BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang
Bunuh diri di banyak negara merupakan tiga penyebab terbesar kematian pada penduduk usia 15 - 35 tahun (WHO 2003). Berdasarkan catatan WHO 2003, setiap tahun terdapat 1 juta orang bunuh diri. Di Indonesia data nasional mengenai bunuh diri belum terkumpul secara resmi. Berikut ini laporan dari berbagai daerah yang dapat menggambarkan bahwa bunuh diri merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian cukup serius. Data yang didapatkan dari kasus bunuh diri di Bali periode Januari hingga 22 September 2005 mencapai 115 kasus, dan kasus serupa selama tahun 2004 tercatat 121 kali dengan pelaku bunuh diri terdiri atas pria 82 orang dan perempuan 33 orang. Sedangkan pelaku bunuh diri dari kelompok anak-anak 7-15 tahun, tercatat delapan orang, kelompok usia lanjut sebanyak delapan orang juga (Media Indonesia Online: Edisi Kesehatan, 7 Februari 2005). Menurut Prayitno, angka bunuh diri di Jakarta sepanjang 1995-2004 mencapai 5,8/100.000 penduduk. Mayoritas dilakukan oleh kaum pria. Dari 1.119 korban bunuh diri, 41% di antaranya gantung diri, 23% dengan minum racun serangga, dan sisan ya 356 orang meninggal karena overdosis NAPZA (berdasarkan jumlah mayat yang diperiksa di Bagian Forensik RSUPN Cipto Mangunkusumo). Data kasus bunuh diri di Kabupaten Wonogiri , Jawa Tengah selama tahun 2004 menunjukkan 20 kasus bunuh diri, korbannya berusia 51-75 tahun (Media Indonesia Online: Edisi Kesehatan, 7 Februari 2005). Data bunuh diri dari Kabupaten Gunung Kidul, DIY, tercatat 74 kasus terhitung dari tahun 2003-2005. Rentang usia pelaku bunuh diri adalah 25-85 tahun (Media Indonesia Online: Edisi Kesehatan, 7 Februari 2005). Bunuh diri merupakan masalah yang kompleks karena tidak diakibatkan oleh penyebab atau alasan tunggal. Tindakan tersebut adalah akibat dari interaksi
yang kompleks dari faktor biologik, genetik, psikologik, sosial, budaya dan lingkungan. Sulit untuk menjelaskan mengenai penyebab beberapa orang memutuskan untuk melakukan bunuh diri, sedangkan yang lain dalam kondisi yang sama bahkan lebih buruk tetapi tidak melakukannya. Meskipun demikian, tindakan tindakan bunuh diri (terdiri atas bunuh diri dan percobaan bunuh diri) pada umumnya dapat dicegah. Pada saat ini bunuh diri di ri merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak
negara.
Memberdayakan
pelayanan
kesehatan
dasar
untuk mengidentifikasi, menilai, mengelola dan merujuk orang yang berisiko tinggi untuk melakukan tindakan bunuh diri di masyarakat, merupakan langkah penting dalam pencegahan bunuh diri. Karena pentingnya masalah pencegahan bunuh diri tersebut, IASP ( International Association for Suicide Prevention) Prevention) dan WHO (World ( World Health Organization) Organization) telah mendeklarasikan di Stockholm pada tanggal t anggal 10 September 2003 sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia ( World Suicide Prevention Day) Day) yang selanjutnya akan diperingati pada tanggal tersebut setiap tahun.
II. Tujuan
1. Tujuan Umum Meningkatnya pemahaman dan kemampuan petugas kesehatan dalam melakukan pencegahan bunuh diri pada pasien yang beresiko
2. Tujuan Khusus a. Meningkatnya pemahaman petugas kesehatan terhadap faktor risiko terjadinya tindakan bunuh diri. b. Meningkatnya pemahaman dan kemampuan petugas kesehatan dalam deteksi dini kecenderungan tindakan bunuh diri dan penatalaksanaannya.
