LAMPIRAN I PERENCANAAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR ……………TAHUN …… TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH
Lampiran I ini terdiri dari 3 buku, yaitu : Buku 1
: Pedoman Rencana Induk
Buku 2
: Pedoman Studi Kelayakan
Buku 3
: Pemberdayaan Masyarakat
BUKU 1 PEDOMAN RENCANA INDUK
A.
CAKUPAN DAN JENIS RENCANA INDUK 1.
Rencana Induk SPAL Kab/Kota Rencana Induk SPAL di dalam satu wilayah administrasi kabupaten atau kota ini mencakup wilayah pelayanan air limbah sistem terpusat dan sistem setempat yang terdapat di dalam satu wilayah administrasi kabupaten atau kota. Kabupaten atau kota yang dimaksud dalam peraturan ini adalah Kota Metropolitan (> 1.000.000 jiwa) dan Kota Besar (> 500.000), sedangkan untuk Kota Sedang (>100.000) menyusun Rencana Induk Sederhana (Outline Plan) dan Kota Kecil (>20.000) cukup membuat SSK (Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota).
2. Rencana Induk SPAL Lintas Kab/Kota Rencana induk SPAL lintas kabupaten dan/atau kota mencakup wilayah pelayanan air limbah sistem terpusat dan sistem setempat yang terdapat di dalam lebih dari satu wilayah administrasi kabupaten dan/atau kota dalam satu provinsi.
3. Rencana Induk SPAL Lintas Provinsi Rencana induk SPAL lintas provinsi mencakup wilayah pelayanan air limbah sistem terpusat dan sistem setempat yang terdapat di dalam lebih dari satu wilayah administrasi kabupaten dan/atau kota serta di dalam lebih dari satu provinsi. 4.
Rencana Induk SPAL Kawasan Strategis Nasional Rencana Induk SPAL Kawasan Strategis Nasional mencakup pelayanan air limbah terpusat dan sistem setempat pada wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
B.
MAKSUD & TUJUAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK 1. Maksud Maksud penyusunan Rencana Induk adalah agar setiap Kabupaten/Kota memiliki pedoman dalam pengembangan dan operasional penyelenggaraan SPAL berdasarkan perencanaan yang efektif, efisien, berkelanjutan, dan terpadu dengan sektor terkait lainnya 2. Tujuan Tujuan penyusunan Rencana Induk adalah agar setiap Kabupaten/Kota memiliki Rencana Induk SPAL yang sistematis, terarah, dan tanggap terhadap kebutuhan sesuai karakteristik lingkungan dan sosial ekonomi daerah, serta tanggap terhadap kebutuhan stakeholder (pemerintah, investor, masyarakat). Kabupaten/Kota yang belum mempunyai rencana induk, rencana pengembangan SPAL mengacu pada Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) dan Memorandum Program Sanitasi (MPS).
C.
KEDUDUKAN RENCANA INDUK Penyusunan Rencana Induk SPAL mengacu pada prinsip pengembangan wilayah; RUTRW/K, RPJPN maupun perundang-undangan yang berlaku. Kedudukan Rencana Induk SPAL berada dibawah kebijakan spasial di masing-masing daerah baik pada skala Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Kedudukannya adalah sebagai petunjuk teknis dalam penyusunan strategi pembangunan per kawasan, serta mempengaruhi rencana program investasi infrastruktur. Sedangkan untuk kota menengah dan kecil, keberadaan SSK menjadi alternatif pengganti Rencana Induk SPAL seperti terlihat pada Gambar I.1.
NASIONAL
KEBIJAKAN SPASIAL
KEBIJAKAN SEKTORAL RPJMN PROGRAM
PROPINSI
RTRW PROPINSI
RPJM PROPINSI
RTRW KAB/KOTA
RPJM KAB/KOTA
KABUPATEN/KOTA
RTRWN
STRATEGI PEMBANGUNAN *) KAB/KOTA (SSK)
RENCANA INDUK SPAL
STRATEGI PEMBANGUNAN PER KAWASAN
RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR
RPIJM
Gambar I.1. Kedudukan Rencana Induk SPAL *)
SSK untuk Kota Sedang dan Kecil dapat digunakan sebagai Rencana Induk
D.
PERIODE PERENCANAAN Rencana induk SPAL harus direncanakan untuk periode perencanaan 20 tahun, dihitung dengan mempertimbangkan penetapan oleh kepala daerah sesuai dengan kewenangannya.
Periode perencanaan dalam penyusunan rencana induk ini dibagi menjadi 3 tahap pembangunan sesuai urutan prioritas, yaitu: 1.
Perencanaan Jangka Pendek (Tahap Mendesak) Perencanaan pembangunan jangka pendek atau tahap mendesak dilaksanakan dalam satu sampai dua tahun anggaran, dengan memprioritaskan pada hal yang mendesak.
2.
Perencanaan Jangka Menengah Perencanaan pembangunan jangka menengah mencakup tahapan pembangunan 5 tahun setelah dilaksanakan program jangka pendek.
3.
Perencanaan Jangka Panjang Perencanaan pembangunan jangka panjang merupakan rangkaian dari keseluruhan pembangunan di sektor air limbah untuk 20 tahun yang akan datang.
E.
EVALUASI RENCANA INDUK Rencana Induk SPAL harus dievaluasi setiap 5 tahun untuk disesuaikan dengan perubahan yang terjadi dan disesuaikan dengan perubahan rencana induk bidang sanitasi lainnya, tata ruang dan rencana induk SPAM serta perubahan strategi dalam bidang lingkungan (Local Environment Strategy), ataupun hasil rekomendasi audit lingkungan kota yang terkait dengan air limbah permukiman.
F.
MUATAN RENCANA INDUK Rencana Induk Pengembangan SPAL paling sedikit memuat : 1.
Rencana Umum, meliputi : a. Evaluasi Kondisi Kota/Kawasan Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui karakter, fungsi strategis dan konteks regional nasional kota/kawasan yang bersangkutan. b. Evaluasi Kondisi Eksisting SPAL
Evaluasi yang dilakukan dengan menginventarisasi peralatan dan perlengkapan sistem pengelolaan air limbah eksisting. c. Program dan Kegiatan Pengembangan Program dan kegiatan pengembangan dalam penyusunan rencana induk meliputi identifikasi permasalahan dan kebutuhan pengembangan unit pengolahan meliputi pengolahan air limbah permukiman (baik pengolahan fisik, biologis, maupun pengolahan kimia) dan pengolahan lumpur, perkiraan debit buangan hasil pengolahan air limbah dan lumpur, serta identifikasi badan air penerima. d. Kriteria dan Standar Pelayanan Kriteria dan standar pelayanan, mencakup kriteria teknis yang dapat diaplikasikan dalam perencanaan yang sudah umum digunakan, namun jika ada data hasil survei maka kriteria teknis menjadi bahan acuan. Standar pelayanan ditentukan sejak awal seperti tingkat pelayanan yang diinginkan, cakupan pelayanan, dan jenis pelayanan yang dapat ditawarkan ke pelanggan jika kegiatan ini direalisasikan. e. Rencana Keterpaduan Program Sanitasi Rencana keterpaduan dengan Prasarana dan Sarana (PS) Sanitasi, adalah bahwa penyelenggaraan SPAL dan prasarana perkotaan yang terkait (air minum, persampahan, dan drainase) memperhatikan keterkaitan satu dengan yang lainnya dalam setiap tahapan penyelenggaraan, terutama dalam upaya perlindungan terhadap baku mutu sumber air baku air minum. Keterpaduan SPAL dengan PS sanitasi dilaksanakan berdasarkan prioritas adanya sumber air baku. Misalnya bila pada suatu daerah terdapat air tanah dangkal dengan kualitas yang baik, maka sistem sanitasi harus menggunakan sistem terpusat (off site sistem), atau contoh lainnya adalah peletakan outlet Instalasi Pengolahan Air Limbah atau Instalasi Pengolahan Lumpur Terpadu di hilir lokasi pengambilan air baku air minum. f.
Rencana Pembiayaan dan Pola Investasi Rencana pembiayaan dan pola investasi, berupa indikasi besar biaya tingkat awal, sumber dan pola pembiayaan. Perhitungan biaya tingkat awal mencakup seluruh komponen pekerjaan perencanaan, pekerjaan konstruksi, pajak, pembebasan tanah, dan perizinan.
g. Rencana Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan Perundangundangan Rencana Pengembangan Kelembagaan merupakan rencana yang dilakukan untuk mengembangkan kelembagaan dalam penyelenggaraan SPAL. Kelembagaan dalam penyelenggaraan SPAL dimaksudkan untuk melakukan penyusunan rencana, penelaahan kebijakan, pengkajian, pengelolaan, serta mengkordinasikan kegiatan bidang perencanaan dan pengembangan SPAL. h. Rencana Pemberdayaan Masyarakat Rencana pemberdayaan masyarakat meliputi struktur organisasi dan penempatan tenaga ahli sesuai dengan latar belakang pendidikannya mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.
G.
2.
Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah Rencana sistem pengelolaan air limbah terdiri dari : a. Unit Pelayanan b. Unit Pengumpulan c. Unit Pengolahan d. Teknologi Pengolahan Lumpur
3.
Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat a. Unit Penampungan Tinja Setempat b. Sarana Pengangkutan Lumpur Tinja (SPLT) c. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
PROSES PENYUSUNAN RENCANA INDUK Tahapan penyusunan Rencana Induk terdiri dari Tahap Pengumpulan Data dan Tahap Penyusunan Strategi SPAL. Tahapan proses penyusunan Rencana Induk dapat dilihat pada Gambar I.2. Sedangkan tahapan penyusunan SSK sesuai dengan pedoman penyusunan SKK yang telah berlaku selama ini.
Pengumpulan Data 1. Data sekunder 2. Data Primer Data Kondisi Daerah Rencana 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Deskripsi daerah rencana Kondisi fisik Tata Ruang Kota Kependudukan Prasarana kota yang terkait Kondisi sosial ekonomi masyarakat Tingkat kesehatan penduduk
Data Kondisi Eksisting Sistem Pengelolaan Air Limbah Teknis: 1. 2. 3. 4. 5.
Kinerja pelayanan Tingkat pelayanan Periode pelayanan Cakupan pelayanan Kinerja instalasi dan jaringan perpipaan 6. Jumlah dan kinerja peralatan/perlengkapan 7. Sistem pengolahan 8. Prosedur dan kondisi operasi dan pemeliharaan
Permasalahan yang Dihadapi 1. Masalah Kelembagaan 2. Masalah Teknis dan Lingkungan 3. Masalah Pembiayaan 4. Masalah Peraturan Perundangan 5. Masalah peran serta masyarakat dan Swasta
Non Teknis: 1. 2. 3. 4.
Kondisi dan kinerja keuangan Kondisi dan kinerja karyawan Kinerja kelembagaan Jumlah pelanggan
Kebijakan Pengembangan Sistem PAL -
Tujuan & Target Penanganan Pilihan Arah Pengembangan Penetapan Arah Pengembangan Strategi Transformasi Sistem Setempat menjadi Terpusat Analisis SWOT
Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah
- Pembagian Zona Perencanaan - Arah Pengembangan SPAL pada Daerah Permukiman Baru
Strategi pengembangan prasarana Strategi pengembangan kelembagaan Strategi pengembangan peraturan dan perundangan Strategi pengembangan edukasi dan peran masyarakat Strategi pengembangan ekonomi dan pembiayaan
Rencana Program Investasi Pengembangan SPAL Rencana Tahapan Pelaksanaan Kegiatan: Jangka Pendek/Tahap Mendesak Jangka Menengah Jangka Panjang
Gambar I.2. Proses Penyusunan Rencana Induk
G.1. Pengumpulan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan meliputi data kondisi daerah rencana, data kondisi eksisting sistem pengelolaan air limbah, dan data permasalahan yang dihadapi saat ini. Cara pengumpulan dan analisis data untuk menyusun Rencana Induk SPAL dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Pengumpulan dan Analisis Data Sekunder Merupakan pengumpulan data yang sudah ada, baik berupa data statistik, data hasil survei dan studi terkait, NSPM serta kebijakan dan pengaturan. Selanjutnya dilakukan analisis untuk proyeksi kebutuhan sesuai periode perencanaan induk 20 tahun yang akan datang. 2. Pengumpulan dan Analisis Data Primer Merupakan pengumpulan data yang dilakukan melalui pekerjaan survey secara langsung ke lokasi pengelolaan air limbah pengambilan sampling dan penyelidikan laboratorium yang dipandang perlu untuk menyusun Rencana Induk SPAL yang mengacu pada studi EHRA (EHRA = Environment And Health Risks Assessment). 3. Studi EHRA (EHRA = Environment And Health Risks Assessment) Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan dua teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan pengamatan. Adapun tujuan dari studi EHRA adalah untuk mengumpulkan data primer tentang gambaran situasi sanitasi dan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan lingkungan kabupaten/kota pada saat ini, secara khusus tujuannya adalah sebagai berikut : a. Mendapatkan gambar kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan lingkungan. b. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi. c. Menyediakan dasar informasi yang valid dalam penilaian risiko kesehatan lingkungan.
Studi ini berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, yang masing-masing terdiri dari : a. Fasilitas sanitasi Fasilitas sanitasi yang mencakup : 1) Sumber air minum 2) Layanan pembuangan sampah 3) Jamban 4) Saluran pembuangan air limbah b. Perilaku masyarakat Perilaku masyarakat yang mencakup : 1) Buang air besar 2) Cuci tangan pakai sabun, 3) Pengelolaan air minum rumah tangga, 4) Pengelolaan sampah dengan 3R 5) Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan) c. Tahapan Studi EHRA Sementara itu, tahapan-tahapan dalam studi EHRA adalah sebagai berikut : 1) Pembentukan tim studi EHRA Studi EHRA memerlukan keterlibatan dari berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata, agar efektif, Pokja Sanitas Kabupaten/Kaota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. 2) Penentuan target area survey Metoda penentuan target area survei dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Penentuan target area survey Tim Studi EHRA melibatkan Camat agar informasi yang di dapatkan lebih akurat. Adapun kriteria penetapan klaster antara lain : a) Kepadatan penduduk, yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.
b) Angka kemiskinan, dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: (∑ Pra-KS + ∑ KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% ∑ KK c) Daerah/wilayah yang dialiri sungai/ kali /saluran drainase/ pesisir saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat d) Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/ genangan, lamanya surut.
3) Pelatihan Enumerator dan Entri Data EHRA merupakan sebuah survey partisipatif di tingkat kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higienitas serta perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kota sampai tingkat kelurahan. Komponen penting dalam pelaksanaannya adalah enumerator dan data entri. Berdasarakan hall tersebut perlu dilaksanakan pelatihan yang bertujuan untuk: a) Melatih tenaga enumerator dan data entri untuk kegiatan survey EHRA. b) Menjelaskan tugas coordinator dan supervisor di lapangan dalam survey EHRA. 4) Pelaksanaan Survey dan Entri Data Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan survey adalah sebagai berikut : a) Persiapan logistik b) Persiapan E-Numerator c) Persiapan Supervisor d) Pelaksanaan survey EHRA
Output dari pelaksanaan survey ini adalah : a) Terisinya kuisioner dengan lengkap oleh enumerator dan di cek oleh supervisor dan koordinator wilayah. b) Terisinya lembar spot check. c) Terisinya laporan harian dan rekap harian oleh supervisor. Setelah survey dilakukan, selanjutnya data yang telah dikumpulkan, dimasukkan dan dikumpulkan menjadi satu untuk diolah. Kuisioner yang telah dikumpulkan kemudian siap untuk dientri ke dalam program Epi-info.
5) Analisis Hasil Studi EHRA Data hasil entri yang siap dianalisa dengan menggunakan SPSS. Hasil analisa dari studi EHRA menjadi bahan masukan bagi penyusunan buku putih dan berperan dalam penentuan area beresiko sanitasi. Di samping itu, analisa studi EHRA juga menjadi input untuk penyusunan strategi Sanitasi Kota. Selanjutnya dilakukan analisis untuk proyeksi kebutuhan sesuai periode perencanaan induk 20 tahun yang akan datang. Pengumpulan Data, meliputi : G.1.1.
Data kondisi daerah rencana; Berisi semua data baik primer maupun sekunder yang berhubungan dengan penyusunan Rencana Induk SPAL, data tersebut adalah : 1.
Deskripsi Daerah Rencana Berupa uraian singkat mengenai daerah rencana. Uraian ini berisi tentang letak dari daerah rencana secara geografis (berdasarkan lintang dan bujur) serta batas-batas (Utara, Selatan, Timur dan Barat) dari daerah rencana.
2.
Kondisi Fisik Data kondisi fisik daerah rencana sangat penting karena ikut menentukan sistem pengelolaan air limbah. Data-data yang diperlukan meliputi : a. Topografi
Kondisi topografi ikut menentukan sistem pengelolaan air limbah, seperti kondisi lahan yang landai sulit menerapkan sistem perpipaan bila dibandingkan dengan lahan yang miring atau curam. Sedangkan kondisi yang berbukit-bukit mungkin lebih menguntungkan menggunakan sistem inseptor. Data topografi harus dilengkapi dengan peta daerah rencana yang dilengkapi dengan kontur. b. Iklim Data iklim diperlukan untuk perencanaan sistem instalasi pengolahan air limbah terutama suhu dan penyinaran matahari. Curah hujan sangat mempengaruhi kualitas air sungai serta tingkat infiltrasi terhadap jaringan air limbah. Data iklim ini meliputi kecepatan angin, penyinaran matahari, kelembaban, suhu udara, dan curah hujan. Untuk curah hujan diperlukan data lebih banyak, yaitu data 10 tahun terakhir. c. Sungai dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Analisa pencemaran sungai diperlukan untuk memperkirakan secara teoritis tingkat pencemaran yang sudah terjadi dan yang akan terjadi dimasa mendatang karena pengaruh pembuangan air limbah ke sungai. Analisa pencemaran sungai diperlukan untuk mengetahui upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan pengelolaan air limbah domestic, serta dalam rangka rencana pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh. Parameter yang dipakai adalah BOD, karena pencemaran sungai terjadi akibat pembuangan limbah domestik. Data yang dibutuhkan yaitu panjang sungai, daerah yang dilewati, pemekaran daerah yang dilewati, debit sungai serta keadaan sekitar daerah aliran sungai (DAS) serta rencana pengembangan pengelolaan sumber daya air. Data ini juga dilengkapi dengan peta yang menggambarkan sungai yang ada di daerah rencana. Analisa pencemaran sungai pada tahun yang akan datang dapat diperoleh dengan mengkorelasikan data proyeksi penduduk yang akan menjadi beban sungai. Dari analisa tersebut maka didapatkan proyeksi pencemaran sungai dengan menganalisa beban sungai dari tiap-tiap daerah alirannya. Hasil analisa ini
juga dapat dilengkapi dengan peta yang menggambarkan hal tersebut. d. Laut Data yang dibutuhkan adalah perkiraan penyebaran polutan di laut yang dipengaruhi oleh hal-hal berikut, yaitu : 1) Kedalaman dasar laut (kontur) Kedalaman dasar laut didapat dari peta topografi dasar laut yang dikeluarkan oleh TNI Angkatan Laut dan Jawatan Hidro-Oseanografi. 2) Tinggi muka air Tinggi muka air laut didapat dari data pasang surut yang dikeluarkan oleh TNI Angkatan Laut dan Jawatan HidroOseanografi. 3) Arah dan kecepatan arus Arah dan kecepatan arus didapat dari Jawatan HidroOseanografi. 4) Prakiraan distribusi dan pencemaran laut Merupakan gabungan dari data-data diatas sehingga dapat diketahui arah sebaran dari pencemaran laut. 5) Kualitas air laut Berdasarkan prakiraan distribusi dan pencemaran laut maka dapat diketahui titik-titik pengambilan sampel air laut untuk mengetahui kualitas dan tingkat pencemarannya. e.
Permeabilitas Tanah Permeabilitas tanah sangat erat hubungannya dengan sistem sanitasi setempat seperti tangki septik selalu memerlukan bidang resapan melalui lapisan tanah. Data permebilitas tanah ini berdasarkan survei perkolasi dan dilengkapi dengan peta tingkat permeabilitas tanah di daerah rencana.
f.
Air Tanah
Kualitas air tanah sangat erat kaitannya dengan sistem sanitasi setempat. Data yang dibutuhkan adalah data kualitas air tanah dan data tinggi muka air tanah. Untuk mengetahui kualitas air tanah dilakukan uji kualitas air tanah dengan mengambil sampel dari sumur penduduk, sedangkan untuk data tinggi muka air tanah dilakukan dengan survei muka air sumur penduduk. g. Geologi Data geologi merupakan data tentang struktur tanah yang ada di daerah rencana. Data geologi ini dapat ditunjukkan melalui peta geologi. 3.
Tata Ruang Kota Data yang dibutuhkan untuk tata ruang daerah rencana yaitu data tentang penggunaan lahan daerah rencana (dilengkapi dengan peta), dan RURTK yang dibuat oleh masing-masing daerah rencana. Data ini juga dilengkapi dengan data fasilitas-fasilitas pelayanan kota seperti hotel, rumah makan, kantor pemerintahan dan industri. Peta penggunaan lahan untuk sarana umum antara lain Sistem Penyediaan Air Minum, Sistem Pengelolaan Air Limbah, Sistem Pengelolaan Persampahan, serta Sistem Drainase Perkotaan, sangat diperlukan dalam penyusunan rencana induk sistem pengelolaan air limbah baik terpusat maupun setempat.
4.
Kependudukan Informasi kependudukan diharapkan dalam time series minimal 5 tahun antara lain: jumlah penduduk, laju pertumbuhan Penduduk, struktur umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, mata pencaharian, tingkat pendapatan dan lain-lain. a. Penduduk Saat ini Data penduduk saat ini yaitu jumlah dan kepadatan penduduk di suatu daerah sangat menentukan terhadap cara penanganan sanitasinya terutama pembuangan air limbah dan produksi air limbah penduduk. Data tentang kepadatan penduduk saat ini dapat pula dilengkapi dengan peta kepadatan penduduk. b. Proyeksi Penduduk
Proyeksi penduduk didasarkan pada asumsi dari komponenkomponen laju pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran, kematian, dan perpindahan (migrasi). Proyeksi penduduk penyelenggaraan SPAL dilakukan untuk 20 tahun. Proyeksi penduduk ini memerlukan data jumlah penduduk pada tahuntahun sebelumnya, setidaknya data-data 10-20 tahun sebelum periode perencanaan. Data kependudukan dapat diperoleh baik secara primer maupun data sekunder dari BPS. Dari hasil proyeksi tersebut dapat diketahui pula proyeksi kepadatan penduduk pada 20 tahun yang akan datang. 5.
Prasarana Kota yang Terkait Dalam rangka perlindungan dan pelestarian air, selain data dan gambar Pengelolaan Sumber Daya Air, diperlukan juga data dan gambar Sistem Penyediaan Air Minum, Sistem Pengelolaan Air Limbah, Sistem Pengelolaan Persampahan, serta Sistem Drainase Perkotaan yaitu sebagai berikut : a.
Air Minum Air minum sangat erat kaitannnya dengan Rencana Induk SPAL. Data tentang air bersih yang dibutuhkan adalah sumber air minum yang digunakan penduduk, tingkat pemakaian dan proyeksi kebutuhan air minum untuk 20 tahun yang akan datang. Debit air limbah yang berasal dari buangan air minum dapat diketahui pula untuk 20 tahun yang akan datang. Datadata tersebut dilengkapi dengan peta presentasi pelayanan oleh PDAM dan peta sumber air di daerah rencana.
b. Persampahan Persampahan di daerah rencana perlu dicermati, karena pengelolaan sampah yang kurang baik dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan dan badan air baik langsung maupun tidak langsung. Data yang dibutuhkan yaitu data timbulan sampah, jenis-jenis sampah, kondisi pelayanan persampahan, dan data-data lain tentang persampahan di daerah rencana. Dari korelasi dengan proyeksi penduduk maka didapat pula proyeksi timbulan sampah minimal 10 tahun yang akan datang. Data–data dilengkapi dengan peta sistem
pengelolaan sampah yang ada, antara lain meliputi Lokasi TPA, TPS, dan Sarana & Prasarana Persampahan lainnya. c.
Drainase Perkotaan Saluran pematusan air hujan atau drainase sangat erat hubungannya dengan air limbah, karena pada umumnya penduduk membuang air limbah rumah tangga ke saluran ini. Data yang diperlukan adalah data jaringan drainase di daerah rencana, panjang saluran, keadaan saluran, serta kualitas air dalam saluran. Dilengkapi dengan peta perkiraan genangan yang umumnya terjadi apabila musim hujan. Dari korelasi dengan pertumbuhan penduduk maka didapat pula proyeksi penggunaan lahan untuk 20 tahun.
6.
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat a.
Pendapatan dan Sumber Mata Pencaharian Dalam pemilihan teknologi pengelolaan air limbah, salah satu faktor penting adalah kemampuan penduduk membiayai operasi setiap teknologi yang diusulkan. Dimana kemampuan ini erat hubungannya dengan pendapatan dan sumber mata pencaharian penduduk. data yang dibutuhkan adalah data pendapatan penduduk, mata pencaharian, pengeluaran penduduk, dan pengeluaran penduduk untuk pengelolaan air minum.
b. Kepemilikan Rumah Data yang diperlukan adalah kondisi kepemilikan rumah di daerah rencana, proyeksi perumahan sampai 20 tahun yang akan datang, luas pekarangan rumah sarta dilengkapi dengan peta kondisi lahan sisa pekarangan eksisting dan untuk proyeksi 20 tahun yang akan datang. Selain itu, data kondisi kepemilikan rumah juga diperlukan untuk mengetahui SPAL yang akan digunakan untuk suatu kawasan perumahan. Apabila suatu kawasan perumahan real estate dilewati oleh jaringan pipa SPALT, maka pengembangnya wajib untuk melakukan penyambungan saluran air limbah setiap rumah ke jaringan pipa terpusat tersebut, akan tetapi apabila di Kota tersebut tidak terdapat SPAL, maka pengembang kawasan perumahan tersebut
harus membuat jaringan dan IPAL sendiri dan dikelola oleh pengembang kawasan perumahan tersebut. c. Non Permukiman Yang dimaksud non pemukiman disini adalah daerah komersial dan daerah non komersial. Yang menjadi perhatian adalah daerah komersial seperti daerah jasa, perdagangan dan industri. Data yang diperlukan adalah pendapatan rata-ratanya, kondisi bangunannya, pengeluarannya untuk pemenuhan air minum, dan proyeksinya untuk 20 tahun yang akan datang. 7.
Tingkat Kesehatan Penduduk Tingkat kesehatan penduduk sangat erat kaitannya dengan sistem sanitasinya. Maka diperlukan data-data tentang penyakit yang sering timbul, khususnya yang berhubungan dengan air limbah. Selain itu diperlukan data fasilitas kesehatan yang ada di daerah rencana.
G.1.2. Data Kondisi Eksisting SPAL Sebelum menetapkan rencana pengembangan di sektor air limbah permukiman perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana kondisi pengelolaan eksisting dan upaya pengelolaan dari pemerintah. Data kondisi sistem Pengelolaan Air Limbah yang ada dikelompokkan dalam Data Teknis dan Data Non Teknis. 1. Data Teknis Data teknis yang diperlukan untuk SPALT antara lain meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h.
Kinerja Pelayanan Tingkat Pelayanan Periode Pelayanan Cakupan Pelayanan Kinerja Instalasi dan Jaringan Perpipaan Jumlah dan Kinerja Peralatan/ Perlengkapan Sistem Pengelolaan Prosedur dan Kondisi Operasi dan Pemeliharaan
Sedangkan data teknis yang diperlukan untuk SPALS antara lain adalah : a. Pemetaan masyarakat tentang kondisi sumber air dan akses terhadap sarana sanitasi yang tersedia. b. Kelayakan Teknis di Lapangan c. Prediksi Perkembangan Lingkungan Permukiman, dan d. Prediksi Peningkatan Sosial Ekonomi Masyarakat Sedangkan untuk IPLT, data teknis yang diperlukan antara lain : a. b. c. d.
Peta Wilayah dengan data Topografi Data Sosial dan Ekonomi Data geografi Data Geologi, dan data lain yang relevan
2. Data Non Teknis Data non teknis yang diperlukan untuk SPALT antara lain meliputi : a. b. c. d.
Kondisi dan Kinerja Keuangan Kondisi dan Kinerja Karyawan Kinerja Kelembagaan Jumlah Pelayanan
Sedangkan data non teknis yang diperlukan untuk SPALS antara lain adalah : a. Kondisi/ Permukiman b. Kebiasaan/ Perilaku c. Jumlah Calon Penerima Manfaat untuk 5 tahun ke depan 3. Penyusunan Buku Putih Sanitasi Proses penyusunan buku putih sanitasi meliputi tahapan-tahapan berikut ini : a. Internalisasi dan Penyamaan Persepsi Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan adanya kesepahaman dan kesamaan persepsi di antara anggota Pokja tentang adanya buku putih sanitasi yang menjadi dasar penyusunan dokumen SSK Kabupaten/Kota. Output dari kegiatan ini adalah adanya kesepakatan rencana kerja penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten/Kota.
b. Penyiapan Profil Wilayah Tujuan kegiatan penyiapan profil wilayah dalam Buku Putih Sanitasi adalah untuk menjelaskan kondisi saat ini dari Kabupaten/ Kota (termasuk kondisi geografis, geohidrolis, administratif, aspek demografis, tata ruang wilayah, kondisi sosial budaya, perekonomian dan keuangan daerah, serta kelembagaan Pemerintah Daerah. Output yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah terkumpulnya datas sekunder dan dapat menggambarkan profil wilayah suatu Kabupaten/ Kota yang bersangkutan. c.
