PEMANFAATAN SELULOSA ECENG GONDOK ( E i chor hor nia Crassipes) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN PLASTIK
BIODEGRADABLE Tri Kurnia Dewi(*), Amelia Noviasari, Faramitasari Faramitasari (*)Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya Inderalaya Jalan Palembang-Prabumulih Km.32 Ogan Ilir Sumsel 30662 Email :
[email protected] ABSTRAK
Eceng gondok ( Eichornia crassipes) crassipes) merupakan tumbuhan air yang hidup di rawa-rawa, danau, waduk dan sungai yang alirannya tenang. Pertumbuhan eceng gondok gondok yang sangat cepat menimbulkan berbagai masalah. Eceng gondok memiliki kandungan selulosa sebesar 64,51%. Selulosa yang berasal dari eceng gondok dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan plastik plastik biodegradable. biodegradable. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gliserol d an konsentrasi asam asetat terhadap elongasi, kuat tarik dan laju degradasi plastik biodegradable. biodegradable. Variabel yang diuji pada penelitian ini adalah konsentrasi gliserol dengan variasi 3 (%v/v); 5 ( %v/v); 7 (%v/v); 9(%v/v) dan 11 ( %v/v) serta konsentrasi asam asetat dengan variasi 1%; 5%, 10%; 15% dan 20%. Plastik biodegrable ini disintesis dengan 7gr selulosa, 3gr kitosan, waktu waktu pemasakan 1 jam dan temperatur pemasakan pemasakan 90 0C.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel plastik biodegradable biodegradable terbaik dengan konsentrasi gliserol 11 (%v/v) dan konsentrasi asam asetat 1% memiliki persentase elongasi sebesar 26,64%, nilai kuat tarik sebesar 0,34 MPa dan laju degradasi 72,88%. Kata kunci: bioplastik, eceng gondok, delignifikasi, gliserol, hidrolisis, kitosan ABSTRACT
Water hyacinth (Eichornia crassipes) is an aquatic plants that live in swamps, lakes, reservoirs and rivers that flow is quiet. The growth of water hyacinth very quickly cause problems. Water hyacinth has a cellulose content of 64.51%. Cellulose derived from water hyacinth used as raw material for the manufacture of biodegradable plastics. This study aims to determine the effect of glycerol concentration and the concentration of acetic acid to elongation, tensile strength and degradation rate of biodegradable plastic. Variables tested in this study is the concentration of glycerol with three variations (% v / v); 5 (% v / v); 7 (% v / v); 9 (% v / v) and 11 (% v / v) and the concentration of acetic acid with a variation of 1%; 5%, 10%; 15% and 20%. Biodegrable plastics are synthesized by 7gr cellulose, chitosan 3gr, 1 hour cooking time and cooking temperature 90 0C.Hasil this study shows that the best biodegradable plastic samples with glycerol concentration of 11 (% v / v) and the concentration of 1% acetic acid has a percentage of elongation at 26 , 64%, a value of 0.34 MPa tensile strength and degradation rate of 72.88%.
K eywo eyworr ds: bioplastic, water hyacinth, delignification, glycerol, hydrolysys, chitosan 1.
