BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia yang menjadi wabah internasional sejak pertama kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh (Kemenkes, 2015). Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes, 2015). Meskipun telah ada kemajuan dalam pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih merupakan merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia ini (Smeltzer dan Bare, 2015). Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar dan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun dan tanpa gejala yang nyata, nyata, hingga keadaan imunosupresi imunosupr esi yang berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian (Padila,2012). AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang ditandai dengan gejala menurumya sistem kekebalan tubuh. Jumlah penyandang HIV/AIDS semakin meningkat dan menjadi pandemi global. Joint/United Nations Programme Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan melaporkan terdapat sekitar 34 juta individu terinfeksi HIV dan 8 juta individu menyandang AIDS di dunia pada tahun 2012. Di Indonesia, terdapat 39.434 penyandang penyandang AIDS hingga tahun 2012. Jumlah kematian kematian akibat AIDS di dunia pada tahun 2006 ialah sekitar 2,6 juta. Angka mortalitas penyandang AIDS di Indonesia adalah 7.293 hingga September 2012. (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI 2012, Putri et al. 2012) Proporsi orang yang terinfeksi HIV, tetapi tidak mendapat pengobatan anti HIV dan akhirnya akan berkembang menjadi AIDS diperkirakan mencapai lebih dari 90%. Karena tidak adanya pengobatan anti HIV yang efektif, Case Fatality Rate dari AIDS menjadi sangat tinggi, kebanyakan penderita di negara berkembang (80-90%) (80-90% ) mati dalam 3 sampai 5 tahun sesudah di diagnosa terkena AIDS (Kunoli,2012). Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah tempat tinggal penderitanya (Tangadi,1996 & Budiharto,1997 dalam Desima,2013). Laporan dari Joint United Nations Programme on HIV and AIDS atau UNAIDS pada tahun 2015 terdapat 2,1 juta infeksi HIV baru diseluruh dunia, yang banyak tersebar di
1
wilayah afrika dan asia. Data ini menambah total penderita HIV menjadi 36.7 juta dan penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang (UNAIDS, (UNAIDS, 2016). Laporan perkembangan HIV AIDS dari Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit atau Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI pada tanggal 18 Mei 2016 menyebutkan bahwa di Indonesia dari bulan Januari sampai dengan Maret 2016 jumlah HIV yang dilaporkan sebanyak 7.146 orang dan AIDS sebanyak 305 orang. Rasio perbandingan perbandingan antara laki-laki dan dan perempuan yaitu yaitu 2:1 (Ditjen P2P Kementrian Kementrian Kesehatan Kesehatan RI, 2016). Kematian penyandang AIDS tidak kunjung mencapai angka nol dan menjadi lima besar penyebab mortalitas mortalitas pada anak dan dewasa dewasa di dunia. Penyebab kematian kematian pada penyandang penyandang AIDS adalah penurunan sistem imunitas secara progresif sehingga infeksi oportunistik dapat muncul dan berakhir pada kematian. Infeksi oportunistik muncul dengan bentuk infeksi baru oleh mikroorganisme lain (bakteri, fungi dan virus) atau reaktivasi infeksi laten yang dalam kondisi normal dapat dikontrol oleh sistem imun sehingga tidak menimbulkan manifestasi. Munculnya infeksi oportunistik mengindikasikan adanya efek pada imunitas yang dimediasi sel akibat imunodefisiensi dan berhubungan dengan jumlah sel T CD4+ dan mekanisme lainnya (Irianto K, 2014).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian AIDS? 2. Apa klasifikasi dari HIV/AIDS? 3. Apaetiologi dari AIDS? 4. Apa saja manifestasi klinis AIDS? 5. Bagaimana patofisiologi AIDS? 6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari AIDS? 7. Apa saja penatalaksanaan dari AIDS? 8. Apa saja komplikasi dari AIDS? 9. Apa saja pencengahan dari AIDS? 10. Bagaimana WOC dari AIDS? 11. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien AIDS?
1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian AIDS 2. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dari HIV/AIDS 3. Mahasiswa mampu mengetahuietiologi dari AIDS 4. Mahasiswa mampu mengetahui saja manifestasi klinis AIDS 2
5. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi AIDS 6. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari AIDS 7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan dari AIDS 8. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari AIDS 9. Mahasiswa mampu mengetahui pencengahan dari AIDS 10. Mahasiswa mampu mengetahui WOC dari AIDS 11. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien AIDS
1.4 MANFAAT
1. Bagi pemerintah dan instansi kesehatan Mahasiswa dan pemerintah maupun instansi kesehatan, dapat bekerja sama dalam memberikan pengetahuan mengenai penyakit AIDS. 2. Bagi profesi keperawatan Mahasiswa dan profesi keperawatan dapat bekerja sama dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien mengenai AIDS. 3. Bagi mahasiswa keperawatan Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan mengenai AIDS dan mampu mengaplikasikannya di saat praktek klinik
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997). AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes, 2014). AIDS
adalah
suatu
penyakit
yang
disebabkan
oleh
retrovirus
HumanImmunodeficiency Virus (HIV) danditandai oleh suatu kondisiimunosupresi yang memicu infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis (Kummar, et al.2015).
2.2 Klasifikasi Klasifikasi HIV/AIDS
Stadium
Skala Aktivitas Gambaran Klinis
Asimptomatic, aktivitas normal I
a. Asimptomatic b. Limfodenopati generalisata Simptomatic, aktivitas normal a. BB menurun < 10% b. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti: dermatitis, pruigo,
II
ulkus oral, seboroik, onikomikosis yang rekuren dan kheilitis angularis. c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir d. Infeksi saluran afas bagian atas seperti: sinusitis bakteriaslis Pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur kurang dari 50% a. BB > 10%
III
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan d. Kandidiasi orofaringeal
4
e. Oral hairy leukoplakia f. TB Paru dalam tahun terakhir g. Infeksi bacterial yang berat seperti: pneumonia dan piomiositish Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50% a. HIV wasting syndrome seperti: yang didefenisikan oleh CDC b. Pneumonia pneumocytis carinii c. Toksoplasmosis otak d. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan e. Retinitis virus sitomegalo f. Kriptokokosis extra pulmonal IV (AIDS)
g. Herpes simplex mukokutan > 1 bulan h. Leukoensepalopati multifokal progresif i.
Mikosis disminata seperti histoplasmosis
j.
Kandidiasis disofags, trakea, bronkus dan paru
k. Mikobakteriasis atipikal diseminata l.