BAB II DEFINISI 1. Definisi Umum
Menurut WHO (tahun 2001) yang mengacu pada pendapat Emile Durkheim (seorang sosiolog), membagi membagi bunuh diri menjadi empat kategori sosial yaitu bunuh diri egoistik, altruistik , anomik dan dan fatalistik. Bunuh diri egoistik terjadi pada orang yang kurang kuat integrasinya
dalam suatu kelompok sosial. Misalnya orang yang hidup sendiri lebih rentan untuk bunuh diri daripada yang hidup di tengah keluarga, dan pasangan yang mempunyai anak merupakan proteksi yang kuat dibandingkan yang tidak memiliki anak. Masyarakat di pedesaan lebih mempunyai integritas sosial daripada di perkotaan. Bunuh diri altruistik terjadi pada orang-orang yang mempunyai integritas
berlebihan terhadap kelompoknya, contohnya adalah tentara Jepang dalam peperangan dan pelaku bom bunuh bunuh diri. terjadi pada orang-orang yang tinggal di masyarakat Bunuh diri anomik terjadi yang tidak mempunyai aturan dan norma dalam kehidupan sosialnya. Bunuh diri fatalistik terjadi pada individu yang hidup di masyarakat yang
terlalu ketat peraturannya. Dalam hal ini individu dipandang sebagai bagian di masyarakat dari sudut integrasi atau disintegrasi yang akan membentuk dasar dasar dari sistem kekuatan, nilai-nilai, keyakinan dan moral dari budaya tersebut. Perkembangan terakhir dari ilmu bunuh diri telah memberikan pandangan baru berdasarkan interaksi dari faktor biologis (biokimia dan neuroendokrin),
psikologis (perasaan dan keadaan emosional) dan sosial dari seseorang. Pandangan Pandangan ini
memberikan
pengertian
yang
lebih
baik
penatalaksanaannya yang bersifat lebih komprehensif.
2. Definisi operasional:
tentang
bunuh
diri
dan
a.
Petugas Kesehatan adalah dokter, perawat, bidan dan kader kesehatan yang
bekerja di pelayanan kesehatan seperti di Puskesmas, RSU, klinik di perusahaan dan praktek dokter swasta. b.
atau suicidal act adalah adalah tindakan yang meliputi bunuh Tindakan bunuh diri atau suicidal diri dan percobaan bunuh bunuh diri.
c.
Bunuh diri atau suicide suicide atau committed suicide adalah suicide adalah tindakan merusak
diri sendiri atau menggunakan zat (obat atau racun) yang mengakibatkan kematian. - Bunuh diri mikro (microsuicide): microsuicide): kematian akibat perilaku bunuh diri misalnya bunuh diri “pelan“pelan - pelan” pelan” atau yang terdapat pada orang-orang orang-orang yang dengan sengaja tidak mau berobat meskipun menderita sakit, mogok makan, diet berlebihan dan sebagainya. - Bunuh diri terselubung (masked suicide): suicide): orang yang sengaja melakukan terselubung (masked tindakan yang mengakibatkan kematian dengan cara terselubung, misalnya mendatangi tempat kerusuhan sehingga terbunuh, olah raga yang berbahaya, overdosis pada pasien ketergantungan zat dan sebagainya. d.
Percobaan Percobaan bunuh diri atau attempted suicide adalah suicide adalah tindakan dengan sengaja
merusak diri sendiri atau menggunakan zat (obat atau racun) dengan tujuan mengakhiri
kehidupan
yang
tidak
mengakibatkan
kematian,
namun
membutuhkan intervensi medik psikiatrik. e. Risiko bunuh diri adalah suatu keadaan meningkatnya tendensi untuk melakukan bunuh diri.
Pencegahan bunuh diri 3. Pencegahan
Pencegahan bunuh diri meliputi pencegahan primer, sekunder dan tersier: a. Pencegahan primer adalah tindakan mencegah sebelum orang mempunyai niat melakukan tindakan bunuh diri dengan memperhatikan faktor-faktor risikonya. b. Pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan terapi yang tepat pada orang yang telah melakukan percobaan bunuh diri.
c. Pencegahan
tersier adalah tindakan untuk mencegah berulangnya berulangnya
percobaan bunuh diri.
4.
Perbedaan antara percobaan percobaan bunuh diri dan bunuh diri: Percobaan Percobaan bunuh diri
Umumnya terjadi pada kelompok usia
Bunuh diri
Dewasa dan usia lanjut
muda Lebih umum terjadi pada wanita muda
Lebih umum terjadi pada pria (Lebih
yang tak menikah
banyak pada bujangan, bercerai atau duda)
Bersifat ambivalen (mendua)
Bersifat tegas
Menggunakan metode yang tidak
Menggunakan metode yang lebih
mematikan
mematikan
Berkaitan dengan perilaku menarik
Berkaitan dengan keinginan yang kuat
perhatian
untuk mati
Cara yang sering dipakai adalah
Cara yang sering dipakai adalah
dengan meminum racun
menggantung diri, minum racun keras atau membakar diri
Stresor seringkali berupa konflik
Stresor bervariasi meliputi sakit
interpersonal atau konflik dalam
stadium terminal dan faktor
keluarga
sosioekonomi
2. Landasan Hukum
1.
Undang-undang RI Nomor Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2.
Undang-undang RI Nomor Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Kedokteran.