PENDAHULUAN Di era modern ini, perkembangan industri, teknologi dan populasi penduduk sangat ber pengaruh dalam peningkatan penggunaan plastik. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat dari bahan-bahan petrokimia termasuk dalam sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2008, produk sampah plastik di Indonesia sebesar 5,4 juta ton/tahun. Jumlah sampah plastik tersebut merupakan 14 1 4 persen dari total
produksi sampah di Indonesia. Sampah plastik menjadi masalah bagi lingkungan karena plastik membutuhkan waktu yang lama untuk terurai. Salah satu cara yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah pencarian bahan baku plastik alternatif yang dapat diperbaharui dan dapat di degradasi oleh tanah, yaitu plastik biodegradable. Bahan baku pembuatan plastik biodegradable terdapat biodegradable terdapat di dalam tanaman, yaitu pati dan selulosa. Penggunaan pati yang terdapat pada umbi-umbian, biji-bijian, batang tanaman seperti kentang dan gandum dapat
mengganggu ketahanan pangan. Maka dari itu pembuatan plastik biodegradable berbahan baku yang mengandung pati dapat digantikan dengan bahan baku yang mengandung selulosa. Eceng gondok merupakan tanaman yang dianggap gulma bagi lingkungan perairan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mem berantas tanaman gulma ini, namun tidak pernah berhasil karena tingkat pertumbuhan tanaman ini lebih cepat dari pembuangannya (Koes, 2010). Eceng gondok memiliki kandungan selulosa sebanyak 64,51%.(Astuty,N , 2013). Dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi ini maka eceng gondok sebagai pilihan alternatif dalam pembuatan plastik biodegradable agar tidak mengganggu ketahanan pangan. Eceng Gondok Eceng gondok ( Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan air yang hidup di rawarawa, danau, waduk dan sungai yang alirannya tenang. Enceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang enceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 ha, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 ha. Pertumbuhan enceng gondok dalam waktu 6 bulan pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton (Farida, 2012). Pertum buhan eceng gondok yang sangat cepat menim bulkan berbagai masalah, seperti mempercepat proses pendangkalan sungai. Tabel 1. Komposisi Kimia Eceng Gondok Kering No Komposisi Persentase Kimia (%) 1 Selulosa 64,51 2 Pentose 15,61 3 Lignin 7,69 4 Silica 5,56 5 Abu 12 (Sumber : Astuty, N. 2013) Selulosa Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan -1,4 glikosidik . Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan
tidak mudah larut. Di alam, selulosa biasanya berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin hingga membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan.
Gambar 1. Struktur Kimia Selulosa
Rumus molekul selulosa (C 6H10O5)n dengan n adalah jumlah pengu- langan unit-unit gula atau ukuran rantai polimer yang dinyatakan dengan derajat polimerisasi (DP). Besarnya derajat polimerisasi pada selulosa bervariasi tergantung sumber selulosa yang digunakan dan perlakuan yang diberikan. Bioplastik Plastik ramah lingkungan atau dikenal dengan istilah bioplastik (biodegradable plastic) merupakan plastik yang dapat diuraikan oleh jamur atau mikroorganisme di dalam tanah sehingga akan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh plastik sintetik. Bahan dasar pembuatan plastik biodegradable adalah tanaman yang memilki kandungan senyawa pati atau selulosa. Kecepatan biodegradasi bio plastik tergantung pada temperatur (50-70 OC), kelembaban, jumlah dan jenis mikroba. Degradasi berlangsung cepat hanya jika ketiga persyaratan tersebut tersedia. Semua polimer alam bersifat biodegradable, tetapi terdapat kelemahannya yaitu polimer alam memiliki sifat mekanik yang relatif rendah, brittle, dan mudah rusak akibat pengaruh termal (Selpiana, dkk., 2015). Maka dari itu diperlukan bahan pendukung sebagai upaya memperkuat sifat kimia fisik bioplastik ini, seperti penambahan kitosan dan gliserol. Kitosan dengan sifat hidrofiliknya dapat mem buat meningkatkan ketahanan plastik terhadap air, sedangkan gliserol digunakan sebagai plasticizer untuk memperbaiki beberapa sifat polimer segi mekanik diantaranya, fleksibilitas dan kerekatannya. Metode Pembuatan Bioplastik Film plastik dapat dibentuk menjadi suatu objek, film ataupun serat. Film plastik dapat dibuat melalui dua teknik dasar yang berbeda, yaitu solution casting atau molten polymer (Juari, 2006). Penelitian ini menggunakan teknik solution casting dalam pembuatan film bioplastik dari selulosa eceng gondok dengan kitosan dan gliserol sebagai bahan pendukung. Teknik solution casting , bahan polimer dilarutkan ke dalam pelarut yang cocok untuk
menghasilkan larutan yang viskos. Larutan yang dihasilkan dituang pada suatu permukaan yang rata (cetakan) yang bersifat non-adsesif dan pelarut dibiarkan menguap sampai habis. Film plastik yang sudah kering kemudian diangkat dari cetakannya. Teknik molten polymer di lakukan dengan cara pemanasan polimer sampai di atas titik lelehnya (Juari, 2006). Gliserol Gliserol merupakan produk samping produksi biodisel dari reaksi transesterifikasi. Gliserol (1,2,3 propanetriol) merupakan senyawa yang tidak berwarna, tidak berbau dan merupakan cairan kental yang memiliki rasa manis (Pagliaro dkk., 2008). Gliserol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler. Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan pada suatu produk dengan tujuan untuk menurunkan kekakuan dari polimer dan ekstensibilitas polimer (Zulisma, 2013).
