BAB I DEFINISI
Asuhan perioperatif adalah suatu ilmu kedokteran yang mencakup masalahmasalah sebelum anesthesia/ pembedahan, selama anesthesia/ pembedahan dan sesudah anesthesia/ pembedahan. Meliputi semua aspek fisiologis dan patologis yang mempengaruhi anesthesia dan pembedahan, pengaruh anesthesia dan pembedahan terhadap fisiologis tubuh dan resiko maupun komplikasi yang diakibatkannya. Asesmen Pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien baik subyektif maupun
obyektif
untuk membuat
keputusan dan perencanaan asuhan. Yang dimaksud dengan asesmen pra bedah adalah tahapan dalam mempersiapkan pasien secara fisik, psikis, dan menilai keadaan umum pasien untuk menentukan jenis tindakan t indakan yang akan dilakukan. Penilaian prabedah, meliputi: 1. Penilaian terhadap keadaan pasien secara menyeluruh termasuk riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang yang mendukungnya. mendukungnya. 2. Melakukan identifikasi faktor-faktor risiko anestesi, dan bila bermakna pasien harus diberitahu. 3. Mengoptimalkan kondisi kesehatan pasien sebelum tindakan anestesi dan pemnbedahan, seperti melakukan fisioterapi dada, latihan nafas dsb. 4. Menentukan status fisik berdasarkan American Society of Anesthesiologist (ASA) 5. Merencanakan tehnik anestesi dan penatalaksanaan perioperatif seperti terapi cairan dan transfusi darah. 6. Memperkenalkan diri kepada pasien agar dapat mengurangi kecemasan dan akan mempermudah dalam melakukan induksi anestesi 7. Memberikan instruksi yang jelas tentang obat yang harus diteruskan atau dihentikan pada hari pembedahan
BAB II RUANG LINGKUP
2.1.
Jenis Pelayanan Bedah
Sebagai Instalasi yang melakukan pelayanan pembedahan, Instalasi Bedah Sentral (IBS) melaksanakan pelayanan pembedahan elektif (berencana), pelayanan pembedahan emergency, dan pembedahan one day care surgery (ODCS). a. Operasi Gawat darurat/ Cito (emergency) Operasi Gawat darurat/ Cito adalah tindakan-tindakan pembedahan yang membutuhkan penanganan cepat dan tidak boleh ditunda karena bisa mengancam jiwa. Pendaftaran operasi gawat darurat dapat dilakukan setiap saat, baik jam kerja atau di luar jam kerja. b. Operasi Berencana (elektif) Operasi berencana (elektif ) adalah layanan tindakan pembedahan yang dijadwalkan ke IBS maksimal satu hari sebelum pembedahan. Pasien yang direncanakan untuk operasi di IBS harus sudah dilengkapi dengan pemeriksaan yang diperlukan sesuai dengan standar SMF bersangkutan dan SMF anestesi- reanimasi. c. Operasi One Day Care Surgery (ODCS) Layanan
bedah
sehari
(ODCS)
adalah
layanan
tindakan
pembedahan di rumah sakit. Persahabatan yang dilaksanakan di IBS dimana pasien datang dan pulang pada hari yang sama
(tidak
menginap). Penanggung jawab kegiatan ODCS di IBS adalah Kepala IBS dan penanggung jawab pelaksana harian adalah kepala ruangan pelayanan IBS. Kegiatan pelayanan operasi dilakukan oleh semua tenaga IBS menurut fungsinya sehari-hari.
2.2.
Batasan Operasional Pelayanan Bedah
Pelayanan Bedah sebagai sarana layanan terpadu untuk tindakan operatif terencana maupun darurat dan diagnostik. Unit Bedah Sentral RSIA NUN Surabaya merupakan ruang operasi yang dilengkapi dengan peralatan canggih yang terdiri dari 2 (dua) kamar operasi, ruang persiapan, dan ruang pulih sadar dapat melayani : 1) Tindakan Operasi Bedah Umum/ Digestif 2) Tindakan Operasi Kebidanan 3) Pelayanan Dokter Spesialis Anak pada Bayi Baru Lahir
2.3.
