PANDANGAN REGULASI SECARA SOSIAL TERHADAP PENGARUH FINANCIAL TECHNOLOGY Muhammad Taufiq Ridhwan - 55416120019 Email :
[email protected] Universitas Mercu Buana Magister Teknik Elektro Dosen : DR. Ir. Iwan Krisnadi, MBA ABSTRAK Pada saat ini konsep finansial merupakan salah satu bidang yang mendukung kekuatan perekonomian suatu negara. Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil via kumulasi kapital dan inovasi teknologi. Baru-baru ini telah muncul inovasi terbaru dalam bidang keuangan yang sering disebut financial technology (FinTech). Fintech telah membawa warna baru dalam dunia finansial. Fintech berasal dari istilah financial technology atau teknologi finansial. Beberapa damapak positif pengembangan keuangan digital di Indonesia dengan cara penerapan Fintech antara lain: kemudahan pelayanan finansial, melengkapi rantai transaksi keuangan, meningkatkan taraf hidup. Fintech juga mampu menerbitkan sistem pinjaman uang dengan cara transparan sehingga masyarakat bisa mengetahui berapa persen bunga yang harus dibayarkan, berapa cicilan per bulannya dan berapa lama tenor pinjaman yang tersedia. Fintech sebagai inovasi perkembangan keuangan digital sangat bermanfaat dan berdampak positif apabila diterapkan di Indonesia. Inovasi fintech ini tentunya perlu regulasi dan diawasi oleh lembaga – lembaga terkait seperti OJK ataupun Bank Indonesia dalam melakukan transaksi elektronik, karena pelaku bisnis fintech ini dapat menjadi ancaman ataupun peluang bagi perekonomian suatu negara sehingga perlu diawasi dan diatur dengan jelas. Kata kunci : Fintech, Regulasi, Digital, Keuangan I. PENDAHULUAN Fintech merupakan suatu inovasi pada sektor keuangan dimana inovasi finansial mendapatkan sentuhan dari teknologi modern yang dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan proses transaksi keuangan. Proses transaksi keuangan ini meliputi proses pembayaran, proses peminjaman uang, asuransi, proses jual beli barang ataupun saham. Di Indonesia sendiri, para start up melihat peluang yang besar pada industri
fintech, terbukti dengan munculnya banyak start up fintech seperti UangTeman, kredivo, akulaku, Modalku dan masih banyak lagi. Hal tersebut dipicu oleh persentase di Indonesia hanya 19% penduduk yang menggunakan bank konvensional sehingga ada 81% penduduk Indonesia yang menjadi peluang bagi para pelaku bisnis fintech. Selain itu, dipicu juga oleh data pengguna layanan e-commerce dan komunikasi yang mencapai 281.9 juta dari jumlah penduduknya 255 juta sehingga persentase 1
layanan data dibandingkan dengan jumlah penduduknya mencapai 110,5% dan ini menjadi peluang yang besar bagi pelaku bisnis fintech. Dalam penyelenggaraan konsep fintech ini diatur atau mengikuti UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) No. 11 Tahun 2008 yang telah diperbaharui menjadi UU ITE No. 19 tahun 2016 khususnya dalam menjaga data privasi nasabah serta dalam proses transaksi yang bertujuan untuk melindungi konsumen atau masyarakat. Selain itu, OJK dan Bank Indonesia pun juga mengeluarkan regulasi untuk sistem fintech di Indonesia. II. TUJUAN Berdasarkan pemaparan pendahuluan, penelitian makalah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui keterkaitan pada penerapan fintech (Financial Technology) di Indonesia terhadap regulasi sosialnya serta jenis – jenis produk bisnis fintech yang ada di Indonesia. III. MANFAAT Manfaat yang diharapkan dari makalah ini bisa memberikan informasi kepada masyarakat dalam menggunakan atau mengenal produk – produk fintech yang memberikan kemudahan layanan finansial, aman dan terpercaya dalam melakukan transaksi online serta mengelola keuangan. Selain itu, lebih mengulas informasi dan dampak terhadap regulasi sosial. IV. METODOLOGI Metode penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan data tentang financial technology serta hukum atau
regulasi yang mengatur bisnis fintech oleh lembaga – lembaga terkait. V. PERMASALAHAN Pada tema yang dibahas makalah ini, ada beberapa masalah atau isu yang akan dibahas yaitu : a. Sistem fintech (Finansial Technology) dalam ruang lingkup sosial. b. Resiko bisnis fintech (Finansial Technology). c. Kandungan regulasi atau hukum yang mengatur fintech (Finansial Technology) sesuai dengan jenis produk atau layanan dari bisnis fintech itu sendiri. VI. PEMBAHASAN 1. Implementasi Sistem Fintech Pada Masyarakat di Indonesia. Fintech merupakan inovasi baru pada keuangan atau finansial yang menggunakan sentuhan teknologi digital. Dari konsep sistem fintech ini bermunculan start up – start up yang memberikan bermacam – macam produk layanan keuangan. Pada gambar 1.1 merupakan gambar klasifikasi layanan finansial berikut dengan aplikasi start up.
