MAKALAH
PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI JASA KEUANGAN DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Disusun Oleh:
Muchamad Pandu Siwi 121150021
MAGISTER EKONOMI
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akhir tahun 2015 dunia bisnis di kawasan ASEAN akan memasuki era baru, yaitu Era ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Seluruh masyarakat dari berbagai negara yang berada pada kawasan Regional Asia Tenggara akan sangat leluasa melakukan perdagangan di kawasan tersebut. Globalisasi dan kerjasama secara regional sebagai wujud dari liberalisasi perdagangan, de-regulasi, serta kemajuan teknologi yang semakin pesat seiring dengan perkembangan zaman telah menciptakan persaingan baru yang begitu dinamis. Sumber-sumber keunggulan kompetitif tradisional akan menjadi hal biasa dan tidak lagi memberikan jaminan jangka panjang bagi sebuah bisnis.
Pasar dengan pola demand dan supply yang baru, akan datang dan pergi dalam tempo waktu yang singkat. Para pelaku usaha yang tidak dinamis mengikuti permintaan pasar akan tergerus dengan kompetitor dari negara tetangga yang terus melakukan inovasi terhadap nilai jual barang atau produk usaha yang ditawarkan. Karena kemajuan teknologi akan membuat siklus kehidupan suatu produk dan/atau jasa menjadi jauh lebih pendek. Keputusan serta tindakan strategis perusahaan harus segera direstrukturisasi. Tiap-tiap Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada, (terutama di Indonesia) harus segera meningkatkan kemampuannya (softskill) agar dapat bernilai lebih dan berdaya saing tinggi dengan kemampuan yang dimiliki oleh SDM dari negara-negara lain dalam kawasan ASEAN. Jika tidak, maka seiring dengan berjalannya waktu, Indonesia tidak akan mampu menikmati segar nya pasar bebas dan terbuka yang akan segera diimplementasikan akhir tahun 2015.
Jika dilihat dari sisi potensi ekonomi, Indonesia merupakan salah satu emerging country yang saat ini menjadi salah satu kekuatan ekonomi ASEAN. Dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,3 persen jika dibandingkan dengan Malaysia 5,4 persen, Thailand 5 persen, Singapura 1,2 persen, Filipina 6,6 persen, dan Vietnam 5,7. Dari sisi jumlah penduduk, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar yakni 247 juta jiwa sebagai pasar potensial dan tenaga kerja. Prospek Indonesia sebagai negara dengan perekonomian nomor 16 di dunia, nomor 4 di Asia setelah China, Jepang dan India, serta terbesar di Asia Tenggara, semakin menjanjikan karena didukung oleh melimpahnya sumber daya alam, pertumbuhan konsumsi swasta dan iklim investasi yang makin kondusif.
Daya saing global perusahaan Indonesia akan semakin tergantung pada matching strategi bisnis mereka dengan berbagai karakteristik baru pasar yang tercipta dan persaingan global yang muncul dimasa mendatang. Perusahaan-perusahaan tersebut akan dapat dipastikan tidak bisa lagi terus-menerus mengandalkan strategi yang bersumber pada market power, seperti monopoli dan fasilitas. Sudut pandang yang baru seperti resource based-view, penekanannya berada pada keunggulan yang kompetitif serta bersumber dari kepemilikan atas berbagai keterampilan, pengetahuan, aset sumber daya (baik tangible atau intangible), dan kompetensi yang sulit untuk diimitasi dan "dicopy". Perusahaan harus juga membantu serta mengupayakan pengembangan kapabilitas strategik sumberdaya internalnya, terutama kapabilitas sumberdaya manusia, sebagai subjek sumber yang dapat terus belajar dan dapat membaca situasi serta mempelajari lingkungan dimana perusahaan berdiri.
Penjabaran akan situasi dunia bisnis Indonesia yang tertera diatas telah mengisyaratkan bahwa persaingan global antar kawasan regional ASEAN akan segera dimulai. Dunia bisnis Indonesia harus segera melakukan berbagai pembenahan diri. Secara penghitungan demografis, dengan jumlah penduduk yang hampir menyentuh angka kurang lebih 240 juta jiwa, dimana jumlah tersebut adalah sebanyak 40 persen dari jumlah seluruh penduduk dalam kawasan Asia Tenggara yang berjumlah total kurang lebih 600 juta jiwa, Indonesia seharusnya bisa menjadi primadona dalam kerjasama tersebut. Indonesia menjadi kawasan atau sasaran empuk bagi pasar-pasar negara tetangga karena dapat dipastikan membutuhkan konsumsi barang atau produk yang tidak sedikit dengan jumlah penduduk tersebut.