Penilaian Profil Sanitasi Kegiatan ini bertujuan agar menghasilkan data dasar (baseline). Data dasar yang dimaksud dapat membantu memberikan gambaran lengkap dan menyeluruh mengenai data teknis/nonteknis yang mencakup berbagai aspek tentang sanitasi di Kabupaten/Kota. Output yang diharapkan adalah tersusunnya peta sistem sanitasi bagi tiap komponen dan lokasinya yang spesifik, adanya data hasil survei atau kajian yang disyaratkan untuk penyusunan Buku Putih Sanitasi, serta teridentifikasinya rencana program dan kegiatan pengembangan sanitasi atau kegiatan sanitasi yang sedang berlangsung.
d. Penetapan Area Berisiko Sanitasi Kegiatan ini bertujuan untuk menetapkan pengembangan sanitasi dan pengembangan Prioritas yang dimaksud bertujuan untuk pembangunan sanitasi Kabupaten/Kota di Output dari kegiatan ini dapat menghasilkan sanitasi saat ini di Kabupaten/Kota. e.
prioritas wilayah sanitasi tersebut. menentukan arah masa mendatang. posisi pengelolaan
Finalisasi Buku Putih Buku Putih Sanitasi yang telah selesai kemudian disahkan oleh Bupati/Walikota setempat. Hal terpenting dalam melakukan finalisasi buku putih adalah membangun pemahaman dan persepsi yang sama di lingkungan internal SKPD-SKPD mengenai dokumen putih sanitasi yang telah disusun. Proses ini perlu dilakukan sebelum Pokja menginformasikan hasil buku putih ke masyarakat yang lebih luas. Output dari kegiatan ini adalah tersusunnya Draf Buku Putih Sanitasi Kabupaten/Kota, terselenggaranya kegiatan
Konsultasi Publik Buku Putih Sanitasi, dan Pengesahan Buku Putih Sanitasi Kabupaten/Kota oleh Kepala Daerah (Bupati/Walikota).
Disamping itu, diperlukan juga data-data yang meliputi :
Peta Dasar dan Peta Identifikasi Peta dasar dan peta identifikasi permasalahan yang diperlukan meliputi: a. Peta tata guna lahan eksisting; b. Peta kepadatan penduduk; c. Peta kualitas air tanah/sumur penduduk dengan parameter E. coli; d. Peta kualitas air sungai dengan parameter E. coli dan BOD; e. Peta kualitas air drainase (pembuangan grey water) dengan parameter E. Coli dan BOD; f. Peta water borne disease; g. Peta pelayanan PDAM; dan h. Peta fasilitas sanitasi dan tingkat pelayanan sanitasi (on-site dan offsite). Setelah mengetahui kondisi eksisting daerah perencanaan, kemudian dilakukan identifikasi permasalahan yang ada di daerah perencanaan untuk mengetahui besarnya tingkat pelayanan yang telah dilakukan.
Identifikasi Permasalahan Eksisting Permasalahan tersebut dapat berupa permasalahan dalam bidang : a. Teknis, mencakup spesifikasi tangki septic eksisting, yang berkaitan dengan permeabilitas tanah, lahan yang tersedia dan tingkat pengetahuan teknis dari masyarakat; b. Budaya, mencakup kebiasaan penduduk membuang air limbah; c. Ekonomi, mencakup kemampuan membangun fasilitas sanitasi agar dapat diketahui mana yang mesti dibantu pemerintah;
d. Lingkungan, mencakup dampak dari keseluruhan permasalahan tersebut terhadap keadaan sekitarnya agar dapat ditanggulangi sesuai skala prioritas.
Data Kondisi Eksisting SPAL yang diperlukan Berikut adalah data kondisi eksisting SPAL yang perlu dikumpulkan: a.
Tingkat Pelayanan Data kondisi sistem pengelolaan air limbah dalam hal ini tingkat pelayanannya adalah sejauh mana pelayanan air limbah yang ada di area pelayanan. Data dapat berupa jumlah MCK/cubluk, pipa penyalur air limbah (jika ada), tangki septik, jumlah penduduk terlayani, kawasan pelayanan, dan data lain yang mencerminkan pengelolaan air limbah yang ada di lapangan saat ini.
b. Sistem Pengelolaan Meliputi : 1) Aspek Teknis Data yang dibutuhkan berupa data teknis meliputi data mengenai kinerja pelayanan, tingkat pelayanan, periode perencanaan, cakupan pelayanan, kinerja instalasi dan jaringan perpipaan, jumlah dan kinerja peralatan/ perlengkapan (termasuk sarana&prasarana air limbah), sistem pengelolaan air limbah yang digunakan oleh penduduk di daerah rencana, serta prosedur dan kondisi operasi dan pemeliharaan. 2) Aspek Kelembagaan Data yang diperlukan adalah bentuk lembaga pengelola air limbah yang ada di daerah rencana, struktur organisasi, dan TUPOKSI lembaga pengelola. 3) Aspek Hukum Data yang diperlukan adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang institusi pengelola, teknis penanganan limbah, dan tarif retribusi, maupun peraturan lain yang secara tidak langsung berkaitan dengan air limbah juga harus
mendapatkan perhatian lebih. Contohnya adalah peraturan tentang daerah aliran sungai dan lain-lain. 4) Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta Data yang diperlukan adalah daerah-daerah yang telah mendapatkan program-program seperti SANIMAS dan program lainnya. 5) Aspek Pendanaan Data yang diperlukan adalah sumber pendanaan, jumlah pendapatan, biaya OM, dan besaran tarif/retribusi.
G.1.3. Permasalahan yang Dihadapi Langkah pertama sebelum menentukan arah dan strategi pengembangan sarana dan prasarana air limbah, terlebih dahulu harus disepakati mengenai permasalahan pencemaran air limbah, baik pada area skala kawasan maupun kota. Permasalahan yang dihadapi dapat berupa masalah–masalah sebagai berikut : 1. Masalah Kelembagaan Permasalahan kelembagaan dapat berupa masalah bentuk institusi yang mengelola, dasar hukum pembentukan institusi yang masih belum ada, atau masalah sumber daya manusia yang ada dalam kelembagaan tersebut. 2. Masalah Teknis dan Lingkungan Permasalahan yang berhubungan dengan aspek teknis dalam pengelolaan air limbah pada umumnya berhubungan dengan pengelolaan yang dilakukan penduduk saat ini, baik itu sistem setempat maupun sistem terpusat. Berdasarkan kondisi tersebut, permasalahan teknis pencemaran air limbah dibagi menjadi dua, yaitu: a.
Pencemaran Air Limbah saat ini
Formulasi permasalahan pencemaran air limbah saat ini dilakukan dengan membandingkan tingkat pencemaran dengan standar lingkungan atau standar kesehatan yang berlaku. b. Pencemaran Air Limbah dimasa mendatang Formulasi permasalahan pencemaran air limbah dimasa mendatang (20 tahun proyeksi) dilakukan dengan memproyeksikan pencemaran air limbah yang akan terjadi dengan skenario tidak melakukan tindakan apapun terhadap pencemaran air limbah. Dalam uraian permasalahan teknis ini harus mencerminkan keadaan sesungguhnya sistem pengelolaan air limbah yang dilakukan penduduk saat ini yang dilengkapi dengan data-data yang mendukung. 3. Masalah Pembiayaan Permasalahan biaya yang telah terjadi berhubungan dengan sumbersumber pembiayaan pengelolaan SPAL, besarnya alokasi dana APBD, tarif retribusi yang ditetapkan, mekanisme penarikan retribusi, dan realisasi penerimaan retribusi saat ini. 4. Masalah Peraturan Perundangan Permasalahan peraturan perundangan berupa permasalahan dalam implementasi dan kekinian peraturan-peraturan terkait dalam pengelolaan SPAL dan penerapan sanksi yang diberikan apabila ada yang melanggar peraturan yang telah dibuat selama ini. 5. Masalah Peranserta Masyarakat dan Swasta Permasalahan peranserta masyarakat dan swasta berupa permasalahan dalam bidang budaya dan sosial ekonomi. Permasalahan budaya seperti kebiasaan penduduk untuk membuang air limbah langsung ke saluran atau ke sungai juga perlu diperhatikan. Dijelaskan pula akibat dari perilaku atau kebiasaan penduduk setempat dalam perilakunya membuang air limbah. 6. Masalah Sosial dan Ekonomi Permasalahan sosial ekonomi hubungannya erat dengan kemampuan penduduk memiliki fasilitas sanitasi yang sehat. Faktor-faktor yang
mempengaruhinya berupa tingkat pendapatan, kerelaan, dan kesediaan penduduk untuk memenuhi tingkat sanitasi yang sehat. Analisis terhadap besar kecilnya dampak yang ditimbulkan dari permasalahan-permasalahan tersebut, dapat didasarkan pada beberapa pedoman. Pedoman yang dipakai dalam menganalisa permasalahan tersebut adalah: 1. Data kasus penyakit yang berhubungan dengan air 2. Kualitas air sungai harus sesuai dengan ketentuan pemerintah 3. Kualitas air laut harus sesuai dengan ketentuan pemerintah. 4. Kualitas air tanah yang mengandung coli tinja.
digunakan sebagai
air
bersih tidak
Berdasarkan permasalahan yang telah dianalisa, maka dapat diberikan uraian tentang target penanganan untuk tiap-tiap permasalahan tersebut. Penanganan tersebut dengan memperhatikan tingkat pencemaran air sungai, tingkat pencemaran laut dan tingkat pencemaran air tanah.
G.2. G.2.1.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Umum Setelah diketahui kondisi permasalahan serta pengelompokkan pelayanan di sektor air limbah maka perlu disusun upaya penanganan sesuai dengan tingkat prioritasnya. Namun sebelumnya harus disusun strategi dan target yang akan dicapai. Strategi tersebut harus sejalan dengan dan tidak bertentangan dengan yang telah digariskan pemerintah. Strategi ini harus sesuai dengan arahan kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan air limbah, kebijakan daerah seperti RURTK, Millenium Development Goal (MDG), dan Deklarasi Kyoto. Target yang akan dicanangkan harus realistis dan sesuai dengan kemampuan membangun dari pemerintah serta tidak terlalu memberatkan masyarakat. Sedangkan strategi yang akan disusun mencakup pembiayaan sistem sanitasi, berikut sumber pendanaannya
untuk pembangunan jangka mendesak, jangka menengah dan jangka panjang termasuk lembaga pengelola dan dampak lingkungan.
G.2.2.
Tujuan dan Target Penanganan 1.
Jangka Pendek Tujuan penanganan tahap jangka pendek ini adalah dilaksanakan dalam satu sampai dua tahun anggaran. Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan dasar sanitasi sebagai dasar pengelolaan air limbah. Kebutuhan dasar ini didapat setelah menganalisa data eksisting pengelolaan air limbah saat ini.
2.
Jangka Menengah Program jangka menengah mencakup tahapan pembangunan 5 tahun setelah dilaksanakan program jangka pendek. Program jangka menengah ini sesuai dengan permasalahan yang ada dan strategi yang akan dilaksanakan untuk pemenuhan sistem pengelolaan dan pembuangan air limbah untuk daerah rencana.
3.
Jangka Panjang Program jangka panjang merupakan rangkaian dari keseluruhan pembangunan di sektor air limbah untuk -20 tahun yang akan datang. Tujuan pembangunan ini untuk menekan laju pencemaran terhadap badan air dan air tanah serta mengurangi tingkat pertambahan kasus penyakit yang disebabkan air limbah yang pada akhirnya diharapkan dapat menunjang produktifitas penduduk serta membantu peningkatan potensi daerah.
G.2.3.
Pilihan Arah Pengembangan Sebelum menetapkan rencana induknya, setiap kabupaten/kota harus terlebih dahulu menetapkan pilihan arah pengembangan sarana dan prasarana air limbah untuk masa 20 tahun mendatang. Pilihan arah pengembangan sarana dan prasarana air limbah yang harus dipertimbangkan antara lain adalah: - Mengoptimalkan sistem setempat (on-site) yang sudah berjalan; - Mengembangkan sistem off-site pada kawasan tertentu;
- Mengembangkan sistem off-site skala kota; dan - Mengembangkan sistem off-site dengan teknologi maju. Metode pemilihan arah pengembangan sarana dan prasarana air limbah, minimal harus dianalisis dengan metode SWOT, yaitu analisis Kekuatan (Sthrenghts), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) atau dengan metoda lainnya.
G.2.4.
Penetapan Arah Pengembangan Tahapan dalam penetapan arah pengembangan terdiri dari : 1.
Analisis SWOT Arah Pengembangan SPAL Analisis SWOT (Sthrenghts, Weakness, Opportunities, Threats) merupakan alat bantu perencanaan strategis yang dapat membantu perencanaan penetapan arah pengembangan sarana dan prasarana air limbah dimasa mendatang. Keampuhan analisis SWOT ini terletak pada kemampuan para penentu strategi pengembangan SPAL dalam memaksimal peranan faktor internal yaitu kekuatan (S) dan meminimalkan kelemahan (W), serta memanfaatkan faktor eksternal yaitu peluang (O) dan mampu menekan dampak tantangan (T) yang harus dihadapi. Analisis SWOT untuk peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana air limbah pada zona prioritas di permukiman terbangun, dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Kondisi sistem pengelolaan air limbah; b. Kondisi tingkat pencemaran air tanah; c. Kondisi tingkat pencemaran badan air penerima; d. Kondisi sosial ekonomi masyarakat; e. Kondisi kesehatan masyarakat; f. Tingkat kesediaan membayar retribusi (willingness to pay); g. Kondisi prasarana lingkungan drainase, dan sebagainya); dan
permukiman
lainnya
(jalan,
h. Proyeksi kapasitas pendanaan investasi dari APBD. Aspek-aspek tersebut kemudian dievalusi terhadap faktor internal (SW) dan faktor eksternal (OT) dengan menggunakan metode pembobotan dan skoring. Hasil evaluasi ini kemudian diplotkan dalam matrik SWOT di bawah ini sesuai dengan besaran nilai perkalian bobot dan nilai untuk setiap faktor SWOT yang dianalisis. Kuadran II
O
WO
Kuadran III
SO
W
S
WT
ST
Kuadran I
Kuadran IV
T Gambar I.3.
Matriks SWOT
Berdasarkan analisis SWOT tersebut, pengembangan sarana dan prasarana air limbah air limbah dapat digambarkan atas 4 kuadran, seperti pada contoh Gambar I.4. Masing-masing kuadran menujukkan strategi pengembangan SPAL yang berbeda, yaitu sebagai berikut : a. Kuadran I (WT) : strategi yang diambil adalah Strategi Defensif/ Optimalisasi, sebab kondisi SPAL yang masih lemah dan penuh dengan tantangan. b. Kuadran II (WO): strategi yang diambil adalah Strategi Selektif (Turn Arround), sebab kondisi SPAL memiliki banyak peluang untuk semakin berkembang, akan tetapi kondisinya masih lemah c. Kuadran III (SO): strategi yang diambil adalah Strategi Agresif, sebab kondisi SPAL yang kuat dan banyak peluang untuk semakin berkembang. d. Kuadaran IV (ST): strategi yang diambil adalah Strategi Diversifikasi/teknologi lebih maju, sebab kondisi SPAL yang sangat kuat akan tetapi penuh dengan tantangan.
O Kuadran II
Kuadran III 4 3 B
1
A W -4
-3
-2
2
-1
1
2
3
4
S
-1 -2 -3 -4 Kuadran I
Kuadran IV T
Catatan :
A : Posisi Saat ini B : Posisi Potensi Pengembangan 20 Tahun mendatang
Gambar I.4.
Matriks SWOT
Penggambaran koordinat nilai pembobotan dikalikan skor akan menunjukkan posisi pada saat sekarang (tahun awal perencanaan), dalam Gambar I.4 dicontohkan sebagai titik A dan pada posisi titik B pada perkiraan pengembangan 20 tahun mendatang. Dengan demikian perubahan strategi yang harus digunakan akan terlihat pada matriks tersebut di atas.
2.
Penetapan arah pengembangan Penetapan arah pengembangan sarana dan prasarana air limbah dapat ditetapkan berdasarkan posisi kuadran hasil analisis SWOT. Berdasarkan pengelompokan kuadran tersebut, maka grand strategi arah pengembangan sarana dan prasarana pada masing-masing kuadran dapat dijelaskan pada gambar I.5.
Gambar I.5. Grand Strategi Arah Pengembangan Penjelasan: a. Grand strategi kuadran I : Optimasi sistem setempat Arah pengembangan strategi ini meliputi : 1) Pengawasan dan pengendalian sarana prasarana sistem air limbah setempat (individual dan komunal). 2) Optimalisasi pemanfaatan IPLT terbangun. 3) Peningkatan pelayanan penyedotan lumpur tinja melalui : a) Peningkatan kapasitas armada dan penyedotan secara berkala. b) Peningkatan kapasitas IPLT. 4) Pengembangan prasarana air limbah berbasis masyarakat. b. Grand strategi kuadran II : Pengembangan selektif sistem terpusat Arah pengembangan strategi ini meliputi : 1) Pengawasan dan pengendalian sarana prasarana sistem air limbah setempat (individual dan komunal). 2) Optimalisasi pemanfaatan IPLT terbangun. 3) Peningkatan pelayanan penyedotan lumpur tinja melalui: a) Peningkatan kapasitas armada. b) Peningkatan kapasitas IPLT. 4) Pengembangan prasarana air limbah berbasis masyarakat. 5) Pengembangan sistem terpusat skala kawasan (IPAL) pada daerah-daerah prioritas. Pada strategi ini transformasi dari sistem setempat menjadi sistem terpusat akan dimulai secara kawasan demi kawasan. c.
Grand strategi kuadran III : Pengembangan agresif sistem terpusat Arah pengembangan strategi ini adalah : Mengembangkan sarana dan prasarana Air Limbah terpusat skala kota, dengan cara sistem terpusat akan ditingkatkan secara bertahap.
d. Grand strategi kuadran IV : Pengembangan dengan teknologi maju
Arah pengembangan strategi ini merupakan strategi pengembangan tingkat advance (lanjutan). Arah pengembangan ini merupakan gambaran kondisi permasalahan pencemaran air limbah telah demikian serius, sementara sarana prasarana konvensional sudah tidak memungkinkan dan tidak efektif lagi. Hal ini menyebabkan diperlukan teknologi pengolahan limbah lanjut agar kualitas air limbah yang dihasilkan dapat memenuhi peraturan pemerintah setempat. 3.
Strategi Transformasi Sistem Setempat Transformasi prasarana sistem setempat menjadi sistem terpusat memberi dampak adanya kebutuhan lembaga untuk mengelola prasarana yang akan dibangun (terdapat pada Gambar I.6). Dengan demikian, penetapan arah pengembangan prasarana sistem terpusat pada daerah permukiman terbangun memerlukan perencanaan strategis untuk menciptakan dukungan masyarakat dan mewujudkan lembaga yang sesuai untuk mengelola prasarana terbangun. Perencanaan strategis tersebut meliputi: a.
Rencana Kampaye Publik (public campaign);
b. Rencana penyusunan Peraturan Daerah (Perda) dan sosialisasi Perda; dan c.
Rencana pembentukan lembaga pengelola.
Gambar I.6. Transformasi Prasarana Air Limbah Sistem Setempat ke Sistem Terpusat
G.2.5.
Pembagian Zona Perencanaan 1.
Daerah Perencanaan Daerah perencanaan pengembangan SPAL pada daerah terbangun dibagi atas zona-zona perencanaan dalam satuan sistem perencanaan dan pengembangan SPAL.
2.
Pembagian Zona Perencanaan Pembagian zona-zona perencanaan pengembangan sarana dan prasarana air limbah pada daerah terbangun ditetapkan berdasarkan : a.
Keseragaman tingkat kepadatan penduduk;
b. Keseragaman bentuk topografi dan kemiringan lahan; c.
Keseragaman tingkat kepadatan bangunan;
d. Keseragaman tingkat permasalahan pencemaran air tanah dan permukaan;
G.2.6.
e.
Kesamaan badan air penerima; dan
f.
Pertimbangan batas administrasi.
Penetapan Zona Prioritas Zona Prioritas adalah zona perencanaan yang mendapat penilaian utama untuk diprioritaskan dibangun terlebih dahulu dalam kurun waktu 15-20 tahun mendatang. Perencanaan sarana dan prasarana air limbah di zona prioritas dapat dibagi atas cluster - cluster untuk mendukung perencanaan pembangunan secara bertahap dalam kurun waktu 20 tahun mendatang. Penetapan zona prioritas ditetapkan pertimbangan sebagai berikut:
berdasarkan
pertimbangan-
1.
Tingkat permasalahan pencemaran air limbah terhadap air tanah dan badan air penerima;
2.
Tingkat kemudahan pelaksanaan;
3.
Tingkat kelayakan ekonomi;
4.
Tingkat kelayakan keuangan;
G.2.7.
5.
Kelayakan lingkungan; dan
6.
Kelayakan kelembagaan.
Arah Pengembangan SPAL pd Permukiman Baru 1.
Pilihan Arah Pengembangan Pilihan arah pengembangan sarana dan prasarana air limbah pada daerah permukiman baru adalah sebagai berikut: a.
Mengembangkan sistem setempat (on-site);
b. Mengembangkan sistem terpusat skala kawasan tersendiri; dan c. 2.
Di integrasikan dengan sistem terpusat yang sudah terbangun.
Penetapan Arah Pengembangan a.
Permukiman baru yang akan dan sedang dikembangkan oleh developer wajib memiliki Rencana Induk air limbah tersendiri.
b. Rencana induk Air Limbah kawasan permukiman baru tersebut harus mengacu pada Rencana Induk air limbah kota.
G.2.8.
Strategi Pengembangan Prasarana 1.
Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) Di dalam program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), proses perencanaan strategis menghasilkan tiga (3) dokumen, yaitu Buku Putih Sanitasi, SSK, dan Memorandum Program Sanitasi (MPS). Ketiga dokumen tersebut perlu disiapkan Kabupaten/kota sebelum implementasi fisik dapat dilakukan. Buku Putih Sanitasi dan SSK adalah dokumen yang dihasilkan dari pelaksanaan tahap 3 di dalam PPSP, yaitu Perencanaan Strategis Sanitasi. Di dalam SSK harus memuat perumusan strategi yang akan dilakukan dalam rangka pengembangan sanitasi permukiman. Sementara itu, proses penyusunan SSK adalah : a. Penyiapan Kerangka Pengembangan Sanitasi
Output dari kegiatan ini adalah disepakatinya visi dan misi Sanitasi Kabupaten/Kota yang mendukung RPJMD, disepakatinya infrastruktur sanitasi jangka panjang, disepakatinya tahapan pengembangan infrastruktur sanitasi dan sistem pendukungnya, disepakatinya asumsi pendanaan sanitasi Kabupaten/Kota. b. Penetapan Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi Berdasarkan Sasaran yang telah ditetapkan, maka strategi untuk mencapainya dapat disusun dengan memperhatikan hasil identifikasi isu-isu strategis di dalam Buku Putih Sanitasi. Terdapat berbagai metode untuk merumuskan strategi, diantaranya adalah menggunakan analisis SWOT. Pokja dapat memilih salah satu metode yang paling dikuasai oleh sebagian besar anggota Pokja. Output yang diharapkan adalah disepakatinya tujuan, sasaran, dan strategi, serta disepakatinya indikator capaian dari sasaran yang ditetapkan. c.
Penyusunan Program dan Kegiatan Kegiatan yang sudah disusun (sebagai bagian dari pelaksanaan sebuah Program) selanjutnya dibuat indikasi jadwal pelaksanaannya, volume kegiatan tersebut, indikasi biaya yang diperlukan, serta indikasi apakah kegiatan itu dapat didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau tidak. Hasil dari kegiatan ini akan menjadi dasar dan masukan bagi proses pemograman maupun penganggaran rutin dan formal terutama di Pemerintah Kabupaten/Kota. Output yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah disepakatinya daftar program dan kegiatan percepatan pembangunan sanitasi dan teridentifikasinya indikasi pendanaan kegiatan dari APBD, APBD Provinsi, dan APBN.
d. Finalisasi SSK Hal terpenting adalah membangun pemahaman dan persepsi yang sama di lingkungan internal SKPD-SKPD tentang dokumen SSK yang telah disusun, terutama terkait dengan Program dan Kegiatan yang dirumuskan. Hal ini akan menjamin hasil dari SSK masuk di dalam proses penganggaran formal di masing-masing SKPD untuk memastikan implementasi dari strategi yang telah disusun. Selain pemahaman di lingkungan internal, kegiatan ini juga mensyaratkan adanya kesamaan pemahaman dan persepsi
terhadap strategi pengembangan sanitasi yang disusun (termasuk program dan kegiatannya) dari Pemerintah Provinsi dan Pusat, meskipun proses ini secara lebih rinci akan dilakukan di tahapan Memorandum Program Sektor Sanitasi (MPSS). Penetapan sistem dan zona sanitasi dilakukan untuk mengidentifikasi sistem sanitasi yang paling sesuai untuk suatu wilayah dan membantu perumusan program dan kegiatan yang paling sesuai dengan kondisi wilayah berdasarkan sistem yang diusulkan. Dalam menetapkan sistem sanitasi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah: (i) faktor pengelolaan (peraturan, pengelolaan kelembagaan, pengaturan O&M, kepemilikan aset); (ii) faktor fisik wilayah (kepadatan penduduk, pemanfaatan lahan, dan topografi); (iii) faktor keuangan dan pendanaan (kapasitas fiskal, dukungan, dan mekanisme pendanaan). Pilihan sistem yang dapat digunakan umumnya adalah: a. Subsektor air limbah domestik: sistem setempat (sistem on-site) dimana air limbah langsung diolah ditempat; dan sistem terpusat (sistem offsite) dengan mengalirkan air limbah domestik melalui perpipaan menuju instalasi pengolahan air limbah (IPAL). b. Subsektor persampahan: sistem pengangkutan tidak langsung (melalui tempat penampungan sementara/TPS; sistem pengangkutan langsung; dan sistem penanganan sampah di sumbernya. c. Subsektor drainase: sistem gravitasi dan sistem pemompaan. Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan teknologi adalah: (i) lingkungan (risiko kesehatan, pemanfaatan air tanah & air permukaan); (ii) budaya – perilaku (tingkat kesadaran, ketrampilan manajemen masyarakat); dan (iii) biaya investasi dan berulang (keterjangkauan, ketepatan teknologi). 2.
Perkiraan Debit Air Limbah Berdasarkan data yang telah didapatkan serta peraturan-peraturan yang terkait dengan air limbah dapat memperkirakan besarnya debit air limbah di tahun yang akan datang. Besarnya debit air limbah ini sangat terkait dengan rencana pengembangan untuk masing-masing kota/kabupaten. Besarnya debit air limbah masa datang didapatkan dari hasil proyeksi penduduk dikorelasikan dengan penggunaan air bersih yang sisanya sebagai air limbah.
3.
Perkiraan Kondisi Sosial Ekonomi & Lingkungan pada Masa yang Akan Datang Rencana pengembangan daerah rencana sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi yang akan terjadi di masa datang. Dimana perkiraan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan dapat diproyeksi dari data yang telah didapatkan.
4.
Sistem Pengembangan Pengelolaan Skenario pengembangan daerah adalah alternatif dan gambaran dari pelaksanaan strategi pembangunan dengan melihat lingkungan strategis yang mempengaruhi. Melalui skenario ini dapat diperoleh ilustrasi terhadap kondisi awal dan pencapaian serta kondisi pada akhir pelaksanaan. Sistem pengelolaan yang akan diterapkan di daerah rencana disesuaikan hasil skenario pengembangan daerah yang telah dilakukan.
5.
Sistem Pelayanan Sistem pelayanan pengelolaan air limbah dapat dibagi menjadi 2 yaitu pelayanan individual dan pelayanan komunal (bersama). Pelayanan individual berupa sistem sanitasi setempat seperti tangki septik yang dilengkapi sumur resapan yang harus dibiayai dan dirawat oleh individu masing-masing. Sedangkan pelayanan komunal (bersama) dapat berupa sistem sanitasi setempat dengan penggunaan tangki septik bersama ataupun pengolahan secara terpusat yaitu air limbah disalurkan dari tiap rumah menuju unit pengolahan air limbah komunal. Sistem pelayanan ini dapat diterapkan bersama-sama, penerapannya disesuaikan dengan kondisi yang ada di daerah rencana.
6.
Cakupan Pelayanan Cakupan rencana pelayanan sistem setempat minimal 60%. Daerah dengan kepadatan penduduk > 300 jiwa/ha diharapkan memiliki sebuah sistem jaringan dan pengolahan air limbah skala komunitas/kawasan/kota. Kemudian, untuk sebuah kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat minimal 50.000 jiwa yang telah memiliki tangki septik sesuai dengan standar teknis, diharapkan memliliki sebuah IPLT yang memiliki kualitas effluent air limbah domestik tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan.
7.
Strategi OP Prasarana & Sarana Strategi operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana air limbah erat kaitannya dengan lembaga pengelola, stakeholder, dan peraturan yang mengaturnya. Agar prasarana dan sarana dapat terjaga dengan baik, maka diperlukan kerjasama antar komponen tersebut. Lembaga pengelola dan para stakeholder harus bertanggung jawab dan mempunyai kepedulian tinggi terhadap pembangunan SPAL, selain itu aturan yang ditetapkan haruslah mendukung terealisasinya SPAL yang bermutu dan tidak mencemari lingkungan.
G.2.9.
Strategi Pengembangan Kelembagaan Perubahan (Transformasi) prasarana sistem setempat menjadi sistem terpusat memberi dampak adanya kebutuhan lembaga untuk mengelola prasarana yang akan dibangun atau membutuhkan peningkatan kapasitas kelembagaan terhadap lembaga yang ada. 1. Dasar-dasar Penyusunan Kelembagaan Dasar-dasar penyusunan kelembagaan meliputi hal-hal berikut ini: a. Menyusun klasifikasi jenis sarana dan prasarana yang harus dikelola termasuk peralatan yang akan dioperasikan. b. Menganalisa kapasitas sarana dan prasarana air limbah yang harus dikelola dalam satuan orang/bulan dengan rincian orang/hari. c. Mengelompokkan bagian-bagian yang sejenis untuk memudahkan penyusunan bidang-bidang organisasi kelembagaan. d. Operator terpisah dari regulator, penyelenggara dengan pelaksana.
sehingga
jelas
fungsi
e. Menjamin terselenggaranya fungsi-fungsi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan (pp 38/2007). 2. Pilihan Bentuk Kelembagaan Kebutuhan peningkatan kapasitas kelembagaan tersebut umumnya berkorelasi langsung dengan peningkatan luas wilayah layanan dan peningkatan teknologi yang dioperasikan. Bentuk lembaga operator
pengelolaan air limbah dapat berbasis masyarakat (swadaya) untuk skala komunal didalam kawasan dan berbasis lembaga (formil) untuk berbagai skala pengelolaan (lihat Gambar I.7). Strategi peningkatan kapasitas kelembagaan dan pilihan bentuk kelembagaan. Operator harus mempertimbangkan cara pembiayaan dan sumber dana untuk mengoperasikan prasarana tersebut agar dapat berkelanjutan. Rencana peningkatan kapasitas kelembagaan tersebut, harus didukung oleh Perda dan sosialisasi yang memadai.