Septisemia salmonelosis nontifoid
m. Tuberkulosis di luar paru n. Imfoma o. Sarkoma kaposi
2.3 Etiologi
Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang menularkan virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam family retroviridae, subfamili lentiviridae, genus lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk family retrovirus yang merupakan kelompok virus RNA yang mempunyai berat molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai berbagai subtipe. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1. Infeksi HIV terutama menyerang sel T limfosit dan system saraf pusat. Cara masuknya ke dalam sel mulai dengan ikatan reseptornya pada sel lomfosit dan diikuti rusaknya inti kemudian memecahkan dirinya menjadi beberapa virus HIV. Secara berantai, virus HIV kembali akan menyerang sel lomfosit CD4 sehingga akhirnya terjadi penurunan daya tahan tubuh secara menyeluruh dan disebut acquired immune defeciency syndrome (AIDS (United States Preventive Services Task Force, 2011). 5
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia ja ringan otak. Menurut Syaiful (2010).Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya: 1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS 2. Ibu pada bayinya 3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS 4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril 5. Menggunakan jarum suntik secara bergantian Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut : 1. Janin dengan ibu yang terjangkit HIV. 2. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik. 3. Pekerja seks komersial. 4. Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin
2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis pada seseorang penderita AIDS seperti ;rasa lelah dan lesu ,berat
badan menurun secara drastis, demam, mencret dan kurang nafsu makan, pembengkakan leher dan lipatan paha. Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain tumor dan infeksi oportunistik menurut Irianto K (2014): 1. Manifestasi tumor diantaranya: 1) Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer. 2) Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun. 2. Manifestasi Oportunistik diantaranya 1) Manifestasi pada Paru-paru a. Pneumonia Pneumocystis (PCP) Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam. b. Cytomegalo Virus (CMV) 6
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS. c. Mycobacterium Avilum Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan. d. Mycobacterium Tuberculosis Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru. 2) Manifestasi pada Gastroitestinal Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan. 3. Manifestasi Neurologis Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer.
2.5 Patofisiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan etiologi dari infeksi HIV/AIDS. Penderita AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 < 200µL meskipun tanpa ada gejala yang terlihat atau tanpa infeksi oportunistik. HIV ditularkan melalui kontak seksual, paparan darah yang terinfeksi atau sekret dari kulit yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi kepada janinnya atau melalui laktasi (Spirit ia, 2009). Molekul reseptor membran CD4 pada sel sasaran akan diikat oleh HIV dalam tahap infeksi. HIV terutama akan menyerang limfosit CD4. Limfosit CD4 berikatan kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membrane virus ke membran sel. Dua ko-reseptor permukaan sel, CCR5 dan 14 CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4. Koreseptor menyebabkan perubahan konformasi sehingga gp41 dapat masuk ke membran sel sasaran (Febrianti, 2011). Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasikan banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4 juga dapat menimbulkan sitopatogenitas melalui beragam mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram) anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel). 7
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang AIDS (Anonim , 2012; WHO-UNAIDS, 2009): 1. Uji Laboratorium setelah infeksi HIV ditegakkan: -
Assay beban Virus (HIV,RNA PCR atau bDNA)
-
Hitung sel CD4 (AIDS terdiagnosis jika terdapat antibodi positif dan titer virus plus CD4 < 200 atau infeksi oportunistik)
-
Hitung darah lengkap dengan diferensial dan hit ung trombosit
-
Panel kimia termasuk profil lipid puasa
-
Urinalisis
-
Foto rontgen dada
-
PAP smear pada wanita
-
Serologis, sifilis, toksoplasmosis gondii, hepatitis A,B,dan C, CMV , varicella zoster.
-
PPD
2. Tes Serologis: 1) Tes antibody serum 2) Tes blot western 3) Sel T limfosit: Penurunan jumlah total, Sel T4 helper, T8 (sel supresor sitopatik), P24 (Protein pembungkus Human Immunodeficiency Virus (HIV), Kadar Ig, Reaksi rantai polimerase, Tes PHS 3. Histologis Pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi: parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral. 4. Neurologis: EEG,MRI,CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf) 5. VCT (Voluntary Counseling Testing) VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya untuk mencegah penularan HIV/AIDS, memberikan dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga , dan lingkungannya. Tujuan VCT : -
Upaya pencegahan HIV/AIDS.
-
Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.
8
-
Upaya pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan jika terinfeksi HIV/AIDS (Vaseli u,dkk., 2010): 1. Terapi Infeksi Opurtunistik Terapi ini bertujuan menghilangkan, pemulihan pengendalian infeksi , nasokomial, sepsis atau opurtunistik. Melakukan pengendalian inveksi yang aman untuk pencegahan kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis. 2. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >500 mm3 3. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS. 5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
9
6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV). 7. Paliatif care Perawatan paliatif bisa mengeksplorasi individu penderita dan keluarganya bagaimana memberikan perhatian khusus terhadap penderita, penanggulangannya serta kesiapan untuk menghadapi kematian. Langkah-langkah dalam pelayanan paliatif (Kemenkes, 2013),adalah: 1) Menentukan tujuan perawatan dan harapan pasien 2) Memahami pasien dalam membuat wasiat atau keinginanterakhir 3) Pengobatan penyakit penyerta dan aspek social 4) Tatalaksanagejala 5) Informasi danedukasi 6) Dukungan psikologis, cultural dansocial 7) Respon faseterminal 8) Pelayanan pasien faseterminal
Aktifitas perawatan paliatif pada penderita: 1) Membantu penderita mendapat kekuatan dan rasa damai dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. 2) Membantu kemampuan penderita untuk mentolerir penatalaksanaanmedis. 3) Membantu penderita untuk lebih memahami perawatan yangdipilih.
Aktifitas perawatan paliatif pada keluarga: 1) Membantu keluarga memahami pilihan perawatan yangtersedia. 2) Meningkatkan kehidupan sehari-hari penderita, mengurangi kekhawatiran dari
orang yang dicintai (asuhan keperawatan keluarga). 3) Memberi kesempatan sistem pendukung yangberharga.
Pelayanan asuhan keperawatan penderita meliputi pemenuhan kebersihan diri (mandi, berhias, kebersihan mulut, perawatan kuku), kebutuhan nutrisi, kebutuhan tidur dan kenyamanan tempat tidur dan memfasilitasi lingkungan ruang rawat yang kondusif. Kebutuhan saat-saat terminal adalah memberi dukungan pada keluarga (memberikan kesempatan bertanya, memberikan informasi, memberikan saran cara memberikan dukungan pada penderita, menyediakan barang-barang yang memberi rasa nyaman, menyediakan dukungan interdisiplin). Selain mengurangi gejala-gejala yang muncul, perawatan paliatif juga memberikan dukungan dalam hal spiritual dan psikososial. Perawatan paliatif setelah penderita 10
meninggal dilakukan dengan memberikan dukungan moral kepada keluarga yang berduka. Bagi tenaga kesehatan dibutuhkan empati yang besar dan kemampuan khusus dalam melakukan perawatan paliatif. Salah satu aspek penting dalam perawatan paliatif adalah kasih, kepedulian, ketulusan, dan rasa syukur. Begitu pentingnya aspek ini, sampai melebihi pentingnya penanganan nyeri yang mutlak harus dilakukan dalam perawatanpaliatif. Tim perawatan paliatif harus berupaya untuk membuat penderita menerima keadaannya sehingga masih bisa menjalani hidupnya meskipun umurnya tak lama lagi. Kebanyakan kualitas hidup penderita dengan penyakit tak bisa disembuhkan akan terus memburuk atau menurun, jika harapan penderita tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tim paliatif harus dapat memodifikasi ekspektasipenderita, sehingga jarak antara harapan dan kenyataannya menjadi lebih dekat. Bisa dengan cara membangkitkan spirit untuk hidup, orientasi masa depan, keimanan bahkan tentang seksualitasnya. Harapan selalu ada, tapi sebaiknya tidak memberikan harapan yang palsu karena harapan juga harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan.