MEA 2015 juga dinilai masih memberikan dua sudut pandang yang berbeda bagi kebanyakan pelaku ekomomi di Indonesia, baik dari sisi Pemerintah maupun Swasta, yaitu dapat menjadi sebuah Opportunity (peluang) ataupun Threats (hambatan) . Jika tidak didampingi dengan SDM yang terus ditingkatkan kemampuannya serta diiringi dengan pemberian pembinaan yang cukup, maka MEA dapat menjadi hambatan bagi Negara Indonesia, dimana MEA dapat menjadikan Indonesia hanya sebagai seorang "penonton". Sebaliknya jika Indonesia dapat mengembangkan dan meningkatkan daya saingnya melalui kemampuan (softskill) dari SDM yang dimiliki, maka Indonesia bisa menjadi seorang "pemain" dan bahkan "pemeran utama" dalam implementasi MEA yang akan segera dilaksanakan di penghujung tahun 2015.
MEA adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam mendirikan MEA, MEA akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pada saat yang sama, MEA akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;
Pengakuan kualifikasi profesional;
Konsultasi lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
Langkah-langkah pembiayaan perdagangan;
Meningkatkan infrastruktur
Pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN;
Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;
Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN secara keseluruhan untuk tetap melihat ke depan,
karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
Pasar dan basis produksi tunggal,
Kawasan ekonomi yang kompetitif,
Wilayah pembangunan ekonomi yang merata
Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global.
Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di antara para pemangku kepentingan yang relevan.
Adanya MEA membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong industri jasa keuangan meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi persaingan regional di Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Berlakunya MEA akan mempersempit kesenjangan kemampuan industri jasa keuangan di seluruh negara Asean. Adanya peran otoritas keuangan yang memiliki kepentingan agar industry jasa keuangan dapat tumbuh dan berkembang semakin kuat dan berdaya saing tinggi. Maka, otoritas keuangan mendorong industry jasa keuangan untuk terus meningkatkan efisiensi dan daya saing, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan infrastruktur pendukung lainnya agar industri jasa keuangan nasional mampu berprestasi di tingkat regional Asean.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Pentingnya Masyarakat Ekonomi ASEAN tidak terlepas dari dampak positif dan manfaat dari diberlakukannya perdagangan bebas diwilayah regional Asia Tenggara tersebut. Industri jasa keuangan di Tanah Air harus meningkatkan kemampuan dalam menghadapi persaingan regional saat dibukanya kran Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Berlakunya MEA akan mempersempit kesenjangan kemampuan industri jasa keuangan di seluruh negara ASEAN. Imbas lain berlakunya MEA yakni peningkatan kestabilan sistem keuangan di kawasan demi melindungi kepentingan konsumen. Oleh karena itu, OJK berkepentingan agar industri jasa keuangan dapat tumbuh dan berkembang semakin kuat dan berdaya saing tinggi. Dengan mendorong industri jasa keuangan untuk terus meningkatan efisiensi dan daya saing serta makin bagusnya kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung lainnya, maka industri jasa keuangan nasional akan lebih dikenal luas sekaligus dapat berkiprah di level yang lebih kompetitif. Dengan begitu, industri jasa keuangan akan mampu berprestasi di tingkat regional ASEA.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana peluang industry jasa keuangan dalam menghadapi MEA?
Apa saja tantangan industry jasa keuangan dalam menghadapi MEA?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini diantaranya :
Mengetahui peluang industry jasa keuangan dalam menghadapi MEA
Mengetahui tantangan industry jasa keuangan dalam menghadapi MEA
1.4 KEGUNAAN HASIL PENELITIAN
Di samping untuk menjawab permasalahan yang ada, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak, antara lain:
1 Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbanga dalam menetapkan kebijakan negara termasuk bagi industri jasa keuangan dalam mempersiapkan MEA..
Bagi masyarakat/pembaca, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan mengenai persiapan Industri Jasa Keuangan dalam menghadapi MEA dan hambatan yang ada dalam menghadapi MEA tersebut.
1.5 METODE PENULISAN
Penulisan karya tulis ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kepustakaan. Pengumpulan informasi yang diperlukan dilakukan dengan mencari referensi – referensi yang berhubungan dengan tema yang dibahas , referensi tersebut dapat berasal dari jurnal maupun media elektronik.
1. Sumber dan Jenis Data
Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal dari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah jurnal ilmiah edisi online dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh variatif, bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
2. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan sesuai dengan topik yang dibahas.
3. Analisis Data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian. Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telah dipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat deskriptif argumentatif.