Gambar 2. Struktur Kimia Molekul Gliserol
Dalam pembuatan plastik biodegradable, penambahan kadar gliserol pada campuran bahan baku mempengaruhi sifat mekanisnya, seperti kuat tarik lapisan film, peningkatan fleksibilitas, dan mengurangi kerapuhan. Pengurangan kekuatan tarik intermolekul pada ikatan polimer menyebabkan kenaikan sifat fleksi bilitas pada plastik. Beberapa hasil penelitian sebelumnya, plasticizer harus diminimalkan karena dapat meningkatkan permeabilitas uap air dan menurunkan sifat kohesi film yang mempengaruhi sifat mekanik film (Silva dkk., 2009). Senyawa ini salah satu pemlastis yang banyak digunakan karena cukup efektif mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekuler dan tidak mudah menguap saat proses pemanasan karena titik didih gliserol yang tinggi (290 oC). Kitosan Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul (C 6H11 NO4)n. Kitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kitosan tidak larut dalam air,dalam larutan basa kuat, dalam asam sulfat, dalam pelarut-pelarut organik seperti
dalam alkohol, dalam aseton, dalam dimetilformamida, dan dalam dimetilsulfoksida, tetapi larut dalam asam asetat (Oktaviana, 2002).
Gambar 3. Mekanisme Ionisasi Kitosan pada Asam Asetat
Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi, kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradable karena mempunyai gugus fungsional yaitu gugus amino. Selain gugus amino, terdapat juga gugus hidroksil primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi tersebut mengakibatkan kitosan mempunyai kereaktifitasan kimia yang tinggi (Tokura, 1995). Gugus fungsi yang terdapat pada kitosan memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi-reaksi dengan zat perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat memungkin- kannya kitosan digunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu plastik yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan. Selain itu, kitosan merupakan antimikroba alami dan beberapa studi telah membuktikan kemampuan kitosan sebagai antimikroba. Penggunaan kitosan sebagai pengisi menunjukkan permea bilitas oksigen dari film-film meningkat dengan meningkatnya viskositas kitosan, tetapi uap air tingkat transmisi tidak sama terpengaruh. Menurut Sebastian dkk, (2006) komposit film dari kitosan dan polylacticacid (PLA) dimana meningkatkan sifat mekanik, mengurangi sifat kelembaban dari matriks tersebut. Asam Asetat Asam asetat yang biasa disebut asam cuka memiliki rumus molekul CH 3COOH. Asam asetat merupakan suatu senyawa yang ber bentuk cairan, tidak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut dalam air, alkohol, gliserol dan eter. Pada tekanan atmosferik, titik didih asam asetat sekitar 118.1oC. Asam asetat merupakan senyawa turunan dari asam karboksilat. Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H + (Proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2, sehingga ia bisa melarutkan