Untuk itu
keluarga merupakan kunci makna hidup dalam
perawatanpaliatif. Perawatan paliatif dapat memenuhi kebutuhan perbaikan kualitas hidup penderita dan keluarganya melalui perawatan yang tidak hanya menekankan pada gejala fisik seperti nyeri, tetapi juga terhadap aspek-aspek emosional, psikososial dan spiritual. Banyak kasus yang ditemukan ketika para penderita kanker, malu untuk bersosialisasi dan tidak percaya diri dalam menjalani kehidupannya. Kondisi seperti ini membutuhkan perawatan paliatif dalam meningkatkan
kualitas
hidup
agar
lebih baik. Selain kepada penderitanya, perawatan paliatif juga memberi dukungan kepada seluruh anggota keluarga dan pelaku rawat lainnya. (Taher, A,2010). Bagi penderita kanker stadium dini, perawatan paliatif merupakan pendamping pengobatan medis. Meningkatnya kualitas kehidupan penderita karena perawatan paliatif
diharapkan
akan
membantu
keseluruhan, (Sugiaman, S, 2016).
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari AIDS (Agustriadi,2008) :
11
proses
penyembuhan
kanker
secara
1. Oral lesi: Kandidia, herpes simplek, sarcoma kaposi, HPV oral, ginggivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. 2. Neurologik: Kompleks dimensia AIDS, Enselophaty akut, Neuropati, dan lain-lain. 3. Gastrointestinal:
Diare,
pertumbuhan
cepat
flora
normal,
limpoma,
dan
sarcoma kaposi, limpoma, sarcoma kaposi, Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal akibat infeksi 4. Respirasi: Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas. 5. Dermatologik: Lesi kulit stafilokokus, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus. 6. Sensorik: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan, Otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri. 7. Respirasi : Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides 8. Dermatologik : Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan decubitus 9. Sensorik : Pandangan : Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan. Pendengaran: OMA dan OMK, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
2.9 Pencegahan
Pencegahan HIV/AIDS menurut Murni, dkk (2009) diantaranya melalui: 1. A (Abstinance) Tidak melakukan seks bebas atau tidak melakukan hubungan seks dengan penderita HIV/AIDS 2. B (Be Faithfull) Setia kepada pasangan 3. C (Condom) Menggunakan kondom jika melakukan hubungan seks 4. D (Don’t Inject) Tidak menggunakan jarum suntik yang bergantian demgan orang lain atau memakai jarum yang tidal steril, tato atau akupuntur 5. E (Education) Mencari informasi yang benar dan tepat tentang HIV/AIDS
12
2.10 WOC Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti, dengan yang terinfeksi HIV
Transfusi darah yang terinfeksi HIV
Tertusuk jarum bekas penderita HIV
Ibu hamil menderita HIV
Virus masuk dalam tubuh lewat luka berdarah Sperma terinfeksi masuk kedalam tubuh pasangan lewat membran mukosa vagina, anus yang lecet atau luka
Virus Masuk Dalam Peredaran Darah Dan Invasi Sel Target Hospes
T helper / CD4+
Sel B
Makrofag
Terjadi perubahan pada struktural sel diatas akibat transkripsi RNA virus + DNA sel sehingga terbentuknya provirus
Sel penjamu (T helper, limfosit B, makrofag) mengalami kelumpuhan
Menurunnya sistem kekebalan tubuh
HIV/AIDS
Infeksi Oportunistik
Sistem GIT
Virus HIV + kuman salmonela, clostridium, candida
Integumen
Sistem Reproduksi
Candidiasis
Herpes zoster + Herper simpleks
Sistem respirasi
Sistem neurologi
Mucobakterium TB
Ulkus Genital Menginvasi mukosa saluran cerna
Peningkatan peristaltik
Ruam, Difus, Bersisik, Folikulitas, kulit kering, mengelupas eksema
Demam, Batuk Non Produktif, Nafas Pendek
Psoriasis
Terapi trimetoprim sulfame
Diare Anorexia kehilangan cairan aktif
MK : Kerusakan Integritas kulit
Ruam, Pruritus, Papula, Makula Merah Muda 13
MK: Defisit Nutrisi < Keb. Tubuh
Perubahan Status Mental, Kejang, Kaku Kuduk, Kelemahan, , Vomitus, Demam, Panas, Pusing
Penurunan ekspansi paru
Ketidaknyamanan intake makanan
Mual,kehilangan nafsu makan
Meningitis Kriptococus
PCP (Pneumonia Pneumocystis)
Dermatitis Serebroika
Kriptococus
Mk : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
MK : Gangguan Rasa Nyaman
MK : Resiko cedera
MK : Pola Nafas Tidak Efektif
MK : Bersihan jalan nafas
BAB III ASKEP HIV/AIDS
3.1 ILUSTRASI KASUS
Ny. E umur 35 tahun dengan diagnosa medis HIV/AIDS stadium IV datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada dada,sulit bernafas dan meriang selama 3 hari sebelumnya pasien di diagnosa penyakit Pneumonia pneumocytis carinii akibat penyakit HIV. Pasien mengatakan mengalami diare 7 hari sudah diperiksakan di puskesmas dekat rumahnyadan diare sudah berkurang.Pasien mengatakan minum air putih hanya 3 gelas dalam sehari.Selain itu pasien mengatakan mual muntah lemah dan lesu. Pasien mengatakan penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan, berat badan awal 56kg sekarang 44 kgserta terjadi pembesaran kelenjar getah bening.Selain itu terdapat kadidiasis disekitar mulut pasien.Pasien mengatakan sering merasa gatal dan terkadang kulitnya mengelupas yang mengakibatkan pasien tidak bisa tidur dan lelah hal itu terjadi karenakan efek samping dari terapinya. Dari hasil pemeriksaan di dapatkan TTV TD : 130/80 mmhg, Nadi : 90 kali/menit, Respirasi : 26x/menit, Suhu : 37,8 ℃, CRT>3.Pasien tampak pucat, turgor kulit jelek, mata cekung, konjungtiva anemis.Pasien terlihat gelisah, tampak merintih dan sering menggaruk bagian tubuhnya yang gatal serta terdapat ruam pada kulit pasien. 3.2 PENGKAJIAN 1. Identitas klien
Nama
: Ny E
Umur
: 35 thn
Agama
: Islam
Alamat
: Bandar kidul RT/RW 05/01 Kec. Mojoroto Kota
Kediri Pendidikan Terakhir
: SMA
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Diagnosa Medis
: HIV Stadium IV (AIDS)
Tanggal/waktu MRS
: 11 Februari 2018
11:00 wib
Tanggal/waktu Pengkajian
: 12Februari 2018
13.00 wib
Penanggung jawab
Nama
:Tn. P 14
Umur
: 37 thn
Agama
: Islam
Alamat
: Bandar kidul RT/RW 05/01 Kec. Mojoroto Kota
Kediri Pendidikan Terakhir Pekerjaan
: SMA : Sopir
2. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama
Nyeri pada dada,sulit bernafas dan meriang 2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. E umur 35 tahun dengan diagnosa medis HIV/AIDS stadium IV datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada dada,sulit bernafas dan meriang selama 3 hari sebelumnya pasien di diagnosa penyakit Pneumonia pneumocytis carinii akibat penyakit HIV. Pasien mengatakan mengalami diare 7 hari sudah diperiksakan di puskesmas dekat rumahnya dan diare sudah berkurang.Pasien mengatakan minum air putih hanya 3 gelas dalam sehari.Selain itu pasien mengatakan mual muntah lemah dan lesu. Pasien mengatakan penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan, berat badan awal 56 kg sekarang 44 kg serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening.Selain itu terdapat kadidiasis disekitar mulut pasien.Pasien mengatakan sering merasa gatal dan terkadang kulitnya mengelupas yang mengakibatkan pasien tidak bisa tidur dan lelah. 3) Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien mengatakan memiliki penyakit HIV stadium IV 4) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki penyakit turunan / menurun 3. Kebutuhan Dasar Khusus 1) Pola Nutrisi
Sebelum sakit: klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi cukup, yaitu: nasi, ikan dan sayur. Sedangkan untuk kebutuhan minum klien yaitu dengan frekuansi 6-7 gelas/hari, yakni air putih.