4. Penarikan Kesimpulan
Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah, tujuan penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik mempresentasikan pokok bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran praktis sebagai rekomendasi selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. DASAR TEORI
MEA akan diberlakukan pada tahun 2015, kawasan ASEAN selanjutnya akan menjadi pasar tunggal dan kesatuan yang berbasis produksi, dimana mobilitas arus barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil akan bergerak bebas antar negara-negara yang tergabung dalam negara ASEAN. Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN memiliki tingkat integritas yang tinggi di bidang elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor yang berbasis sumber daya alam. Permasalahan yang muncul adalah masih lemahnya kesiapan Indonesia, antara lain dalam bidang infrastruktur, daya saing barang dan jasa, belum optimalnya diplomasi dalam bidang ekonomi dan perdagangan dan kebijakan dalam perdagangan yang belum mendukung. Untuk mendukung peningkatan iklim investasi dan perdagangan serta meningkatkan daya saing nasional, berbagai upaya telah dilakukan baik secara internal Indonesia dengan diterbitkannya Inpres No. 11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, maupun eksternal berkoordinasi dengan negara ASEAN. Namun hal ini masih memerlukan suatu mekanisme pengawasan untuk mengawal implementasi dari pada Inpres tersebut dalam rangka mendukung kesiapan Indonesia secara optimal dalam menghadapi MEA 2015 dan menjamin kepastian hukum.
Perihal Kesiapan Sumber Daya Indonesia untuk memasuki MEA punya potensi dan modal yang kuat dalam menyukseskan program tersebut, karena dengan luasnya geografis negara, juga ditunjang dengan sumber daya alam yang sangat banyak dan juga sumber daya manusia yang mumpuni sehingga keyakinan jika Indonesia bisa meningkatkan daya saing dan menjadi pemain utama dalam MEA bisa terwujud.
Jika dilihat dari sisi potensi ekonomi, Indonesia merupakan salah satu emerging country yang saat ini menjadi salah satu kekuatan ekonomi ASEAN. Dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,3 persen jika dibandingkan dengan Malaysia 5,4 persen, Thailand 5 persen, Singapura 1,2 persen, Filipina 6,6 persen, dan Vietnam 5,7. Dari sisi jumlah penduduk, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar yakni 247 juta jiwa sebagai pasar potensial dan tenaga kerja. Prospek Indonesia sebagai negara dengan perekonomian nomor 16 di dunia, nomor 4 di Asia setelah China, Jepang dan India, serta terbesar di Asia Tenggara, semakin menjanjikan karena didukung oleh melimpahnya sumber daya alam, pertumbuhan konsumsi swasta dan iklim investasi yang makin kondusif.
Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) sebenarnya merupakan bentuk integrasi ekonomi yang sangat potensial di kawasan maupun dunia. Barang, jasa, modal dan investasi akan bergerak bebas di kawasan ini. Integrasi ekonomi regional memang suatu kecenderungan dan keharusan di era global saat ini. Hal ini menyiratkan aspek persaingan yang menyodorkan peluang sekaligus tantangan bagi semua Negara
Indonesia sangatlah punya potensi dan modal yang kuat dalam mensukseskan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), karena dengan luasnya geografis negara kita, juga ditunjang dengan sumber daya alam yang sangat banyak dan juga sumber daya manusia yang mumpuni.
Kajian Sebelumnya
Dalam penulisan makalah ini, terdapat beberapa kajian yang digunakan sebagai bahan rujukan, diantaranya Yosihara(2015) yang berjudul "Adanya Mayarakat Ekonomi ASEAN bagi Indonesia" yang menjelaskan mengenai peluang, risiko, dan tantangan Indonesia dalam menghadapi MEA. Peluang dan tantangan Indonesia dalam menghadapi MEA dapat dilihat dari sisi perdagangan, investasi, dan aspek ketenagakerjaan. Risiko Indonesia dalam menghadapi MEA terdiri dari beberapa jenis diantaranya, competition risk, exploitation risk, dan risiko ketenagakerjaan.
Dalam melakukan penulisan makalah ini, penulis menggunakan beberapa tulisan sebagai bahan referensi, diantaranya yaitu ER, dkk (2014) dalam penelitian yang berjudul "Readiness of Indonesian Companies for ASEAN Economic Community (AEC) – Preliminary Findings from Automotive and Garment Industry" yang menjelaskan mengenai kesiapan dan persiapan perusahaan otomotif dan garmen di Indonesia dalam menyambut implementasi Pasar Tunggal (Single Market) Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Penelitian ini menggunakan aspek kebutuhan kesadaran (the need of awareness), desain ulang rantai pasok (supply chain redesign) dan keterlibatan pemerintah (government involvement) dalam pengaruhnya terhadap persiapan dan kesiapan perusahaan otomotif dan garment Indonesia dalam menyambut implementasi pasar tunggal (single market).