senyawa polar seperti garam anorganik dan gula maupun senyawa nonpolar, seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform, dan heksana. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka kitosan semakin larut, dimana kitosan dilarutkan di dalam asam asetat memiliki nilai kuat tarik yang tinggi dibandingkan asam lainnya (Caner, dkk. 1998). Menurut Dewi dkk (2014), asam asetat dalam campuran film plastik berfungsi sebagai pelarut kitosan. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka kitosan tidak akan mengalami hidrolisis. Tingginya konsentrasi asam asetat juga menghambat proses degradasi oleh mikroorganisme dalam tanah karena asam asetat memiliki aktivitas antibakteri Oleh karena itu, peran serta asam asetat tidak dapat diabaikan ketika digunakan sebagai pelarut kitosan. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka kitosan semakin larut, dimana kitosan dilarutkan di dalam asam asetat memiliki nilai kuat tarik yang tinggi dibandingkan asam lainnya (Caner, dkk. 1998). Elongasi Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tarik (tensile strength). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui persentase pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan. Elongasi merupakan salah satu jenis deformasi. Deformasi merupakan perubahan ukuran yang terjadi saat material di beri gaya. Kuat Tarik Tensile strength atau kuat tarik merupakan ukuran kekuatan suatu bahan ketika bahan menerima beban yang cenderung meregangkan atau memperpanjang bahan sebelum bahan tersebut patah/putus. Pengujian ini untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai tarikan maksimum pada bioplastik dan untuk mengetahui ketahanan. Nilai tensile strength sendiri bergantung pada konsentrasi dan banyaknya bahan untuk membuat bioplastik. Biodegradasi Polimer yang dibuat dari bahan-bahan alami rentan terhadap degradasi oleh mikroorganisme. Proses terjadinya biodegradasi film plastik pada lingkungan dimulai dengan tahap degradasi kimia, yaitu oksidasi molekul yang menghasilkan polimer dengan berat molekul yang rendah. Tahap selanjutnya adalah serangan mikroorganisme (bakteri, jamur dan alga) dan
aktivitas enzim (intracellular dan extracellular ). Setelah itu akan terlihat plastik mulai terurai dalam rentang waktu tertentu. 2. METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya pada bulan November 2016 s.d. Januari 2017. Variabel Yang Diteliti 1) Variabel tetap terdiri dari 7 gram selulosa, 3 gram kitosan, suhu pemasakan 90 C, waktu pemasakan 1 jam. 2) Variabel berubah terdiri dari konsentrasi gliserol dan konsentrasi asam asetat
Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan untuk penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) Tepung eceng gondok 2) Aquadest 3) NaOH 5% 4) Gliserol 5) Asam asetat 6) Kitosan 7) Alkohol 96% 8) H2SO4 2% Peralatan untuk penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) Blender 2) Ayakan 3) Kertas saring 4) Neraca analitis 5) Gelas ukur 6) Beaker glass 7) Pipet tetes 8) Hot plate 9) Termometer 10) Oven 11) Plat kaca Peralatan untuk Analisa Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) Neraca analitis 2) Statif 3) Mikrometer sekrup 4) Jangka sorong 5) Penggaris Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku 1) Eceng gondok dicuci dengan air bersih hingga tidak ada kotoran yang menempel dan dipotong hinggs ukuran ±1 cm 2) Eceng gondok dijemur selama ±7 hari hingga benar-benar kering
3)
Eceng gondok yang telah kering dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi tepung eceng gondok.