Gambar I.7. Strategi Pengembangan Kelembagaan G.2.10.
Strategi Pengembangan Pengaturan Untuk pedoman pelaksanaan pengelolaan prasarana dan sarana air limbah di daerah, perlu dibuat Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini. Apabila daerah belum mempunyai Peraturan Daerah,. Maka terhadap pengelolaan prasarana dan sarana air limbah di daerah diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini.
G.2.11.
Strategi Pengembangan Edukasi dan Peran Masyarakat 1.
Strategi Pengembangan Pemberdayaan dan Peran Masyarakat Efektifitas sistem pengelolaan air limbah sangat terkait dengan perilaku masyarakat dalam bersikap dan bertindak terhadap air
limbah yang dihasilkan. Di bidang air limbah, perubahan perilaku masyarakat yang diharapkan untuk mendukung sistem pengelolaan air limbah yang efektif berkaitan dengan perilaku sebagai berikut: a.
Bersedia tidak membuang air limbah secara sembarang pada lingkungan.
b. Bersedia menyediakan tangki septik sesuai standard pada masing-masing bangunan. c.
Bersedia mengelola tangki septik secara benar dengan melakukan pengurasan lumpur tangki septik secara rutin (setiap 3 tahun sekali).
d. Bersedia membayar retribusi air limbah khususnya bagi penduduk yang daerahnya telah dilayani oleh jaringan perpipaan air limbah. 2.
Strategi Pengembangan Kampaye Publik (Public Campaign) Upaya mempengaruhi perilaku masyarakat untuk mendukung sistem pengolahan sampah, memerlukan suatu perencanaan rekayasa sosial (Social Engineering). Perangkat rekayasa sosial di bidang air limbah secara umum terdiri atas: a.
Pelaksanaan kampanye publik (Public Campaign).
b. Pelaksanaan penegakkan hukum dan peraturan (Rule and Regulation). Proses pelaksanaan rekayasa sosial secara umum terdiri dari salah satu atau kombinasi dari rangkaian kegiatan seperti pada Gambar I.8. Memberi Informasi
Menumbuhkan Motivasi
Melakukan Persuasi
Penegakan Hukum dan Peraturan
Gambar I.8. Proses Rekayasa Sosial Perencanaan dan pelaksanaan rekayasa sosial tersebut, pada dasarnya adalah upaya untuk mempengaruhi (merubah perilaku) masyarakat agar : Tertarik, Tergerak, Terajak untuk bertindak kearah yang ditunjukan sesuai dengan sistem pengelolaan air limbah yang direncanakan. Secara umum proses perubahan masyarakat yang diharapkan dari suatu kampanye publik adalah sebagai berikut : -
Meningkatnya kesadaran (Awareness)
-
Meningkatnya minat (Interest)
-
Tumbuhnya kebutuhan (Demand)
-
Adanya partisipasi dan tindakan (Action)
Pelaksanaan kampanye publik tersebut, harus direncanakan secara berkesinambungan agar proses perubahan masyarakat tersebut dapat berlangsung hingga terwujudnya partisipasi (Action) masyarakat secara luas dalam mendukung terwujudnya sistem pengelolaan air limbah yang efektif dan efisien. Kerjasama dengan pihak swasta perlu ditingkatkan baik dalam pelayanan pengumpulan, penyaluran, pengolahan, maupun pembuangan akhir; jasa konsultansi, kontraktor, maupun pengadaan barang khususnya kendaraan; dengan menyeimbangkan prinsip pengusahaan dalam pelayanan umum. Selain itu swasta dapat dilibatkan secara langsung untuk membantu masalah pembiayaan, operasional dan pemeliharaan melalui program “community development” yang umumnya menjadi focus utama untuk perusahaan berskala besar. G.2.12.
Strategi Pengemb. Ekonomi & Pembiayaan Sumber dana rencana investasi sarana dan prasarana air limbah pada dasarnya berasal dari dana hasil pajak melalui APBD dan APBN atau dari dana hasil retribusi pelayanan air limbah. Sumber dana investasi dari pajak dapat digolongkan sebagai sumber dana tidak langsung dan sumber dana dari retribusi dapat digolongkan sebagai sumber dana langsung. Sumber dana investasi pengelolaan SPAL untuk tiap daerah
berbeda-beda, tergantung pada cakupan pelayanan SPAL yang akan dibangun. Sumber pendanaannya adalah : 1.
Proyek SPAL Lintas Provinsi, sumber dananya dari APBD.
2.
Proyek SPAL Lintas Kab/Kota, sumber dananya dari APBD Provinsi tempat berlangsungnya proyek.
3.
Proyek SPAL Kab/Kota, sumber dananya dari APBD Kota/ Kabupaten tersebut.
Pilihan strategi pendanaan tersebut, sangat tergantung dari kapasitas fiskal masing-masing daerah dan kemampuan membayar retribusi masing-masing penduduk yang mendapat pelayanan. Dalam hal pemerintah daerah tidak mampu melaksanakan SPALT, Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan sampai dengan pemenuhan standard pelayanan minimal yang dibutuhkan secara bertahap, atau sesuai dengan ketentuan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Sementara itu, sumber pendanaan investasi dari pendapatan retribusi hanya dimungkinkan, apabila kelayakan keuangan proyek memenuhi standard (IRR dan NPV). Selain dana yang berasal dari pemerintah, dapat pula berasal dari swadaya masyarakat, sektor swasta, maupun dana asing untuk biaya operasional dan perawatan SPAL.
H.
RENCANA PROGRAM DAN TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN
H.1. Rencana Program Rencana pengembangan di sektor air limbah direncanakan mulai tahun anggaran di 1 tahun kedepan sampai 15-20 tahun kedepan. Mengingat jangkauan rencana induk relatif lama maka sampai tahap menengah atau 6 tahun pertama dari rangkaian rencana pembangunan jangka panjang, diperlukan rekomendasi rencana pembangunan yang lebih terarah melalui penyusunan studi kelayakan terutama dalam menentukan sistem yang akan dikembangkan kelak. Maka dalam rencana program ini disusun jadwal kegiatan-kegiatan penting sesuai dengan tahapan pembangunan, yaitu mulai dari tahap
mendesak, tahap menengah dan jangka panjang. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan CSF ”Critical Success Factor” atau kegiatan kunci untuk tercapainya kesuksesan pada tiap tahapan pembangunan. CSF ini sesuai dengan program-program apa saja yang akan dijalankan pada masigmasing tahapan pembangunan. CSF ini harus diuraikan secara detail untuk tiap tahapan pembangunan. H.1.1. Rencana Umum Secara umum, hal-hal yang perlu dilakukan untuk menyusun rencana induk pengembangan SPALT adalah : 1.
Pengumpulan Data Sekunder Kumpulkan data sekunder sebagai dasar perencanaan dalam penyusunan evaluasi kondisi kota/kawasan, yang antara lain meliputi: a. Fungsi strategis kota/kawasan (Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW). b. Peta topografi, foto udara citra satelit skala 1:50.000, 1:5.000, tergantung luas daerah studi/perencanaan. c. Data dan peta gambaran umum hidrologi sumber air, topografi, klimatografi, fisiografi dan geologi. d. Penggunaan lahan dan rencana tata guna lahan. e. Data demografi saat ini dan 10 tahun terakhir, penyebaran penduduk dan kepadatan. f. Data sosial ekonomi–karakteristik wilayah dan kependudukan ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan budaya: 1) Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); 2) Mata pencaharian dan pendapatan; 3) Adat istiadat, tradisi dan budaya; 4) Perpindahan penduduk dan pengaruhnya terhadap urbanisasi dan kondisi ekonomi masyarakat. g. Data kesehatan–kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan 1) Statistik kesehatan/kasus penyakit; 2) Angka kelahiran, kematian dan migrasi; 3) Data penyakit akibat yang buruk (water borne disease); 4) Sarana pelayanan kesehatan. h. Sarana dan prasarana kota yang ada (infrastruktur): 1) Air minum; 2) Drainase; 3) Pembuangan limbah dan sampah; 4) Listrik;
5) Telepon; 6) Jalan dan sarana transportasi 7) Kawasan strategis (pariwisata dan industri) 2. Evaluasi sistem eksisting (jika sudah ada), menyangkut aspek-aspek sebagai berikut : a. Teknis; b. Kinerja pelayanan; c. Tingkat pelayanan; d. Periode pelayanan ; e. Jangkauan pelayanan; f. Kinerja instalasi; g. Jumlah dan kinerja peralatan/perlengkapan; h. Prosedur dan kondisi operasi dan perawatan; i. Tingkat kebocoran; j. Non teknis; k. Kondisi dan kinerja keuangan; l. Kondisi dan kinerja karyawan. 3. Identifikasi permasalahan dan kebutuhan pengembangan SPAL. Hal yang perlu diidentifikasi antara lain: a. Tingkat dan cakupan pelayanan b. Kinerja pelayanan c. Kebutuhan penyambung jaringan distribusi dan/atau kapasitas pengolahan d. Kinerja kelembagaan, sumber daya manusia dan keuangan. 4. Kembangkan alternatif Setiap alternatif harus dikaji aspek teknis dan ekonomis. Alternatif terpilih adalah yang terbaik ditinjau dari berbagai aspek tersebut. Pradesain dan alternatif terpilih merupakan dasar dalam prakiraan biaya investasi dan prakelayakan teknis. 5. Kembangkan kelembagaan dan sumber daya manusia Dalam operasi dan pemeliharaan suatu sistem air limbah diperlukan tenaga-tenaga ahli profesional yang berpengalaman, maka diperlukan penilaian terhadap kemampuan karyawan yang ada untuk menyusun suatu program pengembangan karyawan yang tercapai melalui pendidikan dan pelatihan. 6. Pilih alternatif sistem Setiap alternatif harus dikaji kelayakan:
a. Teknis b. Ekonomis c. Lingkungan 7. Rencana pengembangan Setelah alternatif terbaik ditentukan, maka dapat disimpulkan: a. Rencana kegiatan utama pentahapan b. Rencana pengembangan sumber daya manusia c. Dimensi-dimensi Pokok dari Sistem d. Rekomendasi pengelolaan air limbah e. Rencana pentahapan 5 tahun f. Rencana tingkat lanjut
H.1.2 Rencana Jaringan Direncanakan sesuai dengan: 1. Rencana pengembangan tata kota 2. Jaringan distribusi utama Rencana jaringan dibuat untuk perluasan pelayanan dan cakupan dari SPALT dengan jaringan perpipaan yang telah ada saat ini, maupun untuk meningkatkan pelayanan dari SPALT bukan jaringan perpipaan menjadi SPALT dengan jaringan perpipaan. Untuk SPALT dengan jaringan perpipaan, langkah-langkah pengerjaan perencanaan jaringan distribusi air limbah dilaksanakan sebagai berikut: 1. Tentukan daerah pelayanan 2. Kumpulkan data untuk daerah pelayanan Metoda analisis penentuan daerah pelayanan dengan administratif kebijaksanaan pemerintah daerah, dan rencana penerapan jaringan distribusi utama pengolahan air limbah: a. Jumlah penduduk b. Peta topografi, situasi lokasi, peta jaringan yang sudah ada di daerah pelayanan c. Asumsi konsumsi pemakaian air domestik d. Asumsi konsumsi pemakaian air nondomestik e. Daya dukung tanah f. Hasil pengukuran lapangan 3. Gambarkan sistem jaringan distribusi utama disesuaikan dengan data pendukung
4. Tentukan diameter pipa dan perhitungan hidrolis sebagai berikut: a. Tentukan kecepatan aliran dalam, pipa sesuai dengan kriteria perencanaan antara dua titik simpul. b. Hitung diameter pipa berdasarkan rumus: Q = AV 5. Gambarkan sistem jaringan distribusi utama yang memuat data sebagai berikut: a. Nomor simpul b. Elevasi setiap simpul
H.1.3
Kriteria dan standar pelayanan Kriteria dan standar pelayanan diperlukan dalam perencanaan dan pembangunan SPALT untuk dapat memenuhi tujuan tersedianya air dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang memenuhi persyaratan air limbah, tersedianya air setiap waktu atau kesinambungan, tersedianya air dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat atau pemakai. Sasaran pelayanan pada tahap awal prioritas harus ditujukan pada daerah berkepadatan tinggi dan kawasan strategis. Setelah itu prioritas pelayanan diarahkan pada daerah pengembangan sesuai dengan arahan dalam perencanaan induk kota.
H.1.4
Rencana keterpaduan dengan Prasarana dan Sarana (PS) sanitasi Pertimbangan untuk melakukan keterpaduan antara air limbah dan sanitasi: Air limbah yang dihasilkan setiap rumah tangga diperkirakan sebesar 80% dari kebutuhan air minum tiap rumah tangga. Keterpaduan selayaknya dilakukan sejak pada tahap Perencanaan, Pembiayaan Pelaksanaan, Pengelolaan, Peran Serta Masyarakat, dan Pengaturan Bidang Air Limbah dan Sanitasi, untuk mengurangi beban pengelolaan air limbah yang terlalu besar di IPAL (Integrated Concept).
H.1.5
Rencana pengembangan kelembagaan. Rencana pengembangan kelembagaan sistem pengelolaan air limbah dilakukan melalui: 1. Pengkajian kembali terhadap perundang-undangan terkait terhadap kelembagaan. 2. Lakukan kajian terhadap batas wilayah administrasi pemerintahan, tugas dan kewenangan instansi tertentu, mekanisme pendanaan, kebiasaan atau adat masyarakat. 3. Lakukan kajian terhadap struktur organisasi yang ada.
4. Buat rencana pengembangan kelembagaan yang mampu untuk mengelola SPALT yang direncanakan. Dalam pengolahan sistem pengolahan air limbah yang perlu diperhatikan adalah: 1. Sumber daya manusia (SDM) 2. Struktur organisasi penyelenggara
H.2.
Rencana Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
H.2.1. Rencana Jangka Pendek /Tahap Mendesak Pada tahap mendesak yaitu sampai 1 - 2 tahun kedepan rencana pembangunan prasarana dan sarana air limbah diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan dasar sanitasi sebagai dasar pengelolaan air limbah. Kebutuhan dasar ini didapat setelah menganalisa data eksisting pengelolaan air limbah saat ini di area studi. Daerah yang perlu menjadi perhatian adalah daerah kawasan kumuh, daerah rawan endemi dan daerah kritis. Daerah yang menjadi prioritas pembangunan prasarana dan sarana air limbah dijabarkan dengan detail mengenai nama zona atau sub zona, luas daerahnya, kepadatan penduduk, tingkat pendapatan dan disertai dengan peta daerah pengembangan tahap mendesak. 1. Sistem yang digunakan Pada tahap mendesak sistem yang digunakan sesuai dengan hasil analisa kondisi eksisting di daerah tersebut. Sistem yang digunakan umumnya menggunakan sistem pengolahan air limbah setempat, seperti pembuatan MCK di daerah yang menjadi prioritas tahap mendesak, atau disesuaikan dengan kebutuhan prasarana dan sarana sanitasi mendesak di daerah tersebut. Penjelasan sistem yang digunakan ini dilengkapi dengan sumber dana dan gambaran detail sistem terpilih. 2.
Program Pendukung Program pendukung ini diperlukan agar semua program dalam tahap mendesak berhasil dilaksanakan. Paket pendukung ini dapat berupa penyusunan rencana teknis untuk pelaksanaan sistem sanitasi yang akan dibangun untuk tahap mendesak, mengadakan penyuluhan
kepada masyarakat dan training kepada petugas pengelola, menyusun bentuk kelembagaan pengelola air limbah dan apabila diperlukan melakukan pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan prasarana dan sarana air limbah. 3.
Rencana Kebutuhan Biaya Rencana kebutuhan biaya ini merupakan jabaran tentang biaya yang diperlukan untuk melaksanakan program tahap mendesak, komponen biaya dapat berupa biaya konstruksi dan biaya non konstruksi.
H.2.2. Rencana Jangka Menengah Pada tahap menengah ini yaitu sampai 6 tahun mendatang, rencana pembangunan prasarana dan sarana air limbah sesuai dengan permasalahan yang ada dan strategi yang akan dilaksanakan untuk pemenuhan sistem pengelolaan air limbah untuk area studi. Rencana pembangunan ini disesuaikan dengan alternatif sistem pengelolaan yang dipilih dan zona atau sub zona yang telah ditetapkan. Pembangunan ini merupakan bagian dari rencana pembangunan jangka panjang (rencana induk). Daerah pelayanan ini dilengkapi dengan luasan daerah pelayanan, zona atau sub zona yang dilayani dan dilengkapi dengan peta daerah pelyanan tahap menengah. 1. Sistem yang digunakan Sistem yang digunakan pada tahap menengah ini disesuaikan dengan sistem yang telah dipilih dari beberapa alternatif yang ada. Penjelasan sistem ini mengenai sistem yang digunakan secara detail mulai dari kebutuhan unit pengolahan air limbah sampai aksesoris pendukungnya. 2. Program Pendukung Program pendukung ini diperlukan agar semua program dalam tahap menengah berhasil dilaksanakan. Paket pendukung ini dapat berupa penyusunan rencana teknis detail untuk pelaksanaan sistem sanitasi yang akan dibangun untuk tahap menengah dan jangka panjang, mengadakan supervisi tentang pembangunan prasarana dan sarana air limbah yang telah diprogramkan, mengadakan penyuluhan kepada masyarakat dan training kepada petugas pengelola, pengadaan truk
tinja, menyusun bentuk kelembagaan pengelola air limbah dan apabila diperlukan melakukan pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan prasarana dan sarana air limbah. 3. Rencana Kebutuhan biaya Rencana kebutuhan biaya ini merupakan jabaran tentang biaya yang diperlukan untuk melaksanakan program tahap menengah, komponen biaya dapat berupa biaya konstruksi dan biaya non konstruksi.
H.2.3. Rencana Jangka Panjang 1. Daerah Pelayanan Rencana pembangunan sampai 20 tahun mendatang dapat juga disebut rencana jangka panjang atau juga disebut rencana induk. Daerah pelayanannya tentu saja melingkupi seluruh area studi, dimana beberapa bagian dari area studi telah dilayani melalui pembangunan tahap mendesak dan tahap menengah. Daerah pelayanan ini dapat berupa daerah pelayanan sanitasi terpusat dan daerah pelayanan sanitasi setempat. Daerah pelayanan ini dilengkapi dengan peta daerah pengembangan pelayanan jangka panjang. 2. Sistem yang digunakan Sistem yang digunakan pada jangka panjang ini disesuaikan dengan sistem yang telah dipilih dari beberapa alternatif yang ada. Penjelasan sistem ini mengenai sistem yang digunakan secara detail mulai dari kebutuhan unit pengolahan air limbah sampai aksesoris pendukungnya. 3. Program Pendukung Program pendukung ini diperlukan agar semua program dalam jangka panjang berhasil dilaksanakan. Paket pendukung ini dapat berupa penyusunan rencana teknis detail untuk pelaksanaan sistem sanitasi yang akan dibangun untuk jangka panjang, mengadakan supervisi tentang pembangunan prasarana dan sarana air limbah yang telah diprogramkan, mengadakan penyuluhan kepada masyarakat dan training kepada petugas pengelola, menyusun bentuk kelembagaan pengelola air limbah dan apabila diperlukan melakukan pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan prasarana dan sarana air limbah.
4. Rencana Kebutuhan Biaya Rencana kebutuhan biaya ini merupakan jabaran tentang biaya yang diperlukan untuk melaksanakan program jangka panjang, komponen biaya dapat berupa biaya konstruksi dan biaya non konstruksi. Yang perlu diperhatikan juga adalah proyeksi tingkat inflasi setiap tahunnya, sehingga anggaran untuk jangka panjang dapat dilaksanakan dengan baik.
H.3.
Rencana Pembiayaan Rencana pembangunan prasarana dan sarana air limbah yang dibagi dalam 3 tahap diatas memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Agar memudahkan pemerintah untuk mengalokasikan dana dalam rangka pembangunan di sektor air limbah maka disusun jadwal pembiayaan menurut tahapan pembangunan. Dalam rencana pembiayaan ini diuraikan pembagian jadwal pembiayaan untuk tiap tahapan pembangunan, yang berisi dana-dana yang dibutuhkan untuk tiap tahapan pembangunan serta pemenuhannya untuk berapa tahun anggaran. Indikasi biaya dan pola investasi dihitung dalam bentuk nilai sekarang (present value) dan harus dikonversikan menjadi nilai masa datang (future value) berdasarkan metode analisis keuangan, serta sudah menghitung kebutuhan biaya untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Hal yang perlu diperhatikan dalam rencana keuangan atau pendanaan: 1. Sumber dana 2. Kemampuan dan kemauan masyarakat 3. Kemampuan keuangan daerah
H.4
Indikasi Rencana Investasi Program Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rencana investasi program adalah: 1.
Seluruh program pengembangan yang tertera dalam rencana induk harus dikelompokan atas 4 (empat) tahapan pengembangan 5 tahun.
2.
Seluruh program 5 tahunan ke 1, 2, 3, dan 4 harus dihitung nilai investasinya dengan standard harga saat ini (current price).
3.
Rencana biaya investasi program dari rencana induk harus dibandingkan dengan rencana penduduk terlayani sehingga dapat diketahui nilai biaya investasi perkapita atau nilai biaya investasi per rumah tangga dari penduduk yang mendapat manfaat langsung.
4.
Nilai biaya investasi perkapita tersebut harus dibandingkan dengan income perkapita pertahun dari kota yang bersangkutan, sebagai lapisan awal (screening) sebelum dilakukan studi kelayakan ekonomi dan keuangan proyek.
5.
Kelayakan proyek program 5 tahunan ke 1, 2, 3, dan 4 dapat dilakukan kemudian sesuai tahapan pembangunan.
Program pengembangan sarana dan prasarana 5 tahun ke 1 (pertama) harus dihitung kelayakan proyeknya dengan mengacu pada pedoman studi kelayakan. H.5
Sosialisasi Dokumen Rencana Induk Rencana Induk SPAL wajib disosialisasikan melalui konsultasi publik untuk menjaring masukan dan tanggapan dari stakeholder sebelum difinalkan dan dilegalkan. Ketentuan sosialisasi Rencana Induk SPAL adalah sebagai berikut: 1.
Konsultasi publik harus dilakukan minimal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 12 bulan pada saat penyusunan Rencana Induk.
2.
Konsultasi publik harus dilakukan dengan melibatkan stakeholders sebagai berikut: a.
Stakeholder yang berwenang dalam membuat kebijakan dalam pengendalian pencemaran air;
b. Stakeholder yang mewakili masyarakat wilayah layanan; c.
Stakeholder yang mewakili masyarakat yang terkena dampak; dan;
d. Stakeholder yang mewakili kelompok interest group seperti LSM, perguruan tinggi, tokoh masyarakat dsb.
H.6 Cara Pengerjaan Urutan cara pengerjaan rencana induk sistem pengolahan air limbah meliputi:
1. Siapkan data yang dibutuhkan untuk memenuhi muatan rencana induk yang akan disusun sesuai dengan data yang tercantum dalam tata cara penyusunan RI-SPALT dan ketentuan teknis di atas. 2. Lakukan studi literatur yang terdiri dari: a. Data dan gambar pelaksanaan (as built drawing) sistem pengolahan air limbah yang sudah ada; b. Laporan rencana induk (bila akan dilakukan kaji ulang rencana induk yang sudah ditetapkan sebelumnya). 3. Lakukan langkah-langkah sesuai dengan langkah-langkah pada tata cara penyusunan RI-SPALT di atas; 4. Buat kesimpulan berdasarkan langkah-langkah tata cara penyusunan RISPALT di atas dengan membandingkan data lama dan data sekarang khusus untuk kegiatan pengkajian ulang rencana induk; 5. Buat rekomendasi berdasarkan pengkajian dan kesimpulan, khusus untuk kegiatan pengkajian ulang rencana induk, yang dapat berupa: a. Hasil studi yang lama dapat langsung digunakan tanpa ada perubahan; b. Hasil studi yang harus diubah pada bagian tertentu disesuaikan dengan kondisi sekarang; c. Harus dilakukan studi ulang secara keseluruhan. 6. Tetapkan rencana induk yang telah tersusun oleh yang berwenang. H.7
Tahap Legalisasi Rencana Induk Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam penyusunan rencana induk yaitu penetapan Rencana Induk SPAL oleh Kepala Daerah. Untuk keterpaduan pengaturan bidang sanitasi tentang rencana induk sistem pengelolaan air limbah dapat disatukan dengan Peraturan Bupati/Walikota/Gubernur.
H.8. Survey Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPALT a. Survei dan Pengkajian Wilayah Studi dan Wilayah Pelayanan a. Ketentuan Umum Survei dan pengkajian wilayah studi dan wilayah pelayanan harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1) Dilaksanakan oleh tenaga ahli bersertifikat dengan pemimpin tim (team leader) berpengalaman dalam bidang air limbah minimal 5 tahun atau menurut peraturan yang berlaku;
2) Mempelajari laporan studi terdahulu tentang sistem pengelolaan air limbah dan tata ruang kota. 3) Dilakukan pembahasan dengan pihak terkait guna mendapatkan kesepakatan dan rekomendasi terhadap lingkup wilayah studi dan wilayah pelayanan. 4) Wilayah studi dan wilayah pelayanan harus memperhatikan acuan umum dan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan. 5) Laporan hasil survei dan pergkajian wilayah studi dan wilayah pelayanan mencakup: a) Batas wilayah studi, wilayah proyek dan wilayah pelayanan; b) Foto-foto lokasi alternatif badan air, jalur pipa transmisi air limbah, instalasi pengolahan air dan alternatif tempat pembuangan lumpur yang dihasilkan dari pengolahan air limbah; c) Data teknis wilayah studi dan wilayah pelayanan; d) Pertimbangan teknis wilayah studi dan wilayah pelayanan.
b. Ketentuan Teknis Ketentuan teknis survei dan pengkajian wilayah studi dan wilayah pelayanan sebagai berikut: 1) Data teknis yang harus dikumpulkan meliputi: a) Iklim; b) Geografi; c) Geologi dan hidrologi yang dilengkapi peta-peta; d) Rencana Tata Ruang Wilayah; e) Peta wilayah; f) Gambar-gambar teknis yang ada; g) Laporan teknis sistem pengelolaan air limbah jika ada; h) Data sosial ekonomi; i) Data kependudukan. 2) Peta-peta wilayah dengan ukuran skala sesuai ketentuan yang berlaku; 3) Survei antara lain badan air penerima hasil air limbah yang telah dikelola, sosial, dan ekonomi harus dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku; 4) Pemilihan alternatif jalur transmisi air limbah ditentukan berdasarkan hasil kunjungan lapangan. Panjang pipa dan kondisi topografi diketahui berdasarkan pembacaan peta;
5) Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan batasan wilayah studi, wilayah proyek dan wilayah pelayanan, badan air penerima dan jalur transmisi air limbah, serta menjelaskan komponenkomponen yang terdapat di dalam wilayah studi dan wilayah pelayanan secara terinci baik kondisi pada saat ini maupun kondisi pada masa mendatang. c. Cara Pengerjaan 1) Persiapan Yang harus dipersiapkan sebelum melakukan survei lapangan adalah: a) Surat pengantar untuk melakukan survei; b) Peta kota dan topografi; c) Tata cara survei dan manual peralatan yang dipakai; d) Jadwal pelaksanaan survei lapangan; 2) Prosedur pelaksanaan survei. Prosedur pelaksanaan survei adalah sebagai berikut: a) Serahkan surat izin survei kepada setiap instansi yang dituju b) Lakukan pengumpulan data berikut: - Peta dan laporan terdahulu; - Laporan mengenai rencana tata ruang wilayah; - Peta jaringan pipa eksisting; - Data teknis. c) Lakukan survei lapangan yang berupa kunjungan lapangan terhadap: - Badan air penerima; - Rencana daerah pelayanan; - Jalur-jalur alternatif sistem transmisi air limbah. Selanjutnya siapkan peta kota, plot lokasi-lokasi badan air penerima, jalur pipa transmisi air limbah, batas wilayah studi dan wilayah pelayanan. Buat foto-foto lokasi yang ada kaitannya dengan rencana sistem pengelolaan air limbah. 3) Pengkajian a) Pengkajian badan air penerima Cantumkan lokasi alternatif badan air penerima pada peta wilayah studi yang akan dibuat. Apabila tidak terdapat badan
air penerima pada wilayah administrasi dapat diusulkan sumber lain yang berada di luar batas administrasi. b) Alternatif jalur transmisi air limbah Berdasarkan alternatif lokasi badan air penerima dan kunjungan lapangan, buatlah rencana jalur transmisi air limbah pada peta wilayah studi yang akan dibuat. Cantumkan panjang jalur pipa transmisi air limbah yang dihitung berdasarkan pembacaan skala peta yang berlaku. c) Penetapan wilayah pelayanan Pada dasarnya sasaran wilayah pelayanan suatu daerah tergantung pada fungsi strategis kota atau kawasan, tingkat kepadatan penduduk dan lokasi badan air penerima. Wilayah pelayanan tidak terbatas pada wilayah administrasi yang bersangkutan sesuai hasil kesepakatan dan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam rangka menunjang pembangunan sistem pengolahan air limbah. Kondisi wilayah pelayanan yang menjadi sasaran pelayanan mengacu pada pertimbangan teknis dalam standar spesifikasi teknis berikut. Cantumkan hasil pertimbangan teknis dalam bentuk tabeltabel dan buatlah dalam bentuk peta. (1) Bentuk Wilayah Pelayanan Bentuk wilayah pelayanan mengikuti arah perkembangan kota dan kawasan di dalamnya. (2) Luas Wilayah Pelayanan Luas wilayah pelayanan ditentukan berdasarkan survei dan pengkajian sehingga memenuhi persyaratan teknis. (3) Pertimbangan Teknis Wilayah Pelayanan Pertimbangan teknis dalam menentukan wilayah pelayanan antara lain namun tidak dibatasi oleh: - Kepadatan penduduk - Tingkat perkembangan daerah - Dana investasi, dan - Kelayakan operasi (4) Komponen Wilayah Pelayanan Komponen wilayah pelayanan adalah: - Kawasan permukiman - Kawasan perdagangan - Kawasan pemerintahan dan pendidikan - Kawasan industri - Kawasan pariwisata
- Kawasan khusus: pelabuhan, rumah susun. d) Penetapan wilayah studi Apabila terdapat sistem eksisting, maka lakukan penanganan seperti pada ketentuan umum dan ketentuan teknis di atas, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Uraikan sasaran wilayah pelayanan dan arah pengembangan kota menurut tata ruang kota yang sudah disetujui. Uraikan komponenkomponen yang ada di dalam wilayah pelayanan saat ini dan proyeksi pada masa mendatang. Plot lokasi badan air penerima yang telah dikunjungi dan alternative jalur pipa transmisi air limbah. Kemudian buatlah batas wilayah meliputi seluruh alternatif sumber dan wilayah yang menjadi kesepakatan dan koordinasi pihak terkait. e) Penetapan wilayah proyek Wilayah proyek merupakan wilayah sistem yang sudah terpilih yang mencakup semua tahapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah. Cantumkan alternatif terpilih tersebut pada sebuah peta wilayah proyek, dan lengkapi dengan keterangan sistem yang mencakup: a. Lokasi badan air penerima b. Lokasi instalasi pengolahan dan pengembangannya, c. Lokasi pembuangan lumpur dan pengembangannya, d. Wilayah pelayanan dan pengembangannya. 4) Hasil Pengkajian Hasil pengkajian berupa ketetapan pasti mengenai: a) Badan air penerima dan alternatif jalur transmisi air limbah; b) Batas-batas wilayah pelayanan beserta komponenkomponennya; c) Batas wilayah studi beserta komponen-komponennya; d) Batas wilayah proyek.