Selama sakit: klien mengatakan jarang makan sebab tidak ada nafsu makan, sedangkan untuk kebutuhan minum klien biasanya 3-4 gelas/hari .
15
2) Pola Eliminasi
Sebelum sakit : klien mengatakan BAB dalam konsistensi padat, berwarna
kecoklatan, serta berbau gas amoniak dengan frekuensi 1-2kali/hari, sedangkan untuk BAK klien biasanya berwarna kuning dengan bau khas dan dengan frekuensi 3-4kali/hari. Selama sakit : klien mengatakan BAB dalam konsistensi feses encer atau cair
dengan frekuensi 5-6kali/hari sedangkan untuk BAK klien yaitu berwarna kuning,bau khas amoniak dengan frekuensi tetap yaitu 3-4kali/hari 3) Pola Personal Hygiene
1) Mandi
Sebelum sakit: mandi sebanyak 3x dalam sehari dengan menggunakan sabun
Selama sakit: mandi sebanyak 1x dalam sehari (siang saja) dengan menggunakan sabun
2) Oral hygiene
Sebelum
sakit:
sikat
gigi
sebanyak
3x
dalam
sehari
dengan
menggunakan sikat gigi dan odol
Selama sakit: sikat gigi sebanyak 1x dalam sehari (siang saja) dengan menggunakan sikat gigi dan odol dikarenakan terdapat banyak kandidiasis pada mulutnya.
3) Cuci rambut
Sebelum sakit: cuci rambut sebanyak 2-3x dalam seminggu dengan menggunakan samphoo.
Selama sakit: sikat gigi sebanyak 1x dalam seminggu dengan menggunakan samphoo.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit: klien mengatakan waktu tidur malam yaitu jam 22.0005.00,sedangkan untuk tidur siang yaitu jam 13.00-15.00
Selama sakit : klien mengatakanwaktu tidur tidak menentu dan sulit untuk tidur
16
5) Pola Aktifitas dan Latihan
Sebelum sakit:klien mengatakan dapat melakukan berbagai jenis aktivitas dengan baik dan aktif.
Selama sakit:klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya
6) Pola Kognitif Perseptual Pasien mengetahui tentang penyakitnya 7) Pola konsep diri
a. Gambaran diri Pasien menyukai semua bagian tubuhnya namun semenjak sakit pasien tidak menyukai tubuhnya dikarenakan terdapat ruam dikulit dan kulitnya bersisik serta terdapat merintis. b. Identitas diri Pasien merasa senang sebagai ibu dan seorang istri dari keluarganya dan orang biasa yang hidup ditengah-tengah masyarakat c. Harga diri Hubungan pasien dengan orang sekitarnya baik dan pasien merasa dihargai dilingkungannya namun semenjak sakit beliau dijauhi oleh orang orang disekitarnya d. Ideal diri Pasien ingin selalu berkumpul dengan keluarganyarnya e. Peran diri Pasien merupakan seorang ibu dan istri bagi anak dan suaminya 8) Pola Koping
Bila ada masalah pasien slalu mendiskusikan dengan suami dan anak -anaknya 9) Pola Peran Hubungan
Pasien dengan tetangga dan lingkungannya baiknamun semenjak sakit beliau dijauhi oleh orang orang disekitarnya dan tetangganya 10) Pola Nilai dan Kepercayaan
Meskipun
sakit
pasien
tetap
menjalankan
ibadahnya
sesuai
dengan
kemampuannya. 11) Pola reproduksi seksual
Pasien mengatakan bahwa pola reproduksi seksualitasnya terganggu karena
17
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual. 12) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada awalnya tata nilai keyakinan pasien akan berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai balasan akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting dalam hidup pasien. 4. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan umum Keadaan umum
: lemah
Kesadaran : composmentis TD : 130/80 mmhg Nadi : 90 kali/menit Respirasi: 26x/menit Suhu : 37,8 ℃, CRT>3 Berat badan: 40 kg Tinggi badan: 148 cm Pemeriksaan fisik B1-B6
B1(Breathing) 1) Inspeksi: Pasien batuk, adanya retraksi dinding dada, napas cuping hidung, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan cepat dan dangkat, napas pendek (cusmaul), respirasi : 26x/menit. 2) Palpasi: Torak didapatkan taktil vremitus seimbang kanan dan kiri 3) Perkusi : Didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru 4) Auskultasi : Didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas tambahan ronchi basah pada sisi yang sakit.