Pre-treatment Eceng Gondok 1) Tepung eceng gondok sebanyak 30 gram ditambah 400 ml larutan NaOH 5% di dalam 1000 ml erlenmeyer lalu dipanaskan dengan hotplate pada temperatur 100 oC selama 1 jam 2) Bubur hasil perendaman dicuci dengan 400 ml aquadest sebanyak 3 kali pencucian dan disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan lignin yang terlarut 3) Bubur yang telah dicuci dimasukkan ke dalam oven pada suhu 70 0C untuk menghilangkan kadar air sehingga diperoleh selulosa. 4) Selulosa yang diperoleh ditambah 400 ml larutan H2SO4 2% di dalam 1000 ml erlenmeyer yang ditutup rapat dengan gabus dan aluminium foil 5) Larutan dipanaskan pada temperatur 1000C dengan menggunakan hotplate selama 1 jam 6) Hasil hidrolisis disaring menggunakan kertas saring untuk memperoleh selulosa, kemudian dinginkan hingga temperatur 280C. 7) Hasil hidrolisis dilakukan pengukuran pH lalu dicuci menggunakan aquadest. Pembuatan Plastik Biodegradable 1) Selulosa eceng gondok sebanyak 7 gram dan kitosan sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam gelas beker 250 ml 2) Dilakukan pengenceran larutan asam asetat (1%, 5%, 10%, 15% dan 20%) dituang ke dalam gelas beker yang telah berisi selulosa eceng gondok dan kitosan 3) Larutan selulosa eceng gondok dan kitosan dilakukan pemanasan dan pengadukan hingga temperatur 90 0C selama 30 menit 4) Selanjutnya ditambahkan dengan gliserol (3(%v/v),7(%v/v),9(%v/v),dan11(%v/v)). Kemudian dilakukan pemanasan dan pengadukan pada temperatur 90 0C selama 30 menit. 5) Sebelum dicetak di dalam cetakan kaca, larutan didiamkan selama 30 menit untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara. 6) Plastik biodegradable dicetak pada plat kaca berukuran 20x20 cm yang telah dibersihkan sebelumnya dengan alkohol 96%.
7)
8)
9)
Plastik biodegradable yang telah dicetak, diimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 50-600C selama 6 jam Plastik biodegradable didinginkan pada temperatur ruang, dan dilepaskan dari plat kaca secara perlahan. Plastik biodegradable siap dianalisa dan diuji karakteristik mekaniknya.. Pencucian
Pemotongan
Pengeringan
Pengecilan Ukuran
Delignifikasi
Hidrolisis Asam
Pembuatan Plastik Biodegradable Pembuatan
Analisa
Gambar 4. Diagram alir penelitian Prosedur Pengujian Prosedur pengujian Elongasi dan Kuat Tarik Plastik Biodegradable 1) Sampel film plastik dipotong dengan variasi ukuran 2x5 cm 2) Sampel film plastik diukur ketebalannya menggunakan mikrometer sekrup 3) Sampel film plastik kemudian dijepit dengan menggunakan penjepit 4) Sampel plastik yang telah dijepit kemudian digantung pada statif dan ditarik menggunakan beban tertentu 5) Setiap pertambahan panjang sampel film plastik diukur menggunakan jangka sorong hingga putus 6) Perhitungan analisa kuat tarik, yaitu:
Elongasi (%) =
−
100............(1)
Keterangan: lo = Panjang sampel mula-mula (m) l = Panjang sampel yang diberikan beban hingga putus (m) Kuat Tarik (MPa) =
...................(2)
Keterangan: F = Gaya (kgf) Ao = Luas penampang sampel (m 2)
Analisa Biodegradasi Metode Soil Burial Test 1) Sampel plastik biodegradable dengan ukuran 2 cm x 2 cm dan ditimbang berat awalnya.
2) 3)
Sample plastik biodegradable dimasukkan ke polybag berisi tanah Berat sampel plastik biodegradable ditimbang dalam waktu 28 hari Sebelum ditimbang berat akhirnya, sampel diambil dan dibersihkan Perhitungan analisa biodegradasi yaitu:
Gambar 5. Pengaruh Konsentrasi Gliserol terhadap Elongasi dan Kuat Tarik Plastik Biodegradable (7 gram selulosa, 3 gram kitosan, konsentrasi asam asetat 1%, suhu pemasakan 90 C, waktu pemasakan 1 jam)
Dari hasil analisa yang dilakukan, kadar selulosa yang terkandung dalam eceng gondok setelah diolah cukup besar yaitu 61,98%. Kandungan selulosa pada eceng gondok ini lebih besar dari kandungan selulosa alang-alang setelah diolah pada penelitian yang dilakukan Sumartono. dkk, (2015) yaitu hanya 40%. Kandungan selulosa yang tinggi pada eceng gondok memiliki potensi sebagai bahan baku untuk pembuatan plastik biodegradable.
