● ● ●
● ● ● ●
● ● ● ●
● ● ● ●
● ● ● ●
● ● ● ●
● ● ● ●
● ● ● ●
Baris 1 Baris 2 Baris 3 Baris 4
S≠B
GAMBAR 3. POLA PEMBORAN SEGI EMPAT (SQUARE RECTANGULER PATTERN )
Bidang Bebas
B
●
●
●
●
●
●
●
●
●
Baris 1
S
● ●
● ●
●
● ●
●
● ●
●
● ●
●
● ●
●
● ●
●
● ●
●
Baris 2
● ●
Baris 3 Baris 4
S=B
GAMBAR 4. POLA PEMBORAN SELANG-SELING (STAGGERED SQUARE PATTERN )
IV-5
Bidang Bebas
●
● ●
●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
● ●
Baris 2
● ●
Baris 1
Baris 3 Baris 4
S≠B
GAMBAR 5. POLA PEMBORAN SELANG-SELING (STAGGERED RECTANGULER PATTERN ) 2.
GEOMETRI PELEDAKAN
Geometri peledakan yang akan mempengaruhi tingkat fragmentasi batuan dapat dinyatakan seperti pada (gambar 6). Sedangkan geometri peledakan terdiri dari: a. Burden (B)
Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang terdekat, dan arah di mana perpindahan akan terjadi. Pada daerah ini energi ledakan adalah yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang bebas. Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi secara maksimal dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran. Nilai burden yang optimum akan menghasilkan fragmentasi yang sesuai dan perpindahan dari pecahan batuan sesuai dengan yang diinginkan. Jarak burden yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya batuan terbang dan suara yang keras. Sedangkan jarak burden yang terlalu besar akan menghasilkan fragmentasi yang kurang baik, dan akan menyebabkan batuan di sekitar burden tidak akan hancur . Menurut R.L. Ash, harga burden tergantung pada harga burden ratio dan diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20 – 40 dengan harga Ks standard adalah 30. Sedangkan harga Ks standard sebesar 30 terjadi pada kondisi sebagai berikut : IV-6
∞
Densitas batuan
=
160 lb/cuft
∞
Specific gravity bahan peledak
=
1,20
∞
Kecepatan detonasi bahan peledak
=
12.000 fps
Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang berbeda, maka harga Ks turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Ks perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan bahan peledak yang berbeda
1. Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah : 1/ 3
Af 1
SG.Ve 2 SGstd .Vestd 2
= Di mana : SG
= berat jenis bahan peledak yang digunakan
Ve
= kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan
SGstd
= berat jenis bahan peledak standard, 1,20.
Vestd
= kecepatan detonasi bahan peledak standard, 12.000 fps.
2. Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah : Af 2
=
Dstd D
1/ 3
Di mana Dstd
= kerapatan batuan standard, 160 lb/cuft
D
= kerapatan batuan yang diledakkan
Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah : Kb
=
Kbstandard x Af 1 x Af 2
Di mana : Kb
= burden ratio yang telah dikoreksi
Kbstd
= burden ratio standard
Untuk menentukan burden, maka menggunakan rumus :
Kb x De B
=
meter 12 IV-7
Di mana : B
= burden
Kb
= burden ratio
De
= diameter lubang tembak, inchi
12
= faktor perubah kedalam satuan meter
b. Spasi (S)
Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang tembak yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spasi adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling berdekatan. Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : S
=
B x Ks
Di mana : S
= spasi, meter.
B
= burden, meter.
Ks
= spacing ratio Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada
interaksi antar muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang tembak diledakkan sendiri-sendiri, dengan interval waktu yang panjang, maka tidak akan terjadi interaksi gelombang energi antar muatan yang berdekatan sehingga memungkinkan setiap lubang tembak akan meledak dengan sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau lubang tembak diledakkan secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks. Besar Ks menurut interval waktu yang dipergunakan adalah :
∞
long interval delay
Ks = 1
∞
short interval delay
Ks = 1 – 2
∞
normal
Ks = 1,2 – 1,8
Berdasarkan cara urutan peledakannya penentuan spasi adalah sebagai berikut 6) :
∞
Untuk pola peledakan serentak maka S = 2B
∞
Untuk pola peledakan beruntun dengan delay interval lama maka S = B
∞
Untuk pola peledakan dengan ms delay, maka S antara 1B sampai 2B
IV-8
∞
Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, maka S antara 1,2B sampai 1,8B
c. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance dan untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang besar. Sedangkan di dalam penggunaan stemming yang perlu diperhatikan adalah panjang stemming dan ukuran material stemming.
