UJI AKTIVITAS ANTITROMBOTIK KOMBINASI EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) SECARA IN VIVO Nida Nabila1, Fadlina Chany Saputri1 1. Pharmacy, Faculty of Pharmacy, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian secara in vitro telah membuktikan jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan kayu secang (Caesalpinia sappan L.) memiliki aktivitas antitrombotik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji khasiat kombinasi kedua tanaman tersebut secara in vivo dengan parameter waktu perdarahan (bleeding time) dan angka harapan hidup (survival rate). Enam puluh enam (66) ekor mencit dibagi ke dalam dua percobaan (bleeding time dan survival rate). Kelompok perlakuan terdiri dari kontrol normal (CMC), kontrol negatif (CMC), kontrol positif (Aspirin), kelompok kombinasi ekstrak dosis 1, 2, dan 3. Bahan tersebut diberikan secara oral selama 7 hari. Pada kelompok percobaan bleeding time, dilakukan pengamatan bleeding time pada ekor mencit yang telah dipotong. Untuk kelompok percobaan survival rate, dilakukan induksi trombosis menggunakan kolagen – epinefrin secara intravena, lalu dilakukan perhitungan survival rate. Hasil pada kelompok dosis 2 yang diberi ekstrak jahe – secang dengan dosis 56 mg : 14 mg/20 g BB menunjukkan peningkatan bleeding time yang bermakna (p ≤ 0,05) dibandingkan dengan kontrol normal. Kelompok dosis 2 juga memiliki survival rate lebih tinggi dari kontrol negatif. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak jahe – secang pada dosis 56 mg : 14 mg/20 g BB berpotensi sebagai antitrombotik karena mampu meningkatkan bleeding time dan survival rate.
In Vivo Antithrombotic Activity Test of Ginger (Zingiber officinale Rosc.) and Sappan Wood (Caesalpinia sappan L.) Extract Combination Abstract In vitro studies have proven that ginger (Zingiber officinale Rosc.) And sappan wood (Caesalpinia sappan L.) have antithrombotic activity. This study aimed to prove efficacy of the combination of both these plants by doing in vivo antithrombotic activity test with bleeding time and survival rate as the parameters. Sixty-six (66) mice were divided into two experimental groups (bleeding time and survival rate). The treatment groups consisted of normal control (CMC), negative control (CMC), positive control (Aspirin), extract groups divided into dose 1, 2, and 3. All substances were administered orally for 7 days. For the experimental groups of bleeding time, bleeding time was observed on mice tail that had been cut. For the experimental groups of survival rate, trombosis induction was done by injecting collagen – epinephrine intravenously, then calculation of survival rate was performed. Results showed that bleeding time of mice in dose 2 group that was given ginger – sappan extract at dose 56 mg : 14 mg/20 g BW increased significantly (p ≤ 0.05) compared with the normal control. Dose 2 group also has survival rate which is higher than the negative control. Based on these results, it can be concluded that the combination of ginger – sappan extract at dose 56 mg : 14 mg/20 g has a potential as antithrombotic drugs because it can increase bleeding time and survival rate. Keywords: Antithrombotic; ginger; sappan wood; in vivo; bleeding time; survival rate
Pendahuluan Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia bahkan di dunia. Setiap tahun, sekitar 17,5 juta orang di dunia meninggal karena penyakit kardiovaskuler (WHO, 2015), sedangkan di Indonesia, penyakit kardiovaskuler menyebabkan kematian sekitar 600.000 orang setiap tahun (WHO, 2014). Penyakit kardiovaskuler bisa terjadi karena beberapa faktor risiko, salah satunya adalah trombosis. Trombosis adalah pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah yang dapat menghalangi aliran darah melalui sistem peredaran darah (United Kingdom National Health Services, 2015). Berdasarkan survei, sekiranya 1 dari 4 orang meninggal karena penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung, stroke dan tromboemboli vena (VTE) yang merupakan 3 penyakit kardiovaskuler yang paling banyak menyebabkan kematian (World Trombosis Day, 2016). Penggunaan herbal untuk mencegah penyakit masih diminati oleh masyarakat Indonesia, namun pemanfaatan herbal sebagai agen protektif penyakit kardiovaskuler masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan penyakit lainnya. Seperti penelitian mengenai kombinasi jahe-secang yang telah dilakukan dan masih berlangsung dalam rangka melengkapi data ilmiah sebagai agen protektif penyakit kardiovaskuler. Tanaman jahe dan secang telah lama digunakan sejak jaman kerajaan di pulau Jawa sebagai minuman kesehatan (Nugroho, 2006; Redaksi Trubus, 2016). Demikian juga minuman tersebut menjadi minuman tradisional masyarakat betawi sejak jaman penjajahan Belanda yang dikenal dengan nama bir pletok (Habsari & Hardiman, 2007). Berdasarkan penelitian, jahe (rimpang Zingiber officinale Rosc.) dapat mencegah trombosis dengan aktivitasnya sebagai antiplatelet. Aktivitas ini diuji secara in vitro menggunakan aggregometer. Penelitian tersebut membuktikan bahwa gingerol, shaogaol dan paradol yang merupakan komponen aktif jahe menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap enzim COX-1 yang dapat memicu agregasi platelet yang diinduksi asam arakidonat. Mekanisme ini sama dengan yang ditunjukkan oleh aspirin (Nurtjahja-Tjendraputra, Ammit, Roufogalis, Tran & Duke, 2003). Penelitian lain menunjukkan bahwa obat tradisional Cina, Soshiho Tang yang mengandung ekstrak jahe berhasil menurunkan kadar serotonin dan tromboksan B2 pada platelet kelinci yang dicuci (Lee, Kim, Cho & Ma, 2013).