Gambar 1.1 Klasifikasi Layanan Finansial dan aplikasi start up Sumber : Fintech Indonesia 2
Para penyelenggara bisnis fintech secara massive melakukan promosi melalui media sosial, brosur maupun sistem kerjasama dengan instansi ataupun retail terkait produk layanan finansial yang ditawarkan sehingga dapat langsung diketahui oleh masyarakat, khususnya masyarakat kalangan menengah ke bawah. Banyaknya pelaku bisnis fintech ini terbukti dengan pertumbuhan fintech yang meningkat di tiap tahunnya dari tahun 2006 hingga 2016 sesuai pada gambar 1.2.
Layanan yang diberikan oleh startup fintech pasti berkaitan dengan finansial. Namun, setiap startup fintech memiliki fokus atau layanan khusus yang berbedabeda. Ada startup yang fokus terhadap bisnis mikro, dengan menyediakan penjualan pulsa, pembayaran tagihan, dan layanan keuangan. Kemudian ada juga startup yang fokus menyediakan payment gateway untuk memudahkan berbagai macam urusan pembayaran. Ada juga startup fintech yang fokus menyediakan produk finansial, seperti kartu kredit, asuransi, dan investasi.
Gambar 1.2 Pertumbuhan Bisnis Fintech Sumber : Visi Teliti Saksama Berkembangnya pelaku bisnis fintech ini diikuti dengan antusiasme masyarakat Indonesia yang menggunakan aplikasi layanan keuangan berbasis teknologi mobile. Hal tersebut disebabkan layanan dari fintech ini memberikan banyak manfaat ataupun kemudahan pada sektor keuangan. Adapun beberapa manfaat dari fintech bagi masyarakat adalah sebagai berikut : 1. Kemudahan pelayanan finansial. 2. Memperkuat ekosistem keuangan. 3. Melengkapi rantai transaksi keuangan. 4. Meningkatkan taraf hidup khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 5. Mengurangi praktek rentenir dengan bunga tinggi
Gambar 1.3 Persentase Ecosystem Fintech di Indonesia. Sumber : Fintech Indonesia Para pelaku fintech ini, jika dilihat dari gambar 1.3 persentase terbanyak berfokus pada payment gateway, Investment dan Lending Peer to Peer (P2P) sesuai dengan kebutuhan ataupun minat dari masyarakat Indonesia di berbagai kalangan. Dengan banyaknya pelaku bisnis fintech, diperlukan pengawasan dari lembaga terkait seperti Kemkominfo karena berkaitan dengan teknologi digital serta OJK dan BI selaku regulator keuangan dan perekonomian di Indonesia dengan tujuan 3
melindungi masyarakat bisnis fintech.
maupun pelaku
2. Resiko Sistem Fintech Dalam setiap sistem ataupun unit bisnis apapun pasti memiliki resiko, begitu pula yang terjadi pada industri fintech. Resiko yang mengancam bisnis jasa layanan keuangan oleh perusahaan berbasis teknologi ini adalah sebagai berikut : 1. Resiko diserang hacker atau peretas sistem. 2. Resiko gagal bayar bagi fintech yang bisnisnya menjadi perantara pembiayaan atau kredit (Lending). 3. Resiko penipuan. 4. Resiko penyalahgunaan data konsumen. Agar tidak terjadi resiko – resiko tersebut, atau dalam mengantisipasi permasalahan tersebut diperlukan regulasi yang tepat dibawah pengawasan Kemenkominfo, OJK dan BI. 3. Kandungan Regulasi Sosial Terhadap Fintech Pertumbuhan industri fintech yang cukup pesat di Indonesia diperlukan pengawasan dalam hal ini adalah aturan atau regulasi yang tepat, dibuat regulasi yang tepat agar industri fintech tumbuh dengan sehat sehingga tidak akan mematikan perindustrian fintech. Di Indonesia, ada 3 lembaga atau instansi penting yang berperan sebagai regulator dalam mengatur industri fintech yaitu Kemenkominfo, OJK dan tentunya BI dengan tujuan sebagai berikut : 1. Melindungi konsumen atau masyarakat dalam bertransaksi digital yang aman dan nyaman.