B2 (Blood)
1) Inspeksi : konjungtiva anemis, TD : 130/80 mmhg,tidak terdapat clubbing finger,tidak ada cyanosis pada ujung-ujung ekstrimitas. 2) Palpasi:akral teraba dingin, CRT kembali lebih dari 3 detik,arteri radialis teraba berdenyut cukup kuat dan regular dengan frekuensi nadi : 90 kali/menit 3) Perkusi: 18
4) Auskultasi: normal
B3 (Brain)
1) Inspeksi: Kesadaran pasien composmentis,pasien bisa berkomunikasi dan mendengar dengan baik,dapat menjawab semua pertanyaan dengan lancer dan benar,daya ingat pasien bagus dan normal, pasien tidak bisa tidur karena sering merasa gatal 2) Palpasi:Pemeriksaan reflek profunda = normal 3) Perkusi: 4) Auskultasi:
B4 (Bladder)
1) Inspeksi: BAB dalam konsistensi feses encer atau cair, BAK klien yaitu berwarna kuning,bau khas amoniak. 2) Palpasi: Terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubliks 3) Perkusi: 4) Auskultasi:
B5 (Bowl)
1) Inspeksi:Terdapat kandidiasis orofaring, pembesaran kelenjar getah bening, disfagia, penurunan nafsu makan dan berat badan, diare 2) Palpasi: Perut membuncit dan terdapat nyeri tekan abdomen 3) Perkusi: 4) Auskultasi: Terjadi peningkatan bising usus/hiperperistaltik.
B6 (Bone)
1) Inspeksi: terdapat ruam
pada kulit pasien dan terkadang kulit
mengelupas serta gatal, terdapat tanda- tanda lesi (lesi sarcoma Kaposi), kulit berwarna pucat, turgor kulit jelek. 2) Palpasi: terdapat edema pada ekstermitas 3) Perkusi: 4) Auskultasi: 3.3 DATA PENUNJANG
Pemeriksaan laboraturium : Hitung sel CD4 (antibodi positif dan titer virus plus CD4 < 200 atau infeksi oportunistik)
Hitung darah lengkap dengan diferensial dan hitung trombosit
Assay beban Virus (HIV,RNA PCR atau bDNA)
19
ELISA ( + )Stadium IV Neurologis: EEG,MRI,CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
3.4 ANALISA DATA NO.
DATA
1.
Ds: - Pasien mengatakan nyeri pada dadanya - Pasien mengatakan sulit bernapas dan batuk kering - Pasien mengatakan meriang selama 2 hari - Pasien mengatakan muda lelah Do: - TTV : TD :130/80mmHg Nadi : 90 x/menit RR : 26 x/mnt Suhu : 37,8 oC CRT >3 detik - Pasien tampak sesak - Pasien sering memegangi dadanya
2.
DS : - Pasien mengatakan mengalami diare 7 hari sudah diperiksakan di puskesmas dekat rumahnyadan diare sudah berkuran. - Pasien mengatakan mual dan muntah - Pasien mengatakan lemah dan lesu - Pasien mengatakan minum air putih hanya 3 gelas dalam sehari
ETIOLOGI Infeksi Oportunistik
Sistem respirasi
MASALAH KEPERAWATAN Pola Nafas Tidak Efektif b.d penurunan ekspansi paru
Mucobakterium TB
PCP (Pneumonia Pneumocystis)
Demam, Batuk Non Produktif, Nafas Pendek
Penurunan ekspansi paru
Infeksi Oportunistik
Sistem GIT
Virus HIV + kuman salmonela, clostridium, candida
Menginvasi mukosa saluran cerna
DO : - Pasien tampak pucat dan lemah - Turgor kulit jelek - Peristaltik usus meningkat
Peningkatan peristaltik
Diare 20
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d kehilangan cairan aktif akibat diare
-
-
3.
Mata cekung,konjungtiva anemis Membran mukosa kering TTV : TD :130/80mmHg Nadi : 90 x/menit RR : 26 x/mnt Suhu : 37,8 oC CRT >3 detik
DS : - Pasien mengatakan sering mual - Pasien mengatakan mual muntah lemah dan lesu. - Pasien mengatakan penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan, berat badan awal 56 kg sekarang 44 kg serta - Pasien mengatakan terjadi pembesaran kelenjar getah bening. - Pasien mengatakan terdapat kadidiasis disekitar mulut pasien
kehilangan cairan aktif
Infeksi Oportunistik
Sistem GIT
Virus HIV + kuman salmonela, clostridium, candida
Menginvasi mukosa saluran cerna
Peningkatan peristaltik
DO : - Membran mukosa pucat - Berat badan pasien menurun - Pasien menghabiskan 5 sendok dari porsi makannya - Kandidiasi pada lidah dan area sekitar mulut - TB : 156 kg - BB : 44 kg - IMT : 18,06kg/m2 4.
DS : - Pasien mengatakan sering merasa gatal - Pasien mengatakan terkadang kulitnya mengelupas
Defisit Nutrisi< Keb. Tubuh b.d ketidakmampuan mencerna makanan
Ketidaknyamanan intake makanan
Anorexia
Mual,kehilan gan nafsu makan
Infeksi Oportunistik
Integumen
21
Kerusakan Integritas kulit b.d efek samping terapi
-
Pasien mengatakan tidak bisa tidur dan lelah.
Herpes zoster + Herper simpleks
DO: - Pasien terlihat gelisah - Pasien tampak merintih - Pasien terlihat sering menggaruk bagian tubuhnya yang gatal - Terdapat ruam pada kulit pasien
Dermatitis Serebroika
Ruam, Difus, Bersisik, Folikulitas, kulit kering, mengelupas eksema
Psoriasis
Terapi trimetoprim sulfame
3.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektifb.d penurunan ekspansi paru 2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d kehilangan cairan aktif a kibat diare 3. Defisit Nutrisi < Keb. Tubuh b.d ketidakmampuan mencerna makanan 4. Gangguan Rasa Nyaman b.d efek samping terapi
3.6 Intervensi NO. 1.
DIAGNOSA
Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
TUJUAN
INTERVENSI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dengan kriteria hasil: NOC Label : Respiratory Status: Airway patency 1. Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal 2. Tidak menggunakan
NIC Label : Airway Management 1. Posisikan pasien semi fowler 2. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak adanya suara adventif 3. Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai NIC Label : Oxygen Therapy
22
RASIONAL IC Label : Airway Management 1. Untuk memaksimalkan potensial ventilasi 2. Memonitor kepatenan jalan napas 3. Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen NIC Label
otot-otot bantu pernapasan NOC Label : Vital Signs Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C) -
2.