3. Kepmenkes No 220/Menkes/SK/III/ 2002 2002 tentang Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TP-KJ M)
BAB III RUANG LINGKUP
Panduan pasien beresiko bunuh diri ini dapat digunakan di seluruh ruangan rawat inap baik ruang rawat inap biasa maupun Intensive Care Unit (ICU) terutama di ruang rawat inap lantai 1.
BAB IV TATA LAKSANA
A. PENYEBAB BUNUH DIRI
Sampai saat ini belum didapatkan penyebab yang pasti dari bunuh diri. Bunuh diri merupakan interaksi yang kompleks dari faktor-faktor genetik, organobiologik, psikologik, dan sosiokultural. Faktor-faktor itu dapat saling menguatkan atau melemahkan terjadinya tindakan bunuh diri pada seorang individu. Pada abad ke dua puluh, bunuh diri dianggap disebabkan oleh disintegrasi sistem sosial. Di daerah dengan masyarakat yang mencela perbuatan bunuh diri, maka angka bunuh diri di tempat itu relatif rendah, sedangkan di tempat yang menganggap perbuatan bunuh diri sebagai suatu hal yang berani, maka angka bunuh diri di tempat tersebut jadi tinggi (misalnya di di Jepang). Individu merupakan makhluk yang unik. Perilaku individu untuk bunuh diri ditentukan oleh kelemahan atau kekuatan jiwa individu tersebut dan situasi kehidupan yang mereka alami. Beberapa faktor yang mempengaruhi bunuh diri adalah:
Kurang tahan terhadap frustrasi
Cepat marah (hostilitas tinggi)
Sering mengalami konflik interpersonal dengan anggota keluarga atau teman
Mengalami masalah kesehatan jiwa (depresi, skizofrenia, gangguan afektif)
Penyalahgunaan alkohol atau NAPZA lainnya
Menderita penyakit kronis atau sakit terminal (misalnya penyakit kanker, HIV/AIDS)
Faktor lingkungan lainnya
Beberapa orang akan bereaksi secara impulsif, sementara yang lainnya melalui proses yang bertahap. Ide dan keinginan kein ginan bunuh diri semakin lama semakin besar
yang mengakibatkan individu menjadi tak berdaya, berdaya, putus asa dan akhirnya sampai pada suatu keadaan merusak diri. Dengan mengetahui seseorang yang akan berusaha atau kemungkinan berpikir tentang bunuh diri, maka kita dapat membantu melakukan pencegahan agar mereka tidak bunuh diri. Petugas kesehatan perlu mengetahui ciri at au faktor risiko individu yang rentan untuk melakukan bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Riset menunjukkan bahwa dimungkinkan untuk mengidentifikasi individu yang akan bunuh diri, jika petugas kesehatan peka peka terhadap kata-kata atau perilaku dan tandatanda yang ditunjukan oleh calon pelaku bunuh diri.
B. FAKTOR RISIKO BUNUH BUNUH DIRI DIRI
1. Dengan Risiko Tinggi a. Kehilangan status pekerjaan dan mata pencaharian. b. Kehilangan sumber pendapatan secara mendadak karena mi grasi, gagal panen, krisis moneter, kehilangan pekerjaan, bencana alam. c. Kehilangan keyakinan diri dan harga diri. d. Merasa bersalah, malu, tak berharga, tak berdaya, dan putus asa. e. Mendengar suara-suara gaib dari Tuhan untuk bergabung menuju surga. f. Mengikuti kegiatan sekte keagamaan tertentu. g. Menunjukkan penurunan minat dalam hobi, seks dan kegiatan lain yang sebelumnya dia senangi. h. Mempunyai riwayat usaha bunuh diri sebelumnya. i.
Sering mengeluh adanya rasa bosan, tak bertenaga, lemah, dan tidak tahu harus berbuat apa.
j.
Mengalami kehilangan anggota keluarga akibat kematian, tindak kekerasan, berpisah, putus hubungan. hubungan.
k. Pengangguran dan tidak mampu mencari pekerjaan khususnya pada orang muda. l.
Menjadi korban kekerasan rumah tangga atau bentuk lainnya khususnya pada perempuan.
m. Mempunyai konflik yang berkepanjangan dengan diri sendiri, atau anggota keluarga. n. Baru saja keluar dari RS khususnya mereka dengan gangguan jiwa (depresi, skizofrenia) atau penyakit terminal lainnya (seperti kanker, HIV/AIDS, TBC, dan cacat). o. Tinggal sendirian di rumah dan menderita penyakit terminal tanpa adanya dukungan keluarga ataupun dukungan ekonomi. p. Mendapat tekanan dari keluarga untuk mencari nafkah atau mencapai prestasi tinggi di sekolah. q. Mendapat tekanan/bujukan dari organisasi/ kelompoknya. Individu dengan risiko tinggi ini umumnya menunjukkan perilaku tertentu. Perilaku tersebut adalah kurangnya minat dalam kehidupan dan adanya kebimbangan terhadap hidup atau mati (bersifat ambivalen). Sebagian besar individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi, skizofrenia,
gangguan
afektif,
penyalahgunaan
alkohol/NAPZA
lainnya,
menunjukkan berbagai gejala yang spesifik yang dapat diidentifikasi terhadap penyakitnya.