∞
Panjang stemming Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock, overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkanairblast. Panjang stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : T
= B x Kt
dimana :
∞
T
= stemming, meter
Kt
= stemming ratio (0,75 – 1,00)
Ukuran material stemming Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan, apabila bahan stemming terdiri dari butiran-butiran halus hasil pemboran, kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak sehingga udara yang bertekanan tinggi akan dengan mudah mendorong material stemming tersebut, sehingga energi yang seharusnya untuk menghancurkan batuan, banyak yang hilang keluar melalui lubang stemming. Untuk mencegahnya maka digunakan bahan yang berbutir kasar dan keras. Bahan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut : o
Mempunyai bentuk susunan butir yang saling berkait dengan kuat.
o
Membentuk sambungan pasak dengan dinding lubang tembak, sehingga mencegah keluarnya gas secara prematur.
IV-9
Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material stemming optimum7) adalah sebagai berikut : Sz
=
0,05 Dh
dimana : Sz
=
ukuran material stemming optimum
Dh
=
diameter lubang tembak
d. Sub drilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : J = B x Kj di mana : J
= subdrilling , meter
Kj
= subdrilling ratio (0,2 – 0,3)
e. Tinggi jenjang (L)
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh terhadap hasil peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, batu terbang, dan getaran tanah. Penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan pada stiffness ratio. Rumus yang digunakan adalah : L = 5 x De Di mana, L
= Tinggi Jenjang minimum
De
= Diameter lubang ledak
f. Kedalaman lubang tembak (H)
IV-10
Kedalaman lubang tembak biasanya ditentukan berdasarkan kapasitas produksi yang diinginkan dan kapasitas dari alat muat. Sedangkan untuk menentukan kedalaman lubang tembak dapat digunakan rumus sebagai berikut : H = Kh x B dimana : H
= kedalaman lubang tembak, meter
Kh
= Hole depth ratio (1,5 – 4,0)
g. Kolom isian (PC)
Panjang kolom isian dapat dihitung dengan menggunakan rumus : PC = H – T dimana : PC
= panjang kolom isian, meter
H
= kedalaman lubang tembak, meter
T = stemming, meter
Keterangan : B = Burden
•
S
S
= Spasi
T = Stemming B
T
PC = Kolom isian J
L
PC
= Sub Drilling
H = Kedalaman H
lubang tembak L = Tinggi jenjang
J
P = Primer P GAMBAR 7
GEOMETRI PELEDAKAN MENURUT R.L.ASH 3)
3. POLA PELEDAKAN
IV-11
Pola peledakan merupakan urut-urutan waktu peledakan antara lubang tembak dalam satu baris dan antara satu dengan yang lainnya. Pola peledakan ditentukan tergantung arah mana pergerakan material yang diharapkan. (Gambar 3.7) Setiap baris lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang cukup di muka bidang bebas yang sejajar dengan lubang tembak untuk terdesak, pecah, mengembang dan tidak terlontar keatas. Adapun macam-macam pola peledakan adalah sebagai berikut :
∞
Pola peledakan di mana lubang-lubang tembak diledakkan dengan waktu penundaan atau beruntun dalam satu baris.
∞
Pola peledakan serentak dalam satu baris dan beruntun antara baris satu dengan baris yang lain.