2. Survei dan Pengkajian Kualitas Air Limbah Survei kualitas air limbah dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai alternatif pengolahan air limbah yang dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran lingkungan masyarakat. a. Ketentuan Umum
Survei kualitas air limbah harus dilaksanakan sesuai ketentuanketentuan umum sebagai berikut: 1) Dilaksanakan oleh tenaga ahli bersertifikat dengan pemimpin tim (team leader) berpengalaman dalam bidang air limbah minimal 5 tahun atau menurut peraturan yang berlaku; 2) Melaksanakan survei lapangan yang seksama dan terkoordinasi dengan pihak-pihak terkait; 3) Membuat laporan tertulis mengenai hasil survei yang memuat: a) Foto lokasi; b) Jenis atau golongan badan air penerima; c) Perkiraan kapasitas badan air; d) Kualitas dan kuantitas air limbah; e) Fungsi saat ini; f) Kajian geologi, hidrologi, geohodrologi, morfologi 4) Mengirimkan data dan laporan-laporan tersebut di atas kepada pemberi tugas instansi yang terkait. b. Ketentuan Teknis Dalam pelaksanaan survei lapangan kualitas air limbah yang akan diolah harus dipenuhi ketentuan-ketentuan teknis sebagai berikut: 1) Gambar-gambar sketsa lokasi, peta-peta dengan ukuran gambar sesuai ketentuan yang berlaku; 2) Badan air penerima harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: - Kuantitas badan air penerima harus terjamin kontinuitasnya; - Kualitas badan air penerima harus memenuhi ketentuan baku mutu air yang berlaku (sesuai dengan golongannya); c. Peralatan Peralatan yang dipergunakan dalam survey kualitas air limbah disesuaikan dengan SNI 06-2412-1991 tentang Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air. d. Cara Pengerjaan 1) Persiapan Dalam persiapan survei kualitas air limbah perlu dilakukan persiapan sebagai berikut: a) Siapkan surat-surat pengantar yang diperlukan dalam pelaksanaan survei lapangan;
b) Siapkan formulir lapangan yang digunakan untuk menyusun data yang dibutuhkan agar mempermudah pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. 2) Survei dan Pengkajian Air Permukaan 3. Survei dan Pengkajian Demografi dan Ketatakotaan a. Ketentuan Umum Ketentuan umum tata cara ini adalah: 1) Dilaksanakan oleh tenaga ahli bersertifikat dengan pemimpin tim (team leader) berpengalaman dalam bidang demografi dan ketatakotaan minimal 5 tahun atau menurut peraturan yang berlaku; 2) Tersedia surat-surat yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaaan; 3) Tersedia data statistik sampai dengan 10 tahun terakhir yang terdiri dari: a) Statistik penduduk; b) Kepadatan penduduk; c) Persebaran penduduk; d) Migrasi penduduk per tahun; e) Penduduk usia sekolah. 4) Tersedia peta-peta yang memperlihatkan kondisi fisik daerah yang di studi; 5) Tersedia studi-studi yang ada mengenai ketatakotaan. b. Ketentuan Teknis 1) Kependudukan Ketentuan teknis untuk tata cara survei dan pengkajian demografi adalah: a) Wilayah sasaran survei harus dikelompokan ke dalam kategori wilayah berdasarkan jumlah penduduk sebagai berikut: - Kota : Jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa atau > 200.000 buah rumah. - Metropolitan : Jumlah penduduk (500.000-1.000.000) jiwa atau (100.000 – 200.000) buah rumah. - Kota Besar : Jumlah penduduk (100.000 -500.000) jiwa atau (20.000 – 100.000) buah rumah. - Kota Sedang : Jumlah penduduk (10.000-100.000) jiwa atau (2.000 – 20.000) buah rumah.
b) c) d)
e)
Kota Kecil Desa: Jumlah penduduk (3.000-10.000) jiwa atau (600 – 2.000) buah rumah. Cari data jumlah penduduk awal perencanaan. Tentukan nilai persentase pertambahan penduduk per tahun (r). Hitung pertambahan nilai penduduk sampai akhir tahun perencanaan dengan menggunakan salah satu metode arithmatik, geometrik, dan least squre; Pn Po + Ka (Tn – To) Namun, metode yang biasa digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah Metode Geometrik. Rumus-rumus perhitungan proyeksi jumlah penduduk: (1) Metoda Arithmatik Pn Po + Ka (Tn – To) Ka
Pa P1 T2 T1
Dimana : Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke n Po : Jumlah penduduk pada tahun dasar Tn : Tahun ke n To : Tahun dasar Ka : Konstanta arithmatik P1 : Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun ke 1 P2 :Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir T1 : Tahun ke 1 yang diketahui T2 : Tahun ke 2 yang diketahui (2) Metoda Geomentrik Pn = Po (1 + r)n Dimana : Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke n Po : Jumlah penduduk pada tahun dasar r : Laju pertumbuhan penduduk n : Jumlah interval tahun (3) Metoda Least Square ^
Y a bX Dimana :
^
Y X a b
: Nilai variabel berdasarkan garis regresi : Variabel independen : Konstanta : Koefisien arah regresi linear
adapun persamaan a dan b adalah sebagai berikut : Y X 2 X Y a 2 n. X 2 X b
YX X Y n. X X 2
2
Bila koefisien b telah dihitung terlebih dahulu, maka konstanta a dapat ditentukan dengan persamaan lain, yaitu :
a Yb X
Dimana Y dan X masing-masing adalah rata-rata untuk variable Y dan X. (4) Metoda Trend Logistic
Ka
k 1 10 a bx
Dimana : Y : Jumlah penduduk pada tahun ke-X X : Jumlah interval tahun k, a&b : Konstanta f) Untuk menentukan pilihan rumus proyeksi jumlah penduduk yang akan digunakan dengan hasil perhitungan yang paling mendekati kebenaran harus dilakukan analisis dengan menghitung standar deviasi atau koefisien korelasi. g) Rumus standar deviasi dan koefisien korelasi adalah sebagai berikut : (1) Standar Deviasi 2
s
X i X , untuk n > 20 n 1 2
s
X i X , untuk n = 20 n
Dimana : s : Standar deviasi Xi : Variabel independen X (jumlah penduduk)
: Rata-rata X X n : Jumlah Data Metode perhitungan proyeksi penduduk yang paling tepat adalah metoda yang memberikan harga standar deviasi terkecil. (2) Koefisien Korelasi Metode perhitungan proyeksi jumlah penduduk yang menghasilkan koefisien paling mendekati 1 adalah metoda yang terpilih.
BUKU 2 PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
A.
PENGERTIAN STUDI KELAYAKAN Studi kelayakan pengembangan SPAL adalah suatu studi untuk mengetahui tingkat kelayakan usulan pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (SPAL) di suatu wilayah pelayanan ditinjau dari aspek kelayakan teknis, ekonomi, dan keuangan. Studi kelayakan pengembangan SPAL wajib disusun berdasarkan : 1.
Rencana induk pengembangan SPAL yang telah ditetapkan;
2.
Kelayakan teknis, ekonomi, dan keuangan; serta
3.
Kajian lingkungan, sosial, hukum, dan kelembagaan.
Sementara itu, bagi Kabupaten/Kota yang belum terdapat rencana induk SPAL, studi kelayakannya disusun berdasarkan Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).
B.
JENIS – JENIS STUDI KELAYAKAN Studi kelayakan pengembangan SPAL dapat berupa : 1. Studi Kelayakan Lengkap Studi kelayakan lengkap adalah kajian kelayakan terhadap suatu kegiatan pengembangan sebagian atau seluruh SPAL yang mempunyai pengaruh atau dipengaruhi oleh perkembangan keuangan dan ekonomi, teknis, dan lingkungan pada area kajian. Studi kelayakan ini berlaku untuk : a. Pengembangan SPAL-T dan SPAL-S Kota Metropolitan dan Kota Besar dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa b. Pengembangan SPAL-T kawasan permukiman dan kawasan tertentu dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000 (seratus ribu) jiwa.
Studi kelayakan lengkap pada umumnya memuat data atau informasi: a. Perencanaan sistem pengolahan air limbah yang ada; b. Perkiraan debit air limbah yang akan diolah c. Data karakteristik dan kualitas air limbah yang akan diolah d. Kondisi sosial, budaya, ekonomi (berdasarkan survei kebutuhan nyata); e. Kelembagaan; f. Program pengembangan dan strategi pelaksanaan; g. Analisis dampak lingkungan; h. Rencana operasi dan pemeliharaan; i. Perkiraan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan; j. Analisis keuangan dan ekonomi k. Kajian sumber pembiayaan
2. Studi Kelayakan Sederhana Studi kelayakan sederhana adalah kajian kelayakan terhadap suatu kegiatan pengembangan sebagian atau seluruh SPAL yang mempunyai pengaruh atau dipengaruhi oleh perkembangan keuangan dan ekonomi, teknis, dan lingkungan pada area kajian, serta perkiraan besaran cakupan layanan mencapai 500.000 jiwa. Studi kelayakan sederhana berlaku untuk : a. Pengembangan SPAL-T dan SPAL-S Kota Sedang dengan jumlah penduduk sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa dan Kota Kecil dengan jumlah penduduk sampai dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa. b. Pengembangan SPAL-T kawasan permukiman dan kawasan tertentu dengan jumlah penduduk lebih dari 20.000 (dua puluh ribu) jiwa. Studi Kelayakan Sederhana pada umumnya memuat data atau informasi: a. Sistem pengolahan air limbah yang ada, b. Perkiraan debit air limbah yang akan diolah c. Data karakteristik dan kualitas air limbah yang akan diolah d. Kondisi sosial, budaya, dan ekonomi e. Kelembagaan f. Program pengembangan dan strategi pelaksanaan;
g. Rencana kelola lingkungan/rencana pemantauan lingkungan (RKL/RPL), h. Rencana operasi dan pemeliharaan, i. Perkiraan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan, j. Analisis keuangan dan ekonomi, serta k. Kajian sumber pembiayaan. 3. Justifikasi Teknis dan Biaya Justifikasi teknis dan biaya adalah kajian kelayakan teknis dan biaya terhadap suatu kegiatan peningkatan sebagian SPAL serta perkiraan besaran cakupan layanan kurang dari 100.000 jiwa. Studi kelayakan ini berlaku untuk : a. Pengembangan SPAL-S Kota Metropolitan, Kota Besar, Kota Sedang, dan Kota Kecil. b. Pengembangan SPAL-T kawasan permukiman dan kawasan tertentu dengan jumlah penduduk sampai dengan 20.000 (dua puluh ribu) jiwa. Justifikasi teknis dan biaya pada umumnya memuat data atau informasi: a. Sistem pengolahan air limbah yang ada, b. Perkiraan debit air limbah yang akan diolah c. Data karakteristik dan kualitas air limbah yang akan diolah d. Kelembagaan e. Program pengembangan dan strategi pelaksanaan f. Rencana operasi dan pemeliharaan, g. Perkiraan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan, serta h. Analisis keuangan dan ekonomi i. Kajian sumber pembiayaan 4. Memorandum Program Sanitasi (MPS) MPS merupakan salah satu dokumen yang perlu disiapkan oleh Kabupaten/Kota sebelum implementasi fisik dapat dilakukan. Di dalam MPS harus memuat mengenai implementasi dari strategi yang telah direncanakan dan disusun di dalam Buku Putih Sanitasi dan SSK, termasuk merangkum masukan yang ada dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM). Pada tahap penyusunan MPS, lebih diutamakan agar semua pihak dapat berkomitmen untuk menjadikan program dan kegiatan sektor sanitasi menjadi prioritas bagi stakesholder.
MPS adalah terminal seluruh program dan kegiatan pembangunan sector sanitasi Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat, dan Masyarakat setempat dalam kurun waktu 5 tahun. Sumber pendanaannya dapat berasal dari APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten/Kota, Bantuan Luar Negeri (pinjaman/hibah), serta swasta atau masyarakat. MPS adalah hasil dari pelaksanaan tahap 4 yaitu Memorandum Program. Memorandum program merupakan justifikasi dan komitmen pendanaan dari Pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat, atau lembaga lainnya untuk program/kegiatan yang telah teridentifikasi. Memorandum program adalah landasan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan strategi pembangunan sektor sanitasi dalam jangka menengah (5 tahun). Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Memorandum Program ini adalah sebagai berikut : a. Tersusunnya dokumen rencana Strategi dan Komitmen Pendanaan oleh pemerintah Kabupaten dan pihak terkait untuk implementasi pembangunan sektor sanitasi yang komprehensif Jangka Menengah. Secara umum MPS ini secara spesifik bersifat sebagai “Expenditure Plan” – khususnya untuk program pembangunan sektor sanitasi. b. Mendorong para stakeholders melaksanakan kebijakan pengembangan sanitasi yang lebih efektif, partisipatif, dan berkelanjutan. c. Dipergunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Operasional tahapan pembangunan sanitasi. d. Sebagai dasar dan pedoman bagi semua pihak (instansi, masyarakat dan pihak swasta) yang akan melibatkan diri untuk mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi daerah Kabupaten/Kota. e. Sebagai dasar masukan bagi umpan balik (feed-back) RPJMD pada periode berikutnya.
C.
CAKUPAN STUDI KELAYAKAN Hasil kajian untuk studi kelayakan sebagaimana telah disebutkan di atas terdiri dari kelayakan teknis, kelayakan ekonomi dan keuangan, serta hasil kajian lingkungan, sosial, hukum, dan kelembagaan. Selengkapnya akan dijelaskan sebagai berikut :
1.
Kelayakan Teknis Studi kelayakan ditinjau dari aspek teknis meliputi aspek kemudahan dan kehandalan konstruksi, kualitas bahan yang baik, kemudahan operasi dan pemeliharaan, kemudahan suku cadang, jaminan kinerja alat/bahan sesuai spesifikasi teknis. Pengkajian kelayakan teknis bisa dibuat dari beberapa alternatif yang dikembangkan, yang disajikan secara jelas dan akan dipilih alternatif yang terbaik oleh tim teknik. Alternatif pilihan adalah alternatif yang terbaik ditinjau dari beberapa aspek yang mempengaruhi lokasi daerah perencanaan yang meliputi potensi, demografi, sosio ekonomi, debit buangan, operasional dan pelayanan, sistem dan kebutuhan lainnya. Perkiraan nilai proyek/investasi berdasarkan alternatif yang dipilih, dengan tingkat akurasinya 90-95%.
2.
Kelayakan Ekonomi & Keuangan Studi kelayakan ditinjau dari aspek ekonomi dan keuangan. Studi kelayakan dari aspek ekonomi meliputi Economic Internal Rate of Return (EIRR) dan Economic Benefit Cost Ratio (EBCR). Analisis biaya dan manfaat proyek mempertimbangkan hal-hal seperti: a.
Manfaat ganda terhadap kegiatan ekonomi secara langsung pada masyarakat sekitar proyek baik pada saat proyek dilaksanakan, maupun setelah operasi dan pemeliharaannya.
b. Dengan pengelolaan sistem pengelolaan air limbah yang baik maka akan meningkatkan tingkat kesehatan dan produktifitas daerah tersebut. c.
Faktor ekonomi lingkungan juga menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.
Sementara itu, studi kelayakan ditinjau dari aspek keuangan atau keuangan meliputi kelayakan proyek dengan parameter Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Payback Period serta kelayakan pendanaan dengan parameter Debt Coverage Ratio (DCR) dan saldo kas akhir. 3.
Kajian dari Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan meliputi dampak negatif dan positif pada lingkungan, baik pada saat pelaksanaan pembangunan maupun pada saat pengoperasian. Pengkajian kelayakan lingkungan harus dilakukan pada tahap prakonstruksi,saat pelaksanaan konstruksi, pasca konstruksi dan terhadap keterkaitan lainnya. Pengkajian lingkungan dilakukan dengan menetapkan komponenkomponen lingkungan atau kegiatan-kegiatan yang diperkirakan akan terkena dampak langsung atau tidak langsung akibat kegiatan proyek pengembangan SPAL, serta meninjau dampak lanjutan terhadap komponen atau kegiatan tersebut. 4.
Kajian dari Aspek Sosial, Hukum, dan Kelembagaan Kajian dari aspek sosial, hukum, dan kelembagaan meliputi rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia untuk dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan SPAL.
Penilaian studi kelayakan dapat mencakup seluruh atau sebagian aspek di atas. Studi kelayakan dilakukan selama umur periode perencanaan proyek atau sesuai dengan periode perencanaan proyek yang berlangsung. Studi kelayakan yang dimaksud dalam peraturan ini berlaku untuk semua proyek.
D.
KETENTUAN PERENC. STUDI KELAYAKAN TEKNIS Dalam menyusun studi kelayakan teknis, setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu dikaji, yaitu : 1.
Debit, Karakteristik, dan Kualitas Air Limbah Pemantauan kualitas dan kuantitas hasil pengolahan air limbah wajib dilakukan secara rutin dan berkala sesuai dengan standar yang ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang lingkungan hidup. Kualitas effluent unit IPAL harus memenuhi standard baku mutu effluent (effluent standard) untuk air limbah yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. 2.
Teknologi dan Sumber Daya Setempat Teknologi yang dijadikan alternatif pengolahan setidaknya memiliki efisiensi pengolahan sebesar 90-95%. Kualitas air hasil olahan yang berbentuk cairan wajib memperhatikan standar baku mutu air buangan dan baku mutu sumber air baku yang mencakup syarat fisik, kimia, dan bakteriologi sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik atau sesuai peraturan perundang-undangan setempat (bila ada). Sedangkan hasil pengolahan air limbah yang berbentuk padatan dan sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi, wajib diolah sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga tidak membahayakan manusia dan lingkungan.
3.
Keterjangkauan Pengoperasian dan Pemeliharaan Penyelenggaraan SPAL yang dimaksudkan harus mudah dan dapat dipahami oleh lembaga dan para pemangku kepentingan(stakeholder). Hal ini dimaksudkan agar ketika proses pengolahan berlangsung lembaga dan para pemangku kepentingan (stakeholder) mampu menjalankan alat yang telah dirancang dengan baik, sehingga air limbah yang diolah menghasilkan kualitas air yang tidak mencemari lingkungan dan ketika terjadi permasalahan pada alat yang direncanakan, dapat ditangani dengan segera.
4.
Kondisi Fisik Setempat Lokasi pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan wajib memperhatikan faktor keamanan dan SPAL yang direncanakan wajib dilengkapi dengan zona penyangga.
5.
Kelayakan Teknis Pengolahan SPAL Kelayakan teknis pengolahan air limbah harus memenuhi ketentuanketentuan umum sebagai berikut: a. Tersedia rencana induk pengembangan SPALT meliputi: 1) Daerah pelayanan 2) Proyeksi penduduk
3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Proyeksi kebutuhan air Unit pelayanan Unit pengumpulan Unit pengolahan Unit pengolahan lumpur atau pembuangan akhir Rencana pendanaan Rencana kelembagaan
b. Kelayakan teknis harus memuat : 1) Rencana Teknik Operasional 2) Kebutuhan Lahan 3) Kebutuhan Air dan Energi 4) Kebutuhan Prasarana dan Sarana 5) Gambaran Umum Pengoperasian dan Pemeliharaan 6) Masa Layanan Sistem 7) Kebutuhan Sumber Daya Manusia c. Dilaksanakan oleh tenaga ahli bersertifikat dengan team leader berpengalaman dalam bidangnya minimal 5 tahun atau menurut peraturan yang berlaku. Pengkajian kelayakan teknis biasa dibuat dari beberapa alternatif yang dikembangkan, dimana setiap alternatif disajikan secara jelas oleh tim teknik untuk dipilih kriteria alternatif yang terbaik. Alternatif terpilih adalah alternatif yang terbaik ditinjau dari beberapa aspek yang dipengaruhi lokasi daerah perencanaan, meliputi: a. Demografi (antara lain kelompok umur dan status pendidikan, agama, mata pencaharian, status perkawinan, dan pendapatan per kapita); b. Aspek sosial, ekonomi, dan budaya (antara lain ketersediaan fasilitas umum, gambaran umum tingkat sosial, ekonomi, dan budaya wilayah dan masyarakat, analisis proporsi jenis pelanggan, serta gambaran peran masyarakat); c. Kebutuhan air (antara lain berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk, analisis tingkat konsumsi air minum domestik, analisis tingkat cakupan pelayanan, dan aspek kesehatan masyarakat); d. Operasional dan pelayanan; e. Sistem dan kebutuhan lainnya. Kelayakan teknis dilakukan dengan membandingkan usulan atau perencanaan teknik dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang berlaku. Suatu kegiatan dianggap layak secara teknis apabila telah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang berlaku, serta terdapat teknologi yang tersedia untuk membangun SPALT. E.
KETENTUAN PERENCANAAN STUDI KELAYAKAN EKONOMI & KEUANGAN Pengkajian kelayakan ekonomi ditentukan dengan cara analisis ekonomi untuk mengidentifikasi manfaat terbesar yang diterima oleh masyarakat terutama dalam mendorong peningkatan kesehatan dan produktivitas masyarakat. Pengkajian kelayakan keuangan ditentukan untuk mendapatkan keuntungan keuangan terbaik bagi penyelenggara dalam jangka waktu tertentu. Sasaran dari analisa keuangan ini untuk mengetahui apakah kegiatan yang akan dilaksanakan ini dari segi keuangan dinilai layak, dalam arti mempunyai dana yang cukup untuk membiayai pengoperasian seluruh fasilitas yang ada, dan dapat membayar kembali seluruh pinjaman beserta bunganya bila menggunakan dana pinjaman. Untuk menyusun studi kelayakan ekonomi dan keuangan SPAL, hal yang harus diperhatikan pertama kali adalah penentuan tahun proyeksi. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menentukan tahun proyeksi adalah:
E.1. E.1.1.
-
Jumlah atau lamanya tahun proyeksi kelayakan ekonomi dan keuangan ditetapkan sejak tahun pertama investasi pelaksanaan proyek dimulai (misal untuk biaya perencanaan atau pembebasan lahan) sampai tahun berakhirnya manfaat dari investasi.
-
Jumlah tahun proyeksi kelayakan ekonomi dan keuangan proyek SPAL-T adalah 15 - 20 tahun;
-
Jumlah tahun proyeksi kelayakan ekonomi dan keuangan proyek IPLT adalah 15 - 20 tahun.
Kriteria Kelayakan Kriteria Kelayakan Ekonomi Proyek
Dalam menyusun studi kelayakan mengacu pada kriteria kelayakan ekonomi seperti berikut :
E.1.2.
1.
Kelayakan keuangan diukur berdasarkan : a. Nisbah hasil biaya ekonomi ( Economic Benefit Cost Ratio / EBCR) Proyek dikatakan layak ekonomi apabila manfaat ekonomi lebih besar dibanding dengan biaya yang ditimbulkan baik berupa biaya operasional maupun biaya pengembalian modal; b. Nilai ekonomi kini bersih (Economic Net Present Value/ ENPV) c. Laju pengembalian ekonomi internal (Economic Internal Rate of Return/ EIRR) Proyek dinyatakan layak ekonomi apabila berdasarkan hasil perhitungan menghasilkan angka prosentase lebih besar dari discount factor. Sedangkan apabila prosentasenya lebih kecil, maka proyek perlu dilakukan revisi skala investasinya agar biaya investasi tidak terlalu berlebihan.
2.
Kelayakan ekonomi dilakukan dengan membandingkan manfaat yang diterima oleh masyarakat dengan biaya yang ditimbulkan, baik berupa biaya operasi, pemeliharaan maupun biaya pengembalian modal.
3.
Usulan kegiatan Pengembangan SPAL dinyatakan layak ekonomi, jika manfaat ekonomi lebih besar dari biaya yang ditimbulkan, baik berupa biaya operasi, pemeliharaan, maupun biaya pengembalian modal.
Kriteria Kelayakan Keuangan Proyek Dalam menyusun studi kelayakan juga mengacu pada kriteria kelayakan keuangan seperti berikut : 1.
2.
Kelayakan keuangan diukur berdasarkan : a. Periode pengembalian pembayaran (Pay Back Period) b. Nilai keuangan kini bersih (Financial Net Present Value/ FNPV) c. Laju pengembalian keuangan internal (Financial Internal Rate of Return/ EIRR) Kelayakan keuangan memperhitungkan beberapa aspek berikut ini, yaitu :
a. b. c. d. e. f. g. h.
E.2.
Tingkat inflasi Jangka waktu proyek Biaya investasi Biaya operasi dan pemeliharaan Biaya umum dan administrasi Biaya penyusutan Tariff retribusi Pendapatan retribusi
3.
Kelayakan keuangan dilakukan dengan membandingkan pendapatan dan tariff atau retribusi dengan biaya yang ditimbulkan, baik berupa biaya operasional maupun biaya pengembalian modal.
4.
Kegiatan pengembangan SPAL dinyatakan layak keuangan jika pendapatan dari tariff atau retribusi lebih besar dari biaya operasi dan pemeliharaan.
Biaya Investasi Proyek Air Limbah 1.
Investasi sarana dan prasarana air limbah meliputi: a.
Investasi untuk pembangunan sistem setempat (on-site).
b. Investasi untuk pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat dalam berbagai skala pengembangan (off-site). 2.
Perhitungan kelayakan ekonomi dan keuangan proyek air limbah harus memperhitungkan perbedaan karakteristik biaya yang timbul antara proyek-proyek sebagai berikut: a.
Perluasan prasarana yang sudah ada.
b. Rehabilitasi prasarana yang sudah ada. c.
E.3.
Pengembangan prasarana pada daerah baru.
Proses Perhitungan Kelayakan Ekon. & Keuangan Proses perhitungan kelayakan ekonomi dan keuangan proyek air limbah harus memperkirakan seluruh biaya yang timbul dan manfaat yang timbul dari kegiatan investasi dan operasi serta memperkirakan
selisih atau membandingkan antara biaya dan manfaat selama tahun proyeksi. 1.
Perhitungan Kelayakan Ekonomi a. Perhitungan kelayakan ekonomi proyek dihitung dengan metode Economic Internal Rate of Return (EIRR); b. Apabila hasil perhitungan EIRR proyek menghasilkan angka prosentase (%) lebih besar dari discount factor, maka perhitungan tersebut merekomendasikan bahwa proyek layak diterima dalam pengertian melaksanakan proyek lebih baik dibanding tidak melaksanakan proyek. Tidak melaksanakan proyek berarti membiarkan pencemaran air limbah tetap berlangsung dengan konsekuensi kerugian yang lebih besar akibat penurunan kualitas sumber daya air dan penurunan derajat kesehatan manusia; c. Apabila hasil perhitungan EIRR proyek menghasilkan angka prosentase (%) lebih kecil dari discount faktor, maka proyek ditolak. Proyek ini perlu direvisi skala investasinya agar biaya investasi tidak terlalu berlebihan (over investment).
2.
Perhitungan Kelayakan Keuangan a. Perhitungan kelayakan keuangan proyek dihitung dengan metode Keuangan Economic Internal Rate of Return (FIRR) dan Net Present Value (NPV); b. Apabila hasil perhitungan FIRR menghasilkan angka prosentase (%) lebih besar dari discount factor, maka pendanaan investasi proyek dapat dibiayai dari pinjaman komersial tanpa membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pengembalian cicilan pokok dan bunganya. Bahkan proyek ini mendapat manfaat keuangan sebesar nilai NPV- nya (NPV positif); c. Apabila hasil perhitungan FIRR menghasilkan angka prosentase (%) sama dengan nol yang berarti lebih kecil dari discout faktor, maka pendanaan investasi proyek hanya layak apabila dibiayai dari sumber pendanaan APBD atau sumber dana lain yang tidak mengandung unsur bunga pinjaman dan pembayaran cicilan pokok. d. Apabila kelayakan keuangan proyek tidak dapat menutup biaya operasional (deficit O/M), maka proyek ditolak. Proyek
ini perlu direvisi perencanaannya dan pilihan teknologinya agar biaya O/M-nya dapat menjadi lebih rendah.
Skematik biaya dan manfaat yang harus dihitung tersebut dijelaskan pada Gambar I.9.
Gambar I.9. Skematika Biaya dan Manfaat Proyek
E.4.
Perkiraan Biaya Investasi & Pengendalian Modal 1.
Seluruh biaya investasi yang diperlukan dalam proyek air limbah harus diperkirakan baik berupa investasi awal maupun investasi lanjutan yang diperlukan sesuai tahapan pengembangan proyek termasuk investasi penggantian (replacement) aset yang sudah usang;
2.
Seluruh biaya pengembalian modal investasi harus diperkirakan berdasarkan perhitungan depresiasi (penyusutan) terhadap prasarana terbangun. Perhitungan depresiasi masing-masing komponen prasarana terbangun dihitung bedasarkan standard usia/umur manfaat prasarana;
3.
E.5.
E.6.
E.7.
Apabila biaya investasi pembangunan sarana dan prasarana tersebut dibiayai dari dana pinjaman (Loan), maka biaya bunga pinjaman harus diperhitungkan dalam komponen pengembalian modal.
Perkiraan Biaya Operasional 1.