Terdapat gejala umum yang ditemukan pada orang yang cenderung bunuh diri: a. Merasa sedih b. Sering menangis c. Anxietas dan gelisah d. Perubahan mood (senang (senang berlebihan sampai sedih berlebihan) e. Perokok dan peminum alkohol berat f. Gangguan tidur yang menetap atau berulang g. Mudah tersinggung, bingung h. Menurunnya minat dalam kegiatan sehari-hari i.
Sulit mengambil keputusan
j.
Perilaku menyakiti diri
k. Mengalami kesulitan hubungan dengan pasangan hidup atau anggota keluarga lain l.
Menjadi ”sangat fanatik terhadap agama” atau jadi ”atheis”
m. Membagikan uang atau barangnya dengan cara yang khusus
2. Keluarga Dengan Risiko Tinggi Terdapat pula sejumlah keluarga yang berisiko tinggi untuk melakukan bunuh diri. Karena keluarga berada dalam keadaan krisis, maka gejala yang terdapat pada salah seorang anggota keluarga tidak dapat terlihat oleh anggota keluarga lainnya. Keluarga tersebut mempunyai ciri: a. Mempunyai anggota keluarga dengan gangguan jiwa, atau sakit berat, penyakit stadium terminal atau mempunyai anak yang yang cacat. b. Sedang berkabung. c. Hidup bersama dengan seseorang yang mengalami ketergantungan alkohol atau kecanduan NAPZA. d. Terdapat anggota keluarga yang pernah berusaha atau telah melakukan bunuh diri pada masa yang lalu. e. Hubungan dalam keluarga yang retak atau keadaan emosi yang terganggu. f. Penghasilan
sangat
rendah,
pengangguran
(kehilangan
pekerjaan
mendadak). g. Hidup dalam lingkungan yang berbahaya (kriminal atau tidak aman). h. Baru saja pindah ke daerah perkotaan dan hidup dalam situasi tanpa adan ya dukungan sosial.
3. Masyarakat dengan Risiko Tinggi Mungkin pula dapat diindentifikasi masyarakat atau lokasi atau tempat spesifik yang didefinisikan sebagai area geografis dengan kecenderungan bunuh diri yang tinggi. Tempat tersebut adalah:
a. Kantong-kantong tertentu dalam area geografis dengan angka bunuh diri yang tinggi. b. Masyarakat ekonomi miskin (populasi di daerah kumuh dan migran). c. Masyarakat yang sering mengalami bencana alam (banjir, badai, gunung meletus dan tanah longsor). d. Masyarakat petani yang mengalami gagal panen. e. Daerah dengan masyarakat yang mengalami kekerasan politik dan sosial. f. Masyarakat dengan angka prostitusi, tindak kekerasan, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan NAPZA lainnya yang tinggi. g. Tempat risiko tinggi tertentu seperti penjara, kantor polisi, tempat terpencil, hotel dan bahkan rumah sakit.
Perilaku bunuh diri merupakan interaksi dari faktor risiko (yang merupakan stresor) dan daya tahan individu tersebut. Daya tahan terdiri atas: a. Daya
tahan
biologis (termasuk
kondisi
neurotransmiter),
misalnya
kecenderungan biologis untuk menderita depresi endogen. b. Daya tahan psikologis meliputi: 1. Kematangan kepribadian. 2. Persepsi
subjektif
menghadapi
stressor
yang
dialami
(misalnya
mempersepsi kematian dari pasangan yang dicintainya sebagai cobaan yang harus ia lewati atau sebaliknya sebagai keruntuhan dunianya). 3. Kemampuan adaptasi terhadap problem kehidupan atau menghadapi streso r yang dialaminya. 4. Fleksibilitas menghadapi permasalahan kehidupannya. c. Daya tahan sosiokultural meliputi: 1. Peran dalam
keluarga dan masyarakat.