Gambar 5 menunjukkan peningkatan persentase elongasi seiring bertambahnya konsentrasi gliserol dengan perolehan nilai persentase elongasi tertinggi 26,64%. Semakin tinggi konsentrasi gliserol yang ditambahkan, semakin tinggi persentase elongasi plastik biodegradable. Tingginya konsentrasi gliserol menurunkan jarak intermolekuler sepanjang rantai biopolimer dan menguatkan tingkat keelastisitasan dari plastik biodegradable. Penambahan konsentrasi gliserol melemahkan ikatan hidrogen, sehingga jarak antar molekul biopolimer menjadi renggang. Kerenggangan antar molekul biopolimer meningkatkan fleksi bilitas sampel plastik biodegradable. Sedangkan, persentase elongasi berbanding terbalik dengan nilai kuat tarik. Gambar 5 menunjukkan penurunan nilai kuat tarik seiring bertambahnya konsentrasi gliserol dengan perolehan nilai kuat tarik tertinggi 0,49 MPa pada konsentrasi gliserol 3 (%v/v). Semakin tinggi konsentrasi gliserol yang ditambahkan, nilai kuat tarik semakin menurun. Kenaikan konsentrasi gliserol melemahkan ikatan hidrogen dalam rantai biopolimer sehingga menyebabkan interaksi antar molekul biopolimer menjadi semakin berkurang. Lemahnya ikatan hidrogen antar molekul menyebabkan berkurangnya kuat tarik plastik biodegradable. Nilai kuat tarik plastik biodgradable proporsional dengan persentase elongasi pada konsentrasi gliserol 8 (%v/v) sebesar 0,42 MPa dan 21%.
Pengaruh Konsentrasi Gliserol terhadap Elongasi dan Kuat Tarik Plastik
Pengaruh Konsentrasi Gliserol terhadap Laju Degradasi Plastik Biodegradable
4) 5)
Laju Degradasi (%) =
W1-W2 W1
x 100 %. .....(3)
Keterangan : W1 = Berat sampel awal (gram) W2 = Berat sampel setelah biodegradasi (gram)
analisa
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Kandungan Selulosa Eceng Gondok Tabel 2. Data Hasil Analisa Kandungan Selulosa Eceng Gondok
No.
Sampel
% Selulosa
1.
Eceng Gondok Sebelum diolah
59,22
2
Eceng Gondok Setelah diolah
61,98
Biodegradable
Gambar 6. Pengaruh Rasio Gliserol terhadap Laju Degradasi Plastik Biodeg-
radable (7 gram selulosa, 3 gram kitosan, konsentrasi asam asetat 1%, suhu pemasakan 90 C, waktu pemasakan 1 jam)
Gambar 6 menunjukkan peningkatan laju degradasi seiring bertambahnya konsentrasi gliserol dengan perolehan laju degradasi tertinggi 72,88%. Semakin tinggi konsentrasi gliserol, semakin tinggi laju degradasi plastik biodegradable. Tingginya konsentrasi gliserol meningkatkan kemampuan daya serap plastik biodegradable terhadap air di dalam tanah. Kandungan air yang banyak dengan bantuan aktivitas mikroba dan bakteri meningkatkan laju degradasi plastik biodegradable di dalam tanah. Berdasarkan gambar 5 didapatkan titik proporsional pada konsentrasi gliserol 8 (%v/v), maka laju degradasi yang dihasilkan sebesar 58%. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Elongasi dan Kuat Tarik Plastik
Biodegradable