Pemberi Asesmen Pelayanan Bedah
BAB III TATA LAKSANA
3.1. Tata laksana Pelayanan Instalasi Bedah Sentral : A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan di operasi di kamar bedah agar dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Prosedur penjadwalan dapat dilihat di SPO Instalasi Bedah Sentral.
B. Penerimaan Dan Penyerahan Pasien
Menerima pasien yang akan dilakukan tindakan operasi yang diantar petugas, baik rawat inap, IGD, poliklinik maupun ODC. Agar tidak terjadi kesalahan pasien dan kesalahan diagnosa/ tindakan, maka perawat pre-operasi memeriksa kelengkapan pasien : 1. Nama pasien (bila pasien di bawah umur bisa ditanyakan kepada keluarga pasien). 2.
Daerah operasi yang akan dilakukan tindakan operasi telah ditandai
3.
Riwayat penyakit (ashma, alergi obat, dan riwayat penggunaan obat steroid dalam tiga bulan terakhir).
4.
Terpasang gigi palsu atau tidak, bila ya, petugas anesthesi membantu untuk melepaskannya
5.
Menanggalkan semua perhiasan pasien dan menyerahkannya ke keluarga pasien.
6.
Pastikan kuku dan bibir pasien bebas dari zat pewarna (cutek dan lipstick)
bila
masih
ada,
petugas
anesthesi
membantu
membersihkannya. 7.
Dokumen
pasien
:
( Informed
consent ,
hasil
pemeriksaan
Laboratorium, hasil pemeriksaan radiologi, hasil pemeriksaan fisik terakhir).
C. Persiapan Operasi
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat berhubungan dengan pemberian informasi yang sejelas – jelasnya mencakup manfaat dan resiko pembedahan. Beberapa hal yang perlu perbaikan sebagai berikut : a. Informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi standart dikuatkan risalah informasi bahwa agar memudahkan dalam pemberian karena faktor beban pelayanan yang cukup banyak. b.
Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama) atau operasi oleh tim khusus disamping risalah tertulis harus ada pertemuan khusus antara tim dengan pasien dan keluarganya sebelum operasi dilaksanakan.
D. Kerjasama antar Disiplin
1.
Persiapan Operasi , Pasien diperiksa di Instalasi Rawat Jalan (IRJ)
atau Instalasi Gawat Darurat (IGD) oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan konsultasi ke Kelompok Staf Medis (KSM) yang diperlukan. Setelah memenuhi standar pelayanan anestesi, pasien dikonsulkan ke dokter anesthesi 2.
Evaluasi Pra bedah, Dokter operator harus melakukan evaluasi pra
bedah untuk menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi KSM lain untuk membuat suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien, mengenai kondisi pasien, rencana tindakan, alternatif tindakan,tingkat keberhasilan, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan rencana pengelolaan pasca bedah harus didokumentasi lengkap dan disertakan dalam rekam medis pasien dan ditandatangani oleh dokter bedah yang bersangkutan. 3.
Pendaftaran operasi, Poliklinik/Ranap mendaftar ke IBS dan IBS
menentukan jadwal operasi serta mempersiapkan instrumen, alatalat, obat dan alkes yang diperlukan. Unsur yang terkait disini adalah
bagian instrumen, linen, depo farmasi, anestesi, teknisi, kebersihan, Central Steril Supply Department (CSSD). Jadwal rencana operasi didistribusikan ke perawat kontrol, Instalasi Rawat Inap terkait, KSM terkait (dokter operator bersangkutan, dokter anesthesi).
3.2. Asesmen Pra-Bedah A. Pemeriksaan
pra
bedah
dan
perencanaan
pra
bedah
yang
terdokumentasi.
Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi KSM lain untuk membuat suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien, mengenai kondisi pasien, diagnosis penyakit (indikasi
operasi/tindakan),
alasan
mengapa
harus
dilakukan
operasi/tindakan, hal yang akan terjadi bila tidak dilakukan operasi atau tindakan, apa yang dilakukan saat operasi atau tindakan, rencana tindakan, alternatif tindakan, tingkat keberhasilan, komplikasi operasi atau tindakan yang mungkin terjadi, alternatif terapi atau tindakan lain (bila ada), prognosis/kemungkinan-kemungkinan gambaran ke depan yang terjadi dan rencana pengelolaan pasca bedah, perkiraan biaya (hanya biaya operasi, tidak termasuk akomodasi dan obat) harus didokumentasi lengkap dan disertakan dalam rekam medis pasien dan ditandatangani
oleh
pasien
atau
keluarga,
dokter
bedah
yang
bersangkutan/ DPJP, saksi pihak pasien atau keluarga, dan saksi pihak RS. Informasi yang diberikan dicatat dalam lembar khusus informed consent yang disertakan dalam rekam medis pasien. Penilaian perioperatif seringkali kurang daripada yang seharusnya, dan terkadang adanya kurang komunikasi antara dokter bedah dan anestesiolog. Perhatian khusus harus diberikan pada hal-hal berikut yang ditemukan pada anamnesa : 1.
Riwayat penyakit terdahulu, operasi dan pembiusan sebelumnya.
2.
Terapi obat-obatan seperti kortoikosteroid, insulin, obat anti hipertensi,
tranqualizers,
antidepresan
trisiklik,
antikoagulan,
barbiturate, diuretic dan alergi obat. 3.
Gejala-gejala yang berhubungan dengan system respirasi, seperti batuk, sputum, bronkospasme, kemampuan untuk mengeluarkan lender.
4.
Sistem kardiovaskuler : toleransi latihan, nyeri angina, gagal jantung, hipertensi yang tidak diterapi.
5.
Kecenderungan untuk muntah. Pilihan obat dan tindakan anestesi untuk mengurangi mual muntah pasca bedah.
6.
Riwayat kehamilan dan menstruasi
7.
kebiasaan pasien ; merokok, minum alcohol dan adiksi obat.
Pada pasien seharusnya dilakukan pemeriksaan klinis yang lengkap, terutama: 1.
Tanda-tanda penyakit pernafasan : pola dan karakter pernafasan seperti dispneu, adanya suara tambahan pada auskultasi, jari tabuh, sianosis. Gejala-gejala tambahan yang perlu didiskusikan lagi pada kondisikondisi tertentu, seperti : a. Nyeri tulang atau kelemahan otot pada keganasan b. Kelemahan umum, demam atau kehilangan berat badan pada TBC c. Semua pasien harus ditanyakan mengenai kebiasaan merokok Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan : a. Warna dan kualitas suara harus dicatat b. Mengi yang terdengar harus bisa dikoreksi c. Dispneu d. Perhatian secara khusus harus diberikan pada pola, ekskursi dan simetrisitas dari gerakan pernafasan
e. Adanya suara tambahan pada pasien yang tidak memiliki penyakit pernafasan (ronki) memberikan peringatan bahwa kaliber bronkus abnormal. f. Rales atau crackers disebabkan oleh penutupan mendadak atau kolaps dari jalan nafas. Keadaan ini terjadi di awal inspirasi pada pasien dengan obstruksi jalan nafas dan pada akhir pernafasan jika berhubungan dengan penyakit paru restriktif. g. Beberapa manifestasi penyakit paru dapat dideteksi, seperti penggunaan
otot-otot
tambahan
dan
tracheal
tug
adalah
manifestasi dispneu berat, kecemasan dan kegelisahan dapat disebsbkan oleh hipoksia, hipertensi, berkeringat, vasodilatasi perifer dan kebingungan dapat terjadi pada pasien dengan retensi CO2 akut. 2.
Tanda-tanda penyakit jantung Penyakit jantung yang serius hampir selalu berhubungan dengan gejala dan tanda yang jelas seperti nyeri dada sewaktu aktivitas, dispneu, hemoptisis, sinkop, palpitasi dan edema. Tetapi iskemik miokardium akut dapat terjadi tanpa gejala yang jelas. Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan : a. Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit akibat adanya desaturasi hemoglobin pada pembuluh darah kapiler. b. Sianosis perifer berhubungan dengan peningkatan ekstraksi oksigen pada jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah kapiler pada kulit.hal ini terjadi saat curah jantung menurun; pada pasien yang normal ; berhubungan vasokotriksi perifer saat terpapar dingin. Pada sianosis sentral, kulit tetap hangat dan perubahan warna juga terlihat pada lidah akibat tercampurnya darah yang mengalami desaturasi dan yang mengalami oksigenasi pada jantung, pembuluh darah besar atau paru-paru.