Penelitian Wangke, Humphrey (2014) yang berjudul "Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015" yang menjelaskan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas ASEAN adalah meningkatkan daya saing produk Indonesia dan mempersiapkan regulasi untuk melindungi pasar Indonesia.
Penelitian Andi (2013) yang berjudul" Integrasi Ekonomi ASEAN:Tahap Implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015" yang menjelaskan mengenai tahapan integrasi ASEAN dimana Salah satu pilar utama pilar utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah aliran bebas barang ( free flow of goods) di mana tahun 2015 perdagangan barang di kawasanASEAN dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun non-tarif. Selain itu, penelitian ini juga membahan mengenai ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) Pada intinya perundingan liberalisasi jasa adalah menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan jasa internasional yang berkaitan dengan pembukaan akses pasar (market access) dan penerapan perlakuan nasional (national treatment) untuk setiap mode of supply. Hambatan yang mempengaruhi akses pasar antara lain adalah pembatasandalam jumlah penyedia jasa, volume transaksi jumlah operator, jumlah tenaga kerja, bentuk hokum dan kepemilikan modal asing. Sementara hambatan dalam perlakuannasional antara lain dalam bentuk peraturan yang diskriminatif dalam persyaratan pajak,kewarganegaraan, jangka waktu menetap, perizinan, standarisasi dan kualifikasi,kewajiban pendaftaran serta batasan kepemilikan properti lahan.
BAB 3
PEMBAHASAN
Peluang Industri Jasa Keuangan Menghadapi MEA
Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN.
Kawasan AsiaTenggara merupakan salah satu kawasan yang strategi secara geo-politik dan geo-ekonomi karena mencakup wilayah seluas 4.46 juta kilometer persegi (3% wilayah daratan bumi), populasi penduduk mendekati 591 juta orang (8,8% penduduk dunia), Ekonomi terbesar ketiga setelah Jepang dan Cina, PDB nominal mencapai lebih dari US$ 2 triliun di tahun 2013 dan diperkirakan akan mendekati US$ 3 trilliun di tahun 2016, lintas alur laut ASEAN menyumbang 45% perdagangan laut dunia, perekonomian dan sistem keuangan yang relatif stabil dan teruji pada saat krisis 2008 dan menunjukan ketahannya ditengah-tengah krisis global.
Dengan kondisi tersebut, tentunya keberlangsungan MEA akan mendatangkan peluang bagi Indonesia termasuk bagi Industri Jasa Keuangan walaupun akan ada hambatan-hambatan yang muncul dalam bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Secara umum, peluang-peluang baik yang dapat dimanfaatkan oleh industry jasa keuangan diantaranya, customer based yang lebih besar, pasar yang lebih luas, pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, pendapatan masyarakat yang meningkat, kegiatan perdagangan dan investasi meningkat sehingga menghasilkan potensi pasar yang lebih besar.
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik. Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya FDI yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk dimana Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.
Dari sisi ketenagakerjaan, hal ini menjadi kesempatan yang besar bagi pencari kerja karena akan tersedia banyak lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini juga dapat memunculkan risiko ketenagakerjaan bagi Indonesia apabila dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN.
Tantangan Industri Jasa Keuangan dalam Menghadapi MEA
Menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015, banyak keuntungan dan tantangan yang dimiliki Indonesia.keuntungan tersebut diantaranya, , Indonesia saat ini menjadi negara paling besar dalam perolehan produk domestik bruto atau Gross Domestic Product(GDP/PDB). Dari sepuluh negara anggota ASEAN, tahun 2014 PDB Indonesia mencapai AS$888 miliar. Selain itu,, dari sisi pertumbuhannya terbilang masih cukup besar, yakni mencapai angka 6,5 persen. Dari segi populasi, Indonesia menempati urutan pertama dari negara-negara ASEAN dengan penduduk saat ini mencapai angka sekitar 251 juta jiwa. Selain itu, dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia memilikiluas wilayah yang paling besar dibandingkan negara ASEAN lainnya. Serta, , Indonesia juga menjadi salah satu negara kunjungan yang paling tertinggi untuk aspek ekonomi di ASEAN. Mengutip dari World Invesment Report tahun 2014, Indonesia menempati posisi nomor tiga setelah China dan Amerika Serikat. Selain itu, dari segi investor, Indonesia juga menjadi nomor pertama sebagai negara tujuan untuk berinvestasi.