2. Ikatan atau keakraban dalam keluarga dan masyarakat. 3. Penghayatan dan ketakwaan terhadap agama. 4. Karakteristik dan Kepribadian
Terdapat 3 gambaran utama kepribadian pelaku bunuh diri:
a. Ambivalensi Keinginan untuk tetap hidup dan keinginan untuk mati berkecamuk pada pelaku bunuh diri. Terdapat dorongan untuk lari dari pedihnya kehidupan, sekaligus terdapat pula keinginan untuk bertahan hidup. Banyak pelaku bunuh diri sesungguhnya tidak ingin mati, hanya saja mereka tidak merasa bahagia dengan kehidupannya. Bila diberikan dukungan dan keinginan untuk hidup ditingkatkan, maka risiko bunuh diri akan berkurang. b. Impulsivitas Bunuh diri juga merupakan tindakan impulsif. Sebagaimana juga impuls lain, impuls bunuh diri juga bersifat sementara dan berlangsung hanya beberapa menit atau beberapa jam. Biasanya dicetuskan oleh peristiwa sehari-hari yang negatif. Dengan mengatasi keadaan krisisnya serta mengulur waktu, maka petugas kesehatan dapat menolong mengurangi mengurangi keinginan bunuh diri. c. Rigiditas Pada saat melakukan tindakan bunuh diri, pikiran, perasaan dan perilakunya terbatas. Mereka terus memikirkan bunuh diri saja dan tidak dapat menemukan jalan ke luar lain dari masalahnya. Mereka berpikir secara kaku.
C. IDENTIFIKASI IDENTIFIKASI PELAKU TINDAKAN TINDAKAN BUNUH DIRI
Sebelum menerapkan tatalaksana pencegahan tindakan bunuh diri, ada hal – hal – hal yang perlu diperhatikan dan diketahui oleh petugas kesehatan dalam mengidentifikasi pelaku tindakan bunuh diri yaitu: 1.
Mengidentifikasi Mengidentifikasi faktor risiko bunuh diri
Pada saat tenaga kesehatan kesehat an menduga adanya kemungkinan tindakan bunuh diri, faktor-faktor yang dinilai adalah: a. Kondisi kejiwaan saat ini, pikiran tentang kematian dan bunuh diri b. Seberapa siap dan secepat apa akan melakukan rencana bunuh diri c. Dukungan orang-orang terdekat (keluarga, teman dan sebagainya)
2.
Menilai tingkat risiko
Menilai tingkat risiko merupakan mer upakan hal penting untuk menentukan langkah selanjutnya. Perlu digali dan dinilai apakah risiko bunuh diri tinggi, sedang atau rendah.
3.
Memahami karakteristik karakteristik pelaku tindakan bunuh diri
a. Menghadapi sifat ambivalensi pelaku, petugas kesehatan berempati terhadap perasaannya, dapat memberikan dukungan dan mendampingi mereka melewati masa-masa sulit tersebut. Bila dukungan diberikan dan keinginan untuk hidup ditingkatkan, risiko tindakan bunuh diri akan berkurang. b. Menghadapi sifat impulsivitas pelaku, petugas kesehatan dapat membantu mengurangi keinginan bunuh diri dengan berusaha mengatasi krisi snya dan mengulur-ulur waktu. c. Menghadapi sifat rigiditas pelaku, petugas kesehatan hendaknya dapat membangun harapan dan kemungkinan masa depan yang positif. Jangan memberi harapan palsu tapi doronglah mereka untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang konstruktif.
Memperhatikan Pernyataan Niat Pelaku Tindakan bunuh diri 4. Memperhatikan
Sebagian besar pelaku bunuh diri mengutarakan pikiran dan niatnya untuk bunuh diri. Biasanya mereka memberikan tanda melalui pernyataan – pernyataan yang menggambarkan rasa tidak berguna hidup di dunia dan keinginan untuk mati. Semua pernyataan ini jangan dianggap enteng dan perlu diperhatikan karena sebenarnya merupakan ekspresi dari perasaan putus asa dan keinginan untuk ditolong.
D.
TEKNIK WAWANCARA
Cara terbaik untuk mengetahui seseorang akan melakukan bunuh diri adalah dengan bertanya langsung (autoanamnesis). Hal ini bertolak belakang dengan apa yang dipercaya masyarakat selama ini, bahwa membicarakan bunuh diri akan
menginspirasi mereka untuk melakukan tindakan bunuh diri. Pada kenyataannya mereka sangat senang dan lega dapat membicarakan secara terbuka mengenai dirinya dan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dalam diri mereka. Tidaklah mudah untuk bertanya pada seseorang tentang ide bunuh diri. Akan sangat membantu jika membicarakan masalah tersebut secara bertahap. 1. Beberapa pertanyaan yang perlu ditelusuri
Apakah orang tersebut: a. Merasa sedih b. Merasa tidak ada orang yang peduli. c. Merasa hidup tidak berharga. d. Akan menyukai tindakan bunuh diri. e. Telah bulat tekadnya untuk bunuh diri. f. Sudah punya waktu yang tepat untuk melaksanakan niatnya. g. Sudah mempunyai mempunyai cara yang akan akan digunakan. digunakan. Untuk menelusuri hal tersebut di atas, dengan cara mengajukan pertanyaan terbuka, agar mereka dapat bebas untuk memberikan jawabannya. Misalnya: ”Bagaimana perasaan saudara” atau ”Apa yang saudara rasakan”, atau ”Bisa saudara ceritakan kepada saya apa yang saudara pikirkan”. Untuk memastikan keadaan, sekali-sekali dapat juga diajukan pertanyaan tertutup.