Seluruh biaya operasi dan pemeliharaan (O & P) yang diperlukan untuk mengoperasikan sarana dan prasarana terbangun sesuai Standard Operating Procedur (SOP) harus diperkirakan dalam satuan Rp/Thn serta diproyeksikan selama tahun proyeksi dengan memperhitungkan perkiraan tingkat inflasi;
2.
Seluruh biaya umum dan administrasi yang diperlukan untuk membiayai operasi lembaga pengelola harus diperkirakan dalam Rp/Thn serta diproyeksikan selama tahun proyeksi dengan memperhitungkan perkiraan tingkat inflasi dan pengembangan kapasitas lembaga pengelola.
Perkiraan Manfaat Ekonomi 1.
Seluruh manfaat ekonomi yang timbul dari keberadaan proyek air limbah harus diperkirakan baik berupa manfaat yang dapat diukur dengan uang (Tangible) maupun manfaat yang tidak dapat diukur dengan uang (Intangible);
2.
Manfaat ekonomi proyek air limbah yang dapat diukur dengan nilai uang (Tangible) baik berupa manfaat langsung (Direct) maupun manfaat tidak langsung (Indirect) harus dikonversikan dengan standard konversi yang dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan kaidah ekonomi yang dihitung dalam satuan Rp/Thn;
3.
Manfaat ekonomi proyek air limbah yang tidak dapat diukur dengan nilai uang (Intangible) harus dijelaskan dengan menggunakan data-data statistik yang relevan.
Perkiraan Manfaat Keuangan (Pendapatan Retribusi)
E.8.
1.
Seluruh potensi retribusi yang dapat diterima oleh lembaga pengelola sebagai akibat dari pelayanan air limbah harus diperkirakan berdasarkan perkiraan jumlah pelanggan dan perkiraan tarif retribusi rata-rata setiap tahun.
2.
Proyeksi kenaikan jumlah pelanggan air limbah harus dihitung berdasarkan skenario peningkatan jumlah pelanggan hingga tercapainya kapasitas optimum (Full Capacity) sesuai dengan rencana teknis proyek;
3.
Proyeksi kenaikan tarif air limbah yang diperhitungkan dalam proyeksi pendapatan tarif tidak boleh melampaui tingkat inflasi.
Komponen Biaya Investasi
E.8.1. Komponen Biaya Investasi SPAL Setempat (IPLT) 1.
Komponen Biaya Engineering Merupakan biaya-biaya survei, investigasi, Feasibility Study (FS), Detailed Design, studi AMDAL, Public Campaign, Standard Operational Procedur (SOP) dan biaya supervisi dan sebagainya. Besarnya komponen biaya Engineering ini berkisar antara 5-10% dari total biaya investasi (capital cost);
2.
Komponen Biaya Pembebasan Lahan Pembebasan lahan untuk IPLT meliputi: a.
Pembebasan lahan untuk IPLT termasuk lahan untuk buffer zone.
b. Pembebasan lahan untuk jalan akses IPLT Biaya pembebasan lahan tersebut meliputi biaya ganti rugi tanah, bangunan dan biaya administrasi yang berkisar antara 20-30% dari total biaya investasi. 3.
Komponen Biaya Konstruksi Merupakan biaya konstruksi IPLT termasuk jalan akses yang meliputi: a.
Biaya perataan tanah IPLT dan buffer zone.
b. Biaya pekerjaan sipil IPLT dan buffer zone.
c.
Biaya pekerjaan M/E IPLT.
d. Biaya pekerjaan landscape. e. 4.
Biaya pekerjaan jalan akses.
Komponen Biaya Pengadaan truk tinja Truk tinja dibutuhkan untuk mengangkut tinja dari rumah penduduk ke IPLT. IPLt hanya menerima dan mengolah lumpur tinja yang diangkut melalui truk tinja. Banyaknya truk tinja yang dibutuhkan disesuaikan dengan luasan daerah pelayanan IPLT.
E.8.2. Komponen Biaya Investasi SPAL Terpusat 1.
Komponen Biaya Engineering Merupakan biaya-biaya survei, investigasi, Feasibility Study (FS), Detailed Design, studi AMDAL, Public Campaign, Standard Operational Procedur (SOP) dan biaya supervisi dan sebagainya. Besarnya komponen biaya Engineering ini berkisar antara 5-10% dari total biaya investasi (capital cost);
2.
Komponen Biaya Pembebasan Lahan Pembebasan lahan untuk sistem terpusat meliputi : a. Pembebasan lahan untuk IPAL termasuk lahan untuk buffer zone. b. Pembebasan lahan untuk jalan akses IPAL c. Pembebasan lahan untuk pipa induk (Main Trunk). Biaya pembebasan lahan tersebut meliputi biaya ganti rugi tanah dan bangunan yang nilai biayanya berkisar antara 20-30% dari total biaya investasi.
3.
Komponen Biaya Konstruksi Merupakan komponen biaya konstruksi Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman Terpusat yang meliputi: a.
Biaya konstruksi jaringan perpipaan Biaya konstruksi jaringan perpipaan meliputi : -
Pipa persil
-
Pipa retikulasi Pipa induk Bangunan pelengkap pada sistem jaringan Perbaikan prasarana eksisting yang terkena dampak pembangunan perpipaan
b. Biaya konstruksi IPAL Biaya konstruksi IPAL yang meliputi : -
E.9.
Biaya peraturan tanah IPAL dan buffer zone Biaya pekerjaan civil IPAL dan buffer zone Biaya pekerjaan M/E IPAL Biaya pekerjaan landscape Biaya pekerjaan jalan akses
Komponen Biaya Operasional Tahunan Biaya operasional adalah biaya yang timbul untuk mengoperasikan prasarana terbangun agar mampu memberi manfaat pelayanan sesuai kapasitasnya secara berkelanjutan dan berdaya guna sesuai umur rencananya. Biaya operasi dan pemeliharaan dihitung dalam Rp/Thn.
E.9.1.
Komponen Biaya Operasi SPAL Setempat 1. Komp. Biaya Operasi&Pemel. Sedot&Angkut a. Biaya Operasi - Biaya gaji tenaga operator dan perlengkapan kerja operator. - Biaya material habis pakai (BBM, dan sebagainya). - Biaya peralatan operasi. b. Biaya Pemeliharaan - Pemeliharaan rutin truk tinja (ganti olie, dan sebagainya). - Pemeliharaan berkala (ganti ban, kopling). 2.
Komponen Biaya Operasi dan Pemel. IPLT. a. Biaya Operasi IPLT - Biaya gaji operator dan perlengkapan kerja operator. - Biaya material habis pakai (listrik, BBM, dan sebagainya). - Biaya peralatan operasional. b. Biaya Pemeliharaan
3.
4.
Pemeliharaan rutin instalasi. Pemeliharaan berkala instalasi. Pemeliharaan bangunan penunjang.
Komponen Biaya Umum dan Administrasi Komponen biaya umum dan administrasi meliputi: -
Biaya gaji staf dan manajemen;
-
Biaya material habis pakai (ATK, telpon, listrik, dan sebagainya);
-
Biaya peralatan kantor (komputer, operasional, dan sebagainya);
printer,
kendaraan
Komponen Biaya Penyusutan Komponen biaya penyusutan meliputi:
E.9.2.
-
Biaya penyusutan truk tinja.
-
Biaya penyusutan IPLT.
-
Biaya penyusutan kantor umum dan administrasi.
Komponen Biaya OP SPAL Terpusat 1.
Komponen Biaya OP. IPAL a.
Biaya Operasi - Biaya gaji - Biaya material - Biaya peralatan b. Biaya Pemeliharaan - Pemeliharaan rutin IPAL - Pemeliharaan berkala IPAL 2.
Komponen Biaya Umum dan Administrasi, Komponen ini meliputi :
3.
-
Biaya gaji staf dan manajemen.
-
Biaya material habis pakai (ATK, telkomunikasi, listrik).
-
Biaya peralatan kantor (komputer, operasional, dan sebagainya).
Komponen Biaya Penyusutan
printer,
kendaraan
a.
Biaya Penyusutan Jaringan Perpipaan - Penyusutan pipa persil - Penyusutan pipa retikulasi - Penyusutan pipa induk b. Biaya Penyusutan IPAL - Penyusutan bangunan instalasi - Penyusutan M/E - Penyusutan bangunan penunjang c. Biaya Penyusutan Kantor Administrasi - Penyusutan bangunan kantor - Penyusutan peralatan kantor - Penyusutan lain-lain. 4.
Komponen Manfaat Ekonomi Proyek Manfaat ekonomi proyek pengembangan sarana dan prasaran air limbah adalah manfaat proyek yang dapat dikonversi dalam satuan rupiah (Tangible) dan manfaat proyek yang tidak dapat dikonversi dalam satuan rupiah (Intangible).
E.10. Jenis Manfaat Ekonomi Proyek Air limbah Kelayakan ekonomi memperhitungkan 2 aspek dan selengkapnya dijelaskan sebagai berikut: E.10.1.
Manfaat yang Dapat Diukur dg Nilai Uang Manfaat Tangible proyek dapat dibedakan sebagai manfaat langsung (direct) dan manfaat tidak langsung (indirect). Secara umum manfaat Tangible proyek pengembangan sarana dan prasarana air limbah adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat Langsung a.
Pemanfaatan lumpur tinja sebagai pupuk
b. Pemanfaatan gas bio sebagai sumber energi 2.
Manfaat Tidak Langsung a.
Peningkatan nilai harga tanah dan bangunan
b. Pengurangan biaya pengolahan air baku air minum
E.10.2.
Jenis Manfaat Proyek yg Tdk dpt diukur dg Uang Jenis manfaat proyek yang tidak dapat diukur dengan nilai uang (Intangible) antara lain: 1. 2. 3. 4.
Pengurangan tingkat pencemaran Meningkatnya kesehatan masyarakat Terjaganya kelestarian sumber daya air Penurunan derajat konflik yang disebabkan oleh pencemaran air limbah
E.11. Proyeksi Pendapatan Tarif Retribusi Air Limbah Mengingat pelanggan air limbah berasal dari berbagai tingkat dan golongan masyarakat yang berbeda kemampuan keuangan/daya belinya, maka perkiraan pendapatan tarif retribusi air limbah harus memperhitungkan:
E.11.1.
-
Perkiraan tarif per golongan pelanggan dan per jenis pelayanan;
-
Perkiraan jumlah pelanggan per golongan pelanggan dan per jenis pelayanan.
Perhitungan Perkiraan Tarif Pelay. Air Limbah 1.
Perkiraan perhitungan memperhitungkan: a.
tarif
pelayanan
air
limbah
harus
Biaya operasi dan pemeliharaan.
b. Biaya depresiasi atau amortisasi. c.
Biaya bunga pinjaman.
d. Biaya umum dan administrasi. 2.
Perkiraan tarif per golongan pelanggan harus direncanakan sebagai tarif terdeferensiasi untuk penerapan subsidi silang kepada pelanggan yang berpenghasilan rendah.
3.
Perkiraan tarif per golongan pelanggan untuk proyek yang bersifat rehabilitasi atau peningkatan kapasitas harus memperhatikan tingkat tarif yang sudah berlaku.
4.
Perkiraan perhitungan tarif per golongan pelanggan, struktur tarif dan penentuan satuan tarif harus mengacu kepada pedoman penetapan tarif air limbah yang berlaku.
5.
E.11.2.
Besaran tarif retribusi untuk pengelolaan SPAL dapat dimasukkan dalam pajak, biaya rekening air minum, atau sesuai dengan peraturan yang berlaku di daerah yang bersangkutan.
Komponen Penerimaan Retribusi Berdasarkan jenis golongan pelanggan dan golongan tarif retribusi Air Limbah, maka komponen penerimaan retribusi harus dihitung berdasarkan perkiraan jumlah pelanggan per masing-masing golongan sebagai berikut: 1.
Komponen penerimaan retribusi dari pelanggan permukiman dalam Rp/Thn.
2.
Komponen penerimaan retribusi dari pelanggan daerah komersial atau institusional dalam Rp/Thn.
3.
Komponen penerimaan retribusi dari pelanggan yang tinggal pada bangunan bertingkat banyak (high rise building) dalam Rp/Thn.
E.12. Perhitungan Kelayakan Ekonomi & Keuangan Perhitungan kelayakan ekonomi dan keuangan sekurang- kurangnya disajikan dalam perhitungan spread sheet, sehingga data-data perhitungan dan proyeksi perhitungan dapat disajikan secara jelas. Data-data yang harus disajikan untuk mendukung hasil perhitungan IRR dan NPV sekurang-kurangnya meliputi: 1.
Jadwal konstruksi dan jadwal investasi.
2.
Jadwal operasi dan proyeksi kapasitas operasi.
3.
Asumsi-asumsi biaya O/M, umum dan administrasi.
4.
Asumsi tarif retribusi.
5.
Proyeksi Net Cash.
6.
Analisis Sensitifitas.
7.
Proyeksi rugi/laba.
F.
KETENTUAN PERENC. KAJIAN LINGKUNGAN
F.1.
Dokumen Kajian Lingkungan Pada prinsipnya dokumen kajian lingkungan proyek air limbah adalah studi AMDAL yang terdiri atas 4 dokumen yaitu:
F.2.
1.
Dokumen Kerangka Acuan ANDAL
2.
Dokumen Studi ANDAL
3.
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.
Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
5.
Dokumen Ringkasan Eksekutif (RE)
Proyek yang Perlu Kajian Lingkungan Proyek pengembangan sarana dan prasarana air limbah yang wajib melakukan studi AMDAL adalah: -
Proyek Pembangunan IPLT
-
Proyek Pembangunan Sistem Terpusat
Selain itu, berdasarkan jenis-jenis studi kelayakan, proyek yang melakukan studi kelayakan lengkap wajib melakukan AMDAL, sedangkan untuk proyek yang melakukan studi kelayakan sederhana terdapat dua kemungkinan yaitu membuat AMDAL atau cukup dengan membuat UKL-UPL (hal ini tergantung luas lahan yang digunakan dalam proyek dan jumlah penduduk yang dilayani, sesuai dengan PERMEN Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL untuk SPAL yang setara dengan pelayanan minimal 100.000 orang. yang lebih dijelaskan pada Tabel I.1.). Sementara itu, untuk proyek yang hanya melakukan justifikasi teknis, cukup membuat UKL-UPL saja.
No. 1
Tabel I.1. Jenis Rencana Usaha/Kegiatan yang Wajib AMDAL Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus Pembangunan - Setara dengan layanan Instalasi untuk 100.000 orang Luas > 2 ha Pengolahan - Dampak kebauan dan Kapasitas> 11 m3/hari Lumpur Tinja gangguan visual (IPLT), termasuk
No.
2
3
Kegiatan Skala/Besaran fasilitas penunjangnya Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Luas > 3 ha Limbah (IPAL) Kapasitas > 2,4 ton/hari limbah domestik termasuk fasilitas penunjangnya Pembangunan sistem perpipaan air limbah : - Luas layanan - Debit Air Limbah
> 500 ha > 16.000 m3/hari
Alasan Ilmiah Khusus
- Setara dengan layanan untuk 100.000 orang
Setara dengan layanan 100.000 orang Setara dengan 20.000 unit sambungan air limbah Dampak gangguan lalu lintas, kerusakan sarana prasarana umum, dan ketidaksesuaian
Sumber: PerMen LH No. 05 Tahun 2012 F.3.
Kriteria Kajian Lingkungan Proyek Air Limbah Proyek dikatakan layak lingkungan apabila seluruh biaya yang timbul dan kapasitas kelembagaan yang dibutuhkan sesuai rekomendasi RKL dan RPL dapat dipenuhi oleh lembaga pengelola yang bertanggung jawab. Setiap usulan lokasi proyek air limbah, seperti IPLT, IPAL, sebelum dilaksanakan studi AMDAL, terlebih dahulu harus memenuhi kriteria pemilihan lokasi sesuai dengan tata cara yang berlaku. Kapasitas kelembagaan pengelolaan proyek harus memadai untuk menjalankan rekomendasi RKL dan RPL baik pada masa pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi.
Pilih Calon Lokasi (IPLT, IPAL)
Dicari Alternatif Lokasi yang sesuai
Tidak
Sesuai Kriteria Lokasi
Ya
Sudah Memiliki RDTR
Tidak Ya
Studi AMDAL, RKL, dan RPL
§ Potensi Masalah Perencanaan § Potensi Masalah Sosial § Kapasitas Biaya Pengembalian Dampak sesuai RKL & RPL
Dilakukan Kajian Ulang
Tidak
Dapat Diatasi
Ya
Memenuhi Ketentuan Kajian Lingkungan
Sosialisasi
Gambar I.10.
G.
Skematika Kajian Lingkungan Proyek Air Limbah
KETENTUAN PERENC. KAJIAN SOSIAL Ketentuan dalam melaksanakan kajian sosial harus mempertimbangkan aspirasi masyarakat untuk menerima rencana penyelenggaraan pengembangan SPAL.
H.
KETENTUAN PERENC. KAJIAN HUKUM Ketentuan dalam melakukan kajian hukum, yaitu membahas beberapa ketentuan berikut : 1. Ketentuan peraturan perundang-undangan 2. Kebijakan
3. Perizinan yang diperlukan
I.
KETENTUAN PERENC. KAJIAN KELEMBAGAAN Ketentuan teknis pengkajian kelembagaan dalam penyusunan studi kelayakan SPALT dalam pelaksanaannya meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Pembentukan Tim Teknis; 2. Tugas dan tanggung jawab. Adapun rencana kerja meliputi: 1. Penyiapan data eksisting kelembagaan 2. Studi literatur (RUTR, RTRW, data dan gambar dll) 3. Rencana pengembangan SPALT 4. Kesimpulan 5. Rekomendasi (langsung bisa digunakan, perlu diubah, perlu studi ulang) 6. Pengesahan Sementara itu, pengkajian Kelembagaan dilakukan terhadap: 1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang diperlukan dalam mendukung kelembagaan didasarkan pada tingkat pendidikan dan kualitasnya (seperti di bawah ini), namun tidak dibatasi pada keahlian tersebut. Untuk melakukan kegiatan penyelenggaraan kelembagaan SPALT, maka sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: a. Ahli Kelembagaan/Manajemen b. Ahli Teknik Penyehatan/Teknik Lingkungan/Ahli Air Limbah c. Ahli Sosial Ekonomi/Keuangan d. Ahli Teknik Hukum e. Ahli Pemberdayaan Masyarakat
2. Struktur dan Tugas Pokok Institusi Penyelenggara Struktur organisasi dan penempatan kerja sesuai latar belakang pendidikannya mengacu pada peraturan dan perundangundangan yang berlaku. Pengkajian Kelembagaan penyelenggara pengembangan SPALT dibentuk : a. Sebelum SPALT selesai dibangun keberadaan studi kelayakan SPALT sangat diperlukan agar SPALT dapat langsung beroperasi.
Kelembagaan pengelolaan air limbah dapat berdiri sendiri atau bekerjasama antar lembaga-lembaga terkait. b. Apabila wilayah pelayanan SPALT belum mempunyai studi kelayakan. c. Apabila wilayah pelayanan SPALT memiliki studi kelayakan yang selama 20 tahun belum dikaji ulang. Struktur organisasi kelembagaan penyelenggara pengembangan SPALT dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar I.11. Struktur Organisasi Kelembagaan Penyelenggaraan SPALT 3. Alternatif Kelembagaan Kerjasama Pemerintah dan Swasta Alternatif kelembagaan kerjasama pemerintah dan swasta
Selain itu, adanya pemantauan dan evaluasi terkait pengkajian kelembagaan penyelenggara pengembangan SPALT juga sangat diperlukan sehingga hal ini perlu dilakukan. Hasil monitoring pelaksanaan yang harus dilaporkan meliputi: 1. Kondisi eksisting kelembagaan penyelenggara pengembangan SPALT baik dari segi penanggungjawab penyelenggaraan awal maupun pengelolaannya. 2. Rencana Pengembangan SPALT apakah sudah terkoordinasi dengan lembaga terkait dalam hal arah perkembangan ekonomi, sosial, budaya RTRW/RUTRK, Pengkajian kualitas air limbah, Pengkajian Geoklimatografi dan Topografi, Pengkajian Demografi dan Tata Kota, Pengkajian derajat kesehatan masyarakat dan Pengkajian kebutuhan dan pelayanan air limbah.
3. Hasil evaluasi pengkajian kelembagaan studi kelayakan SPALT sudah merupakan sumbangan pemikiran dan menjadi keputusan bersama dari lembaga yang terkait dalam penentuan prioritas penanganan, pembiayaan dan pelaksanaannya. J.
SURVEY PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN SPALT 1. Survei dan Pengkajian Wilayah Studi dan Wilayah Pelayanan a. Ketentuan Umum Survei dan pengkajian wilayah studi dan wilayah pelayanan harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1) Dilaksanakan oleh tenaga ahli bersertifikat dengan pemimpin tim (team leader) berpengalaman dalam bidang air limbah minimal 5 tahun atau menurut peraturan yang berlaku; 2) Mempelajari laporan studi terdahulu tentang sistem pengelolaan air limbah dan tata ruang kota. 3) Dilakukan pembahasan dengan pihak terkait guna mendapatkan kesepakatan dan rekomendasi terhadap lingkup wilayah studi dan wilayah pelayanan. 4) Wilayah studi dan wilayah pelayanan harus memperhatikan acuan umum dan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan. 5) Laporan hasil survei dan pergkajian wilayah studi dan wilayah pelayanan mencakup: a) Batas wilayah studi, wilayah proyek dan wilayah pelayanan; b) Foto-foto lokasi alternatif badan air, jalur pipa transmisi air limbah, instalasi pengolahan air dan alternatif tempat pembuangan lumpur yang dihasilkan dari pengolahan air limbah; c) Data teknis wilayah studi dan wilayah pelayanan; d) Pertimbangan teknis wilayah studi dan wilayah pelayanan. b. Ketentuan Teknis Ketentuan teknis survei dan pengkajian wilayah studi dan wilayah pelayanan sebagai berikut: 1) Data teknis yang harus dikumpulkan meliputi: a) Iklim; b) Geografi; c) Geologi dan hidrologi yang dilengkapi peta-peta; d) Rencana Tata Ruang Wilayah; e) Peta wilayah;
2) 3)
4)
5)
f) Gambar-gambar teknis yang ada; g) Laporan teknis sistem pengelolaan air limbah jika ada; h) Data sosial ekonomi; i) Data kependudukan. Peta-peta wilayah dengan ukuran skala sesuai ketentuan yang berlaku; Survei antara lain badan air penerima hasil air limbah yang telah dikelola, sosial, dan ekonomi harus dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku; Pemilihan alternatif jalur transmisi air limbah ditentukan berdasarkan hasil kunjungan lapangan. Panjang pipa dan kondisi topografi diketahui berdasarkan pembacaan peta; Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan batasan wilayah studi, wilayah proyek dan wilayah pelayanan, badan air penerima dan jalur transmisi air limbah, serta menjelaskan komponen-komponen yang terdapat di dalam wilayah studi dan wilayah pelayanan secara terinci baik kondisi pada saat ini maupun kondisi pada masa mendatang.
c. Cara Pengerjaan 1) Persiapan Yang harus dipersiapkan sebelum melakukan survei lapangan adalah: a) Surat pengantar untuk melakukan survei; b) Peta kota dan topografi; c) Tata cara survei dan manual peralatan yang dipakai; d) Jadwal pelaksanaan survei lapangan; 2) Prosedur pelaksanaan survei. Prosedur pelaksanaan survei adalah sebagai berikut: a) Serahkan surat izin survei kepada setiap instansi yang dituju b) Lakukan pengumpulan data berikut: - Peta dan laporan terdahulu; - Laporan mengenai rencana tata ruang wilayah; - Peta jaringan pipa eksisting; - Data teknis. c) Lakukan survei lapangan yang berupa kunjungan lapangan terhadap: - Badan air penerima; - Rencana daerah pelayanan;
-
Jalur-jalur alternatif sistem transmisi air limbah.
Selanjutnya siapkan peta kota, plot lokasi-lokasi badan air penerima, jalur pipa transmisi air limbah, batas wilayah studi dan wilayah pelayanan. Buat foto-foto lokasi yang ada kaitannya dengan rencana sistem pengelolaan air limbah. 3) Pengkajian a) Pengkajian badan air penerima Cantumkan lokasi alternatif badan air penerima pada peta wilayah studi yang akan dibuat. Apabila tidak terdapat badan air penerima pada wilayah administrasi dapat diusulkan sumber lain yang berada di luar batas administrasi. b) Alternatif jalur transmisi air limbah Berdasarkan alternatif lokasi badan air penerima dan kunjungan lapangan, buatlah rencana jalur transmisi air limbah pada peta wilayah studi yang akan dibuat. Cantumkan panjang jalur pipa transmisi air limbah yang dihitung berdasarkan pembacaan skala peta yang berlaku. c) Penetapan wilayah pelayanan Pada dasarnya sasaran wilayah pelayanan suatu daerah tergantung pada fungsi strategis kota atau kawasan, tingkat kepadatan penduduk dan lokasi badan air penerima. Wilayah pelayanan tidak terbatas pada wilayah administrasi yang bersangkutan sesuai hasil kesepakatan dan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam rangka menunjang pembangunan sistem pengolahan air limbah. Kondisi wilayah pelayanan yang menjadi sasaran pelayanan mengacu pada pertimbangan teknis dalam standar spesifikasi teknis berikut. Cantumkan hasil pertimbangan teknis dalam bentuk tabeltabel dan buatlah dalam bentuk peta. (1) Bentuk Wilayah Pelayanan Bentuk wilayah pelayanan mengikuti arah perkembangan kota dan kawasan di dalamnya. (2) Luas Wilayah Pelayanan Luas wilayah pelayanan ditentukan berdasarkan survei dan pengkajian sehingga memenuhi persyaratan teknis. (3) Pertimbangan Teknis Wilayah Pelayanan Pertimbangan teknis dalam menentukan wilayah pelayanan antara lain namun tidak dibatasi oleh:
- Kepadatan penduduk - Tingkat perkembangan daerah - Dana investasi, dan - Kelayakan operasi (4) Komponen Wilayah Pelayanan Komponen wilayah pelayanan adalah: - Kawasan permukiman - Kawasan perdagangan - Kawasan pemerintahan dan pendidikan - Kawasan industri - Kawasan pariwisata - Kawasan khusus: pelabuhan, rumah susun. d) Penetapan wilayah studi Apabila terdapat sistem eksisting, maka lakukan penanganan seperti pada ketentuan umum dan ketentuan teknis di atas, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Uraikan sasaran wilayah pelayanan dan arah pengembangan kota menurut tata ruang kota yang sudah disetujui. Uraikan komponenkomponen yang ada di dalam wilayah pelayanan saat ini dan proyeksi pada masa mendatang. Plot lokasi badan air penerima yang telah dikunjungi dan alternative jalur pipa transmisi air limbah. Kemudian buatlah batas wilayah meliputi seluruh alternatif sumber dan wilayah yang menjadi kesepakatan dan koordinasi pihak terkait.
e) Penetapan wilayah proyek Wilayah proyek merupakan wilayah sistem yang sudah terpilih yang mencakup semua tahapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah. Cantumkan alternatif terpilih tersebut pada sebuah peta wilayah proyek, dan lengkapi dengan keterangan sistem yang mencakup: (1) Lokasi badan air penerima (2) Lokasi instalasi pengolahan dan pengembangannya, (3) Lokasi pembuangan lumpur dan pengembangannya, (4) Wilayah pelayanan dan pengembangannya. 4) Hasil Pengkajian Hasil pengkajian berupa ketetapan pasti mengenai:
a) Badan air penerima dan alternatif jalur transmisi air limbah; b) Batas-batas wilayah pelayanan beserta komponenkomponennya; c) Batas wilayah studi beserta komponen-komponennya; d) Batas wilayah proyek.