Penelitian mengenai aktivitas antiplatelet Caesalpinia sappan L. atau Secang juga telah dilakukan. Uji aktivitas yang dilakukan secara in vitro tersebut menunjukkan bahwa zat aktif dari secang yaitu brazilin dan turunannya dapat mencegah terjadinya agregasi platelet yang diinduksi oleh trombin, kolagen, dan ADP (Adenosin Difosfat). Selain itu, brazilin dan turunannya juga dapat menghambat pembentukan tromboksan yang diinduksi oleh trombin (Lee et al., 2005). Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara in vitro, terbukti bahwa tanaman jahe dan secang dapat mencegah trombosis dengan aktivitasnya sebagai antiplatelet melalui penghambatan terhadap agonis yang berbeda. Uji secara in vitro saja tidaklah cukup untuk membuktikan bahwa aktivitas yang ditunjukkan akan terjadi dalam tubuh, karena pada uji aktivitas secara in vitro, senyawa uji akan langsung direaksikan tanpa dipengaruhi oleh faktorfaktor penghambat seperti reaksi enzimatik maupun hormonal yang biasa terjadi dalam tubuh, maka itu, perlu dilakukan uji secara in vivo. Uji secara in vivo dilakukan untuk mengetahui bahwa aktivitas yang ditunjukkan pada uji secara in vitro tersebut juga terjadi di dalam tubuh. Pada penelitian ini, parameter yang digunakan dalam uji aktivitas antitrombotik secara in vivo ini adalah waktu perdarahan (bleeding time) dan angka harapan hidup (survival rate).
Tinjauan Teoritis Trombosis adalah pembentukan bekuan darah dalam arteri (trombosis arteri) atau vena (trombosis vena). Setelah terbentuk, bekuan dapat memperlambat atau menghambat aliran darah yang normal, dan bahkan melepaskan diri dan mengalir terbawa aliran darah hingga ke organ. (World Trombosis Day, 2016).
Pada keadaan normal, sejumlah mekanisme dapat mengontrol koagulasi dengan baik. Kaskade koagulasi akan terus berlanjut sampai semua faktor koagulasi dan platelet habis digunakan. Endotelium normal yang berdekatan dengan jaringan yang rusak aktif mengeluarkan beberapa zat antitrombotik. Seperti namanya, thrombomodulin memodulasi aktivitas trombin dengan mengubah protein C yang merupakan suatu antithrombin menjadi bentuk aktifnya. Protein C yang telah berikatan dengan kofaktornya (Protein S) menginaktivasi faktor Va dan VIIIa secara enzimatik dan merangsang pelepasan Tissue Plasminogen Activator (TPA). Antitrombin adalah protein yang menghambat trombin dan faktor Xa. Heparan sulfat, senyawa seperti heparin
disekresikan oleh sel endotel, mempercepat aktivitas antitrombin. Dengan mekanisme yang sama, heparin kofaktor II juga menghambat trombin. Faktor jaringan jalur inhibitor memainkan peran penting dalam mengatur inisiasi kaskade koagulasi. Ketika mekanisme regulasi diri ini terjaga, pembentukan bekuan fibrin terbatas pada zona cedera jaringan saja. Namun, jika terjadi gangguan dalam sistem, yang disebut hiperkoagulasi, dapat mengakibatkan terjadinya trombosis (DiPiro, 2008).