Bidang bebas
•
1
•
1
•
2
•
1
•
2
•
3
•
1
•
2
•
3
•
1
•
2
•
3
•
1
•
2
•
3
Pola peledakan tunda antar baris dan serentak dalam satu baris
Bidang bebas
•
•
•
•
•
•
•
• •
• •
• •
• •
• •
• •
• •
3
4
5
2
3
4
1
2
3
0
1
2
1
2
3
2
Pola peledakan tunda dalam satu baris
GAMBAR 7. POLA PELEDAKAN
IV-12
3
4
3
4
5
Menurut R.L. Ash dengan adanya tiga bidang bebas, kuat tarik batuan dapat dikurangi sehingga akan dapat meningkatkan jumlah retakan dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya mempunyai jarak yang sama terhadap lubang tembak. a. Waktu tunda
Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan secara beruntun. Keuntungan dari peledakan dengan memakaidelay detonator adalah :
∞
Dapat menghasilkan fragmentasi yang lebih baik
∞
Dapat mengurangi timbulnya getaran tanah
∞
Dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya. Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan pada baris
depan menghalangi pergeseran baris berikutnya, material pada baris kedua akan tersembur kearah vertikal dan membentuk tumpukan. Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama, maka produk hasil bongkaran akan terlempar jauh kedepan serta kemungkinan besar akan mengakibatkan flyrock . Hal ini disebabkan karena tidak ada dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan di belakangnya. Untuk menentukan interval tunda antar baris tidak kurang dari 2 ms/ft dan tidak lebih dari 6 ms/ft dari ukuran burden. Persamaan di bawah ini dapat digunakan untuk menentukan besarnya interval waktu antar baris. tr = Tr x B Di mana : tr
= interval waktu antar baris, ms
Tr
= konstanta waktu antar baris (Tabel 3.1)
B
= burden, m Tabel I Interval Waktu Antar Baris 7)
Tr Constant (ms / m ) 7 7 – 10 10 – 20 20 – 23 23 – 42
Result Violent excessive airblast, backbreak, etc. High pile close to face, moderate airblast, backbreak Average pile height, average airblast and backbreak. Scattered pile with minimum backbreak. Blast casting
IV-13
b. Pengisian bahan peledak
Fragmentasi batuan sangat tergantung pada jumlah bahan peledak yang digunakan. Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan berat bahan peledak yang digunakan untuk menghancurkan batuan (kg/m3). Nilai powder factor sangat dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan, pola peledakan, dan struktur geologi. Bila pengisian ANFO terlalu banyak maka jarak stemming semakin kecil sehingga akan mengakibatkan terjadinya flyrock dan airblast, sedang bila pengisian ANFO kurang maka jarak stemming semakin besar sehingga akan menyebabkan boulder dan backbreak di sekitar dinding jenjang. Untuk mendapatkan powder factor , lebih dulu mengetahui jumlah bahan peledak yang akan digunakan untuk setiap lubang tembak. 1. Loading density dapat dihitung dengan menggunakan rumus : de = 0,508 De2 (SG) dimana : de = loading density, kg/m De = diameter lubang tembak, inchi. SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan. 2. Jumlah bahan peledak yang digunakan dihitung menggunakan rumus : E = de × Pc × N Di mana : de = loading density, kg / m. Pc = panjang muatan/ panjang kolom isian lubang tembak, m. N = jumlah lubang tembak. E = jumlah bahan peledak yang digunakan, kg. c. Powder Factor dan Volume Setara
Powder factor (Pf) adalah suatu bilangan untuk menyatakan jumlah material yang diledakkan atau dibongkar oleh bahan peledak dalam jumlah tertentu, dapat dinyatakan dalam ton/kg atau kg/ton. Untuk menghitung powder factor harus diketahui luas daerah yang diledakkan (A), tinggi jenjang (L), panjang muatan dari
IV-14
seluruh lubang ledak (Pc), loading density (de), dan densitas batuan (dr). Rumus untuk menentukan powder factor adalah : Pf = W / E dimana : Pf
= powder factor , ton / kg.
W
= jumlah batuan yang diledakkan, ton.
E
= jumlah bahan peledak yang digunakan, kg.
Sedangkan jumlah batuan yang diledakkan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : W = A × L × dr Di mana : A
= luas batuan yang akan diledakkan, m3.
L
= tinggi jenjang, meter.
dr
= densitas batuan, ton / m3.
Volume setara adalah suatu angka yang menyatakan setiap meter atau feet pemboran setara dengan sejumlah volume material atau batuan yang diledakkan, yang dinyatakan dalam m3/meter, cuft/ft, atau ton.meter, ton/ft. Volume setara sangat berguna untuk memperkirakan kemampuan dari alat bor yang digunakan untuk membuat lubang tembak. Volume setara dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : A × L