2. Menumbuhkan industri fintech sehingga dapat membantu mendongkrak perekonomian nasional. 3. Memberikan tanggung jawab transparansi keuangan terhadap konsumen. Untuk kemenkominfo sebenarnya telah mengeluarkan regulasi UU ITE Nomor 11 tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843), dalam hal fintech ini lebih khususnya ada aturan dalam melaksanakan ketentuan pasal 15 ayat (3) peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik, perlu menetapkan peraturan menteri komunikasi dan informatika tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik yang tercantum pada peraturan menteri komunikasi dan informatika nomor 20 tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik. Selain itu, bagi penyelenggara bisnis fintech telah diatur juga pada peraturan menteri komunikasi dan informatika nomor 36 tahun 2014 tentang tata cara pendaftaran penyelenggara sistem elektronik. Para penyelenggara fintech yang telah terdaftar di bank Indonesia harus mengikuti yang namanya regulatory sandbox, yaitu para pelaku fintech harus menguji sistem bisnisnya dengan rentang waktu antara 6 sampai dengan 12 bulan sebelum bisnisnya dioperasikan secara penuh.
Gambar 1.4 Alur Regulatory Sandbox 4
Selama masa uji coba ini, perusahaan tersebut akan didampingi oleh pemerintah secara administrasi hukum dan operasional sistem sehingga tidak ada aturan yang dilanggar oleh perusahaan fintech. Uji coba Regulatory Sandbox yang dikeluarkan bank Indonesia sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan anggota dewan gubernur BI yaitu PADG No.19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial, serta diperkuat oleh PADG No. 19/15/PADG/2017 tentang tata cara pendaftaran, penyampaian informasi, dan pemantauan penyelenggara teknologi finansial. Selain itu, Bank Indonesia selaku regulator keuangan di Indonesia membuat aturan khusus mengenai penyelenggaraan teknologi finansial atau dikenal dengan fintech mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 yang berisi diantaranya : 1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (PBI Tekfin) diterbitkan dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Perkembangan teknologi dan sistem informasi terus melahirkan berbagai inovasi yang berkaitan dengan teknologi finansial; b. Perkembangan teknologi finansial di satu sisi membawa manfaat, namun di sisi lain memiliki potensi risiko; c. Ekosistem teknologi finansial perlu terus dimonitor dan dikembangkan untuk mendukung terciptanya stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran yang efisien, lancar, aman, dan andal untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi nasional yang berkelanjutan dan inklusif; d. Penyelenggaraan teknologi finansial harus menerapkan prinsip perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehatihatian; e. Respons kebijakan Bank Indonesia terhadap perkembangan teknologi finansial harus tetap sinkron, harmonis, dan terintegrasi dengan kebijakan lainnya yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. 2. Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini berlaku bagi Penyelenggara Teknologi Finansial yang menyelenggarakan Teknologi Finansial di bidang sistem pembayaran. 3. Ruang lingkup pengaturan dalam PBI ini mencakup: a. Tujuan dan ruang lingkup; b. Pendaftaran; c. Regulatory Sandbox; d. Perizinan dan persetujuan; e. pemantauan dan pengawasan; f. kerja sama Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dengan Penyelenggara Teknologi Finansial; g. koordinasi dan kerja sama; dan h. sanksi. Kemudian OJK (Otoritas Jasa Keuangan) juga yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan dengan tujuan mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan, teratur, adil, transparan, akuntabel dan stabil serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat berwenang untuk membuat peraturan atau 5
regulasi pada industri fintech dengan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI). Dari regulasi ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan industri LPMUBTI atau Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending sebagai alternatif sumber pembiayaan baru bagi masyarakat yang selama ini belum dapat dilayani secara maksimal oleh industri jasa keuangan konvensional, seperti perbankan, pasar modal, perusahaan pembiayaan, dan modal ventura. POJK ini juga dibuat untuk melindungi kepentingan konsumen dan nasional, dan pada saat yang sama tetap menyediakan ruang bagi penyelenggara Fintech di Tanah Air untuk dapat tumbuh dan berkembang, serta memberi kontribusi bagi perekonomian nasional. Penyelenggara Fintech P2P Lending dalam POJK ini dikelompokkan sebagai lembaga jasa keuangan lainnya yang masuk dalam ranah pengawasan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Selain mengatur penyelenggaraan LPMUBTI atau Fintech P2P Lending, POJK ini juga mendorong terciptanya ekosistem Fintech secara menyeluruh yang mencakup Fintech 2.0 (antara lain Fintech perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga keuangan mikro, perusahaan pembiayaan, modal ventura, pergadaian, penjaminan, dan payment) dan Fintech 3.0 (antara lain Fintech big-data-analytic, aggregator, robo-advisor, blockchain, dan lain-lain). Pertumbuhan yang sangat cepat ini perlu diantisipasi untuk melindungi kepentingan
konsumen terkait keamanan dana dan data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta stabilitas sistem keuangan.