2. Survei dan Pengkajian Kualitas Air Limbah Survei kualitas air limbah dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai alternatif pengolahan air limbah yang dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran lingkungan masyarakat. c. Ketentuan Umum Survei kualitas air limbah harus dilaksanakan sesuai ketentuanketentuan umum sebagai berikut: 1) Dilaksanakan oleh tenaga ahli bersertifikat dengan pemimpin tim (team leader) berpengalaman dalam bidang air limbah minimal 5 tahun atau menurut peraturan yang berlaku; 2) Melaksanakan survei lapangan yang seksama dan terkoordinasi dengan pihak-pihak terkait; 3) Membuat laporan tertulis mengenai hasil survei yang memuat: a) Foto lokasi; b) Jenis atau golongan badan air penerima; c) Perkiraan kapasitas badan air; d) Kualitas dan kuantitas air limbah; e) Fungsi saat ini; f) Kajian geologi, hidrologi, geohodrologi, morfologi 4) Mengirimkan data dan laporan-laporan tersebut di atas kepada pemberi tugas instansi yang terkait.
d. Ketentuan Teknis Dalam pelaksanaan survei lapangan kualitas air limbah yang akan diolah harus dipenuhi ketentuan-ketentuan teknis sebagai berikut: 1) Gambar-gambar sketsa lokasi, peta-peta dengan ukuran gambar sesuai ketentuan yang berlaku; 2) Badan air penerima harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: - Kuantitas badan air penerima harus terjamin kontinuitasnya; - Kualitas badan air penerima harus memenuhi ketentuan baku mutu air yang berlaku (sesuai dengan golongannya);
e. Peralatan Peralatan yang dipergunakan dalam survey kualitas air limbah disesuaikan dengan SNI 06-2412-1991 tentang Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air. f. Cara Pengerjaan 1) Persiapan Dalam persiapan survei kualitas air limbah perlu dilakukan persiapan sebagai berikut: a) Siapkan surat-surat pengantar yang diperlukan dalam pelaksanaan survei lapangan; b) Siapkan formulir lapangan yang digunakan untuk menyusun data yang dibutuhkan agar mempermudah pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. 2) Survei dan Pengkajian Air Permukaan 3. Survei dan Pengkajian Demografi dan Ketatakotaan a. Ketentuan Umum Ketentuan umum tata cara ini adalah: 1) Dilaksanakan oleh tenaga ahli bersertifikat dengan pemimpin tim (team leader) berpengalaman dalam bidang demografi dan ketatakotaan minimal 5 tahun atau menurut peraturan yang berlaku; 2) Tersedia surat-surat yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaaan; 3) Tersedia data statistik sampai dengan 10 tahun terakhir yang terdiri dari: a) Statistik penduduk; b) Kepadatan penduduk; c) Persebaran penduduk; d) Migrasi penduduk per tahun; e) Penduduk usia sekolah. 4) Tersedia peta-peta yang memperlihatkan kondisi fisik daerah yang di studi; 5) Tersedia studi-studi yang ada mengenai ketatakotaan. b. Ketentuan Teknis 1) Kependudukan Ketentuan teknis untuk tata cara survei dan pengkajian demografi adalah:
a) Wilayah sasaran survei harus dikelompokan ke dalam kategori wilayah berdasarkan jumlah penduduk sebagai berikut: - Kota : Jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa atau > 200.000 buah rumah. - Metropolitan : Jumlah penduduk (500.000-1.000.000) jiwa atau (100.000 – 200.000) buah rumah. - Kota Besar : Jumlah penduduk (100.000 -500.000) jiwa atau (20.000 – 100.000) buah rumah. - Kota Sedang : Jumlah penduduk (10.000-100.000) jiwa atau (2.000 – 20.000) buah rumah. - Kota Kecil Desa: Jumlah penduduk (3.000-10.000) jiwa atau (600 – 2.000) buah rumah. b) Cari data jumlah penduduk awal perencanaan. c) Tentukan nilai persentase pertambahan penduduk per tahun (r). d) Hitung pertambahan nilai penduduk sampai akhir tahun perencanaan dengan menggunakan salah satu metode arithmatik, geometrik, dan least squre; Pn Po + Ka (Tn – To) Namun, metode yang biasa digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah Metode Geometrik. e) Rumus-rumus perhitungan proyeksi jumlah penduduk: (1) Metoda Arithmatik Pn Po + Ka (Tn – To) Ka
Pa P1 T2 T1
Dimana : Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke n Po : Jumlah penduduk pada tahun dasar Tn : Tahun ke n To : Tahun dasar Ka : Konstanta arithmatik P1 : Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun ke 1 P2 :Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir T1 : Tahun ke 1 yang diketahui T2 : Tahun ke 2 yang diketahui
(2) Metoda Geomentrik Pn = Po (1 + r)n Dimana : Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke n Po : Jumlah penduduk pada tahun dasar r : Laju pertumbuhan penduduk n : Jumlah interval tahun (3) Metoda Least Square ^
Y a bX Dimana : ^
Y X a b
: Nilai variabel berdasarkan garis regresi : Variabel independen : Konstanta : Koefisien arah regresi linear
adapun persamaan a dan b adalah sebagai berikut : Y X 2 X Y a 2 n. X 2 X b
YX X Y n. X X 2
2
Bila koefisien b telah dihitung terlebih dahulu, maka konstanta a dapat ditentukan dengan persamaan lain, yaitu :
a Yb X
Dimana Y dan X masing-masing adalah rata-rata untuk variable Y dan X. (4) Metoda Trend Logistic
Ka
k 1 10 a bx
Dimana : Y : Jumlah penduduk pada tahun ke-X X : Jumlah interval tahun k, a&b : Konstanta f) Untuk menentukan pilihan rumus proyeksi jumlah penduduk yang akan digunakan dengan hasil perhitungan yang paling mendekati kebenaran harus dilakukan analisis dengan menghitung standar deviasi atau koefisien korelasi.
g) Rumus standar deviasi dan koefisien korelasi adalah sebagai berikut : (1) Standar Deviasi 2
s
X i X , untuk n > 20 n 1 2
s
X X i , untuk n = 20 n
Dimana : s : Standar deviasi Xi : Variabel independen X (jumlah penduduk)
: Rata-rata X X n : Jumlah Data Metode perhitungan proyeksi penduduk yang paling tepat adalah metoda yang memberikan harga standar deviasi terkecil. (2) Koefisien Korelasi Metode perhitungan proyeksi jumlah penduduk yang menghasilkan koefisien paling mendekati 1 adalah metoda yang terpilih.
Ketentuan teknis untuk survei dan pengkajian ketatakotaan adalah: 1) Ada sumber daya baik alam maupun bukan alam yang dapat mendukung penghidupan dan kehidupan di kota yang akan disurvei; 2) Ada prasarana perkotaan yang merupakan titik tolak arah pengembangan penataan ruang kota. c. Cara Pengerjaan 1) Persiapan Pekerjaan persiapan untuk tata cara ini adalah sebagai berikut: a) Siapkan data sekunder, yaitu: (1) Data penduduk di wilayah administrasi; (2) Kepadatan rata-rata penduduk di wilayah administrasi; (3) Persebaran penduduk dan peta kepadatan penduduk di wilayah administrasi;
(4) Migrasi penduduk per tahun untuk kategori menetap, musiman dan pelaju di kota; (5) Data penduduk usia sekolah; (6) Jumlah kecamatan dan kelurahan dalam wilayah administratif kota yang distudi berikut luasnya masingmasing; b) Lakukan studi pendahuluan dengan data sekunder yang telah terkumpul; c) Buat rencana survei yang diperlukan. 2) Cara Pengerjaan Survei Demografi a) Siapkan surat izin survei untuk ke kelurahan-kelurahan; b) Kumpulkan data seperti yang disebutkan di atas c) Catat jumlah rumah per kelurahan. 3) Cara Pengerjaan Survei Ketatakotaan a) Lakukan peninjauan lapangan untuk membandingkan tata guna tanah berdasarkan peta dari Dinas Tata Kota dengan tata guna tanah sesungguhnya; b) Gambarkan di atas peta batas-batas daerah urban; c) Gambarkan di atas peta lokasi daerah perumahan, perdagangan, perkantoran, industri, fasilitas-fasilitas sosial dan pendidikan yang ada; d) Gambarkan diatas peta jalan-jalan baru, yang sedang dan akan dibuat (bila ada). 4) Pengkajian Demografi a) Hitung mundur jumlah penduduk per tahun untuk tahuntahun sebelumnya dengan menggunakan metoda aritmatik, geometrik dan least square dengan menggunakan data jumlah penduduk tahun terakhir; b) Hitung standar deviasi masing-masing hasil perhitungan mundur tersebut terhadap data penduduk eksisting, nilai standar deviasi terkecil dari tiga perhitungan di atas adalah paling mendekati kebenaran; c) Gunakan metoda yang memperlihatkan standar deviasi terkecil untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk. 5) Pengkajian Ketatakotaan
a) Pelajari rencana induk kota yang bersangkutan dan rencana umum tata ruang kota yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten/Kota; b) Lakukan evaluasi terhadap rencana umum tata ruang kota dengan membandingkan peta tata guna tanah yang diperoleh dari Dinas Tata Kota dengan peta yang dibuat berdasarkan peninjauan lapangan; c) Lakukan peninjauan kembali terhadap rencana umum tata ruang kota apabila terjadi penyimpangan tata guna tanah yang cukup besar. Peninjauan kembali meliputi: (1) Peruntukan tanah dan luasnya; (2) Kepemilikan tanah; (3) Jenis bangunan; (4) Konsentrasi daerah niaga; (5) Penyebaran daerah pemukiman; (6) Peruntukan daerah industri; (7) Peruntukan daerah perkantoran. d) Buat pembahasan hasil peninjauan kembali rencana umum tata ruang kota yang bersangkutan berikut kesimpulan dan sarannya. 4. Survei dan Pengkajian Kondisi Sosial dan Budaya a. Ketentuan Umum Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. 1) Data Primer (Survei Kebutuhan Nyata/Real Demand Survey) Data primer yang dikumpulkan didapat dari jawaban formulir isian hasil pengamatan, pengukuran, dan perhitungan langsung di lapangan, untuk digunakan sebagai bahan utama dan evaluasi. 2) Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan berupa: a) Peta-peta, foto udara; b) Buku-buku referensi, laporan dan data; c) Studi-studi terdahulu; d) Gambar-gambar teknis; e) Surat keputusan, peraturan dan perundangan; f) Lampiran-lampiran program; g) Uraian rencana program; h) Lembaran dokumen lain yang mendukung.
Data sekunder didapat dari instansi, badan atau tempat-tempat lain yang menyediakan, untuk digunakan sebagai bahan tambahan dan pendukung data primer untuk analisis dan evaluasi. b. Ketentuan Teknis 1) Penetapan Klasifikasi Wilayah Wilayah sasaran survei dapat dikelompokkan ke dalam kategori wilayah berdasarkan jumlah penduduk. 2) Penetapan Wilayah Survei Perlu dilakukan penetapan wilayah survei data primer berdasarkan tingkat keperluan dan keterpengaruhan. Kondisikondisi yang harus diperhatikan dalam penetapan wilayah survei: a) Daerah yang memiliki potensi ekonomi tinggi; b) Daerah yang tingkat kesehatan yang buruk; c) Daerah yang memiliki tingkat hunian tinggi. Wilayah survei sendiri tidak terikat dengan batas-batas administrative melainkan ditujukan untuk memenuhi sebaran aktivitas manusia. 3) Penentuan Wilayah Survei Jumlah sampel yang akan diambil untuk setiap kategori wilayah serta kriteria yang digunakan, mengikuti tabel berikut : Tabel I.2. Penentuan Jumlah Sampel untuk SetiapKategori Wilayah
1
Ketegori Wilayah Kota Metro
Jumlah Sampel 2.000
Tingkat Kepercayaan 95%
Tingkat Kesalahan 2%
%Sampel vs Populasi 1
2
Kota Besar
1.000
95%
3%
1
3
Kota Sedang
400
95%
5%
2
4
Kota Kecil
200
95%
6%
5-10
5
Desa
100
95%
9%
5-20
No.
Jumlah sampel yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Np (1 p ) n ( N 1) D p (1 p )
n
B2 t2
Dimana : n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi rumah P : Rasio dari unsur dalam sampel yang memiliki sifat yang diinginkan (=0,5 probabilitas mata untuk uang logam) B : Bound of Error (tingkat kesalahan tiap sampel) t : Tingkat kepercayaan yang dikorelasikan dengan derajat kelebatan (lihat tabel I.2). 4) Metode Penyebaran Sampel Jumlah sampel yang diambil untuk setiap bagian wilayah banyaknya harus proporsional dengan jumlah rumahnya. Apabila bagian wilayah suatu kota merupakan Kecamatan, maka jumlah sampel setiap kecamatan sebanyak proporsional dengan jumlah rumahnya. Penyebaran sampel untuk suatu bagian wilayah harus dapat mewakili semua golongan dan kondisi. Ada 5 (lima) jenis teknik penyebaran sampel yang dapat digunakan yaitu tergantung dari keadaan wilayahnya, sebagai berikut : a) Secara acak (random sampling) Digunakan untuk wilayah yang populasinya homogen (tidak ada perbedaan yang jauh antara tingkat ekonomi, pendidikan, jenis pekerjaan). b) Secara acak distratifikasikan (Stratified random sampling) Digunakan untuk wilayah yang populasinya heterogen. c) Pembentukan gugus sederhana (simple cluster sample) Membagi wilayah kedalam kelompok-kelompok, dapat mengikuti batas administratif (kecamatan, kelurahan) atau status social (tingkat ekonomi, jenis pekerjaan). d) Secara gugus bertahap, dua atau lebih (two stage cluster sampling) digunakan apabila wilayah survei sangat luas (misalkan satu provinsi). Pengambilan sampel dilakukan bertahap selanjutnya pengambilan sampel pada kelompok yang lebih kecil (kecamatan, kelurahan). e) Pengelompokan wilayah (area sampling) Apabila suatu wilayah sudah mempunyai peta atau foto udara yang jelas dan terinci, maka wilayah tersebut dapat dibagi dalam segmen-segmen terinci, maka wilayah tersebut dapat dibagi dalam segmen-segmen wilayah dan
pengambilan sampel mengikuti segmen-segmen wilayah tersebut. 5) Kualifikasi Surveyor Surveyor yang digunakan diusahakan memenuhi kualifikasi sebagai berikut: a) Dapat berbahasa daerah setempat; b) Minimal berpendidikan akademi; c) Telah berpengalaman melakukan survei sosial ekonomi dan budaya; d) Menguasai sasaran dan tujuan dari pertanyaan formulir isian. 6) Pemakaian Formulir Isian Untuk mempermudah pelaksanaannya, survei sosial, ekonomi dan budaya harus menggunakan formulir isian yang sudah disusun sedemikian rupa sesuai dengan tujuan data yang ingin diketahui. 7) Perhitungan Biaya Survei Untuk menghitung jumlah honor bagi para surveyor maka dapat mengikuti asumsi-asumsi sebagai berikut: a) Untuk surveyor (tenaga ahli) (1) Satu orang surveyor dapat menyebarkan sampel dalam satu hari rata-rata 10 buah; (2) Besar honor 1 orang surveyor mengikut standar upah yang berlaku; (3) Menggunakan koefisien wilayah: Indonesia Bagian Barat = 1, Indonesia Bagian Tengah = 1,5 dan Indonesia Bagian Timur =2. b) Peralatan pendukung berupa formulir yang disesuaikan dengan sampel yang diambil +1% jumlah tersebut untuk cadangan. c. Cara Pengerjaan 1) Pengolahan Data Data yang terkumpul dibuatkan tabulasi sesuai dengan komponenkomponen yang terdapat dalam formulir isian, selanjutnya lakukan pemeriksaan bila ada penyimpangan data.
2) Pembobotan Pembobotan diberikan untuk mendapatkan gambaran sifat dominan dari sebuah komponen. 3) Perhitungan Nilai Rata-Rata yang Mewakili Berdasarkan bobot dari kelompok dipadukan dengan skala. 4) Analisis Wilayah Administratif a) Uraikan jumlah kecamatan, kelurahan dan desa yang termasuk wilayah administrasi lokasi survei, termasuk luas dan kepadatannya; b) Uraikan proses pemekaran wilayah sebelumnya dan rencana pengembangannya dimasa yang akan datang; c) Cantumkan tabel-tabel dan grafik yang berkaitan; d) Dapatkan informasi dari data sekunder. 5) Rencana Umum Tata Ruang Apabila studi berkaitan sudah tersedia, uraian ini hanya merupakan ringkasan umum kondisi tata ruang saat ini dan rencana pengembangannya mengenai: a) Peruntukan tanah dan luasnya; b) Jenis bangunan; c) Kepemilikan tanah; d) Konsentrasi daerah niaga; e) Penyebaran daerah permukiman; f) Peruntukan daerah industri; g) Peruntukan daerah perkantoran. Uraian dilengkapi dengan peta-peta. 6) Gambaran Umum Tingkat Perekonomian Wilayah Menguraikan secara umum kondisi perekonomian survei. Uraian ini mengacu pada data sekunder yang didapat. Permasalahan yang ditinjau antara lain: a) Potensi industri dan perdagangan; b) Pendapatan Asli Daerah (PAD); c) PBB, pajak-pajak dan retribusi; d) PDRB; e) Perkembangan sektor ekonomi lainnya; f) Produk yang diekspor keluar wilayah; g) Harga-harga bahan pokok; h) Jumlah perputaran uang;
i) Lapangan kerja. Penjelasan dilengkapi dengan tabel-tabel dan grafik-grafik yang penting. Untuk mendapatkan gambaran tingkat perekonomian wilayah setempat dapat dilakukan dengan cara membandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya. 7) Gambaran Umum Tingkat Perekonomian Rakyat Menguraikan secara umum kondisi perekonomian masyarakat di wilayah survei. Uraian ini mengacu kepada data primer dan sekunder. Permasalahan yang ditinjau adalah: a) Penghasilan bulanan keluarga; b) Pengeluaran bulanan keluarga; c) Pemilikan barang; d) Status kepemilikan rumah; e) Keadaan rumah tinggal. Bandingkan dengan tingkat perekonomian masyarakat di wilayah lain yang berdekatan atau secara nasional. 8) Kependudukan Menguraikan permasalahan mengenai kependudukan, yaitu: a) Jumlah, kepadatan dan penyebaran penduduk; b) Laju pertumbuhan penduduk; c) Migrasi, kelahiran dan kematian; d) Kelompok umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan dan agama. Uraian dilengkapi dengan tabel-tabel dan diagram. 9) Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Perkiraan perkembangan jumlah penduduk diproyeksikan untuk masa 20 tahun yang akan datang. Proyeksi perkembangan penduduk menggunakan rumus yang sesuai dengan pola kecenderungannya, yaitu cara dilakukan pengujian terhadap data jumlah penduduk terdahulu menggunakan standar deviasi atau koefisien korelasi. Asumsi laju pertumbuhan dapat menggunakan data dari studistudi yang telah ada, atau hasil evaluasi data perkembangan jumlah penduduk 10 tahun ke belakang dan mengkonfirmasikan kepada Bappeda setempat.
10) Analisis Tingkat Konsumsi Air minum Domestik Analisis ini diperlukan untuk menentukan besarnya air limbah yang dihasilkan. 80% dari tingkat konsumsi air minum domestic merupakan debit air limbah rata-rata. Untuk penduduk yang sudah berlangganan sistem air minum, maka tingkat konsumsi dapat dihitung dengan menggunakan data rekening pembayaran. Bagi penduduk yang belum berlangganan, tingkat konsumsi dianalisis dari data primer yang didapat. Namun demikian perlu dipertimbangkan analisis dan data primer, kemungkinan belum dapat menggambarkan tingkat konsumsi yang sebenarnya atau hanya untuk memenuhi kebutuhan primer saja. 11) Analisis Kemauan dan Kemampuan Berlangganan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat a) Kemauan Kemauan membayar diukur secara positif dan negatif berdasarkan jawaban yang diberikan, sedangkan besar nominalnya hanya merupakan pembanding. Contoh : Tabel I.3. Kemauan Membayar TOTAL
TAGIHAN AIR PER BULAN (Rp)
Jumlah RT
Persentase
0 – 25.000
20
25,00%
25.000– 50.000
23
28,75%
50.000– 75.000
27
33,75%
75.000– 100.000
5
6,25%
100.000–150.000
3
3,75%
150.000–200.000
2
2,50%
Berdasarkan tabel di atas, dapar dihitung rata–rata kemauan membayar berdasarkan bobot (weighted average) adalah Rp. 49.531/KK/bulan. b) Kemampuan
Analisis kemampuan membayar pengolahan air limbah khususnya untuk kategori jenis sambungan rumah. Kemampuan membayar dihitung dari persentase jumlah pengeluaran yang wajar dari total penghasilan per bulan per keluarga menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Pengelolaan Air Limbah. Tarif untuk standar untuk pelayanan pengolahan air limbah harus terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan sama dengan Upah Minimum Provinsi. Tarif memenuhi prinsip keterjangkauan apabila pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi standar pembayaran pengolahan air limbah tidak melampaui 4% dari pendapatan masyarakat pelanggan. Keadilan dalam pengenaan tarif dicapai melalui penetapan tariff diferensiasi dengan subsidi silang antar kelompok pelanggan. Berikut contohnya : Tabel I.4. Kemampuan Membayar Bobot 4% Interval Jumlah Bobot Kumulatif Pendapatan Pendapatan (Rp) Responden (%) (%) (Rp) 500.000-1.000.000 9 14.3 100 20.000–40.000 1.000.001–1.500.000
15
23.8
85.7
40.000–60.000
1.500.001–2.000.000
18
28.6
61.9
60.000–70.000
2.000.001–2.500.000
4
6.3
33.3
2.500.001–3.000.000
3
4.8
27.0
3.000.001–3.500.000
2
3.2
22.2
3.500.001–4.000.000
1
1.6
19.0
4.000.001–4.500.000
4
6.3
17.4
4.500.001–5.000.000
1
1.6
11.1
>5.000.000
65
9.6
9.5
80.000–100.000 100.000– 120.000 120.000– 140.000 140.000– 160.000 160.000– 180.000 180.000– 200.000 >200.000
Total
100
Apabila tagihan rekening pembayaran air limbah per bulan per KK rata-rata adalah Rp. 70.000, maka jumlah penduduk yang mampu membayar air 61,98%.
12) Tingkat Pelayanan Terhadap Wilayah Administratif Tingkat pelayanan sistem pengolahan air limbah terhadap jumlah penduduk di wilayah administrasi mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: a) Kelayakan ekonomi dan keuangan Makin luas wilayah yang dilayani makin tinggi modal tertanam yang dibutuhkan. Apabila jumlah pendapatan tidak terpengaruh banyak, maka dapat mempengaruhi kelayakan ekonomi dan keuangan perusahaan. b) Kepadatan wilayah Pelayanan sistem pengolahan air limbah pada wilayah dengan kepadatan sangat rendah dapat mengakibatkan tidak seimbangnya biaya penanaman modal dengan pendapatan. c) Sebagian penduduk dipertimbangkan terlayani kebutuhan pengolahan air limbahnya secara lebih layak dibandingkan sumber pribadi, cakupan pelayanan di wilayah administrasi diperkirakan meningkat di masa yang akan datang, sesuai dengan peningkatan kemampuan menanamkan modal dan kepadatan penduduk. 13) Tingkat Pelayanan terhadap Daerah Pelayanan Ada beberapa hal yang dipertimbangkan untuk menentukan tingkat pelayanan terhadap jumlah penduduk di daerah pelayanan sebagai berikut : a) Kemampuan penanaman modal; b) Kemampuan maksimal penambahan jumlah sambungan tiap tahun sesuai dengan pengalaman; c) Analisis kemampuan dan kemauan masyarakat membayar pengolahan air limbah sesuai dengan evaluasi hasil survei sosial ekonomi dan budaya. Tingkat pelayanan terhadap daerah pelayanan dipertimbangkan meningkat di masa yang akan datang sesuai dengan meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat. 14) Aspek Kesehatan Masyarakat
Menguraikan perihal data penyakit akibat penggunaan air, sistem sanitasi penduduk, sistem drainase dan sistem pengolahan limbah. 15) Fasilitas Umum Menguraikan kuantitas kota yang ada, antara lain: a) Pasar; b) Pertokoan; c) Perkantoran; d) Tempat-tempat hiburan; e) Tempat-tempat ibadah; f) Industri; g) Pelabuhan dan terminal; h) Listrik dan telepon; i) Jalan; j) Rumah sakit; k) MCK. 16) Peran Masyarakat Ulasan perihal peran masyarakat terhadap sistem pengolahan air limbah didapat dari pengamatan lapangan mengenai peran aktif dalam perawatan fasilitas umum dan penyediaan biaya pembangunan sistem.
5. Tata Cara Pengkajian Kebutuhan Prasarana Air Limbah a. Ketentuan Umum Pengkajian kebutuhan prasarana air limbah harus memenuhi ketentuan umum sebagai berikut: 1) Dilaksanakan oleh tenaga ahli bersertifikat dengan team leader berpengalaman dalam bidang air limbah minimal 5 tahun atau menurut peraturan yang berlaku; 2) Melaksanakan pengkajian dengan seksama dan terkoordinasi dengan pihak-pihak terkait; 3) Membuat laporan tertulis mengenai hasil pengkajian yang memuat semua kebutuhan prasarana air limbah. b. Ketentuan Teknis Pengkajian kebutuhan prasarana air limbah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Tersedia data hasil survei kualitas air limbah yang akan diolah;
2) Tersedia data hasil survei Topografi: a) Beda tinggi lokasi pengolahan air limbah dengan daerah pelayanan; b) Jarak antara daerah pelayanan dengan unit pengolahan. 3) Tersedia sumber energy 4) Tersedia data hasil survai demografi dan ketatakotaan a) Daerah pelayanan; b) kebutuhan air; c) prasarana kota. 5) Data hasil survei kondisi Sosio Ekonomi dan Budaya. c. Cara Pengerjaan 1) Persiapan Siapakan data yang diperlukan seperti pada ketentuan-ketentuan. 2) Tentukan jenis bangunan pengolahan berdasarkan data kualitas air limbah. 3) Tentukan jenis pengaliran air dari daerah pelayanan ke unit pengolahan, bila sistem tidak bisa dengan gravitasi tentukan pompa yang akan dipergunakan; 4) Tentukan kebutuhan pipa dan perlengkapannya sesuai jarak antara daerah pelayanan dengan unit pengolahan; 5) Tentukan sumber energi yang akan dipakai sesuai dengan ketersediaan sumber energi pada daerah studi; 6) Tentukan ukuran bangunan pengolahan dan ukuran pipa, baik pipa transmisi maupun pipa distribusi sesuai kuantitas air limbah yang akan diolah; 7) Tentukan kebutuhan sambungan pada pelanggan baik sambungan rumah atau hidran umum maupun keperluan sarana kota lainnya berdasarkan data sosial ekonomi dan prasarana kota.
d. Pelaporan Buatlah laporan yang memuat rekomendasi hasil pengkajian yang memuat: 1) Jenis unit pengolahan air limbah yang akan digunakan sesuai kualitas air limbahnya; 2) Jenis pompa yang diperlukan bila sistem dengan perpompaan; 3) Sumber energi yang akan dipakai; 4) Kebutuhan ukuran pipa transmisi dan distribusi serta perlengkapannya;
BUKU 3 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
A.
UMUM Salah satu strategi penangganan masalah air limbah yang telah dikembangkan hingga saat ini adalah dengan melakukan pendekatan berbasis tanggap kebutuhan serta mensinergi pemberdayaan masyarakat. Tujuan strategi penanganan masalah air limbah adalah untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok untuk turut berpartisipasi memecahkan berbagai permasalahan yang terkait pada upaya peningkatan kualitas kehidupan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Akses penduduk ke prasarana dan sarana air limbah permukiman erat kaitannya dengan aspek kesehatan, lingkungan
hidup,
pendidikan,
sosial
budaya
serta
kemiskinan.
Menimbang kondisi, aspek yang mempengaruhi serta pengalaman dalam upaya pembangunan, maka pendekatan program yang berbasis tanggap kebutuhan dengan mensinergi pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu cara efektif yang patut terus dikembangkan. Pendekatan tanggap kebutuhan yang selaras dengan pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, ke akses prasarana dan sarana air limbah permukiman sehingga meningkatkan taraf hidup. Salah satu strategi pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan melalui pendampingan dan pembelajaran kepada masyarakat dalam bentuk pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok digunakan dengan tujuan terjadinya proses saling belajar, membangun kebersamaan, saling peduli dan saling memahami di antara anggota.
A.1.
Definisi Pemberdayaan dan Perlunya Pemberdayaan Akses penduduk ke prasarana dan sarana air limbah permukiman erat kaitannya dengan aspek kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, sosial budaya serta kemiskinan. Mempertimbangkan kondisi, aspek yang mempengaruhi, serta pengalaman empiris pendekatan penanganan masalah sanitasi yang ada, maka pendekatan tanggap kebutuhan dengan
mensinergi metode promosi dan/atau sosialisasi, pemberdayaan dan peningkatan kemampuan (capacity building) ke - lima aspek tersebut merupakan salah satu metode efektif serta perlu terus dikembangkan untuk meningkatkan akses prasarana dan sarana air limbah permukiman. Sinergi dan keselarasan pendekatan tanggap kebutuhan serta metode, meliputi : promosi dan/atau sosialisasi, pemberdayaan dan peningkatan kemampuan (capacity building) membutuhkan partisipasi masyarakat secara langsung, berkesinambungan maupun intens dalam proses identifikasi permalahan, perencanaan, pembangunan, pengawasan hingga tahap pengoperasian – perawatan. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses yang berkesinambungan bertujuan meningkatkan kemampuan dan kemandirian sehingga meningkatkan taraf hidup. Untuk itu dalam pemberdayaan masyarakat setidaknya memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut : 1. Proses yang berjalan sistematis, alamiah serta seimbang. Artinya di
dalam prosesnya sendiri ada ukuran-ukuran idealisme output dengan kemampuan realisasinya secara obyektif; 2. Segala aktifitas yang dilakukan haruslah ada dampak dan peran
positifnya bagi subyek pemberdayaan; 3. Adanya tingkat kemandirian dari pihak lainnya, hal ini terkait dengan
faktor : fasilitas, dan daya dukung finansial; 4. Berorinetasi
kedepan, meningkatkan kemampuan dalam upaya mencapai taraf hidup yang lebih baik.
A.2.
Pendekatan dan Prinsip Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan Sistem Pengolahan Air Limbah, adalah sebagai berikut : 1. Keberpihakan pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan hasil, ditujukan kepada MBR yang ada dipermukiman padat dan kumuh perkotaan. 2. Otonomi dan Desentralisasi Masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan, dan pengelolaan Sistem Pengelolaan Air Limbah. 3. Transparasi
Masyarakat mengidentifikasi permasalahan, merumuskan kebutuhan, serta pemecahan permasalahan secara demokratis, transparan, dan berpihak kepada perempuan, anak–anak, lanjut usia dan difabel. 4. Partisipatif. Masyarakat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan, dan pengelolaan. 5. Keswadayaan Kemampuan masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan kegiatan, baik proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan, dan pemeliharaan prasarana dan sarana sanitasi terbangun Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam proses pemberdayaan masyarakat pada program atau proyek dalam Sistem Pengolahan Air Limbah, adalah sebagai berikut : 1. Tanggap Kebutuhan Kota/kabupaten dan masyarakat memiliki komitmen yang kuat, kesiapannya bersaing untuk mendapatkan program serta melaksanakan kegiatan sesuai kebutuhan; 2. Seleksi Mandiri Calon Lokasi Pemilihan lokasi berada sepenuhnya ditangan masyarakat sedang pemerintah hanya sebagai fasilitator; 3. Pilihan Teknologi Bentuk bangunan dan teknologi pengolah air limbah domestik di informasikan dan dipilih oleh masyarakat 4. Partisipasi Masyarakat Masyarakat berperan aktif dalam merencanakan, memilih kegiatan, membangun dan mengelola, dengan difasilitasi oleh TFL/Konsultan/LSM pendamping yang memiliki pengetahuan dan pengalaman perencanaan serta pengawasan IPAL domestik; 5. Penguatan Kapasitas Lokal Peningkatan serta penguatan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman bagi masyarakat sasaran program khususnya, kelompok swadaya masyarakat maupun fasilitator; 6. Keberkelanjutan Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana sanitasi terbangun dapat dilaksanakan secara berkelanjutan oleh masyarakat. Sesuai dengan keefektifan biaya, keterjangkauan, kesediaan untuk membayar, dan kesediaan untuk menyambung.
7. Multi Pendanaan Peran dan fungsi pemerintah daerah dalam sistem pengolahan air limbah setempat masih sangat penting. Untuk itu perlu diterapkannya prinsip co-manajemen dalam pengelolaannya. Masyarakat dalam partisipasinya bertanggungjawab pada pembangunan, pemeliharaan dan operasional. Pemerintah daerah dan mitra lainnya bertindak menyediakan bantuan teknis monitoring dan mendukung operasional dan pemeliharaan pasca kontruksi. 8. Akuntabel, Pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan;
A.3.