Protein plasmin fibrinolitik mendegradasi jaring fibrin menjadi bentuk yang yang mudah larut, dikenal sebagai fibrin split atau produk degradasi fibrin. Sistem fibrinolitik juga di bawah kendali serangkaian senyawa stimulan dan inhibitor. Tissue plasminogen activator dan urokinase plasminogen activator mengkonversi plasminogen menjadi plasmin. Plasminogen activator inhibitor-1 menghambat aktivator plasminogen, dan α2-anti plasmin menghambat aktivitas plasmin. Penyimpangan dalam sistem fibrinolitik juga dikaitkan dengan hiperkoagulabilitas yang meningkatkan potensi trombosis (DiPiro, 2008).
Kolagen adalah salah satu aktivator utama dari respon platelet setelah terjadinya kerusakan jaringan. Kolagen adalah satu-satunya protein matriks yang mendukung adhesi dan aktivasi lengkap dari platelet. Ketika kolagen terkena aliran darah, platelet menjadi lebih cepat menempel pada subendothel, menyebar, menjadi aktif dan mulai terbentuk agregat (Farndale, Sixma, Barnes & De Groot, 2004). Epinefrin dapat menginduksi agregasi platelet dan dengan demikian menyebabkan terbentuknya emboli platelet. Selain mampu menyebabkan agregasi platelet, epinefrin dapat bertindak sebagai potentiator kuat ADP (Adenosin Difosfat) (Sherry, 1969). ADP dapat mengaktifkan platelet melalui reseptor 3 purinergic, yaitu P2Y1, P2Y12 dan P2X1 (Murugappa, 2006). Kombinasi kolagen dan epinefrin dapat digunakan sebagai induktor trombosis dengan menginjeksikannya secara intravena (Liang et al., 2015).
Pelekatan dan agregasi platelet menyebabkan sekresi TXA-2, yang dapat memicu penarikan dan aktivasi platelet lebih lanjut. TXA-2 adalah produk dari metabolisme asam arakidonat dan dibentuk dalam platelet aktif. Pembentukan TXA-2 dikatalisis oleh enzim siklooksigenase (COX-1). Aspirin menginaktivasi COX-1 sepanjang umur platelet (7-10 hari), sehingga hampir
sepenuhnya menghapuskan formasi TXA-2 platelet in vitro yang menyebabkan berkurangnya fungsi platelet (Clappers, Brouwer & Verheugt, 2007).
Berdasarkan penelitian secara in vitro, jahe memiliki manfaat sebagai antitrombotik. Hal ini berhubungan dengan kemampuan jahe untuk menghambat agregasi platelet dan pembentukan tromboksan yang berperan dalam agregasi platelet. Komponen aktif jahe yaitu gingerol, shaogaol, dan paradol menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap enzim COX-1 yang dapat memicu agregasi platelet yang diinduksi asam arakidonat. Mekanisme ini sama dengan yang ditunjukkan oleh aspirin (Nurtjahja-Tjendraputra, Ammit, Roufogalis, Tran & Duke, 2003). Penelitian lain tentang efek antitrombotik konstituen jahe menunjukkan bahwa gingerol dan shaogaol dapat menghambat agregasi platelet yang diinduksi oleh asam arakidonat dan kolagen (Liao, Leu, Chan, Kuo, & Wu, 2012). Penelitian in vitro juga menunjukkan bahwa senyawa aktif secang yaitu brazilin (7,11b-dihydrobenzo [b] indeno [1,2-d] pyran-3,6a, 9,10 (6 H) -tetrol) yang merupakan senyawa aktif secang dapat menghambat agregasi washed platelet mencit yang diinduksi oleh trombin, kolagen dan ADP (Adenosin Difosfat). Pelepasan ATP yang diinduksi Trombin dan kolagen juga dihambat oleh brazilin, namun hal tersebut tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Brazilin menghambat pembentukan tromboksan A2 yang disebabkan oleh trombin, namun brazilin tidak berpengaruh pada pembentukan prostaglandin D2. Brazilin menghambat pembebasan asam [3H]-arakidonat dari membran fosfolipid platelet yang dirangsang trombin (Hwang et al., 1998).
Metode Penelitian Bahan Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak air Caesalpinia sappan L. dan ekstrak etanol Zingiber officinale Rosc. yang diperoleh dari Javaplant. Alkohol 70%, aspirin (Medifarma, Indonesia), aquadest, CMC (Brataco, Indonesia), eter (Merck, Jerman), Larutan Saline (Euro-med, Indonesia), Ketamin (Combiphar, Indonesia), Epinefrin (Sigma-Aldrich, Singapura), dan Kolagen (Sigma-Aldrich, Jepang).
Hewan Uji Mencit jantan galur DDY (Deutschland, Denken, and Yoken) dengan berat antara 20-30 g yang diperoleh dari IPB Bogor.