c. Frekuensi nadi dan irama dapat dinilai dari palpasi arteri radialis, akan tetapi volume dan karakter gelombang nadi hanya dapat dinilai secara akurat melalui arteri karotis. d. Impuls jantung (apeks jantung) secara normal ditemukan pada ruangan interkostal 5 sesuai dengan linea midklavikularis. Posisinya mungkin dapat berubah akibat pemebasaran jantung atau factor ekstrakardiak lainya. Penyebab apapun pergeseran tersebut lebih penting disbanding dengan mencari lokasi yang pasti dari impuls tersebut. e. Langkah penting pada auskultasi adalah identifikasi secara benar dari suara jantung pertama dan kedua. Pulsasi arteri karotis harusnya diraba selama auskultasi. f. Murmur adalh bunyi yang dihasilkan akibat turbulensi aliran darah pada titik tertentu pada sirkulasi dan secara normal terjadi pada tempat tempat tertentu. Diastolik murmur merupakan bukti yang jelas adanya penyakit jantung. Murumur sistolik dengan tanpa adanya interval dengan bunyi jantung kedua biasanya berhubungan dengan penyakit organick. g. Adanya thrill mengidinkasikan adanya penyakit jantung organic. 3.
Status gizi :obesitas atau malnutrisi
4.
Warna kulit, terutama pucat, sianosis, kuning atau pigmentasi.
5.
Status psikologis pasien, derajat kecemasan.
B. Penandaan Lokasi Operasi Penandaan lokasi operasi oleh operator dilakukan di ruang perawatan atau di ruang persiapan operasi dengan tanda garis menggunakan spidol permanen. Penandaan dilakukan pada semua kasuskasus yang memungkinkan untuk dilakukan penandaan, sebagai contoh pengecualian pada kasus pembedahan mata, syaraf, Telinga Hidung Tenggorokan (THT), gigi dan mulut, persalinan, hemoroid.
C. Kunjungan Pre-Anesthesi Pasien yang akan menjalani operasi dan anestesi wajib dikunjungi oleh seorang anestesiolog. Hal-hal yang harus dilakukan adalah: 1. Riwayat anaesthesia 2. Melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai 3. Melakukan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium 4. Anestesiolog sebaiknya membiarkan pasien untuk mengajukan pertanyaan 5. Mencatat kegelisahan pasien 6. Menginformasikan rencana pembiusan
D. Perioperatif Pada Usia Lanjut Seseorang yang berumur 65-79 tahun disebut usia lanjut, begitu juga usia 80-90 tahun mereka juga termasuk usia lanjut. Secara fisiologis dimana pengelompokkan umur sangat bervariasi, sebab semakin bertambah
umur
semakin
rentan
terhadap
penyakit.
Variasi
pengelompokkan umur ini dinyatakan oleh American Society of Anesthesiologists Physical Status Classification. Ini diperkirakan lebih dari 100000 orang yang berumur lebih dari 65 tahun meniggal setelah operasi dalam tiap tahunnya.Untuk itu dokter anestesi harus memperhatikan dan mencari informasi sebanyak mungkin informasi tentang kesehatan pasien sebelum operasi untuk dapat memilih obat
yang
tepat
untuk
digunakan
sebagai
obat
anestesi,
serta
memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengariuhi kerja obat sebagai upaya pembuktian sesudah operasi tentang kebenaran prosedur operasi yang telah dilakukan. 1. Pemeriksaan Persiapan Operasi Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah: a. Anamnesis b. Pemeriksaan fisik c. Pemeriksaan penunjang
d. Laboratorium: gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati, darah perifer lengkap, hemostasis dan urin. e. Foto dada f. Elektrokardiogram g. Bila perlu ekokardiogram untuk melihat fungsi jantung h. Spirometri untuk menilai fungsi paru i. EEG bila perlu. Pemeriksaan tambahan pada pasien geriatri adalah: a. Activity Daily Living (ADL) scoring. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan derajat kemandirian seorang usila. b. Pemeriksaan mental pasien. Di sini dapat ditentukan tingkat kejernihan pikiran pasien, apakah sudah menderita demensia ataupun pra- demensia. Penilaian Pemeriksaan Organik : Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan ditambah dengan pemeriksaan penunjang sebelumnya, diagnosis dapat ditentukan demikian pula keadaan fungsional organ-organ dan selanjutnya dapat ditentukan apakah laik operasi atau tidak. Misalnya, jantung dalam keadaan terkompensasi, tidak nyata ada kelainan koroner, fungsi paru menurut hasil spirometri masih sesuai untuk batas umurnya, pada gambaran foto dada tidak ada infiltrat ataupun emfisema yang nyata, fungsi hati dan fungsi ginjal masih baik, begitu juga tak ada kelainan pada hemostasis, maka pada pasien usila ini secara organis dapat dilakukan operasi. Namun demikian, risiko operasi pada usila tetap lebih tinggi daripada usia muda, karena secara fisiologi sudah terjadi proses menua. Menurut skoring Goldman, usia lebih dari 70 tahun memiliki risiko lebih tinggi. Proses Menua Organ-organ
Perubahan fisiologis ketuaan dapat mempengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyerta lebih berperan sebagai faktor risiko.