2. Kapan saat bertanya yang tepat?
a. Pada saat seseorang telah memiliki perasaan bahwa dia dimengerti. b. Pada saat seseorang merasa nyaman membicarakan perasaan-perasaannya. c. Pada saat seseorang tengah membicarakan perasaan negatif seperti rasa sepi, tidak berdaya dan sebagainya.
3. Komunikasi petugas dengan pelaku tindakan bunuh diri
Hal – – hal hal yang perlu diperhatikan dan diketahui oleh petugas kesehatan dalam persiapan untuk berkomunikasi a. Kontak pertama dengan pelaku tindakan bunuh diri sangat menentukan berhasil atau tidaknya upaya mencegah tindakan bunuh diri. diri.
b. Tempat pertemuan (salah satu ruangan di Rumah Sakit) perlu bersifat pribadi, tenang dan nyaman sehingga percakapan tentang hal-hal yang pribadi dapat dilakukan, tanpa takut diketahui oleh oleh orang lain. c. Petugas kesehatan sebaiknya menyediakan waktu yang cukup dan siap untuk menghadapi gejolak emosi yang mungkin diperlihatkan oleh pelaku tindakan bunuh diri. d. Petugas kesehatan harus bisa menjadi pendengar yang baik, bisa merasakan apa yang sedang mereka alami tanpa ada upaya merendahkan apalagi memojokkan (berempati). e. Berikan dukungan emosional, biasanya mereka akan bersikap lebih terbuka sehingga keinginan bunuh diri dapat diperkecil. f. Kemampuan komunikasi yang baik dari seorang petugas kesehatan akan sangat membantu, karena pada saat seseorang merasa tidak mempunyai harapan lagi, kehadiran orang lain sebagai tempat berbagi, akan meringankan penderitaannya. 4. Cara melakukan komunikasi yang baik a. Bersikap
empatik
(kemampuan
untuk
merasakan
dan
memahami
perasaan orang lain tanpa menjadi terlarut),c terlarut),ctenang dan mendengar dengan penuh perhatian. b. Hargai pendapatnya dan nilai – – nilai nilai yang dianutnya. c. Berbicara dengan tulus dan beri kesan semua
yang dilakukan karena
didasari oleh perasaan ingin membantu. d. Perlihatkan sikap penuh perhatian dan penuh kehangatan. e. Pesan – pesan non verbal melalui gerak tubuh, hendaknya mencerminkan penghargaan dan penerimaan, bukan bukan penolakan. f. Cara bicara yang tenang, penuh perhatian, tidak menilai dan menerima apa yang dikatakan merupakan hal – – hal hal yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi yang baik. g. Dengarkan keluhannya, perlihatkan bahwa kita memahami apa yang sedang dihadapinya dengan tetap bersikap tenang.
h. Berikan dukungan, perhatian dan jaga kerahasiaan. i. Tanyakan percobaan bunuh diri yang pernah dilakukan sebelumnya. j. Tanyakan rencana bunuh diri yang ingin dilakukan. k. Ulur waktu dan buatlah perjanjian kesepakatan (misalnya menelpon petugas bila akan melakukan bunuh diri), membuka membuka pikiran orang yang yang mempunyai rencana untuk bunuh diri bahwa masih ada jalan keluar lain selain bunuh diri. l. Telusuri dukungan sosial lain yang mungkin dimilikinya. m. Bila memungkinkan, jauhkan pelaku dari sarana atau alat yang dapat dipakai untuk melakukan tindakan bunuh diri. n. Lakukan sesuatu (misalnya beritahu orang lain dalam hal ini keluarga atau orang terdekat berdasarkan berdasarkan
kesepakatan dengan pasien) dan berilah
pertolongan yang sesuai keadaan pelaku. cara 5. Cara – cara
yang
harus
dihindari dihindari
oleh
petugas petugas
kesehatan
dalam
berkomunikasi
a. Sering memotong pembicaraan. b. Mengabaikan percobaan bunuh diri. c. Menantang si pelaku untuk melanjutkan niatnya bunuh diri. d. Membuat persoalan menjadi lebih rumit. e. Memberikan keyakinan yang salah. f. Mengatakan bahwa segala sesuatu akan baik-baik saja. g. Memperlihatkan rasa terkejut, malu atau panik dan bersikap emosional. emosional. h. Memperlihatkan kesan sibuk dan tidak ingin diganggu. i. Menghakimi, menyalahkan, melecehkan dan memojokkan sehingga menambah rasa bersalah. j. Terlalu dominan atau otoriter. k. Memberikan jawaban – jawaban yang tidak jelas. l. Pertanyaan yang bersifat interogatif. m. Terlalu banyak bertanya. n. Meninggalkan pelaku tindakan bunuh diri seorang diri tanpa pengawasan.