Alat Sonde oral, alat suntik, timbangan hewan (Mettler Toledo, Indonesia), timbangan analitik (Ohauss, Amerika Serikat), lemari pendingin, stopwatch, falcon tube (Corning, Amerika Serikat), pisau bedah (Hospital & Homecare, China), gelas ukur 10ml; 25ml (Pyrex®, Amerika Serikat), gelas beaker 50 ml; 100 ml (Pyrex®, Amerika Serikat).
Metode Penyiapan Hewan Uji Sebelum diberi perlakuan, mencit diaklimatisasi selama 14 hari di dalam kandang, di bawah kondisi standar (12:12 jam siklus terang/ gelap) dan memiliki akses bebas untuk makan dan minum. Hal ini dilakukan untuk mengadaptasi mencit uji pada lingkungan yang baru sehingga dapat mengurangi stress pada mencit uji. Mencit yang dipilih untuk uji adalah mencit yang sehat dengan tanda bulu tidak berdiri, bulu bersih, mata jernih dan mengalami peningkatan berat badan setiap harinya. Mencit yang sakit tidak diikutkan pada pengujian. Pembuatan Larutan CMC 0,5% Serbuk CMC sebanyak 1 g ditaburkan dalam lumpang yang berisi air hangat (60-70oC) dengan volume 20 kali berat CMC (20 mL). CMC kemudian dibiarkan mengembang selama sekitar 30 menit. CMC yang telah dikembangkan kemudian digerus hingga homogen dan diencerkan perlahan-lahan dengan akuades hingga mencapai volume yang diinginkan (200 mL) sambil digerus hingga homogen. Penyiapan Suspensi Ekstrak Jahe – Secang Ekstrak jahe dan secang disuspensikan dalam CMC 0,5% dalam tiga variasi dosis. Pembuatan suspensi dibuat secara terpisah untuk menghindari kesalahan dosis. Suspensi dosis III mengandung 112 mg : 28 mg/20 g bb mencit, dosis II mengandung 56 mg : 14 mg/20 g bb mencit, dan dosis I mengandung 28 mg : 7 mg/20 g bb mencit. Suspensi yang telah siap kemudian diberikan peroral ke hewan uji dengan volume sesuai dengan berat badan.
Penyiapan Sediaan Pembanding (Aspirin) Dosis aspirin yang digunakan adalah 0,208 mg/20 g BB mencit. Aspirin disuspensikan dalam larutan CMC 0,5%. Suspensi yang telah siap kemudian diberikan peroral ke hewan uji dengan volume sesuai dengan berat badan.
Uji Aktivitas Antitrombotik Kombinasi Ekstrak Jahe dan Kayu Secang Dalam percobaan ini dipilih 66 ekor mencit jantan DDY. Mencit akan dibagi ke dalam 2 percobaan, yaitu pengamatan waktu perdarahan (bleeding time) dan angka harapan hidup (survival rate) untuk menghindari kematian mencit yang disebabkan kehilangan darah. Mencit pada percobaan bleeding time dibagi ke dalam 5 kelompok, sedangkan pada percobaan survival rate dibagi ke dalam 6 kelompok. Penentuan jumlah mencit pada tiap kelompok berdasarkan rumus Federer yaitu (t - 1) (n - 1) ≥ 15, dimana n adalah jumlah ulangan minimal tiap perlakuan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan. Perhitungan jumlah minimal mencit tiap kelompok pada percobaan bleeding time adalah sebagai berikut: (t - 1) (n - 1) ≥ 15 (5 - 1) (n - 1) ≥ 15 4n - 4 ≥ 15 4n ≥ 15 n ≥ 3.75 ≈ 4 Perhitungan jumlah minimal mencit tiap kelompok pada percobaan survival rate adalah sebagai berikut: (t - 1) (n - 1) ≥ 15 (6 - 1) (n - 1) ≥ 15 5n - 5 ≥ 15 5n ≥ 20 n≥4 Dalam rumus di atas, t menyatakan jumlah kelompok perlakuan dan n menyatakan jumlah tikus untuk setiap kelompok perlakuan, sehingga diketahui bahwa jumlah minimum tikus yang digunakan adalah 4 ekor untuk setiap kelompok perlakuan. Dalam penelitian ini digunakan mencit sejumlah 6 ekor pada setiap kelompok perlakuan untuk memenuhi jumlah minimal rumus Federer, jumlah minimal data untuk uji statistik, dan mengantisipasi terjadinya drop out. Kelompok