Secara umum pada usila terjadi penurunan cairan tubuh total dan lean body mass dan juga menurunnya respons regulasi termal, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat dan juga mudah terjadi hipotermia.
Pada kulit: terjadi reepitelisasi yang melambat dan juga vaskularisasi berkurang sehingga penyembuhan luka lebih lama.
Sistem kardiovaskular: pada jantung terjadi proses degeneratif pada sistem hantaran, sehingga dapat menyebabkan gangguan irama jantung. Katup mitral menebal, compliance ventrikel berkurang, relaksasi isovolemik memanjang, sehingga menyebabkan gangguan pengisian ventrikel pada fase diastolik dini, mengakibatkan terjadinya hipotensi
bila
terjadi
dehidrasi,
takiaritmia
atau
vasodilatasi.
Compliance arteri berkurang, sehingga mudah terjadi hipertensi sistolik. Sensitivitas baroreseptor berkurang sehingaa menurunkan respons heart rate terhadap stres dan menurunnya kadar renin, angiotensin, aldosteron sehingga mudah terjadi hipotensi.
Paru dan sistem pernafasan: elastisitas jaringan paru berkurang, kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidak serasian antara ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan dia-fragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal nafas. Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, sehingga berisiko terjadi infeksi dan aspirasi.
Ginjal: jumlah nefron berkurang, sehingga Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Respon terhadap kekurangan Natrium (Na) menurun, sehingga berisiko terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluarkan garam dan air berkurang, dapat terjadi overload cairan dan juga menyebabkan kadar hiponatremia. Ambang rangsang glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak
dapat dipercaya. Produksi kreatinin menurun karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun kreatinin serum normal, tetapi LFG telah menurun.
Saluran pencernaan: asam lambung sudah berkurang. Motilitas usus berkurang.
Hati: aliran darah dan oksidasi mikrosomal berkurang, sehingga fungsi metabolisme obat juga menurun.
Sistem imun: fungsi sel T terganggu dan terjadi involusi kelenjar timus, dengan akibat risiko infeksi.
Otak: semakin tua terjadi atrofi serebri. Pr ostat : Hipertrofi prostat menyebabkan retensi urin. Pada penilaian prabedah perlu memperhatikan keadaan organ-organ yang sudah mengalami proses menua ini. Misalnya terapi cairan harus diperhitungkan lebih teliti mengingat fungsi jantung dan fungsi ginjal yang sudah menurun dan pada usila harus diingat juga bahwa volume cairan tubuh sudah berkurang sehingga mudah terjadi dehidrasi. Penyakit-penyakit penyerta pada usila harus diperhatikan, karena pasien geriatri umumnya sudah mengidap beberapa penyakit yang berhubungan dengan usia, yaitu: penyakit jantung kronis, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik/menahun, diabetes melitus dan lainlain. Pada autopsi, 75% dari subyek yang berusia 60 tahun terdapat minimal satu stenosis koroner signifikan dan hanya setengah dari kasus-kasus ini yang bermanifestasi klinis. Begitu juga dari penelitian Framingham, ternyata hampir seperempat dari infark miokard adalah silent . Sedangkan penyakit-penyakit paru merupakan komplikasi utama dan penyebab kematian pasca bedah, seperti pneumonia, aspirasi, emboli paru dan salah satu faktornya adalah rokok dan penyakit paru sebelumnya terutama Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Semua penyakit penyerta ini hendaknya diobati atau ditenangkan lebih dahulu dan selama operasi harus juga ikut dimonitor
dan
diatasi.