Gambar 1.5 Bagan Ekonomi Digital Dalam rangka mengadopsi semangat regulatory sandbox sebagaimana diimplementasikan pada pengaturan Fintech start-up di berbagai negara, POJK ini menerapkan ketentuan mengenai pendaftaran dan perizinan. Penyelenggara diwajibkan untuk melakukan pendaftaran sebelum mengajukan permohonan untuk memperoleh izin. Dalam masa pendaftaran ini, Penyelenggara telah dapat melakukan aktivitas secara penuh dengan mendapat pendampingan dari OJK yang secara terus menerus melakukan evaluasi. Paling lama 1 (satu) tahun setelah terdaftar, Penyelenggara wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh izin kepada OJK. VII. PENUTUP 1. Kesimpulan Dengan adanya teknologi finansial dapat memberikan kemudahan layanan keuangan kepada konsumen atau masyarakat tanpa perlu khawatir dengan sistem fintech yang diselenggarakan oleh pelaku fintech selama mereka terdaftar resmi di Bank Sentral 6
Indonesia, karena aturan yang telah dibuat oleh lembaga terkait seperti Kemenkominfo, OJK dan BI telah melakukan pengujian terhadap pelaku fintech dengan menggunakan metode regulatory sandbox yang tercantum pada PBI (Peraturan Bank Indonesia), PADG (Peraturan Anggota Dewan Gubernur) dan POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) mengenai fintech, serta diperkuat secara teknis oleh regulasi yang dibuat Kemenkominfo dalam UU ITE. Sehingga pelaksanaan fintech di Indonesia dapat tumbuh berkembang dan bersaing secara sehat antar sesama pelaku fintech serta bisa membantu masyarakat yang membutuhkan keuangan secara cepat, praktis, aman dan nyaman. 2. Saran Adapun saran terkait hal ini adalah sebagai berikut : 1. Diperlukan Pengawasan khusus oleh badan terkait terhadap pelaku fintech untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti pencucian uang atau penggelapan dana. 2. Keamanan jaringan, sistem, serta data harus terjaga, agar tidak diretas dan disalahgunakan. 3. Pengecekan terhadap calon konsumen atau masyarakat yang menggunakan layanan fintech ini menggunakan sistem yang terintegrasi secara data dan latar belakangnya. 4. Regulasi terhadap sistem fintech oleh lembaga terkait harus melibatkan pelaku fintech agar dapat tumbuh dan berkembang, maksudnya tidak berkembang karena regulasi pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA 1. Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. 2. Bank Indonesia, Peraturan Anggota Dewan Gubernur No. 19/15/PADG/2017 tentang tata cara pendaftaran, penyampaian informasi, dan pemantauan penyelenggara teknologi finansial. 3. Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI). 4. Setiaji Bagas, Triana, Harimurti B, 2016, “STRATEGI PENGUATAN SEKTOR IKNB MELALUI INISIASI PROGRAM NASIONAL AKSELERASI INDUSTRI PEER TO PEER LENDING (P2PL)”, Univeritas Gajah
Mada, Yogyakarta. 5. Andini Gita, 2017, “ Faktor-Faktor yang Menentukan Keputusan Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Lembaga Keuangan Mikro Peer to Peer Lending “, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta. 6. Pratama Bambang, 2016 “Mengenal Regulatory Sandbox pada Fintech”, Universitas Binus, Jakarta.
7