Veq
=
Veq
= volume setara, m3/m
A
= luas daerah yang akan diledakkan, m2
L
= tinggi jenjang, m
n
= jumlah lubang tembak dalam pola peledakan
H
= kedalaman lubang tembak, m
W
= batuan yang akan diledakkan
n × H
dimana :
IV-15
Tabel III Harga Powder Factor untuk beberapa jenis batuan 4) Type of Rock Massive high strength rocks Medium strength rock Highly fissured rocks, weathered or soft
Powder Factor (kg/m3 ) 0,6 – 1,5 0,3 – 0,6 0,1 – 0,3
d. Arah peledakan
Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi oleh struktur batuan yang ada. Struktur batuan yang banyak dijumpai di lapangan biasanya adalah kekar. Perambatan gelombang energi pada struktur batuan yang mengandung kekar sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan. Dengan demikian energi yang digunakan untuk memecah batuan akan berkurang sehingga fragmentasi batuan akan menjadi tidak seragam. Menurut R.L. Ash arah peledakan yang baik untuk menghasilkan fragmentasi yang seragam yaitu arah peledakan menuju sudut tumpul yang merupakan perpotongan antara arah umum, dengan demikian penggunaan energi bahan peledak akan lebih baik karena tidak terjadi penerobosan energi. (Gambar 8) Apabila arah penerobosan menuju kearah sudut runcing maka akan terjadi penerobosan energi peledakan dari bahan peledak yang melalui rekahan-rekahan yang ada. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pengurangan energi peledakan untuk menghancurkan batuan, sebagai akibatnya akan terbentuk fragmentasi yang berbentuk blok-blok
IV-16
Arah Peledakan
Free face
• •
• •
• •
• •
• •
• •
• •
• •
•
•
= Arah peledakan menuju sudut tumpul
GAMBAR 8 ARAH PELEDAKAN MENUJU SUDUT TUMPUL e. Fragmentasi Batuan
Fragmentasi hasil peledakan merupakan salah satu petunjuk untuk dapat mengetahui keberhasilan dari suatu peledakan selain powder factor . Karena apabila dalam suatu peledakan, powder factor tercapai tetapi tidak menghasilkan ukuran fragmentasi yang diinginkan, maka peledakan tersebut belum bisa dikatakan berhasil. Berdasarkan KUZNETZOV, 1973, ukuran fragmentasi, TNT, dan struktur geologi batuan dapat digunakan untuk mencari powder factor . Dalam percobaannya pada batuan di Kimberlite dengan berbagai ukuran diameter lubang tembak, pola peledakan dan kecermatan pemboran. Persamaannya sebagai berikut : −0, 63 V E 0 ,167 A . × Q × 115 Q 0 ,8
X = Di mana :
X = ukuran rata-rata fragmentasi batuan, cm A = faktor batuan (lampiran P) V =
volume batuan yang terbongkar, m3
IV-17
Q = berat bahan peledak tiap lubang ledak, kg E
= relatif weight strenght (ANFO = 100) Didalam persamaan yang dikemukakan oleh KUZNETZOV (1973), yang
dimodifikasi oleh CUNNINGHAM (1983),
ada batasan-batasan
yang harus
diperhatikan. Adapun batasan-batasan tersebut sebagai berikut : 1.
Penerapan nisbah S/B untuk pemboran, tanpa ada waktu tunda tidak boleh lebih dari dua.
2.
Penyalaan dan pengaturan waktu tunda peledakan harus disusun sedemikian rupa, sehingga upaya untuk mendapatkan hasil peledakan (fragmentasi) yang baik, dan tidak terjadi misfire.
3.
Bahan peledak harus menghasilkan energi yang cukup serta dalam perhitungan menggunakan relative weight strength.
4.
Perlu dilakukannya penyelidikan terhadap bidang ketidakmenerusan secara teliti. Hal ini disebabkan karena tingkat fragmentasi sangat tergantung pada bidang ketidakmenerusan, khususnya pada bidang ketidakmenerusan yang lebih rapat dibandingkan dengan pola pemborannya. Dalam berbagai penerapan yang lebih luas, persamaan KUZNETZOV (1973),
membuktikan sebagai metode yang mudah dan cukup realistis untuk dipakai di industri pertambangan dengan berbagai perubahan ukuran lubang tembak dan jenis bahan peledak. Ukuran rata-rata fragmentasi itu sendiri tidak cukup, sehingga perlu kemampuan untuk memperoleh secara perkiraan kasar suatu kisaran untuk fragmentasi yang dibutuhkan tanpa menjalankan program analisis pecah. Kurva ROSIN – RAMMLER secara umum telah diakui sebagai rujukan penggambaran tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan. Suatu titik pada kurva tersebut, yaitu ukuran mesh dengan 50% kelolosan diberikan oleh persamaan KUZNETZOV (1973). Faktor-faktor yang diperlukan untuk menentukan kurva ROSIN – RAMMLER adalah eksponen “n” dalam persamaan : x
Xc
=
R
= e- (x / Xc)n
R
= perbandingan dari material yang tertinggal pada ayakan.