Penanganan
selama
operasi
ataupun
pascabedah, harus memperhatikan kondisi organ-organ yang sudah menua ini, misalnya pemberian Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) peroral
dapat
mengakibatkan
pendarahan
lambung,
walaupun
operasinya berjalan sukses. 2. Penilaian Prabedah Kasus Geriatri Setelah lolos dari penilaian klinis dan penilaian pemeriksaan penunjang terhadap organ-organ tadi, berikut dengan perhatian khusus terhadap kondisi proses menua dan penyakit-penyakit penyertanya, maka sekarang perlu dilakukan penelitian terhadap pemeriksaan khusus geriatri berupa skor Activity Daily Living (ADL) dan tes mental, dan juga penelusuran kehidupan di rumah. Di sini dipertimbangkan : a. Kejelasan indikasi operasi dan tujuannya. b. Progresivitas penyakit dan keterbatasan yang diakibatkannya. c. Risiko operasi d. Kemungkinan timbul penyakit baru atau penyulit e. Apakah perbaikan kualitas hidup akan benar tercapai setelah operasi f. Kebutuhan
pasien
untuk
mempertahankan
secara
maksimal
aktivitas dan produktivitasnya g. Dana yang juga ikut berperan bagi sebagian besar masyarakat kita.
Penilaian-penilaian ini tidak saja berlaku untuk operasi elektif, tetapi juga untuk operasi darurat. Tentu saja untuk operasi darurat perlu penilaian segera, walaupun berisiko besar operasi tetap dilaksanakan demi untuk menyelamatkan jiwa.
E. Tata laksana Persiapan Operasi
1. Anamnesa. 2. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan fisik rutin meliputi: keadaan umum, kesadaran, anemis / tidak, BB, TB, suhu, tekanan darah, denyut nadi, pola dan frekuensi pernafasan. b. Dilakukan penilaian kondisi jalan nafas yang dapat menimbulkan kesulitan intubasi 3. Pemeriksaan Laboratorium a. Darah : Hb, Ht, hitung jenis lekosit, golongan darah, waktu pembekuan dan perdarahan b. Urine : protein, reduksi, sedimen c. Foto thorak : terutama untuk bedah mayor d. EKG : rutin untuk umur > 40 tahun e. Elekrolit ( Natrium, Kalium, Chlorida ) f. Dilakukan pemeriksaan khusus bila ada indikasi ,misal: a. EKG : pada anak dan dewasa < 40tahun dengan tanda-tanda penyakit kardiovaskuler. b. Fungsi hati ( bilirubin, urobilin dsb ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi hati. c. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi ginjal.
PERSIAPAN DI HARI OPERASI
1. Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi / muntah. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi , sedang anak / bayi 4-5 jam. 2. Tentang pemberian cairan infus sebagai pengganti defisit cairan selama puasa, paling lambat 1 jam sebelum operasi
(dewasa) atau
3 jam sebelum operasi , untuk bayi / anak dengan rincian :
* 1 jam I
: 50%
* 1 jam II
: 25%
* 1 jam II
: 25 %
3. Gigi palsu / protese lain harus ditanggalkan sebab dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu. 4. Perhiasan
dan
kosmetik
harus
dilepas
/dihapus
sebab
akan
mengganggu pemantauan selama operasi. 5. Pasien masuk kamar bedah memakai pakaian khusus, bersih dan longgar dan mudah dilepas 6. Mintakan ijin operasi dari pasien atau keluarganya
Penatalaksanaan :
1. Sudah terpasang jalur/ akses intravena menggunakan iv catheter ukuran minimal 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang paling maksimal bisa dipasang. 2. Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi Oksigen (O2) 3. Dilakukan pemeriksaan fisik ulang, jika ditemukan perubahan dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan elektif maka pembedahan dapat ditunda untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut. 4. Jika pasien gelisah /cemas diberikan premedikasi : a. Midazolam dosis 0,07 – 0,1mg/kgBB iv b. Pada anak SA 0,01 – 0,015 mg/kgBB + midazolam 0,1mg/kgBB + ketamin 3 – 5mg/kgBB Intra Muskular atau secara Intravena SA 0,01 mg/kgBB + midazolam 0,07 mg/kgBB 5. Sebelum dilakukan induksi diberikan oksigen 6 liter/menit dengan masker (pre oksigenasi) selama 5 menit. 6. Obat induksi yang digunakan secara intravena : a. Ketamin ( dosis 1 – 2 mg/kgBB ) b. Penthotal (dosis 4 – 5 mg/kgBB ) c. Propofol ( dosis 1 – 2mg/kgBB )