Gangguan Setelah 3×24 jam, keseimbangan produk eliminasi fekal cairan dan dapat berbentuk elektrolit b.d fisiologis dengan kriteri kehilangan hasil : cairan aktif Eliminasi fekal: akibat diare 1. Pola eliminasi normal berbau amoniak dan 23
1. Pertahankan jalan napas paten 2. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi 3. Monitor aliran oksigen NIC Label : Respiratory Monitoring 1. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas 2. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu pernafasan 3. Monitor suara nafas seperti snoring 4. Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheynestokes dll Paliatif care 1. Anjurkan keluarga pasien untuk menemani pasien dalam keadaan sakit. 2. Anjurkan pasien untuk selalu mengucapkan istigfar. 3. Anjurkan pasien untuk selalu berserah diri kepada allah
Manajemen diare 1. Tentukan riwayat diare 2. Peroleh feses untuk kultur jika diare berlanjut 3. Evaluasi efek obat 4. Ajarkan pasien untuk tidak megonsumsi
: Oxygen Therapy 1. Menjaga keadekuatan ventilasi 2. Meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen 3. Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien NIC Label : Respiratory Monitoring 1. Monitor keadekuatan pernapasan 2. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya gangguan pada ventilasi 3. Mengetahui adanya sumbatan pada jalan napas 4. Memonitor keadaan pernapasan klien
Manajemen diare 1. Untuk menentukan perawatan dan pengobatan yang tepat bagi pasien. 2. Untuk mengetahui agen infeksi
berwarna kuning 2. Feses berbentuk tidak cair 3. Warna feses normal bewarna kecokelatan 4. Diare tidak ada Keseimbangan cairan 1. Antara cairan yang masuk dan keluar seimbang dalam 24 jam 2. Tidak ada haus 3. Keseimbangan elektrolit 4. Nadi apical tidak ada penyimpangan 5. RR tidak ada penyimpangan 6. Hematokrit tidak ada penyimpangan 7. Fatigue ringan Fungsi gastrointestinal 1. Tidak ada distensi 2. Tidak ada peningkatan jumlah sel darah putih 3. Tidak ada nyeri Hidrasi 1. Turgor kulit baik 2. Membrane mukosa lembab 3. Asupan cairan terpenuhi 4. Tidak ada penurunan tekanan darah 5. Output urin normal
24
makanan yang bergas dan pedas. Monitor kulit di sekitar perianal Ukur output diare Ajarkan pasien untuk makan dalam porsi kecil dan bertambah banyak secara bertahap Instruksikan pasien dan keluarga untuk mendokumentasikan produk feses (volume, warna, frekuensi, dan konsistensi). Evaluasi asupan nutrisinya.
3. Agar obat dapat bekerja dengan 5. optimal 4. Untuk 6. menurunkan 7. aktivitas hcl yang dapat memicu hipermetabolik. 5. Untuk melihat 8. tanda-tanda iritasi perianal 6. Untuk mengkaji karakteristik feses 7. Untuk memenuhi asupan nutrisi 9. pasien tanpa paksaan Manajemen cairan dan 8. Untuk didiskusikan elektrolit 1. Monitor tingkat dengan tim serum elektrolit yang medis. tidak normal 9. Mengetahui 2. Peroleh hasil kecukupan laboratorium dari nutrisi pasien. perubahan cairan dan elektrolit Manajemen cairan 3. Berikan cairan dan elektrolit 4. Promosikan intake 1. Mengetahui cairan apakah pasien 5. Ukur cairan masuk mengalami dan keluar secara asidosis akurat metabolik atau tidaksama Manajemen medikasi 1. Tentukan obat yang dengan poin a. diperlukan dan 2. Mengganti cairan kolaborasikan. yang keluar 2. Monitor efektivitas melalui diare pengobatan maupun 3. Fasilitasi perubahan vomiting pengobatan dengan 3. Meminimalisasi dokter. komplikasi 4. Berikan obat sesuai dehidrasi. dengan 6B 4. Mengetahui asupan cairan apakah cukup Paliatif care 1. Anjurkan keluarga atau tidak. pasien untuk Manajemen menemani pasien medikasi
dalam keadaan sakit. 1. Untuk 2. Anjurkan keluarga mengurangi pasien untuk keluhan pasien memberikan minum dan memperbaiki pasien sedikit tapi keadaan pasien sering. 2. Menentukan 3. Anjurkan keluarga keberlanjutan pasien untuk selalu pengobatan membantu memenuhi 3. Agar efek obat kebutuhan pasien tepat. 4. Meminimalisasi kesalahan. 3.
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan < Keb. Tubuh keperawatan selama b.d 3×24 jam diharapkan ketidakmampu pemenuhan kebutuhan an mencerna pasien tercukupi dengan makanan kriteria hasil : NOC Label >> Nutritionl status 1. Intake nutrisi tercukupi. 2. Asupan makanan dan cairan tercukupi NOC Label >> Nausea dan vomiting severity 1. Penurunan intensitas terjadinya mual muntah 2. Penurunan frekuensi terjadinya mual muntah. NOC Label >> Weight : Body mass 1. Pasien mengalami peningkatan berat badan
IC Label >> Nutrition management 1. Kaji status nutrisi pasien 2. Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk selalu melalukan oral hygiene. 3. Berian informasi yang tepat terhadap pasien tentang kebutuhan nutrisi yang tepat dan sesuai. 4. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi zat besi seperti sayuran hijau NIC Label >> Nausea management 1. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, faktor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan mual. 2. Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering. 3. Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat 4. Delegatif pemberian terapi antiemetik : Ondansentron 2×4 (k/p)
25
NIC Label >> Nutrition management 1. Pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui status nutrisi pasien sehingga dapat menentukan intervensi yang diberikan. 2. Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan 3. Untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 4. Informasi yang diberikan dapat memotivasi pasien untuk meningkatkan intake nutrisi. 5. Zat besi dapat membantu tubuh sebagai zat penambah darah sehingga mencegah terjadinya anemia atau kekurangan
Sucralfat 3×1 CI NIC Label >> Weight management 1. Diskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang menyebabkan penurunan berat badan. 2. Timbang berat badan pasien jika memungkinan dengan teratur.
Paliatif care 1. Anjurkan keluarga pasien untuk menemani pasien dalam keadaan sakit. 2. Anjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan pasien sedikit tapi sering. 3. Anjurkan keluarga pasien untuk selalu membantu memenuhi kebutuhan pasien
26
darah NIC Label >> Nausea management 1. Penting untuk mengetahui karakteristik mual dan faktorfaktor yang menyebabkan mual. Apabila karakteristik mual dan faktor penyebab mual diketahui maka dapat menetukan intervensi yang diberikan. 2. Makan sedikit demi sedikit dapat meningkatkn intake nutrisi. 3. Makanan dalam kondisi hangat dapat menurunkan rasa mual sehingga intake nutrisi dapat ditingkatkan. 4. Antiemetik dapat digunakan sebagai terapi farmakologis dalam manajemen mual dengan menghamabat sekres asam lambung. NIC Label >> Weight management 1. Membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi yang adekuat.
2. Dengan menimbang berat badan dapat memantau peningkatan dan penrunan status gizi. 4.
Kerusakan Integritas kulit b.d efek samping terapi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24jam, mencegah terjadinya kerusakan pada kulit dan jaringan didalamnya Immobility consequences: physiological 1. Tidak terdapat penekanan (pada skala 5) 2. Tidak menunjukkan adanya kelainan pada status nutrisi (pada skala 5) 3. Tidak menunjukkan adanya kelainan pada kekuatan otot (pada skala 5) 4. Tidak menunjukkan adanya kelainan pada persendian (pada skala 5) 5. Turgor kulit kembali normal.