Aspek dan Unsur Pemberdayaan; Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari lingkup dan obyek pemberdayaan mencakup beberapa aspek, yaitu: 1. Peningkatan kepemilikan aset (sumberdaya fisik dan finansial) serta kemampuan (secara individual dan kelompok) untuk memanfaatkan aset tersebut demi perbaikan kehidupan mereka. 2. Hubungan antar individu dan kelompoknya, kaitannya dengan pemilikan aset dan kemampuan memanfaatkannya. 3. Pemberdayaan dan reformasi kelembagaan. 4. Pengembangan jejaring dan kemitraan-kerja, baik di tingkat lokal, regional, maupun global. Sedangkan Unsur-unsur pemberdayaan, meliputi : 1. Aksesibilitas informasi, karena informasi merupakan kekuasaan baru kaitannya dengan : peluang, layanan, penegakan hukum, efektivitas negosiasi, dan akuntabilitas. 2. Keterlibatan atau partisipasi, yang menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan; 3. Akuntabilitas, kaitannya dengan pertanggungjawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan. 4. Kapasitas organisasi lokal, kaitannya dengan kemampuan bekerjasama, mengorganisir warga masyarakat, serta memobilisasi sumberdaya untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi.
A.4.
Pentingnya Proses Pemberdayaan Masyarakat SPAL-S; Pemberdayaan masyarakat dalam Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian sehingga meningkatkan taraf hidup. Proses pemberdayaan masyarakat berperan sangat penting dalam penyelenggaraan Sistem Air Limbah Permukiman Setempat (SPAL-S), dilatar belakangi antara lain : 1. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan dampak
negatif dari kesalahan penanganan dan pengolahan air limbah perukiman; 2. Kurangnya keterlibatan masyarakat secara aktif, pada masa lalu, dalam
proses penanganan pengolahan air limbah permukiman sehingga tidak terjadi transfer pengetahuan maupun pengalaman pengolahan air limbah kepada masyarakat; 3. Kerentanan sosial ekonomi masyarakat serta rendahnya tingkat
pengeluaran atau belanja rumah tangga untuk kebutuhan sanitasi dan kesehatan; 4. Rendahnya perhatian (concern), peran dan komitmen pemerintah
daerah terhadap penanganan masalah sanitasi dan air limbah masi, kondisi tersebut terlihat dari masih kurangnya peraturan, kebijakan dan kegiatan pembangunan dalam pengolahan air limbah permukiman khususnya yang pro kepada masyarakat berpenghasilan rendah.
B.
PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN AIR LIMBAH
B.1.
Pemberdayaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Pemberdayaan masyarakat akan tercapai, jika terdapat beberapa syarat sebagai berikut : 1. Adanya situasi yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang; 2. Memberi motivasi untuk membangkitkan kesadaran akan potensi; 3. Memperkuat potensi masyarakat dalam prakarsa aktif serta peran masyarakat dalam ruang lingkup penyelenggaraan pengembangan program pengolahan air limbah domestik.
Selain syarat tersebut, dibutuhkan upaya kuat dari berbagai pihak untuk menghilangkan kendala yang dapat melemahkan pemberdayaan masyarakat itu sendiri, seperti dengan : 1. Memperkuat komitmen dan kepedulian dari pemangku kepentingan untuk berpihak pada masyarakat yang rentan terhadap akses sanitasi/air limbah dan masyarakat berpenghasilan rendah; 2. Meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan terkait dengan persepsi tentang karakteristik masyarakat rentan terhadap akses sanitasi/air limbah dan masyarakat berpenghasilan rendah. Salah satu Strategi pemberdayaan masyarakat adalah dengan melalui pendampingan dan pembelajaran kepada masyarakat berbentuk pendekatan kelompok. Oleh karena itu pembentukan, pendampingan dan pembinaan KSM dalam program Penyelenggaraan pengembangan Sistem Air Limbah sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan operasional dan pemeliharaan infrastruktur terbangun nantinya. Dalam pendekatan partisipasi, peran serta masyarakat mengacu pada perencanaan responsif gender tidak hanya terbatas dalam pengertian ikut serta secara fisik, tetapi keterlibatan yang memungkinkan mereka melaksanakan penilaian terhadap masalah maupun potensi yang terdapat dalam lingkungan sendiri, menentukan kegiatan yang mereka butuhkan hingga penyelenggaraan pengembangan SPAL. Secara umum tahapan kegiatan serta metode dalam penyelenggaran pengembangan SPAL dengan melibatkan pemberdayaan masyarakat berprespektif gender dapat di kelompokan sebagai berikut: 1.
Sosialisasi dan Diseminasi, contoh : a. Sosialisasi tingkat Kabupaten/Kota; Pelaksanaan kegiatan melibatkan satuan kerja pengembangan penyehatan lingkungan permukiman di provinsi serta dinas di kabupaten/kota selaku penagung jawab kegiatan dengan mengundang pemangku kepentingan di kabupaten/kota. Tujuan kegiatan sosialisasi tingkat Kabupaten/Kota adalah, menjelaskan detail konsep dan tahap pelaksanaan kegiatan penyelenggaran pengembangan SPAL, sosialisasi kebijakan dan strategi pemerintah pusat bidang penyehatan lingkungan permukiman, membahas permasalahan, penanganan serta pengenalan teknologi alternatif pengelolaan bidang air limbah di tiap-tiap kota/kabupaten.
b.
Sosialisasi tingkat Desa/Kelurahan. Sosialisasi tingkat desa/kelurahan dilaksanakan oleh dinas penangung jawab kegiatan kota/kabupaten bersama dengan TFL bertempat di dinas penangung jawab kegiatan. Undangan terdiri dari 3 – 5 orang wakil dari masing-masing stakeholder kampung yang masuk dalam shortlist (telah memenuhi syarat kelayakan). Tujuan kegiatan adalah penjelasan tentang penyelenggaran pengembangan SPAL di lingkungan Desa/Kelurahan serta pengumpulan informasi awal tentang kondisi desa/kelurahan.
2.
Rembuk Warga dan Focus Group Discussion (FGD), contoh : a. Partisipasi penilaian secara cepat/Raid Participatory Assessment (RPA); Kegiatan diselenggarakan oleh dinas penanggung jawab kegiatan di fasilitasi oleh fasilitator lapangan (TFL), dengan mengundang masing-masing dari calon lokasi yang ikut seleksi, meliputi : Lurah, ketua Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), tokoh masyarakat, perwakilan kelompok maupun organisasi masyarakat setempat. Tujuan kegiatan mempetakan kondisi sanitasi suatu kampung secara cepat dan dilakukan secara partisipatif. sehingga teridentifikasi problem sanitasi dan kesiapan masyarakat untuk memecahkannya atas dasar kemampuan sendiri secara sistematis dan efektif. RPA diilakukan oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh fasilitator terhadap kampung yang menyatakan minat b.
Pembentukan KSM; Kegiatan diselenggarakan oleh dinas penanggung jawab kegiatan di fasilitasi oleh fasilitator lapangan (TFL) dan disaksikan oleh kelurahan, dengan mengundang pemangku kepentingan di tingkat desa/kelurahan dan lingkungan yang terpilih maupun lokasi calon penerima manfaat penyelenggaran pengembangan SPAL. Meliputi ketua Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), tokoh masyarakat, perwakilan kelompok maupun organisasi masyarakat setempat serta warga calon penerima manfaat maupun calon pengguna.
Tujuan kegiatan adalah sebagai tempat kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela, dibentuk secara swadaya karena adanya Visi, kepentingan dan kebutuhan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta kualitas lingkungan c.
Penyusunan rencana kegiatan masyarakat (RKM); Penyusunan RKM dilakukan dengan pendekatan partisipatif, artinya semaksimal mungkin melibatkan masyarakat dalam semua kegiatan dan penyusunannya, baik manajemen maupun teknis. Pekerjaan yang membutuhkan keahlian teknis diserahkan kepada tenaga ahli/TFL, namun tetap melibatkan masyarakat. RKM yang telah tersusun serta di tanda tangani oleh Ketua KSM diajukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk dimintakan pengesahan dan persetujuan dari TFL dan Kasatker/PPK PPLP Provinsi. Tujuan penyusunan RKM adalah teridentifikasinya kebutuhan masyarakat (baik laki-laki dan perempuan, kelompok rentan sanitasi, maupun kelompok kaya-miskin) untuk memecahkan masalah sanitasi yang ada di lingkungan masyarakat berdasarkan kemampuan masyarakat itu sendiri
d.
Penyusunan AD/ART Kelompok, pembagian peran, tanggung jawab, dan kontribusi. Penyusunan AD/ART Kelompok, pembagian perran, tanggung jawab dan konstribusi dilakukan dengan pendekatan partisipatif, artinya semaksimal mungkin melibatkan masyarakat dalam semua penyusunannya dengan memasukkan nilai-nilai atau norma setempat serta perencanaan responsif gender.
e.
Pemilihan teknologi sanitasi dan penyusunan detail engineering design (DED) beserta rencana anggaran biaya (RAB), dengan pendampingan oleh fasilitator, konsultan atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang prasarana air limbah;
f.
Pembentukan Tim swakelola (untuk kegiatan yang menggunakan bantuan sosial);
Berdasarkan peraturan tentang pengelolaan kegiatan yang menggunakan dana bantuan sosial, pelaksanaan swakelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat, maka sebelum pekerjaan dilaksanakan, dilakukan persiapan-persiapan, antara lain tentang pembentukan tim swakelola dengan ketentuan : Tim Swakelola diangkat oleh penangung jawab kelompok masyarakat sesuai dengan struktur orgasnisasi Swakelola. Tim swakelola masyarakat minimal terdiri dari tim perencana, tim pelaksana dan tim pengawas serta dapat ditambah dengan panitia/pejabat pengadaan. g.
Pembentukan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) atau Kelompok Pengelola (KP); Untuk kesinambungan prasarana dan sarana Penyehatan Lingkunngan Permukiman (PLP), perlu dibentuk kelompok Pemanfaat dan pemelihara atau Kelompok Pengelola yang bertujuan untuk keberlanjutan pelayanan dan pelestarian aset yang telah dibangun oleh masyarakat. Keterlibatan perempuan dalam operasional dan pemeliharaan sangat penting karena perempuan adalah pengguna sehari–hari sarana Sanitasi.
3. Penyusunan masterplan, partisipasi masyarakat berperan pada sikap individu maupun kelompok pada pemahaman, kecendrungan pertimbangan dan perbuatan terhadap penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah. Hal ini terkait erat dengan tingkat sosial ekonomi, budaya, ekonomi dan pemahaman terhadap sanitasi di dalam keluarga maupun lingkungan. 4. Penyusunan studi kelayakan, partisipasi masyarakat berperan pada keterbukaan akan informasi, pertukaran informasi yang akuntabilitas, sikap individu maupun kelompok tentang kesediaan untuk menyambung, kesediaan untuk membayar serta partisipasi aktif masyarakat pada tahap-tahapan perencanaan penyelenggaraan SPAL. 5. Partisipasi fisik dan pengawasan, contoh : warga ikut sebagai tukang atau mandor, pengawasan kontruksi, material serta keuangan; 6. Peningkatan kapasitas warga, contoh: Pelatihan KSM, On Jobs Training mandor dan tukang, pelatihan KPP serta pelatihan tentang prilaku hidup bersih dan sehat.
Dampak yang diharapkan dari program pengolahan air limbah melalui pemberdayaan masyarakat adalah : 1. Pembelajaran untuk program di masa mendatang, masyarakat dan pemerintah dapat menerapkan prinsip tanggap kebutuhan (demand responsif) dan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan secara partisipatif; 2. Jaminan sustainable infrastruktur yang telah dibangun secara berkelanjutan, guna meningkatkan kualitas hidup dan tingkat perekonomian masyarakat; 3. Tumbuhnya kemampuan masyarakat dalam pengelolaan sumbersumber pembiayaan untuk pemanfaatan dan pemeliharaan; 4. Meningkatnya fungsi kelembagaan masyarakat di desa dan kecamatan dalam pengelolaan hasil kegiatan; 5. Tumbuhnya rasa memiliki terhadap hasil kegiatan yang telah dilaksanakan.
B.2.
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Sistem Air Limbah Permukiman Setempat Pemberdayaan masyarakat pada penyelenggaraan Sistem Air Limbah Permukiman Setempat akan tercapai jika terdapat beberapa syarat, sebagai berikut : menciptakan situasi yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang, memberi motivasi untuk membangkitkan kesadaran akan potensi, dan memperkuat potensi masyarakat dalam prakarsa aktif serta peran masyarakat dalam ruang lingkup penyelenggaraan pengembangan SPALP-S, yang mencakup : 1.
Perencanaan;
2.
Pelaksanaan konstruksi, monitoring dan supervisi;
3.
Pengelolaan;
4.
Pemeliharaan dan Rehabilitasi.
Selain syarat tercapainya pemberdayaan dibutuhkan pula upaya yang kuat dari berbagai pihak untuk menghilangkan kendala yang dapat melemahkan pemberdayaan masyarakat itu sendiri, seperti dengan : 1. Memperkuat komitmen (khususnya) aparat pemerintah untuk memihak dan membela masyarakat yang rentan terhadap akses sanitasi/air limbah.
2. Meningkatkan kepedulian dari pemangku kepentingan untuk memperhatikan masyarakat yang rentan terhadap akses sanitasi/air limbah. 3. Meningkatkan kemampuan pemangku kepentingan dalam memahami (kehidupan) masyarakat berpenghasilan rendah atau rentan sanitasi/air limbah, terutama yang terkait dengan persepi dan asumsi-asumsi tentang “karakteristik” masyarakat miskin (rentan) atau berpenghasilan rendah.
Salah satu strategi pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan melalui pendampingan dan pembelajaran kepada masyarakat dalam bentuk pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok digunakan dengan tujuan terjadinya proses saling belajar, membangun kebersamaan, saling peduli dan saling memahami di antara anggota.
B.3.
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) TFL merupakan tenaga pendamping, berperan membantu kelompok masyarakat guna memahami tujuan bersama mereka dan membantu dalam menyusun rencana hingga mencapai tujuan. Untuk itu dalam proses rekruitment dan penetapan tenaga TFL memerlukan proses yang selektif dan transparant sehingga TFL terpilih akan memiliki jenjang pendidikan, ketrampilan, kemampuan, kemauan sebagai pendamping masyarakat maupun pengalaman yang sesuai dengan syarat dan kebutuhan program. Secara fungsi TFL dapat dibagi menjadi dua : yaitu fasilitator teknis dan fasilitator pemberdayaan. Sedang menurut jenjang koordinasi fasilitator terbagi menjadi dua yaitu TFL dan Senior TFL. Tugas fasilitator Lapangan adalah sebagai berikut : 1. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan daftar lokasi yang sesuai kriteria program, dari dinas-dinas terkait; 2. Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal; 3. Mengundang, menyelenggarakan pertemuan maupun sosialisasi ke Stakeholder masyarakat serta masyarakat; 4. Melakukan seleksi lokasi secara partisipatif dilokasi yang berminat untuk ikut program;
5. Memfasilitasi masyarakat dan pemangku kepetingan untuk menyusun surat penetapan penerima manfaat (khususnya untuk program yang menggunakan dana bantuan sosial); 6. Membuat Berita Acara seleksi kampung serta menyusun laporan berkala ke SKPD Kota/Kabupaten setempat serta Kepala Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Provinsi. 7. Memfasilitasi masyarakat untuk membentuk dan mengembangkan KSM; 8. Melakukan sosialisasi/kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, sosialisasi/pendampingan kemasyarakat untuk menumbuhkan keinginan (kebutuhan) penggunaan MCK sehat maupun keinginan (kebutuhan) untuk melakukan penyambungan MCK pribadi ke IPAL Komunal (perpipaan); 9. Mendampingi dan memberdayakan masyarakat untuk berperan aktif maupun kontribusi dalam perencanaan, pelaksanaan, pembangunan, pengawasan dan operasional pemeliharaan infrastruktur air limbah terbangun; 10. Memfasilitasi dan mendampingi masyarakat KSM dalam menyusun analias teknis, DED, RAB, Kurva S, perencanaan aspek struktur, elektrikal dan arsitektural infrastruktur air limbah. Dengan didampingi konsultan atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki keahlian dan pengalaman bidang air limbah domestik; 11. Monitoring dan mendampingi KSM dan masyarakat penerima program pada saat uji comisioning; 12. Memfasilitasi dan mengembangkan kemampuan KSM/masyarakat dalam menyusun pelaporan dan administrasi keuangan; 13. Mendampingi KSM dalam tiap tahap/proses kegiatan. Sedangkan tugas senior fasilitator Lapangan (Senior– TFL) adalah sebagai berikut : 1. Membantu Satker PLP Provinsi dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur air limbah di provinsi masing-masing; 2. Terlibat langsung atau tidak langsung dalam setiap tahap dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur air limbah; Dalam setiap tugas dan tanggungjawab pada tahap seleksi lokasi, TFL senior harus terlibat secara langsung maupun tidak langsung; 3. Melakukan koordinasi secara vertikal ke SKPD Kota/Kabupaten dan Satker PPLP Provinsi; 4. Mengkoordinir pelaksanaan dan kegiatan di lapangan;
5. Memantau secara rutin di lapangan pada setiap tahapan pelaksanaan kegiatan dan melaporkannya kepada Satker PLP secara berkala (progress), misal : setiap 2 (dua) mingguan dan ditembuskan ke Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen Cipta Karya melalui konsultan/lembaga swadaya masyarakat pendamping; 6. Memperbarui dan merekapitulasi data progress fisik dan keuangan per-Provinsi untuk dilaporkan kepada Satker PLP Provinsi, dan ditembuskan ke Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen Cipta karya melalui konsultan/lembaga swadaya masyarakat pendamping. 7. Mengindentifikasi permasalahan teknis, non-teknis, melapor ke Satker PLP Provinsi serta memberi rekomendasi maupun menindak lanjuti pemecahan masalah. 8. Melakukan koordinasi dengan pihak penyandang dana lain (swasta melalui CSR/LSM), jika ada; 9. Menciptakan lingkungan kondusif dalam penyelenggaraan Sanitasi Berbasis Masyarakat.
B.4.
Pengertian dan Lingkup Kelompok Swadaya Masyarakat. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya Visi, kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. Kelompok masyarakat yang baik lahir dari kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan terutama sumber daya yang ada di masyarakat tersebut. Maka kegiatan KSM pada penyelenggaraan Sistem Air Limbah Permukiman Setempat akan berjalan baik dan lancar jika penggurus dan anggotanya berasal dari pengguna dan pemanfaat system terbangun dari penyelenggaraan Sistem Air Limbah Permukiman Setempat.
B.5.
Pembentukan KSM. KSM tidak harus selalu dibentuk baru, namun dapat dikembangkan dari kelompok yang sudah ada dan mengakar di masyarakat. Bekerja dengan kelompok yang sudah ada di masyarakat membuat program lebih efisien,
penerimaan masyarakat terhadap program berlangsung relatif lebih cepat dan dukungan sumber daya lokal lebih mungkin digalang. Akan tetapi, kelompok yang sudah ada telah memiliki nilai-nilai dan aturan main yang belum tentu sejalan dengan nilai-nilai yang diusung oleh program Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pembuangan Air Limbah Permukiman Setempat. Untuk itu yang lebih utama adalah arah pendampingan tetap ditujukan kepada penguatan kapasitas kelompok sehingga KSM dapat membangun kultur kelompok yang terbuka, adil, bertanggungjawab dan mandiri. Dalam proses pembentukan KSM baru dan penguatan KSM, dibutuhkan serangkaian pertemuan yang intens dengan di fasilitasi oleh tenaga pendamping atau fasilitator yang memiliki kemampuan dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya oleh program maupun proyek. Rangkaian pertemuan tersebut bertujuan antara lain : 1. Penyebaran informasi (aksesibilitas informasi) secara merata serta terselenggaranya unsur-unsur pemberdayaan lain; 2. Tersosialisasi visi, misi dan tujuan program maupun proyek; 3. Ketepatan lingkup kegiatan dan sasaran; 4. Penilaian kelayakan dan ketepatan lokasi sesuai persyaratan teknis; 5. Menjaga keterlibatan dan partisipasi masyarakat sasaran kegiatan, menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan 6. Serta, keberlanjutan operasional pemeliharan sistem pembuangan air limbah yang akan terbangun.
KSM dibentuk setelah lokasi terseleksi terpilih. Dibentuk melalui musyawarah masyarakat secara terbuka/transparat dengan pendampingan fasilitator, warga memiliki kesamaan hak pilih untuk di pilih maupun memilih calon penggurus, waktu dan tempat pelaksanaan bersifat netral serta disepakati bersama, dan pengambilan keputusan seluruhnya di tangan warga selaku penerima manfaat program. KSM bertanggung jawab terhadap proses persiapan, perencanaan, pembangunan atau konstruksi, pengawasan hingga uji coba bangunan. Bentuk dan susunan pengurus KSM sesuai permufakatan musyawarah, ditetapkan dalam peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan Daerah Kota/Kabupaten dan disahkan melalui surat keputusan (SK) kelurahan. KSM yang terbentuk merupakan mitra bagi pemangku kepentingan di daerah untuk mengalang kepedulian, pengawasan dan
pembangunan fasilitas pengolahan air limbah di daerah. Secara umum susunan organisasi KSM dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 dibawah ini.
Gambar I.12. Contoh Struktur Organisasi KSM (pertama).
Gambar I.13. Contoh Struktur Organisasi KSM (kedua). Kelompok masyarakat yang baik lahir dari kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan terutama sumber daya yang ada di masyarakat tersebut.
B.6.
Dasar Perudang-Undangan dan Peraturan Pembentukan KSM. Landasan peraturan yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan KSM, antara lain adalah : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Jo. Udang-Undang No. 82 TA 2004 Tentang Pemerintah Daerah; 2. Permendagri No. 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat; 3. Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan.
B.7.
Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KSM dalam menjalankan peran dan taggung jawab mengacu pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang telah disusun dan ditetapkan melalui mekanisme rembug warga pasca pembentukan KSM. Anggaran dasar adalah peraturan penting yang menjadi dasar peraturan lainnya bagi KSM. Sedangkan Anggaran rumah tangga adalah peraturan pelaksanaan anggaran dasar bagi KSM. Sehingga AD/ART merupakan ketentuan dasar dan ketentuan operasional bagi suatu KSM yang mencerminkan aspirasi, visi dan misinya. Dalam menyusun AD/ART kelompok swadaya masyarakat (KSM) materi yang perlu diperhatikan dan dimasukkan dalam susunan AD/ART adalah sebagai berikut : Anggaran Dasar. 1.
2. 3. 4.
Pembukaan, menjelaskan kondisi yang melatar belakangi pembentukan KSM. Serta pengertian-pengertian istilah umum yang dimasukkan dalam pembukaan. Pasal-pasal yang menyangkut dalam pembukaan, antara lain : Maksud dan Tujuan, menjelaskan maksud dan tujuan dari pembentukan KSM; Nama, Waktu Pendirian dan tempat Kedudukan Kelompok Swadaya Masyarakat, menjelaskan nama, waktu dan domisili KSM; Prinsip dan Nilai-nilai, menjelaskan unsur-unsur prinsip serta nilainilai yang dijunjung dan ditumbuh kembangkan oleh KSM; Pendirian, Legalitas dan Kepemilikan, menjelaskan mekanisme pendirian, legalitas serta kepemilikan KSM tersebut;
5. 6. 7.
8.
9. 10.
11. 12. 13. 14.
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
22.
Kedudukan, menjelaskan kedudukan KSM dalam kehidupan bermasyarakat atau sebagai wadah aspirasi, dan kegiatan; Peran, Tugas Pokok dan Fungsi, menjelaskan peran, tugas dan fungsi KSM, KPP maupun KP dalam kehidupan di tengah masyarakat; Keanggotaan dan Jumlah anggota, menjelaskan konsep penerimaan keanggotaan, dimana calon anggota harus memiliki nilai-nilai yang sama dengan nilai-nilai yang dijunjung KSM. Serta memuat jumlah anggota KSM yang aktif; Masa Bakti KSM dan KPP, memuat tentang waktu kepengurusan KSM, KPP atau KP, misal 3 tahun masa kepengurusan serta mekanisme pergantian pengurus; Imbal jasa, menjelaskan imbal jasa/gaji (jika ada) maupun asas kerelaan; Prinsip Pendirian KSM, Menjelaskan sistem dan/atau mekanisme pemilihan penggurus KSM, kriteria penggurus, tata cara pemilihan pengurus, syarat dan hak pemilih; Tata Cara Pendirian KSM, menjelaskan mekanisme pendirian KSM serta pemilhan pengurus; Perangkat KSM, menjelaskan unsur/perangkat pembantu pelaksana tugas dan tanggung jawab di dalam KSM; Pengangkatan dan Pemberhentian unsur/perangkat KSM; Hubungan Kelembagaan, menjelaskan hubungan antara KSM dengan lembaga-lembaga lain di tingkat desa/kelurahan. Seperti hubungan KSM dengan perangkat desa, serta lembaga/organisasi masyarakat desa/kelurahan lainnya; Rapat atau rembug warga, menjelaskan mekanisme rapat KSM maupun KPP, kedudukan dan wewenang dari rembug masyarakat; Pengambilan keputusan, menjelaskan tata cara pengambilan keputusan; Keuangan, terkait dengan sumber dana, pemanfaatan dana dan pengelolaan dana; Prinsip-prinsip pengelolaan dana secara transparat dan akuntabilitas; Perubahan anggaran dasar, menjelaskan tata cara dan mekanisme perubahan anggaran dasar KSM; Pembubaran, menjelaskan tata cara dan mekanisme pembubaran KSM; Anggaran rumah tangga dan peraturan lainnya, menjelaskan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar serta kedudukan surat keputusan KSM dalam operasional (perangkat kerja) KSM. Penutup.
Anggaran Rumah Tangga. 1. Keanggotaan Kelompok Swadaya, mengatur sistem keangggotaan dan tujuan ikut keanggotaan; 2. Hak dan Kewajiban anggota, mengatur hak dan kewajiban yang melekat pada anggota khususnya serta masyarakat/partisipan tidak langsung umumnya; 3. Pemberhentian Anggota Kelompok Swadaya Masyarakat, mengatur tentang sebab-sebab di berhentikannya, hak dan kewajiban anggota saat pemberhentian menjadi anggota, serta tata cara pemberhentian; 4. Kepenggurusan KSM, mengatur tentang struktur dan jumlah pengurus, mekanisme koordinasi internal – eksternal dan pelaporan; 5. Perangkat/Unit KSM, mengatur tentang perangkat/unit apa yang masuk dalam struktur Kelompok Swadaya Masyarakat beserta peran, hak dan tanggung jawabnya; 6. Pertanggungjawaban dan Sanksi bagi Penggurus serta Perangkat/Unit, mengatur tentang pertanggung jawaban dalam menjalankan tugas serta sanksi bagi penggurus maupun perangkat/unit yang lalai atau membuat kesalahan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya; 7. Rapat-Rapat, mengatur tentang jenis, fungsi dan frekuensi waktu penyelenggaraan rapat yang bersifat rutin dan wajib untuk menjalankan mekanisme kelompok swadaya masyarakat; 8. Pengelolaan Keuangan, mengatur tentang manajemen keuangan, kategori dan fungsi masing-masing dana/keuangan untuk menjalankan manajemen, operasional/pemanfaatan dan pemeliharaan; 9. Peraturan peralihan, mengatur tentang pasal-pasal atau aturan tentang hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga; 10. Penutup.
B.8.
Pelatihan (TFL, Pengelola Sarana Sanitasi, Tukang, Mandor, Operator, Pengguna)
B.8.1.
Pelatihan TFL Dalam program atau kegiatan berbasis pemberdayaan maka proses yang berjalan sistematis dari transformasi maupun peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan (capacity building) berperan penting pada capaian sasaran pemberdayaan. Untuk itu TFL yang berperan memfasilitasi kelompok masyarakat sebelum menjalankan tugas terlebih dulu diberi pembekalan maupun
pelatihan yang diselenggarakan secara berjenjang serta kesinambungan oleh Kementerian Pekerjaan Umum Cq. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Direktorat Jendral Cipta Karya, selaku penangung jawab kegiatan, beserta Satker PLP Provinsi selaku pelaksana kegiatan. Dalam melaksanakan pembekalan atau pelatihan Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman dapat dibantu oleh lembaga lainnya maupun tenaga ahli yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman di bidangnya sesuai kriteria yang disyaratkan serta bekerja secara profesional. Tujuan pembekalan dan pelatihan adalah memberi pengetahuan tentang program, tahapan pelaksanaan program, sistem pelaporan, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan serta meningkatkan kemampuan (capacity). Sehingga TFL dapat membantu masyarakat, Kementerian Pekerjaan umum maupun lembaga donor dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan, melaksanakan, memutuskan dan mengelola kegiatan maupun menjaga kualitas keluaran program. Program air limbah yang berbasis masyarakat mencakup 70% kegiatan pemberdayaan dan 30% kegiatan teknis. Untuk itu, pelaksanaan pelatihan perlu memasukkan pengetahuan dasar teknologi dan teknis disamping segi pemberdayaan masyarakat. Hal-hal yang perlu di masukkan dalam materi pelatihan TFL dan Senior TFL antara lain : 1. 2.
3. 4.
Pengenalan dan pemahaman terhadap program serta sinergy program ; Pedoman Manajemen Pelaksanaan Project (Project Implementing Manual), mengatur tentang manajemen pelaksanaan, koordinasi, tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak yang berperan,dasar kebijakan pelaksanaan dan pelaporan; Pedoman Umum Pelaksanan program; Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, meliputi : a. Seleksi lokasi, b. Peran TFL maupun senior TFL; c. Penyusunan surat penetapan penerima dana hibah dan penyusunan surat kerja sama antara KSM dengan satker PPLP provinsi (jika diperlukan dan/atau jika dana bersumber dari dana hibah); d. Pembentukan dan penguatan kelompok swadaya masyarakat;
5. 6. 7. 8.
e. Penyusunan rencana kegiatan masyarakat (RKM); f. Monitoring dan evalusi, pelaporan serta koordinasi; Komunikasi; Disain Teknis, spesifikasi Teknis, dan penyusunan Rencana Anggaran Belanja (RAB); Penyusunan laporan monitoring evaluasi, progres kegiatan (Kurva – S) dan laporan penyerapan dana; Peningkatan kemampuan (capacity building)meliputi : a. Pelatihan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat b. Menumbuhkan kesadaraan dan kebutuhan menggunakan MCK serta keinginan untuk menyambung (Perpipaan); c. Pelatihan KSM d. PelatihanMandor/Tukang e. Pelatihan Operator dan Pengguna.