C. Rencana tindak lanjut terhadap pasien dengan risiko bunuh diri 1. Penilaian dan penatalaksanaan penatalaksanaan
Setelah tenaga kesehatan mengidentifikasi orang dengan kecenderungan bunuh diri, maka perlu dilakukan penilaian: a.
Tingkat risiko terjadinya bunuh diri:
1) Risiko tingkat rendah
Orang yang telah mempunyai pikiran bunuh diri, mengatakan ”Saya tidak sanggup lagi”, ”Lebih baik saya mati”, tetapi belum memiliki rencana apapun. Cara penanganan a. Memahami pikiran dan perasaan orang yang akan bunuh diri serta menawarkan dukungan emosional. Semakin terbuka orang membicarakan tentang kehilangan, keterasingan dan perasaan tidak berharga, semakin sedikit gangguan emosi yang terjadi. Ketika gangguan emosi tersebut sudah kembali normal, mereka akan lebih mawas diri (reflective (reflective). ). Proses mawas diri ini amat penting artinya. b. Pembicaraan difokuskan pada kelebihan atau kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah terdahulu tanpa adanya keinginan untuk bunuh diri. c. Merujuk orang tersebut ke psikiater, psikolog klinis atau dokter. d. Menjalani konseling secara teratur
2) Risiko tingkat menengah
Orang yang mempunyai rencana dan keinginan bunuh diri, tetapi rencana tersebut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Cara penanganan a. Menawarkan dukungan emosional, memahami pikiran dan perasaan orang yang akan bunuh diri. Fokuskan pada kelebihan mereka, kemudian dilanjutkan dengan langkan-langkah di bawah ini: b. Bila pasien dalam keadaan ambivalen, maka tenaga kesehatan perlu menggarap hal tersebut sehingga secara bertahap keinginan untuk hidup akan semakin kuat.
c. Menggali cara penyelesaian masalah: petugas kesehatan harus berusaha menggali untuk mencari beberapa cara penyelesaian masalah, sehingga pasien dapat mempertimbangkan salah satu cara yang dianggap cocok untuk dirinya. d. Membuat perjanjian. Membantu (kalau perlu dibujuk) orang tersebut untuk bertekat tidak akan melakukan bunuh diri: i. dalam jangka waktu tertentu ii. tanpa menghubungi tenaga kesehatan e. Merujuk secepatnya ke psikiater, dokter, psikolog klinis atau konselor. f. Menghubungi keluarga, kerabat atau teman untuk meminta dukungan dukungan mereka.
3) Risiko tingkat tinggi
Orang ini memiliki rencana dan metode yang jelas, dan akan melakukannya dalam waktu dekat. Cara penanganan a. Mendampingi orang tersebut dan tidak boleh meninggalkannya sendirian. b. Berbicara dengan lemah lembut kepadanya agar ia mau membicarakan masalahnya. c. Menyingkirkan semua benda yang membahayakan seperti obat-obatan, racun, benda tajam, pistol. d. Membuat perjanjian seperti di atas. e. Menghubungi Menghubungi psikiater, psikolog klinis atau ata u dokter secepatnya dan membawa pasien ke rumah sakit untuk dirawat (jika dibutuhkan perawatan yang lebih intensif). f.
Memberitahu pihak keluarga, kerabat atau teman dan minta dukungan mereka.
B. Cara memberi tahu keluarga:
i.
Meminta persetujuan pasien dengan tindakan bunuh diri untuk mengetahui orang-orang
terdekat yang dapat dihubungi. dihubungi. Setelah mendapatkan
alamatnya segera menghubungi mereka.
ii.
Sekalipun pasien tidak mengizinkan, cobalah untuk mencari orang yang bersimpati pada penderitaan dan mau menolongnya. Segera hubungi mereka, katakan sebelumnya dan jelaskan bahwa kadang-kadang lebih mudah untuk berbicara dengan orang lain dibandingkan dengan anggota keluarga. Dengan demikian pasien tidak akan merasa diabaikan atau sakit hati bila sikap keluarga tidak sesuai dengan yang diharapkan.
iii.