(0,693)1 / n
Di mana :
IV-18
x
= ukuran ayakan, mesh
Xc
= x / (0,693)1/ n
n
= indeks keseragaman
Untuk mendapatkan nilai tersebut, hasil perhitungan dengan persamaan LOWNDS yang dianalisis dan digambarkan berdasarkan persamaan regresinya dan nilai “n” sangat tergantung pada ketepatan pemboran, nisbah burden dan ukuran lubang tembak, pola pemboran, nisbah spasi dan burden serta nisbah panjang isian dan tinggi jenjang. n
= ( 2,2 – 14 B / d ) ( 1 – W / B ) ( 1 + ((S / b ) – 1 ) / 2 ) L / H
d
= diameter isian (mm)
B
= burden (mm)
W
= standar deviasi pemboran (m)
S
= spacing (m)
H
= tinggi jenjang
dimana :
Peledakan dikatakan berhasil apabila banyaknya batuan hasil peledakan (fragmentasi) lebih besar dari batuan hasil peledakan yang berupa bongkahan (boulder ), dimana jumlah bongkah batuan yang dihasilkan harus dibawah 15 %. (Mc. Gregor, 1967). Sedangkan didalam perhitungan tingkat fragmentasi dilapangan, dapat dilakukan dengan beberapa metode perhitungan, yang antara lain adalah, sebagai berikut ( Jimeno C.L 1987) : 1. Metode photography 2. Metode photogrametry 3. Metode photography berkecepatan tinggi 4. Analisa produktifitas alat muat alat angkut 5. Analisa volume material pada pemecahan ulang 6. Analisa visual komputer 7. Analisa kenampakan kuantitatif 8. Analisa ayakan IV-19
9. Analisa produktifitas alat peremuk Untuk pengukuran fragmentasi hasil peledakan, dilakukan dengan analisa produktivitas alat muat dan alat angkut, dengan cara sebagai berikut : Wp Fr
=
x 100% Wi
Di mana : Fr
= tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan < 80 cm
Wp
= berat batuan yang berukuran < 80 cm dalam satu kali peledakan (ton)
Wi
= berat keseluruhan batuan yang diledakkan (ton)
Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut : 1. Mengukur volume batuan hasil peledakan yang berukuran kurang dari 80 cm (Wp). Hal ini dilakukan dengan cara batuan yang lebih kecil dari 80 cm kemudian diangkut ke dump truck menuju ke unit peremuk batuan. Sedangkan untuk batuan yang lebih dari 80 cm atau bongkah batuan dipisahkan untuk dilakukan pemecahan ulang dengan menggunakan rock breaker . Berat batuan yang masuk yang masuk ke unit peremuk batuan, dihitung dengan mengalikan jumlah rit pengangkutan, dan berat rata-rata muatan truk. 2. Mengukur volume batuan yang diledakkan (Wi) 3. Tingkat fragmentasi batuan. Dari pengukuran tersebut di atas maka volume batuan yang tidak dapat diangkut oleh alat muat dan alat angkut, maka dianggap sebagai bongkah batuan (boulder). Boulder tersebut kemudian dikumpulkan pada suatu tempat kemudian dilakukan pemecahan ulang dengan menggunakan rock breaker. Kemudian batuan tersebut setelah di breaker dan mempunyai ukuran kurang dari 80 cm, maka bisa diangkut oleh dump truck menuju ke unit peremuk, kemudian dilakukan pencatatan berapa kali dump truck tersebut melakukan pengangkutan terhadap batuan hasil pemecahan ulang. 4. ARAH PEMBORAN TERHADAP STRUKTUR BATUAN
Struktur geologi yang banyak dijumpai baik pada batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf adalah kekar. Kekar adalah suatu rekahan pada batuan yang IV-20
tidak mengalami pergeseran pada bidang rekahan dan merupakan bidang lemah. Rangkaian bidang kekar biasanya sejajar dengan jurus dan kemiringan formasi batuan. Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi oleh struktur batuan yang ada. Menurut Stig O. Olofson, arah penempatan lubang tembak ada dua macam, yaitu : a.
Bila peledakan dilakukan searah dengan kemiringan bidang perlapisan (dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :
∞
Timbulnya backbreak yang lebih banyak
∞
Pemakaian energi bahan peledak lebih baik, karena kemiringan perlapisan searah dengan bidang runtuhan.
∞
Pergeseran batuan dari face lebih mudah dan banyak, sehingga dihasilkan tumpukan material yang lebih rendah.
b.
∞
Lantai jenjang lebih rata.
∞
Fragmentasi dapat sesuai dengan yang diharapkan.
Bila peledakan dilakukan berlawanan dengan kemiringan bidang perlapisan (dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :
∞
Kemungkinan timbulnya backbreak lebih kecil.
∞
Kemungkinan timbulnya toe lebih besar.
∞
Pergeseran batuan dari face lebih sulit dan sedikit sehingga dihasilkan tumpukan material yang lebih tinggi.
∞
Lantai jenjang lebih kasar. Fragmentasi dapat berubah-ubah dan sangat tergantung pada susunan dari
perlapisan
IV-21
GAMBAR 9 ARAH LUBANG TEMBAK SEARAH DENGAN DIP
GAMBAR 10 ARAH LUBANG TEMBAK BERLAWANAN DENGAN DIP
IV-22
PERENCANAAN PEMBORAN
Kegiatan pemboran merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk membuat lubang tembak pada aktivitas peledakan. a.