27
Pressure management 1. Tempatkan klien pada tempat tidur terapi 2. Evaluasi adanya luka pada ektremitas 3. Monitoring kulit yang memerah dan terjadi kerusakan
Ski n care treatment
:
topical
1. Pijat disekitar area yang mempengaruhi atau dapat menimbulkan luka 2. Jaga linen agar tetap bersih, kering, dan tidak mengkerut 3. Mobilisasi klien setiap 2 jam 4. Pakaikan emolien pada area yang beresiko Paliatif care 1. Anjurkan keluarga pasien untuk menemani pasien dalam keadaan sakit 2. Anjurkan pasien untuk selalu mengucapkan istigfar. 3. Anjurkan pasien untuk selalu berserah diri kepada allah 4. Anjurkan keluarga pasien untuk selalu membantu memenuhi kebutuhan pasien 5. Berikan semangat kepada pasien.
1. Dengan menempatkan klien pada tempat tidur terapi dapat mengurangi penekanan pada bagian seperti kepala dan pantat 2. Dengan evaluasi adanya luka pada ektremitas dapat mengurangi resiko terjadinya luka 3. Dengan memonitoring area kulit yang merah dan terjadi kerusakan untuk mengurangi resiko decubitus 4. Dengan memassage disekitar area yang mempengaruhi akan mengurangi terjadinya kemerahan dan untuk melancarkan aliran darah disekitar area 5. Dengan menjaga linen agar tetap bersih, kering, dan tidak mengkerut agar tidak ada pada penekanan beberapa bagian
6. Anjurkan kepada keluarga pasien untuk menyakinan agar pasien mau menerima keadaan tubuhnya.
kulit 6. Dengan memobilisasi klien dapat mengurangi penekanan 7. Dengan menggunakan emolien dapat melembabkan daerah yang kering
3.7 Implementasi No 1.
Tanggal/ jam
Diagnosa
Implementasi
13 Februari 2018 Airway Management (08.00 WIB) Oxygen Therapy (09.00 WIB) Respiratory Monitoring (17.00 WIB) Paliatif care (08.00 WIB)
Pola nafas tidak efektifb.d penurunan ekspansi paru
Airway Management 1. Memposisikan pasien semi fowler 2. mengauskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak adanya suara adventif 3. Memonitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai Oxygen Therapy 1. Mempertahankan jalan napas paten 2. Mengkolaborasi dalam pemberian oksigen terapi 3. Memonitor aliran oksigen Respiratory Monitoring 1. Memonitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas 2. Mencatat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu pernafasan 3. Memonitor suara nafas seperti snoring 4. Memonitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheynestokes dll Paliatif care 1. Menganjurkan keluarga pasien
28
Ttd/nama terang
untuk menemani pasien dalam keadaan sakit. 2. Menganjurkan pasien untuk selalu mengucapkan istigfar. 3. Menganjurkan pasien untuk selalu berserah diri kepada allah
2
13 Februari 2018 09.00 WIB Manajemen diare (10.00WIB) Manajemen cairan dan elektrolit (12.00 WIB) Manajemen medikasi (14.00 WIB) Paliatif care (15.00 WIB)
Gangguan Manajemen diare keseimbangan 1. Menentukan riwayat diare cairan dan 2. Memperoleh feses untuk kultur elektrolit b.d jika diare berlanjut kehilangan cairan 3. Mengevaluasi efek obat aktif akibat diare 4. Mengajarkan pasien untuk tidak megonsumsi makanan yang bergas dan pedas. 5. Memonitor kulit di sekitar perianal 6. Mengukur output diare 7. Mengajarkan pasien untuk makan dalam porsi kecil dan bertambah banyak secara bertahap 8. Menginstruksikan pasien dan keluarga untuk mendokumentasikan produk feses (volume, warna, frekuensi, dan konsistensi). 9. Mengevaluasi asupan nutrisinya.
Manajemen cairan dan elektrolit 1. Memonitor tingkat serum elektrolit yang tidak normal 2. Memperoleh hasil laboratorium dari perubahan cairan dan elektrolit 3. Memberikan cairan 4. Mempromosikan intake cairan 5. Mengukur cairan masuk dan keluar secara akurat
Manajemen medikasi 1. Menentukan obat yang diperlukan dan kolaborasikan. 2. Memonitor efektivitas pengobatan 3. Memfasilitasi perubahan pengobatan dengan dokter. 4. Memberikan obat sesuai dengan 6B 29
Paliatif care 1. Menganjurkan keluarga pasien untuk menemani pasien dalam keadaan sakit. 2. Menganjukan keluarga pasien untuk memberikan minum pasien sedikit tapi sering. 3. Menganjurkan keluarga pasien untuk selalu membantu memenuhi kebutuhan pasien 3.
13 Februari 2018 Nutrition management (12.00WIB) Nausea management (13.00 WIB) Weight management (14.00 WIB) Paliatif care (15.00 WIB)
Defisit Nutrisi < Keb. Tubuh b.d ketidakmampuan mencerna makanan
Nutrition management 1. Mengkaji status nutrisi pasien 2. Menjaga kebersihan mulut, anjurkan untuk selalu melalukan oral hygiene. 3. Memberian informasi yang tepat terhadap pasien tentang kebutuhan nutrisi yang tepat dan sesuai. 4. Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi zat besi seperti sayuran hijau Nausea management 1. Mengkaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, faktor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan mual. 2. Menganjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering. 3. Menganjurkan pasien untuk makan selagi hangat 4. Mendelegatif pemberian terapi antiemetik : Ondansentron 2×4 (k/p) Sucralfat 3×1 CI Weight management 1. Mendiskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang menyebabkan penurunan berat badan. 2. Menimbang berat badan pasien jika memungkinan dengan teratur. Paliatif care 1. Menganjurkan keluarga pasien untuk menemani pasien dalam keadaan sakit.
30
2. Menganjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan pasien sedikit tapi sering. 3. Menganjurkan keluarga pasien untuk selalu membantu memenuhi kebutuhan pasien 4.
13 Februari 2018 Pressure management (17.00 WIB) Skin care : topical treatment (19.00 WIB) Paliatif care (20.00 WIB)
Kerusakan Integritas kulit b.d efek samping terapi
Pressure management 1. Menempatkan klien pada tempat tidur terapi 2. Mengevaluasi adanya luka pada ektremitas 3. Memonitoring kulit yang memerah dan terjadi kerusakan
Ski n care : topical treatment 1. Memijat disekitar area yang mempengaruhi atau dapat menimbulkan luka 2. Menjaga linen agar tetap bersih, kering, dan tidak mengkerut 3. Memobilisasikan klien setiap 2 jam 4. Memakaikan emolien pada area yang beresiko Paliatif care 1. Menganjurkan keluarga pasien untuk menemani pasien dalam keadaan sakit 2. Menganjurkan pasien untuk selalu mengucapkan istigfar. 3. Menganjurkan pasien untuk selalu berserah diri kepada allah 4. Menganjurkan keluarga pasien untuk selalu membantu memenuhi kebutuhan pasien 5. Memberikan semangat kepada pasien. 6. Menganjurkan kepada keluarga pasien untuk menyakinan agar pasien mau menerima keadaan tubuhnya.
31
3.8 Evaluasi No
1.
2.