Pada sektor pasar modal, pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN juga memberikan tantangan tersendiri, yaitu semakin terbukanya jalur investasi ke dalam maupun luar negeri. Tantangan yang paling besar adalah bagaimana caranya agar investasi dari dalam negeri ditujukan juga untuk dalam negeri, artinya bagaimana menarik investor dalam negeri untuk bertransaksi, jadi pasar modal Indonesia tidak bergantung pada investor luar sehingga dapat lebih mengoptimalkan pasar dalam negeri. Selain itu tantangan lain yang dihadapi adalah bagaimana caranya untuk selalu meningkatkan sistem pengawasan yang mana dapat mengawasi secara optimal transaksi di pasar modal.
Pada sektor industri keuangan non – bank dalam hal ini contohnya adalah asuransi, tantangan yang dihadapi dunia asuansi Indonesia salah satunya yaitu masih rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya asuransi sehingga sampai dengan saat ini pemanfaatan pasar dalam negeri juga masih rendah, tugas utama yang perlu dilakukan adalah untuk memberikan pemahaman serta memunculkan kesadaran tersebut. Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN sendiri membuat tantangan semakin besar karena nantinya industri asuransi Indonesia harus bersaing dengan industri asuransi lainnya.
Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru MEA dalam upaya persiapan menghadapi pasar bebas ASEAN. Dalam cetak biru MEA, terdapat 12 sektor prioritas yang akan diintegrasikan oleh pemerintah. Sektor tersebut terdiri dari tujuh sektor barang yaitu industri agro, otomotif, elektronik, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil. Kemudian sisanya berasal dari lima sektor jasa yaitu transportasi udara, kesehatan, pariwisata, logistik, dan teknologi informasi. Sektor-sektor tersebut pada era MEA akan terimplementasi dalam bentuk pembebasan arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja.
Sejauh ini, langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Indonesia berdasarkan rencana strategis pemerintah untuk menghadapi MEA / AEC, antara lain :
1. Penguatan Daya Saing Ekonomi
Pada 27 Mei 2011, Pemerintah meluncurkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI merupakan perwujudan transformasi ekonomi nasional dengan orientasi yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan. Sejak MP3EI diluncurkan sampai akhir Desember 2011 telah dilaksanakan Groundbreaking sebanyak 94 proyek investasi sektor riil dan pembangunan infrastruktur.
2. Program ACI (Aku Cinta Indonesia)
ACI (Aku Cinta Indonesia) merupakan salah satu gerakan 'Nation Branding' bagian dari pengembangan ekonomi kreatif yang termasuk dalam Inpres No.6 Tahun 2009 yang berisikan Program Ekonomi Kreatif bagi 27 Kementrian Negara dan Pemda. Gerakan ini sendiri masih berjalan sampai sekarang dalam bentuk kampanye nasional yang terus berjalan dalam berbagai produk dalam negeri seperti busana, aksesoris, entertainment, pariwisata dan lain sebagainya.
3. Penguatan Sektor UMKM
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan UMKM di Indonesia, pihak Kadin mengadakan beberapa program, antara lain adalah 'Pameran Koperasi dan UKM Festival' pada 5 Juni 2013 lalu yang diikuti oleh 463 KUKM. Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan produk-produk UKM yang ada di Indonesia dan juga sebagai stimulan bagi masyarakat untuk lebih kreatif lagi dalam mengembangkan usaha kecil serta menengah. Selain itu, persiapan Indonesia dari sektor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) untuk menghadapi MEA 2015 adalah pembentukan Komite Nasional Persiapan MEA 2015, yang berfungsi merumuskan langkah antisipasi serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan KUKM mengenai pemberlakuan MEA pada akhir 2015.
Adapun langkah-langkah antisipasi yang telah disusun Kementerian Koperasi dan UKM untuk membantu pelaku KUKM menyongsong era pasar bebas ASEAN itu, antara lain peningkatan wawasan pelaku KUKM terhadap MEA, peningkatan efisiensi produksi dan manajemen usaha, peningkatan daya serap pasar produk KUKM lokal, penciptaan iklim usaha yang kondusif.
Namun, salah satu faktor hambatan utama bagi sektor Koperasi dan UKM untuk bersaing dalam era pasar bebas adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) pelaku KUKM yang secara umum masih rendah. Oleh karena itu, pihak Kementrian Koperasi dan UKM melakukan pembinaan dan pemberdayaan KUKM yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan standar produk, agar mampu meningkatkan kinerja KUKM untuk menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi.