Alat bor
Pembuatan lubang tembak direncanakan dengan menggunakan alat bor jenis PCR 200 merk furukawa (gambar) sebanyak 1 buah dan kompressor model Airman PDS-655 sebanyak 1 buah. Sistem pemboran dari alat bor yang digunakan adalah dengan cara putar – tumbuk.Diameter lubang yang dibuat sebesar 3 inch sedangkan untuk batang bor digunakan batang bor dengan panjang masing-masing batang 3 meter. b. Arah pemboran dan pola pemboran Arah pemboran yang direncanakan sesuai dengan kondisi lapangan adalah arah vertikal dengan kedalaman maksimal 6 meter, sedangkan pola pemboran yang digunakan adalah pola pemboran selang-seling (staggered pattern) c. Kecepatan pemboran Kecepatan pemboran adalah besaran yang menyatakan kedalaman pemboran yang dicapai setiap menit.Untuk mengetahui kecepatan pemboran pada alat bor yang digunakan maka kita harus mengetahui terlebih dahulu waktu yang dibutuhkan oleh alat bor untuk membuat satu lubang tembak pada kedalaman tertentu (Cycle Time). d. Waktu edar pemboran Waktu edar pemboran adalah waktu yang dibutuhkan oleh alat bor untuk melakukan serangkaian kegiatan pemboran satu lubang bor. Alat bor yang diteliti menggunakan dua batang bor, sehingga berdasarkan siklus kerja alat bor dilapangan, waktu daur pemboran dihitung dengan menjumlahkan setiap bagian waktu dari bagian-bagian gerakan saat pemboran, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : Ct = Pt + Bt1 + St1 +St2 + Bt2 + Dt Dimana : Ct = Waktu edar pemboran, detik Pt = Waktu pindah posisi, detik Bt1,2=Waktu pengeboran, detik St12= Waktu untuk menyambung batang bor, detik Dt = Waktu mengatasi hambatan, detik IV-23
TABEL 3 WAKTU EDAR PEMBORAN
Total No
Pt
Bt 1
St 1
Bt 2
St 2
Dt
CT
1
32.59
44.00
36.85
64.00
31.73
65.75
274.92
2
28.07
47.00
40.34
58.00
32.43
-
205.84
3
60.19
49.00
30.71
66.00
31.75
-
237.65
4
63.24
51.00
42.11
60.00
34.65
-
251.00
5
58.66
55.00
32.84
63.00
33.51
-
243.01
6
20.12
40.00
41.56
63.00
30.98
-
195.66
7
11.82
58.00
32.60
57.00
30.06
-
189.48
8
12.45
55.00
34.37
66.00
32.53
23.97
224.32
9
46.17
59.00
44.03
52.00
33.21
59.96
294.37
10
25.22
57.00
36.22
68.00
32.84
-
219.28
11
29.13
56.00
38.48
67.00
31.47
-
222.08
12
21.92
55.00
36.55
68.00
32.83
19.84
234.14
13
46.37
59.00
38.40
53.00
31.47
-
228.24
14
17.65
56.00
34.75
59.00
29.87
-
197.27
15
23.47
60.00
37.81
59.00
30.12
-
210.40
16
19.35
62.00
39.23
60.00
33.47
-
214.05
17
20.76
55.00
31.03
70.00
31.35
-
208.14
18
23.47
58.00
43.18
61.00
37.44
-
223.09
19
25.19
53.00
39.44
69.00
39.34
47.64
273.61
20
43.41
50.00
41.81
67.00
30.53
-
232.75
a. Perhitungan kelas (K) Jumlah kelas
= 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 20 = 1 + 4,29 = 5,29 = 6 (dibulatkan)
b. Cyle time rata – rata Nilai interval kelas= X Max – X min K = 294.37 – 189.48 6 = 17.48 detik = 18 detik
IV-24
No
Interval
Xi
Fi
Xi x Fi
198
4
792
217
7
1519
236
5
1180
255
1
255
274
2
548
293
1
293
189 1
207 208 -
2
226 227 -
3
245 246 -
4
264 265 -
5
283 284 -
6
302 Jumlah
20
Cycle Time rata – rata untuk 1 lubang
4587
= 4587 / 20 = 229,35 detik = 3,82 menit
Maka kecepatan pemboran adalah
= 6 meter / 3,82 menit = 1,57 m / menit
e. Efisiensi Pemboran Waktu kerja produktif
= waktu kerja tersedia – waktu kerja tidak produktif = 600 – 145 menit = 455 menit
Maka efisiensi alat bor
= 455 / 600 * 100 % = 76 %