Diagnosa
Tanggal/jam
Evaluasi
Pola nafas tidak efektifb.d penurunan ekspansi paru
18 Februari 2018
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d kehilangan cairan aktif akibat diare
18 Februari 2018
S: - Pasien mengatakan nyeri pada dadanya sudah berkurang - Pasien mengatakan sudah tidak sesak lagi dan batuk kering sudah berkurang - Pasien mengatakan sudah tidak merianglagi Pasien mengatakan sudah tidak lelah lagi O: - TTV : TD :120/90mmHg Nadi : 90 x/menit RR : 20 x/mnt Suhu : 37oC CRT <3 detik - Pasien tampak tidak sesak - Pasien sudah tidak sering memegangi dadanya A:Masalah Teratasi P: Hentikan Intervensi S: - Pasien mengatakan mengalami diare 7 hari sudah diperiksakan di puskesmas dekat rumahnyadan diare sudah berkurang. - Pasien mengatakan terkadang masih mual muntah - Pasien mengatakan sudah tidaklemah dan lesu lagi - Pasien mengatakan sudah mampu minum air putih sebanyak 6 gelas dalam sehari
Jam 09.00 WIB
Jam 09.00 WIB
O: - Pasien tampak masihpucat dan lemah - Turgor kulit sudah bagus - Peristaltik usus normal - Mata masihcekung,konjungtiva anemis - Membran mukosa masihkering - TTV : TD :120/90mmHg Nadi : 90 x/menit RR : 20 x/mnt 32
Paraf
Suhu : 37 oC CRT <3 detik A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi - Manajemen diare (6-9) - Manajemen cairan dan elektrolit (3-5) - Paliatif care (2-3) 3.
Defisit Nutrisi < Keb. Tubuh b.d ketidakmampuan mencerna makanan
18 Februari 2018 Jam 09.00 WIB
S: - Pasien mengatakan terkadang masih mualmuntah - Pasien mengatakansudah tidak lemah dan lesu lagi. - Pasien mengatakan sudah mau makan tetapi sedikit dan BB pasien sudah naik 1 kg menjadi 45 kg - Pasien mengatakan terjadi pembesaran kelenjar getah bening. - Pasien mengatakan kadidiasis disekitar mulut pasien sudah berkurang. O: - Membran mukosamasih pucat - Berat badan pasien naik sebanyak 1 kg - Pasien menghabiskan setengah dari porsi makannya - Kandidiasi pada lidah dan area sekitar mulut sudah berkurang. - TB : 156 kg - BB : 45 kg - IMT : 18,06kg/m2 A: Masalah Teratasi Sebagian P :Lanjutkan Intervensi - Nutrition management (3-4) - Nausea management (3-4) - Paliatif care (2-3)
4.
Kerusakan Integritas kulit b.d efehk samping terapi
18 Februari 2018 Jam 09.00 WIB
S -
Pasien mengatakansudah tidakmerasa gatal Pasien mengatakan terkadang kulitnyamasih mengelupas Pasien mengatakan sudahbisa tidur.
O: - Pasien terlihat tidak gelisah lagi - Pasien tampak tidak merintih - Pasien terlihat sering 33
-
menggarukbagian tubuhnya yang masihgatal Masih terdapat ruam pada kulit
A: Masalah Teratasi Sebagian P :Lanjutkan Intervensi - Pressure management (2-3) - Skin care : topical treatment (3-4) - Paliatif care (2-6)
34
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia yang menjadi wabah internasional sejak pertama kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini merupakan
penyakit
menular
yang
disebabkan
oleh
infeksi
virus
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes, 2015). Meskipun telah ada kemajuan dalam pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia ini. Manifestasi Klinis pada seseorang penderita AIDS seperti ;rasa lelah dan lesu ,berat badan menurun secara drastis, demam, mencret dan kurang nafsu makan, pembengkakan leher dan lipatan paha. Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain tumor dan infeksi oportunistik. Pencegahan HIV/AIDS A (Abstinance) Tidak melakukan seks bebas atau tidak melakukan hubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, B (Be Faithfull) Setia kepada pasangan, C (Condom) Menggunakan kondom jika melakukan hubungan seks , D (Don’t Inject) Tidak menggunakan jarum suntik yang bergantian demgan orang lain atau memakai jarum yang tidal steril, tato atau akupuntur, E (Education) Mencari informasi yang benar dan tepat tentang HIV/AIDS.
4.2 Saran
1. Tenaga Keperawatan Diharapkan mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan AIDS. 2. Mahasiswa Diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan AIDS.
35
DAFTAR PUSTAKA
Agustriadi, O., dan Sutha, I. D., 2008, Aspek Pulmonologis Infeksi Oportunistik pada Infeksi HIV/AIDS , Jurnal Penyakit Dalam, 9 (3), 233-244. Albayrak, Tahir., dkk. 2010. Relationships of the Tangible and Intangible Elements of Tourism Products with Overall Customer Satisfaction. International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 1, No. 2, August, 2010. Anonim ., 2012. Pelatihan Pemeriksaan Terkait HIV bagi Petugas Laboratorium. Dirjen P2PL.Kemenkes R.I. Arriza, Beta Kurnia., dkk. (2011). Memahami Rekonstruksi Kebahagiaan Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal Psikologi Undip. http://download.portalgaruda.org/article. (Diakses pada tanggal 13 Januari 2017). Desima,Dkk. (2013). Karakteristik Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT Rumah Sakit Umum HKBP Balige Tahun 2008-2012. http://download.portalgaruda.org/article. (Diakses pada tanggal 12 Januari 2017) Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI, (2016). Laporan Perkembangan HIV AIDS triwulan 1 Tahun 2016 . Jakarta. http://www.yaids.com/materi/M-5780Final%20Laporan%20HIV%20AIDS%20TW%201%202016.pdf . (Diakses pada tanggal 12 Januari 2017). Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2012. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. jakarta. Irianto K. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular Dan Tidak Menular Panduan Klinis . Bandung: Alfabeta. Kemenkes.2014. Infodatin “Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI”. Jakarta: Sekretaris Jenderal. Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Sekretaris Jenderal. Kunoli, F.J.,(2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: TIM Kummar, V., Abbas, AK., Aster JC (2015) Robbins and Cotran; Pathologic Basic of Disease Ninth edition Philadelphia : Saunders Elsevier. Murni, Suzana, dkk. 2009. Hidup dengan HIV/AIDS . Jakarta: Yayasan Spiritia online at http://www.spiritia.or.id/Dok/Hidup.pdf Mirzawati, N., 2013. Kebermaknaan Hidup Pada ODHA Di Kota Bukit Tinggi (diakses pada: 11 April 2017 pukul 14:20 wib). Rampengan & Laurentz (1997) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G. (2015). Medical Surgical Neursing (Vol 1). : LWW Spiritia. (2009). Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?. Jakarta: Yayasan Spiritia Sugiaman, V. K., 2010, Peningkatan Ambang Pesepsi dan Ambang Indentifikasi Pengecapan Akibat Minuman Dingin Rasa Manis, JKM, 10 (1): 55-60. 36