tersendiri di luar fase polimer dan akan menurunkan gaya intermolekul antar rantai. Sedangkan, persentase elongasi berbanding terbalik dengan nilai kuat tarik. Gambar 7 menunjukkan peningkatan nilai kuat tarik seiring bertambahnya konsentrasi asam asetat dengan perolehan nilai kuat tarik tertinggi 0,71 MPa. Pada konsentrasi asam asetat 10%. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, semakin tinggi nilai kuat tarik yang dihasilkan walaupun tidak begitu signifikan. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka kitosan semakin larut, dimana kitosan dilarutkan di dalam asam asetat memiliki nilai kuat tarik yang tinggi dibandingkan asam lainnya. Namun, konsentrasi asam asetat 15% dan 20% menyebabkan nilai kuat tarik mengalami penurunan menjadi 0,67 MPa dan 0,58 MPa. Hal ini disebabkan konsentrasi asam asetat 15% dan 20% melewati titik jenuh sehingga kitosan tidak terhidrolisis dan menurunkan jarak ikatan antar molekul. Nilai kuat tarik plastik biodegradable proporsional dengan persentase elongasi pada konsentrasi asam asetat 4,5% sebesar 0,59 MPa dan 13,8%. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Laju Degradasi Plastik Biodegradable
Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Elongasi dan Kuat Tarik Plastik Biodegradable (7 gram selulosa, 3 gram kitosan, konsentrasi gliserol 3 (%v/v), suhu pemasakan 90 C, waktu pemasakan 1 jam) Gambar 7 menunjukkan penurunan persentase elongasi seiring bertambahnya konsentrasi asam asetat dengan perolehan nilai persentase elongasi tertinggi 15,88% pada konsentrasi asam asetat 1%. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, semakin rendah persentase elongasi plastik biodegradable. Penurunan persentase elongasi ini disebabkan oleh penambahan kitosan sebagai zat aditif. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, semakin larut kitosan Kitosan merapatkan jarak antar molekul biopolimer yang merenggang. Penurunan jarak antar molekul biopolimer plastik biodegradable disebabkan karena titik jenuh telah terlampaui sehingga molekul-molekul pemplastis yang berlebih berada di dalam fase
Gambar 8. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Laju Degradasi Plastik Biodegradable (7 gram selulosa, 3 gram kitosan, konsentrasi gliserol 3 (%v/v), suhu pemasakan 90 C, waktu pemasakan 1 jam)
Gambar 8 menunjukkan penurunan laju degradasi seiring bertambahnya konsentrasi asam asetat dengan perolehan laju degradasi tertinggi 48,21% pada konsentrasi asam asetat 1%. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, semakin rendah laju degradasi. Tingginya konsentrasi asam asetat menyebabkan kitosan tidak mengalami hidrolisis. Konsentrasi asam asetat yang tinggi juga menghambat proses degradasi oleh mikrooorganisme dalam tanah hal tersebut
dikarenakan asam asetat memiliki aktivitas antibakteri. Oleh karena itu, peran serta asam asetat tidak dapat diabaikan ketika digunakan sebagai pelarut kitosan. Berdasarkan gambar 7 didapatkan titik proporsional pada konsentrasi asam asetat 4%, maka laju degradasi yang dihasilkan 42%. 4. 1.