perlakuan terdiri dari kelompok kontrol normal, negatif, positif dan kelompok dosis. Kedua percobaan memiliki kelompok perlakuan yang sama, namun pada percobaan bleeding time tidak terdapat kelompok kontrol negatif. Kelompok kontrol normal bertujuan untuk mengetahui waktu perdarahan (bleeding time) dan angka harapan hidup (survival rate) mencit yang tidak diberi perlakuan aspirin dan ekstrak. Kelompok kontrol positif (aspirin) digunakan sebagai pembanding dalam mengetahui efektivitas bahan uji dengan obat yang sudah diketahui efektivitasnya. Kelompok dosis dibuat dalam tiga variasi untuk mengetahui dosis yang secara signifikan dapat bekerja sebagai antitrombotik. Setiap kelompok diberi perlakuan selama 7 hari seperti yang tercantum pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Perlakuan terhadap mencit uji pada pengamatan waktu perdarahan (bleeding time) Kelompok
Jumlah mencit (n)
Perlakuan Hari ke 1-7
I Kontrol normal II Kontrol positif IV Dosis 1 V Dosis 2 VI Dosis 3
6
Suspensi CMC 0,5%
6
Suspensi Aspirin
6
Suspensi kombinasi ekstrak jahe-secang dosis I Suspensi kombinasi ekstrak jahe-secang dosis II Suspensi kombinasi ekstrak jahe-secang dosis III
6 6
Hari ke-7 (5 jam setelah pemberian terakhir)
Tail Bleeding Assay
Tabel 2. Perlakuan terhadap mencit uji pada pengamatan angka harapan hidup (survival rate) Kelompok I Kontrol normal II Kontrol negatif III Kontrol positif IV Dosis 1 V Dosis 2 VI Dosis 3
Jumlah mencit (n) 6 6 6 6 6 6
Perlakuan Hari ke 1-7
Hari ke-8
Suspensi CMC 0,5%
Injeksi saline
Suspensi CMC 0,5%
Induksi trombosis
Suspensi Aspirin
Induksi trombosis
Suspensi kombinasi ekstrak jahe-secang dosis I Suspensi kombinasi ekstrak jahe-secang dosis II Suspensi kombinasi ekstrak jahe-secang dosis III
Induksi trombosis Induksi trombosis Induksi trombosis
Mencit jantan DDY yang sudah diaklimatisasi diberi perlakuan sesuai kelompoknya selama 7 hari berturut-turut. Lima jam setelah perlakuan terakhir pada hari ke 7 dilakukan tail bleeding assay pada mencit kelompok percobaan Bleeding Time selama 20 menit dengan mengamati waktu perdarahan (bleeding time) pada setiap kelompok mencit untuk mengetahui fungsi hemostatik platelet setelah diberikan perlakuan. Pada hari ke 8, mencit pada kelompok percobaan Survival Rate kecuali kelompok kontrol normal diinduksi trombosis dengan memberikan larutan kolagen-epinefrin secara intravena. Tail Bleeding Assay Mencit dibius dengan ketamine (dosis masing-masing 100 mg/kg BB). Hewan ditempatkan pada posisi horizontal. Sekitar 10-mm segmen ekor diamputasi dengan pisau bedah. Kemudian, ekor segera direndam dalam tabung Falcon 50 mL berisi saline isotonik dengan suhu 37 oC. Posisi ekor vertikal dengan ujung diposisikan sekitar 2 cm di bawah tubuh yang diletakkan horizontal. Setiap mencit dipantau selama 20 menit. Meskipun perdarahan berhenti sebelum 20 menit, pemantauan tetap dilakukan untuk mendeteksi adanya perdarahan ulang. Waktu perdarahan dihitung dengan stopwatch. Jika perdarahan yang terjadi tidak konstan (hilang/timbul), data yang digunakan adalah data akumulasi perdarahan dalam kurun waktu 20 menit. Percobaan dihentikan pada menit ke 20 untuk menghindari terjadinya kematian mencit uji selama percobaan (Liu, Jennings, Dart & Du, 2012). Persentase kenaikan waktu perdarahan (bleeding time) oleh ekstrak jahe – secang diperoleh dari perbandingan dengan kelompok kontrol normal. Induksi Trombosis dan Perhitungan Survival Rate Larutan kolagen dan epinefrin diinjeksikan melalui vena ekor mencit pada masingmasing kelompok, kecuali kelompok I (kontrol normal) untuk menginduksi trombosis. Jumlah mencit yang mati atau lumpuh dihitung selama 15 menit setelah induksi trombosis (Lee, Kim, Lee, & Oak, 2010). Survival rate (%) dihitung dengan rumus: [1 - (mencit mati)/total mencit uji] x 100 Persentase efektivitas ekstrak jahe-secang diperoleh dari perbandingan terhadap kelompok kontrol.