Sebagaimana tujuan pemberdayaan adalah membentuk individu dan masyrakat menjadi mandiri, meliputi kemandirian : berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki. Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik/material. . B.8.2.
Pelatihan Pengelola Sanitasi (Kelompok Swadaya Masyarakat) Tujuan pelatihan pengelola sanitasi atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah KSM mampu memahami tugas pokok masing-masing. KSM sebagai wadah masyarakat penerima manfaat memahami dan bertanggung jawab dalam menyusun dan menjalankan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga KSM yang telah mereka tetapkan. KSM sebagai pengelola kegiatan diharapkan akan berlaku transparansi dan accountabel dalam mengelola anggaran dan administrasi. KSM sebagai wadah masyarakat penerima manfaat dapat menjalankan fungsi sebagai pioneer lapangan/fasilitator ke masyarakat dalam melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Pelatihan dilakukan pada saat masyarakat/KSM telah selesai menyusun rencana kegiatan masyarat.
B.8.3.
Pelatihan Mandor dan Tukang Tujuan pelatihan mandor dan tukang adalah KSM, tukang dan mandor memahami prinsip dasar pengelolaan air limbah domestik, maupun peraturan pemerintah tentang air limbah domestik. KSM khususnya seksi pembangunan, mandor dan tukang sebagai pelaksana pekerjaan fisik mampu memahami spesifikasi teknis, membaca dan mengaplikasikan pekerjaan fisik dari DED maupun RAB yang dibuat sendiri atau dari konsultan pendamping. Pelatihan dilakukan pada saat konstruksi akan dimulai atau pada saat pembersihan lokasi telah selesai, dilakukan dengan cara on the jobs training.
B.8.4.
Pelatihan Operator dan Pengguna Pelatihan operator bertujuan Operator teknis dan masyarakat penerima manfaat mengerti prinsip-prinsip dasar pengolahan limbah domestik, masyarakat mengetahui peraturan pemerintah tentang air limbah domestik, operator teknis mengerti cara kerja MCK, IPAL, Bio Digester, Sistem Perpipaan dan mengerti cara-cara mengoperasikan dan memeliharaan seluruh sistem yang dibangun. Pelatihan pengguna bertujuan Masyarakat penerima manfaat kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan agar sistem pengolahan limbah dapat berfungsi maksimal Pelatihan operator dan pengguna dilaksanakan pada saat progress fisik atau konstruksi telah mencapai 80 % - 100%, sehingga calon operator dan masyarakat mengetahui serta memahami fasilitas sarana air limbah yang terbangun serta cara pengoperasian dan perawatannya
C.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLA SARANA SANITASI
C.1.
Lingkup Pengelola. Untuk kesinambungan prasarana dan sarana air limbah, perlu dibentuk Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) atau Kelompok Pengelola. Kegiatan pemanfaatan dan pemeliharaan ini secara umum bertujuan untuk
keberlanjutan pelayanan dan pelestarian asset yang telah dibangun oleh masyarakat. Sedang secara khusus pembentukan KPP, bertujuan : 1. Menjaga Prasarana dan sarana terbangun tetap berfungsi sesuai dengan kualitas dan umur pelayanan sesuai rencana; 2. Menjamin pemeliharaan yang tepat waktu dan tepat sasaran, serta penghematan biaya pemeliharaan; 3. Memberikan peluang kepada masyarakat/kelompok masyarakat untuk mengoperasikan dan mengoptimalkan aset yang ada sebagai sumber daya serta meningkatkan kapasitas masyarakat dengan penciptaan peluang pelatihan teknis maupun non teknis. Dalam Program Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, prasarana dan sarana Sistem Pengelolaan Air Limbah yang dibangun dapat berupa on-site dan off-site. Di kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang air limbah, keterlibatan Kelompok Masyarakat khususnya pengguna perempuan lebih diutamakan. Oleh sebab itu, keterlibatan perempuan (komponen gender) dalam operasional dan pemeliharaan sangat penting. Secara umum tugas dan tanggung jawab kelompok pemanfaat dan pemeliharaan adalah sebagai berikut : 1. IuranPengguna: a. KPP atau KP berkewajiban melakukan rembug warga dalam menetapkan konstribusi in-kind dan/atau in-cash (iuran)pemanfaatan sarana; b. KPP atau KP berkewajiban melakukan rembug warga menentukan sistem pengumpulan iuran,membuat perencanaan belanja, melakukan pembukuan dan serta menyusun laporan secara rutin. 2. Operasional & Pemeliharaan a. Mengoperasikan dan memelihara sarana air limbah domestik yang telah terbangun b. Melakukan kontrol semua saluran perpipaan secara rutin, baik prasarana air limbah IPAL Komunal maupun MCK; c. Mengembangkan mutu pelayanan & jumlah sarana pengguna.
3. Penyuluhan Kesehatan Melakukan kampanye tentang kesehatan rumah tangga dan lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat kepada anggota KSM khususnya maupun masyarakat umumnya. C.2.
Pembentukan Pengelola Sarana Sanitasi (Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) atau Kelompok Pengelola (KP)). Tata cara pembentukan kelompok pemanfaat dan pemilihara (KPP) atau prasarana air limbah mengikuti tata cara pembentukan KSM, yaitu melalui rembug warga yang diselenggarakan secara terbuka dan transparan dengan di fasilitasi oleh fasilitator (TFL), diselenggarakan oleh KSM dan disahkan oleh Kelurahan/Desa. Sedangkan kelompok pengelola adalah salah satu organik/bagian/unsur dari KSM sehingga posisinya melekat pada KSM. Seluruh warga/anggota KSM memiliki kesamaan kesempatan dan kedudukan (adil) sebagai pemilih maupun calon penggurus KPP, waktu dan tempat pelaksanaan bersifat netral dan disepakati bersama, pengambilan keputusan seluruhnya di tangan warga selaku penerima manfaat dari prasarana terbangun, disahkan melalui surat keputusan kelurahan/desa serta di ketahui oleh KSM. Waktu pembentukan KPP maupunKP dapat diselenggarakan pada saat progres konstruksi + 70 % - 75%, diharapkan pada masa progres tersebut KPP atau KP dapat terlibat pada saat kontruksi serta mendapat informasi teknis (disain struktur, tata letak sarana bangunan beserta infrastruktur maupun fasilitas penunjangnya) dari infrastruktur tersebut. KPP/KP dalam menjalankan peran dan taggung jawab pemanfaatan dan pemeliharaan prasarana mengacu pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang telah disepakati dan ditetapkan melalui mekanisme rembug warga oleh KSM. Mekanisme dan aturan yang telah diputuskan bersama-sama secara musyawarah diharapkan semua pihak dapat mengetahui dan mematuhinya. KPP/KP selaku badan pengelola prasarana air limbah yang dibentuk oleh KSM harus mempunyai aturan sesuai dengan kondisi setempat, seperti : mengatur siapa penerima manfaat, bentuk konstribusi masyarakat in-kind maupun in-cash atau iuran yang harus dibayar, waktu penarikan iuran, siapa petugas yang melakukan pemeriksaan dan perbaikan kalau terjadi kerusakan dan menentukan besarnya biaya operasi rutin, honor petugas,
biaya listrik, kewajiban tiap pengguna wajib untuk memelihara prasarana dan sarana yang ada serta wewenang KPP/KP untuk mengambil tindakan jika terjadi pelanggaran oleh anggota penerima manfaat. Peningkatan kapasitas KPP/KP tetap dibutuhkan untuk keberlajutan prasarana dan sarana sistem penyelenggaraan maupun pengembangan air limbah, sehingga masih diperlukan pelatihan lanjutan untuk memperkuat kapasitas dan meningkatkan jaringan kerja bagi badan pengelola.
D.
KESINAMBUNGAN KINERJA PENGELOLAAN Untuk mencapai kesinambungan kinerja pengelolaan khususnya pola pengamanan dampak lingkungan dan sosial yang dapat ditimbulkan adanya pembangunan SPAL-S maka dibutuhkan standart dan operasional pada pemberdayaan masyarakat. Pola pengamanan meliputi seluruh tahapan dari tahap persiapan, pemberdayaan, pembangunan hingga tahap operasional pemeliharaan infrastruktur SPAL-S, dengan penjelasan sebagai berikut :
D.1.
Organisasi Pengelola Secara umum kepengurusan dan bagan organisasi KPP minimal seperti ditunjukkan pada gambar I.14.
KETUA
PELINDUNG
SEKRETARIS & BENDAHARA
SEKSI IURAN & PENGGUNA
SEKSI O & P
SEKSI KESEHATAN
Gambar I.14. Bagan Organisasi Minimal KPP
Sedangkan KP kepengurusannya melekat dalam struktur KSM secara keseluruhan seperti ditunjuk pada Gambar I.15.
Gambar I.15. Organisasi Pengelola Air Limbah Ketua Tugas dan kewajiban: 1. Bertangung jawab melaksanakan rembug warga atau FGD untuk menyusun kesepakatan bersama. Baik peraturan dan/atau tata tertib operasional, pemeliharaan serta konstribusi warga pengguna dan penerima manfaat (baik secara langsung maupun tidak langsung); 2. Mengkoordinir dan bertanggung jawab operasional dan pemeliharaan sarana air limbah yang terbangun; 3. Menjaga hubungan kelembagaan baik dengan desa/kelurahan, dinas Pembina prasarana permukiman/sanitasi di kabupaten/kota setempat, lembaga masyarakat lainnya maupun dengan pihak ke tiga (NGO atau CSR) mitra; 4. Menjaga pelayanan dan hubungan dengan masyarakat pengguna; 5. Memimpin kegiatan dan rapat-rapat organisasi KPP maupun dengan masyarakat pengguna. Sekretaris Tugas dan kewajiban: 1. Menyusun rencana kebutuhan dan melaksanakan kegiatan tata usaha dan dokumentasi; 2. Melaksanakan surat-menyurat; 3. Melaksanakan pelaporan kegiatan operasional dan pemeliharaan.
Bendahara Tugas dan kewajiban: 1. Menerima dan menyimpan uang serta melakukan pembayaran sesuai dengan permintaan/pengeluaran untuk operasional dan pemeliharaan prasarana air limbah yang terbangun; 2. Melakukan pengelolaan administrasi keuangan dan pembukuan realisasi serta laporan pertanggungjawaban keuangan; 3. Menyusun laporan mingguan dan laporan bulanan (transparent dan accountability) serta diumumkan secara terbuka (ditempel dipapan pengumuman/tempat strategis) sehingga dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat. Seksi Iuran dan Pengguna Tugas dan kewajiban: 1. Menjalankan, mengawasi dan mengkoordinir hasil kesepakatan warga atau penerima manfaat dalam operasional dan perawatan sarana air limbah maupun konstribusi; 2. Menjaga pelayanan dan hubungan khususnya ke penerima manfaat/warga; 3. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan lembaga di tingkat desa/kelurahan, lembaga masyarakat lainnya, lembaga swadaya masyarakat maupun CSR perusahaan, dinas/pemangku kepentingan di kabupaten/kota untuk menjaga keberlanjutan sarana air limbah terbangun. Seksi Operasional dan Pemeliharaan Tugas dan kewajiban: 1. Menjaga kesinambungan (sustainability) operasional dan perawatan sarana utama maupun pendukung air limbah serta kinerja prasarana air limbah; 2. Menjaga serta melaksanakan prosedur operasional dan pemeliharaan prasarana air limbah yang terbangun;
Seksi Kesehatan Tugas dan kewajiban: Melaksanakan promosi kesehatan dan prilaku hidup sehat dan bersih secara berkala kepada warga penerima manfaat maupun masyarakat umum;
D.2. D.2.1.
Tahapan Pelaksanaan Tahap Persiapan Tahap Persiapan meliputi : 1. Untuk kegiatan yang merupakan program pemerintah pusat, maka perlu dilakukan sosialisasi oleh kementerian pekerjaan umum Cq. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman ke pemangku kepentingan tingkat daerah serta penjaringan surat minat dari kepala daerah kabupaten/kota; 2. Sosialisasi ke pemangku kepentingan kabupaten/Kota yang dihadiri oleh kepala daerah kabupaten/kota setempat serta SKPD selaku penangung jawab dan terkait pada kegiatan pengelolan air limbah dan sanitasi; 3. Adanya peran, komitmen dan dukungan yang pasti dari kepala daerah maupun pemangku kepentingan dari daerah dari mulai tahap persiapan program/proyek hingga tahap operasional dan pemeliharaan; 4. Adanya seleksi, penetapan dan pelatihan tenaga pendamping masyarakat atau fasilitator selaku pendamping masyarakat yang sesuai dengan syarat dan kriteria yang ditetapkan oleh program/proyek serta pelaksanaan kegiatan seleksi, penetapan dan pelatihan dapat terukur dari keluaran dan outcome dari program/proyek; 5. Tersedianya peraturan, kebijakan, pedoman dan petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan untuk mendukung pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program/proyek;
D.2.2.
Tahap Sosialisasi dan Pemberdayaan Tahap sosilisasi dan pemberdayaan perlu memperhatikan Unsur-unsur pemberdayaan, meliputi : 1. Aksesibilitas informasi terbuka luas, untuk itu diperlukan ; a. Sosialiasi dan/atau seleksi lokasi tingkat pemangku kepentingan di tingkat kampung dan/atau masyarakat di kelurahan yang telah mengajukan surat minat.
b. Sosialisasi dan focus group discussion (FGD) yang bertujuan meningkatkan partipasi aktif dari mulainya perencanaan, penetapan kegiatan, pelaksanaan kegiatan atau konstruksi sampai dengan operasional dan pemeliharaan. 2. Keterlibatan atau partisipasi dan Kapasitas organisasi lokal, Adanya pembentukan kelompok swadaya masyarakat (KSM) selaku wadah penerima manfaat yang sesuai dengan syarat dan ketentuan dari tiap program/proyek, transparasi dan accountabilitas proses pembentukan KSM dengan melibatkan seluruh masyarakat penerima program/proyek khususnya, D.2.3.
Tahap Perencanaan : Persiapan penyusunan rencana kegiatan masyarakat (RKM) perlu memperhatikan aspek yang terkait dengan safeguard lingkungan seperti : 1. Fungsi dan lokasi pembangunan memiliki kesesuaian dengan tata ruang setempat, 2. Memperhatikan kondisi sekitar seperti adanya garis sempadan pantai dan sungai serta kemungkinan terjadinya longsor. Aspek yang terkait dengan safeguard sosial seperti: a. Penyepakatan secara tertulis pola kontribusi lahan milik masyarakat pada lokasi pembangunan prasarana air limbah untuk mencegah terjadinya permasalahan. b. Peran serta kaum rentan dan penduduk asli dalam proses perencanaan pembangunan infrastruktur.
D.2.4.
Tahap Pelaksanaan Konstruksi. Terutama terkait dengan aspek safeguard lingkungan seperti : 1. Pada pembangunan MCK atau IPAL Komunal perlu memperhatikan perletakan IPAL Komunal dan pembuangan limbah cair rumah tangga terhadap sumber-sumber air bersih sekitar seperti sumur perorangan maupun komunal. 2. Pada pembangunan yang memanfaatkan sumber-sumber air perlu memperhatikan kemungkinan terdapatnya logam-logam berat seperti merkuri (sepanjang pantai) atau besi dan mangan. 3. Pengadaan dan penggunaan material kayu ber SKSHH/FAKO untuk jumlah minimal 3 kubik.
D.2.5.
Tahap Pasca Konstruksi. Terkait dengan pemanfaatan hasil – hasil pembangunan maka partisipasi masyarakat melalui kelompok pengguna dan pemanfaat dengan dukungan dari pemerintah daerah maupun pihak ketiga lainnya diperlukan untuk: 1. Menjaga dan memelihara kualitas air buangan (effluence) hasil olahan SPAL-S serta air bersih yang dipergunakan sehari – hari untuk tidak tidak terkena sumber pencemaran baru. 2. Menjaga hasil pembangunan SPAL-S yang telah disepakati pola pemanfaatannya. Serta perlu diperhatikan konsep penggunaan yang mendukung terpeliharanya prasarana sehingga diperoleh umur manfaat minimal 15 thn.
D.3.
Aspek Pembiayaan (Iuran) Dana operasional dan pemeliharaan sarana air limbah dapat berasal dari: 1. Masyarakat, berupa iuran yang dihitung berdasarkan kesepakatan bersama akan kebutuhan operasional dan pemeliharaan serta rencana pengembangan sarana di masa datang; 2. Bantuan monitoring, pembinaan dan pengembangan dari stakeholder kabupaten/kota; 3. Pihak ke-tiga, swasta melalui CSR maupun lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap sarana air limbah; 4. Hasil dari usaha KSM dari pengembangan usaha. Pendanaan diperuntukkan bagi operasional dan pemeliharaan ditambah honorarium pengelola untuk melakukan operasional dan pemeliharaan serta petugas yang bekerja melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan. Komponen yang perlu dipertimbangkan dalam menghitung biaya pengoperasian dan pemeliharaan meliputi biaya penggantian komponen yang rusak sesuai dengan sistem sarana yang dibangun, yaitu : 1. 2. 3. 4.
D.4.
Biaya perbaikan sarana; Biaya Operasional (solar, listrik, dll) Honorarium pengelola. Depresiasi alat / sarana
Pembinaan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota Guna menjaga kesinambungan kegiatan dan pencapaian keluaran hingga outcome yang optimal dari kegiatan pembangunan dan pengembangan air limbah umumnya serta khususnya yang berbasis masyarakat, diperlukan
dukungan dan komitment yang kuat baik dari pimpinan daerah, dewan perwakilan rakyat daerah, dinas atau pemangku kepentingan di daerah serta masyarakat. Dukungan dan komitment yang dibutuhkan dari masing-masing pemangku di daerah tersebut antara lain; 1. Adanya peraturan daerah dan atau peraturan kepala daerah dan/atau dewan perwaklian rakyat daerah (DPRD) yang mengacu pada peraturan yang diatasnya, khususnya tentang rencana pembangunan air limbah di daerah menyangkut peran, tanggung jawab, kewajiban daerah serta target pembangunan air limbah di daerah; 2. Adanya peraturan atau kebijakan menyangkut komitmen, koordinasi lintas program dan komunikasi, antar lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pemangku kepentingan di daerah untuk mendukung kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan air limbah yang terarah serta kuat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan dan monitoring evaluasi pasca pembangunan; 3. Adanya konstribusi dan partisipasi aktif pimpinan daerah, DPRD, SKPD daerah selaku penangung jawab serta berperan dalam perencanaan, pengawasan, pembinaan dan montoring dengan antara lain : menyediakan lokasi atau lahan pembangunan air limbah yang sesuai dengan tata ruang dan tata kota daerah, partisipasi dan konstribusi daerah dalam pemberdayaan masyarakat, perencanaan, konstruksi, pengawasan, pembinaan dan pengawasan; 4. Adanya sosialisasi dan pengingkatan kapasitas bidang manajemen dan pelayanan bidang air lembah, bagi staf dari SKPD atau pemangku kepentingan yang terkait khususnya staf yang bersingungan secara langsung dengan masyarakat dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya; D.5.
Rehabilitasi Definisi umum rehabilitasi adalah perbaikan asset tetap yang rusak sebagian dengan tanpa meningkatkan kualitas dan kapasitas dengan maksud dapat digunakan sesuai dengan kondisi semula. Dalam progam pembangunan prasarana air limbah, kepemilikan asset berada pada pemerintah daerah atau pemangku kepentingan daerah sedang masyarakat
atau KSM penerima bantuan (manfaat) bertindak selaku penerima operasional dan pemeliharaan. KSM atau masyarakat penerima program dengan adanya pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan disertai peningkatan kapasitas secara bertahap yang dilakukan oleh pemangku kepentingan diharapkan KSM atau masyarakat penerima manfaat memiliki kemampuan untuk melakukan pengoperasian, pemeliharaan dan pembiayaan rutin harian. Sedang peran daerah melalui pemangku kepentingan di daerah dalam kegiatan pasca konstruksi fasilitas umum prasarana air limbah, khususnya pada kegiatan yang membutuhkan keahlian serta ketrampilan khusus dan/atau membutuhkan biaya yang tidak dapat ditanggung oleh KSM atau masyarakat berpenghasilan rendah selaku penerima manfaat. Peran pemangku kepentingan di daerah antara lain meliputi: 1. Monitoring, evaluasi dan pembinaan secara berkala dan rutin terhadap kinerja bangunan atas, bangunan bawah (pengolah air limbah) serta perpipaan, secara berkala dan tiap tahun; 2. Bantuan rehabilitasi, khususnya perbaikan bangunan pengolah air limbah, jaringan perpipaan, biodigester (jika ada) serta perbaikan bangunan atas khususnya pada lokasi yang berada di tengah permukiman masyarakat berpenghasilan rendah; 3. Pelatihan atau peningkatan kapasitas manajemen maupun layanan bagi pengurus KPP pada KSM yang bersangkutan;
E.
PERAN MASYARAKAT Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pemeliharaan, dan pemantauan penyelenggaran SPAL Peran masyarakat dapat berupa : 1. Memberi pertimbangan, saran, dan keberatan, kepada penyelenggara; 2. Memberi dukungan materi sesuai dengan potensi kebutuhan di lokasi; 3. Memelihara sarana dan prasarana Air Limbah, seperti tidak membuang sampah pada jaringan perpipaan dan/atau membuka tutup manhole; dan 4. Memberikan laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang.
F. F.1.
MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi (Monev) bertujuan untuk mengetahui, antara lain: 1. Apakah pelaksanaan sesuai jadwal kegiatan? 2. Apakah program akan selesai sesuai dengan jadwal? 3. Apakah output yang diharapkan akan tercapai? 4. Apakah implementasi sesuai dengan standar yang diharapkan? 5. Apakah kegiatan sesuai dengan anggaran? 6. Apakah kinerja bangunan selama operasional masih baik? 7. Apakah sasaran antara dan outcome dari program dapat tercapai? Berdasarkan waktu, Monev dapat dilaksanakan dengan 2 cara, yaitu : 1. Monitoring dan evaluasi di tahun berjalan program, monitoring dan evaluasi dilakukan dari tahap persiapan, perencanaan, konstruksi hingga uji coba bangunan (commissioning). Tujuan dilaksanakannya monitoring dan evaluasi adalah untuk memonitor, supervisi, menilai tiap tahap kegiatan, serta menilai terhadap target keluaran kegiatan; 2. Monitoring dan evaluasi terhadap kinerja prasarana air limbah yang telah beroperasi, minimal 2 (dua) tahun masa operasioal. Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk menilai pemanfaatan prasarana terbangun, kondisi bangunan atas, kinerja pengolahan air limbah, keberlanjutan dan keberfungsian KPP, perubahan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat penerima program serta peran serta atau partisipasi pemangku kepentingan khususnya dari daerah penerima program. Metode monitoring dan evaluasi yang digunakan antara lain dengan cara pengumpulan dan analisa data hasil survey ke lokasi, pengumpulan laporan kegiatan maupun progress, serta melalui penggumpulan data menggunakan fasilitas komunikasi, seperti: telephone, email serta facsimile. Hubungan antara faktor-faktor yang di monitoring pertahap kegiatan, pada tahun berjalannya program adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan, antara lain terdiri dari : a. Adanya pemilihan atau seleksi Kota/Kabupaten yang memenuhi syarat program; b. Adanya sosialisasi program di tingkat kota/kabupaten di masingmasing lokasi sasaran kegiatan, untuk menjaring minat di masing-masing kabupaten/kota;
c. Ketersediaan surat minat, surat kesedian/MoU dari Pimpinan Daerah dengan pihak kementerian Pekerjaan Umum untuk bersedia dalam konstribusi serta memenuhi syarat program; d. Ketersediaan tenaga pendamping (fasilitator) program di masingmasing kabupaten/kota. Tenaga pendamping atau fasilitator dipilih melalui seleksi terbuka, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan dengan menilai maupun mengevaluasi syarat/kriteria calon tenaga pendamping atau fasilitator melalui faktor pendidikan, pengalaman kerja pada bidang yang sama, kemampuan serta kemauan dalam pendampingan masyarakat maupun menyusun rencana teknis; e. Adanya pelatihan atau peningkatan kapasitas tenaga pendamping/fasilitator; f. Adanya surat tugas/pengangkatan tenaga pendamping/fasilitator oleh pemangku kegiatan di masingmasing kabupaten/kota penerima program; 2. Perencanaan, antara lain terdiri dari : a. Adanya sosialisasi, untuk menjaring minat, di tingkat kelurahan atau kecamatan masing calon lokasi dengan disertai bukti pelaksanaan kegiatan, seperti surat undangan, surat dan notulen pelaksanaan, foto-foto kegiatan dan daftar hadir kegiatan; b. Adanya surat minat dari masing-masing kelurahan atau kecamatan untuk ikut di seleksi sebagai lokasi yang layak untuk mendapat bantuan program, dan/atau penetapan lokasi berdasar data sekunder meliputi tingkat kepadatan penduduk, kepemilikan prasarana air limbah keluarga mauapun fasilitas umum lainnya, tingkat sosial dan ekonomi masyarakat, ketersediaan lahan yang sesuai criteria syarat teknis bagi program; c. Adanya rembug warga atau focus group discussion (FGD) pembentukan kelompok swadaya masyarakat (KSM) selaku wadah organisasi warga dalam pendekatan pemberdayaan masyarakat, pembentukan dilaksanakan secara terbuka, transparat, jujur dan adil dalam pemilihan dan penetapan pengurus. KSM dibentuk oleh warga dengan di fasilitasi oleh tenaga pendamping/fasilitator dan disahkan oleh kelurahan/desa setempat sebagai salah satu lembaga formal; d. Adanya rembug warga atau FGD untuk menyusun AD/ART KSM, identifikasi permasalahan air limbah ditengah masyarakat,
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
pendekatan penyelesaian masalah maupun tindak lanjut oleh masyarakat yang telah dan akan dilaksanakan oleh masyarakat; Adanya rembug warga atau FGD untuk mengidentifikasi dan mempetakan masalah-masalah air limbah dan sanitasi, menurut masyarakat, serta tindak lanjut yang telah dilakukan oleh masyarakat. Rembug warga atau FGD dengan melibatkan perempuan, anak-anak serta masyarakat dengan keterbatasan fisk (disable people); Adanya survey dan identifikasi lokasi-lokasi potensial dengan kriteria utama antara lain: merupakan wilayah rawan/air limbah, potensi cakupan layanan air limbah bagi masyarakat berpenghasilan rendah berbasis gender dan (disable people), ketersediaan air bersih dilokasi dan tinggi muka air tanah ≥ 3 m atau bukan merupakan daerah rawan banjir. Untuk digunakan sebagai parameter bobot penilaian permasalahan air limbah (sanitasi); Adanya surat hibah lahan dari individu kepada program, yang disahkan oleh kecamatan atau notaris setempat, bagi lokasi yang menggunakan lahan hibah. atau, surat penggunaan lahan untuk lokasi yang menggunakan lahan pemerintah daerah/desa/kelurahan; Adanya rembug warga tentang penentuan skala prioritas penanganan air limbah, kesediaan kontribusi warga calon penerima program dalam proses perencanaan fisik, konstruksi dan pasca konstruksi untuk di masukkan dalam AD/ART KSM; Adanya FGD yang dilaksanakan secara terbuka, adil berbasis gender dan disable people, membahas antara lain : 1) Usulan teknologi pengolahan limbah baik MCK komunal, perpipaan, kombinasi dari teknologi MCK dengan perpipaan, dan/atau; 2) Teknologi tepat guna bagi pengolahan influence dan effluence; 3) Disain maupun fasilitas prasarana yang akan dibangun; Adaanya FGD penyusunan DED dan anggaran biaya, difasilitasi oleh tenaga pendamping/fasilitator yang memiliki pendidikan, ketrampilan dan pengalaman yang sesuai; Adanya rencana kegiatan masyarakat tentang kegiatan pembangunan prasarana air limbah dalam bentuk dokumen, disertai dengan bukti dari mulai sosialisasi penjaringan minat per
kelurahan atau kecamatan hingga penyusunan DED dan RAB di sahkan dan di tanda tangani oleh KSM diketahui oleh kelurahan; l. Untuk program dengan menggunakan dana bantuan sosial, maka mekanisme pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan berpedoman pada Perpres No. 70 tahun 2012 perubahan kedua dari Perpres No. 54 tahun 2010. Mekanisme monitoring dan evaluasi, surat penetapan penerima manfaat dari PPK atau satker PPLP Provinsi serta surat kerjasama antara KSM dengan PPK atau Satker PPLP Provinsi; 3. Konstruksi, antara lain terdiri dari : a. Pembentukan Tim dari KSM, meliputi : tim perencana, tim pelaksana, pengawas dan pengadaan untuk kegiatan konstruksi; b. Monev terhadap progres fisik, spesifikasi dan struktur teknis, penyerapan tenaga kerja lokal dan gender dan keuangan; c. Monev, antara konstruksi terbangun dengan detailed engineering design awal; d. Monev, pelatihan di tempat atau on job training (Jika ada), untuk : 1) KSM (administrasi dan penguatan kelembagaan), 2) Mandor – tukang, tim pelaksana dan tim pengawas (konstruksi) 4. Commisioning, antara lain terdiri dari : a. Monev terhadap keberfungsian prasarana dan fasilitas penunjang; b. Monev terhadap pelatihan perilaku hidup bersih dan sehat bagi masyarakat calon pengguna; c. Monev terhadap pelatihan Operasional dan perawatan bangunan bagi KPP. Monitoring dan evaluasi tahap operasional dan pemeliharaan, meliputi penilaian terhadap : 1. Kinerja fisik bangunan; 2. Kinerja operasional pengolah air limbah; 3. Kinerja KSM.
Hasil keluaran yang di peroleh dari kegiatan monitoring dan evaluasi adalah : 1. Trasnsparan pengelolaan program; 2. Akuntability atau dapat dinilai; 3. Pembelajaran untuk kegiatan selajutnya atau kegiatan lain di masa datang F.2.
Pelaporan Mekanisme pelaporan secara struktur mengikuti organisasi pengelola program, dimulai dari tingkat dasar (KSM atau masyarakat), Dinas Kabupaten dan Provinsi hingga pusat. Detail struktur pelaporan, waktu pelaporan, dan jenis laporan, penanggung jawab pelaporan akan diatur secara tersendiri berdasarkan petunjuk manual dari masing-masing program yang telah disiapkan.