f. Produksi alat bor Produksi mesin bor tergantung kecepatan pemboran, mesin bor, volume setara, dan penggunaan efektif mesin bor. Produksi mesin bor dinyatakan dalam m3/jam. Maka persamaan produksi mesin bor adalah : P = Dr x Veq x EK x 60 Dimana : P
= Produksi mesin bor, m3/jam
Dr
= Kecepatan pemboran, m/menit
IV-25
Veq
= Volume setara, m3/m
EK
= Efesiensi waktu pemboran, %
1. Kecepatan pemboran (Dr) Kecepatan pemboran (Dr) adalah nilai yang menayatakan kedalaman pemboran yang dicapai untuk setiap satuan waktu tertentu. Untuk menghitung kecepatan pemboran digunakan persamaan sebagai beikut : Dr =
H CT
dimana : Dr
= Kecepatan pemboran, m/menit
H
= Kedalaman lubang bor yang ditempuh, meter
CT
= Waktu edar pemboran, menit
2. Volume setara (Veq) Volume serata (Veq) merupakan besarnya volume batuan yang terbongkar karena peledakan untuk setiap meter kedalaman lubang ledak yang dinyatakan dalam m3/m. Volume setara dapat dihitumg dengan persamaan : Veq
=
V N x H
dimana : Veq
= Volume setara, m3/m
V
= Volume batuan yang diledakkan, m3
N
= Kedalaman lubang ledak, meter
H
= Jumlah lubang ledak dalam satu kali peledakan
Secara umum volume batuan yang diledakkan (V) dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : V = A x L x dr Dimana : IV-26
V
= Volume batuan yang diledakkan, m3
A
= Luas daerah yang diledakkan, m2
L
= Tinggi jenjang, meter, (6.3 meter)
dr
= Densitas batuan, ton/m3
Luas daerah yang diledakkan adalah : A =PxL Dimana : A
= Luas daerah yang diledakkan, m2
P
= Panjang jenjang yang diledakkan, meter = 22 lubang bor x jarak antara spasi lubang bor = 22 lubang bor x 4 meter = 88 meter
L
= Lebar jenjang yang diledakkan = Jumlah burden x jarak antar burden = 1 buah x 2.5 meter = 2.5 meter
Sehingga luas daerah yang diledakkan adalah : A
=PxL = 88 meter x 2.5 meter = 220 m2
dengan demikian maka dapat dihitung harga dari Volume batuan yang diledakkan V = A x L x dr V = 220 m2 x 6.75 m x 1.95 = 2895.75 m3 sehingga dapat dihitung volume setara : IV-27
Veq
V =
N x H 2895.75
=
=
m
88 x 6.75 4.875
3
m
3
m /m
3. Produksi Pemboran Dari perhitungan diatas, maka dapat dihitung produksi mesin bor : Untuk produksi mesin bor tipe PCR 200 P
= Vt x Veq x EK x 60 = 1,57 meter/menit x 4.87 m3/m x 76 % x 60 = 348,65 m3/jam
PERENCANAAN PELEDAKAN OVERBUDEN
Dengan asumsi 4 kali peledakan selama satu bulan (1 kali seminggu), maka volume batuan yang harus diledakkan untuk 1 kali peledakan adalah sebagai berikut:
Perhitungan Geometri Peledakan Menurut Teori R.L. Ash
IV-28
Data-data diketahui : 1. Density overburden, kurang lebih 70 % merupakan sandstone/batu pasir dengan density = 2200 – 3250 lb/cuyd. Maka dapat diasumsikan harga density yang paling tinggi yaitu 3250 lb/cuyd = 120 lb/cuft agar didapat hasil yang paling baik. 2. Diameter lubang ledak = 3 inch 3. ANFO a. Specific Gravity
= 0,85
b. Velocity of Detonation
= 11.803 Fps
Oleh karena density overburden, specific gravity bahan peledak dan Velociy of Detonation bahan peledak tidak sama dengan standar, maka perlu disesuaikan dengan menggunakan “Adjustment Factor”, yaitu AF1 dan AF2 untuk menghitung Kb terkoreksi. Berdasarkan parameter-parameter di atas maka Adjusment Factor untuk bahan peledak ANFO dan overburden adalah :
∞ Adjusment Factor terhadap Bahan Peledak (AF1)
∞ Adjusment Factor terhadap densitas batuan (AF2)
Maka,
∞
Geometri Peledakan 1. Burden (B) IV-29
Maka jika dibandingkan dengan diameter lubang, burden dapat diambil 2,5 meter. 2. Spasi (S)