Hasil Penelitian Hasil Pengamatan Waktu Perdarahan (Bleeding Time) Waktu perdarahan (bleeding time) yang diperoleh dari tiap kelompok perlakuan kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan aplikasi SPSS. Pertama-tama data diuji normalitasnya dengan uji saphiro-wilk, hasil yang didapatkan adalah data terdistribusi secara normal. Kemudian, data diuji homogenitasnya dengan uji levene, namun hasil yang didapat adalah data tidak terdistribusi secara homogen, sehingga untuk menguji ada tidaknya perbedaan signifikan keseluruhan kelompok data digunakan metode non-parametrik, yaitu uji kruskall-wallis untuk menguji ada tidaknya perbedaan signifikan pada keseluruhan kelompok dan uji mann-whitney untuk menguji ada tidaknya perbedaan signifikan antar kelompok perlakuan. Hasil perhitungan rata-rata waktu perdarahan (bleeding time) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengamatan waktu perdarahan (bleeding time) rata-rata Bleeding Time rata-rata Kelompok Kontrol Normal Kontrol Positif Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3
Rata-rata ± SEM 11.65 ± 0.877 18.75 ± 0.533# 12.49 ± 1.813 15.80 ± 1.070# 13.89 ± 1.827
Keterangan: Kontrol normal (CMC 0,5% sebanyak 0,3 ml/20 g BB), kontrol positif (aspirin 0,208 mg/20 g BB), dosis 1 (ekstrak jahe – secang 28 mg : 7 mg/20 g BB), dosis 2 (ekstrak jahe – secang 56 mg : 14 mg/20 g BB), dosis 3 (ekstrak jahe – secang 112 mg : 28 mg/20 g BB). #
: berbeda bermakna (p ≤ 0,05) dengan kontrol normal
Berdasarkan data waktu perdarahan (bleeding time) di atas, pemberian kombinasi ekstrak jahe – secang dalam berbagai tingkatan dosis mampu meningkatkan waktu perdarahan (bleeding time). Namun, secara statistik, peningkatan bleeding time yang berbeda bermakna (p ≤ 0,05) terhadap kontrol normal hanya terjadi pada dosis 2. Hasil Perhitungan Angka Harapan Hidup (Survival Rate) Hasil perhitungan angka harapan hidup (survival rate) yang diperoleh dari tiap kelompok setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil perhitungan survival rate Kelompok
Survival Rate (%)
Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Positif Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3
100 16.67 100 50 83.33 66.67
Keterangan: Kontrol normal (CMC 0,5% sebanyak 0,3 ml/20 g BB, injeksi saline), kontrol negatif (CMC 0,5% sebanyak 0,3 ml/20 g BB, injeksi kolagen – epinefrin )kontrol positif (aspirin 0,208 mg/20 g BB, injeksi kolagen – epinefrin), dosis 1 (ekstrak jahe – secang 28 mg : 7 mg/20 g BB, injeksi kolagen – epinefrin), dosis 2 (ekstrak jahe – secang 56 mg : 14 mg/20 g BB, injeksi kolagen – epinefrin), dosis 3 (ekstrak jahe – secang 112 mg : 28 mg/20 g BB, injeksi kolagen – epinefrin).