7. Pada penderita bayi atau anak yang belum terpasang akses intravena, induksi dilakukan dengan inhalasi memakai agent inhalasi yang tidak iritasi atau merangsang jalan nafas seperti halothane atau sevoflurane. 8. Selama induksi dilakukan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi maupun saturasi oksigen) 9. Pada kasus operasi yang memerlukan pemeliharan jalan nafas, dilakukan intubasi endotracheal tube. 10. Pemeliharaan anestesi dilakukan dengan menggunakan asas trias anestesia (balance anaesthesia) yaitu : sedasi, analgesi, dan relaksasi 11. Pemeliharaan anestesi dapat menggunakan agent volatile (halothane, enflurane, maupun isoflurane) atau Total Intravena Anestesia (TIVA) dengan menggunakan ketamin atau propofol. 12. Pada pembedahan yang memerlukan relaksasi otot diberikan pemeliharaan dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi. 13. Ekstubasi dilakukan setelah penderita sadar. 14. Setelah operasi penderita dirawat dan dilakukan pengawasan tanda vital secara ketat di ruang pemulihan. 15. Penderita dipindahkan dari ruang pemulihan ke bangsal setelah memenuhi kriteria ( Aldrete score > 8 untuk penderita dewasa atau Stewart Score > 5 untuk penderita bayi / anak) 16. Apabila post-operasi diperlukan pengawasan hemodinamik secara ketat maka dilakukan di ruang yang lebih intensif (HCU).
3.3. Operasi Darurat (CITO- E mergency )
A. Dilakukan perbaikan keadaan umum seoptimal mungkin sepanjang tersedia waktu. B. Dilakukan
pemeriksaan
laboratorium
standard
atau
pemeriksaan
penunjang yang masih mungkin dapat dilakukan. C. Pada operasi darurat, dimana tidak dimungkinkan untuk menunggu sekian lama, maka pengosongan lambung dilakukan lebih aktif dengan
cara merangsang muntah dengan apomorfin atau memasang pipa nasogastrik. D. Dilakukan induksi dengan metode rapid squence induction menggunakan suksinil kolin dengan dosis 1 – 2 mg /kgBB. E. Pemeliharaan anestesi dan monitoring anestesi yang lainnya sesuai dengan operasi elektif.
BAB IV DOKUMENTASI
Seluruh hasil pencatatan hasil asesmen pra-bedah harus ditulis di dalam rekam medis pasien (form asesmen pra-bedah dan catatan perkembangan pasien terintegrasi(CPPT)), minimal mencakup data utama yang wajib yang dilengkapi, yaitu : A. Data dasar, berupa identitas pasien (nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, dan nomer register pasien) dan nama pihak yang terlibat (dokter operator, dokter anesthesi) B. Evaluasi pra-bedah, meliputi anamnesis (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit lainnya, riwayat pengobatan dan operasi sebelumnya), pemeriksaan fisik (Vital Sign, jalan nafas, pemeriksaan sistem organ). C. Pemerikaan penunjang laboratorium sesuai kebutuhan pasien. D. Diagnosis pra-bedah dan rencana tindakan. Selain pendokumentasian asesmen pra-bedah, juga perlu dilakukan edukasi terhadap pasien dan keluarga, serta yang paling penting dilakukan Informed consent , persetujuan dari pihak pasien dan keluarga, serta dari pihak rumah sakit, setelah dokter operator menjelakan terkait rencana tindakan, kompilkasi yang mungkin terjadi, hasil yang diharapkan, dan kemungkinan alternatif pengobatan/tindakan.