KESIMPULAN Semakin tinggi konsentrasi gliserol, maka persentase elongasi semakin tinggi, laju degradasi plastik biodegradable semakin tinggi, dan nilai kuat tarik plastik biodegradable semakin rendah 2. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka persentase elongasi plastik biodegradable semakin rendah, laju degradasi plastik biodegradable semakin menurun dan nilai kuat tarik naik sampai dengan konsentrasi 10%, dan turun setelah konsentrasi asam asetat lebih dari 10% 3. Plastik biodegradable terbaik diperoleh dari Sampel plastik biodegradable terbaik dengan konsentrasi gliserol 11 (%v/v) dan konsentrasi asam asetat 1% memiliki persentase elongasi sebesar 26,64%, nilai kuat tarik sebesar 0,34 MPa dan laju degradasi 72,88%. DAFTAR PUSTAKA Astuti, N. 2013. Potensi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms) Rawa Pening Untuk Biogas Dengan Variasi Campuran Kotoran Sapi. Workshop Penyelamatan Ekosistem Danau Rawa Pening. KLH dan UNDIP Semarang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara. 2003. Eceng Gondok di Danau Toba. Medan. Bourtoom, T. 2008. Plasticizer Effect on The Properties of Biodegradable Blend Film From Rice Strach-Chitosan. Songklanakarin Journal of Science & Technology, 89, 149. Caner, dkk. 1998. Chitosan Film Mechanical and Permeation Properties as Affected by Acid, Plasticizer, and Storage. Journal Food Science Vol. 63, No. 6. Farida. 2012. Pemanfaatan Serat Eceng Gondok dan Kitosan Sebagai Bahan Baku untuk Pembuatan Poly Lactic Acid Sebagai Kemasan Ramah Lingkungan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Juari. 2006. Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik dari Poly-3-Hidroksi alka
noat (PHA) yang Dihasilkan Ralstonia Eutropha pada Hidrolisat Pati Sagu dengan Penambahan Dimetil Ftalat (DMF). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Kementrian Negara Lingkungan Hidup Repub lik Indonesia (KNLH). 2008. Statistik Persampahan Indonesia. Jakarta: Ja pan International Cooperation Agency (JICA). Koes. 2010. Telaga Rawa Pening, Masyarakat Banyu Biru, dan Eceng Gondok . (Online). http://cata tan_go_blogs pot.com/2010_08_01.archive.html. Di akses pada tanggal 23 Desember 2016. Liew, dkk. 2014. Effect of Polymer, Plasticizer and Filler on Orally Disintegrating Film. Drug Development and Indus trial Pharmacy, 40(1), 110 – 119. Michael. 2014. Pengaruh Komposisi Selulosa Sebagai Bahan Pengisi Pada Komposit Poliester Tidak Jenuh. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Oktavina, T.D. 2002. Pembuatan dan Analisa Film Bioplastik dari Kitosan Hasil Iradiasi Kitin yang Berasal dari Kulit Kepiting Bakau (Scylla serata). Universitas Pancasila Jakarta. Rachmawati, N. Dkk. 2015. Mechanicl Proper ties and Biodegradability of AcidSoluble Chitosan-Starch Based Film. Squalen Bull of Mar & Fish. Postharvest & Biotech. 10(1), 1 -7. Riza, F.R. 2014. Pembuatan Film Plastik Biodegradabel dari Pati Umbi Keladi Liar . Jurnal Tekinik Kimia Universitas Sriwijaya. Sebastian, F., dkk. 2006. Novel biodegradable films made from chitosan and poly (lactic acid) Alt antifungal properties against mycotoxinogen strains. Carbohydrate Polymers, vol. 65, pp.185 – 193, 2006. Selpiana, dkk. 2015. Pembuatan Plastik Biodegradable dari Tepung Nasi Aking . Jurnal Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. Silva, M.A. dkk. 2009. Alginate and Pectin Composite Films Crosslinked with Ca2+ ions: Effect of The Plasticizier Concentration, Carbohyd. Polym. 77, pp.736-742. Sumartono, N.W., dkk. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Bioplastik Berbasis Alang-Alang (Imperata Cylindrica(L.)) dengan Penambahan Kitosan, Gliserol, dan Asam Oleat. Vol. 10, No.
2, hal 13-25. Universitas Negeri Yogyakarta. Tokura, S. 1995. Specification And Chara terization Of Chitin And Chi tosan Collection Of Working Papers. Universiti Kebangsaan Malaysia 8 : 67 – 68 Zulferiyenni, dkk. 2014. Pengaruh Konsentrasi Gliserol dan Tapioka Terhadap Karakteristik Biodegradable Film Berbasis Rumput Laut Eucheuma cottonii. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. 19(3): 5-10. Zulisma, A. 2013. Pengaruh Waktu Simpan Film Plastik Biodegradasi Dari Pati Kulit Singkong Terhadap Sifat Mekaniknya. Jurnal Teknik Kimia. Vol.2 No.2.