Pada pengamatan angka harapan hidup (survival rate), mencit sebelumnya diinjeksi dengan larutan kolagen – epinefrin untuk menginduksi trombosis. Sekitar 3 – 5 menit setelah diinduksi, mencit mulai menunjukkan gejala kejang-kejang. Sebagian besar mencit yang hidup mulai sehat kembali pada menit ke 8 – 13, sedangkan mencit pada kelompok kontrol negatif mati pada menit ke 4-5. Pembahasan Hasil pengamatan waktu perdarahan (bleeding time) menunjukkan bahwa kelompok yang memberikan perbedaan waktu perdarahan bermakna (p ≤ 0,05) dengan kelompok kontrol normal adalah kelompok kontrol positif dan dosis 2. Peningkatan waktu perdarahan ini terjadi karena adanya penghambatan aktivasi dan agregasi platelet yang disebabkan oleh senyawa-senyawa seperti, asam arakidonat, trombin, kolagen, ADP (Adenosin Difosfat), tromboksan, serotonin, dan COX-1 oleh gingerol dan brazilin yang merupakan zat aktif dari jahe dan secang (NurtjahjaTjendraputra et al., 2003; Lee et al., 2005). Terhambatnya aktivasi dan agregasi platelet dapat mencegah pembentukan trombus sehingga dapat memperlancar peredaran darah. Tidak terjadinya peningkatan waktu perdarahan yang bermakna (p ≥ 0,05) pada dosis 1 dan 3 kemungkinan dapat dikarenakan dosis 1 dan 3 tidak masuk ke dalam rentang dosis optimal jahe dan secang sebagai antitrombotik. Suatu penelitian mengenai efek antiplatelet dari konstituenkonstituen jahe, menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan agregasi platelet yang dilakukan suatu konstituen akan berbeda pada konsentrasi tertentu. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa konstituen mulai menunjukkan aktivitas penghambatan pada konsentrasi 0,1 µg/ml, namun
sebagian besar konstituen bekerja optimal menghambat agregasi platelet pada rentang konsentrasi 100 µg/ml. Salah satu contohnya adalah [6]-gingerol yang bekerja optimal menghambat agregasi platelet yang dipicu oleh kolagen dan asam arakidonat pada konsentrasi 20 dan 1 µg/ml, sedangkan [6]-shaogaol bekerja optimal menghambat agregasi platelet yang diinduksi kolagen dan asam arakidonat pada konsentrasi 5 dan 1 µg/ml. Meskipun aktivitas penghambatan juga terjadi pada dosis lebih rendah maupun tinggi, namun hasilnya tidak sebaik dosis optimalnya (Liao, Leu, Chan, Kuo, & Wu, 2012). Beberapa konstituen jahe seperti gingerol, shogaol dan paradol menghambat aktivitas COX-1 dan kolagen, konstituen secang yaitu brazilin juga menunjukkan aktivitas penghambatan agregasi platelet yang diinduksi kolagen dan ADP (Adenosin Difosfat) dimana aktivitas-aktivitas ini juga ditunjukkan oleh aspirin yang digunakan sebagai kontrol positif pada penelitian ini (Nurtjahja-Tjendraputra et al. 2003; Liao, Leu, Chan, Kuo, & Wu, 2012; Lee et al., 2005). Hal ini menunjukkan kemungkinan konstituen jahe dan secang memiliki aktivitas seperti aspirin yang juga bekerja optimal pada dosis tertentu. Penelitian yang dilakukan Gan, Teleg, Florento, & Bitanga (2002) menunjukkan bahwa aspirin memiliki aktivitas penghambatan agregasi platelet yang diinduksi kolagen secara dose dependent mulai dari 40 mg/hari, namun bekerja optimal pada dosis 80 – 160 mg/hari, sedangkan aktivitas penghambatan agregasi platelet yang diinduksi ADP (Adenosin Difosfat) ditunjukkan hingga dosis 1300 mg/hari. Penghambatan optimal COX-1 oleh aspirin ditunjukkan pada dosis 81 mg/hari (Gurbel et al., 2007).
Pada perhitungan survival rate dosis 2 juga menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua dosis lain, meskipun dua dosis lain juga memiliki survival rate yang lebih tinggi dari kontrol negatif. Kelompok dosis 2 memiliki survival rate sebesar 83,33%, dimana terdapat 5 dari 6 mencit yang dapat bertahan hidup setelah diinduksi. Selain karena kemungkinan ekstrak jahe – secang memiliki aktivitas seperti aspirin yang bekerja optimal pada rentang dosis tertentu, hasil survival rate dari dosis 2 yang lebih baik dari dosis 1 dan 3 dapat dikarenakan dosis 2 berada pada rentang dosis yang memang bekerja optimal menghambat agregasi platelet yang diinduksi kolagen dan epinefrin. Seperti halnya aspirin yang menghasilkan survival rate yang sangat baik, karena selain dosis yang digunakan (80 mg) masuk ke dalam rentang dosis optimal aktivitas aspirin sebagai antitrombotik secara keseluruhan, dosis tersebut juga merupakan dosis yang bekerja optimal menghambat agregasi platelet yang disebabkan kolagen (Warner, Nylander, &
Whatling, 2011; Gan, Teleg, Florento, & Bitanga 2002). Selain itu, hal ini juga mungkin dapat dikarenakan senyawa aktif jahe dan secang memiliki jendela terapeutik yang sempit, sehingga hasil optimal justru ditunjukkan pada dosis pertengahan yaitu dosis 2, bukan pada dosis 1 dan 3. Pada dosis 1, kemungkinan kombinasi ekstrak belum mencapai konsentrasi minimum obat untuk menghasilkan efek terapi (minimum effective concentration). Kemudian pada dosis 3, kemungkinan kombinasi ekstrak telah mencapai konsentrasi minimum obat untuk menghasilkan efek toksik (minimum toxicity concentration), maka itu hasil uji dosis 1 dan 3 terhadap waktu perdarahan maupun lebih rendah daripada dosis 2.