Bicaralah pada keluarga secara baik-baik tanpa menuduh atau membuat mereka merasa bersalah.
iv.
Buatlah daftar mengenai hal-hal yang bisa dilakukan oleh keluarga untuk meringankan beban pelaku bunuh diri.
v. vi.
Tetap memperhatikan kebutuhan keluarga. Seperti halnya pelaku tindakan bunuh diri, keluarga maupun orang-orang yang dekat dengan mereka juga membutuhkan bantuan karena mereka juga mengalami perasaan kehilangan, terpukul, bersalah, bersalah, malu atau marah. Petugas kesehatan sebaiknya memperlakukan mereka dengan baik, berusaha
memberikan
dukungan, dan
turut
merasakan
perasaan
kehilangan atau rasa malu. vii.
Perlu diberikan penjelasan bahwa keluarga perlu bekerja sama dalam menangani anggota keluarga mereka karena kemungkinan tindakan bunuh diri yang gagal dapat terulang lagi pada masa yang akan datang.
viii.
Tekankan bahwa keluarga merupakan sumber dukungan terbesar, oleh sebab itu sikap-sikap positif dari keluarga seperti kasih sayang, perhatian, dan sikap yang tidak memojokkan amat dibutuhkan untuk membantu proses pemulihan pelaku tindakan bunuh bunuh diri.
Penilaian pada pasien beresiko bunuh diri dilakukan dengan cara skrining pasien beresiko bunuh diri pada assessmen awal gawat darurat yang ditunjukkan pada elemen gangguan perilaku. Pada pengkajian rawat inap keperawatan juga dilakukan penilaian tentang status emosional pasien yang beresiko bunuh diri.
2) Penempatan pasien yang beresiko bunuh diri
a. Pasien di tempatkan di tempat ruangan tersendiri, tidak dicampur dengan pasien yang lain. b. Pasien Pas ien di tempatkan di ruangan lantai 1, untuk mencegah terjadinya keinginan bunuh diri dengan cara melompat dari tempat tinggi. tinggi. c. Dalam ruangan pasien tidak dianjurkan didapatkan benda-benda tajam atau benda yang berpotensi membahayakan pasien maupun orang lain. d. Dalam ruangan tidak dianjurkan didapatkan tali temali baik kain maupun tali yang dapat membahayakan pasien maupun orang lain. la in. e. Jika terdapat kamar mandi dalam ruangan pasien, tidak dianjurkan pintu kamar mandi dapat dikunci baik dari dalam maupun dari luar. f. Tidak dianjurkan meninggalkan pasien sendiri tanpa pengawasan, baik dari petugas maupun dari pihak keluarga pasien.
BAB V DOKUMENTASI
1.
Skrining pasien di Assessmen Gawat Darurat yang dilakukan oleh dokter jaga IGD
2.
Penilaian saat pasien rawat inap terdapat dalam Pengkajian Rawat Inap yang dilakukan oleh perawat
BAB VI
PENUTUP
Pedoman Pencegahan Bunuh Diri diperuntukkan bagi petugas kesehatan yang berada di IGD karena mereka merupakan merupakan petugas yang berada berada di garda terdepan dalam menangani kasus bunuh diri. Dengan adanya pedoman ini diharapkan agar para petugas tersebut dapat melakukan prevensi dan mencegah terulang kembalinya tindakan bubuh diri, dan bilamana mereka menemui kasus yang mengarah pada tindakan bunuh diri maka dapat merujuk pasien untuk mendapatkan bantuan secara profesional (Psikiater/Psikolog). Dan semua aktivitas pelayanan didokumentasikan dalam rekam medis
DAFTAR PUSTAKA
1.
Allebeck P, Allgulander C. Psychiatric diagnoses as predictors of suicide; a comparison of diagnoses at conscription in Psychiatric care in a cohort of 50,465 young men. Br. J.Psychiatry 1990;157:339-344
2.
Mann JJ. Psychobiologic predictors of suicide. J Clin Psychiatry 1987;48 (Suppl 12) : 39-43
3.
Media Indonesia Online: Edisi Kesehatan, 7 Februari 2005. Angka Bunuh Diri di Jakarta 5,8 %
4.
Tempo Interaktif, Jumat 13 Februari 2005: Kasus Bunuh Diri di Gunung Kidul 95 % dengan Cara Gantung Diri.
5.
US Department of Health & Human Services: Pragmatic Considerations of Culture in Preventing Suicide, September 9-10, 2004. Philadelphia PA
6.
WHO. Suicide Prevention : Emerging from Darkness. 2001.
7.
WHO.World Helath Prevention Day- 10 Sep: Suicide Huge but preventable public health problem.