Pihak Kementerian Perindustrian juga tengah melaksanakan pembinaan dan pemberdayaan terhadap sektor industri kecil menengah (IKM) yang merupakan bagian dari sektor UMKM. Penguatan IKM berperan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja dan menghasilkan barang atau jasa untuk dieskpor. Selain itu, koordinasi dan konsolidasi antar lembaga dan kementerian pun terus ditingkatkan sehingga faktor penghambat dapat dieliminir.
4. Perbaikan Infrastuktur
Dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil, selama tahun 2010 telah berhasil dicapai peningkatan kapasitas dan kualitas infrastruktur seperti prasarana jalan, perkeretaapian, transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, komunikasi dan informatika, serta ketenagalistrikan.
5. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas SDM adalah melalui jalur pendidikan. Selain itu, dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah membangun sarana dan prasarana pendidikan secara memadai, termasuk rehabilitasi ruang kelas rusak berat.
6. Reformasi Kelembagaan dan Pemerintahan
Dalam rangka mendorong Percepatan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, telah ditetapkan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang 2012-2025 dan menengah 2012-2014 sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk pelaksanaan aksi setiap tahunnya. Upaya penindakan terhadap Tindak Pidana Korupsi (TPK) ditingkatkan melalui koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh KPK kepada Kejaksaan dan Kepolisian.
Dalam hubungannya terhadap industri jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan mempersiapkan 3 strategi utama pada sektor jasa keuangan dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean atau MEA. Tiga strategi utama tersebut yaitu :
1. Bagaimana sektor jasa keuangan dapat mengoptimalkan peran dalam meningkatkan kegiatan ekonomi.
2. Selain itu strategi lainnya bagaimana meningkatkan daya tahan sektor jasa keuangan untuk mewujubkan stabilitas perekonomian dan bagaimana mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
3. Bagaimana sektor jasa keuangan dapat berperan dalam meningkatakan akses keuangan dan kemandirian finasial masyarakat serta mendukung upaya peningkatan pemerintahan dalam pembangunan.
Kemudian yang terakhir, bagaimana sektor jasa keuangan dapat berperan dalam meningkatakan akses keuangan dan kemandirian finasial masyarakat serta mendukung upaya peningkatan pemerintaan dalam pembagunan. Dalam menghadapi MEA, OJK akan meningkatkan akses keuangan dan kemandirian finansial masyarakat, seperti memperluas layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (laku pandai) di sektor perbankan, termasuk mensinergikan dengan layanan keuangan digital (LKD) dalam konteks penerapan oleh perbankan. Untuk tahap awal, tahun ini ada sebanyak 17 bank yang akan mengikuti program laku pandai dengan lebih dari 30.000 agen-agen bank baru yang akan melayani masyarakat. Selain itu, OJK juga akan merevitalisasi peran Bank Pembagunan Daerah (BPD) dan mengidentifikasi potensi penerbitan obligasi daerah yang dilandasi oleh proyek- proyek daerah yang layak dibiayai
Sebagai upaya dalam menghadapi MEA yang akan dimulai pada awal tahun 2016 mendatang, OJK telah berupaya mengambil berbagai langkah serta kebijakan strategis guna memberikan stimulus kepada perekonomian Indonesia dan dalam menghadapi era pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean. OJK telah mengeluarkan 35 kebijakan tersebut diantaranya adalah 12 kebijakan berasal dari sektor perbankan, 15 kebijakan di sektor pasar modal dan 4 kebijakan di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dengan harapan bertumbuhnya kredit perbankan, pasar modal dan perkembangan IKNB dapat terjaga dengan baik sehingga industri jasa keuangan secara keseluruhan dapat tumbuh dan berkembang semakin kuat dan berdaya saing tinggi.
Tagihan atau kredit yang dijamin oleh Pemerintah Pusat dikenakan bobot risiko sebesar 0 (nol) persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit.
Bobot risiko untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75% dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.
Penerapan penilaian "Prospek Usaha" sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur.
4. Pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit.
5. Penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal non program pemerintah ditetapkan sebesar 35%, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.
6. Penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah Pusat Republik ditetapkan sebesar 20%, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.
7. Penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Jamkrida dapat dikenakan bobot risiko sebesar 50%.
8. Penilaian kualitas kredit kepada 1 (satu) debitur atau 1 (satu) proyek hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp1 miliar menjadi paling tinggi Rp5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan atau/ bunga.
9. Penilaian kualitas kredit kepada UMKM dengan jumlah lebih dari Rp5 miliar yang dikaitkan dengan peringkat penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bank.
10. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi.
11. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi dengan tenggat waktu pembayaran (grace period) pokok, selama masa grace period.
12. Persyaratan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bagi bank yang melakukan penyertaan modal dalam rangka pendirian perusahaan yang akan mengambil alih aset kredit bermasalah dari bank yang sama sepanjang kepemilikan bank maksimum 20% dan tidak menjadi pengendali atau tambahan penyertaan untuk penyelamatan perusahaan anak berupa bank.
Berikut 15 kebijakan yang akan dikeluarkan OJK di sektor pasar modal:
1. Pengembangan infrastruktur pasar REPO mencakup pengaturan mengenai REPO, pengembangan REPO, serta layanan settlement transaksi REPO yang dilengkapi monitoring dan konsep REPO pihak ketiga (third party repo).
2. Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk go public mencakup penyusunan ketentuan pengembangan UKM serta pembuatan papan khusus UKM.
3. Penetapan Elektronic Trading Flatform (ETP) mencakup pengembangan trading platform surat utang terintegrasi yang digunakan oleh pelaku dan dimanfaatkan untuk kebutuhan pengawasan.
4. Penggunaan bank Sentral untuk penyelesaian transaksi di pasar modal.
5. Rencana penerbitan produk derivatif Indonesia Goverment Bond Futures (IGBF) dalam rangka pengembangan SBN.
6. Pengembangan Obligasi Daerah dalam rangka mendukung program pemerintah terkait pembangunan infrastruktur.
7. Penggunaan Bond Indeks Surat Utang sebagai indikator acuan di pasar surat utang Indonesia yang digunakan secara luas oleh pelaku pasar.
8. Perluasan produk investasi di pasar modal melalui penerbitan efek beragun aset-surat Partisipasi ( EBA-SP).
9. Peraturan segmentasi perizinan wakil perantara pedagang efek ( WPPE).
10. Peraturan tentang sistem pengelolaan investasi terpadu dalam rangka mengoptimalisasikan dan melakukan efisiensi atas proses transaksi dan operasional di dalam industri pengelolaan investasi.
11. Penerapan extensible business reporting languange (XBRL) dalam rangka penyediaan informasi yang akurat.
12. Peningkatan BUMN dan anak BUMN yang go public.
13. Implementasi elektronik book building dalam rangka meningkatkan transparansi.
14. Peraturan pasar modal syariah dalam rangka memberikan relaksasi pengaturan dan kepastian hukum terkait efek syariah.
15. Penerbitan pedoman tata kelol emiten atau perusahaan publik dalam rangka mendorong perusahaan untuk mempraktikkan tata kelola perusahaan yang baik.
Adapun 4 kebijakan di sektor IKNB yang telah dikeluarkan ojk,diantaranya:
1. Relaksasi Kebijakan Non Performing Financing (NPF) Perusahaan Pembiayaan, dalam rangka mendorong pertumbuhan piutang pembiayaan oleh industri Perusahaan Pembiayaan (PP);
2. Pengembangan Asuransi Pertanian, untuk meningkatkan akses para petani ke sistem keuangan sehingga sektor pertanian nasional dapat terus tumbuh dan berkembang;
3. Pembentukan Rating Agency Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dalam rangka mengurangi isu asymmetric information dalam pendanaan UMKM dan menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA);
4. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro, yang difokuskan pada upaya mendorong LKM yang belum berbadan hukum agar segera mengajukan permohonan pengukuhan menjadi LKM sesuai UU LKM.
Selain itu agar industri jasa keuangan nasional lebih dikenal luas sekaligus berkiprah di level yang lebih kompetitif OJK juga harus mendorong industri jasa keuangan dengan terus meningkatkan efisiensi dan daya saing serta kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung lainnya.
Otoritas pasar modal di ASEAN secara intensif juga sudah melakukan diskusi terkait integrasi dan pengembangan pasar modal melalui ASEAN Capital Market Forum (ACMF). Pada sektor perbankan, otoritas keuangan sejumlah negara Asean telah mencapai kesepakatan terkait kerangka integrasi perbankan ASEAN atau ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Hingga saat ini, terdapat tiga negara yang telah bergabung dengan ABIF, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura melalui perjanjian bilateral antar negara. ABIF diharapkan dapat memberikan manfaat yang paling optimal bagi seluruh negara ASEAN melalui Qualified ASEAN Banks (QABs), dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian agar integrasi perbankan tidak mengorbankan stabilitas sistem keuangan di kawasan. Di sisi lain, para otoritas mulai membahas secara teknis rencana integrasi asuransi ASEAN yang dikoordinasikan oleh Tim Kerja Liberalisasi Sektor Jasa Keuangan, dan Regulator Asuransi di kawasan ASEAN atau Asean Insurance Regulator Meeting (AIRM). Dengan demikian, tiga pilar utama sektor keuangan ASEAN (perbankan, pasar modal dan asuransi) secara paralel mulai bergerak menuju integrasi pada lingkup kawasan ASEAN.