Dimana nlai Ks untuk detonator jenis ms delay = 1,0 – 2,0 a. Alternatif 1 Harga Ks ditetapkan sebesar 1,2 sehingga :
b. Alternatif 2 Harga Ks ditetapkan sebesar 1,4 sehingga :
c. Alternatif 3 Harga Ks ditetapkan sebesar 1,6 sehingga :
3. Stemming (T)
Di mana Kt = 0,5 – 1,0 a. Alternatif 1 Harga Kt ditetapkan sebesar 0,5
b. Alternatif 2 Harga Kt ditetapkan sebesar 0.75
c. Alternatif 3 Harga Kt ditetapkan sebesar 1.0
IV-30
4. Tinggi Jenjang (L) Tinggi jenjang digunakan dalam perhitungangeometri peledakan ini berdasarkan pada jangkauan Excavator Back Hoe dan kemampuan alat bor yang digunakan. Dalam hal ini tinggi jenjang yang disarankan 6 meter. 5. Subdrilling (J)
Di mana nilai Kj = 0,2 – 0,3 Besarnya nilai KJ yang ditetapkan untuk mendapatkan fragmentasi yang baik pada material sandstone ini adalh sebesar 0,3. Sehingga,
6. Kedalaman Lubang Tembak (H)
Dimana L = Tinggi Jenjang nilainya sebesar 6 meter J = Subdrilling nilainya sebesar 0,75 meter Maka :
7.
Kolom Isian Bahan Peledak (PC)
a. Alternatif 1
b. Alternatif 2
c. Alternatif 3 = 4.25 meter 8. Jumlah Lubang Ledak Diketahui target produksi blasting untuk tahun 2007 adalah sebesar 2500 BCM untuk sekali peledakan. Sehingga jumlah lubang ledak yang dibutuhkan (dalam hal ini pola peledakan yang digunakan adalah Box Cut) dicari dengan persamaan :
IV-31
Dimana; Pmin
= Panjang jenjang Minimum (meter)
n
= Jumlah baris dalam sekali peledakan (direncanakan 4 baris)
B
= Burden yang digunakan yaitu 2.5 meter
Sp
= Sasaran produksi dalam seklai peledakan ( direncanakan 2500 BCM)
L
= Tinggi jenjang (meter)
N
= Jumlah lubang ledak yang dibutuhkan
S
= Spasi (meter)
a. Alternatif 1 Dengan dimensi burden 2,5 meter, spasi 3 meter dan tinggi jenjang 6 meter, maka dapat dihitung besarnya panjangjenjang minimum berdasarkan pendekatan sasaran produksi, yaitu :
Maka jumlah lubang ledak yang dibutuhkan pada pola peledakan box cut adalah :
b.
Alternatif 2 Dengan dimensi burden 2,5 meter, spasi 3 meter dan tinggi jenjang 6 meter, maka dapat dihitung besarnya panjangjenjang minimum berdasarkan pendekatan sasaran produksi, yaitu :
Maka jumlah lubang ledak yang dibutuhkan pada pola peledakan box cut adalah :
IV-32
c.
Alternatif 3 Dengan dimensi burden 2,5 meter, spasi 3 meter dan tinggi jenjang 6 meter, maka dapat dihitung besarnya panjangjenjang minimum berdasarkan pendekatan sasaran produksi, yaitu :
Maka jumlah lubang ledak yang dibutuhkan pada pola peledakan box cut adalah :
9. Powder Factor
Di mana untuk enentukan jumlah bahan peledak yang digunakan maka harus diketahi terlebih dahulu jumlah bahan peledak/lubang. Harga powder factor yang disarankan untuk peledakan lapisan penutup (overburden) pada tambang batubara adalah berkisar antara 0,2 kg/BCM – 0,3 kg/BCM. -
a. Alternatif 1
•
•
Sehingga
IV-33
b. Alternatif 2
• • Sehingga
c. Alternatif 3
• •
Sehingga
Dari ketiga alternative yang didapat di atas hanya alternative ketiga yang sesuai dengan powder factor yang disarankan yaitu 0,301 kg/BCM. Jadi dapat dipastikan geometri peledakan yang ideal untuk diterpakan pada operasional peledakan sandstone adalah alternative yang ketiga, yaitu : Burden
= 2.5 meter
Spasi
= 4 meter
Stemming
= 2.5 meter
Subdrilling
= 0.75 meter
Tinggi jenjang
= 6 meter
Kedalaman lubang
= 6.75 meter
Kolom isian
= 4.25 meter
Jumlah Lubang Ledak = 46 lubang
IV-34