Kesimpulan Kombinasi ekstrak jahe – secang berpotensi sebagai antitrombotik karena mampu meningkatkan waktu perdarahan (bleeding time) dan angka harapan hidup (survival rate) mencit uji pada perbandingan dosis jahe – secang 56 mg : 14 mg/20 g BB. Saran Penelitian perlu dilakukan lebih lanjut untuk menentukan dosis dan waktu pemberian optimum ekstrak jahe – secang dengan cara meningkatkan dosis dari mulai dari dosis optimal secara bertahap dan memperpanjang durasi pemberian. Kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak jahe – secang beserta kadarnya juga perlu diteliti lebih lanjut.
Daftar Referensi Clappers, N., Brouwer, M., & Verheugt, F. (2007). Antiplatelet treatment for coronary heart disease. Heart, 93(2), 258-265. DiPiro, Joseph T., et. al. (2008). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition. USA: The McGraw Hill Companies, Inc. Farndale, R., Sixma, J., Barnes, M., & De Groot, P. (2004). The role of collagen in trombosis and hemostasis. J Thromb Haemost, 2(4), 561-573. Gan, R., Teleg, R., Florento, L., & Bitanga, E. (2002). Effect of Increasing Doses of Aspirin on Platelet Aggregation among Stroke Patients. Cerebrovasc Dis, 14(3-4), 252-255. Gurbel, P., Bliden, K., DiChiara, J., Newcomer, J., Weng, W., & Neerchal, N. et al. (2007). Evaluation of DoseRelated Effects of Aspirin on Platelet Function: Results From the Aspirin-Induced Platelet Effect (ASPECT) Study. Circulation, 115(25), 3156-3164. Habsari, R. & Hardiman, I. (2007). Info boga Jakarta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hwang, G., Kim, J., Chang, T., Jeon, S., So, D., & Moon, C. (1998). Effects of brazilin on the phospholipase A2 activity and changes of intracellular free calcium concentration in rat platelets. Arch. Pharm. Res., 21(6), 774778. Lee, J., Kim, T., Cho, W., & Ma, J. (2013). Antithrombotic and antiplatelet activities of Soshiho-tang extract. BMC Complementary And Alternative Medicine, 13(1), 137.
Lee, J., Kim, C., Lee, S., & Oak, M. (2010). Antiplatelet and Antithrombotic Activities of Lindera obtusiloba Extract in vitro and in vivo. Biomolecules And Therapeutics, 18(2), 205-210. Liang, M., et al. (2015). Pentamethylquercetin (PMQ) reduces trombus formation by inhibiting platelet function. Sci. Rep., 5, 11142. Liao, Y., Leu, Y., Chan, Y., Kuo, P., & Wu, T. (2012). Anti-Platelet Aggregation and Vasorelaxing Effects of the Constituents of the Rhizomes of Zingiber officinale. Molecules, 17(12), 8928-8937. Liu, Y., Jennings, N., Dart, A., & Du, X. (2012). Standardizing a simpler, more sensitive and accurate tail bleeding assay in mice. World Journal Experimental Medicine, 2(2), 30. Murugappa, S. (2006). The role of ADP (Adenosin Difosfat) receptors in platelet function. Frontiers In Bioscience, 11(1), 1977. Nugroho, S. (2006). Sehat dan bugar secara alami. Jakarta: Penebar Swadaya. Nurtjahja-Tjendraputra, E., Ammit, A., Roufogalis, B., Tran, V., & Duke, C. (2003). Effective anti-platelet and COX-1 enzyme inhibitors from pungent constituents of ginger. Trombosis Research, 111(4-5), 259-265. Redaksi Trubus. (2016). My Healthy Life: Sehat Dari Meja Makan. Trubus. United Kingdom National Health Services. (2014). Deep Vein Trombosis - Causes. Diakses pada 27 Januari 2016, dari http://www.nhs.uk/Conditions/Deep-vein-trombosis/Pages/Causes.aspx Warner, T., Nylander, S., & Whatling, C. (2011). Anti-platelet therapy: cyclo-oxygenase inhibition and the use of aspirin with particular regard to dual anti-platelet therapy. British Journal Of Clinical Pharmacology, 72(4), 619-633. WHO,. (2014). World Health Organization - Noncommunicable Diseases (NCD) Country Profiles. WHO. WHO,. (2015). WHO | Cardiovascular diseases (CVDs). Retrieved 31 January 2016, from http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/ World Trombosis Day,. (2016). What is Trombosis?. Diakses pada 15 Januari 2016, dari http://www.worldtrombosisday.org/issue/trombosis/