BAB IV
KESIMPULAN
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri di tahun 2015 mendatang.
Dalam menghadapi MEA sendiri, Indonesia perlu menyelesaikan beberapa hambatan yang menjadikendala bagi keberlangsungan MEA itu sendiri. Hambatan tersebut diantaranya, tingkat inflasi Indonesia. . Hal ini disebabkan karena daya beli masyarakat di Indonesia yang sangat tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Selain itu, suku bunga, nilai tukar rupiah, bunga pinjaman (lending), dan tingkat keuangan menjadi suatu perhatian khusus bagi Indonesia dalam menghadapi MEA itu sendiri.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Irawan,Dedi.2005. "OJK Siapkan Tiga Strategi Utama Menghadapi MEA 2015". Diakses pada tanggal 18 November 2015.
Wahyudi Suliswanto.2013. "Kesiapan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015". Diakses pada tanggal 19 November 2015.
Sholeh. 2013. "Persiapan Indonesia Dalam Menghadapi AEC (Asean Economic Community) 2015". Diakses pada tanggal 18 November 2015.
Antariksa, Yani.2013. "Antisipasi Kesiapan Indonesia Menghadapi Asean Economic Community". Diakses pada tanggal 17 November 2015.
Erna, R.2015. OJK Hadapi MEA, Industri Jasa Keuangan Harus Kuat. http://batampos.co.id/14-10-2015/ojk-hadapi-mea-industri-jasa-keuangan-harus kuat/. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015-11-12.
Malik, Faizal.2014. "Latar Belakang Terbentuknya MEA atau AEC 2015". Diakses pada tanggal 19 November 2015.
Retnaningrum, Diah. (2015). OJK Dorong IJK Tingkatkan Kemampuan Hadapi MEA, www.satuharapan.com/read-detail/read/ojk-dorong-ijk-tingkatkan-kemampuan-hadapi-mea Diakses pada 19 November 2015 18:37
Wangke, Humphrey. (2014). Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Info Singkat, Vol. VI, No. 10/II/P3DI/Mei/2014
ER, Mahendrawathi., Herdiyanti, Anisah., & Astuti, H. M. (2014). Readiness of Indonesian Companies for ASEAN Economic Community (AEC) – Preliminary Findings from Automotive and Garment Industry. Proceedings of the 2014 International Conference on Industrial Engineering and Operations Management.
Malau, M. T. (2014). Aspek Hukum Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Indonesia Menghadapi Liberalisasi Ekonomi Regional: Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal Rechtsvinding, Vol. 3, No. 2 163 – 182.
ASEAN. (2008). ASEAN Economic Community Blueprint. ASEAN Secretariat: Jakarta.
Afandi, M. M. (2011). Peran dan Tantangan ASEAN Economic Community (AEC) dalam Mewujudkan Integrasi Ekonomi Kawasan di Asia Tenggara. Spektrum: Jurnal Ilmu Politik Hubungan Sosial, Vol. 8, No. 1, 79 – 99
Saragih, A. E. (2015). Peluang dan Tantangan dalam Persaingan (MEA 2015), www.kompasiana.com/arioneuodia/peluang-dan-tantangan-dalam-persaingan-mea-2015_552c4ab36ea834d04c8b4580 Diakses pada 13 November 2015 17:10
Martono, Sutiadi. 2015. OJK Dorong Industri Jasa Keuangan Tingkatkan Hadapi MEA. http://www.isukepri.com/2015/10/ojk-dorong-industri-jasa-keuangan-tingkatkan-kemampuan-hadapi-mea/#. Diakses Pada Tanggal 25 Oktober 2015.
Irawan,Lukman.2015. Mengukur Industri Jasa Keuangan dalam Menghadapi MEA. http://ak-partner.blogspot.co.id/2015/09/mengukur-kesiapan-industri-jasa.html. Diakses Pada Tanggal 25 Oktober 2015.
Adityaswara, Mirza. 2014. Perbankan Indonesia dalam Menghadapi MEA 2015. http://mirza.adiyaswara.bank indonesia.go.id.html. Diakses PadaTanggal 25 Oktober 2015
[BI] Bank Indonesia. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Proses Harmonisasi di Tengah Persaingan. Jakarta(ID): BI Jakarta